Anda di halaman 1dari 13

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Asma Bronkial

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan


dalam praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan
problem solving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal
dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/ keluarga. Proses keperawatan
terdiri dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan : pengkajian,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Nursalam, 2001; 2).
Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah
yang memungkinkan seorang perawat untuk mengorganisir dan memberikan
asuhan keperawatan. Proses keperawatan merupakan suatu elemen dari
pemikiran Kritis yang memperbolehkan perawat untuk membuat keputusan dan
mengambil tindakan yang didasarkan atas pertimbangan. Suatu proses adalah
satu rangkaian dari langkah-langkah atau komponen-komponen petunjuk /
penentu untuk mencapai tujuan. Tiga karakteristik dari suatu proses adalah
Purpose, Organization dan Creativity ( Bevis,1978). “Purpose” adalah tujuan
atau maksud yang spesifik dari proses. Proses keperawatan digunakan untuk
mendiagnosa dan merawat respon manusia pada kondisi sehat dan sakit.
(American Nurses Association,1980). “Organization” adalah tahapan atau
langkah-langkah atau komponen-komponen yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Proses keperawatan mengandung 5 langkah : Pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. “Creativity” adalah
pengembangan lanjut dari proses itu. Proses keperawatan dinamis dan berlanjut
terus menerus. ( Potter Perry, 1997 : 103 )
Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan
dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan
kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah
mengidentifikasikan proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen
yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling
relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah.
(Doenges, 1999 ; dikutip dari Shore,1998).

Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus


ditempuh

Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan masa lalu

 Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya


 Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan

b. Aktivitas

 Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas


 Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan
melakukan aktivitas sehari-hari
 Tidur dalam posisi duduk tinggi

c. Pernapasan

 Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
 Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur
 Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
 Adanya bunyi napas mengi
 Adanya batuk berulang

d. Sirkulasi

 Adanya peningkatan tekanan darah


 Adanya peningkatan frekuensi jantung
 Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis

e. Integritas ego

 Ansietas
 Ketakutan
 Peka rangsangan
 Gelisah

f. Asupan nutrisi

 Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan


 Penurunan berat badan karena anoreksia

g. Hubungan sosial

 Keterbatasan mobilitas fisik


 Susah bicara atau bicara terbata-bata
 Adanya ketergantungan pada orang lain
B. Diagnosa dan Intervensi

 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme,


peningkatan produksi sekret, penurunan energi/kelemahan.
 Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih /
jelas.
 Kriteria Hasil : Menunjukan perilaku perbaikan bersihan jalan nafas,
misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
 Intervensi:
 Mandiri
 Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronki.

R : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan


nafas dan dapat / tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas
adventisius.

 Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.

R : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan


pada penerimaan atau selama stres.

 Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya : debu, asap yang


berhubungan dengan kondisi individu.

R : Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode


akut.

 Dorong / bantu latihan nafas abdomen atau bibir.


R : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.

 Observasi karakteristik batuk misal : menetap, batuk pendek dan basah.

R : Batuk dapat menetap tapi tidak efektif terutama pada lansia, sakit akut
atau kelemahan.

 Kolaborasi :
 Berikan obat sesuai indikasi.
 Bronkodilator misal : adrenalin dan profentil.

R : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan


produksi mukus dan mengi.

 Xantin misal : aminopillin, okstripillin dan teofilin.

R : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan


peningkatan langsung siklus AMP

 Berikan humidifikasi tambahan misal : nebulizer ultranik

R : Kelembaban menurunkan sekret dan mempermudah pengeluaran.


 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, spasme bronkus, jebakan
udara), kerusakan alveoli.
 Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distres pernafasan.
 Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam
meningkatkan kemampuan / situasi.
 Intervensi :
 Mandiri
 Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan penggunaan otot aksesori.

R : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan.

 Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernafas.

R : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.

 Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.

R : Sianosis mungkin perifer (pada kuku) atau sentral (bibir / daun


telinga).

 Dorong mengeluarkan sputum.

R : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan


pertukaran gas pada jalan nafas kecil.

 Kolaborasi :
 Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi.
R : dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia.

 Berikan penekan SSP misal : sedatif atau narkotik dengan hati-hati.

R : digunakan untuk mengontrol ansietas / gelisah yang meningkatkan


konsumsi oksigen.

 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


dispnea, anoreksia, mual / muntah.
 Tujuan : Menunjukan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.
 Kriteria Hasil : Menunjukan perilaku / perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan / atau mempertahankan berat yang tepat.
 Intervensi :
 Mandiri
 Kaji kebiasaan diet, masukkan makanan saat ini.

R : pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea,


produksi sputum.

 Auskultasi bunyi usus.

R : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.

 Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai.

R : Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama


terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah.
 Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

R : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas


abdomen.

 Timbang berat badan sesuai indikasi.

R : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi


keadekuatan rencana nutrisi.

 Kolaborasi
 Konsultasi ahli gizi / nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan
yang mudah di cerna.

R : metode makanan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi /


kebutuhan individu.

 Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

R : menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan dan


meningkatkan masukan.

 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan utama dan imunitas.
 Tujuan : Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko
individu.
 Kriteria hasil : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah /
menurunkan resiko infeksi. Menunjukan tekhnik, perubahan pola hidup
untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
 Intervensi:
 Mandiri
 Observasi suhu tubuh klien.

R : demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.

 Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif dan masukan cairan adekuat.

R: Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk


menurunkan resiko infeksi paru.

 Observasi warna, karakter dan bau sputum.

R : sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi


paru.

 Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.

R : Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.

 Kolaborasi
 Dapatkan spesimen batuk atau penghisapan sputum pewarnaan kuman
gram negatif.

R : dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan


kerentanan terhadap anti mikrobial.

 Berikan anti mikrobial sesuai indikasi.

R : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi


dengan kultur.
 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan
kurang informasi.
 Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
tindakan.
 Kriteria Hasil : Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari
proses peenyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab
 Intervensi :
 Mandiri
 Jelaskan proses penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk
bertanya.

R : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi


pada rencana pengobatan

 Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi
umum.

R : nafas abdominal menguatkan otot pernafasan, membantu


meminimalkan kolaps jalan nafas kecil.

 Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan.

R : Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping


mengganggu dan efek samping merugikan.

 Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi.

R : faktor lingkungan dapat menimbulkan / meningkatkan iritasi


bronkial dan menimbulkan peningkatan produksi sekret dan
hambatan jalan nafas.
 Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.

R : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut dimana dapat


menimbulkan infeksi saluran nafas atas. (Doenges, 1999, p. 156)

C. Implementasi

Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh


karena itu pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan
mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgen, urgen dan tidak
urgen (non urgen).

Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu:
persiapan, perencanaan dan pendokumentasian. (Griffith, 1986; dikutip dari
Nursalam, 2001; 53).

a. Fase Persiapan meliputi :

1. Review antisipasi tindakan keperawatan


2. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3. Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4. Persiapan alat (resources)
5. Persiapan lingkungan yang kondusif
6. Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
b. Fase Intervensi terdiri atas :

1. Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau


perintah dokter atau tim kesehatan lainnya.
2. Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan
kesehatan lainnya (gizi, dokter, laboratorium dan lain-lain).
3. Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana
tindakan medis dilakukan.

c. Fase Dokumentasi

Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah
dilaksanakan.

Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan Asma


Bronkial, perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi
support, pendidik, advokasi, konselor dan pencatat/ penghimpun data.

D. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan


sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini
berlangsung terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang
diinginkan.
Dalam hal ini penilaian yang diharapkan pada klien dengan gangguan
sistem pernafasan Asma Bronkial adalah:

1. Jalan nafas bersih.


2. Pertukaran gas berjalan dengan baik atau normal.
3. Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
4. Infeksi tidak terjadi atau dapat dicegah.
5. Pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi penyakitnya bertambah
(Doenges, 1999, p. 155).

Anda mungkin juga menyukai