Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

TUMOR FILOIDES

Oleh :

Arini Rahmawati G0007043

Dominikus Yudha A. G0007059

Selvy Agustina G0007226

Pembimbing :
dr. Sulistyani K, M. Sc, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK LAB RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
I. PENDAHULUAN

Tumor filoides atau cystosarcoma phylloides merupakan jenis langka


dari neoplasia mammae, hanya merupakan 1% dari keganasan mammae, dan
hanya 2-3% dari tumor mammae yang berasal dari jaringan fibroepitel (Kissane,
1990).
Tumor filoides muncul hampir secara eksklusif pada wanita dan jarang
pada pria. Tumor filoides dapat terjadi pada segala usia, namun terutama usia
pertengahan sampai dekade kelima kehidupan. Tumor bilateral sangat jarang
ditemukan. Usia mayoritas antara 35 dan 55 tahun. Tumor filoides jarang pada
pasien dibawah usia 20 tahun. Beberapa fibroadenoma juvenil pada remaja dapat
terlihat seperti tumor filoides secara histologis, namun mereka bersifat jinak sama
seperti fibroadenoma lainnya(Kissane, 1990).
John Muller, pada tahun 1983, pertama kali memberikan nama
cystosarcoma phyllodes. Nama ini berasal dari bahasa Yunani sarcoma, yang
berarti tumor berdaging, dan phyllo, yang berarti daun. Disebut demikian karena
tumor tersebut menampilkan karakteristik yang besar, sarkoma ganas, tampilan
seperti-daun ketika dipotong, terdapat epitel, serta ruang seperti kista bila dilihat
secara histologis. Penamaan cystosarcoma phyllodes dirasa kurang tepat karena
tumor ini biasanya jinak, sehingga saat ini disebut sebagai tumor filoides (Jong,
2004).
Meskipun tumor jinak tidak bermetastase, namun mereka memiliki
kecenderungan untuk tumbuh secara agresif dan rekuren secara lokal. Mirip
dengan sarkoma, tumor maligna bermetastase secara hematogen. Gambaran
patologis tumor filoides tidak selalu menggambarkan sifat klinis neoplasma
karenanya pada beberapa kasus terdapat tingkat ketidakpastian tentang klasifikasi
lesi (Jong, 2004).
Karena data yang terbatas, persentase tumor filoides jinak dibanding
ganas tidak terdefinisi dengan baik. Laporan yang ada mengindikasikan bahwa
sekitar 80-95% tumor filoides adalah jinak dan sekitar 10-15% adalah ganas.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI MAMMAE
Mammae adalah sebuah organ yang berisi kelenjar untuk reproduksi
sekunder serta berasal dari lapisan ektodermal. Kelenjar ini dinamakan
sebagai kelenjar mammae dan merupakan modifikasi dari kelenjar keringat.
Mammae terletak di bagian superior dari dinding dada. Pada wanita,
mammae adalah organ yang berperan dalam proses laktasi, sedangkan pada
pria organ ini tidak berkembang dan tidak memiliki fungsi dalam proses
laktasi seperti pada wanita (Jong, 2004).
Proses perkembangan mammae dimulai pada janin berumur 6 minggu
dimana terjadi penebalan lapisan epidermis pada bagian ventral, superfisial
dari fasia pektoralis serta otot-otot pektoralis mayor dan minor. Penebalan
yang terjadi pada venteromedial dari regio aksila sampai ke regio inguinal
menjadi ‘milk lines’ dan selanjutnya pada bagian superior berkembang
menjadi puting susu dan bagian lain menjadi atrofi (Kissane, 1990).
Mammae lazimnya terletak di antara tulang sternum bagian lateral dan
lipatan ketiak, serta terbentang dari iga ke 2 sampai iga ke 6 atau 7. Pada
bagian puncak dari mammae terdapat struktur berpigmen dengan diameter 2-
6 cm yang dinamakan areola. Warna areola itu sendiri bervariasi mulai dari
merah muda sampai coklat tua. Warna areoala ini bergantung pada umur,
jumlah paritas, dan pigmentasi kulit (Kissane, 1990).
Mammae adalah organ yang kaya akan suplai pembuluh darah yang
berasal dari arteri dan vena. Cabang dari arteri torakalis interna menembus
ruang antara iga 2, 3, dan 4 untuk memperdarahi setengah dari bagian medial
mammae. Arteri ini menembus sampai otot-otot interkostalis dan membran
interkostalis anterior untuk mensuplai otot-otot pektoralis mayor dan
pektoralis minor di kedua mammae. Cabang-cabang kecil dari arteri
interkostalis anterior juga mensuplai darah untuk mammae di bagian medial.
Di daerah lateral, mammae disuplai oleh cabang dari arteri aksilaris dan arteri
torakalis lateral. Cabang dari arteri aksilaris adalah arteri arteri
torakoakromial, kemudian bercabang lagi menjadi arteri pektoralis.
Sementara cabang dari arteri torakalis lateral adalah arteri mamari eksternal
yang menyusuri otot pektoralis mayor untuk memperdarahi setengah
mammae bagian lateral (Kissane, 1990).
Aliran darah balik pembuluh vena dari mammae mengikuti aliran
arteri secara berlawanan. Darah kembali menuju vena cava melalui vena
aksilaris dan vena torakalis interna. Selain itu, darah juga kembali ke vena
cava melalui pleksus vertebralis. Aliran balik vena pada kuadran atas lebih
besar daripada aliran balik vena dari kuadran bawah (Kissane, 1990).
Persarafan kulit mammae ditanggung oleh cabang pleksus servikalis
dan n. interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh saraf
simpatik. Aliran limfe dari mammae sekitar 75% menuju ke aksila, sisanya ke
kelenjar parasternal dan interpektoralis (Kissane, 1990).

(http://en.wikipedia.org)
Gambar 1. Anatomi Mammae

B. FISIOLOGI MAMMAE
Perkembangan mammae dan fungsinya dipengaruhi oleh bermacam
stimulus, diantaranya stimulus dari estrogen, progesterone, prolaktin,
oksitosin, hormone tiroid, kortisol dan growth hormone. Terutama estrogen,
progesterone, dan prolaktin telah dibuktikan memiliki efek yang esensial
dalam perkembangan dan fungsi mammae normal. Estrogen mempengaruhi
perkembangan duktus, sedangkan progesterone berperan dalam perubahan
perkembangan epitel dan lobular. Prolaktin adalah hormone primer yang
menstimulus laktogenesis pada akhir kehamilan dan periode post partum.
Prolaktin meningkatkan regulasi reseptor hormon dan menstimulasi
perkembangan epitel (Kissane, 1990).
Sekresi dari hormon neurotropik dari hipotalamus, berperan dalam
regulasi sekresi dari hormone yang berefek terhadap jaringan mammae.
Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) berperan
dalam pelepasan estrogen dan progesterone dari ovarium. Pelepasan LH dan
FSH dari sel basofil pada bagian hipofise anterior dipengaruhi oleh sekresi
dari Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus. Efek
umpan balik baik positif maupun negative dari sirkulasi estrogen dan
progesterone ini berperan terhadap sekresi LH, FSH, dan GnRH (Kissane,
1990).

C. DEFINISI TUMOR FILOIDES


Tumor filoides merupakan sebuah tipe neoplasma jaringan ikat yang
timbul dari stroma intralobular mammae. Ditandai dengan pembesaran yang
cepat massa mobile, dengan konsistensi keras serta asimetris. Secara
histologis tampak seperti celah stroma seperti daun yang dibatasi oleh sel-sel
epitel. Tumor ini dibagi menjadi jinak, borderline, dan ganas. (Dorland, 2002)

D. ETIOLOGI TUMOR FILOIDES


Etiologi tumor filoides tidak diketahui. Tumor filoides secara nyata
berhubungan dengan fibroadenoma dalam beberapa kasus, karena pasien
dapat memiliki kedua lesi dan gambaran histologis kedua lesi mungkin
terlihat pada tumor yang sama. Namun, apakah tumor filoides berkembang
dari fibroadenoma atau keduanya berkembang bersama-sama, atau apakah
tumor filoides dapat muncul de novo, tidaklah jelas. Noguchi dan kolega telah
mempelajari pertanyaan ini dengan analisis klonal dalam tiga kasus dimana
fibroadenoma dan tumor filoides diperoleh berurutan dari pasien yang sama.
Pada masing-masing kasus, kedua tumor monoklonal dan memperlihatkan
alel inaktif yang sama. Mereka menyatakan bahwa tumor filoides memiliki
asal yang sama dengan fibroadenoma, fibroadenoma tertentu dapat
berkembang menjadi tumor filoides (Jong, 2004).
Studi menarik oleh Yamashita dkk, mengamati immunoreactive
endothelin 1 (irET-1), yaitu contoh dimana ilmu pengetahuan modern
menjelaskan mekanisme yang akan dengan pasti menjelaskan kedua fungsi
normal mammae dan patologinya, serta memungkinkan pergeseran dalam
penekanan dari model studi rodentia ke studi manusia. Level irET-1 jaringan
diukur dengan ekstrak dari 4 tumor filoides dan 14 fibroadenoma.
Immunoreactive endothelin 1 dapat dibuktikan dalam semua kasus, namun
levelnya jauh lebih tinggi pada tumor filoides dibandingkan pada
fibroadenoma. Endothelin 1 (ET-1) pada prinsipnya merupakan
vasokonstriktor kuat, namun juga memiliki banyak fungsi lainnya. Ia
menyebabkan stimulasi lemah DNA fibroblas mammae, namun dapat
digabungkan dengan insulin-like growth factor 1 (IGF-1) untuk menciptakan
stimulasi kuat. ET-1 tidak terdapat pada sel epitel mammae normal, namun
reseptor ET-1 spesifik terdapat pada permukaan sel stroma normal. Reseptor
ET-1 dijumpai pada permukaan sel dari sel-sel stroma tumor filoides namun
sel-sel immunoreactive ditemukan dalam sel-sel epitel tapi bukan sel-sel
stroma, memberi kesan bahwa ET-1 disintesis oleh sel epitel tumor filoides.
Dengan demikian hal tersebut menjelaskan kemungkinan mekanisme parakrin
pada stimulasi pertumbuhan stroma cepat yang selalu terlihat bersama tumor
filoides (Jong, 2004).
Hal yang penting adalah bahwa tumor filoides tidak seharusnya
dibingungkan dengan sarkoma murni (tanpa elemen epitel sama sekali), untuk
memiliki tingkat lebih besar pada keganasan dan gumpalan keduanya sama-
sama bisa mengaburkan sifat jinak dasar kebanyakan tumor filoides.
Imunositokemistri dan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa sel stroma
pada kedua tumor filoides jinak dan ganas merupakan campuran dari
fibroblas dan miofibroblas. Teknik-teknik ini memperjelas perbedaan
leiomiosarkoma dan mioepitelioma, dari tumor filoides yang menunjukkan
reaksi yang sama sekali berbeda (Jong, 2004).
E. PATOFISIOLOGI
Tumor ini bisa berasal dari fibroadenoma selular yang telah ada dan
sekarang telah mengandung satu atau lebih komponen asal mesenkim.
Diferensiasi dari fibroadenoma didasarkan atas lebih besarnya derajat
selularitas stroma, pleomorfisme selular, inti hiperkromatik dan gambaran
mitosis dalam jumlah yang bermakna. Protrusio khas massa polopoid stroma
hiperplastik ke dalam kanalikuli yang tertekan menghasilkan penampilan
seperti daun yang menggambarkan istilah filoides (Kissane, 1990).
F. GAMBARAN KLINIS
Tumor filoides merupakan neoplasma non-epitelial mammae yang
paling sering terjadi, meskipun hanya mewakili 1% dari tumor mammae.
Tumor ini memiliki tekstur halus, berbatas tegas dan biasanya bergerak secara
bebas. Tumor ini adalah tumor yang relatif besar, dengan ukuran rata-rata 5
cm. Namun, lesi yang > 30 cm pernah dilaporkan. Kebanyakan tumor tumbuh
dengan cepat menjadi ukuran besar sebelum pasien datang, namun tumor-
tumor tidak menetap dalam arti karsinoma besar. Hal ini disebabkan mereka
khususnya tidak invasif; besarnya tumor dapat menempati sebagian besar
mammae, atau seluruhnya, dan menimbulkan tekanan ulserasi di kulit, namun
masih memperlihatkan sejumlah mobilitas pada dinding dada. Meskipun
tumor jinak tidak bermetastase, namun mereka memiliki kecenderungan
untuk tumbuh secara agresif dan rekuren secara lokal. Mirip dengan sarkoma,
tumor maligna bermetastase secara hematogen. Ciri-ciri tumor filoides
maligna adalah sebagai berikut:
1. Tumor maligna berulang terlihat lebih agresif dibandingkan tumor asal
2. Paru merupakan tempat metastase yang paling sering, diikuti oleh
tulang, jantung, dan hati
3. Gejala untuk keterlibatan metastatik dapat timbul mulai dari sesegera,
beberapa bulan sampai paling lambat 12 tahun setelah terapi awal
4. Kebanyakan pasien dengan metastase meninggal dalam 3 tahun dari
terapi awal.
5. Tidak terdapat pengobatan untuk metastase sistemik yang terjadi
6. Kasarnya 30% pasien dengan tumor filoides maligna meninggal karena
penyakit ini (Ramli,1995).
G. DASAR DIAGNOSIS
1. Anamnesa
a. Pasien khususnya datang dengan massa di mammae yang keras,
bergerak, dan berbatas jelas dan tidak nyeri.
b. Sebuah massa kecil dapat dengan cepat berkembang ukurannya
dalam beberapa minggu sebelum pasien mencari perhatian medis
c. Tumor jarang melibatkan kompleks puting-areola atau meng-
ulserasi kulit
d. Pasien dengan metastase bisa muncul dengan gejala seperti
dispnoe, kelelahan, dan nyeri tulang (Schwartz, 2000)
2. Pemeriksaan fisik (Salah satu skrining / screening yang penting)
a. Didapatkan adanya massa mammae yang keras, mobile, dan
batasnya jelas

(http://en.wikipedia.org)
Gambar 2. Pemeriksaan Mammae

b. Secara tidak diketahui, tumor mammae cenderung melibatkan


mammae sinistra lebih sering dibandingkan mammae dekstra
c. Diatas kulit mungkin terlihat tampilan licin dan cukup translusen
untuk memperlihatkan vena mammae yang mendasarinya
d. Temuan fisik (misal, adanya massa mobile dengan batas tegas)
mirip dengan yang ada pada fibroadenoma
e. Tumor filoides umumnya bermanifestasi sebagai massa lebih besar
dan memperlihatkan pertumbuhan yang cepat (Manning, 1996)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada penanda tumor hematologik atau uji darah lainnya yang
bisa digunakan untuk mendiagnosa tumor filoides (Schwartz, 2000).
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada mammogram, tumor filoides akan memiliki tepi yang berbatas
jelas dan radioopak. Baik mammogram ataupun ultrasonografi
(USG) mammae dapat membedakan secara jelas antara
fibroadenoma dan filoides jinak atau tumor ganas. Jenis tumor
mammae ini biasanya tidak ditemukan di dekat mikro kalsifikasi
(Kissane, 1990).

(http://imaging.consult.com)
Gambar 3. Gambaran mamografi tumor filoides

Magnetic Resonance Imaging (MRI) mammae dapat membantu


tindakan operasi dalam pengangkatan jaringan tumor filoides.
Sebuah studi di Italia yang membandingkan mammogram, USG
dan MRI mammae dari tumor filoides melaporkan bahwa MRI
memberikan gambaran yang paling akurat dan ini membantu ahli
bedah tumor dalam menjalankan rencana operasi mereka. Bahkan
jika tumor itu cukup dekat dengan otot-otot dinding dada, MRI bisa
memberikan gambaran yang lebih baik dari tumor filoides daripada
mammogram atau USG (Jong, 2004).

(http://www.ultrasound-images.com/breast)
Gambar 4. Gambaran USG. Gambaran USG mammae normal (atas); Gambaran
USG tumor filoides (kiri) dengan color Doppler (kanan)

(www.medscape.com)
Gambar 5. Gambaran MRI tumor filoides
c. Biopsi
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) untuk pemeriksaan sitologi
biasanya tidak memadai untuk diagnosis tumor filoides. Biopsi
jarum lebih dapat dipercaya, namun masih bisa terdapat kesalahan
pengambilan sampel dan kesulitan dalam membedakan lesi dari
sebuah fibroadenoma.
Biopsi mammae eksisi terbuka untuk lesi lebih kecil atau biopsi
insisional untuk lesi lebih besar adalah metode pasti untuk
mendiagnosis tumor filoides. Sel-sel dari biopsi jarum dapat diuji di
laboratorium tapi jarang memberikan diagnosis yang jelas, karena
sel-sel dapat menyerupai karsinoma dan fibroadenoma. Pada Biopsi
bedah akan menghasilkan potongan jaringan yang akan memberikan
sampel sel lebih baik dan akan menghasilkan diagnosa yang tepat
untuk sebuah tumor filoides (Jong, 2004)

d. Temuan histopatologi
Semua tumor filoides mengandung komponen stroma yang dapat
bervariasi dalam tampilan histologis dari satu lesi ke lesi lainnya.
Umumnya, tumor filoides jinak memperlihatkan peningkatan
jumlah mencolok pada fibroblas fusiformis reguler dalam stroma.
Adakalanya, sel-sel sangat anaplastik dengan perubahan miksoid
yang diamati. Atipia seluler tingkat tinggi, dengan peningkatan
selularitas stroma dan peningkatan jumlah mitosis, hampir selalu
diamati pada bentuk maligna cystosarcoma phylloides. Secara ultra-
struktural, pada tumor filoides bentuk jinak dan ganas, nukleolus
dapat mengungkapkan nukleolonema yang bertautan kasar dan
sisterna berlimpah dalam retikulum endoplasma (Kissane, 1990).
(http://radiographics.rsna.org)

Gambar 6. Gambaran Histopatologi

(http://radiographics.rsna.org)
Gambar 7. Gambaran Makroskopis

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Fibroadenoma mammae
2. Karsinoma mammae
(http://www.ultrasound-images.com/breast)
Gambar 8. Gambaran USG fibroadenoma kiri) dan dengan color Doppler (kanan)

(http://www.ultrasound-images.com/breast)

Gambar 8. Gambaran USG karsinoma mammae

I. PENATALAKSANAAN
Usia penting dalam manajemen lesi-lesi ini. Dibawah umur 20,
semuanya harus diterapi dengan enukleasi, karena mereka hampir selalu
bersifat jinak.
Sitologi aspirasi dapat memberi kesan diagnosis tumor filoides namun
histologi yang lebih tepat pada biopsi jarum inti dibutuhkan sebelum
merencanakan pengobatan (Schwartz, 2000).
Berbeda pada pasien yang lebih tua. Haagensen merekomendasikan
eksisi lokal luas sebagai pendekatan primer pada penanganan tumor filoides
jinak. Data yang dimiliki yaitu angka rekurensi lokal sebesar 28% diantara 43
pasien yang ditangani dengan eksisi lokal, dengan follow-up minimal 10
tahun. Namun hanya 3 dari rekurensi tersebut yang membutuhkan
mastektomi sekunder, dan tak satupun yang meninggal akibat tumor ini.
Hanya 1 dari 21 pasien yang diterapi dengan mastektomi (simpel atau radikal)
mengalami rekurensi lokal; ini adalah sarkoma filoides (maligna) yang
dengan cepat menimbulkan metastasis lokal dan sistemik. Angka rekurensi
lebih tinggi untuk tumor filoides jinak dibandingkan ganas telah dilaporkan
dalam sejumlah studi (Schwartz, 2000).
Jelas bahwa eksisi yang tidak tuntas merupakan penentu utama
rekurensi pada lesi jinak dan menengah. Ada dua alasan utama yang
mungkin, yaitu: kegagalan untuk mendiagnosis kemungkinan tumor filoides
dan kegagalan untuk menentukan teknik operasi. (Schwartz, 2000).
Eksisi makroskopik komplit, dengan usulan batas 1 cm, dapat
dipastikan adalah teknik yang tepat. Untuk lesi besar dan lesi rekuren,
pembersihan yang baik pasti melibatkan mastektomi mendekati-total dan
mastektomi sederhana dengan rekonstruksi. Terdapat beberapa bukti
meningkatnya insiden karsinoma mammae yang berhubungan dengan pasien
dengan tumor filoides dan hal ini merupakan alasan untuk follow-up jangka
panjang yang teliti terhadap pasien-pasien yang demikian (Schwartz, 2000).

J. KOMPLIKASI
Seperti kebanyakan operasi mammae, komplikasi paska operasi dari
penatalaksanaan bedah tumor filoides termasuk berikut ini:
 Infeksi
 Pembentukan seroma
 Rekurensi lokal dan/atau jauh (Ramli, 1995).
K. PROGNOSIS
1. Meskipun tumor filoides dianggap sebagai tumor jinak secara klinis,
kemungkinan untuk rekurensi lokal setelah eksisi selalu ada, khususnya
dengan lesi yang memperlihatkan histologi maligna. Tumor setelah
pengobatan awal dengan eksisi lokal luas, yang rekuren secara lokal
idealnya diterapi dengan mastektomi total.
2. Penyakit metastase khususnya diamati pada paru, mediastinum dan
tulang. (Jong, 2004)
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Tumor filoides merupakan sebuah tipe neoplasma jaringan ikat yang
timbul dari stroma intralobular mammae. Ditandai dengan pembesaran yang
cepat massa mobile, dengan konsistensi keras serta asimetris. Secara
histologis tampak seperti celah stroma seperti daun yang dibatasi oleh sel-sel
epitel. Tumor ini dibagi menjadi jinak, borderline, dan ganas namun umumnya
bersifat jinak. Etiologi tumor filoides tidak diketahui. Hal yang harus menjadi
perhatian adalah tumor filoides meskipun merupakan tumor jinak, namun
dapat pertumbuhannya sangat cepat dan dapat berubah menjadi ganas.
Diagnosis pasti dari tumor filoides dilakukan dengan pemeriksaan
histopatologi. Pemeriksaan radiologi seperti mammografi, USG, dan MRI
dapat menunjang diagnosis tumor filoides dan membedakannya dengan tumor
lain sehingga tindakan definitif dapat segera dilakukan. Penatalaksanaan
tumor filoides yang dapat dilakukan adalah dengan eksisi lokal ataupun
dengan mastektomi (radikal/parsial) untuk kasus yang rekuren.
B. SARAN
Benjolan pada payudara merupakan kasus yang mungkin akan
dijumpai di praktik dokter. Kemampuan anamnesis yang baik dan
pemeriksaan fisik yang teliti harus dimiliki oleh seorang dokter. Selain itu
pemilihan pemeriksaan penunjang radiologi yang baik juga harus dimiliki,
karena diagnosis yang tepat sangat menentukan prognosis penyakit pada
umunya dan tumor payudara khususnya..
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, WA Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Huriawati Hartanto dkk.,


editor. Edisi 29. Jakarta: EGC; 2002.
Jong de wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.2004. Jakarta : EGC. Halaman 391-
393
Kissane JM. The breast Anderson’s Pathology. Vol II, 9h ed.St
Louis:Mosby;1990.p.1726 – 48
Manning. Major Diagnosis Fisik Edisi Ix. 1996. Jakarta : EGC. Halaman 366
Ramli muchlis. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.1995.Jakarta : Binarupa
aksara.Halaman 355
Schwartz. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. 2000. Jakarta : EGC.
Halaman 233

Anda mungkin juga menyukai