Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vitamin A adalah zat gizi yang paling esensial, hal itu dikarenakan konsumsi
makanan kita belum mencukupi dan masih rendah sehingga harus dipenuhi dari luar.
Kekurangan vitamin A (KVA) akan meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah
terserang penyakit infeksi seperti diare, radang paru-paru, pneumonia, dan akhirnya
kematian. Akibat lain yang paling serius dari kekurangan vitamin A (KVA) adalah rabun
senja yaitu bentuk lain dari xeropthalmia termasuk kerusakan kornea mata dan kebutaan.
Vitamin A bermanfaat untuk menurunkan angka kesakitan angka kematian, karena vitamin
A dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi seperti campak, diare,
dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) (Almatsier, 2009).

Pada balita vitamin A sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan gigi yang
kuat, untuk penglihatan yang normal, membantu memelihara kulit yang sehat dan
mencegah lapisan mulut, hidung, paru-paru dan saluran kencing dari kuman penyakit.
Vitamin A yang diberikan pada balita juga berfungsi untuk mengatur sistem kekebalan
(immunesystem), dimana sistem kekebalan badan ini membantu mencegah atau melawan
penyakit dengan membuat sel darah putih yang menghapuskan bakteri dan virus. Akibat
lain yang lebih serius dari kekurangan vitamin A adalah buta senja dan xeropthalmia
karena terjadi kekeringan pada selaput lendir dan selaput bening kornea mata. Upaya
perbaikan status vitamin A harus dimulai pada balita terutama pada anak yang menderita
kekurangan vitamin A (Depkes RI, 2005).

WHO memperkirakan 12 orang menjadi buta setiap menit di dunia dan 4 diantaranya
berasal dari Asia Tenggara (Siswanto, 2007). Penelitian yang telah dilakukan WHO pada
tahun 1992 menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia dari umur enam bulan hingga
lima tahun, setengahnya menderita kekurangan vitamin A. Sedangkan data WHO tahun
1995 Indonesia merupakan salah satu negara yang pemenuhan vitamin A tergolong rendah
(Siswanto, 2007).

1
Departemen Kesehatan sendiri telah gencar melakukan program penanggulangan
kekurangan vitamin A sejak tahun 1970-an. Dari catatan Depkes, tahun 1992 bahaya
kebutaan akibat kekurangan vitamin A mampu diturunkan secara signifikan. Berdasarkan
studi masalah gizi mikro di 10 propinsi tahun 2006 diketahui cakupan pemberian vitamin
A pada balita mencapai lebih dari 80%. Cakupan pemberian vitamin A kembali menurun
pada tahun 2007 yaitu sebesar 60% (Siswanto, 2007).

Sekitar 10 juta balita di Indonesia berisiko kekurangan Vitamin A (KVA) dari jumlah
target sebesar 20 juta balita. Prevalensia KVA berdasarkan survey vitamin A tahun 1992,
menunjukkan xeraphtalmia sebesar 0,33%, namun secara subklinis prevalensi KVA (kadar
serun retinol dalam darah) pada balita sebesar 50%. Di kalangan anak balita, akibat
kekurangan Vitamin A (KVA) akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas, anak mudah
terkena penyakit infeksi seperti diare, radang paru-paru, pneumonia dan akhirnya
kematian. Akibat lain yang berdampak serius dari KVA adalah buta senja dan tanda-tanda
lain dari xeropthalmia termasuk kerusakan kornea (keratomalasia) dan kebutaan.
Perbaikan status Vitamin A pada anak-anak yang KVA, disertai upaya pengobatan pada
semua kasus campak dengan pemberian kapsul Vitamin A dapat mengurangi tingkat
kegawatan dari penyakit-penyakit infeksi dan morbiditas di masa anak-anak, sehingga
dapat meningkatkan kesempatan bagi kelangsungan hidup mereka (Depkes RI, 2009).

Di Kota Padang Pendistribusian Vitamin A dilakukan pada bulan Februari dan


Agustus. Vitamin A diberikan pada bayi usia 6-11 bulan dan anak Balita 12-59 bulan.
Cakupan Profil Kesehatan Kota Padang Tahun 2017 42 pemberian Vitamin A pada bayi 6-
11 bulan meningkat dari 82,73% di tahun 2016 menjadi 84,30% di tahun 2017. Hal yang
sama dengan cakupan pemberian Vitamin A pada anak balita, cakupan ini meningkatdari
83,29% di tahun 2016 menjadi 85,30% di tahun 2017.

Penanggulangan KVA di Indonesia, khususnya pada Balita 6-59 bulan, Departemen


Kesehatan RI bekerjasama dengan Helen Keller Indonesia (HKI). Strategi penanggulangan
hingga saat ini dilaksanakan melalui pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi,
balita dan ibu nifas. Pada Balita diberikan dua kali setahun dengan dosis 100.000 IU untuk
bayi 6-11 bulan dan 200.000 IU untuk anak 12-59 bulan dan ibu nifas. Saat ini Depkes

2
bekerja sama dengan HKI melaksanakan kegiatan capacity Buliding untuk Program
Vitamin A di 20 Kabupaten di 9 provinsi. Disamping itu Depkes juga melakukan
kerjasama dengan Unicef untuk uji coba pemberian 2 kapsul Vitamin A dosis tinggi pada
ibu nifas di 5 provinsi binaan Unicef. Alasan pemilihan daerah fokus ini dilihat dari
rendahnya asupan vitamin A yang dilihat dari sampel darah (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan kajian berbagai studi ditemukan bahwa Vitamin A merupakan zat gizi
yang sangat diperlukan bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting agar proses-proses
fisiologis dalam tubuh berlangsung secara normal, termasuk pertumbuhan sel,
meningkatkan fungsi penglihatan, meningkatkan imunologis dan pertumbuhan badan.
Vitamin A juga membantu mencegah perkembangan sel-sel kanker. Pemberian vitamin A
dosis tinggi pada bayi, balita dan ibu nifas dapat menurunkan angka kematian bayi dan
balita bukan hanya di Indonesia maupun negara-negara berkembang lainnya (Azwar,
2009)..

Selain factor pengetahuan hal yang menyebabkan balita tidak di berikan Vitamin A
menurut hasil wawancara penulis pada salah satu ibu yang memiliki balita yaitu karna
factor kurangnya informasi megenai jadwal pemberian vitamin A sehingga hal ini sudah
membudaya.

Berdasarkan data diatas, masih banyak ibu-ibu yang belum memahami pentingnya
vitamin A untuk balita. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul “Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Vitamin A Pada Balita di Puskesmas
Lubuk Buaya”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah: Bagaimana
Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Vitamin A pada Balita di Puskesmas Lubuk Buaya Kota
Padang?”

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

3
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian vitamin A pada
balita di Puskesmas Lubuk Buaya.

2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya tujuan pemberian vitamin A
b. Diketahuinya manfaat pemberian vitamin A
c. Diketahuinya cara pemberian vitamin A
d. Diketahuinya dampak bila balita tidak diberikan vitamin A

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk pengelola Puskesmas Lubuk Buaya

Sebagai bahan informasi dan masukan dalam upaya meningkatkan pelayanan


kesehatan khususnya pelayanan pemberian Vitamin A pada balita.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, pengalaman dan


wawasan peneliti dalam melaksanakan suatu penelitian serta dapat menerapkan ilmu
yang didapat selama di bangku kuliah.

3. Bagi peneliti lain

Dapat menjadi salah satu bahan bacaan dan perbandingan bagi peneliti lain dalam
mengembangkan penelitian selanjutnya.

4. Bagi Institusi

Dapat digunakan oleh institusi pendidikan sebagai bahan pustak

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Pengetahuan
A. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil tau yang berasal dari proses pengindraan manusia
terhadap obyek tertentu. Proses pengindraan terjadi melalui panca indra manusia
yaitu melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan merupakan dasar yang paling penting dalam membentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan adalah kumpulan fakta, informasi dan ketrampilan yang dapat
diperoleh melalui pengamatan atau pendidikan atau pemahaman teoritis atau
praktis dari ssubyek (Summary, 2007).

B. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang mencakup didalam domain kognitif mempunyai enam


tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu artinya sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari


sebelumnya. Termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyangka
dan sebagainya.

2) Memahami (comprehension)

5
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, memberi contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap obyek yang dipelajari

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah


dipelajari pada situasi atau pada kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu


obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. Kemampuan
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja.

5) Sintesis (syntesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-


bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap


suatu materi atau obyek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang
ditentukan sendiri atau berdasarkan kriteria yang sudah ada.

C. Sumber-sumber pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), terdapat beberapa sumber pengetahuan antara


lain sebagai berikut:

1) Kepercayaan berdasarkan tradisi, adat, dan agama Berbentuk norma dan


kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam
norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya tidak

6
dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk
diubah begitu saja. Jadi, harus diikuti dengan tanpa keraguan dan
percaya secara bulat. Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan
cenderung bersifat tetap tetapi kognitif

2) Pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain Pihak


pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah
orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun
yang mereka katakan, benar atau salah, baik atau buruk, dan indah atau
jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik.
Karena kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai orang-
orang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas.

Sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi


persoalannya terletak pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya.
Lebih dari itu, sejauh mana kesaksian pengetahuannya itu merupakan
hasil pemikiran dan pengalaman yang telah teruji kebenarannya. Jika
kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan membahayakan kehidupan
manusia dan masyarakat itu sendiri.

3) Pengalaman Bagi manusia, pengalaman adalah alat vital


penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga,
hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan
bisa pula melakukan kegiatan hidup.
4) Akal pikiran Berbeda dengan panca indera, akal pikiran memiliki sifat
lebih rohani. akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis,
spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang bersifat tetap. Akal
pikiran cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif
dan pasti.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) faktor-faktor yang mempengaruh ipengetahuan


seseorang adalah:

1) Pendidikan, konsep pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan kearah yang lebih

7
dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat.
2) Informasi, dengan memberikan informasi kebiasaan hidup sehat dan cara
mencegah penyakit diharapkan akan terjadi tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku kesehatan individu, kelompok sasaran berdasarkan kesadaran dan
kemauan individu yang bersangkutan.
3) Sosial budaya, manusia mempelajari perilaku dari orang lain dilingkungan
sosialnya. Hampir segala sesuatu yang dilakukannya bahkan apa yang
dipikirkan berkaitan dengan orang lain dan dipelajari dari lingkungan sosial
budaya.
4) Pengalaman, pengalaman yang disusun secara sistematis oleh otak maka
hasilnya adalah pengetahuan. Semua pengalaman pribadi dapat merupakan
sumber pengetahuan untuk menarik kesimpulan dan pengalaman.
5) Sosial ekonomi, tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Semakin tinggi kemampuan sosial ekonomi semakin mudah seseorang
dalam mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari
kenyataan, dari melihat dan mendengar sendiri serta melalui alat-alat
komunikasi, misalnya dengan membaca surat kabar, mendengarkan radio,
menonton film atau televisi.

E. Cara pengukuran tingkat pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket


yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan tersebut (Notoatmodjo,
2007).

2.1.2 Balita

A. Pengertian

Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih populer
dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun (Muaris, 2006).

8
Dalam pengertian lain balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita)
dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh
kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan
makan. Pada masa ini perkembangan berbicara dan berjalan balita sudah bertambah
baik, Namun kemampuan yang lain masih terbatas (Sutomo dan Anggraeni, 2010).

Masa Balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.
Pertumbuhan dan perkembangan dimasa ini menjadi penentu keberhasilan
pertumbuhan dan perkembangan diperiode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di
usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang,
karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo dan Anggraeni,
2010).

Anak balita juga merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit.
Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi dan
jumlahnya dalam populasi besar (Notoatmodjo, 2007).

B. Perkembangan pada Balita

1) Perkembangan Fisiologik

Kekuatan otot, koordinasi motorik dan stamina balita meningkat secara


progresif. Balita mampu melakukan gerakan-gerakan dengan pola yang lebih
kompleks, sehingga memacu melakukan aktivitas fisik (Sulisyoningsih, 2011).

Presentasi lemak tubuh mencapai minimum 16% pada perempuan dan 13%
pada laki-laki, peningkatan lemak tubuh pada balita merupakan bagian dari
pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Sulistyoningsih, 2011).

2.) Perkembangan Kognitif

Kemampuan berbahasa yang tumbuh pada masa balita dengan cepat


mendukung pertumbuhan dan perkembangan kognitif selanjutnya, sehingga
memberi balita akses terhadappengetahuan yang lain dan membuatnya mampu
untuk berbagi pikiran dan pembelajaran yang lebih luas (Shaleh, 2009).

C. Kebutuhan gizi pada balita

9
Anak balita juga merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan
yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kg berat badannya.
Balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan
gizi (Sediaoetama, 2010).

Menurut Sulistyoningsih (2011), Zat gizi yang dibutuhkan balita per hari antara
lain:

1) Kebutuhan energi : 1000-1550 Kkal


2) Kebutuhan protein : 25-39 gr
3) Kebutuhan vitamin A : 400-450 RE
4) Kebutuhan vitamin D : 5 ug
5) Kebutuhan vitamin E : 6-7 mg
6) Kebutuhan vitamin K : 15-20 ug
7) Kebutuhan vitamin B12 : 0,9-5 ug
8) Kebutuhan vitamin C : 40-45 m
9) Kebutuhan asam folat : 150-200 ug
10) Kebutuhan kalsium : 500 mg
11) Kebutuhan zat besi : 8-9 mg
12) Kebutuhan yodium : 90-120 ug

2.1.3 Vitamin

A. Pengertian Vitamin

Vitamin adalah zat–zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat
kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus
didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan
dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh.
Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan
pengolahan yang salah (Almatsier, 2009).

Vitamin adalah suatu zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah-jumlah relatif
kecil dan harus didatangkan dari luar. Vitamin tidak dapat disintesa di dalam tubuh,
sehingga harus disediakan dari luar, biasanya dengan mengkonsumsi makanan
(Sediaoetama, 2010).

10
B. Manfaat Vitamin

Manfaat vitamin secara umum sangat berhubungan erat dengan fungsi enzim.
Enzim merupakan katalisator organik yang menjalankan dan mengatur reaksi–reaksi
biokimiawi di dalam tubuh (Sediaoetama, 2010).Vitamin berperan dalam beberapa
tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pada
umumnya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim. Sebagian besar koenzim
terdapat dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein. Hingga
sekarang fungsi biokimia beberapa jenis vitamin belum diketahui dengan pasti
(Almatsier, 2009).

C. Kebutuhan Vitamin

Masing–masing vitamin dibutuhkan tubuh dalam jumlah tertentu. Terlalu banyak


maupun terlalu sedikit yang tersedia bagi badan, memberikan tingkat kesehatan yang
kurang. Bila terlalu banyak vitamin dikonsumsi, akan terjadi gejala–gejala yang
merugikan dan kondisi yang demikian disebut hypervitaminosis. Sebaliknya bila
konsumsi vitamin tidak memenuhi kebutuhan akan terjadi juga gejala–gejala yang
merugikan dan kondisi tersebut disebut avitaminosis (Sediaoetama, 2010).

D. Macam-Macam Vitamin

Sebelum mengetahui susunan kimianya, vitamin diberi nama menurut abjad


(A,B,C,D,E dan K). Vitamin B ternyata terdiri dari beberapa unsur vitamin.
Penelitian-penelitian kemudian membedakan vitamin dalam dua kelompok, yaitu
vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K dan vitamin yang larut
dalam air seperti vitamin B dan C (Almatsier, 2009).

2.1.4 Vitamin A

A. Pengertian

Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak, terdapat dalam minyak
ikan, keju, kuning telur,sayuran berwarna hijau dan kemerah–kemerahan, seperti
wortel dan tomat. Vitamin A merupakan zat gizi penting yang larut dalam lemak dan
disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar
(essensial), berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit (Depkes RI, 2005).

11
Vitamin A adalah vitamin larut dalam lemak yang pertama kali ditemukan. Secara
luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan
prekursor atau provitamin A karotenid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai
retinol. Vitamin A merupakan zat gizi yang diperlukan manusia agar proses fisiologis
dalam tubuh berlangsung secara normal. Vitamin A penting untuk pertumbuhan sel,
meningkatkan fungsi penglihatan, meningkatkan imunologi, pertumbuhan badan dan
mencegah pertumbuhan sel–sel kanker (Almatsier, 2009).

B. Manfaat Vitamin A

Menurut Sediaoetama (2010), fungsi vitamin A dalam tubuh mencakup tiga


golongan besar :

1) Fungsi vitamin A dalam proses melihat

Pada proses melihat vitamin A berperan sebagai retinal (retinete) yang


merupakan komponen dari zat penglihat. Rhodopsin ini mempunyai bagian
protein yang disebut opsin yang disebut rhodopsin setelah bergabung dengan
retinete. Rhodopsin merupakan zat yang dapat menerima rangsang cahaya
dan mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik yang merangsang
indra penglihatan.

2.) Fungsi dalam metabolisme Umum

Fungsi ini tampaknya berkaitan erat dengan metabolisme protein yaitu :

a) Integritas epitel
b) Pertumbuhan
c) Permeabilitas membran
d) Pertumbuhan gigi
3.) Fungsi dalam reproduksi

a) (retinoic acid).KebutuhanFungsi vitamin A pada proses reproduksi ini tidak


dapat dipenuhi oleh asam vitamin A akan vitamin A

Kebutuhan tubuh akan vitamin A masih dinyatakan dalam Satuan


Internasional (SI), untuk memudahkan penilaian aktivitas. Satu SI dalam

12
vitamin A setara dengan kegiatan 0,300 ug retinol atau 0,6 ug all trans
beta karotin atau 1,0 mg karotin total (campuran) di dalam bahan
makanan nabati (Sediaoetama, 2010).

Kebutuhan akan vitamin A menurut daftar RDA untuk Indonesia


adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

RDA Vitamin A untuk Indonesia

Kelompok Umur Kebutuhan vitamin A (SI/hari)

6-12 bulan 1200

1-3 tahun 1500

4-6 tahun 1800

7-9 tahun 2400

Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 1978


(Sediaoetama, 2010).

C. Jadwal Pemberian Vitamin A

1) Menurut Depkes RI (2005), pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI


diberikan kepada anak balita secara periodik, yaitu 6 bulan sekali dan secara
serempak pada bulan Febuari dan Agustus. Pemberian secara serempak pada
Febuari dan Agustus mempunyai beberapa keuntungan :Memudahkan dalam
memantau kegiatan pemberian kapsul termasuk pencatatan dan pelaporannya,
karena semua anak mempunyai jadwal pemberian yang sama.

2) Memudahkan dalam upaya penggerakan masyarakat, karena kampanye dapat


dilaksanakan secara nasional disamping secara spesifik daerah.

3) Memudahkan dalam pembuatan materi–materi penyuluhan (spot TV, spot


radio, barang–barang cetak) terutama yang dikembangkan, diproduksi dan
disebarluaskan oleh tingkat pusat.

13
4) Dalam rangka Hari Proklamasi RI (Agustus) biasanya banyak kegiatan–
kegiatan yang dapat digunakan untuk mempromosikan vitamin A, termasuk
pemberian vitamin A dosis tinggi. Kapsul vitamin A dapat diperoleh di
posyandu, polindes, puskesmas pembantu, puskesmas induk, praktek swasta
(bidan, rumah bersalin, klinik bersalin dan lain–lain), dan kelompok KIA.
Pemberian kapsul vitamin A dilakukan oleh petugas kesehatan, bidan desa,
tokoh masyarakat, kepala desa, ketua RT/RW, kader, orang tua atau keluarga
(Depkes RI, 2005).

D. Diagnosis Kekurangan Vitamin A

Kekurangan vitamin A merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ
tubuh, seperti saluran pernapasan, saluran kemih, dan saluran pencernaan. Perubahan
pada ketiga saluran ini relatif awal terjadi karena kerusakan yang terdeteksi pada
mata. Namun, karena hanya mata yang dapat diamati dan diperiksa, diagnosis klinis
yang spesifik didasarkan pada pemeriksaan mata (Arisman, 2004).

Kekurangan vitamin A adalah suatu keadaan dimana simpanan vitamin A dalam


tubuh berkurang. Pada tahap awal ditandai dengan gejala rabun senja, atau kurang
dapat melihat pada malam hari. Gejala tersebut juga ditandai dengan menurunnya
kadar serum retinol dalam darah kurang dari (kurang dari 20µg/dl). Pada tahap
selanjutnya terjadi kelainan jaringan epitel dari organ tubuh seperti paru–paru, usus,
kulit dan mata. Gambaran yang khas dari kekurangan vitamin A dapat langsung
terlihat pada mata (Depkes RI, 2005).

E. Penyebab kekurangan vitamin A

Menurut Depkes RI (2005), penyebab kekurangan vitamin A antara lain :

1) Konsumsi vitamin A dalam makanan sehari–hari tidak mencukupi kebutuhan


tubuh dalam jangka waktu yang lama.
2) Proses penyerapan makanan dalam tubuh terganggu karena infestasi cacing, diare,
rendahnya konsumsi lemak, protein dan seng.
3) Adanya ISPA, campak dan diare.

F. Tanda dan gejala KVA (Kekurangan Vitamin A

14
1) Tanda dan gejala Kekurangan Vitamin A (KVA) menurut Depkes RI (2005),
antara lain:Buta senja, ditandai dengan kesulitan melihat dalam cahaya remang
atau senja hari.

2) Kulit tampak kering dan bersisik seperti ikan terutama pada tungkai bawah bagian
depan dan lengan atas bagian belakang.Pencegahan Kekurangan Vitamin A

Telah terbukti bahwa balita, terutama di negara berkembang yang terdapat


endemis kasus defisiensi vitamin A, memiliki cadangan vitamin A yang sangat
rendah. Pasokan vitamin A di awal kehidupan akan tercukupi melalui air susu ibu
(ASI), jika ibu mempunyai status vitamin A yang baik (Depkes RI,2005).

Ada dua pendekatan untuk memperbaiki status vitamin A bayi dan balita,
yaitu dengan memberikan vitamin A dosis tinggi pada wanita yang sedang
menyusui atau memberikan satu dari beberapa dosis pada bayi dan balita
(IVACG, 2010).

Tabel 2.3

Bahan Makanan Sumber Vitamin A/Karotin

Bahan Makanan Nabati SI/100 gr

Jagung muda, kuning,biji 117

Jagung kuning, panen baru, biji 440

Jagung kuning, panen lama, biji 510

Ubi rambat, merah 7700

Lamtoro, biji muda 423

Kacang ijo, kering 157

Wortel 12000

Bayem 6000

15
Daun melinjo 10000

Daun singkong 11000

Genjer 3800

Kangkung 6300

Sumber: Daftar

Analisa Bahan Makanan Depkes RI, 1964 (Sediaoetama, 2010) Tabel 2.4

Bahan Makanan Sumber Vitamin A/Karotin


Hewani SI/hari (gr) Buah-buahan SI/hari (gr)

Ayam 810 Alpukat 180


(
Hati sapi 34900 Belimbing 170

Ginjal sapi 1150 Mangga 6350

Telur itik 1230 Apel 90

Ikan segar 150 Jambu biji 25

Daging sapi 20

Sumber: Daftar Analisa Bahan Makanan Depkes RI, 1964

Menurut depkes (2005),cara menvegah kekurangan vitamin Adengan cara :

1) Memberikan ASI Eksklusif pada bayi sampai umur 6 bulan dan ASI hingga
berumur 2 tahun disertai dengan makanan pendamping ASI yang cukup dan
berkualitas.
2) Konsumsi makanan dengan gizi seimbang dan kaya vitamin A dalam menu
makanan sehari–hari.
3) Mencegah cacingan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
4) Konsumsi vitamin A sesuai kebutuhan sasaran.

16
G. Pengobatan Kekurangan Vitamin A

Secara umum, pengobatan Kekurangan Vitamin A (KVA) diarahkan pada upaya


memperbaiki status vitamin A. Langkah ini harus segera dilaksanakan karena KVA
bukan hanya mencederai mata, tetapi juga mengganggu kesehatan dan mengancam
jiwa penderitanya (Depkes RI, 2005).

Vitamin A harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Pilihan pertama


adalah preparat oral karena perbukti amat efektif, aman dan murah. Tablet vitamin A
dengan minyak sebagai bahan utama lebih disukai, tetapi jika preparat tersebut tidak
tersedia boleh digunakan sirup vitamin A yang setara dengan dosis yang dibutuhkan.
Preparat oral dalam bentuk lain dapat diberikan, seperti minyak ikan (fish-liver oil).
Preparat yang dibuat dengan minyak ikan akan sangat baik diserap jika diberikan per
oral (Depkes RI, 2005).

17
2.2 Kerangka Teori

Tingkat pengetahuan : Vitamin A :

1. Tahu (know) 1. Pengertian Vitamin


2. Memahami (comprehension) A
3. Aplikasi (application) 2. Manfaat Vitamin A
4. Analisis (analysis) 3. Kebutuhan Vitamin
5. Sintesis (syntesis) A
6. Evaluasi (evaluation) 4. Jadwal Pemberian
Vitamin A
Faktor-faktor yang mempengaruhi
5. Diagnosis
pengetahuan :
Kekurangan
1. Pendidikan Vitamin A
2. Informasi 6. Penyebab
3. Sosial budaya kekurangan
4. Pengalaman Vitamin A
5. Sosial ekonomi 7. Tanda dan gejala
kekurangan
vitamin A
8. Pencegahan dan
pengobatan
kekurangan
vitamin A

Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi Notoatmodjo


(2010)

18
2.3 Kerangka Konsep

Parameter

1. Baik
Pengetahuan Ibu Balita
2. Cukup
tentang Vitamin A
3. Kurang baik

Faktor penghambat :

Pendidikan
Informasi
Sosial Ekonomi
Pendistribusia
n vitamin A

= Variabel tidak diteliti

= Variabel diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konse

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan tujuan


untuk memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan secara objektif dari
variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2010) yaitu untuk mendapatkan gambaran
pengetahuan ibu tentang pemberian Vitamin A pada balita di Puskesmas
Lubuk Buaya kota Padang

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Lubuk Buaya Pada bulan


Februari-Maret 2017

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Machfoedz, 2008).


Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak balita
yang datang berkunjung ke Puskesmas Lubuk Buaya sebanyak 888 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan wakil dari


populasi itu (Machfoedz, 2008). Jumlah / besar sampel dalam penelitian
ini diambil berdasarkan rumus slovin yakni:
𝑁
.n =1+𝑁 (𝑑)2

888
n =1+888(0,15)2

888
n = 1+888(0,0225)

888
n =1+19,98

888
= 20,98

20
= 42 orang

Keterangan :

N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,15)

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik accidental


sampling dimana didalam pengambilan sampel ini dilakukan dengan
mengambil kasus / responden yang kebetulan ada atau tersedia (Notoatmodjo,
2002).

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer yaitu data yang didapat langsung dari responden melalui
pengisian kuesioner oleh peneliti. Responden pada penelitian ini adalah
ibu-ibu yang memiliki balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Lubuk
Buaya

Kuesioner diisi langsung oleh responden untuk mengetahui


pengetahuan ibu. Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan skala
guttman dengan alternatif responden ”Benar” dan ”Salah”. Kuesioner ini
terdiri dari 10 pernyataan. Skor tertinggi adalah 10 dan terendah adalah 0
dengan teknik penentuan skor dalam pernyataan positif.

Jawaban benar : mendapat nilai 1

Jawaban salah : mendapat nilai 0

3.4.2 Data Sekunder

Alat perolehan data sekunder adalah diperoleh melalui catatan atau


laporan data yang ada di Puskesmas Lubuk Buaya

21
3.5 Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan cara analisis univariat yaitu untuk


mengetahui distribusi frekwensi dan proporsi masing–masing variabel yang
diteliti. Setelah data di kumpulkan, data tersebut dilakukan pengolahan
dengan cara manual dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a. Median

Median merupakan nilai observasi yang terletak di tengah-tengah


setelah seri pengamatan diurutkan terlebih dahulu menurut besar kecilnya
(Array data) untuk menentukan nilai median harus terlebih dahulu
ditentukan posisi dengan cara :

n 1
Menentukan posisi median dengan rumus:
2

b. Distribusi frekuensi

f
P x 100%
n

Keterangan :

P : Presentase

f : Frekuensi jawaban responden

n : Jumlah responden

(Sabarguna, 2008)

3.6 Penyajian Data

Untuk penyajian data hasil penelitian, peneliti menggunakan cara


penyajian data dalam bentuk tabel dan narasi

22
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, 2009. Pedoman Pemberian Vitamin A. Direktur Jenderal Bina Kesehatan


Masyarakat, Jakarta.

Dahlan, MS, 2006. Besar Sampel Penelitian. Medika Salemba, Jakarta.


Departemen Kesehatan RI, 2006, Deteksi dan Tatalaksana
Kasus Xeroftalmia, Departement Kesehatan. Jakarta.

DinKes Prop Sul-Teng, 2009. Laporan Kegiatan Kesehatan Keluarga, Palu

Machfoedz, 2008. Metodologi Penelitian Bidan Kesehatan, Keperawatan,


Kebidanan, Kedokteran. Fitramaya, Yogyakarta.

Mansjoer, 2001. Kapita Selekta. EGC, Jakarta.

Sabarguna, 2008, Karya Tulis Ilmiah Untuk Mahasiswa D3 Kesehatan,


CV.Sagung Seto, Jakarta

SDKI, 2009, Angka Kematian Ibu dan Bayi Di Indonesia,


http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1799371. Diunduh tanggal
20 Mei 2011.

23

Anda mungkin juga menyukai