Anda di halaman 1dari 99

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengetahuan Dasar Garis Pengaruh

Dengan ketentuan-ketentuan statika yang kita ketahui sampai sekarang,


kita dapat menentukan reaksi tumpuan dan gaya batang pada suatu konstruksi
batang atau rangka batang dan kemudian menentukan ukuran batang, tegangan-
tegangan yang timbul dan perubahan bentuk elastis. Penentuan-penentuan ini
selalu berdasarkan atas beban dan gaya yang tentu dengan nilai, jurusan dan titik
tangkapnya. Pada beban merata dan beban tetap kita memperhatikan berat sendiri.
Akan tetapi pada banyak konstruksi bangunan timbul beban bergerak misalnya
jembatan lalu lintas, jembatan kereta api, rel derek dan sebagainya, dengan titik
tangkapnya yang selalu berubah. Pada umumnya beban bergerak ini bekerja
sejajar dan berjarak tetap.
Pada beban yang bergerak nilai gaya dalam berubah pada tiap-tiap gerakan beban.
Untuk menentukan ukuran-ukuran batang selanjutnya kita harus memperhatikan
nilai reaksi tumpuan dan gaya batang yang maksimal dan yang minimal pada
potongan masing-masing. Untuk penentuan nilai-nilai maksimal dan minimal ini,
kita menggunakan garis pengaruh.
Garis pengaruh harus kita tentukan untuk semua nilai statika seperti reaksi
tumpuan, gaya lintang atau lendutan pada suatu titik tertentu, dan menjadi suatu
garis dengan sifat khusus masing-masing. Penentuannya hanya menjadi satu
bagian dari soal-soal yang timbul tetapi penggunaannya terletak pada
penyelesaian yang menentukan gaya-gaya dalam yang dicari.

1.2 Penentuan Garis Pengaruh


Pada perhitungan statika pada suatu konstruksi batang atau rangka batang
dengan gaya-gaya dan beban mati kita menentukan suatu potongan sembarang
untuk menentukan gaya-gaya dalam. Pada gaya-gaya dan beban yang bergerak
kita harus tahu dimana potongan sembarang bermanfaat dan untuk gaya dalam
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 1
yang mana kita harus menentukan garis pengaruh. Dengan pengetahuan ini kita
dapat menentukan titik tangkap dari gaya atau beban yang kita perlukan pada
penentuan gaya dalam yang maksimal dan yang minimal.
Untuk menentukan garis pengaruh dapat dilakukan dengan cara
menggulingkan suatu gaya P pada seluruh panjangnya konstruksi batang dan
menentukan pada tiap-tiap titik tangkap pengaruhnya atas reaksi tumpuan atau
gaya dalam.

A
B

Gp. Av
y +
1

Bila gaya P bergerak pada bentang AB akan menyebabkan reaksi tumpuan A


positif (+). Reaksi tumpuan di A akan makin besar bila gaya P makin dekat pada
tumpuan A. Jika gaya P misalnya bekerja pada bagian kanan, maka reaksi
tumpuan A menjadi negatif (-). Nilai reaksi tumpuan A oleh gaya P yang bergerak
kita tentukan sebagai ordinat y pada titik tangkap masing-masing. Hubungannya
dapat kita lihat pada gambar diatas. Garis itu merupakan garis pengaruh pada
reaksi tumpuan A.
Untuk menentukan ordinat-ordinat salah satu garis pengaruh kita menggulingkan
suatu gaya P = 1. 0 (t) pada seluruh konstruksi batang. Pada titik tangkap masing-
masing oleh gaya P = 1. 0 ini kita menentukan pengaruh atas nilai statika yang
dicari dan menentukan hasil ini sebagai ordinat y atau  dibawah titik tangkap itu.
Ujung-ujung ordinat y masing-masing yang dihubungkan dengan suatu garis kita
tentukan sebagai garis pengaruh dan luasnya sebagai bidang pengaruh.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 2


Ordinat-ordinat pada suatu garis pengaruh dapat menjadi positif atau negatif.
Selanjutnya kita tentukan bahwa ordinat yang positif kita gambar ke bawah dan
ordinat yang negatif kita gambar ke atas. Walaupun suatu garis pengaruh
digambar pada seluruh konstruksi batang, pengaruhnya tergantung hanya pada
satu titik yang diperhatikan (misalnya tumpuan A).
Keterangan-keterangan berikut membicarakan satu garis pengaruh pada
reaksi tumpuan sebagai contoh. Caranya sebenarnya dapat juga dilakukan pada
garis-garis pengaruh yang lain.

P1 P2

A
B

Gp. Av
y1 +
1
y2

Suatu gaya P = 1. 0 (t) mengakibatkan pada tumpuan A suatu gaya (reaksi


tumpuan) sebesar (1.0) y. Oleh karena itu, satu gaya sebesar P mengakibatkan
suatu reaksi tumpuan sebesar P. y.
Jika pada konstruksi batang di atas bekerja suatu kumpulan gaya dengan n gaya P,
tiap-tiap gaya Pi mengakibatkan reaksi tumpuan Pi.yi.
Maka reaksi tumpuan.dapat kita tentukan :

RA =  Pi.yi

Sebagai penentuan reaksi tumpuan RA dengan bantuan garis pengaruh kita dapat
menentukan : tiap-tiap gaya Pi harus dikalikan dengan ordinatnya yi dengan

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 3


memperhatikan tanda (+,-) kemudian hasil kali masing-masing dijumlahkan. RA
maksimal kita dapatkan dengan memasang kumpulan gaya itu pada bagian dengan
ordinat garis pengaruh y yang positif, dan RA minimal dengan memasang
kumpulan gaya itu pada bagian konstruksi batang dengan ordinat garis pengaruh y
yang negatif. Gambar garis pengaruh membantu kita dalam pencarian titik-titik
yang paling jelek dan yang paling ideal.
Nilai maksimal didapatkan dengan memasang gaya-gaya yang terbesar pada
tempat dengan ordinat garis pengaruh y yang terbesar.
Jika atas dasar ketentuan ini belum dapat menentukan titik-titik tangkap kumpulan
gaya, kita harus mendorong kumpulan gaya itu demikian rupa, sehingga gaya
berikut bekerja pada titik dengan ymax.

Beban merata akan kita bagi atas potongan dx yang kecil, sehingga beban itu
bekerja sebagai satu gaya P.
n n
RA =  q dx   q  dx  qF (m, n)
m m

Nilai Integral ini menjadi luasnya bidang pengaruh antara titik m dan titik. n:

RA = DF(m,n) atau RA = D.A

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 4


Pada beban merata kita harus mengalikan ordinat D dari beban merata dengan
luas bidang pengaruh di bawah beban merata itu.
Nilai maksimal juga kita dapatkan dengan memasang beban merata pada tempat,
yang ordinat garis pengaruhnya y atau  terbesar.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 5


BAB II
GARIS PENGARUH PADA BALOK TUNGGAL

2.1. Garis Pengaruh Reaksi Tumpuan


Seperti telah dibahas sebelumnya reaksi tumpuan A dapat kita tentukan
dengan menggulingkan suatu gaya P = 1,0 (t) pada seluruh bentang balok tunggal.
Pada tumpuan A gaya P = 1,0 mengakibatkan suatu reaksi tumpuan sebesar RA =
1,0 dan menentukan ordinat  atau y garis pengaruh = 1,0. Jika gaya P = 1,0
bekerja pada tumpuan B, reaksi tumpuan pada tumpuan A menjadi nol (RA = 0).
Oleh karena itu ordinat y garis pengaruh pada tumpuan B menjadi nol. Jika gaya
P = 1,0 bekerja pada titik tangkap sembarang dapat kita tentukan reaksi tumpuan
A sebagai RA = 1,0 . z’/l dengan ordinat garis pengaruh sebagai y = z’/l. 1,0.
Hasil ini menjadi persamaan suatu garis lurus, dan berarti, bahwa kita boleh
menghubungkan titik ordinat y = 1,0 pada tumpuan A dengan titik ordinat y = 0
pada tumpuan B seperti terlihat pada gambar berikut :

A
z z’ B

y’ Gp. Rbv
1

Gp. Rav
1 y’

Kalau kita ingin menggambar garis pengaruh pada reaksi tumpuan B kita dapati
ordinat garis pengaruh pada tumpuan B sebagai  = 1,0 dan pada tumpuan A
 = 0. Pada penentuan reaksi tumpuan oleh kumpulan gaya tertentu, dan bekerja

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 6


pada bagian garis pengaruh dengan ordinat  besar kita dapat menentukan reaksi
tumpuan A sebagai jumlah gaya-gaya yang dikalikan dengan ordinat  masing-
masing seperti terlihat pada gambar berikut :

P1 P2 P3

A B

y1 y2 y3 Gp Rav
1

zi 1
RAv = Pii =Pi = Pizi
l l

2.2 Garis Pengaruh Pada Gaya Lintang


Gaya lintang adalah jumlah semua gaya yang bekerja tegak lurus garis
sumbu batang sebelah kiri atau yang dalam hubungan yang sama sebelah kanan
pada suatu potongan. Jika suatu gaya P = 1.0 bekerja sebelah kanan dari
potongan c maka gaya lintang Dc = RA
Oleh karena itu pada suatu gaya P = 1.0 yang bekerja antara potongan c dan
tumpuan B garis pengaruh gaya lintang menjadi juga garis pengaruh reaksi
tumpuan A. Kalau gaya P = 1.0 bekerja sebelah kiri dari potongan c maka gaya
lintang Dc = RA – 1.0 = - RB . Oleh karena itu pada suatu gaya P = 1.0 yang
bekerja antara tumpuan A dan potongan c garis pengaruh pada gaya lintang
menjadi juga garis pengaruh pada reaksi tumpuan B yang negatif.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 7


c d
A B

gp. Dc
1

gp. Dd
1

Kita dapat menggambar garis pengaruh gaya lintang pada suatu potongan
sembarang dengan menentukan ordinat  garis pengaruh pada tumpuan A sebagai
 = 1.0 dan pada tumpuan B sebagai  = -1.0.
Hubungan vertikal antara dua garis ini dapat kita gambar pada potongan
sembarang.

2.3. Garis Pengaruh Momen Lentur


Suatu gaya P = 1.0 pada balok tunggal tidak akan mengakibatkan momen
pada masing-masing tumpuan, oleh karena itu ordinat  garis pengaruh momen
lentur pada masing-masing tumpuan menjadi  = 0. Jika kita memperhatikan
suatu potongan c pada balok tunggal ini dan gaya P=1.0 bekerja pada titik potong
c, maka gaya P = 1.0 mengakibatkan suatu momen sebesar M = 1.0 . x . x’/l.
Hasil ini berarti bahwa ordinat garis pengaruh pada titik potong c juga menjadi 
= 1.0 . x . x’/l. Jika gaya P = 1.0 bekerja di sebelah kanan potongan c sembarang,
maka momen itu menjadi M = RA . x dan ordinat  = RA . x. Hasil ini berarti,

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 8


bahwa garis pengaruh ini menjadi garis pengaruh pada reaksi tumpuan A yang
dikalikan dengan x, dan menjadi suatu garis lurus.
Gaya P = 1.0 yang bekerja di sebelah kiri potongan c sembarang mengakibatkan
momen M = RB . x’ dan ordinat  = RB . x’ yang menjadi garis pengaruh pada
reaksi tumpuan B yang dikalikan dengan x’.

c
A B
x x'
l

x.x'
l
x
gp. Dc
x'

Kemudian kita dapat menentukan garis pengaruh pada momen lentur dengan
menentukan ordinat  = x . x’/l pada titik c dan menghubungkan nilai ini dengan
titik tumpuan A dan B.
Cara lain dapat juga kita lakukan dengan menggambar ukuran x di bawah
tumpuan A dan ukuran x’ di bawah tumpuan B, hubungkan titik-titik ini dengan
titik tumpuan yang di depan, dua garis lurus ini harus mempunyai titik potong di
bawah potongan c dan ordinatnya harus  = x . x’/l.

2.4. Beban Tidak Langsung


Pada banyak jenis konstruksi bangunan, terutama pada konstruksi
jembatan beban berguna diterima oleh balok tunggal yang melintang dan yang

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 9


duduk di atas konstruksi batang utama. Kejadian ini kita namakan beban yang
tidak langsung.

P=1

m-1 m m+1
A B

Suatu gaya P yang bekerja antara titik m-1 dan titik m mengakibatkan pada titik
simpul dengan konstruksi batang utama suatu beban sebesar.
c' c
Pm-1 = P Pm = P
 
Pada penyelesaiannya gaya P sebenarnya harus menjadi sama dengan jumlah
gaya Pm dan Pm-1 dan kita dapat menentukan :
P = Pm-1m-1 + Pmm
c' c
P = P m-1 + P m
 
c' c'
= m-1 + m = o + u
 
Sebagai keterangan bisa dilihat gambar berikut

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 10


Ordinat  di bawah gaya P sebenarnya terdiri dari dua komponen o dan u.
Nilainya ditentukan dengan garis hubungan ordinat garis pengaruh m dan
m-1.
menurut gambar berikut. Dicari : garis pengaruh pada tumpuan A, gaya lintang
D dan momen lentur M.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 11


Kita dapat menggambar garis pengaruh masing-masing pada beban yang tidak
langsung seperti garis pengaruh biasa. Kemudian kita menggambar garis
hubungan yang lurus antara ordinat  pada titik m dan  pada titik m-1, seperti
terlihat pada gambar di atas.
Dengan menggunakan cara ini kita dapat melihat, bahwa pada garis pengaruh
reaksi tumpuan tidak ada perubahan. Pada garis pengaruh gaya lintang kita
dapatkan suatu garis penghubung miring dan pada garis pengaruh momen lentur
dapat kita potong titik puncak di bawah gaya P.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 12


BAB III

GARIS PENGARUH BALOK KONSOLE

3.1. Garis Pengaruh Pada Konsole


Penentuan garis pengaruh pada konsole sebenarnya tidak ada
kesulitannya. Jika gaya P = 1.0 bekerja pada suatu titik sembarang reaksi
tumpuan juga menjadi RA = 1.0, dan garis pengaruh pada suatu titik
sembarang juga harus mempunyai ordinat  = 1.0 maka garis pengaruh ini
menjadi suatu segiempat menurut gambar berikut:

z'
z
L

+ 1 gp. Av

+ 1 gp. Dz'

z gp. Mz'
-

Gaya lintang hanya timbul jika P = 1.0 bekerja pada ujung konsole yang
bebas, yaitu sebelah kanan dari potongan sembarang z’. Gaya lintang selalu
menjadi Q = 1.0 tidak terikat pada titik tangkap gaya P = 1.0 selama titik
tangkap itu berada antara potongan yang kita perhatikan dan ujung konsole
yang bebas. Garis pengaruh pada gaya lintang juga menjadi suatu segiempat
antara potongan z’ yang diperhatikan dan ujung konsole yang bebas, seperti
terlihat pada gambar .
Garis pengaruh pada momen lentur hanya timbul jika gaya P = 1.0 bekerja
antara titik potong z’ yang kita perhatikan dan ujung konsole yang bebas.
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 13
Antara tumpuan dan titik potong z’ ordinat  garis pengaruh menjadi  = 0.
Dari titik potong z’ ke kanan ordinat  tumbuh linier sampai gaya P = 1.0
bekerja pada titik ujung konsole yang bebas dan mengakibatkan suatu momen
sebesar M = 1.0 . z dengan ordinat  = z.
Perlu diperhatikan bahwa tempat tumpuan menentukan tanda (+,-) garis
pengaruh pada gaya lintang demikian rupa, sehingga gaya lintang menjadi
positif jika tumpuan konsole berada di sebelah kiri dan menjadi negatif jika
tumpuan konsole berada di sebelah kanan.

3.2. Garis Pengaruh Pada Balok Tunggal Dengan Konsole


Jika pada suatu balok tunggal dengan konsole gaya P = 1.0 bergerak
antara tumpuan A dan B, konsole itu tidak mempengaruhi bentuk garis
pengaruh, atau dengan kata-kata lain : garis pengaruh pada balok tunggal
dengan konsole antara tumpuan A dan B harus sama seperti garis pengaruh
pada balok tunggal.
Jika gaya P = 1.0 bergerak pada konsole yang sebelah kiri, reaksi tumpuan RA
akan tumbuh linier sampai gaya P = 1.0 bekerja pada ujung konsole yang
bebas dengan nilai :
a1  l
RA = 1,0
l
Jika gaya P = 1.0 bergerak pada konsole yang sebelah kanan, reaksi tumpuan
RB akan tumbuh linier juga dan kita dapat menentukan pengaruh atas tumpuan
A sebagai :
a2
RA = - 1,0
l
Gaya lintang pada titik potong c menjadi sama pada P = 1.0 sebelah kiri dari
titik potong c, dengan reaksi tumpuan RB yang negatif. Pada P = 1.0 sebelah
kanan dari titik potong c sama dengan reaksi tumpuan RA. Kejadian ini
menentukan garis pengaruh pada gaya lintang Dc seperti terlihat pada gambar.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 14


Momen lentur pada titik potong c menjadi negatif jika gaya P = 1.0 bekerja
pada salah satu konsole. Hasil atau ordinat  dapat kita tentukan sebagai :
a1
M = - RBx’ = - x' pada konsole sebelah kiri, dan
l
a2
M = - RAx = - x pada konsole sebelah kanan
l
Penentuan garis pengaruh pada momen lentur dapat kita lihat pada gambar:

z' c z''

A B
z1 x x' z2

a1 l a2

- a2
l gp. Av
a1+l 1 +
l

a1 -
l
1 + a2+l gp. Bv
l

1 a2
a1 - - gp. Dc
+ + l
l 1

a1.x'
l a2.x
- - l gp. Mc
x.x' +
l

1 -

gp. Dz' dan Dz''


+ 1

z2 gp.Mz' dan Mz''


z1

Atas dasar gambar diatas dapat kita tentukan :

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 15


Garis pengaruh pada reaksi tumpuan, pada gaya lintang dan pada momen
lentur pada suatu potongan c antara tumpuan A dan B kita dapatkan dengan
garis pengaruh pada balok tunggal yang diperpanjang lurus sampai ujung
konsole masing-masing.
Garis pengaruh oleh gaya P = 1.0 terhadap potongan z’ atau z” sembarang
pada bagian konsole dapat kita tentukan seperti pada konsole biasa .

Contoh soal:
1. Pada sebatang balok konsole bergerak tiga buah beban terpusat dengan
jarak yang konstan seperti gambar.

4t 5t 7t
1m 1m

c d

A B
3 5 1

8 2.5

Akibat pergerakan beban-beban tersebut tentukan :


❖ Reaksi maximum dan minimum yang terjadi pada perletakan A dan B.
❖ Gaya lintang maximum positif dan negatif di titik c.
❖ Momen maximum positif dan negatif titik c.
❖ Gaya lintang dan momen maximum titik d.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 16


Penyelesaian :
Gambar garis pengaruh dari gaya-gaya yang akin dicari adalah sebagai berikut:

4t 5t 7t
1m 1m

c d

A B
3 5 1
8 2.5

4t 5t 7t
4t 5t 7t
1m 1m
1m 1m
- gp. Av
0.875

0.750

0.063

0.188

0.313
1 +

4t 5t 7t
1m 1m

4t 5t 7t
1.788

1.788

1 + gp. Bv
1m 1m

4t 5t 7t
0.125

0.250

0.375

1m 1m
1
- - gp. Dc
0.625

0.500

0.375

+ 4t 5t 7t
1
1m 1m
4t 5t 7t
1m 1m
0.188

0.938
0.563

- gp. Mc
1.250

1.500
1.875

+
4t 5t 7t
1m 1m

1 gp. Dd
+

4t 5t 7t
1m 1m

1 gp.Md
--

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 17


Dari penempatan beban pada gambar garis pengaruh tersebut diatas kita bisa
menentukan gaya-gaya yang bekerja yaitu:
• Reaksi maximum + yang terjadi di perletakan A
Av max + = P1. y1 + P2 . y2 + P3 . y3
= 4 . 1 + 5 . 0.875 + 7 . 0.750
= 13.625 ton
• Reaksi maximum - yang terjadi di perletakan A
Av max - = P1. y1 + P2 . y2 + P3 . y3
= 4 . 0.063 + 5 . 0.188 + 7 . 0.313
= -3.383 ton
• Reaksi maximum + yang terjadi di perletakan A
Av max + = P1. y1 + P2 . y2 + P3 . y3
= 4 . 1.063 + 5 . 1.188 + 7 . 1.313
= 19.383 ton
• Gaya lintang max + di titik c
Dc max + = P1. y1 + P2 . y2 + P3 . y3
= 4 . 0.625 + 5 . 0.500 + 7 . 0.375
= 7.625 ton
• Gaya lintang max - di titik c
Dc max - = P1. y1 + P2 . y2 + P3 . y3
= 4 . 0.125 + 5 . 0.250 + 7 . 0.375
= - 4.375 ton
• Moment max + di titik c
Mc max + = P1. y1 + P2 . y2 + P3 . y3
= 4 . 1.25 + 5 . 1.875 + 7 . 1.500
= 23.475 tm

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 18


• Moment max - di titik c
Mc max - = P1. y1 + P2 . y2 + P3 . y3
= 4 . 0.188 + 5 . 0.563 + 7 . 0.938
= - 10.133 tm

• Gaya lintang max + di titik d


Dd max + = P1. y1 + P2 . y2 + P3 . y3
=4.0+5.1+7.1
= 12 ton
• Moment max - di titik d
Md max - = P1. y1 + P2 . y2 + P3 . y3
=4.0 +5.0 +7.1
= -7 tm

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 19


BAB IV
GARIS PENGARUH BALOK GERBER

4.1. Garis Pengaruh Pada Balok Rusuk Gerber


Pada penentuan garis pengaruh pada balok rusuk Gerber kita
perhatikan balok rusuk Gerber menurut gambar berikut.

1 g1 k 2 g2

A B C D
x x' z a b
b1 a1 l2 a2 b2
l1 l2 l3
g1 g2
1 g1 k 2 g2
A D
A BB CC D
x x' z a b
b1 a1 l2 a2 b2
gp. Av
l1 l2 l3
+ g2
a) 1 g1
a2
A l2 D
B C - gp. Bv
b) 1
+ a1+l2
l2 gp. Av
+
a) 1
1 a2
c) - l2 gp. D1
+ -
1 gp. Bv
b) 1
+ a1+l2
l2 gp. M1
d) +
x.x' 1 a2
b1- 1 l2
c) gp. D1
+ - - gp. D2
e) 1 +
+
a1 1
l2 gp. M1
d) + a.a2
x.x' a2 l2
f) b1 - 1 l2 - gp. D2
e) - a.b - gp. D2
+ 1 l2 +
+
a1 1
l21
g) - gp. Dk
a.a2
l2
f) - -
z gp. D2
a.b
h) -
1 l2 + gp. Mk

1
g) - gp. Dk

z
h) - gp. Mk

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 20


Yang perlu diperhatikan pada balok gerber adalah bahwa bagian balok yang
bergantung (tumpuan A s/d engsel g1) perhitungan menjadi suatu balok
tunggal. Ketentuan ini dapat kita lakukan juga pada penentuan garis pengaruh.
Jika suatu gaya bekerja sebelah kanan dari engsel g1 maka gaya itu tidak
berpengaruh atas tumpuan A, gaya lintang Q maupun momen lentur M.
Kesimpulan garis pengaruh pada bagian balok rusuk Gerber yang bergantung
hanya menerima pengaruh oleh gaya-gaya pada bagian yang bergantungan itu.
( gambar.a.c. dan d. )
Pada penentuan garis pengaruh bagian balok rusuk Gerber yang menjadi balok
tunggal dengan konsole pada kedua ujung maka perhitungan dan
penggambaran garis pengaruhnya adalah sama seperti garis pengaruh balok
konsole biasa. (antara engsel g1 dan g2). Jika misalnya gaya P = 1.0 melewati
engsel g1 pada jurusan ke tumpuan A, maka pengaruhnya atas tumpuan B
makin lama makin kecil. Jika gaya P = 1.0 bekerja pada tumpuan A gaya P itu
tidak mengakibatkan reaksi lagi pada bagian balok rusuk Gerber antara engsel-
engsel g1 dan g2 maka ordinat garis pengaruh  = 0. M2

Atas dasar kejadian ini dapat kita tentukan garis pengaruh pada bagian balok
rusuk Gerber antara engsel-engsel g1 dan g2 pada reaksi tumpuan Bv gaya
lintang D2 atau momen lentur M2, seperti pada balok tunggal dengan konsole.
Kemudian dari ujung konsole yang menjadi engsel g1 atau g2 kita hubungkan
titik itu dengan titik tumpuan A atau D, masing-masing karena ordinat  = 0.
(Lihat gambar.b.e.f.g. dan h.):
Pada balok rusuk Gerber dengan beban yang tidak langsung, ketentuan-
ketentuan dapat kita lihat pada bab sebelumnya (Beban yang tidak langsung).
Akhirnya dapat kita tentukan :
1. Garis pengaruh pada rekasi tumpuan, pada gaya lintang dan pada momen
lentur terdiri dari garis-garis yang lurus.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 21


2. Garis pengaruh pada semua tumpuan mendapat ordinat  = 0 dengan
kekecualian misalnya tumpuan A pada garis pengaruh pada reaksi tumpuan
A dan sebagai berikut.
3. Garis pengaruh pada tiap-tiap engsel mengubah jurusan (titik engsel = titik
patahan garis pengaruh).

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 22


BAB V
GARIS PENGARUH RANGKA BATANG

5.1. Pengetahuan Dasar


Dalam bab ini kita tidak akin meninjau semua kemungkinan mengenai

garis-garis pengaruh pada konstruksi rangka batang yang statis tertentu, akan

dibatasi pada beberapa macam konstruksi rangka batang yang penting yang

sering dijumpai di lapangan. Meskipun demikian ketentuan-ketentuan pada

konstruksi rangka batang ini juga dapat digunakan pada konstruksi rangka

batang yang lain.

Untuk memahami penggambaran garis pengaruh pada konstruksi


rangka batang kita bisa berpedoman pada hal-hal berikut yaitu :
Reaksi tumpuan pada suatu konstruksi rangka batang biasa menjadi sama
seperti pada suatu balok tunggal dengan panjang bentang yang sama. Oleh
karena itu garis pengaruhnya juga menjadi sama seperti garis pengaaruh pada
balok tunggal biasa.
Pada penentuan garis pengaruh pada gaya batang kita menggunakan
persamaan pada beban tetap menurut perhitungan dengan cara A. Ritter.
Persamaan-persamaan itu memperlihatkan, bahwa gaya batang dapat
ditentukan dengan momen lentur dan gaya lintang pada suatu sistim dasar
(balok tunggal) dengan suatu faktor menurut bentuk konstruksi rangka batang
masing-masing. Karena itu garis pengaruh pada gaya batang (tanpa faktor-
faktor itu) biasanya menjadi sama seperti garis pengaruh pada gaya lintang dan
momen lentur pada balok tunggal. Pada dasar-dasar konstruksi rangka batang
telah kita tentukan, bahwa gaya-gaya hanya dapat bekerja pada titik simpul
masing-masing. Jika kemudian timbul gaya-gaya yang bekerja antara dua titik

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 23


simpul, kita harus memperhatikan pengetahuan tentang beban yang tidak
langsung .
Pada penentuan garis pengaruh pada konstruksi rangka batang harus kita
perhatikan batang tepi yang menerima beban. Pada umumnya batang tepi itu
ditandai dengan garis putus.

5.2. Gars Pengaruh Konstruksi Rangka Batang Dengan Batang Tepi


Sejajar
Persamaan gaya batang pada konstruksi rangka batang dengan batang tepi

sejajar menurut pengetahuan dasar A. Ritter (lihat bab 4.3.3) dapat kita

tentukan :

Pada batang tepi atas (O) dan bawah (U):


Mo Mu
U=+ O=
h h
Pada batang diagonal (D):
Q
D=±
sin 

Pada batang vertikal (V):


V = ± P atau V = 0 atau V = ± Q

Garis pengaruh pada gaya batang tepi dapat kita gambar dengan
penentuan garis pengaruh pada momen lentur pada sistim dasar (balok
tunggal) dengan ordinatnya  yang dibagi atas ketinggian h konstruksi rangka
batang itu (lihat gambar ).
Garis pengaruh pada gaya batang diagonal dapat kita gambar dengan
penentuan garis pengaruh pada gaya lintang pada sistim dasar dengan
ordinatnya  yang dibagi dengan sin  (dengan  adalah sudut miring batang
diagonal), =1,0 menjadi =1/ sin .
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 24
Garis pengaruh pada gaya batang vertikal tergantung pada cara
pemasangan diagonal sebelah kiri dan kanan. Garis pengaruh pengaruh pada
gaya batang vertikal akin meliputi daerah satu bagian sebelah kiri dan sebelah
kanan dari titik simpul yang diperhatikan (gambar a dan f), atau garis pengaruh
pada gaya batang vertikal menjadi sama dengan garis pengaruh pada gaya
lintang (gambar g, l dan m).
Sebagai keterangan pertama kita perhatikan suatu koinstruksi rangka batang
dengan batang tepi sejajar dan dengan diagonal yang turun naik sebagai
berikut :

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 25


Garis pengaruh pada gaya batang tepi dapat digambar menurut
ketentuan tadi (gambar b dan c). Karena titik k yang kita perhatikan menjadi
juga suatu titik simpul, maka garis pengaruhnya menjadi suatu garis lurus
sebelah kiri dan sebelah kanan dari titik k itu. Tanda (+ dan -) pada garis
pengaruh pada gaya batang tepi menentukan tanda gaya batang masing-
masing.
Pada garis pengaruh pada gaya batang diagonal kita pertama
menentukan garis pengaruh pada gaya lintang dengan ordinat  = 1/sin 
Dua titik ujung diagonal yang diperhatikan kita hubungkan dengan dua garis
pengaruh itu (lihat gambar.d dan e. di atas). Pada penentuan garis pengaruh
pada konstruksi rangka batang dengan beban yang tidak langsung kita
perhatikan rumus untuk beban tidak langsung terdahulu. Tanda (+,-) pada garis
pengaruh pada gaya batang diagonal menentukan juga tanda gaya batang
masing-masing.
Pada penentuan garis pengaruh pada gaya batang vertikal kita pasang
ordinat  = 1.0 di bawah batang vertikal itu (gambar f ). Jika gaya P = 1.0
bekerja pada suatu titik simpul pada samping batang vertikal Vk yang kita
perhatikan, maka tidak ada gaya batang dan karena itu ordinat  = 0.
Pada konstruksi rangka batang dengan batang tepi bawah yang dibebani
seperti gambar rangka batang diatas maka batang vertikal Vk-1 dan Vk+1
menjadi batang tanpa gaya (batang nol) dan karena itu juga ordinat garis
pengaruh  = 0.
Sebagai kemungkinan kedua kita perhatikan suatu konstruksi rangka
batang dengan diagonalnya naik (atau turun) semuanya, seperti gambar
berikut :

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 26


Penentuan garis pengaruh pada batang tepi dan pada gaya batang
diagonal menurut gambar h s/d k. di atas tidak mengalami kesulitan dan dapat
dilakukan seperti pada contoh konstruksi rangka batang dengan diagonal yang
turun naik pada gambar a dan sebagainya.
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 27
Penentuan garis pengaruh pada gaya batang vertikal harus seimbang
dengan gaya lintang Q seperti ditentukan pada rumus sebelumnya. Batang
vertikal V sekarang berdiri pada suatu titik simpul yang juga menerima beban.
Pada titik itu gaya lintang Q juga mengubah nilainya. Timbul sekarang
pertanyaan apakah nilai gaya lintang sebelah kiri atau sebelah kanan dari titik
itu berpengaruh. Jawaban pertanyaan ini pada konstruksi rangkap batang
dengan semua diagonal turun atau naik menjadi penting sekali dan hanya
mungkin jika batang tepi yang menerima beban sudah ditentukan.
Pada penentuan kita perhatikan potongan I-I menurut A. Ritter seperti
digambar pada gambar g di atas. Potongan I-I itu kena batang vertikal Vk.
Gaya lintang yang berpengaruh ada pada bagian yang potongannya I-I dikenai
batang tepi yang menerima beban.
Jika batang tepi yang menerima beban menjadi batang tepi bawah,
maka garis pengaruh pada gaya batang vertikal Vk dapat dilihat pada gambar 1
di atas. Garis pengaruh ini menjadi sama dengan garis pengaruh pada gaya
batang vertikal Vk-1 pada batang tepi atas yang menerima beban.
Pada kejadian yang berlawanan kita perhatikan gambar m. Pada batang
vertikal Vk+2 yang di tengah-tengah konstruksi rangka batang ini kita
perhatikan ketentuan-ketentuan pada konstruksi rangka batang dengan
diagonal yang naik turun dan mendapat hal seperti terlihat pada gambar n. Hal
yang sama timbul pada ujung masing-masing pada konstruksi rangka batang
ini yang dapat kita lihat pada gambar o di atas.
Sebagai kemungkinan ketiga perhatikan suatu konstruksi rangka batang
dengan batang tepi sejajar dan dengan diagonal saja seperti terlihat pada
berikut :

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 28


Pada penentuan garis pengaruh pada batang tepi bawah pada konstruksi
rangka batang ini harus diperhatikan pengaruh oleh beban yang tidak langsung,
seperti dibicarakan pada bab sebelumnya. Atas dasar ketentuan itu garis
pengaruh antara titik simpul k-1 dan k + 1 harus menjadi garis lurus, seperti
terlihat pada gambar q di atas.
Pada penentuan garis pengaruh pada gaya batang diagonal Dk kita juga
menghubungkan dengan garis lurus suatu bagian yang ada antara dua titik
simpul pada batang tepi bawah. Karena itu garis pengaruh pada gaya batang
diagonal Dk+1 menjadi sama dengan tanda (+,-) berlawanan.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 29


BAB VI
STRUKTUR STATIS TERTENTU DAN STATIS TAK TENTU

6.1. Umum
Hampir semua struktur dapat digolongkan dalam salah satu dari 3
klasifikasi berikut yaitu Balok, Portal atau Rangka Batang. Sebuah balok adalah
bagian struktur yang dapat menerima beban-beban transversal, dan dapat
dianalisis secara lengkap bilamana bidang momen dan gesernya telah dicari.
Sebuah portal atau rangka kaku adalah suatu struktur yang terdiri dari bagian-
bagian yang dihubungkan oleh sambungan-sambungan kaku (misalnya
sambungan las). Suatu portal dapat dianalisa secara lengkap bilamana variasi
tegangan-tegangan normal, geser, dan momen sepanjang bagian-bagiannya telah
dicari. Sebuah rangka batang adalah suatu struktur dimana semua bagian-
bagiannya selalu dianggap dihubungkan oleh sendi-sendi sehingga
menghilangkan momen didalam bagian-bagian strukturnya. Sebuah rangka batang
dapat dianalisa secara lengkap bilamana tegangan-tegangan normal didalam
semua bagian-bagiannya telah dicari.

6.2. Pengertian Struktur Statis Tertentu dan Tak Tentu

Dari ketiga klasifikasi struktur tersebut konstruksi juga dibedakan atas


konstruksi statis tertentu dan statis tak tentu. Pembagian ini didasarkan pada
jumlah reaksi yang terjadi pada tiap-tiap perletakan konstruksi tersebut.

6.2.1. Konstruksi Statis Tertentu


Konstruksi statis tertentu adalah suatu konstruksi dimana untuk bisa
menyelesaikan gaya-gaya yang terjadi maka jumlah reaksi perletakan yang belum
diketahui besarnya maksimum adalah 3 buah, dimana untuk menentukan besarnya

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 30


reaksi perletakan ini adalah dengan menerapkan ketiga persamaan kesetimbangan
yang ada yaitu :

V = 0, H = 0
dan M = 0
Dari ketentuan jumlah reaksi perletakan tersebut maka dapat disebutkan
jenis-jenis konstruksi yang merupakan konstruksi statis tertentu yaitu:
a. Konstruksi balok dengan perletakan sendi-roll.
P

Ah
B
A
Av Bv

Pada konstruksi jenis ini jumlah reaksi perletakan yang terjadi adalah 3
buah yaitu reaksi vertikal Av dan Bv yang terjadi pada sendi dan roll dan
reaksi horisontal Ah pada perletakan sendi.

b. Balok dengan Overstek (konsol)

Ah
A B B’
Av Bv

Jumlah reaksi perletakan yang terjadi pada konstruksi ini adalah 3 buah
yaitu reaksi vertikal Av dan Bv yang terjadi pada sendi dan roll dan reaksi
horisontal Ah pada perletakan sendi.
c. Konstruksi balok yang ujungnya terjepit dan ujung lainnya terletak
bebas (balok konsol) P

Ah A’
Maa’ A
Av

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 31


Pada konstruksi ini terjadi 3 jenis reaksi perletakan yaitu Ah, Av dan Maa’
yang semuanya terjadi pada perletakan jepit A

6.2.2. Konstruksi Statis Tak Tentu


Konstruksi statis tak tentu adalah suatu konstruksi dimana untuk
menyelesaikan gaya-gaya yang terjadi pada batang konstruksi tersebut tidak dapat
hanya dengan menerapkan ketiga jenis persamaan keseimbangan. Pada prinsip
statika hanya terdapat 3 kondisi keseimbangan untuk suatu sistim konstruksi,
sehingga hanya 3 reaksi yang dapat dicari besarnya sedangkan selebihnya
merupakan redundant (reaksi yang belum diketahui nilainya). Reaksi reaksi ini
tidak dapat dicari hanya dengan menggunakan persamaan-persamaan statika saja.
Jumlah reaksi kelebihan (redundant) pada suatu konstruksi
menunjukkan derajat ketidak tentuan dari konstruksi tersebut. Jadi untuk
menentukan derajat ketidak tentuan dari konstruksi statis tak tentu adalah dengan
menentukan jumlah reaksi kelebihan (redundant) dari konstruksi tersebut.
Jenis-jenis konstruksi yang merupakan konstruksi statis tak tentu
adalah:

P1 P2

a.
Ah
Av Bv Cv

Pada konstruksi ini terjadi 4 reaksi perletakan sehingga


jumlah redundantnya adalah (4 – 3) = 1 , maka konstruksi ini
merupakan statis tak tentu derajat 1
P1 P2
b. Ah
Mab
Av Bv Cv

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 32


Jumlah reaksi perletakan yang terjadi adalah 5 buah,
sehingga jumlah redundantnya adalah (5 – 3) = 2 , maka
konstruksi ini merupakan statis tak tentu derajat 2.
P1 P2
c. Mab

Av Bv Cv

Jumlah reaksi perletakan yang terjadi adalah 4 buah,


sehingga jumlah redundantnya adalah (4 – 3) = 1 , maka
konstruksi ini merupakan statis tak tentu derajat 1.
P
d.

Ah Bh

Av Bv

Jumlah reaksi perletakan yang terjadi pada konstruksi portal tersebut


adalah 4 buah sehingga jumlah reaksi redundantnya adalah (4-3) = 1 yang
merupakan konstruksi statis tak tentu derajat 1.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 33


e. P

D C

A Ah Bh B
Mad Mbc
Av Bv

Portal dengan 6 reaksi perletakan sehingga konstruksi ini merupakan


konstruksi statis tak tentu derajat 3 karena jumlah reaksi redundantnya adalah 3
yaitu (6 – 3) = 3 , 6 adalah jumlah reaksi pada kedua perletakan jepit, 3 adalah
jumlah persamaan keseimbangan yang ada.

Dari penjelasan tersebut diatas jelas sekali perbedaan antara


konstruksi statis tertentu dan statis tak tentu yaitu pada konstruksi statis tertentu
gaya-gaya yang terjadi pada batang langsung dapat dicari dengan 3 persamaan
keseimbangan sedangkan pada konstruksi statis tak tentu harus dihitung terlebih
dahulu reaksi redundantnya. Kalau reaksi ini sudah diketahui maka konstruksi
yang tadinya statis tak tentu bisa dianggap sebagai konstruksi statis tertentu
dengan mengganti perletakan dan menambahkan gaya redundantnya. Pada
konstruksi portal batang-batangnya dapat dipisah-pisah ( freebody ) menjadi
bagian-bagian batang yang statis tertentu, setelah ini dilakukan barulah bisa
dihitung gaya-gaya dalam yang terjadi pada batang, baik momen, gaya lintang
maupun gaya normal.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 34


BAB VII
METODE DISTRIBUSI MOMEN
( METODE CROSS )

7.1. Pendahuluan
Untuk dapat menyelesaikan reaksi-reaksi redundant dari perletakan pada
konstruksi statis tak tentu ada banyak metode yang bisa digunakan misalnya
metode Slope-Defleksion, cara Kani, Takabeya, pemrograman dengan computer
(SAP), metode Cross dan sebagainya. Dari berbagai metode tersebut cara cross
merupakan metode yang paling sederhana yang mendasarkan perhitungannya
pada prinsip distribusi momen sehingga cara ini juga lebih dikenal dengan metode
Distribusi Momen.
Distribusi Momen dimaksudkan sebagai proses perhitungan perataan
momen-momen yang terjadi pada setiap titik simpul dari pertemuan batang-batang
pada konstruksi statis tak tentu. Ini dilakukan mengingat persyaratan dari suatu
konstruksi adalah terjadinya keseimbangan momen pada setiap titik simpul
konstruksi, sehingga setiap terjadi selisih momen maka akan dibagikan ke semua
batang sesuai dengan kemampuan dari masing-masing batang pada suatu titik
simpul. Proses distribusi momen pada suatu titik simpul tidak hanya terjadi sekali
saja, hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari titik-titik simpul
diseberangnya yang juga mengalami proses penyeimbangan momen. Meskipun
pada suatu tahap distribusi titik simpul sudah seimbang namun karena pengaruh
titik simpul lain diseberang yang masih akan membagikan momen yang
dimilikinya ke titik simpul tadi akan menyebabkan titik simpul ini tidak seimbang
lagi sehingga perlu dilakukan pendistribusian lagi. Hal ini akan berlangsung pada
setiap titik simpul sehingga pada akhirnya semua titik simpul menjadi seimbang
dan tidak mempengaruhi lagi keseimbangan titik-titik simpul lainnya.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 35


7.2. MOMEN PRIMER

Apabila pada konstruksi balok bekerja beban luar baik beban merata
maupun beban terpusat maka pada ujung batang/balok yang terjepit akan timbul
momen. Momen yang pertama kali terjadi pada ujung batang yang terjepit akibat
adanya beban luar yang bekerja dinamakan Momen Primer. Momen inilah yang
nantinya akan didistribusikan ke masing-masing batang yang bertemu pada suatu
titik simpul sesuai dengan kemampuan dari masing-masing batang itu sendiri.

7.2.1. Perjanjian tanda Momen Primer

Momen primer arahnya sesuai dengan arah beban yang bekerja, dan pada
Metode Cross momen primer berupa momen titik yaitu mengelilingi titik simpul
atau titik perelatakan. Penulisan tanda momen primer berpedoman pada arah putar
jarum jam. Momen yang arah putarannya sesuai dengan arah jarum jam disebut
sebagai momen positif, dan kebalikannya yang arah putarnya berlawanan jarum
jam merupakan momen negatif.
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 36
Penulisan tanda pada momen

searah jarum jam tanda positif (+)


berlawanan jarum jam tanda negatif (-)

7.2.2. Rumusan Momen Primer


Besarnya Momen Primer yang terjadi pada ujung batang yang terjepit
adalah tergantung pada beban yang bekerja, panjang batang dan juga tergantung
pada jenis perletakan di kedua ujung batang tersebut. Untuk batang dengan beban
dan panjang yang sama akan memiliki momen primer yang berbeda dengan
batang lainnya kalau jenis perletakan dari kedua batang tersebut berbeda.
Rumusan-rumusan momen primer untuk beberapa kondisi pembebanan adalah
sebagai berikut:

Dengan cara Clayperon

M ab dan M ba di dapat

M ab = + 1/8 . P. 1

M ba = - 1/8 . P. l

M ab = + P.a.(l – a)2
l2
P . b . (l  b) 2
M ba = -
l2

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 37


P.a.b 2 P.b.a 2
Atau : M ab = + M ba = -
l2 l2

A
B P . a. (l 2  a 2 )
M ba = -
2 l2
(-)
Mba
a b Bila beban P ada ditengah bentang
Maka momen primernya akan
P menjadi :
B
A 3
(-) M ba = - . P.l
16
Mba
 /2  /2

q
1
M ab = + . q . 12
12

Mab Mba
A B 1
l M ba = - . q . 12
12

M ba = - .1 q . 12
8
Mba
A B

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 38


P1 P2 P3

A Mab B
P4 Mba

a b c d

P1. a (l  a) 2 P 2 . a  b c  d  P3 (a  b  c) (d ) 2
2
M ab = + 1/12.q 12 +  
l2 l2 l2
- 1/8 . P4 .l

M ab = - 1/12.q 12 - P1.(l - a) a2 - P2.(c + d) (a + b)2 - P3 d (a + b + c)2


l2 l2 l2
+ 1/8 . P4 .1

7.3. Kekakuan Batang

Besarnya gaya (momen) yang mampu ditahan oleh batang pada suatu
konstruksi adalah sangat tergantung pada dimensi dari batang bersangkutan.
Batang / balok dengan dimensi lebih besar akan mampu menahan beban yang
lebih besar dibanding dengan batang yang dimensinya lebih kecil. Disamping dari
segi dimensi balok kemampuan batang untuk menahan beban juga sangat
tergantung pada jenis bahan dari batang itu sendiri. Pada dimensi dan panjang
batang yang sama batang yang terbuat dari kayu jati akan mampu menahan beban
lebih besar bila dibandingkan dengan batang yang terbuat dari bahan kayu meranti
demikian juga bahan dari baja akan mampu memikul beban lebih besar
dibandingkan dengan bahan yang terbuat dari beton, dan sebagainya.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 39


Hubungan antara dimensi, panjang dan jenis bahan dari suatu batang
konstruksi erat kaitannya dengan istilah Kekakuan Batang (disimbulkan dengan
K)

+ Pu Kekakuan batang ini sangat penting artinya


B C
dalam metode cross untuk mengukur
Kbc
kapasitas / gaya di suatu batang untuk
Mbc
Mca Mcb
PU menahan perputaran sudut, jika suatu
Kab
momen (M) dikerjakan di ujung batang
Mab tersebut.
+

7.3.1. Kekakuan Batang dengan Perletakan Jepit-sendi

Kalau jepit A diputar maka pada ujung


batang dititik ini akan timbul perputaran

EIab sudut sebesar a. Kondisi seperti ini


A B
juga dapat dicapai yaitu dengan
lab mengganti jepit dengan perletakan sendi
di titik A dan disertai dengan
A  mengerjakan momen M. Dengan
B
a menggunakan metode bidang momen
sebagai beban maka putaran sudut yang
terjadi di A dapat dihitung sebagai :
M
M.lab
a a =
A B
3 E.Iab

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 40


Bila sekarang kita tentukan bahwa putaran sudut yang terjadi besarnya
adalah 1 rad maka momen yang diperlukan untuk memutar ujung batang itu
adalah sebesar :

3 EI ab
M= = Kab
l ab Kekakuan batang AB

7.3.2. Kekakuan Batang dengan Perletakan Jepit-jepit

Pada balok dengan perletakan jepit-jepit

A B kekakuan batangnya dapat dihitung

lab dengan cara sebagai berikut :


Jepit di A diputar sehingga ujung balok
mengalami putaran sudut a yang
 besarnya dapat dihitung dengan
Aa B
mengganti jepit di A dengan sendi dan
M Mba dikerjakan momen M sedangkan
 perletakan jepit di B tetap. Akibat dari
a B
bekerjanya momen di A maka di titik B
yang masih terjepit akan timbul momen
perlawanan Mba yang berusaha
M lab M ba. lab mengembalikan perputaran sudut di B
a =
3 EI ab 6 EI ab dan besarnya adalah setengah dari
momen M yang terjadi di A (dijelaskan

Mba = + ½ M (dengan tanda sama) berikutnya).

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 41


M lab M lab Bila putaran sudut yang terjadi di A
a =
3 EI ab 12 EIab besarnya 1 rad maka momen yang
menyebabkan putaran sudut itu adalah
sebesar :

3 M lab M . lab
4 EI ab
a = =
M= = Kab
12 EI ab 4 EI ab
lab

M. lab
1 =
4 EI ab

KESIMPULAN :
Kekakuan suatu batang adalah besarnya momen (M) yang dikerjakan di
suatu ujung batang yang terletak bebas untuk memutar ujung balok itu sebesar 1
radial dan ujung batang lainnya terletak bebas atau terjepit.

7.3.3. Faktor Induksi


Faktor induksi adalah bilangan yang menunjukkan besarnya M yang
timbul pada suatu ujung balok yang terjepit jika pada ujung yang lainnya yang
terletak bebas itu dikerjakan atau timbul suatu momen.

lab
M Mba b = 0
EIab
A. B M. lab Mba. lab
- =0
M
6 EI ab 3 EI ab
Mba

M M. lab 3 EI ab
Mba. Lab =
6 EI ab

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 42


Mba = ½ M
Mba
½ = Faktor induksi

Balok AB yang prismatis terletak bebas di A dan terjepit di B. Pada ujung


A bekerja M dengan arah putar yang searah jarum jam, maka pada tk B yang
terjepit akan timbul momen Mba yang besarnya adalah setengah dari momen
yang bekerja pada ujung bebas yang menimbulkannya (Mba = ½ M), dengan arah
putar juga searah jarum jam. Bilangan ½ (setengah) disebut faktor induksi dengan
tanda mengikuti momen yang bekerja pada ujung yang bebas.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 43


7.3.4. Faktor Induksi

Konstruksi diatas merupakan konstruksi statis tak tentu, dimana pada titik
E bertemu empat batang yang masing-masing ujung batangnya terjepit. Bila pada
titik pertemuan E dikerjakan momen luar M maka akan menyebabkan batang
mengalami deformasi seperti gambar kanan, akan tetapi batang-batang tersebut
tidak begitu saja akan berubah bentuk melainkan akan memberikan perlawanan
dengan menimbulkan momen pada keempat ujung batang dititik itu yang yang
arahnya berlawanan dengan momen luar tadi dan besarnya tergantung dari
kemampuan dari masing-masing batang untuk menahan beban (momen). Pada
gambar diatas momen perlawanan itu masing-masing adalah Mea, Meb, Mec dan
Med.
Karena syarat suatu konstruksi adalah harus seimbang maka jumlah
momen perlawanan pada keempat ujung batang harus sama dengan momen luar
yang bekerja dititik E dengan arah yang berlawanan.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 44


ME=O

M luar - Mea - Meb - Mec – Med = 0

Mea + Meb + Mec + Med = M luar

Dengan mudah dapat di mengerti bahwa M. luar akan di tahan oleh


masing-masing balok untuk mencegah perputaran di masing-masing ujungnya
yaitu di titik. E yang disebut dengan kekakuan batang-batang : EA, EB, EC dan
ED. Besarnya momen yang ditahan oleh masing-masing batang adalah tergantung
pada perbandingan antara kekakuan batang itu terhadap jumlah kekakuan dari
seluruh batang yang bertemu pada titik tesebut. Nilai perbandingan kekakuan
inilah yang disebut sebagai faktor distribusi yang biasanya disimbulkan dengan 
(pada konstruksi diatas faktor distribusi dari masing-masing batangnya adalah
ea, eb, ec dan ed), dimana  = K/K. Dengan faktor distribusi inilah akan
bisa dihitung besarnya momen perlawanan yang timbul pada masing-masing
ujung batang yang bertemu dititk E yaitu :

Kea
Mea = M M Mea = ea . M
Kea + Keb + Kec + Ked

ea = Faktor Distribusi bt. EA.

Keb
Meb = M Meb = eb . M
Kea + Keb + Kec + Ked

eb = Faktor Distribusi bt. EB.

Kec
Mec = M Mec = ec . M
Kea + Keb + Kec + Ked

ec = Faktor Distribusi bt. EC.


Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 45
Ked
Med = M Med = ed . M
Kea + Keb + Kec + Ked

ed = Faktor Distribusi bt. ED.

CONTOH SOAL :

1t 1t
q=1 t/m

D’
B 0/50
25/60 25/60 D
C
2
2t
2t

20/50 20/40 20/50


2

A E
2

1 2 2 2 2 1

Diketahui sebuah konstruksi portal dengan dimensi batang dan pembebanan


seperti tergambar diatas.
Ditanya : Hitung dan buat bid. MDN (dengan metode cross)

Penyelesaian:

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 46


4 EI ba 4.E.20.503
TITIK B : Kba = = = 2083,33 E
L ba 12.400

4E.Ibc 4.E.25.603
Kbc = = = 4500,00 E
L bc 400 . 12
Kb = 6583,33 E

2083,33 E
 ba = = 0,32
2083,33E + 4500E
4500 E b = 1
 bc = = 0,68
2083,33E + 4500E

4 EI cb 4.E.25.603
TITIK C : K cb = = = 4500 E
L cb 400.12

3EI.cf 3.E.20.403
K cf = = = 533,33 E
L cf 600 . 12

4EI.cd 4.E.25.603
K cd = = = 4500 E
L cd 400 . 12
Kc = 9533,33 E

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 47


4500 E
 cb = = 0,47
9533,33 E
533,33 E
 cf = = 0,06 c = 1
9533,33E
4500 E
 cd = = 0,47
9533,33E

4 EI dc 4.E.25.603
TITIK D : Kdc = = = 4500 E
Ldc 400 . 12

4 Ei de 4.E.20.503
Kde = = = 2083,33 E
Lde 400 . 12
Kd = 6583,33 E

4500 E
 dc = = 0,68
6583,33 E d = 1
2083,33 E
 de = = 0,32
6583,33 E

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 48


MOMEN PRIMER

Mba
M ab = + 1/8 . P .L = + 1/8 . 2 . 4 = 1 tm = +1000 kgm
2t M ab = - 1/8 . P. L = - 1/8 . 2 . 4 = -1 tm = -1000 kgm

ab

A
1t 1t

B’
D’
B C D

A F E

Mbc = +1/8 . P. l + 1/12 q l2 = +1/8 .1 . 4 + 1/12 . 1 . 42

= +1,833 tm = +1833 kgm


Mcb = -1/8 . P. l - 1/12 q l2 = -1/8 .1 . 4 - 1/12 . 1 . 42

= -1,833 tm = -1833 kgm


Mcd = +1833 kgm
Mdc = -1833 kgm
Mbb’ = - ½ q l 2 = - ½ . 1 1 2 = - 0,5 tm

= -500 kgm
Mdd’ = +500 kgm

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 49


+ D

Mde = + 1/8 . P.l = 1/8 . 2. 4 = +1 tm


2t
= +1000 kgm

Med = -1000 kgm

-
E

TABEL CROSS

Titik A B C D E
Batang AB BA BB' BC CB CF CD DC DD' DE ED
F. Distribusi - 0.32 - 0.68 0.47 0.06 0.47 0.68 - 0.32 -

M. Primer 1000 -1000 -500 1833 -1833 0 1833 -1833 500 1000 -1000
M. Distribusi -106.56 -226.44 0 0 0 226.44 106.56
M. Induksi -53.28 0 -113.22 113.22 0 53.28
M. Distribusi 0 0 0 0 0 0 0
M. Induksi 0 0 0 0 0 0

M. Cross 946.72 -1106.56 -500 1606.56 -1946.22 0 1946.22 -1606.56 500 1106.56 -946.72
M. Batang -946.72 1106.56 500 -1606.56 1946.22 0 -1946.22 1606.56 -500 -1106.56 946.72

Catatan :
Pada tabel cross diatas proses distribusi momen berlangsung sangat
singkat yaitu hanya 2 siklus dan distribusi sudah bisa dihentikan karena tidak ada
lagi momen sisa yang perlu didistribusikan, selanjutnya semua momen yang
terjadi pada satu titik dijumlahkan dari momen primer sampai momen distribusi
yang terakhir. Hasil penjumlahan ini menjadi momen cross pada titik tersebut,
yang arah putarnya mengelilingi titik simpulnya. Untuk dapat menghitung gaya-
gaya dalam baik momen, gaya lintang maupun gaya normal yang terjadi pada
batang maka momen cross ini harus dirubah terlebih dahulu menjadi momen
batang (momen yang arah putarnya menuju ke batang) yaitu dengan mengubah

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 50


tanda pada momen cross. Selanjutnya masing-masing batang dari portal di free
body untuk perhitungan dan penggambaran dari bidang M, D dan N nya.

FREE BODY

-1946,22 1606,56

B B C D D
D’

-1606,56 +1946,22 -500


+500 o
o B o 2500 o o
2500
D
500 1000

1000

-946,72 +946,72

A E
3500 3500

F 5000

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 51


MENGHITUNG REAKSI PERLETAKAN

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 52


Reaksi perletakan :
Mbc Mcb
Bv = ½ ql + ½ p + 
1 1
1606,56 1946,22
= ½ . 1000 . 4 + ½ . 1000 + 
4 4
= + 2415,085 kg
1606,56 1946,22
Cv = ½ . 1000 . 4 + ½ . 1000 - 
4 4
= 2584,915 kg

Bh = ( 1106.56 – 946.72 ) / 4 + P/2


= 1039.96 kg

BIDANG MOMEN

Interval 0 x  2 ( kiri )

Mx1 = Bv . x - ½ q x2 - Mbc
= 2415,085 . x – ½ . 1000 x2 - 1606,56
= - 500 x2 + 2415,085 x - 1606,56
x=0 Mx = -1606.56 kgm
x=1 Mx = 308.525 kgm
x=2 Mx = 1223.61 kgm

M max : dMx = -1000x + 2415,085 = 0


dx
2415,085
x = = 2,415085 m ( tidak memenuhi interval )
1000

Interval 2  x  4 ( dihitung dari kiri )


Mx = Bv . x – ½ qx2 – P (x-2) – 1606.56
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 53
Mx = 2415.085. x – ½ . 1000 . x2 – 1000 (x-2) – 1606.56
= -500x2 + 1415.085x + 393.44
x=2 Mx = 1223.61 kgm
x=3 Mx = 138.695 kgm
x=4 Mx = -1946.22 kgm

dMx = 0 -1000X + 1415.085 = 0


dx x = 1,415 m ( tidak memenuhi interval )
Jadi M maximum terletak di tengah-tengah bentang (x = 2 m)
M max = 1223,61 kgm

BIDANG LINTANG
Interval 0  x  2 ( dihitung dari kiri )
Dx = Bv . - q.x
Dx = 2415.085. – 1000 . x ( Persamaan Linear )
x=0 Dx = 2415,085 kg
x=1 Dx = 1415,085 kg
x=2 Dx = 415,085 kg

Interval 0  x  2 ( dihitung dari kanan )


Dx = - Cv . + q.x
Dx = -2584,915 + 1000 . x ( Persamaan Linear )
x=0 Dx = -2584,915 kg
x=1 Dx = -1584,915 kg
x=2 Dx = - 584,915 kg
BIDANG NORMAL
Sepanjang batang BC terjadi gaya normal tekan pada balok sebesar 39,96 kg
Jadi Nbc = 1039,96 kg (tekan)

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 54


BAB VIII
PORTAL BERGOYANG
8.1 Difinisi

Kalau suatu bangunan diperhatikan secara sekilas saja maka akan tampak
bahwa bangunan tersebut ada dalam keadaan diam. Akan tetapi pada
kenyataannya yang terjadi bukan hanya seperti itu melainkan bangunan tersebut
bisa juga mengalami suatu gerakan dari gerakan yang sangat kecil sekali (yang
tidak bisa diamati oleh mata ) sampai gerakan yang besar, baik gerakan yang
arahnya horisontal maupun gerakan yang vertikal. Penyebab dari gerakan ini ada
beberapa hal yaitu karena pengaruh beban yang bekerja, kondisi dari struktur
bangunan itu sendiri serta kombinasi dari keduanya yaitu pengaruh beban dan
struktur itu sendiri. Pengaruh beban misalnya adanya angin yang bekerja pada
bangunan yang menyebabkan bangunan bergerak kearah angin itu, bisa juga
karena pengaruh gempa yang menyebabkan bangunan bergerak horisontal secara
bolak-balik. Sedangkan pengaruh struktur adalah adanya susunan struktur yang
tidak simetris baik dimensi, panjang batang maupun jenis perletakan dari
konstruksi tersebut. Portal yang mengalami gerakan di satu bagian sedangkan
bagian lainnya masih dalam keadaan diam disebut sebagai portal bergoyang.
Contoh portal bergoyang akibat beban maupun struktur yang tidak simetris.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 55


Penyelesaian gaya-gaya dalam dari konstruksi portal bergoyang dengan
cara Cross dibagi dalam beberapa tahapan (phase) yang jumlahnya tergantung
pada tingkat pergoyangan dari portal tersebut. Phase pertama adalah untuk
mendistribusikan momen primer akibat adanya beban luar yang bekerja pada
konstruksi, sedangkan phase selanjutnya adalah untuk penyelesaian dari
pergoyangan yang terjadi pada konstruksi / portal, sehingga jumlah phase
perhitungan yang diperlukan untuk mendapatkan desain momen akhir dari portal
11`yang bergoyang adalah sebanyak (n+1) dimana n = jumlah pergoyangan yang
terjadi. Sedangkan momen akhirnya adalah merupakan hasil penjumlahan dari
momen akhir pada tiap-tiap phase perhitungan.

8.2 Langkah Perhitungan Portal Bergoyang


PHASE 1 (Akibat beban luar)
❖ Pada phase ini portal tidak boleh mengalami pergoyangan. Untuk mencapai
kondisi ini maka pada titik-titik yang kemungkinan akan mengalami
pergoyangan harus dipasang angker. Jumlah angker maupun arah

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 56


pemasangannya disesuaikan dengan derajat pergoyangan dan arah
pergoyangan dari portal tersebut.
❖ Menghitung besar maupun arah putar dari momen-momen primer yang terjadi
pada ujung batang yang dibebani oleh beban luar.
❖ Menghitung kekakuan batang dan faktor distribusi dari batang-batang yang
bertemu pada satu titik simpul.
❖ Mendistribusikan momen-momen primer ujung batang dengan membuat tabel
cross. Disrtibusi momen dilakukan dalam beberapa siklus sampai momen
yang tersisa adalah nol atau mendekati nol.
❖ Menghitung momen cross ujung batang dengan menjumlahkan semua momen
dari momen primer sampai momen terakhir dari proses distribusi pada ujung
batang.
❖ Mengubah momen cross menjadi momen batang dengan mengubah tanda dari
momen cross tersebut.
❖ Membuat freebody portal untuk mengitung reaksi perletakan dari batang yang
diperlukan dalam perhitungan gaya angker.
❖ Menghitung gaya gaya yang bekerja pada angker.

PHASE 2, 3 dst. (Akibat dari pergoyangan portal)

  C’
D
D1 C Cx
1
1

B
A

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 57


❖ Pada phase ini semua beban luar dihilangkan.
❖ Angker yang telah dipasang pada phase 1 secara bergantian dilepas pada
tiap phase ini (tiap phase pergoyangan hanya untuk satu pelepasan angker).
Setelah terjadi pergoyangan sekali maka angker dipasang lagi sehingga
portal tetap dalam kondisi bergoyang.
❖ Menentukan momen primer akibat pergoyangan yang terjadi pada batang,
dan mendistribusikannya seperti pada phase 1 diatas. Selanjutnya proses
perhitungan sama dengan pada satu sampai didapatkan gaya-gaya yang
bekerja pada angker.
❖ Pada phase pergoyangan ini momen-momen yang didapat masih
mengandung variabel yang belum diketahui nilainya yang berupa jarak
perpindahan ujung batang. Variabel ini akan bisa dihitung nilainya dengan
mengembalikan kondisi portal ke kondisi awal bahwa portal tidak pernah
diangker. Oleh karenanya jumlah gaya yang bekerja pada angker dari phase
1 sampai dengan terakhir adalah harus nol.
❖ Dengan nilai variabel-variabel ini maka momen pada tiap-tiap phase sudah
bisa dijumlahkan sehingga akan didapat momen akhir dari portal tersebut.
❖ Kemudian dilakukan freebody dan dihitung reaksi-reaksi perletakan dari
masing-masing batang selanjutnya dilakukan perhitungan dan
penggambaran bid M, D dan N dari batang-batang portal.

A B C TITIK

AB BA BC CB CD BATANG

M. CROSS phase 1 (a)

M. CROSS phase 2 (b)

M. CROSS = (a) + (b)

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 58


8.3. Momen Primer Akibat Pergoyangan
8.3.1 Batang dengan Perletakan Jepit-Jepit


A = 0

Mba - Ma . h + Mb . h + 
3 . EI 6 . EI h = 0 …………………(1)

b = 0
h
Ma . h Mb . h 
- + = 0 …………………(2)
6 . EI 3 . EI h
Mab

3 Ma . h 3 Mb . h
1&2  - + = 0  Ma = Mb
6EI 6EI

Ma. h Ma . h 
2  - + =0
6 EI 3 EI h

6 EI 
Ma =
h2

6 EI 
Mb =
h2

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 59


8.3.2 Batang dengan Perletakan Jepit-Sendi

cv
D
Mcd d = 0

Mc . h 
h - + =0
3 EI h

3 EI 
Mc =
h2

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 60


BAB IX
PORTAL BERTINGKAT

9.1. Pengertian
Yang dimaksud sebagai portal bertingkat adalah suatu konstruksi yang
terdiri atas balok dan kolom yang disusun secara vetikal keatas atau konstruksi
yang terdiri atas beberapa portal dengan susunan vetikal keatas. Konstruksi jenis
ini pada umumnya merupakan portal yang bergoyang sehingga penyelesaian gaya-
gaya dalam yang terjadi dengan metode Cross langkah-langkahnya adalah seperti
yang telah diuraikan sebelumnya.

P1 ‘q1 P3
H1

X1
C EI D
D1

EI EI
h1

P2
H2 ‘q2
X2
B EI E

EI EI

‘h2

A
Sendi
F
l a

Konstruksi diatas merupakan portal yang terdiri atas dua tingkat. Ditinjau
dari segi pembebanan dimana bebannya tidak simetris dan juga dari strukturnya
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 61
yang tidak simetris maka sudah bisa dipastikan bahwa konstruksi ini merupakan
konstruksi portal yang bergoyang.

9.2. Langkah Penyelesaian Perhitungan Portal Bertingkat


Tahapan untuk menyelesaikan konstruksi ini dengan cara Cross adalah:

PHASE 1
 Menghitung kekakuan batang
 Menghitung faktor diistribusi
 Menentukan posisi pemasangan angker untuk mencegah terjadinya seluruh
pergoyangan pada portal.
 Akibat beban luar dan berat sendiri, di cari momen primer pada ujung-ujung
batang yang terjepit.
 Dilakukan perataan / distribusi momen dengan membuat tabel Cross.
 Momen cross dijadikan momen batang (tandanya berlawanan)
 Di cari reaksi perletakan dan gaya yang bekerja pada angker.

Gaya angker bagian atas (x1):

H1 X1

C D

RBh REh
B E
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 62
R Bh = …………….? ton / kg
R Eh = …………….? ton / kg
H atas = 0

H1 + RBh – REh + X1 = 0 X1 di dapat

Gaya angker bagian bawah (x2):

H1 X1

C D

H2 B X2
E

RAh RFh
A F

X1 = …….. ton/kg
RAh = …….. ton/kg
RFh = …….. ton/kg
 H. total = 0 (asumsi arah gaya angker X2 )

H1 + H2 – Rah + RFh + X2 + X1 = 0

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 63


Di dapat  X2 = ~ ton/kg
Pada phase I  X1 = ~ ton/kg
X2 = ~ ton/kg
PHASE II
 Semua beban luar dihilangkan.
 Angker X1 dilepas diberi pergoyangan sebesar  kemudian diangker lagi
(terjadi pergoyangan pada portal atas).
 Angker X2 tetap (tidak terjadi pergoyangan pada tingkat 1)
 Hitung momen primer pada batang yang mengalami pergoyangan (batang BC
dan batang DE)
 Distribusikan momen-momen primer dengan membuat tabel cross seperti
phase 1 sampai mencapai keadaan setimbang.
 Momen cross dijadikan momen batang (tandanya berlawanan)
 Di cari reaksi perletakan dan gaya yang bekerja pada angker.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 64


Momen Primer pergoyangan :

Mbc = Mcb = Mde = Med = 6 Ei 


h22
 EI = ………….

Gaya angker X’1 (atas)


H. atas = 0 (misal X’1 )
+ Bh – Eh + X’1 = 0
di dpat X’1 = ……..

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 65


Gaya angker X’2 (bawah)
Tinjau seluruh portal
Htot = 0
Ah – Eh + X’2 + X’1 = 0
Di dapat X’2 = …………

PHASE III

 Semua beban luar dihilangkan.


 Angker X1’’ dikembalikan pada posisi semula (tidak terjadi pergoyangan
pada tingkat 2)
 Angker X2’’ dilepas diberi pergoyangan sebesar ’ kemudian diangker lagi
(terjadi pergoyangan pada tingkat 1)
 Hitung momen primer pada batang yang mengalami pergoyangan (batang AB,
BC, DE dan batang EF)
 Distribusikan momen-momen primer dengan membuat tabel cross seperti
phase 1 sampai mencapai keadaan setimbang.
 Momen cross dijadikan momen batang (tandanya berlawanan)
 Di cari reaksi perletakan dan gaya yang bekerja pada angker.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 66


X1’’
C
- D -

-
-
B X2’’
E
+ +

+ F
A
Sendi

6 EI ’
Mab = Mba = +
h22
6 EI ’
Mbc = Mcb = M de = M ed = -
h21
3 Ei ’
M ef = +
h22

Asumsi perhitungan : EI ’= 

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 67


Menghitung gaya-gaya angker phase 3

Gaya angker X1’’: (misal X1’’ )


 H atas = 0
+ Bh – Eh + X1’’ = 0
didapat X1 = ……… 

Gaya angker X2’’ : (misal X2’’ )


Htot = 0
+ Ah - Fh + X1’’ + X2’’ = 0
didapat X2’’ = ………

Untuk menyelesaikan berapa nilai dari  dan  maka konstruksi kita kembalikan
pada kondisi awalnya yaitu bahwa portal yang ada sebenarnya tidak pernnah
dipasang angker. Jadi jumlah gaya-gaya yang bekerja pada angker harus sama
dengan nol.

 Gaya-gaya angker = 0
X1 + X1’ + X1” = 0 Dari dua persamaan ini di dapat harga-harga 
’ ”
X2 + X2 + X2 = 0 dan .

METODE UMUM CROSS = PHASE I + PHASE II + PHASE III


= catatan dimasukan dulu harga  dan 
= di lukis bidang M dan D

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 68


9.3. Contoh Soal
Diketahui sebuah konstruksi yang berupa portal bertingkat, dibebani
dengan beban merata dan beban terpusat vertikal dan horisontal.
Dimensi – balok dan kolom, panjang bentang dan tinggi tingkat adalah sesuai
gambar.
Pertanyaan :
a. Tentukan design momen akhir portal dengan metode cross.
b. Gambarkan Bid M, D, N dari balok EF kolom ED.

5t
2t
q = 1 t/m1
3t

E 2 EI F
F1

EI 7t EI 4m
q = 2 t/m1

D C
3EI

2m

2t
EI
2EI

2m
A B

2m 3m
1,5

Penyelesaian :

Konstruksi diatas merupakan konstruksi dengan 2 pergoyangan kearah horisontal,


maka harus dipasang 2 bh. Angker unuk mencegah pergoyangan yang terjadi.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 69


Pada contoh ini kedua angker dipasang di titik D’ dan E, sehingga jumlah phase
perhitungan adalah sebanyak 3 phase.
PHASE 1

Menghitung kekakuan dan faktor distribusi


Titik E : Ked = 4EI/4 = EI  ec = 1/ 2,6 = 0,385
Kef = 4 2EI/5 = 1,6EI  ef = 1,6/2,6 = 0,615
 = 2,6 EI

Titik F : Kfe = 8 EI/5 = 1,6 EI  fe = 0,615


Kfc = 4 EI/4 = EI  fc = 0,385
 = 2,6 EI
Titik D : Kde = 4 EI/4 = EI  de = 0,185
Kdc = 4.3EI/4 = 2,4EI  dc = 0,445
Kda = 4.2EI/4 = 2 EI  da = 0,370
 = 5,4 EI
Titik C : Kcb = 3 EI/4 = 0,75EI  cb = 0,181
Kcd = 4.3EI/5 = 2,4EI  cd = 0,578
Kcf = 4 EI/4 = 1 EI  cf = 0,241
 = 4,15 EI

Momen primer akibat beban luar :


5.2.32 1
M ef  2
 .1.52  5,683 tm
5 12
5.2 2.3 1
M fe    .1.5 2   4,483 tm
52 12
1
M ff 1   . .1.1,52  2 .1,5   4,125 tm
2
7.3.2 2 1
M cd   2
 .2.5 2   7,527 tm
5 12
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 70
7.3.2 2 1
M dc   2
 .2.5 2   7,527 tm
5 12
1 1
M ad   Mda  P  . 2 . 4  1 tm
8 8

Nb : Pada perhitungan akibat beban luar (phase 1) portal harus berada pada
keadaan diam (tidak bergoyang). Untuk itu perlu ditambahkan angker
horisontal pada tempat dimana kemungkinan akan terjadi pergoyangan
horisontal yaitu di titik F1 dan C.
Distribusi momen sesuai tabel cross phase 1

PHASE 2 ( Pergoyangan bagian atas )

 Beban luar dihilangkan


 Angker atas (X2) dilepas, diberi pergoyangan sebesar  dan kembali diangker.
 Dicari momen-momen primer pada batang-batang yang kedudukannya
berubah.
Momen primer akibat pergoyangan :


x2
E
F
Momen Primer Phase II
6 EI .
4 M de   0,375 EI 
42
Misal EI  = 100  maka :

X1 M de = 37,5  = M ed
D
C M ed = M cf = M fc = 37,5

F
Sendi
A
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 71
Distribusi momen sesuai tabel cross phase 2

PHASE 3 ( Pergoyangan bagian bawah )


Beban luar dihilangkan
 Angker X2 tetap, X1 dilepas, diberi pergoyangan sebesar , dan
diangker kembali.
 Dicari momen-momen primer pergoyangan

F X2
E

X1
D
C

A B

Momen Primer Phase III

M de = M ed = M cf = M fc
6 EI . 
=- = - 0,375 EI . 
42
Misal EI = 100  maka :

M de = M ed = M cf = M fc = -37,5 
M ad = M da = 75 

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 72


3EI. 
M cb = = 18,8 
16
Selanjutnya momen-momen primer distribusi sesuai tabel cross phase 3
TABEL CROSS PHASE 1

Titik A D E F C
Batang AD DA DC DE ED EF FE FF' FC CF CD CB
F. Distr. - 0.370 0.445 0.185 0.385 0.615 0.615 - 0.385 0.241 0.578 0.181

M. Primer 1.000 (1.000) 9.207 5.683 (4.483) 4.125 (7.527)

M. Distribusi (3.037) (3.652) (1.518) (2.188) (3.495) 0.220 0.138 1.814 4.351 1.362

M. Induksi (1.518) 2.175 (1.094) (0.759) 0.110 (1.748) 0.907 0.069 (1.826)

M. Distribusi (0.400) (0.481) (0.200) 0.250 0.399 0.517 0.324 0.423 1.016 0.318

M. Induksi (0.200) 0.508 0.125 (0.100) 0.258 0.200 0.212 0.162 (0.241)

M. Distribusi (0.234) (0.282) (0.117) (0.061) (0.097) (0.253) (0.158) 0.019 0.046 0.014

M. Induksi (0.117) 0.023 (0.030) (0.059) (0.126) (0.049) 0.009 (0.079) (0.141)
M. Distribusi 0.003 0.003 0.001 0.071 0.114 0.024 0.015 0.053 0.127 0.040

M. Induksi 0.001 0.064 0.036 0.001 0.012 0.057 0.027 0.008 0.002

M. Distribusi (0.037) (0.044) (0.018) (0.005) (0.008) (0.051) (0.032) (0.002) (0.005) (0.002)

M. Induksi (0.018) (0.003) (0.002) (0.009) (0.026) (0.004) (0.001) (0.016) (0.022)
M. Distribusi 0.002 0.002 0.001 0.013 0.021 0.003 0.002 0.009 0.022 0.007

M. Induksi 0.001 0.011 0.007 0.000 0.002 0.011 0.005 0.001 0.001

M. Distribusi (0.007) (0.008) (0.003) (0.001) (0.001) (0.009) (0.006) (0.001) (0.001) (0.000)

M. Induksi (0.003) (0.001) (0.000) (0.002) (0.005) (0.001) (0.000) (0.003) (0.004)
M. Distribusi 0.000 0.000 0.000 0.002 0.004 0.001 0.000 0.002 0.004 0.001

M. Induksi 0.000 0.002 0.001 0.000 0.000 0.002 0.001 0.000 0.000

M. Distribusi (0.001) (0.001) (0.001) (0.000) (0.000) (0.002) (0.001) (0.000) (0.000) (0.000)

M. Induksi (0.001) (0.000) (0.000) (0.000) (0.001) (0.000) (0.000) (0.001) (0.001)
M. Distribusi 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000

M. Induksi 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

M. Distribusi (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000)

M. Induksi (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000)

M. Cross (0.855) (4.710) 7.524 (2.814) (2.845) 2.845 (5.565) 4.125 1.440 2.458 (4.199) 1.741

M. Batang 0.855 4.710 (7.524) 2.814 2.845 (2.845) 5.565 (4.125) (1.440) (2.458) 4.199 (1.741)

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 73


TABEL CROSS PHASE 2

Titik A D E F C
Batang AD DA DC DE ED EF FE FF' FC CF CD CB
F. Distr. - 0.370 0.445 0.185 0.385 0.615 0.615 - 0.385 0.241 0.578 0.181
M. Primer 37.50 37.50 37.50 37.50
M.
Distribusi (13.88) (16.69) (6.94) (14.44) (23.06) (23.06) (14.44) (9.04) (21.68) (6.79)
M. Induksi (6.94) (10.84) (7.22) (3.47) (11.53) (11.53) (4.52) (7.22) (8.34)
M.
Distribusi 6.68 8.04 3.34 5.78 9.23 9.87 6.18 3.75 9.00 2.82
M. Induksi 3.34 4.50 2.89 1.67 4.94 4.61 1.88 3.09 4.02
M.
Distribusi (2.73) (3.29) (1.37) (2.54) (4.06) (3.99) (2.50) (1.71) (4.11) (1.29)
M. Induksi (1.37) (2.05) (1.27) (0.68) (1.99) (2.03) (0.86) (1.25) (1.64)
M.
Distribusi 1.23 1.48 0.62 1.03 1.65 1.78 1.11 0.70 1.67 0.52
M. Induksi 0.62 0.84 0.52 0.31 0.89 0.82 0.35 0.56 0.74
M.
Distribusi (0.50) (0.60) (0.25) (0.46) (0.74) (0.72) (0.45) (0.31) (0.75) (0.23)
M. Induksi (0.25) (0.37) (0.23) (0.12) (0.36) (0.37) (0.16) (0.23) (0.30)
M.
Distribusi 0.22 0.27 0.11 0.19 0.30 0.32 0.20 0.13 0.30 0.10
M. Induksi 0.11 0.15 0.09 0.06 0.16 0.15 0.06 0.10 0.13
M.
Distribusi (0.09) (0.11) (0.05) (0.08) (0.13) (0.13) (0.08) (0.06) (0.14) (0.04)
M. Induksi (0.05) (0.07) (0.04) (0.02) (0.07) (0.07) (0.03) (0.04) (0.05)
M.
Distribusi 0.04 0.05 0.02 0.03 0.05 0.06 0.04 0.02 0.06 0.02
M. Induksi 0.02 0.03 0.02 0.01 0.03 0.03 0.01 0.02 0.02
M.
Distribusi (0.02) (0.02) (0.01) (0.02) (0.02) (0.02) (0.01) (0.01) (0.02) (0.01)

M. Cross (4.51) (9.04) (18.69) 27.73 24.73 (24.73) (24.29) - 24.29 26.00 (21.09) (4.91)
M. Batang 4.51 9.04 18.69 (27.73) (24.73) 24.73 24.29 - (24.29) (26.00) 21.09 4.91

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 74


TABEL CROSS PHASE 3

Titik A D E F C
Batang AD DA DC DE ED EF FE FF' FC CF CD CB
F. Distr. - 0.370 0.445 0.185 0.385 0.615 0.615 - 0.385 0.241 0.578 0.181
M. Primer 75.00 75.00 (37.50) (37.50) (37.50) (37.50) 18.80
M.
Distribusi (13.88) (16.69) (6.94) 14.44 23.06 23.06 14.44 4.51 10.81 3.38

M. Induksi (6.94) 5.40 7.22 (3.47) 11.53 11.53 2.25 7.22 (8.34)
M.
Distribusi (4.67) (5.62) (2.34) (3.10) (4.96) (8.48) (5.31) 0.27 0.65 0.20

M. Induksi (2.34) 0.33 (1.55) (1.17) (4.24) (2.48) 0.14 (2.65) (2.81)
M.
Distribusi 0.45 0.55 0.23 2.08 3.32 1.44 0.90 1.32 3.16 0.99
M. Induksi 0.23 1.58 1.04 0.11 0.72 1.66 0.66 0.45 0.27
M.
Distribusi (0.97) (1.17) (0.48) (0.32) (0.51) (1.43) (0.89) (0.17) (0.42) (0.13)

M. Induksi (0.48) (0.21) (0.16) (0.24) (0.71) (0.26) (0.09) (0.45) (0.58)
M.
Distribusi 0.14 0.16 0.07 0.37 0.59 0.21 0.13 0.25 0.60 0.19
M. Induksi 0.07 0.30 0.18 0.03 0.11 0.29 0.12 0.07 0.08
M.
Distribusi (0.18) (0.21) (0.09) (0.05) (0.09) (0.26) (0.16) (0.04) (0.09) (0.03)

M. Induksi (0.09) (0.04) (0.03) (0.04) (0.13) (0.04) (0.02) (0.08) (0.11)
M.
Distribusi 0.03 0.03 0.01 0.07 0.11 0.04 0.02 0.05 0.11 0.03
M. Induksi 0.01 0.05 0.03 0.01 0.02 0.05 0.02 0.01 0.02
M.
Distribusi (0.03) (0.04) (0.02) (0.01) (0.02) (0.05) (0.03) (0.01) (0.02) (0.00)

M. Induksi (0.02) (0.01) (0.00) (0.01) (0.02) (0.01) (0.00) (0.01) (0.02)
M.
Distribusi 0.00 0.01 0.00 0.01 0.02 0.01 0.00 0.01 0.02 0.01

M. Cross 65.45 55.90 (15.58) (40.32) (28.80) 28.80 25.31 - (25.31) (26.77) 3.33 23.44

M. Batang (65.45) (55.90) 15.58 40.32 28.80 (28.80) (25.31) - 25.31 26.77 (3.33) (23.44)

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 75


Perhitungan gaya-gaya angker pada tiap-tiap fase :

a. Fase I (akibat beban-beban luar)


 Angker X2 (atas)
Tinjauan bagian atas portal :

5t 2t

3t X2

E F F1

1,44
2,845
Reaksi/gaya horisontal yang terjadi
4m pada kaki kolom akibat beban luar
dan momen :
2,814 + 2,845
Hd = = 1,415 t
Hd = 1,415 2,814 2,459 Hc 4
2,459 + 1,440
Hc = = 0,975 t
4
 horisontal atas = 0
Anggap arah X2 =………….
Sehingga : 3 + Hd – Hc + X2 = 0
X2 = Hc – Hd – 3
= 0,975 – 1,415 – 3
= -3,440 t ()

 Angker X1 (bawah) :  (anggap arah gaya X1 )


 tinjau seluruh portal

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 76


Reaksi horisontal pada kaki kolom :
Ha = 1 – (0,854 + 4,71) / 4 = -0,391 t
Hb = 1,741 / 4 = 0,435 t
 horisontal total = 0
3 + 2 + Ha – Hb – X2 + X2 = 0
X1 = Hb + X2 – Ha – 5
= 0,435 + 3,44 – 0,391 – 5
= -1,526 t ()
b. Fase II (semua beban luar dihilangkan)
 Angker X2 (atas)
 Tinjau bagian atas portal, kerjakan momen batang fase II untuk mencari
 reaksi horisontal pada kaki-kaki kolom :

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 77


Reaksi horisontal :
27,73 + 24,73
Hd =
4

= 13,115

26,0  + 24,29 
Hd =
4

= 12,573 

 horisontal = 0
Anggapan : arah X2 =

- Hd – Hc + X2 = 0
- 13,115 - 12,573 + X2 = 0
X2 = 25,688 

 Angker X1 (bawah)
Tinjau seluruh portal
 Beban luar dihilangkan, kerjakan momen-momen batang fase 3 pada
kolom bawah untuk mencari reaksi pada kaki kolom

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 78


Anggapan : arah gaya angker X1

 H horisontal total = 0

Ha + Hb + X2 + X1 = 0

3,388 + 1,228 + 25,688  + X1 = 0

X1 = -30,304

c. Fase III ( Beban-beban luar dihilangkan )


• Angker X2 ( atas )
Kerjakan momen-momen batang pada kolom-kolom atau :

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 79


Anggapan arah X2
 H horisontal atas = 0
Hd + Hc + X2 =0
17,28 + 13,02 + X2 = 0
X2 = 30,30
 Angker X1 ( Bawah )
Kerjakan momen-momen kolom pada kolom bawah untuk mencari reaksi-
reaksi pada kaki-kaki kolom :
(tinjau seluruh portal)

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 80


Dari gaya-gaya angker X1 & X2 pada ketiga fase, selanjutnya dapat dihitung
nilai  dan , dimana nilai  dan  ini dapat diselesaikan dengan terlebih dahulu
membuat 2 buah persamaan. Persamaan-persamaan ini disusun dengan suatu
persyaratan bahwa :
jumlah gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing angker = 0, karena pada
kenyataannya memang tidak ada angker yang terpasang ;

Kedua persamaan tersebut adalah :


* Angker X2 : -3,44 + 25,688  - 30,30  = 0………..1) x 66,498
* Angker X1 : -1,516 - 30,304 + 66,498 = 0………..2) x 30,30

-228,753 + 1708,2101 =0
-45,935 – 918,211 =0+
-274,688 + 789,99 =0
 = 0.348
 = 0,181

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 81


DESAIN MOMEN AKHIR

Titik A D E
Batang AD DA DC DE ED EF
M.akhir fase I 0,854 4,710 -7,524 2,814 2,845 -32,845
M.akhir fase II x 1,569 3,146 6,504 -9,650 -8,606 8,606
0,348
M.akhir fase III x -11,846 -10,118 2,820 7,298 5,213 -5,213
0,181
Momen Akhir Portal -9,423 -2,262 1,800 0,462 -0,548 0,548

Titik F C
Batang FE FF’ FC CF CD CB
M.akhir fase I 5,565 -4,125 -1,440 -2,459 4,199 -1,741
M.akhir fase II x 8,453 0,000 -8,453 -9,048 7,339 1,709
0,348
M.akhir fase III x -4,581 0,000 4,581 4,845 -0,603 -4,243
0,181
Momen Akhir Portal 9,437 -4,125 -5,312 -6,662 10,936 -4,275

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 82


0,548 5t q =1t/m 4,125 2t
3t
E F F’
0,022 t 0,548 9,437
5,312

7t q = 2t/m 6,662
0,462
D C
2,262 10,936 4,275
2t

9,423
Ah = Bh =
A B

Reaksi horisontal pada kaki-kaki kolom / perletakan :

Ah = 2,262 + 9,423 + 2 = 3,921 t


4 2
Bh = 4,275 / 4 = 1,069 t

Kontrol : Ah + Bh =  beban luar horisontal


4,99 3+2 ( OK )

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 83


Bidang M , D, N

• Balok EF
Reaksi Perletakan :
5t
0,548 q = 1t/m Ev = ½ .1.5 + 3/5. 5 – (0,548 + 9,437 )
3t = 3,503 t 5
9,437 F
Eh = 0,022 t Ev = 3,503 t Fv =6,497 Fv = ½ .1.5 + 2/5. 5 + (9,437 + 0,548 )
2 3 = 6,497 t 5

9,437 Eh = 0,548 – 0,462 = 0,022 t


- 4
+ 5,554 BID M
0,548 Bidang Momen :
0 < x < 2 ( Dari Kiri )

Mx = Ev.x + Mef – ½.qx2


3,503 + 1,503 BID D = 3,503x + 0,548 – 0,5x2
3,497 - x =0 Mx = 0,548 tm
6,497 x =2 Mx = 5,554 tm

0 < x < 3 ( Dari Kanan ) :


- Tekan 2,978 BID N Mx = 6,497.x-9,437 – 0,5 x2
x =0 Mx = -9,437 tm
x =3 Mx = 5,554 tm

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 84


Momen Max : d Mx = 0 6,497 – x = 0
dx
x = 6,497 (Tidak
Memenuhi)
Jadi M max terletak pada beban terpusat (x=2 m
dari kiri)

BID LINTANG :
0 < x < 2 ( Kiri ) : Dx = 3,503 – q.x
x=0 Dx = 3,503 t
x=2 Dx = 1,503 t

0 < x < 3 ( Kanan ) : Dx = -6,497 + q.x


x=0 Dx = -6,497 t
x=3 Dx = -3,497 t

BID NORMAL :
0<x<5: Nx = -3 + 0,022
= -2,978 t ( Tekan )
KOLOM ED :

0,022t Ev = 3,503t 0,548 0,022 3,503


E 0,548
Tekan
-
+

0,022 3,503

0,462
0,022 t D 0,462

BID M BID D BID N


Dv = Ev
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 85
BAB X
PORTAL DENGAN BATANG MIRING

10.1 Pengertian
Sesuai dengan namanya maka yang dimaksud sebagai Portal dengan
batang miring adalah konstruksi portal dimana batang penyusunnya tidak hanya
batang vertikal (kolom) dan batang horisontal saja melainkan juga ada batang
miring. Contoh konstruksi jenis ini misalnya konstruksi tangga, payon baik yang
simetris maupun yang tidak simetris.
Yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian konstruksi ini dengan cara
Cross adalah pembebanan yang bekerja pada batang miring baik akibat beban
merata maupun beban terpusat, derajat pergoyangan jumlah dan posisi/arah
pemasangan angker karena pergoyangan yang terjadi bisa kearah vertikal maupun
horisontal. Disamping hal tersebut juga harus diperhatikan jarak pergoyangan
yang terjadi karena akan menentukan momen primer pergoyangannya.
Untuk menentukan derajat pergoyangan yang akan menghasilkan jumlah
angker yang perlu dipasang agar konstruksi bisa diselesaikan dengan cara cross
maka terdapat suatu persamaan sebagai berikut:

N = 2J – (2(Jp + Sd) + Roll + M )

Dimana : N : Jumlah derajat pergoyangan (jumlah angker


terpasang)
J : Joint (jumlah titik simpul)
Jp : Jumlah Perletakan jepit
Sd : Jumlah perletakan sendi
Roll : Jumlah perletakan roll
M : Members (jumlah batang)

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 86


10.2 Konstruksi Tangga

D
C

A D
L1 L2

Derajat pergoyangan

N = 2J – (2(Jp + Sd) + Roll + M

N = 2.4 – (2(1 + 1) + 0 +3)


=8–7
=1
Jadi konstruksi diatas derajat pergoyangannya adalah 1 sehingga perlu dipasang
satu angker. Pemasangan angkernya bebas bisa di C atau di D.

 EI 
C’ C
B’ B
CC’ = 
C’’
CC’’ =  / sin
EI
EI
C’C’’ =  / tg 

A D

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 87


Momen-momen primer:

Mab = Mba = - 6 EI 
H2
Mbc = Mcb = + 6 EI /tg 
L12
Mcd = -3 EI /sin 
Lm2

Reaksi Perletakan untuk perhitungan gaya angker:


Free body batang AB:
B

Mba

Ah = Mab + Mba
H

Mab
A
A
• Free body batang DC:
Mbc
C C
A Mcd
B
A

Hd D
D Hd
A A
A A
Dv Dv
A A

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 88


Mc ka = 0 - Dv L2 – Hd h + Mcd = 0 ………1)
Mb ka = 0 - Dv (L2 + L2) – Hd h + Mcd = 0 ………2)

Untuk menghitung Dv dan Hd yang merupakan variabel yang belum diketahui


nilainya maka diperlukan 2 persamaan yaitu persamaan kesetimbangan momen
di C dan B.
Contoh Soal :
Diketahui sebuah konstruksi portal dengan batang miring sebagai berikut:

Tentukan desain momen akhir dari batang-batang portal tersebut ! (distribusi


momen cukup dilakukan empat kali saja).

PENYELESAIAN:
PHASE 1
• MOMEN PRIMER :
+ Mdc = -Mcd = 1/12 q l2 + 1/8 Pl
= 1/12 1500.62 + 1/8 3000.6
= 6750 kgm
• KEKAKUAN BATANG DAN FAKTOR DISTRIBUSI

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 89


Kda = 4E.1/12.304 = 540 E da = 0,262
500  Kd = 2058,75 dc = 0,738
Kdc = 4E.1/12.30.453 = 1518,75 E
600  Kc= 2423,8 E cd = 0,627
Kcb = 4E.1/12.30.403 = 905,1 E cb = 0,373
500 2

TABEL CROSS PHASE 1


( Distribusi momen dilakukan hanya 4 kali )

Titik A D C B
Batang AD DA DC CD CB BC
F. Distribusi - 0.262 0.738 0.627 0.373 1
M. Primer 6,750.00 (6,750.00)
M. Distribusi (1,768.50) (4,981.50) 4,232.25 2,517.75
M. Induksi (884.25) 2,116.13 (2,490.75) 1,258.88
M. Distribusi (554.42) (1,561.70) 1,561.70 929.05
M. Induksi (277.21) 780.85 (780.85) 464.52
M. Distribusi (204.58) (576.27) 489.59 291.26
M. Induksi (102.29) 244.80 (288.13) 145.63
M. Distribusi (64.14) (180.66) 180.66 107.47

M. Cross (1,263.75) (2,591.64) 2,591.64 (3,845.53) 3,845.53 1,869.03

M. Batang 1,263.75 2,591.64 (2,591.64) 3,845.53 (3,845.53)


(1,869.03)

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 90


Perhitungan Gaya Angker phase 1

Gaya Angker X :
• Menghitung Reaksi Perletakan :
Ah = 2591,64 + 1263,75 = 771,1 kg ( )
5
Reaksi Perletakan di B :
Tinjau freebody C Kanan :

C
 Mc Kanan = 0
- 5 Bv - 5 Bh – Mbc – Mcb = 0
- 5 Bv - 5 Bh – 1869,03 – 3845,54 = 0
Bv + Bh = -1142,9………(1)

B
Bh
Bv

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 91


Tinjau Freebody B-C-D :

 Md Kanan = 0
3000 - Bv.11 - 5 Bh – Mbc – ½.gl12 + P. ½ l1 - Mdc = 0
- Bv.11 - 5 Bh – 1869,03 + ½ 1500.62+3000.3-2591,64 = 0
C -11 Bv.11 - 5 Bh + 31539,33 = 0
D
2,2 Bv + Bh = + 6307,9……(2)

Bh
B
Bv

Persamaan 1 & 2 :
Bv + Bh = -1142,9
2,2 Bv + Bh = 6307,9
-1,2 Bv = -7450,8
Bv = 6209 kg ( )
Bh = -7351,9 kg ( )

H Total = 0 ( Misal gaya angker )


X + 2500 + Ah – Bh =0
X + 2500 + 771,1- 7351,9 = 0
X = 4080,8 kg

PHASE 2 :

- Beban luar dihilangkan


- Angker X dilepas, diberi pergoyangan sekali & diangker lagi

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 92


 
D D C C CC = 
CC’’ = 2
=380 l
C 272

GEI = 162  = 272


h2

A B

Momen Primer Pergoyangan Misal E = 100

M ad = M da = - 6EI  = - 6 E 1/12 .304.  = - 1,62 E = -162 


h2 5002

M dc = M cd = 6EI  = 6 E 1/12 . 30. 453  = + 3,80 E = + 380


2 6002
M bc = M cb = - 6EI 2 = - 6 E 1/12 .30. 403 2 = -2,72 E = -272
2 ( 5002 ) 2

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 93


TABEL CROSS PHASE 2
( Distribusi momen hanya dilakukan 4 kali )

Titik A D C B
Batang AD DA DC CD CB BC
F. Distribusi - 0.262 0.738 0.627 0.373 1
M. Primer (162.00) (162.00) 380.00 380.00 (272.00) (272.00)
M. Distribusi (57.12) (160.88) (67.72) (40.28)
M. Induksi (28.56) (33.86) (80.44) (20.14)
M. Distribusi 8.87 24.99 50.44 30.00
M. Induksi 4.44 25.22 12.49 15.00
M. Distribusi (6.61) (18.61) (7.83) (4.66)
M. Induksi (3.30) (3.92) (9.31) (2.33)
M. Distribusi 1.03 2.89 5.83 3.47

M. Cross (189.43) (215.83) 215.83 283.47 (283.47) (279.47)

M. Batang 189.43 215.83 (215.83) (283.47) 283.47 279.47

X = -276,86 283,47


D C
215,83

189,43  279,47

A B
Ah= 81,05 Bh= 195,81

Perhitungan Gaya Angker Phase 2 :


• Reaksi- reaksi Perletakan :
- Titik A :
Free body batang AD

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 94


Ah = 189,43 + 215,83
5
215.8 = 81,05
215.83

3

Ah 189.43

- Titik B :
Freebody batang BC
C  Mcka = 0
283,47 - Bv.5 - Bh.5 + Mbc + Mcb = 0
- Bv.5 - Bh.5 + 279,47 + 283,47 = 0
Bv + Bh = 112,59………(1)
279,47
B
Bh

Bv

Freebody D_C_B

D C  Md ka = 0
215,83 - Bv.11 - Bh.5 + 279,47 - 215,83 = 0
+ 2,2 Bv + Bh = 12,73……(2)

279,47 Bh
B
Bv

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 95


Persamaan 1 & 2 :
Bv + Bh = 112,59
2,2Bv + Bh = 12,73 -
- 1,2Bv = 99,86
Bv = - 83,22 ( )
Bh = +195,81 ( )
Gaya Angker
H Total = 0 Misal angker X =
X + Ah + Bh = 0
X = - 81,05 - 195,81
= - 276,86  ( )
Pada dasarnya tidak ada angker yang dipasang pada konstruksi, sehingga jumlah
gaya angker Phase 1 dan 2 adalah 0 :
XI + XII = 0
4080,8 – 276,86 = 0
 = + 14,74

Desain Momen Akhir ( Kombinasi Phase 1 & 2 )


Titik A D C B
Batang AD DA DC CD CB BC
M. Phase 1 1263,75 2591,64 -2591,64 3845,54 -3845,54 -1869,03
M. Phase 2 2792,20 3181,33 -3181,33 -4178,35 4178,35 4119,39
X 14,74
M Akhir 4055,95 5772,97 -5772,97 -332,81 332,81 2250,36

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 96


3000 q = 1500

2500 C
D 5772,97 332,81

4055,95 2250,36
A B
Ah = 1965,78

Kontrol Keseimbangan
• Reaksi Perletakan A:
Ah = 4055,95 + 5772,97 Dvka = 1500 + 1500.3+ (5772,97+332,81)
5 6
= 1965,78 kg = 7017,63 kg
Av = 7017,63 Kg
• Reaksi Perletakan B :
Freebody B-C :
 Mcka = 0
-Bv.5 - Bh.5 + 2250,36 + 332,81 = 0
Bv + Bh = 516,63……(1)
Freebody D-C-B :
 Mdka = 0
-Bv.11-Bh.5 + 2250,36 + ½ .1500.62 + 3000.3 – 5772,97 = 0
2,2 Bv + Bh = 6495,48…..(2)
Persamaan 1 & 2 :
Bv + Bh = 516,63
2,2Bv + Bh = 6495,48 –
- 1,2Bv = -5978,85
Bv = 4982,38 Kg ( )
Bh = - 4465,75 Kg ( )

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 97


Kontrol :
H Total = 0
2500 + Ah + Bh = 0
2500 +1965,78 – 4465,75 = 0
0,03 ~ 0 (O K)
V Total = 0
Av + Bv = P + q.
7017,63 + 4982,38 = 3000 + 1500.6
12000 = 12000 (OK)

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 98


DAFTAR PUSTAKA

1. Heinz Frick, Mekanika Teknik 2 “Statika dan Kegunaannya”, Kanisius,


Yogyakarta, 1979.
2. Gunawan T, Margaret S, Teori Soal dan Penyelesaian Mekanika Teknik II
Jilid 2, Edisi 16, Delta Teknik Group Jakarta, 1991.
3. Soemono, Statika 1 dan 2, ITB, Bandung, 1978/1979.
4. Soemono, Ilmu Gaya, Djembatan, Jakarta, 1980.
5. Gunawan T, Margaret S, Teori Soal dan Penyelesaian Mekanika Teknik III
jilid 1, Delta Teknik Group, Jakarta, 1986.
6. Chu-Kia Wang, Phd, Statically Indeterminate Structure.
7. Coursenote Statika dan Kekuatan Bahan, PEDC, Bandung.

Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 99

Anda mungkin juga menyukai