PENDAHULUAN
A
B
Gp. Av
y +
1
P1 P2
A
B
Gp. Av
y1 +
1
y2
RA = Pi.yi
Sebagai penentuan reaksi tumpuan RA dengan bantuan garis pengaruh kita dapat
menentukan : tiap-tiap gaya Pi harus dikalikan dengan ordinatnya yi dengan
Beban merata akan kita bagi atas potongan dx yang kecil, sehingga beban itu
bekerja sebagai satu gaya P.
n n
RA = q dx q dx qF (m, n)
m m
Nilai Integral ini menjadi luasnya bidang pengaruh antara titik m dan titik. n:
A
z z’ B
y’ Gp. Rbv
1
Gp. Rav
1 y’
Kalau kita ingin menggambar garis pengaruh pada reaksi tumpuan B kita dapati
ordinat garis pengaruh pada tumpuan B sebagai = 1,0 dan pada tumpuan A
= 0. Pada penentuan reaksi tumpuan oleh kumpulan gaya tertentu, dan bekerja
P1 P2 P3
A B
y1 y2 y3 Gp Rav
1
zi 1
RAv = Pii =Pi = Pizi
l l
gp. Dc
1
gp. Dd
1
Kita dapat menggambar garis pengaruh gaya lintang pada suatu potongan
sembarang dengan menentukan ordinat garis pengaruh pada tumpuan A sebagai
= 1.0 dan pada tumpuan B sebagai = -1.0.
Hubungan vertikal antara dua garis ini dapat kita gambar pada potongan
sembarang.
c
A B
x x'
l
x.x'
l
x
gp. Dc
x'
Kemudian kita dapat menentukan garis pengaruh pada momen lentur dengan
menentukan ordinat = x . x’/l pada titik c dan menghubungkan nilai ini dengan
titik tumpuan A dan B.
Cara lain dapat juga kita lakukan dengan menggambar ukuran x di bawah
tumpuan A dan ukuran x’ di bawah tumpuan B, hubungkan titik-titik ini dengan
titik tumpuan yang di depan, dua garis lurus ini harus mempunyai titik potong di
bawah potongan c dan ordinatnya harus = x . x’/l.
P=1
m-1 m m+1
A B
Suatu gaya P yang bekerja antara titik m-1 dan titik m mengakibatkan pada titik
simpul dengan konstruksi batang utama suatu beban sebesar.
c' c
Pm-1 = P Pm = P
Pada penyelesaiannya gaya P sebenarnya harus menjadi sama dengan jumlah
gaya Pm dan Pm-1 dan kita dapat menentukan :
P = Pm-1m-1 + Pmm
c' c
P = P m-1 + P m
c' c'
= m-1 + m = o + u
Sebagai keterangan bisa dilihat gambar berikut
z'
z
L
+ 1 gp. Av
+ 1 gp. Dz'
z gp. Mz'
-
Gaya lintang hanya timbul jika P = 1.0 bekerja pada ujung konsole yang
bebas, yaitu sebelah kanan dari potongan sembarang z’. Gaya lintang selalu
menjadi Q = 1.0 tidak terikat pada titik tangkap gaya P = 1.0 selama titik
tangkap itu berada antara potongan yang kita perhatikan dan ujung konsole
yang bebas. Garis pengaruh pada gaya lintang juga menjadi suatu segiempat
antara potongan z’ yang diperhatikan dan ujung konsole yang bebas, seperti
terlihat pada gambar .
Garis pengaruh pada momen lentur hanya timbul jika gaya P = 1.0 bekerja
antara titik potong z’ yang kita perhatikan dan ujung konsole yang bebas.
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 13
Antara tumpuan dan titik potong z’ ordinat garis pengaruh menjadi = 0.
Dari titik potong z’ ke kanan ordinat tumbuh linier sampai gaya P = 1.0
bekerja pada titik ujung konsole yang bebas dan mengakibatkan suatu momen
sebesar M = 1.0 . z dengan ordinat = z.
Perlu diperhatikan bahwa tempat tumpuan menentukan tanda (+,-) garis
pengaruh pada gaya lintang demikian rupa, sehingga gaya lintang menjadi
positif jika tumpuan konsole berada di sebelah kiri dan menjadi negatif jika
tumpuan konsole berada di sebelah kanan.
z' c z''
A B
z1 x x' z2
a1 l a2
- a2
l gp. Av
a1+l 1 +
l
a1 -
l
1 + a2+l gp. Bv
l
1 a2
a1 - - gp. Dc
+ + l
l 1
a1.x'
l a2.x
- - l gp. Mc
x.x' +
l
1 -
Contoh soal:
1. Pada sebatang balok konsole bergerak tiga buah beban terpusat dengan
jarak yang konstan seperti gambar.
4t 5t 7t
1m 1m
c d
A B
3 5 1
8 2.5
4t 5t 7t
1m 1m
c d
A B
3 5 1
8 2.5
4t 5t 7t
4t 5t 7t
1m 1m
1m 1m
- gp. Av
0.875
0.750
0.063
0.188
0.313
1 +
4t 5t 7t
1m 1m
4t 5t 7t
1.788
1.788
1 + gp. Bv
1m 1m
4t 5t 7t
0.125
0.250
0.375
1m 1m
1
- - gp. Dc
0.625
0.500
0.375
+ 4t 5t 7t
1
1m 1m
4t 5t 7t
1m 1m
0.188
0.938
0.563
- gp. Mc
1.250
1.500
1.875
+
4t 5t 7t
1m 1m
1 gp. Dd
+
4t 5t 7t
1m 1m
1 gp.Md
--
1 g1 k 2 g2
A B C D
x x' z a b
b1 a1 l2 a2 b2
l1 l2 l3
g1 g2
1 g1 k 2 g2
A D
A BB CC D
x x' z a b
b1 a1 l2 a2 b2
gp. Av
l1 l2 l3
+ g2
a) 1 g1
a2
A l2 D
B C - gp. Bv
b) 1
+ a1+l2
l2 gp. Av
+
a) 1
1 a2
c) - l2 gp. D1
+ -
1 gp. Bv
b) 1
+ a1+l2
l2 gp. M1
d) +
x.x' 1 a2
b1- 1 l2
c) gp. D1
+ - - gp. D2
e) 1 +
+
a1 1
l2 gp. M1
d) + a.a2
x.x' a2 l2
f) b1 - 1 l2 - gp. D2
e) - a.b - gp. D2
+ 1 l2 +
+
a1 1
l21
g) - gp. Dk
a.a2
l2
f) - -
z gp. D2
a.b
h) -
1 l2 + gp. Mk
1
g) - gp. Dk
z
h) - gp. Mk
Atas dasar kejadian ini dapat kita tentukan garis pengaruh pada bagian balok
rusuk Gerber antara engsel-engsel g1 dan g2 pada reaksi tumpuan Bv gaya
lintang D2 atau momen lentur M2, seperti pada balok tunggal dengan konsole.
Kemudian dari ujung konsole yang menjadi engsel g1 atau g2 kita hubungkan
titik itu dengan titik tumpuan A atau D, masing-masing karena ordinat = 0.
(Lihat gambar.b.e.f.g. dan h.):
Pada balok rusuk Gerber dengan beban yang tidak langsung, ketentuan-
ketentuan dapat kita lihat pada bab sebelumnya (Beban yang tidak langsung).
Akhirnya dapat kita tentukan :
1. Garis pengaruh pada rekasi tumpuan, pada gaya lintang dan pada momen
lentur terdiri dari garis-garis yang lurus.
garis-garis pengaruh pada konstruksi rangka batang yang statis tertentu, akan
dibatasi pada beberapa macam konstruksi rangka batang yang penting yang
konstruksi rangka batang ini juga dapat digunakan pada konstruksi rangka
sejajar menurut pengetahuan dasar A. Ritter (lihat bab 4.3.3) dapat kita
tentukan :
Garis pengaruh pada gaya batang tepi dapat kita gambar dengan
penentuan garis pengaruh pada momen lentur pada sistim dasar (balok
tunggal) dengan ordinatnya yang dibagi atas ketinggian h konstruksi rangka
batang itu (lihat gambar ).
Garis pengaruh pada gaya batang diagonal dapat kita gambar dengan
penentuan garis pengaruh pada gaya lintang pada sistim dasar dengan
ordinatnya yang dibagi dengan sin (dengan adalah sudut miring batang
diagonal), =1,0 menjadi =1/ sin .
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 24
Garis pengaruh pada gaya batang vertikal tergantung pada cara
pemasangan diagonal sebelah kiri dan kanan. Garis pengaruh pengaruh pada
gaya batang vertikal akin meliputi daerah satu bagian sebelah kiri dan sebelah
kanan dari titik simpul yang diperhatikan (gambar a dan f), atau garis pengaruh
pada gaya batang vertikal menjadi sama dengan garis pengaruh pada gaya
lintang (gambar g, l dan m).
Sebagai keterangan pertama kita perhatikan suatu koinstruksi rangka batang
dengan batang tepi sejajar dan dengan diagonal yang turun naik sebagai
berikut :
6.1. Umum
Hampir semua struktur dapat digolongkan dalam salah satu dari 3
klasifikasi berikut yaitu Balok, Portal atau Rangka Batang. Sebuah balok adalah
bagian struktur yang dapat menerima beban-beban transversal, dan dapat
dianalisis secara lengkap bilamana bidang momen dan gesernya telah dicari.
Sebuah portal atau rangka kaku adalah suatu struktur yang terdiri dari bagian-
bagian yang dihubungkan oleh sambungan-sambungan kaku (misalnya
sambungan las). Suatu portal dapat dianalisa secara lengkap bilamana variasi
tegangan-tegangan normal, geser, dan momen sepanjang bagian-bagiannya telah
dicari. Sebuah rangka batang adalah suatu struktur dimana semua bagian-
bagiannya selalu dianggap dihubungkan oleh sendi-sendi sehingga
menghilangkan momen didalam bagian-bagian strukturnya. Sebuah rangka batang
dapat dianalisa secara lengkap bilamana tegangan-tegangan normal didalam
semua bagian-bagiannya telah dicari.
V = 0, H = 0
dan M = 0
Dari ketentuan jumlah reaksi perletakan tersebut maka dapat disebutkan
jenis-jenis konstruksi yang merupakan konstruksi statis tertentu yaitu:
a. Konstruksi balok dengan perletakan sendi-roll.
P
Ah
B
A
Av Bv
Pada konstruksi jenis ini jumlah reaksi perletakan yang terjadi adalah 3
buah yaitu reaksi vertikal Av dan Bv yang terjadi pada sendi dan roll dan
reaksi horisontal Ah pada perletakan sendi.
Ah
A B B’
Av Bv
Jumlah reaksi perletakan yang terjadi pada konstruksi ini adalah 3 buah
yaitu reaksi vertikal Av dan Bv yang terjadi pada sendi dan roll dan reaksi
horisontal Ah pada perletakan sendi.
c. Konstruksi balok yang ujungnya terjepit dan ujung lainnya terletak
bebas (balok konsol) P
Ah A’
Maa’ A
Av
P1 P2
a.
Ah
Av Bv Cv
Av Bv Cv
Ah Bh
Av Bv
D C
A Ah Bh B
Mad Mbc
Av Bv
7.1. Pendahuluan
Untuk dapat menyelesaikan reaksi-reaksi redundant dari perletakan pada
konstruksi statis tak tentu ada banyak metode yang bisa digunakan misalnya
metode Slope-Defleksion, cara Kani, Takabeya, pemrograman dengan computer
(SAP), metode Cross dan sebagainya. Dari berbagai metode tersebut cara cross
merupakan metode yang paling sederhana yang mendasarkan perhitungannya
pada prinsip distribusi momen sehingga cara ini juga lebih dikenal dengan metode
Distribusi Momen.
Distribusi Momen dimaksudkan sebagai proses perhitungan perataan
momen-momen yang terjadi pada setiap titik simpul dari pertemuan batang-batang
pada konstruksi statis tak tentu. Ini dilakukan mengingat persyaratan dari suatu
konstruksi adalah terjadinya keseimbangan momen pada setiap titik simpul
konstruksi, sehingga setiap terjadi selisih momen maka akan dibagikan ke semua
batang sesuai dengan kemampuan dari masing-masing batang pada suatu titik
simpul. Proses distribusi momen pada suatu titik simpul tidak hanya terjadi sekali
saja, hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari titik-titik simpul
diseberangnya yang juga mengalami proses penyeimbangan momen. Meskipun
pada suatu tahap distribusi titik simpul sudah seimbang namun karena pengaruh
titik simpul lain diseberang yang masih akan membagikan momen yang
dimilikinya ke titik simpul tadi akan menyebabkan titik simpul ini tidak seimbang
lagi sehingga perlu dilakukan pendistribusian lagi. Hal ini akan berlangsung pada
setiap titik simpul sehingga pada akhirnya semua titik simpul menjadi seimbang
dan tidak mempengaruhi lagi keseimbangan titik-titik simpul lainnya.
Apabila pada konstruksi balok bekerja beban luar baik beban merata
maupun beban terpusat maka pada ujung batang/balok yang terjepit akan timbul
momen. Momen yang pertama kali terjadi pada ujung batang yang terjepit akibat
adanya beban luar yang bekerja dinamakan Momen Primer. Momen inilah yang
nantinya akan didistribusikan ke masing-masing batang yang bertemu pada suatu
titik simpul sesuai dengan kemampuan dari masing-masing batang itu sendiri.
Momen primer arahnya sesuai dengan arah beban yang bekerja, dan pada
Metode Cross momen primer berupa momen titik yaitu mengelilingi titik simpul
atau titik perelatakan. Penulisan tanda momen primer berpedoman pada arah putar
jarum jam. Momen yang arah putarannya sesuai dengan arah jarum jam disebut
sebagai momen positif, dan kebalikannya yang arah putarnya berlawanan jarum
jam merupakan momen negatif.
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 36
Penulisan tanda pada momen
M ab dan M ba di dapat
M ab = + 1/8 . P. 1
M ba = - 1/8 . P. l
M ab = + P.a.(l – a)2
l2
P . b . (l b) 2
M ba = -
l2
A
B P . a. (l 2 a 2 )
M ba = -
2 l2
(-)
Mba
a b Bila beban P ada ditengah bentang
Maka momen primernya akan
P menjadi :
B
A 3
(-) M ba = - . P.l
16
Mba
/2 /2
q
1
M ab = + . q . 12
12
Mab Mba
A B 1
l M ba = - . q . 12
12
M ba = - .1 q . 12
8
Mba
A B
A Mab B
P4 Mba
a b c d
P1. a (l a) 2 P 2 . a b c d P3 (a b c) (d ) 2
2
M ab = + 1/12.q 12 +
l2 l2 l2
- 1/8 . P4 .l
Besarnya gaya (momen) yang mampu ditahan oleh batang pada suatu
konstruksi adalah sangat tergantung pada dimensi dari batang bersangkutan.
Batang / balok dengan dimensi lebih besar akan mampu menahan beban yang
lebih besar dibanding dengan batang yang dimensinya lebih kecil. Disamping dari
segi dimensi balok kemampuan batang untuk menahan beban juga sangat
tergantung pada jenis bahan dari batang itu sendiri. Pada dimensi dan panjang
batang yang sama batang yang terbuat dari kayu jati akan mampu menahan beban
lebih besar bila dibandingkan dengan batang yang terbuat dari bahan kayu meranti
demikian juga bahan dari baja akan mampu memikul beban lebih besar
dibandingkan dengan bahan yang terbuat dari beton, dan sebagainya.
3 EI ab
M= = Kab
l ab Kekakuan batang AB
3 M lab M . lab
4 EI ab
a = =
M= = Kab
12 EI ab 4 EI ab
lab
M. lab
1 =
4 EI ab
KESIMPULAN :
Kekakuan suatu batang adalah besarnya momen (M) yang dikerjakan di
suatu ujung batang yang terletak bebas untuk memutar ujung balok itu sebesar 1
radial dan ujung batang lainnya terletak bebas atau terjepit.
lab
M Mba b = 0
EIab
A. B M. lab Mba. lab
- =0
M
6 EI ab 3 EI ab
Mba
M M. lab 3 EI ab
Mba. Lab =
6 EI ab
Konstruksi diatas merupakan konstruksi statis tak tentu, dimana pada titik
E bertemu empat batang yang masing-masing ujung batangnya terjepit. Bila pada
titik pertemuan E dikerjakan momen luar M maka akan menyebabkan batang
mengalami deformasi seperti gambar kanan, akan tetapi batang-batang tersebut
tidak begitu saja akan berubah bentuk melainkan akan memberikan perlawanan
dengan menimbulkan momen pada keempat ujung batang dititik itu yang yang
arahnya berlawanan dengan momen luar tadi dan besarnya tergantung dari
kemampuan dari masing-masing batang untuk menahan beban (momen). Pada
gambar diatas momen perlawanan itu masing-masing adalah Mea, Meb, Mec dan
Med.
Karena syarat suatu konstruksi adalah harus seimbang maka jumlah
momen perlawanan pada keempat ujung batang harus sama dengan momen luar
yang bekerja dititik E dengan arah yang berlawanan.
Kea
Mea = M M Mea = ea . M
Kea + Keb + Kec + Ked
Keb
Meb = M Meb = eb . M
Kea + Keb + Kec + Ked
Kec
Mec = M Mec = ec . M
Kea + Keb + Kec + Ked
CONTOH SOAL :
1t 1t
q=1 t/m
D’
B 0/50
25/60 25/60 D
C
2
2t
2t
A E
2
1 2 2 2 2 1
Penyelesaian:
4E.Ibc 4.E.25.603
Kbc = = = 4500,00 E
L bc 400 . 12
Kb = 6583,33 E
2083,33 E
ba = = 0,32
2083,33E + 4500E
4500 E b = 1
bc = = 0,68
2083,33E + 4500E
4 EI cb 4.E.25.603
TITIK C : K cb = = = 4500 E
L cb 400.12
3EI.cf 3.E.20.403
K cf = = = 533,33 E
L cf 600 . 12
4EI.cd 4.E.25.603
K cd = = = 4500 E
L cd 400 . 12
Kc = 9533,33 E
4 EI dc 4.E.25.603
TITIK D : Kdc = = = 4500 E
Ldc 400 . 12
4 Ei de 4.E.20.503
Kde = = = 2083,33 E
Lde 400 . 12
Kd = 6583,33 E
4500 E
dc = = 0,68
6583,33 E d = 1
2083,33 E
de = = 0,32
6583,33 E
Mba
M ab = + 1/8 . P .L = + 1/8 . 2 . 4 = 1 tm = +1000 kgm
2t M ab = - 1/8 . P. L = - 1/8 . 2 . 4 = -1 tm = -1000 kgm
ab
A
1t 1t
B’
D’
B C D
A F E
= -500 kgm
Mdd’ = +500 kgm
-
E
TABEL CROSS
Titik A B C D E
Batang AB BA BB' BC CB CF CD DC DD' DE ED
F. Distribusi - 0.32 - 0.68 0.47 0.06 0.47 0.68 - 0.32 -
M. Primer 1000 -1000 -500 1833 -1833 0 1833 -1833 500 1000 -1000
M. Distribusi -106.56 -226.44 0 0 0 226.44 106.56
M. Induksi -53.28 0 -113.22 113.22 0 53.28
M. Distribusi 0 0 0 0 0 0 0
M. Induksi 0 0 0 0 0 0
M. Cross 946.72 -1106.56 -500 1606.56 -1946.22 0 1946.22 -1606.56 500 1106.56 -946.72
M. Batang -946.72 1106.56 500 -1606.56 1946.22 0 -1946.22 1606.56 -500 -1106.56 946.72
Catatan :
Pada tabel cross diatas proses distribusi momen berlangsung sangat
singkat yaitu hanya 2 siklus dan distribusi sudah bisa dihentikan karena tidak ada
lagi momen sisa yang perlu didistribusikan, selanjutnya semua momen yang
terjadi pada satu titik dijumlahkan dari momen primer sampai momen distribusi
yang terakhir. Hasil penjumlahan ini menjadi momen cross pada titik tersebut,
yang arah putarnya mengelilingi titik simpulnya. Untuk dapat menghitung gaya-
gaya dalam baik momen, gaya lintang maupun gaya normal yang terjadi pada
batang maka momen cross ini harus dirubah terlebih dahulu menjadi momen
batang (momen yang arah putarnya menuju ke batang) yaitu dengan mengubah
FREE BODY
-1946,22 1606,56
B B C D D
D’
1000
-946,72 +946,72
A E
3500 3500
F 5000
BIDANG MOMEN
Interval 0 x 2 ( kiri )
Mx1 = Bv . x - ½ q x2 - Mbc
= 2415,085 . x – ½ . 1000 x2 - 1606,56
= - 500 x2 + 2415,085 x - 1606,56
x=0 Mx = -1606.56 kgm
x=1 Mx = 308.525 kgm
x=2 Mx = 1223.61 kgm
BIDANG LINTANG
Interval 0 x 2 ( dihitung dari kiri )
Dx = Bv . - q.x
Dx = 2415.085. – 1000 . x ( Persamaan Linear )
x=0 Dx = 2415,085 kg
x=1 Dx = 1415,085 kg
x=2 Dx = 415,085 kg
Kalau suatu bangunan diperhatikan secara sekilas saja maka akan tampak
bahwa bangunan tersebut ada dalam keadaan diam. Akan tetapi pada
kenyataannya yang terjadi bukan hanya seperti itu melainkan bangunan tersebut
bisa juga mengalami suatu gerakan dari gerakan yang sangat kecil sekali (yang
tidak bisa diamati oleh mata ) sampai gerakan yang besar, baik gerakan yang
arahnya horisontal maupun gerakan yang vertikal. Penyebab dari gerakan ini ada
beberapa hal yaitu karena pengaruh beban yang bekerja, kondisi dari struktur
bangunan itu sendiri serta kombinasi dari keduanya yaitu pengaruh beban dan
struktur itu sendiri. Pengaruh beban misalnya adanya angin yang bekerja pada
bangunan yang menyebabkan bangunan bergerak kearah angin itu, bisa juga
karena pengaruh gempa yang menyebabkan bangunan bergerak horisontal secara
bolak-balik. Sedangkan pengaruh struktur adalah adanya susunan struktur yang
tidak simetris baik dimensi, panjang batang maupun jenis perletakan dari
konstruksi tersebut. Portal yang mengalami gerakan di satu bagian sedangkan
bagian lainnya masih dalam keadaan diam disebut sebagai portal bergoyang.
Contoh portal bergoyang akibat beban maupun struktur yang tidak simetris.
C’
D
D1 C Cx
1
1
B
A
A B C TITIK
AB BA BC CB CD BATANG
A = 0
Mba - Ma . h + Mb . h +
3 . EI 6 . EI h = 0 …………………(1)
b = 0
h
Ma . h Mb . h
- + = 0 …………………(2)
6 . EI 3 . EI h
Mab
3 Ma . h 3 Mb . h
1&2 - + = 0 Ma = Mb
6EI 6EI
Ma. h Ma . h
2 - + =0
6 EI 3 EI h
6 EI
Ma =
h2
6 EI
Mb =
h2
cv
D
Mcd d = 0
Mc . h
h - + =0
3 EI h
3 EI
Mc =
h2
9.1. Pengertian
Yang dimaksud sebagai portal bertingkat adalah suatu konstruksi yang
terdiri atas balok dan kolom yang disusun secara vetikal keatas atau konstruksi
yang terdiri atas beberapa portal dengan susunan vetikal keatas. Konstruksi jenis
ini pada umumnya merupakan portal yang bergoyang sehingga penyelesaian gaya-
gaya dalam yang terjadi dengan metode Cross langkah-langkahnya adalah seperti
yang telah diuraikan sebelumnya.
P1 ‘q1 P3
H1
X1
C EI D
D1
EI EI
h1
P2
H2 ‘q2
X2
B EI E
EI EI
‘h2
A
Sendi
F
l a
Konstruksi diatas merupakan portal yang terdiri atas dua tingkat. Ditinjau
dari segi pembebanan dimana bebannya tidak simetris dan juga dari strukturnya
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 61
yang tidak simetris maka sudah bisa dipastikan bahwa konstruksi ini merupakan
konstruksi portal yang bergoyang.
PHASE 1
Menghitung kekakuan batang
Menghitung faktor diistribusi
Menentukan posisi pemasangan angker untuk mencegah terjadinya seluruh
pergoyangan pada portal.
Akibat beban luar dan berat sendiri, di cari momen primer pada ujung-ujung
batang yang terjepit.
Dilakukan perataan / distribusi momen dengan membuat tabel Cross.
Momen cross dijadikan momen batang (tandanya berlawanan)
Di cari reaksi perletakan dan gaya yang bekerja pada angker.
H1 X1
C D
RBh REh
B E
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 62
R Bh = …………….? ton / kg
R Eh = …………….? ton / kg
H atas = 0
H1 X1
C D
H2 B X2
E
RAh RFh
A F
X1 = …….. ton/kg
RAh = …….. ton/kg
RFh = …….. ton/kg
H. total = 0 (asumsi arah gaya angker X2 )
H1 + H2 – Rah + RFh + X2 + X1 = 0
PHASE III
-
-
B X2’’
E
+ +
+ F
A
Sendi
6 EI ’
Mab = Mba = +
h22
6 EI ’
Mbc = Mcb = M de = M ed = -
h21
3 Ei ’
M ef = +
h22
Untuk menyelesaikan berapa nilai dari dan maka konstruksi kita kembalikan
pada kondisi awalnya yaitu bahwa portal yang ada sebenarnya tidak pernnah
dipasang angker. Jadi jumlah gaya-gaya yang bekerja pada angker harus sama
dengan nol.
Gaya-gaya angker = 0
X1 + X1’ + X1” = 0 Dari dua persamaan ini di dapat harga-harga
’ ”
X2 + X2 + X2 = 0 dan .
5t
2t
q = 1 t/m1
3t
E 2 EI F
F1
EI 7t EI 4m
q = 2 t/m1
D C
3EI
2m
2t
EI
2EI
2m
A B
2m 3m
1,5
Penyelesaian :
Nb : Pada perhitungan akibat beban luar (phase 1) portal harus berada pada
keadaan diam (tidak bergoyang). Untuk itu perlu ditambahkan angker
horisontal pada tempat dimana kemungkinan akan terjadi pergoyangan
horisontal yaitu di titik F1 dan C.
Distribusi momen sesuai tabel cross phase 1
x2
E
F
Momen Primer Phase II
6 EI .
4 M de 0,375 EI
42
Misal EI = 100 maka :
X1 M de = 37,5 = M ed
D
C M ed = M cf = M fc = 37,5
F
Sendi
A
Mekanika Teknik II – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 71
Distribusi momen sesuai tabel cross phase 2
F X2
E
X1
D
C
A B
M de = M ed = M cf = M fc
6 EI .
=- = - 0,375 EI .
42
Misal EI = 100 maka :
M de = M ed = M cf = M fc = -37,5
M ad = M da = 75
Titik A D E F C
Batang AD DA DC DE ED EF FE FF' FC CF CD CB
F. Distr. - 0.370 0.445 0.185 0.385 0.615 0.615 - 0.385 0.241 0.578 0.181
M. Distribusi (3.037) (3.652) (1.518) (2.188) (3.495) 0.220 0.138 1.814 4.351 1.362
M. Induksi (1.518) 2.175 (1.094) (0.759) 0.110 (1.748) 0.907 0.069 (1.826)
M. Distribusi (0.400) (0.481) (0.200) 0.250 0.399 0.517 0.324 0.423 1.016 0.318
M. Induksi (0.200) 0.508 0.125 (0.100) 0.258 0.200 0.212 0.162 (0.241)
M. Distribusi (0.234) (0.282) (0.117) (0.061) (0.097) (0.253) (0.158) 0.019 0.046 0.014
M. Induksi (0.117) 0.023 (0.030) (0.059) (0.126) (0.049) 0.009 (0.079) (0.141)
M. Distribusi 0.003 0.003 0.001 0.071 0.114 0.024 0.015 0.053 0.127 0.040
M. Induksi 0.001 0.064 0.036 0.001 0.012 0.057 0.027 0.008 0.002
M. Distribusi (0.037) (0.044) (0.018) (0.005) (0.008) (0.051) (0.032) (0.002) (0.005) (0.002)
M. Induksi (0.018) (0.003) (0.002) (0.009) (0.026) (0.004) (0.001) (0.016) (0.022)
M. Distribusi 0.002 0.002 0.001 0.013 0.021 0.003 0.002 0.009 0.022 0.007
M. Induksi 0.001 0.011 0.007 0.000 0.002 0.011 0.005 0.001 0.001
M. Distribusi (0.007) (0.008) (0.003) (0.001) (0.001) (0.009) (0.006) (0.001) (0.001) (0.000)
M. Induksi (0.003) (0.001) (0.000) (0.002) (0.005) (0.001) (0.000) (0.003) (0.004)
M. Distribusi 0.000 0.000 0.000 0.002 0.004 0.001 0.000 0.002 0.004 0.001
M. Induksi 0.000 0.002 0.001 0.000 0.000 0.002 0.001 0.000 0.000
M. Distribusi (0.001) (0.001) (0.001) (0.000) (0.000) (0.002) (0.001) (0.000) (0.000) (0.000)
M. Induksi (0.001) (0.000) (0.000) (0.000) (0.001) (0.000) (0.000) (0.001) (0.001)
M. Distribusi 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000
M. Induksi 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
M. Distribusi (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000)
M. Induksi (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) (0.000)
M. Cross (0.855) (4.710) 7.524 (2.814) (2.845) 2.845 (5.565) 4.125 1.440 2.458 (4.199) 1.741
M. Batang 0.855 4.710 (7.524) 2.814 2.845 (2.845) 5.565 (4.125) (1.440) (2.458) 4.199 (1.741)
Titik A D E F C
Batang AD DA DC DE ED EF FE FF' FC CF CD CB
F. Distr. - 0.370 0.445 0.185 0.385 0.615 0.615 - 0.385 0.241 0.578 0.181
M. Primer 37.50 37.50 37.50 37.50
M.
Distribusi (13.88) (16.69) (6.94) (14.44) (23.06) (23.06) (14.44) (9.04) (21.68) (6.79)
M. Induksi (6.94) (10.84) (7.22) (3.47) (11.53) (11.53) (4.52) (7.22) (8.34)
M.
Distribusi 6.68 8.04 3.34 5.78 9.23 9.87 6.18 3.75 9.00 2.82
M. Induksi 3.34 4.50 2.89 1.67 4.94 4.61 1.88 3.09 4.02
M.
Distribusi (2.73) (3.29) (1.37) (2.54) (4.06) (3.99) (2.50) (1.71) (4.11) (1.29)
M. Induksi (1.37) (2.05) (1.27) (0.68) (1.99) (2.03) (0.86) (1.25) (1.64)
M.
Distribusi 1.23 1.48 0.62 1.03 1.65 1.78 1.11 0.70 1.67 0.52
M. Induksi 0.62 0.84 0.52 0.31 0.89 0.82 0.35 0.56 0.74
M.
Distribusi (0.50) (0.60) (0.25) (0.46) (0.74) (0.72) (0.45) (0.31) (0.75) (0.23)
M. Induksi (0.25) (0.37) (0.23) (0.12) (0.36) (0.37) (0.16) (0.23) (0.30)
M.
Distribusi 0.22 0.27 0.11 0.19 0.30 0.32 0.20 0.13 0.30 0.10
M. Induksi 0.11 0.15 0.09 0.06 0.16 0.15 0.06 0.10 0.13
M.
Distribusi (0.09) (0.11) (0.05) (0.08) (0.13) (0.13) (0.08) (0.06) (0.14) (0.04)
M. Induksi (0.05) (0.07) (0.04) (0.02) (0.07) (0.07) (0.03) (0.04) (0.05)
M.
Distribusi 0.04 0.05 0.02 0.03 0.05 0.06 0.04 0.02 0.06 0.02
M. Induksi 0.02 0.03 0.02 0.01 0.03 0.03 0.01 0.02 0.02
M.
Distribusi (0.02) (0.02) (0.01) (0.02) (0.02) (0.02) (0.01) (0.01) (0.02) (0.01)
M. Cross (4.51) (9.04) (18.69) 27.73 24.73 (24.73) (24.29) - 24.29 26.00 (21.09) (4.91)
M. Batang 4.51 9.04 18.69 (27.73) (24.73) 24.73 24.29 - (24.29) (26.00) 21.09 4.91
Titik A D E F C
Batang AD DA DC DE ED EF FE FF' FC CF CD CB
F. Distr. - 0.370 0.445 0.185 0.385 0.615 0.615 - 0.385 0.241 0.578 0.181
M. Primer 75.00 75.00 (37.50) (37.50) (37.50) (37.50) 18.80
M.
Distribusi (13.88) (16.69) (6.94) 14.44 23.06 23.06 14.44 4.51 10.81 3.38
M. Induksi (6.94) 5.40 7.22 (3.47) 11.53 11.53 2.25 7.22 (8.34)
M.
Distribusi (4.67) (5.62) (2.34) (3.10) (4.96) (8.48) (5.31) 0.27 0.65 0.20
M. Induksi (2.34) 0.33 (1.55) (1.17) (4.24) (2.48) 0.14 (2.65) (2.81)
M.
Distribusi 0.45 0.55 0.23 2.08 3.32 1.44 0.90 1.32 3.16 0.99
M. Induksi 0.23 1.58 1.04 0.11 0.72 1.66 0.66 0.45 0.27
M.
Distribusi (0.97) (1.17) (0.48) (0.32) (0.51) (1.43) (0.89) (0.17) (0.42) (0.13)
M. Induksi (0.48) (0.21) (0.16) (0.24) (0.71) (0.26) (0.09) (0.45) (0.58)
M.
Distribusi 0.14 0.16 0.07 0.37 0.59 0.21 0.13 0.25 0.60 0.19
M. Induksi 0.07 0.30 0.18 0.03 0.11 0.29 0.12 0.07 0.08
M.
Distribusi (0.18) (0.21) (0.09) (0.05) (0.09) (0.26) (0.16) (0.04) (0.09) (0.03)
M. Induksi (0.09) (0.04) (0.03) (0.04) (0.13) (0.04) (0.02) (0.08) (0.11)
M.
Distribusi 0.03 0.03 0.01 0.07 0.11 0.04 0.02 0.05 0.11 0.03
M. Induksi 0.01 0.05 0.03 0.01 0.02 0.05 0.02 0.01 0.02
M.
Distribusi (0.03) (0.04) (0.02) (0.01) (0.02) (0.05) (0.03) (0.01) (0.02) (0.00)
M. Induksi (0.02) (0.01) (0.00) (0.01) (0.02) (0.01) (0.00) (0.01) (0.02)
M.
Distribusi 0.00 0.01 0.00 0.01 0.02 0.01 0.00 0.01 0.02 0.01
M. Cross 65.45 55.90 (15.58) (40.32) (28.80) 28.80 25.31 - (25.31) (26.77) 3.33 23.44
M. Batang (65.45) (55.90) 15.58 40.32 28.80 (28.80) (25.31) - 25.31 26.77 (3.33) (23.44)
5t 2t
3t X2
E F F1
1,44
2,845
Reaksi/gaya horisontal yang terjadi
4m pada kaki kolom akibat beban luar
dan momen :
2,814 + 2,845
Hd = = 1,415 t
Hd = 1,415 2,814 2,459 Hc 4
2,459 + 1,440
Hc = = 0,975 t
4
horisontal atas = 0
Anggap arah X2 =………….
Sehingga : 3 + Hd – Hc + X2 = 0
X2 = Hc – Hd – 3
= 0,975 – 1,415 – 3
= -3,440 t ()
= 13,115
26,0 + 24,29
Hd =
4
= 12,573
horisontal = 0
Anggapan : arah X2 =
- Hd – Hc + X2 = 0
- 13,115 - 12,573 + X2 = 0
X2 = 25,688
Angker X1 (bawah)
Tinjau seluruh portal
Beban luar dihilangkan, kerjakan momen-momen batang fase 3 pada
kolom bawah untuk mencari reaksi pada kaki kolom
H horisontal total = 0
Ha + Hb + X2 + X1 = 0
X1 = -30,304
-228,753 + 1708,2101 =0
-45,935 – 918,211 =0+
-274,688 + 789,99 =0
= 0.348
= 0,181
Titik A D E
Batang AD DA DC DE ED EF
M.akhir fase I 0,854 4,710 -7,524 2,814 2,845 -32,845
M.akhir fase II x 1,569 3,146 6,504 -9,650 -8,606 8,606
0,348
M.akhir fase III x -11,846 -10,118 2,820 7,298 5,213 -5,213
0,181
Momen Akhir Portal -9,423 -2,262 1,800 0,462 -0,548 0,548
Titik F C
Batang FE FF’ FC CF CD CB
M.akhir fase I 5,565 -4,125 -1,440 -2,459 4,199 -1,741
M.akhir fase II x 8,453 0,000 -8,453 -9,048 7,339 1,709
0,348
M.akhir fase III x -4,581 0,000 4,581 4,845 -0,603 -4,243
0,181
Momen Akhir Portal 9,437 -4,125 -5,312 -6,662 10,936 -4,275
7t q = 2t/m 6,662
0,462
D C
2,262 10,936 4,275
2t
9,423
Ah = Bh =
A B
• Balok EF
Reaksi Perletakan :
5t
0,548 q = 1t/m Ev = ½ .1.5 + 3/5. 5 – (0,548 + 9,437 )
3t = 3,503 t 5
9,437 F
Eh = 0,022 t Ev = 3,503 t Fv =6,497 Fv = ½ .1.5 + 2/5. 5 + (9,437 + 0,548 )
2 3 = 6,497 t 5
BID LINTANG :
0 < x < 2 ( Kiri ) : Dx = 3,503 – q.x
x=0 Dx = 3,503 t
x=2 Dx = 1,503 t
BID NORMAL :
0<x<5: Nx = -3 + 0,022
= -2,978 t ( Tekan )
KOLOM ED :
0,022 3,503
0,462
0,022 t D 0,462
10.1 Pengertian
Sesuai dengan namanya maka yang dimaksud sebagai Portal dengan
batang miring adalah konstruksi portal dimana batang penyusunnya tidak hanya
batang vertikal (kolom) dan batang horisontal saja melainkan juga ada batang
miring. Contoh konstruksi jenis ini misalnya konstruksi tangga, payon baik yang
simetris maupun yang tidak simetris.
Yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian konstruksi ini dengan cara
Cross adalah pembebanan yang bekerja pada batang miring baik akibat beban
merata maupun beban terpusat, derajat pergoyangan jumlah dan posisi/arah
pemasangan angker karena pergoyangan yang terjadi bisa kearah vertikal maupun
horisontal. Disamping hal tersebut juga harus diperhatikan jarak pergoyangan
yang terjadi karena akan menentukan momen primer pergoyangannya.
Untuk menentukan derajat pergoyangan yang akan menghasilkan jumlah
angker yang perlu dipasang agar konstruksi bisa diselesaikan dengan cara cross
maka terdapat suatu persamaan sebagai berikut:
D
C
A D
L1 L2
Derajat pergoyangan
EI
C’ C
B’ B
CC’ =
C’’
CC’’ = / sin
EI
EI
C’C’’ = / tg
A D
Mab = Mba = - 6 EI
H2
Mbc = Mcb = + 6 EI /tg
L12
Mcd = -3 EI /sin
Lm2
Mba
Ah = Mab + Mba
H
Mab
A
A
• Free body batang DC:
Mbc
C C
A Mcd
B
A
Hd D
D Hd
A A
A A
Dv Dv
A A
PENYELESAIAN:
PHASE 1
• MOMEN PRIMER :
+ Mdc = -Mcd = 1/12 q l2 + 1/8 Pl
= 1/12 1500.62 + 1/8 3000.6
= 6750 kgm
• KEKAKUAN BATANG DAN FAKTOR DISTRIBUSI
Titik A D C B
Batang AD DA DC CD CB BC
F. Distribusi - 0.262 0.738 0.627 0.373 1
M. Primer 6,750.00 (6,750.00)
M. Distribusi (1,768.50) (4,981.50) 4,232.25 2,517.75
M. Induksi (884.25) 2,116.13 (2,490.75) 1,258.88
M. Distribusi (554.42) (1,561.70) 1,561.70 929.05
M. Induksi (277.21) 780.85 (780.85) 464.52
M. Distribusi (204.58) (576.27) 489.59 291.26
M. Induksi (102.29) 244.80 (288.13) 145.63
M. Distribusi (64.14) (180.66) 180.66 107.47
Gaya Angker X :
• Menghitung Reaksi Perletakan :
Ah = 2591,64 + 1263,75 = 771,1 kg ( )
5
Reaksi Perletakan di B :
Tinjau freebody C Kanan :
C
Mc Kanan = 0
- 5 Bv - 5 Bh – Mbc – Mcb = 0
- 5 Bv - 5 Bh – 1869,03 – 3845,54 = 0
Bv + Bh = -1142,9………(1)
B
Bh
Bv
Md Kanan = 0
3000 - Bv.11 - 5 Bh – Mbc – ½.gl12 + P. ½ l1 - Mdc = 0
- Bv.11 - 5 Bh – 1869,03 + ½ 1500.62+3000.3-2591,64 = 0
C -11 Bv.11 - 5 Bh + 31539,33 = 0
D
2,2 Bv + Bh = + 6307,9……(2)
Bh
B
Bv
Persamaan 1 & 2 :
Bv + Bh = -1142,9
2,2 Bv + Bh = 6307,9
-1,2 Bv = -7450,8
Bv = 6209 kg ( )
Bh = -7351,9 kg ( )
PHASE 2 :
A B
Titik A D C B
Batang AD DA DC CD CB BC
F. Distribusi - 0.262 0.738 0.627 0.373 1
M. Primer (162.00) (162.00) 380.00 380.00 (272.00) (272.00)
M. Distribusi (57.12) (160.88) (67.72) (40.28)
M. Induksi (28.56) (33.86) (80.44) (20.14)
M. Distribusi 8.87 24.99 50.44 30.00
M. Induksi 4.44 25.22 12.49 15.00
M. Distribusi (6.61) (18.61) (7.83) (4.66)
M. Induksi (3.30) (3.92) (9.31) (2.33)
M. Distribusi 1.03 2.89 5.83 3.47
189,43 279,47
A B
Ah= 81,05 Bh= 195,81
3
Ah 189.43
- Titik B :
Freebody batang BC
C Mcka = 0
283,47 - Bv.5 - Bh.5 + Mbc + Mcb = 0
- Bv.5 - Bh.5 + 279,47 + 283,47 = 0
Bv + Bh = 112,59………(1)
279,47
B
Bh
Bv
Freebody D_C_B
D C Md ka = 0
215,83 - Bv.11 - Bh.5 + 279,47 - 215,83 = 0
+ 2,2 Bv + Bh = 12,73……(2)
279,47 Bh
B
Bv
2500 C
D 5772,97 332,81
4055,95 2250,36
A B
Ah = 1965,78
Kontrol Keseimbangan
• Reaksi Perletakan A:
Ah = 4055,95 + 5772,97 Dvka = 1500 + 1500.3+ (5772,97+332,81)
5 6
= 1965,78 kg = 7017,63 kg
Av = 7017,63 Kg
• Reaksi Perletakan B :
Freebody B-C :
Mcka = 0
-Bv.5 - Bh.5 + 2250,36 + 332,81 = 0
Bv + Bh = 516,63……(1)
Freebody D-C-B :
Mdka = 0
-Bv.11-Bh.5 + 2250,36 + ½ .1500.62 + 3000.3 – 5772,97 = 0
2,2 Bv + Bh = 6495,48…..(2)
Persamaan 1 & 2 :
Bv + Bh = 516,63
2,2Bv + Bh = 6495,48 –
- 1,2Bv = -5978,85
Bv = 4982,38 Kg ( )
Bh = - 4465,75 Kg ( )