Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan kebidanan merupakan tingkatan pendidikan yang mampu menghasilkan
bidan profesional. Proses pendidikan ini dilaksanakan melalui pendidikan belajar mengajar
dikampus dan di lapangan. Proses pembelajaran klinik atau lapangan bertujuan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu yang dipelajari dikelas ke praktik
klinik. Peserta didik dengan perilaku awal sebagai mahasiswa setelah memperoleh proses
pembelajaran klinik diharapkan mampu beradaptasi dengan perannya sebagai bidan
profesional dalam melakukan praktik kebidanan di situasi nyata pada pelayanan kesehatan
klinik.
Setelah mempelajari mata kuliah ini diharapkan mampu menggunakan metode
pembelajaran klinik dalam praktik kebidanan sesuai dengan metod based learning serta
metode interaktif yang mendorong mahasiswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Antara lain menggunakan macam metode pembelajaran klinik sistem rende/rende
keperawatan, modeling, coaching, eksperiensial.
2. Rumusan masalah
a. Bagaimana peran pembimbing dalam sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial
b. Apa definisi dari sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial
c. Apa kelemahan dari sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial
d. Apa keuntungan dalam sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial
e. Apa hambatan dalam sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial
f. Bagaimana proses dalam sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui peran pembimbing dalam sistem rende, modeling, coashing dan
eksperensial
b. Untuk mengetahui definisi dalam sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial
c. Untuk mengetahui kelemahan dalam sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial
d. Untuk mengetahui keuntungan dalam sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial
e. Untuk mengetahui hambatan dalam sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial
f. Untuk mengetahui proses dalam sistem rende, modeling, coashing dan eksperensial

BAB II
PEMBAHASAN
1. SISTEM RENDE / RENDE KEPERAWATAN
A. Pengertian
Suatu kegiatan yang bertujuan unruk mengatasi masalah keperawatan klien yang
dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan
asuhan keperawatan, akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat, yang
melibatkan seluruh anggota tim.
B. Karakteristik

 Klien dilibatkan secara langsung

 Klien merupakan fokus kegiatan

 Perawat associate, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi bersama

 Konsuler memfasilitasi kreatifitas

 Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat associate perawat primer


untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah

C. Tujuan

 Menumbuhkan cara berfikir secara khas

 Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah


klien

 Meningkatkan validitas data klien

 Menilai kemampuan justifikasi

 Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja

 Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan


 D. Peran
1. Perawat Primer dan perawat associate
Dalam menjalankan pekerjaan perlu adanya sebuah peranan yang bisa untuk
memaksimalkan keberhasilan yang bisa disebutkan antara lain :

 Menjelaskan keadaan dan data demografi klien

 Menjelaskan masalah keperawatan utama

 Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan

 Menjelaskan tindakan selanjutnya

 Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang diambil

2. Peran perawat Primer lain dan atau Konsuler

 Memberikan justifikasi

 Memberikan reinforcement

 Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan yang
rasional

 Mengarahkan dan koreksi

 Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari

E. Kelemahan Ronde Keperawatan


Kelemahan metode ini adalah klien dan keluarga merasa kurang nyaman serta
privasinya terganggu.
Masalah yang biasanya terdapat dalam metode ini adalah sebagai berikut:
1. Berorientasi pada prosedur keperawatan
2. Persiapan sebelum praktek kurang memadai
3. Belum ada keseragaman tentang laporan hasil ronde keperawatan
4. Belum ada kesempatan tentang model ronde keperawatan

2. MODELING
1. Pengertian Modeling
Perry dan Furukawa (dalam Abimanyu dan Manrihu 1996) mendefinisikan modeling
sebagai proses belajar melalui observasi dimana tingkah laku dari seorang individu atau
kelompok, sebagai model, berperan sebagai rangsangan bagi pikiran-pikiran, sikap-sikap,
atau tingkah laku sebagai bagian dari individu yang lain yang mengobservasi model yang
ditampilkan. Teknik modeling ini adalah suatu komponen dari suatu strategi dimana konselor
menyediakan demonstrasi tentang tingkah laku yang menjadi tujuan. Model dapat berupa
model sesungguhnya (langsung) dan dapat pula simbolis. Model sesungguhnya adalah orang,
yaitu konselor, guru, atau teman sebaya. Di sini konselor bisa menjadi model langsung
dengan mendemonstrasikan tingkah laku yang dikehendaki dan mengatur kondisi optimal
bagi konseli untuk menirunya.
2. Tujuan
- Untuk perolehan tingkah laku sosial yang lebih adaptif.
- Agar konseli bisa belajar sendiri menunjukkan perbuatan yang dikehendaki tanpa harus
belajar lewat trial and error.
- Membantu konseli untuk merespon hal- hal yang baru
- Melaksanakan tekun respon- respon yang semula terhambat/ terhalang
- Mengurangi respon- respon yang tidak layak
3. Peranan
Dalam membelajarkan orang dewasa, seorang pendidik tepat dikatakan sebagai pembimbing,
karena pembimbing itu lebih mengutamakan kegiatan belajar pada keaktifan peserta didik.
Pendidik lebih banyak membimbing peserta didik dalam kegiatan pendidikan orang dewasa.
Beberapa peran pembimbing, diantaranya:
1. Sebagai Pamong Belajar
Pamong belajar berarti orientasi pembelajaran berpusat pada peserta didik (learner
centered), akan tetapi ini tidak berarti bahwa di dalam penerapan proses pembelajaran sesuai
dengan segala keinginan peserta didik. Oleh sebab itu, sebagai pendidik mempunyai
tanggungjawab menyediakan suatu pola kegiatanbelajar, dimana pendidik mempunyai dua
peran, yaitu:
 Pamong bertindak sebagai warga kelompok belajar,
 Pamong bertindak sebagai pemimpin kelompok belajar yang dilakukannya secara luwes.
Tugas pendidik dalam peranannya sebagai pemimpin kegiatan belajar antara lain ialah
melakukan motivasi terhadap peserta didik, sehingga menumbuhkan partisipasi secara
maksimal dalam diri peserta didik. Pendidik juga melakukan penjelasan atau memperjelas
tujuan belajar sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Kemudian pendidik juga
merancang sedemikian rupa, sehingga peserta didik mampu menelaah sendiri alternatif-
alternatif pemecahan masalah. Peranan pendidik ialah sebagai pengatur dan menciptakan
suasana yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
pemikiran dan tindakannya sesuai dengan hasil pemikiran mereka. Di samping itu, pendidik
berperan sebagai penunjuk jalan bagi peserta didik dan membekalinya dengan teknik-teknik
belajar yang cocok bagi diri si pelajar.
2. Sebagai Penyuluh
Istilah ini sering dipakai pada kegiatan penyuluhan kesehatan, pendidikan dan pertanian.
Penyuluhan berasal dari kata suluh, yang artinya kegiatan yang dilakukan, sehinggan
menjadikan seseorang / kelompok terang (memahami) informasi-informasi yang disampaikan
penyuluh tersebut.
Penyuluhan adalah usaha yang dilakukan seseorang / kelompok kepada orang lain dalam
rangka memberikan informasi, penjelasan sehingga orang lain tersebut menjadi paham
tentang materi-materi yang disampaikan. Misalnya; dikalangan Dinas Kesehatan dan
Keluarga Berencana, pamong belajar dalam rangka melakukan penyuluhan tentang imunisasi,
penimbangan bayi, dan lain-lain. Pada penyuluhan, penyuluh berfungsi sebagai orang yang
aktif memberikan informasi, penjelasan kepada orang lain.
3. Sebagai Fasilitator
Fasilitator adalah orang yang memberikan kesempatan kepada peserta didik atau
memfasilitasi mereka sehingga mereka akan aktif mengarahkan diri sendiri. Contoh dalam
membangkitkan peran serta peserta didik dalam mempelajari pesan-pesan pembangunan,
digunakan permainan simulasi. Kegiatan belajarnya dilakukan melalui kelompok belajar.
Untuk menggerakkan kegiatan belajar, permainan simulasi tersebut keberadaan dan berfungsi
sebagai fasilitator.
Fasilitator warga masyarakat di desa/wilayah dimana ia tinggal, dilatih sebagai pemimpin
kegiatan belajar pada kelompok belajar, permainan simulasi untuk menyampaikan pesan-
pesan kepada masyarakat. Fasilitator berfungsi menumbuhkan atau mendorong peserta
permainan pada kejar.
4. Sebagai Tutor
Pembelajaran masyarakat melalui kegiatan pendidikan luar sekolah, misalnya program
Paket A, B, dan C, dan dibimbing oleh seorang tutor. Sebagai pendidik , maka tutor memiliki
peranan dan fungsi yang hampir bersamaan dengan peranan dan fungsi pada pendidikan
sekolah (formal). Secara umum, tugas dan fungsi tutor adalah merencanakan kegiatan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
4. Keuntungan
a. Memberikan pengalaman belajar yang bisa dicontoh oleh konseli
b. Menghapus hasil belajar yang tidak adaptif.
c. Memperoleh tingkah laku yang lebih efektif.
d. Mengatasi gangguan-gangguan keterampilan sosial, gangguan reaksi emosional dan
pengendalian diri.
5. hambatan
a. Keberhasilan teknik modeling tergantung persepsi konseli terhadap model. Jika konseli tidak
menaruh kepercayaan pada model, maka konseli akan kurang mencontoh tingkah laku model
tersebut.
b. Jika model kurang bisa memerankan tingkah laku yang diharapkan, maka tujuan tingkah laku
yang didapat konseli bisa jadi kurang tepat.
c. Bisa jadi konseli menganggap modeling ini sebagai keputusan tingkah laku yang harus ia
lakukan, sehingga konseli akhirnya kurang begitu bisa mengadaptasi model tersebut sesuai
dengan gayanya sendiri.

3. COACHING
A. Pengertian Coaching (Bimbingan)
Bimbingan adalah suatu proses pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada peserta baik perorangan atau kelompok untuk memecahkan permasalahannya
sendiri dan didampingi oleh fasilitator. Bimbingan melibatkan peserta dan fasilitator dalam
dialog satu lawan satu dan mengikuti suatu proses yang tersusun, diarahkan pada tanggung
jawab memelihara kemajuan dan kinerja yang baik serta hubungan kerja positif antara
fasilitator dan staf.
B. Tujuan Coaching
Kegiatan ini bertujuan agar peserta dapat :
1. Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara individual.
2. Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman pembelajaran
dengan bimbingan dan mengembangkan professional peserta.
3. Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan yang diberikan fasilitator
dan pada saat yang sama mempersiapkan keterampilan peserta dalam mengambil tanggung
jawab dan pekerjaan mendatang.
4. Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan mengatasi permasalahan
yang dihadapi mereka.
C. Keuntungan Coaching
a. Dapat mendorong kemampuan masing-masing individu sesuai dengan minatnya
b. Dapat menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode penilaian termasuk observasi
dan interview
c. Dapat mengikuti lebih dekat setiap perkembangan peserta
d. Coaching/Bimbingan lebih pada pendekatan personal dibanding dengan training kelompok
e. Peserta merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk melakukan keterampilan yang
baru dipelajari karena bimbingan berlangsung terus menerus dan personal
D. Hambatan Coaching
Untuk mengadakan suatu coaching tidaklah mudah karena banyak faktor yang harus
terlibat. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah kepribadian yaitu kesesuaian dan
ketidak sesuaian antara bawahan dan atasan. Yang menjadi hambatan disini adalah :
1. Peran yang kurang jelas
Sering kali terjadi ketidak jelasan apa sesungguhnya yang dilibatkan baik dari segi
keterampilan maupun kegiatan.. Disamping itu kurangnya pemahaman tentang siapa yang
sesungguhnya bertanggung jawab dalam coaching, apa yang harus dilakukan , kapan dan
bagaimana melakukannya. Selain itu terdapat ketidak pastian mengenai seberapa banyak
penyuluhan, pengarahan dan dukungan sosio-emosional yang dibutuhan, apakah peserta siap,
dan bersedia menerima bantuan
2. Gaya manajemen kurang sesuai
Kepercayaan peserta sering kali dipengaruhi oleh pandangan fasilitator mengenai tabiat
atau sifat manusia . Besarnya pengawasan atau kebebasan yang diberikan oleh fasilitator
kepada peserta sering kali tergantung pada anggapan fasilitator terhadap peserta
Dilain pihak, sikap yang ditunjukkan oleh peserta sangat tergantung pada harapan dan
keinginan mereka, apakah mereka menginginkan fasilitator dengan jiwa kepemimpinan yang
kuat, apakah mereka menunjukkan kemandirian, ketergantungan, inisiatif dan kreativitas.
Coaching mempertegas hubungan baik yang terjalin antara fasilitator dan peserta sekaligus
perilaku dan harapan kedua belah pihak.
3. Kesulitan dalam kontak pribadi secara langsung
Coaching melibatkan pengarahan dengan kontak langsung, hal ini sering menimbulkan
kesulitan bagi fasilitator yang tidak terbiasa melakukan hubungan tatap muka satu lawan
satu dengan peserta untuk jangka waktu tertentu .
Fasilitator merasa takut bahwa situasi ini akan dapat membongkar kekurangannya, baik yang
berkaitan dengan pengetahuan teknis maupun keahlian khususnya
4. Keterampilan komunikasi tidak memadai
Keterampilan komunikasi tulis dan lisan sangat penting dalam situasi coaching.
Keberhasilan dan kegagalan fasilitator tergantung pada kemampuan mereka dalam
menyampaikan pikiran, perasaan dan kebutuhan .
Besar kemungkinan fasilitator juga gagal dan tidak berniat mengungkapkan pengalamannya
atau pengetahuan pribadinya ,yang dapat membantu peserta untuk belajar
5. Kurangnya kesediaan atau kemauan
Seorang peserta harus siap dan bersedia menerima fasilitator. Kedua belah pihak harus
menganggap coaching sebagai proses meraih kemajuan dan peningkatan yang bertujuan
mengembangkan keterampilan dalam suatu lokasi kerja. Peserta yang menunjukkan sikap
kurang kemauan dan bekerja tidak sebagaimana mestinya dapat menyulitkan dalam proses
coaching.
6. Kurangnya motivasi
Sebagai fasilitator akan mempunyai tugas tambahan untuk menciptakan lingkungan
bermotivasi bagi peserta . Oleh karenanya motivasipun lebih banyak ditumpukan pada
keinginan menguasai pengetahuan keterampilan baru dan mendapatkan kesempatan dalam
mengambil keputusan.
7. Tekanan dalam pekerjaan
Ada beberapa alasan mengapa fasilitator tidak termotivasi dan ragu menjadi fasilitator,
satu diantaranya karena mereka menganggap organisasi menitik beratkan pada sikap “
Lakukan sendiri tugasmu; untuk itu kamu dibayar” Alasan lain pelatihan akan menyita
banyak waktu, kecemasan menghadapi kegagalan.
8. Melakukan kesalahan
Sekalipun orang tahu bahwa dari kesalahan kita dapat memetik suatu pelajaran namun
baik fasilitator maupun peserta takut melakukan dan mengakui kesalahan dan cenderung
menyembunyikannya rapat-rapat. Padahal seandainya kesalahan itu diakui lebih awal akan
lebih banyak waktu dan tenaga yang dapat diselamatkan . Membangun kepercayaan dalam
hubungan coaching akan menyingkirkan situasi seperti ini .
9. Proses Coaching
 Sebelum praktek peserta sebaiknya mengadakan pertemuan untuk mereview kegiatan,
termasuk langkah-langkah yang perlu ditekankan dalam praktek kinerja.
 Dalam praktek, fasilitator mengamati, membimbing, dan memberikan umpan balik kepada
peserta pada saat mereka melaksanakan langkah-langkah/kegiatan termasuk buku penuntun
belajar.
 Setelah praktek, umpan balik seharusnya diberikan secepatnya. Dengan menggunakan
penuntun belajar atau checklist keterampilan, fasilitator berdiskusi tentang kemampuan
belajar peserta sesuai dengan kinerja mereka dan memberi saran perbaikan.
Apabila pelatihan berdasarkan kompetensi digabungkan dengan prinsip belajar orang
dewasa, mastery learning, coaching dan humanistic, maka hasilnya akan sangat
mengagumkan dan merupakan metoda yang paling efektif untuk mengajarkan ketempilan
teknis. Dengan menggunakan pendekatan yang manusiawi maka dapat mengurangi
ketegangan para peserta dan memperkecil ketidaknyamanan klien. Oleh karena itu,
pendekatan dalam coaching yang lebih manusiawi adalah komponen yang penting untuk
memperbaiki kualitas pelatihan keterampilan klinik yang pada akhirnya meningkatkan
kualitas pelayanan.

10. Perbandingan pelatih yang efektif dan yang tidak efektif


Pembimbing yang efektif PP Pembimbing yang tidak efektif
Memfokuskan perhatian pada praktek Memfokuskan perhatian pada teori
klinis

Mendorong kerja sama dan hubungan Menjaga jarak ( status diatas peserta)
antar sejawat

Berusaha mengurangi stress Sering membuat stress

Mengadakan komunikasi dua arah Menggunakan komunikasi satu arah

Melihat dirinya sebagai fasilitator Melihat dirinya sebagai penguasa atau


satu sumber pengetahuan

4. EKSPERENSIAL
a. Pengertian Experensial
suatu metode yang dipergunakan pembimbing akademik dalam membatu peserta didik
dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan terhadap kasus yang terjadi dengan
pasien atau keluarga pasien.
b. Peran Pembimbing
1. Membantu menganalisa situasi klinik melalui pengidentifikasian masalah.
2. Menentukan tindakan yang akan diambil.
3. Mengimplementasikan pengetahuan dalam masalah klinik.
4. Menekankan hubungan antara pengalaman belajar lalu dan pengalaman terhadap masalalu
lalu.
5. Berasal dari teori kognitif yang dipadukan dengan teori proses informasi dan teori
pengambilan keputusan.
6. Metode eksperensial meliputi situasi penyelesaian masalah (membantu peserta didik
meningkatkan sikap profesional, mampu menerapkan masalah konseptual keperawatan dalam
kurikulum berdasarkan masalah aktual, menggambarkan secara tertulis kejadian atau
peristiwa klinik) dan situasi pengambilan keputusan (pengujian data yang ada,
pengidentifikasian alternatif tindakan, penentuan prioritas tindakan, pembuatan keputusan)
(Nursalam, 2002).
c. Keuntungan dari metode eksperinsial
1. Membantu menganalisis situasi klinik melaluiproses identifikasi masalah.
2. Menentukan tindakan yang akan diambil.
3. Mengimplementasikan pengetahuan ke dalammasalah klinik.
4. Menekankan hubungan antara pengalamanbelajar lalu dan pengalaman terhadap masa lalu-
lalu.
5. Berasal dari teori kognitif yang dipadupadankan dengan teori proses informasi dan teori
pengambilan keputusan.
6. Kegiatan pada metode ini meliputi :
Situasi penyelesaian masalah.
Membantu peserta didik meningkatkan sikapprofessional.
 Mampu menerapkan masalah konseptualkeperawatan dalam kurikulum berdasarkan masalah
aktual
7. Menggambarkan secara tertulis kejadian atauperistiwa dengan tujuan :
• menanggulangi masalah yang terdapat diklinik ;
• mengidentifikasi data relevan yangmenunjang masalah ;
• mengajukan hipotesis yang relevan ;
• merencanakan tindakan keperawatan yang tepat ;
• menerapkan teori ke dalam praktek.
8. Situasi pengambilan keputusan.x.
9. Merupakan situasi penyelesaian masalah yangmemerlukan pengambilan keputusan.
10.Peserta didik melakukan :
• Pengujian data yang ada.
• Pengidentifikasian alternatif tindakan.
• Penentuan prioritas tindakan.
• Pembuatankeputusan.
11.Melengkapi situasi pengambilan keputusansecara indidvidual atau kelompok.
12. Berdiskusi dan menggali proses berpikir dalammenanggapi situasi.
d. Proses Insiden
Kegunaan dari proses insiden adalah sebagai berikut:
a. Membantu peserta didik mengembangkan keterampilan reflektif berdasarkan
kejadianklinik/insiden.
b. Insiden berasal dari pengalaman praktik aktualatau dikembangkan secara hipotetikan.
c. Bisa dalam bentuk insiden terkait klien, staf atautatanan praktik.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sistem rende yaitu Suatu kegiatan yang bertujuan unruk mengatasi masalah keperawatan
klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan, akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan oleh
perawat, yang melibatkan seluruh anggota tim.
Pengertian Bimbingan adalah suatu proses pembelajaran yang memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada peserta baik perorangan atau kelompok untuk memecahkan
permasalahannya sendiri dan didampingi oleh fasilitator. Bimbingan melibatkan peserta
dan fasilitator dalam dialog satu lawan satu dan mengikuti suatu proses yang tersusun,
diarahkan pada tanggung jawab memelihara kemajuan dan kinerja yang baik serta hubungan
kerja positif antara fasilitator dan staf.

DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. 2002.Manajemen Keperawatan : Aplikasi DalamKeperawatan Profesional.
Edisi Pertama. Jakarta : SalembaMedika.Nursalam, 2007.
Manajemen Keperawatan: Aplikasi DalamKeperawatan Profesional.
Edisi ke-2. Jakarta : SalembaMedika.Nursalam & Ferry E. 2008.
Pendidikan Dalam Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai