Laporan Sensor1
Laporan Sensor1
SENSOR 1
Disusun Oleh:
Dzakiyy Waliyu Rahman – 217341027
Jl. Kanayakan no. 21, DAGO 40235, Tromol Pos 851 BANDUNG 40008 INDONESIA
Phone : 62 022 2500241 Fax : 62 022 2502649 Homepage : http ://www.polman-bandung.ac.id
2019
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
BAB 1
PHOTOVOLTAIC CELL
1.1. Tujuan
1. Memahami karakteristik dari photovoltaic cells
2. Memahami prinsip dari perubahan photovoltaic cells
3. Memahami aplikasi dari photovoltaic cells
Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip P-N junction, yaitu junction
antara semikonduktor tipe-P dan tipe-N. terdiri dari ikatan-ikatan atom yang terdapat
electron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipe-N mempunyai kelebihan electron
sedangkan semikonduktor tipe-P kelebihan hole (positif) dalam struktur atomnya.
Pada sel surya, proses pengolahan energy cahaya menjadi energy listrik dirangkum
kedalam tiga ururtan proses konversi :
1. Ketika foton yang terdapat pada sinar matahri mengenai sel-sel PV pada panel surya,
sebagian akan diserap oleh material semikonduktor (silicon). Energy dari foton yang
diserap itu dengan demikian juga ditransfer kepada semikonduktor.
2. Electron – electron yang terkena tumbukan energy foton akan terlepas dari atom,
membuat mereka mengalir secara bebas dan dengan demikian menciptakan arus
listrik. Kompisisi dan desain khusus pada sel – sel PV mengarahkan electron –
electron tersebut agar mengalir sesuai jalur yang dikehendaki.
3. Kontak / penghubung logam bagian atas dan bawah sel-selnya menyalurkan keluar
listrik arus searah (different current, DC) yang dihasilkan untuk digunakan sesuai
kepentingan.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
Karakterisitik photovoltaic ini sama dengan Dioda Zener yaitu diode yang memiliki
karakteristik menyalurkan arus listrik mengalir ke arah yang berlawanan jika tegangan
yang diberikan melampaui batas "tegangan tembus" (breakdown voltage) atau "tegangan
Zener". Ini berlainan dari diode biasa yang hanya menyalurkan arus listrik ke satu arah.
RSH dan RS dapat diabaikan karena nilai RSH sangat besar dan nilai RS sangat kecil.
Lumen adalah satuan terang gelapnya cahaya. Semakin besar lumen maka semakin
terang cahayanya. Satuan SI dari fluks cahaya; Satu lumen sama dengan satu candela
cahaya yang dipancarkan secara seragam di satu steradion (satuan SI untuk sudut yang
solid).
Lux adalah satuan metric ukuran cahaya pada suatu permukaan. Cahaya rata-rata yang
dicapai rata-rata tingkat lux pada berbagai titik pada area yang sudah ditentukan. Satu lux
setara dengan satu lumen per meter persegi.
Kegunaan
- OP-AMP U1 = pada rangkaian tersebut berfungsi untuk mengubah arus hubung
singkat ISH menjadi tegangan output.
- OP-AMP U2 = pada rangkaian tersebut berfungsi sebagai penyangga isolasi
(Isolation-Buffer) agar sinyal keluaran dapat dibaaca dengan baik tidak terganggu
oleh hambatan dalam dari pembacanya sendiri.
- OP-AMP U3 = pada rangkaian tersebutberfungsi untuk pembanding antara tegangan
yang masuk pada input (+) dan input (-).
1.3. Percobaan
Alat yang diperlukan
1. KL-6100B Trainer
2. KL-63009 Module
3. KL-68005 Lux Load
4. Digital Multimeter
Langkah Percobaan
1. Ambil KL-68005 Lux Load dan hidupkan power. Atur cahaya sumber pada posisi
BULB.
2. Atur setiap pemancaran cahaya seperti pada tabel 10-1 Gunakan multimeter untuk
mengukur dan catat VOP dan ISH untuk setiap pemcaran cahaya seperti pada tabel 1-1.
3. Buatlah kurva dari VOP vs. illumination dan kurva dari ISH vs. illumination data pada
tabel 1-1.
4. Bandingkn linearitas dari kedua kurva pada langkah 3
5. Lihat kembali kurva pada langkah 3, hitung dan catat perbandingan transduksi dari sel
fotovoltaik.
Tabel 1-1
Lx 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Vop (mV) 2304 2412 2466 2508 2570 2582 2602 2619
Ish (uA) 19 33 51 66 82 99 114 130
Grafik 1-1
Vop (mV)
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
Grafik 1-2
120
100
80
60
40
20
0
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Ish (uA)
Kurva yang dihasilkan oleh tegangan terhadap intensitas adalah kurva logaritmik,
sedangkan kurva antara arus dengan intensitas cahaya adalah kurva linearitas. Selain itu
dari kedua kurva diatas dapat diperoleh bahwa perbandingan tranduksi dari sel
photovoltaic adalah sebagai berikut :
ΔISH/Δlx = 0,076 μ A/lx.
ΔVOP/Δlx = 0.273 mV/lx.
Tabel 1-2
Lx 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
J7 (mV) 199,5 412,7 599,7 800,6 1005,7 1198,4 1376,6 1546,7
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
Grafik 1-3
Grafik lx terhadap J7
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
J7 (mV)
Berdasarkan tabel dan grafik lux terhadap J7, dapat diketahui jika lux berbanding
lurus dengan J7. Semakin besar lux maka J7 juga akan semakin besar. Hasil yang
didapatkan dari J7 tidak jauh nilainya dengan nilai lux dikarenakan sebelumnya sudah
diatur pada VR1 untuk mendapatkan VJ7=1000 mV saat nilai lux load ada pada nilai 1000
lx. Ini adalah penyebab hasil output dari VJ7 tidak jauh dari nilai lux.
1.5. Kesimpulan
Pada praktikum 1 ini dapat disimpulakan bahwa photovoltaic cell merupakan
tranduser yang dapat mengubah energy cahaya menjadi energy listrik.. Arus listrik timbul
karena adanya energi foton cahaya matahari yang diterimanya berhasil membebaskan
elektron-elektron dalam sambungan semikonduktor tipe N dan tipe P untuk mengalir.
Sama seperti Dioda Foto (Photodiode), Sel Surya atau Solar Cell ini juga memiliki kaki
Positif dan kaki Negatif yang terhubung ke rangkaian atau perangkat yang memerlukan
sumber listrik.
Pada dasarnya, Sel Surya merupakan Dioda Foto (Photodiode) yang memiliki
permukaan yang sangat besar. Permukaan luas Sel Surya tersebut menjadikan perangkat
Sel Surya ini lebih sensitif terhadap cahaya yang masuk dan menghasilkan Tegangan dan
Arus yang lebih kuat dari Dioda Foto pada umumnya
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
BAB 2
LINEAR SCALE
2.1 Tujuan
1. Mempelajari kontruksi linear scale
2. Memahami konsep kerja dari linear scale
3. Mempelajari aplikasi dari linear scale di dalam control dan system instrument
Dari gambar kontruksi tersebut dapat dilihat bahwa komponen linear scale terdiri
dari light source , light sensor, gratings, mask , signal conditioner dan detection.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
c. Cara pergerakan linear Scale
Ketika linear scale bergerak perbedaan sudut phasa adalah 90º. Berada antara
channel output. Jika linear scale bergerak ke kanan, channel A tertinggal dibelakang
channel dengan perpindahan phasa 90º. Begitupun sebaliknya, ketika ketika scale
bergerak ke arah ke kiri channel A mendaului channel B dengan perpindalah phasa
90º.
Pada gambar 11-9 channel output A terpakai untuk input D dari flip-flop D
dan channel output B untuk input CK yang terpicu dengan pulsa positif. Ketika scale
bergerak ke kanan maka Q=0 dan Q’=1, output gerbang XOR1 menjadi logika 0 dan
menyalakan R.Shift LED. Jika bergerak ke kiri, maka Q=1 dan Q’=0 keluaran gerbang
XOR2 menjadi logika 0 dan menyalakan L.Shift LED.
f. Cara kerja untuk menentukan suatu jarak dari rangkaian Linear Scale
Counter dan control akan mereset jika ditekan tombol reset. Saat linier scale
bergerak ke kanan. Keadaan output U1a adalah Q = 0 dan Q = 1. Q tersambung dengan
input XOR input lain dari XOR tersambung dari U1b dengan output Q = 0. Maka
output XOR = 1. Output ini tersambung pada input UP-DOWN dari counter section
counter berubah mode menjadi menghitung mundur. Tanda bit tidak akan berubah
sampai skala mencapai reference point.
Cara kerjanya dengan menggunakan control sirkuit dan sebuah counter.
Percobaan 1
10. Putar switch untuk menggerakkan sensor KL-68007 dan amati bagian lampu LED
R-Shift dan L-Shift. Saat sensor brgerak ke kanan, R-Shift LED menyala dan L-
Shift LED mati. Saat sensor bergerak ke kiri, L-Shift menyala dan R-Shift mati.
Percobaan 2
ON Sequence 1 2 3 4 5
Distance (cm) 20 15 10 5 0
Distance (cm)
Percobaan 2
Tabel 11-3
Calib L. R. Calib L. R.
Display ABS Display ABS
Reading Shift Shift Reading Shift Shift
Reading LED Reading LED
(cm) LED LED (cm) LED LED
0,5 564 × √ × 5,5 5486 × √ ×
1 1005 × √ × 6 5994 × √ ×
1,5 1539 × √ × 6,5 6479 × √ ×
2 1985 × √ × 7 7002 × √ ×
2,5 2515 × √ × 7,5 7495 × √ ×
3 3030 × √ × 8 8018 × √ ×
3,5 3502 × √ × 8,5 8476 × √ ×
4 3953 × √ × 9 9000 × √ ×
4,5 4516 × √ × 9,5 9511 × √ ×
5 5002 × √ √ 10 10034 × √ √
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
10000
8000
6000
4000
2000
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10
Display Reading
Tabel 11-4
Calib L. R. Calib L. R.
Display ABS Display ABS
Reading Shift Shift Reading Shift Shift
Reading LED Reading LED
(cm) LED LED (cm) LED LED
-0,5 -511 √ × × -5,5 -5503 √ × ×
-1 -1015 √ × × -6 -5982 √ × ×
-1,5 -1447 √ × × -6,5 -6465 √ × ×
-2 -1953 √ × × -7 -7005 √ × ×
-2,5 -2497 √ × × -7,5 -7467 √ × ×
-3 -3018 √ × × -8 -7980 √ × ×
-3,5 -3482 √ × × -8,5 -8480 √ × ×
-4 -4000 √ × × -9 -8999 √ × ×
-4,5 -4504 √ × × -9,5 -9483 √ × ×
-5 -5019 √ × √ -10 -9999 √ × √
-4000
-6000
-8000
-10000
-12000
Display Reading
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
2.5. Analisa
Pada percobaan 1, diketahui bahwa pada saat scale bergerak kekanan , fasa dari B
akan mendahului A sebesar 90º. Sebaliknya ketika scale bergerak kekiri, fasa dari A akan
mendahului B sebesar 90º juga. Grafik yang muncul pada osiloskop dengan yang ada pada
teori juga sama, berarti terbukti jika hasil yang didapatkan sesuai dengan teori.
Selain itu, pada percobaan 1 juga terdapat lampu ABS yang berfungsi sebagai
indicator dan akan menyala setiap 5 cm sekali yaitu pada 0, 5, 10, 15, dan 20 cm. Terdapat
juga lampu R.Shift dan L.Shift yang akan menyala jika scale bergerak ke kiri atau ke
kanan. R. Shift akan menyala ketika scale bergerak ke kanan dan L. Shift akan menyala
saat scale bergerak ke kiri.
Pada percobaan 2, praktikum juga menggunakan counter sebagai penghitung jarak
dengan menempatkan pointer ke posisi tengah dan mereset counter menjadi 0000. Setelah
itu sensor digerakkan ke arah kanan setiap 0,5 cm, dan dilihat dan dicatat berapa angka
yang tertera pada counter dan lampu apa saja yang menyala saat pergerakan tersebut. Hasil
dari percobaan tersebut dapat dilihat dari data hasil percobaan diatas.
Ketidak presisian dari hasil yang didapatkan setiap pergerakannya banyak
disebabkan oleh beberapa factor yaitu, saat proses kalibrasi yang tidak sama sehingga
menyebabkan sedikit ketidaksamaan antara sensor linear dengan display counter. Panca
indra dari manusia juga menjadi penyebab ketidak presisian hal tersebut, dikarenakan jarak
pandang manusia tidak mampu terlalu pas sesuai dengan display.
2.6. Kesimpulan
Setelah praktikum 2 ini telah dipraktikkan, dapat disimpulkan bahwa linear
scale merupakan salah satu jenis dari encoder optik linear inkremental yang umumnya
digunakan untuk memantau sebuah sistem kontrol, atau membaca arah atau jarak
tempuh dari sebuah operasi mekanisme yang memberikan umpan balik untuk tujuan
korektif.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
BAB 3
INFRARED TRANDUCER
3.1 Tujuan
1. Memahami karakteristik dari transducer IR
2. Mempelajari jenis-jenis Transducer IR
3. Mempelajari receiver dari Transducer IR
4. Mempelajari aplikasi dari Transducer IR
i. Aplikasi IR LED
Alarm Inframerah
Menggunakan diode inframerah untuk memancarkan sinyal inframerah
phototransistor NPN digunakan sebagai sensor cahaya. Ketika manusia
melintas pada sinar infrared, TI dimatikan dan tegangan dari kolektor berubah
menjadi tinggi. TZ kemudian bekerja mengaktifkan LED merah dan Buzzer.
Wireless Transceifer
Sirkuit LM386 bertindak sebagai modulator dan infrared LED bertindak
sebagai pemancar sinyal. Daya yang dikeluarkan oleh LM386 sebesar 4-12
VDC dan arus sebesar 3mA. Kapasitor antara pin 1 dan pin 8 meningkatkan
gain tegangan sebesar 800.
Adaptor wireless memancarkan sinyal kemudian router wireless
menerima sinyal dan melakukan decore data agar dapat terhubung.
3.3 Percobaan
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
- Percobaan 2
Tes karakteristik transduser infra merah dengan arus AC
1. Letakkan modul KL-63012 pada KL-61001B
2. Atur IR TRANCEIVER dan RECEIVER pada KL-68006.
3. Hubungkan IR TRANCEIVER ke J3 dan J4, lalu RECEIVER ke J6 dan J7.
4. Hubungkan J9 ke J10.
5. Nyalakan power ke mode ON.
6. Pilih MANUAL pada MODE SELECTOR.
7. Tekan tombol STATUS DISPLAY & DCV RANGE pada 20V.
8. Atur jarak menjadi 10 cm. gunakan osiloskop untuk mengamati keluaran dari
NE555. Dan sesuaikan VR1 untuk mendapatkan frekuensi transmisi.
9. Sesuaikan VR2 untuk mendapatkan hasil V+ dari U3 = 0V. gunakan KL-61001B
DCV untuk mengukur tegangan pada J11 untuk setiap frekuensi yang ada pada
table 12-5. Catat hasil pada table tersebut.
10. Diskusikan hubungna antara tegangan dan frekuensi yang ada pada table 12-5.
11. Sesuaikan VR1 untuk mendapatkan nilai VJ11 maksimum.
12. Gunakan KL-61001B DCV dan osiloskop untuk mengukur tegangan pada setiap
jarak antar sumber dan detector yang ada pada table 12-6. (sudut = 0).
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
13. Diskusikan hubungan antara tegangan dan jarak berdasarkan table 12-6.
14. Atur jarak sejauh 10 cm.Gunakan KL-61001B DCV untuk mengukur tegangan
pada J11 untuk setiap sudut yang ada di table 12-7.
15. Diskusikan hubungan antara tegangan dan sudut berdasarkan table 12-7
- Percobaan 3
Aplikasi Infrared Transducer pada event counter
1. Letakkan modul KL-63010 dan KL-61001B.
2. Atur IR TRANSCERIVER dan RECEIVER pada KL-68006.Atur jarak sejauh 10
cm.
3. Hubungkan IR TRANSCERIVER ke J1 dan J2,lalu RECEIVER ke J6 dan J7
pada modul KL-63012.
4. Lengkapi koneksi berikut :
- Percobaan 4
Aplikasi Infrared Tranducer pada Remote Controller
1. Letakkan Modul KL-63010 dan KL-63013 pada KL-61001B
2. Lengkapi koneksi pada KL-61001B berikut ini
Sesuaikan knob POTENTIOMETER pada arah jam 12
10
0
5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
-5
-10
-15
Tabel 12-4
Sudut -90 -60 -30 0 30 60 90
J11 (V) 10,913 10,913 10,913 10,913 10,913 10,913 10,913
10
0
-90 -60 -30 0 30 60 90
J11 (V)
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
- Percobaan 2
Tabel 12-5
Frekuensi 1KHz 5KHz 10KHz 15KHz 20KHz 25KHz 30KHz 35KHz 40KHz 45KHz
J11 (V) 9,273 2,986 2,93 2,965 2,928 2,898 2,882 2,948
Tabel 12-6
Jarak 5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
J8 (V) 10,22 9,359 6,455 3,759 2,922 2,327
J11 (V) -7,282 -5,785 -3,408 -2,705 -2,655 -2,599
12
10
8
6
4
2
0
-2 5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
-4
-6
-8
-10
Tabel 12-7
Angle (deg) -90 -60 -30 0 30 60 90
J11 (V) 1,582 1,95 7,485 9,227 3,213 1,918 2,015
10
0
-90 -60 -30 0 30 60 90
J11 (V)
- Percobaan 3
- Percobaan 4
Tabel 12-8
Switch No Block Block
Status SW1 SW2 Middle SW1 SW2 Middle
CR6 √ × √ √ × ×
CR7 × √ × × √ √
CR9 √ √ √ √ √ √
3.5 Analisa
3.6 Kesimpulan
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
BAB 4
TRANSDUSER ULTRASONIC
4.1. Tujuan
Magnetostrictive vibrator
Jika batang magnet ditempatkan di sebuah bidang magnet panjang batang akan
berubah sepanjang arah gaya magnet fenomena ini disebut efek magnetostrictive
vibrator.
Transmitter terdiri dari osilator sebesar 40 khz dan sebuah driver ketika switch
S1 dalam keadaan off potensial rendah pada usia tua memaksa output ke potensial
tinggi arus mengalir melalui R3 R1 dan C1 jadi tegangan C1 menjadi tinggi tegangan
tinggi ini berakibat output dari USA tua tetap tinggi dan osilator tidak ada osilasi
Ketika S1 dalam keadaan on output U1 berubah ke tegangan rendah C1 mulai
berubah atau melepaskan ketegangan atau potensial proses pengisian dan pelepasan
pada C1 akan berulang prosesnya output U1 c danau satu dek melengkapi satu sama
lain sehingga amplitudo transmitter digandakan.
Cara kerja rangkaian receiver yaitu Q1 dan Q2 dihubungkan sebagai cwcade
amplifier untuk menguatkan sinyal yang diterima oleh ultrasonic receiver U2 adalah
voltage follower (penguat tidak membalik tegangan). Rangkaian filtrasi dan rectifying
sirkuit (alternating current mengkonversi ke direct current) disusun oleh CR dan C3
mengkonversi AC ke DC ketika tidak ada gangguan DC tetap tinggi dan alarm
dimatikan oleh komparator ketika gelombang ultrasonik diberi gangguan sinyal lemah
diterima oleh receiver dan DC menjadi rendah sehingga alarm tidak dinyalakan.
10. Diskusikan hubungan antara tegangan dan jarak pada tabel 13-8.
11. Atur jarak 20 cm. Gunakan KL-61001B DCV untuk mengukur dan mencatat
tegangan pada J10 untuk setiap sudut pada tabel 13-9.
12. Diskusikan hubungan antara tegangan dan sudut pada tabel 13-9.
Percobaan 1
Tabel 13-8
Jarak 5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
J3 (Vp-p) 220 120 70 20 24 50
[mV]
J10 (V) 2,328 1,260 0,215 0,215 0,212 0,212
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
2.000
1.500
0.500
0.000
5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
JARAK
200
150
50
0
5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
JARAK
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
220 mV 120 mV
20 mV 70 mV
Tabel 13-9
Sudut -90° -60° -30° 0° 30° 60° 90°
J10(V) 0,214 0,214 0,214 0,214 0,214 0,214 0,214
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
0.2
0.15
0.1 J10(V)
0.05
0
-90° -60° -30° 0° 30° 60° 90° Sudut
4.6.Analisa
Pada saat melakukan percobaan 1 (terlihat pada tabel 13-8) bahwa pengaruh
tegangan pada J3 terhadap jarak pemancar dan penerima ultrasonik yaitu semakin
jauh jaraknya maka semakin kecil tegangan yang dihasilkan pada J3. Dan pengaruh
tegangan pada J10 terhadap jarak antar pemancar dan penerima ultrasonik yaitu
semakin jauh jaraknya maka semakin kecil tegangan pada J10. Akan tetapi pada
jarak lebih dari 10 cm tegangan pada J10 tidak berubah banyak.
Kemudian untuk percobaan 1 diuji kembali dengan jarak antar penerima dan
pemancar ultrasonik yaitu sejauh 20 cm. Ketika sudut diubah dengan range -90 –
90 derajat maka tegangan di J10 tidak berpengaruh apa-apa.
Untuk percobaan 2 ketika pemancar dan penerima ditutup oleh tangan, maka
bentuk gelombang tidak berpengaruh. Tetapi ketika suara BUZZER dinyalakan
maka gelombang yang terlihat pada oscilloscope bentuknya menjadi terganggu dan
tidak beraturan (terlihat pada gambar dibawah).
4.7.Kesimpulan
Jadi dalam praktikum kali ini dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Semakin jauh jarak pemancar dengan receiver maka tegangan keluarannya
akan semakin kecil.
2. Sudut pemancar maupun receiver tidak berpengaruh terhadap tegangan
keluarannya.
3. Gelombang output akan mengalami gangguan ketika terdapat suara bising
disekitar pemancar dan receiver.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB