Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

SENSOR 1

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sensor 1

Disusun Oleh:
Dzakiyy Waliyu Rahman – 217341027

Ferdie Alfaridzi Faizal - 217341031

Hanun Alya Fathinah - 217341033


2 AEB

TEKNIK OTOMASI MANUFAKTUR DAN MEKATRONIKA


POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANDUNG

Jl. Kanayakan no. 21, DAGO 40235, Tromol Pos 851 BANDUNG 40008 INDONESIA
Phone : 62 022 2500241 Fax : 62 022 2502649 Homepage : http ://www.polman-bandung.ac.id
2019
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

BAB 1
PHOTOVOLTAIC CELL
1.1. Tujuan
1. Memahami karakteristik dari photovoltaic cells
2. Memahami prinsip dari perubahan photovoltaic cells
3. Memahami aplikasi dari photovoltaic cells

1.2. Latar Belakang


Photovoltaic cells yaitu suatu perangkat atau komponen yang dapat mengubah energi
cahaya matahari menjadi energy listrik dengan menggunakan prinsip munculnya tegangan
listrik karena adanya hubungan atau kontak dua elektroda yang dihubungkan dengan
sistem padatan atau cairan saat mendaptkan energy cahaya.

Gambar Struktur Photovoltaic cells seperti dibawah ini :

Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip P-N junction, yaitu junction
antara semikonduktor tipe-P dan tipe-N. terdiri dari ikatan-ikatan atom yang terdapat
electron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipe-N mempunyai kelebihan electron
sedangkan semikonduktor tipe-P kelebihan hole (positif) dalam struktur atomnya.

Pada sel surya, proses pengolahan energy cahaya menjadi energy listrik dirangkum
kedalam tiga ururtan proses konversi :
1. Ketika foton yang terdapat pada sinar matahri mengenai sel-sel PV pada panel surya,
sebagian akan diserap oleh material semikonduktor (silicon). Energy dari foton yang
diserap itu dengan demikian juga ditransfer kepada semikonduktor.
2. Electron – electron yang terkena tumbukan energy foton akan terlepas dari atom,
membuat mereka mengalir secara bebas dan dengan demikian menciptakan arus
listrik. Kompisisi dan desain khusus pada sel – sel PV mengarahkan electron –
electron tersebut agar mengalir sesuai jalur yang dikehendaki.
3. Kontak / penghubung logam bagian atas dan bawah sel-selnya menyalurkan keluar
listrik arus searah (different current, DC) yang dihasilkan untuk digunakan sesuai
kepentingan.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

Karakteristik Photovoltaic Cells

Karakterisitik photovoltaic ini sama dengan Dioda Zener yaitu diode yang memiliki
karakteristik menyalurkan arus listrik mengalir ke arah yang berlawanan jika tegangan
yang diberikan melampaui batas "tegangan tembus" (breakdown voltage) atau "tegangan
Zener". Ini berlainan dari diode biasa yang hanya menyalurkan arus listrik ke satu arah.

Perbedaan VOP dengan ISH yaitu sebagai berikut :


VOP adalah tegangan rangkaian terbuka (open circuit voltage) dari sel surya ketika beban
resistor dihubungkan dengan melewati permukaan.
ISH adalah arus rangkaian tertutup (short circuit current) yang mengalir pada rangkaian
ketika tahanan resistor diganti dengan kabel.

Hubungan ISH dengan intensitas cahaya


I = IL - ID
= IL – IS (Exp (qV/nKT)-1) (1)
IL = βqRT (2)
Dimana
IS = Bias mundur arus pada photovoltaic cell
K = Konstanta Boltzman
T = Temperatur
n = 1 atau 2
β = efisiensi kumpulan pasangan lubang electron
q = muatan electron 1.6 x 10-17 Coulomb
RT = Resistansi yang diserap oleh photovoltaic cell

Asumsikan V= 0 pada persamaan pertama, maka :


I = ISH
= IL – IS (Exp (0)-1)
= IL
= βqRT (3)
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

Asumsikan I = 0 dalam persamaan , maka V = VOP


0 = IL – IS (Exp (qVOP/nKT)-1)
VOP = (nKT/q) ln (IL /IS + 1) (4)

Dapat disimpulan arus sebanding lurus dengan intensitas cahaya.

Untuk aplikasi nyatanya :


I = IL – IS [Exp {q/nKT (V + IRS)}-1] – (V + IRS)/RSH

RSH dan RS dapat diabaikan karena nilai RSH sangat besar dan nilai RS sangat kecil.

Lumen adalah satuan terang gelapnya cahaya. Semakin besar lumen maka semakin
terang cahayanya. Satuan SI dari fluks cahaya; Satu lumen sama dengan satu candela
cahaya yang dipancarkan secara seragam di satu steradion (satuan SI untuk sudut yang
solid).

Lux adalah satuan metric ukuran cahaya pada suatu permukaan. Cahaya rata-rata yang
dicapai rata-rata tingkat lux pada berbagai titik pada area yang sudah ditentukan. Satu lux
setara dengan satu lumen per meter persegi.

Gambar Rangkaian Photosensor seperti dibawah ini :


SENSOR 1
Kelas : 2AEB
Pada OP-AMP U1 terdapat rangkaian penguat inverting, OP-AMP U2 terdapat
rangkaian tegangan pengikut (Voltage Follower), OP-AMP U3 terdapat rangkaian
pembanding (Comperator).

Kegunaan
- OP-AMP U1 = pada rangkaian tersebut berfungsi untuk mengubah arus hubung
singkat ISH menjadi tegangan output.
- OP-AMP U2 = pada rangkaian tersebut berfungsi sebagai penyangga isolasi
(Isolation-Buffer) agar sinyal keluaran dapat dibaaca dengan baik tidak terganggu
oleh hambatan dalam dari pembacanya sendiri.
- OP-AMP U3 = pada rangkaian tersebutberfungsi untuk pembanding antara tegangan
yang masuk pada input (+) dan input (-).

1.3. Percobaan
Alat yang diperlukan

1. KL-6100B Trainer
2. KL-63009 Module
3. KL-68005 Lux Load
4. Digital Multimeter

Langkah Percobaan

1. Ambil KL-68005 Lux Load dan hidupkan power. Atur cahaya sumber pada posisi
BULB.
2. Atur setiap pemancaran cahaya seperti pada tabel 10-1 Gunakan multimeter untuk
mengukur dan catat VOP dan ISH untuk setiap pemcaran cahaya seperti pada tabel 1-1.
3. Buatlah kurva dari VOP vs. illumination dan kurva dari ISH vs. illumination data pada
tabel 1-1.
4. Bandingkn linearitas dari kedua kurva pada langkah 3
5. Lihat kembali kurva pada langkah 3, hitung dan catat perbandingan transduksi dari sel
fotovoltaik.

1.3.1. Pengaturan Span

2. Letakkan Modul KL-63009 pada KL-61001B Trainer


3. Hubungkan J2 ke J3 ; J5 ke J6
4. Hubungkan KL-68005 Lux Load ke fotosensor. Atur cahaya sumber pada posisi
BULB
5. Nyalakan KL-61001B
6. Atur cahaya sumber ke 1000 lx. Ubah VR1 untuk mendapatkan VJ7 = 1000 Mv untuk
pengaturan span
7. Atur setiap pemancaran cahaya seperti pada tabel 1-2. Gunakan multimeter untuk
mengukur dan catat VJ7 untuk setiap pemancaran cahaya seperti pada tabel 1-2.
8. Buatlah kurva karakteristik dari rangkaian transducer, gunakan data pada tabel 1-2

1.3.2. Aplikasi dari Fotovoltaik – Pengendali Lampu Jalan Otomatis


SENSOR 1
Kelas : 2AEB

2. Letakkan modul KL-63009 pada KL-61001B Trainer


3. Hubungkan J2 ke J3; J5 ke J6; J7 ke J9
4. Hubungkan KL-68005 Lux Load ke fotosensor. Atur cahaya sumber pada posisi
BULB
5. Hidupkan daya dan layar harus menyala
6. Lihat kembali tabel 1-2, VJ7 = 1007.5 V pada 1000 lx
7. Sesuaikan VR2 untuk memperoleh VK1 = VJ7
8. Ubah pencahayaan dari rendah ke tinggi secara perlahan sampai CR1 tidak aktif.
Pemancaran cahayanya adalah 1050 lx
9. Bandingkan hasil pengukuran pada langkah 7 dengan mengatur pemancaran cahaya

1.4. Data Hasil Percobaan dan Analisa

Tabel 1-1
Lx 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Vop (mV) 2304 2412 2466 2508 2570 2582 2602 2619
Ish (uA) 19 33 51 66 82 99 114 130

Grafik 1-1

Kurva Tegangan VS Intensitas Cahaya


2650
2600
2550
2500
2450
2400
2350
2300
2250
2200
2150
2100
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Vop (mV)
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
Grafik 1-2

Kurva Arus VS Intensitas Cahaya


140

120

100

80

60

40

20

0
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Ish (uA)

Kurva yang dihasilkan oleh tegangan terhadap intensitas adalah kurva logaritmik,
sedangkan kurva antara arus dengan intensitas cahaya adalah kurva linearitas. Selain itu
dari kedua kurva diatas dapat diperoleh bahwa perbandingan tranduksi dari sel
photovoltaic adalah sebagai berikut :
ΔISH/Δlx = 0,076 μ A/lx.
ΔVOP/Δlx = 0.273 mV/lx.

Analisa Pengaturan Span


Dapat dilihat pada tabel dan grafik diatas, nilai dari lux mempengaruhi hasil dari
VOP dan ISH. Semakin tinggi nilai dari lux maka semakin besar juga nilai dari VOP dan ISH.
Maka artinya ialah lux juga berbanding lurus dengan VOP dan ISH.

Tabel 1-2
Lx 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
J7 (mV) 199,5 412,7 599,7 800,6 1005,7 1198,4 1376,6 1546,7
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
Grafik 1-3

Grafik lx terhadap J7
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

J7 (mV)

Berdasarkan tabel dan grafik lux terhadap J7, dapat diketahui jika lux berbanding
lurus dengan J7. Semakin besar lux maka J7 juga akan semakin besar. Hasil yang
didapatkan dari J7 tidak jauh nilainya dengan nilai lux dikarenakan sebelumnya sudah
diatur pada VR1 untuk mendapatkan VJ7=1000 mV saat nilai lux load ada pada nilai 1000
lx. Ini adalah penyebab hasil output dari VJ7 tidak jauh dari nilai lux.

Analisa Aplikasi dari Photovoltaik – Pengendali Lampu Otomatis


Sesuai dengan yang diketahui pada langkah percobaan bahwa nilai dari VJ7 di
atur menjadi 1000 mV dengan mengatur VR1. Sesuaikan juga pada VR2, agar VK1 = VJ7.
Maka lampu akan mati ketika tegangan berada dibawah 1000 mV, dan akan menyala saat
nilai tegangan berada diatas 1000 mV.

1.5. Kesimpulan
Pada praktikum 1 ini dapat disimpulakan bahwa photovoltaic cell merupakan
tranduser yang dapat mengubah energy cahaya menjadi energy listrik.. Arus listrik timbul
karena adanya energi foton cahaya matahari yang diterimanya berhasil membebaskan
elektron-elektron dalam sambungan semikonduktor tipe N dan tipe P untuk mengalir.
Sama seperti Dioda Foto (Photodiode), Sel Surya atau Solar Cell ini juga memiliki kaki
Positif dan kaki Negatif yang terhubung ke rangkaian atau perangkat yang memerlukan
sumber listrik.
Pada dasarnya, Sel Surya merupakan Dioda Foto (Photodiode) yang memiliki
permukaan yang sangat besar. Permukaan luas Sel Surya tersebut menjadikan perangkat
Sel Surya ini lebih sensitif terhadap cahaya yang masuk dan menghasilkan Tegangan dan
Arus yang lebih kuat dari Dioda Foto pada umumnya
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

BAB 2
LINEAR SCALE
2.1 Tujuan
1. Mempelajari kontruksi linear scale
2. Memahami konsep kerja dari linear scale
3. Mempelajari aplikasi dari linear scale di dalam control dan system instrument

2.2 Latar Belakang


a. Funsi Linear scale
Linear scale berfungsi sebagai type optic linear tambahan yang biasanya
digunakan dalam system control untuk monitoring atau mendeteksi arah atau jarak
dari operasi mekanik yang menyediakan sinyal umpan balik tujuan korektif

b. Prinsip Kerja Linear Scale


Prinsip kerja dari linear scale itu sendiri yaitu sebagai berikut :
Sumber cahaya dan grating strip tetap, dimana sensor cahaya dan lapisan strip bergerak
melalui penunjuk ukuran ketika operasi pengukuran berjalan, sensor pun akan
menerima. Ruas gelap pada grating strip menerima cahaya dan mengubah menjadi
tegangan sinusoidal AC dengan beda fasa 90º. Kemudian sinyal dikuatkan menjadi
sinyal persegi AC. Jumlah pulsa berbanding lurus dengan jarak tempuh.

Gambar kontruksi Linear Scale

Dari gambar kontruksi tersebut dapat dilihat bahwa komponen linear scale terdiri
dari light source , light sensor, gratings, mask , signal conditioner dan detection.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
c. Cara pergerakan linear Scale

Ketika linear scale bergerak perbedaan sudut phasa adalah 90º. Berada antara
channel output. Jika linear scale bergerak ke kanan, channel A tertinggal dibelakang
channel dengan perpindahan phasa 90º. Begitupun sebaliknya, ketika ketika scale
bergerak ke arah ke kiri channel A mendaului channel B dengan perpindalah phasa
90º.
Pada gambar 11-9 channel output A terpakai untuk input D dari flip-flop D
dan channel output B untuk input CK yang terpicu dengan pulsa positif. Ketika scale
bergerak ke kanan maka Q=0 dan Q’=1, output gerbang XOR1 menjadi logika 0 dan
menyalakan R.Shift LED. Jika bergerak ke kiri, maka Q=1 dan Q’=0 keluaran gerbang
XOR2 menjadi logika 0 dan menyalakan L.Shift LED.

d. Definisi Pulsa referensi


Pulsa referensi adalah posisi datum sepanjang skala yang digunakan untuk
meningkatkan tenaga atau mengikuti hilangnya daya. Sinyal harus dapat
mengidentifikasi posisi dengan dengan cara yang unik dan periode skala singkat.

e. Pengertian Skala gratings 0,02 mm


Skala gretings 0.02 mm = Skala perbandingan untuk menentukan jumlah pulsa.
10 𝑚𝑚
1 cm = 0.02 = 500 .
1 cm = 500 pulsa.

f. Cara kerja untuk menentukan suatu jarak dari rangkaian Linear Scale
Counter dan control akan mereset jika ditekan tombol reset. Saat linier scale
bergerak ke kanan. Keadaan output U1a adalah Q = 0 dan Q = 1. Q tersambung dengan
input XOR input lain dari XOR tersambung dari U1b dengan output Q = 0. Maka
output XOR = 1. Output ini tersambung pada input UP-DOWN dari counter section
counter berubah mode menjadi menghitung mundur. Tanda bit tidak akan berubah
sampai skala mencapai reference point.
Cara kerjanya dengan menggunakan control sirkuit dan sebuah counter.

g. Fungsi rangkaian XOR pada pengolahan sinyal Linear Scale


Kegunaan rangkaian XOR ini yaitu untuk menggadakan jumlah sinyal pulsa
dimana menggabungkan antara 2 frekuensi output menjadi 1 channel frekuensi.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

2.3 Langkah Percobaan

Alat yang diperlukan :

 Percobaan 1

1. Tempatkan KL-63011 Module pada KL-61001B trainer.


2. Hubungkan KL-68007 sinyal keluaran pada masukan scale KL-63011 Module dan
hubungkan reset pada ground.
3. Pindahkan power ke ON dan tampilan menjadi ON.
4. Ubah tombol untuk memindahkan sensor pada KL-68007 dan menggunakan
jangkauan untuk mengobservasi keluaran channel A dan B.
5. Observasi gelombang keluaran dari channel A dan B ketika scale bergerak ke
kanan. Fasa dari B mendahului A sebesar 90̊.
6. Observasi gelombang keluaran dari channel A dan B ketika scale bergerak ke kiri.
fasa dari A mendahului B sebesar 90̊.
7. posisikan switch untuk menggerakkan sensor KL-68007 secaraacak dan gunakan
jangkauan untuk mengobservasi frekuensi output dari channel A dan CK pada KL-
63011. Frekuensi dari CK adalah frekuensi dari channel A pengali sebesar 0.5 kali.
8. Fungsi U2c adalah untuk memperkuat sinyal A.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
9. Pindahkan sensor ke limit kanan dan posisikan switch ke kiri dan tombol speed adj
ke slow. Observasi dan catat masing-masing jarak dari limit kiri ketika LED acuan
menyala di table.
ON Sequence 1 2 3 4 5
Distance (cm) 20 15 10 5 0

10. Putar switch untuk menggerakkan sensor KL-68007 dan amati bagian lampu LED
R-Shift dan L-Shift. Saat sensor brgerak ke kanan, R-Shift LED menyala dan L-
Shift LED mati. Saat sensor bergerak ke kiri, L-Shift menyala dan R-Shift mati.

 Percobaan 2

1. Tempatkan modul KL-63010 dan KL-63011 diatas KL-61001B.


*sambungkan power dengan modul KL-63010. Hubungkan +5 dan GND dengan modul
KL-63010 dan KL-63011. Jika memiliki power supply module Cl-18001 akan lebih
baik. Gunakan Cl-18001 untuk memberikan daya pada kedua modul.
2. Lengkapi sambungan KL-61001B dengan yang diperintahkan.

3. Hubungkan sinyal keluaran KL-68007 pada masukan scale pada modul.


4. Hidupkan daya dan tampilan akan menyala.
5. Putar switch ke off dan gerakkan sensor KL-68007, tempatkan pointer ke posisi tengah
(10 cm) dari linier scale. Tekan tombol reset dan tampilan akan menjadi 0000.
6. Putar switch ke arah kanan. Gerakkan sensor ke arah kanan dan hentikan pada posisi
0.5, angka pada layar adalah 0478 dan perhitungan jarak adalah 0,478 cm.
7. Mengacu pada table 11-3. Amati dan catat masing-masing LED dan tampilan layar.
8. Mengacu pada table 11-4. Amati dan catat masing-masing LED dan tampilan layar
sensor bergerak ke arah kiri.
9. Dari 2 table yang didaptkan , bandingkan jika terdapat error apakah penyebabnya?
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
2.4 Data Hasil Percobaan
 Percobaan 1

ON Sequence 1 2 3 4 5
Distance (cm) 20 15 10 5 0

Grafik Distance (cm)


25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5

Distance (cm)

 Percobaan 2
Tabel 11-3
Calib L. R. Calib L. R.
Display ABS Display ABS
Reading Shift Shift Reading Shift Shift
Reading LED Reading LED
(cm) LED LED (cm) LED LED
0,5 564 × √ × 5,5 5486 × √ ×
1 1005 × √ × 6 5994 × √ ×
1,5 1539 × √ × 6,5 6479 × √ ×
2 1985 × √ × 7 7002 × √ ×
2,5 2515 × √ × 7,5 7495 × √ ×
3 3030 × √ × 8 8018 × √ ×
3,5 3502 × √ × 8,5 8476 × √ ×
4 3953 × √ × 9 9000 × √ ×
4,5 4516 × √ × 9,5 9511 × √ ×
5 5002 × √ √ 10 10034 × √ √
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

Display Reading (11-3)


12000

10000

8000

6000

4000

2000

0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10

Display Reading

Tabel 11-4
Calib L. R. Calib L. R.
Display ABS Display ABS
Reading Shift Shift Reading Shift Shift
Reading LED Reading LED
(cm) LED LED (cm) LED LED
-0,5 -511 √ × × -5,5 -5503 √ × ×
-1 -1015 √ × × -6 -5982 √ × ×
-1,5 -1447 √ × × -6,5 -6465 √ × ×
-2 -1953 √ × × -7 -7005 √ × ×
-2,5 -2497 √ × × -7,5 -7467 √ × ×
-3 -3018 √ × × -8 -7980 √ × ×
-3,5 -3482 √ × × -8,5 -8480 √ × ×
-4 -4000 √ × × -9 -8999 √ × ×
-4,5 -4504 √ × × -9,5 -9483 √ × ×
-5 -5019 √ × √ -10 -9999 √ × √

Display Reading (11-4)


0
-0.5 -1 -1.5 -2 -2.5 -3 -3.5 -4 -4.5 -5 -5.5 -6 -6.5 -7 -7.5 -8 -8.5 -9 -9.5 -10
-2000

-4000

-6000

-8000

-10000

-12000

Display Reading
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
2.5. Analisa
Pada percobaan 1, diketahui bahwa pada saat scale bergerak kekanan , fasa dari B
akan mendahului A sebesar 90º. Sebaliknya ketika scale bergerak kekiri, fasa dari A akan
mendahului B sebesar 90º juga. Grafik yang muncul pada osiloskop dengan yang ada pada
teori juga sama, berarti terbukti jika hasil yang didapatkan sesuai dengan teori.

Selain itu, pada percobaan 1 juga terdapat lampu ABS yang berfungsi sebagai
indicator dan akan menyala setiap 5 cm sekali yaitu pada 0, 5, 10, 15, dan 20 cm. Terdapat
juga lampu R.Shift dan L.Shift yang akan menyala jika scale bergerak ke kiri atau ke
kanan. R. Shift akan menyala ketika scale bergerak ke kanan dan L. Shift akan menyala
saat scale bergerak ke kiri.
Pada percobaan 2, praktikum juga menggunakan counter sebagai penghitung jarak
dengan menempatkan pointer ke posisi tengah dan mereset counter menjadi 0000. Setelah
itu sensor digerakkan ke arah kanan setiap 0,5 cm, dan dilihat dan dicatat berapa angka
yang tertera pada counter dan lampu apa saja yang menyala saat pergerakan tersebut. Hasil
dari percobaan tersebut dapat dilihat dari data hasil percobaan diatas.
Ketidak presisian dari hasil yang didapatkan setiap pergerakannya banyak
disebabkan oleh beberapa factor yaitu, saat proses kalibrasi yang tidak sama sehingga
menyebabkan sedikit ketidaksamaan antara sensor linear dengan display counter. Panca
indra dari manusia juga menjadi penyebab ketidak presisian hal tersebut, dikarenakan jarak
pandang manusia tidak mampu terlalu pas sesuai dengan display.

2.6. Kesimpulan
Setelah praktikum 2 ini telah dipraktikkan, dapat disimpulkan bahwa linear
scale merupakan salah satu jenis dari encoder optik linear inkremental yang umumnya
digunakan untuk memantau sebuah sistem kontrol, atau membaca arah atau jarak
tempuh dari sebuah operasi mekanisme yang memberikan umpan balik untuk tujuan
korektif.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

BAB 3
INFRARED TRANDUCER

3.1 Tujuan
1. Memahami karakteristik dari transducer IR
2. Mempelajari jenis-jenis Transducer IR
3. Mempelajari receiver dari Transducer IR
4. Mempelajari aplikasi dari Transducer IR

3.2 Latar Belakang

a. Prinsip Kerja Infrared Tranducer


Infrared tranduser pada dasarnya menggunakan infra merah sebagai media
untuk komunikasi data antara receiver dan transmitter. System akan bekerja jika sinar
inframerah yang dipancarkan terhalang oleh suatu benda yang mengakibatkan sinar
infra merah tersebut tidak dapat terdeteksi oleh penerima.
Ketika inframerah diterima oleh transistor maka basis phototransistor akan
mengubah cahaya inframerah menjadi arus listrik sehingga basis akan berubah menjadi
saklar (switch close). Ketika cahaya inframerah terhalangi oleh benda, cahaya
inframerah tidak diterima oleh basis phototransistor sehingga tidak ada arus pada basis,
sehingga basis menjadi saklar (switch open)

b. Karakteristik Tegangan Vs Arus dari LED Infrared


Ketika LED dalam keadaan bias maju (Anoda Positif dan Katoda Negatif) dan
melebihi batas tegangan masukan , maka arus maju mengalir dari Anoda ke Katoda dan
arus naik secara eksponensial terhadap tegangan. Besarnya tegangan cut-in bergantung
pada bahan LED . Tegangan cut-in pada GaAs IR LED berkisar sekitar 1V, LED merah
sekitar 1,8 volt dan LED hijau sekitar 2 volt.
Ketika LED dalam keadaan bias mundur, (Katoda Positif dan Anoda Negative)
Arus balik kira kira nol dan tidak tergantung pada bias balik yang diterapkan. Jika
tegangan balik melebihi tegangan tembus (rusak), arus balik yang luas mengalir dan
dioda berada pada wilayah yang rusak dan akan menyebabkan kerusakan . Umumnya ,
tegangan balik tembus pada IR LED berakhir antara 3 dan 6 volt.

c. Pengaruh material terhadap nilai tegangan aktif


Untuk nilai tegangan aktif pada infrared LED tergantung dari bahan yang
digunakan sebagai bahan infrared tersebut. Sebagai contoh pada Galium Arsenide,
tegangan pada infrared LED sebesar 1V, untuk LED merah sebesar 1,8V dan untuk
LED hijau sebesar 2V.
Dapat disimpulkan semakin bagus bahan materialnya , maka semakin kecil nilai
tegangan aktif.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
d. Range Panjang Gelombang Spectrum

Cahaya Tampak (Eye) = 400 nm – 700 nm.


Si photo TR = 500 nm – 1100 nm.
GaP (hijau) = 495 nm – 570 nm.
GaP (merah) = 620 nm- 750 nm.

e. Karakteristik Intensitas Cahaya terhadap arah dan jarak

Karakteristik Intensitas cahaya terhadap arah yaitu saat sudut arah = 0 ,


intensitas cahaya didefinisikan 10 % , semakin bertambahnya sudut arah intensitas
cahaya akan berkurang atau berbanding terbalik. Sudut dari sumbu cahaya ke setengah
intensitas cahaya (50%) disebut setengah arah nilai sudut .

Karakteristik Intensitas cahaya terhadap jarak pada dasarnya intensitas cahaya


berbanding terbalik dengan kuadrat dari jarak juga merupakan suatu fungsi jarak antara
sumber dan pendeteksi.

f. Perbedaan IR LED dan Photodioda


IR LED bertindak sebagai Transmitter dan Photodiode sebagai Receiver.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
g. Penjelasan Rangkaian Modul Infrared
Pada rangkaian U1, menggunakan IC timer NE555. Diode D1 dan D2 untuk
mengontrol,periode keluaran pulsa. Pada rangkaian U2, digunakan untuk
memperkuat sinyal sebesar 1000x. pada rangkaian U3, digunakan untuk
memperkuat sinyal sebesar 22x. pada rangkaian U4, bertindak sebagai komparator.

h. Fungsi diode CR1 dan C4L1


Dioda CR1 : Sebagai diode pengaman dan mencegah potensial negative yang
berasal dari input counter.

Rangkaian C4L1 : Sebagai penyaring gangguan dan meneruskan sinyal yang


diterima ketika transmitter bersumber AC.

i. Aplikasi IR LED
 Alarm Inframerah
Menggunakan diode inframerah untuk memancarkan sinyal inframerah
phototransistor NPN digunakan sebagai sensor cahaya. Ketika manusia
melintas pada sinar infrared, TI dimatikan dan tegangan dari kolektor berubah
menjadi tinggi. TZ kemudian bekerja mengaktifkan LED merah dan Buzzer.

 Wireless Transceifer
Sirkuit LM386 bertindak sebagai modulator dan infrared LED bertindak
sebagai pemancar sinyal. Daya yang dikeluarkan oleh LM386 sebesar 4-12
VDC dan arus sebesar 3mA. Kapasitor antara pin 1 dan pin 8 meningkatkan
gain tegangan sebesar 800.
Adaptor wireless memancarkan sinyal kemudian router wireless
menerima sinyal dan melakukan decore data agar dapat terhubung.

3.3 Percobaan
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

ALAT YANG DIPERLUKAN


1. KL-6101B Trainer
2. KL-63010 Module
3. KL-63012 Module
4. KL-63013 Module
5. KL-68006 Angle/Distance Load
6. Oscilloscope (Optional Device)
7. Cl-18001 Power Supply Module (Optional Device)
Langkah Percobaan
- Percobaan 1
Tes Karakteristik Transduser Infra Merah dengan Arus DC
1. Letakkan module KL-63012 pada KL-61001B
2. Atur IR TRANCEIVER dan RECEIVER pada KL-68006 di sudut atau jarak load.
3. Hubungkan IR TRANCEIVER ke J1 dan J2, lalu RECEIVER ke J6 dan J7 pada
modul KL-63012. (sesuaikan polaritasnya).
4. Nyalakan power ke posisi ON.
5. Pilih MANUAL pada MODE SELECTOR.
6. Tekan tombol STATUS DISPLAY &DC RANGE untuk memilih 20V.
7. Sesuaikan VR2 untuk mendapatkan V+ di U3 = 0 V. gunakan KL-61001B DCV
untuk mengukur dan catat tegangan pada setiap jarak antar sumber dan detector
pada table 12-3
8. Diskusikan hubungan antara tegangan dan jarak pada table 12-3.
9. Atur jarak menjadi 10 cm. gunakan KL-61001B DCV untuk mengukur dan catat
besar tegangan pada setiap sudut yang ada pada table 12-4.
10. Diskusikan hubungan antara tegangan pada J11 dan setiap sudut yang disediakan
pada table 12-4.

- Percobaan 2
Tes karakteristik transduser infra merah dengan arus AC
1. Letakkan modul KL-63012 pada KL-61001B
2. Atur IR TRANCEIVER dan RECEIVER pada KL-68006.
3. Hubungkan IR TRANCEIVER ke J3 dan J4, lalu RECEIVER ke J6 dan J7.
4. Hubungkan J9 ke J10.
5. Nyalakan power ke mode ON.
6. Pilih MANUAL pada MODE SELECTOR.
7. Tekan tombol STATUS DISPLAY & DCV RANGE pada 20V.
8. Atur jarak menjadi 10 cm. gunakan osiloskop untuk mengamati keluaran dari
NE555. Dan sesuaikan VR1 untuk mendapatkan frekuensi transmisi.
9. Sesuaikan VR2 untuk mendapatkan hasil V+ dari U3 = 0V. gunakan KL-61001B
DCV untuk mengukur tegangan pada J11 untuk setiap frekuensi yang ada pada
table 12-5. Catat hasil pada table tersebut.
10. Diskusikan hubungna antara tegangan dan frekuensi yang ada pada table 12-5.
11. Sesuaikan VR1 untuk mendapatkan nilai VJ11 maksimum.
12. Gunakan KL-61001B DCV dan osiloskop untuk mengukur tegangan pada setiap
jarak antar sumber dan detector yang ada pada table 12-6. (sudut = 0).
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
13. Diskusikan hubungan antara tegangan dan jarak berdasarkan table 12-6.
14. Atur jarak sejauh 10 cm.Gunakan KL-61001B DCV untuk mengukur tegangan
pada J11 untuk setiap sudut yang ada di table 12-7.
15. Diskusikan hubungan antara tegangan dan sudut berdasarkan table 12-7

- Percobaan 3
Aplikasi Infrared Transducer pada event counter
1. Letakkan modul KL-63010 dan KL-61001B.
2. Atur IR TRANSCERIVER dan RECEIVER pada KL-68006.Atur jarak sejauh 10
cm.
3. Hubungkan IR TRANSCERIVER ke J1 dan J2,lalu RECEIVER ke J6 dan J7
pada modul KL-63012.
4. Lengkapi koneksi berikut :

5. Nyalakan power ke posisi on


6. Gunakan benda atau tangan untuk melewati sorotan cahaya infrared, amati dan
catat hasil yang terjadi pada counter.
7. Jika tidak terjadi apapun pada counter,sesuaikan VR2 lalu ulangi kembali langkah
ke 7

- Percobaan 4
Aplikasi Infrared Tranducer pada Remote Controller
1. Letakkan Modul KL-63010 dan KL-63013 pada KL-61001B
2. Lengkapi koneksi pada KL-61001B berikut ini
Sesuaikan knob POTENTIOMETER pada arah jam 12

3. Set IR TRANSCEIVER dan RECEIVER pada KL-68006


4. Hubungkan IR TRANCERIVER pada J1 dan J2, lalu RECEIVER pada J3 dan J4
masing-msing pada KL-63013
5. Nyalakan power pada posisi ON . Display juga harus menyala
6. Atur jarak sejauh 30 cm , Ginakan osiloskop untuk mengamati sinyal keluaran
dari U4 , Sesuaikan VR2 untuk mendapatkan sinyal persegi.
7. Tekan SW pada KL-63013, amati display pada KL-63020 dan catat hasil dari
setiap LED pada table 12-8.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

3.4 Data Hasil Percobaan


- Percobaan 1
Tabel 12-3
Jarak 5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
J8 (V) -10,213 -9,725 -4,387 -2,902 -2,27 -2,003
J11 (V) 10,908 10,912 10,913 10,912 10,913 10,913

Kurva Hubungan antara Tegangan dan Jarak (12-3)


15

10

0
5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
-5

-10

-15

J8 (V) J11 (V)

Tabel 12-4
Sudut -90 -60 -30 0 30 60 90
J11 (V) 10,913 10,913 10,913 10,913 10,913 10,913 10,913

Hubungan antara Tegangan dan Sudut dengan


jarak 10 cm (12-4)
12

10

0
-90 -60 -30 0 30 60 90

J11 (V)
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
- Percobaan 2
Tabel 12-5
Frekuensi 1KHz 5KHz 10KHz 15KHz 20KHz 25KHz 30KHz 35KHz 40KHz 45KHz
J11 (V) 9,273 2,986 2,93 2,965 2,928 2,898 2,882 2,948

Hubungan Frekuensi dengan Tegangan (12-5)


10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1KHz 5KHz 10KHz 15KHz 20KHz 25KHz 30KHz 35KHz 40KHz 45KHz

Tabel 12-6
Jarak 5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
J8 (V) 10,22 9,359 6,455 3,759 2,922 2,327
J11 (V) -7,282 -5,785 -3,408 -2,705 -2,655 -2,599

Kurva Hubungan antara Tegangan dan Jarak (12-6)

12
10
8
6
4
2
0
-2 5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
-4
-6
-8
-10

J8 (V) J11 (V)


SENSOR 1
Kelas : 2AEB

Tabel 12-7
Angle (deg) -90 -60 -30 0 30 60 90
J11 (V) 1,582 1,95 7,485 9,227 3,213 1,918 2,015

Hubungan antara Tegangan dan Sudut dengan jarak


10 cm (12-7)

10

0
-90 -60 -30 0 30 60 90

J11 (V)

- Percobaan 3

- Percobaan 4
Tabel 12-8
Switch No Block Block
Status SW1 SW2 Middle SW1 SW2 Middle
CR6 √ × √ √ × ×
CR7 × √ × × √ √
CR9 √ √ √ √ √ √

3.5 Analisa

3.6 Kesimpulan
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

BAB 4
TRANSDUSER ULTRASONIC

4.1. Tujuan

1. Mengerti karakteristik dari gelombang ultrasonic.


2. Mengerti pembangkit dari gelombang ultrasonic dan desain dari vibrator.
3. Mempelajari pemancaran/pengiriman dan penerimaan dari gelombang ultrasonic.
4. Mempelajari pengaplikasian dari transduser ultrasonic dalam bidang control
kenaikan bertingkat dan instrumentasinya.

4.2. Latar Belakang

Gelombang Ultrasonic adalah gelombang elektromagnetik yang dapat


merambat melalui berbagai macam medium seperti zat cair, padat dan gas. Yang
terpenting yaitu cepat rambat gelombang ultrasonik dan efek dari kecepatan gelombang
yang disebabkan oleh massa jenis, viskositas dan elastisitas pada zat cair, padat dan gas
yang mana zat tersebut melalui gelombang suara yang erambat pada karakteristik yang
paling berguna pada ultrasonik diantaranya untuk industri, militer dan aplikasi
pengukuran.
Kegunaan ultrasonik secara luas diantaranya yaitu digunakan dalam
perindustrian militer, pengukuran dan bidang kesehatan. Dalam aplikasi pengukuran
terdapat keunggulan menggunakan ultrasonik diantaranya yaitu teknik pengukuran
ultrasonik digunakan untuk pengukuran level cairan dan aliran dimana teknik tersebut
sama saja dengan teknik gema pada sensor yang mana pulsa pada energi ultrasonik
tersebut ditransmisikan dan pengembalian gema dari media atau target yang dianalisis.
Selain itu gelombang ultrasonik merambat lebih pelan 100.000 kali daripada
gelombang elektromagnetik. Hal ini memudahkan untuk informasi waktu, variabel
delay dan lain-lain pada saat gelombang ultrasonik tersebut.
Gelombang ultrasonik didalam material dapat merambat dengan 3 macam pola
gelombang yang sering digunakan diantaranya yaitu :
- Gelombang Logitudinal
- Gelombang Transversal
- Gelombang Permukaan
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
- Gelombang Lentur (Flexural)
Cara kerja transducer ultrasonik yaitu sensor penerima terdiri dari transduser
vibrator keramik dan sirkuit penguat, transduser menerima gelombang yang
menimbulkan getaran mekanis mengubahnya menjadi energi listrik sebagai keluaran
dari penerima sensor. Frekuensi yang-dipancarkan oleh ultrasonik biasanya dari 20
KHz hingga Ultra-High Frekuensi (UHF) antara 1 GHz digunakan untuk
telekomunikasi.
Impedansi akustik adalah ukuran hambatan yang diberikan oleh suatu medium
terhadap rambatan gelombang ultrasonik. Impedansi akustik (Z) dari suatu materiak
didefinisikan sebagai perkalian antara kerapatan (p) dengan kecepatan rambat
gelombang suara (c)
Z=p.c
Z = Impedansi akustik (kg/m2s)
p = massa jenis (kg/m3)
c = laju gelombang (m/s)
Impedansi akustik mempunyai beberapa pengaruh terhadap perambatan
gelombang ultrasonik, diantaranya :
- Menentukan transmisi dan refleksi dari gelombang suara pada batasan 2 material yang
memiliki impedansi akustik yang berbeda.
- Desain pada transduser ultrasonik
- Menaksir tingkat penyerapan suara pada suatu medium.

Metode-metode pembangkitan gelombang ultrasonik diantaranya :


Piezoelectric vibrator
Bioskop elektrik vibrator berdasar pada efek piezoelektrik materialnya berupa
kuarsa, garam Rochelle dan amonium dihidrogen fosfat (ADP). Ketiga material ini
bentuknya berupa kristal.
Electrostatic vibrator
Metode ini menggunakan proses sintering material elektro street thief dapat
dibentuk ke vibrator ultrasonic dari bentuk dan dimensi apapun untuk
menghasilkan osilasi tegangan tinggi dc dengan polaritas bolak-balik harus
diterapkan ke elektroda pada vibrator elektrik elektrostatik. Mode getar dari elektro
defibrator terdiri dari radial panjang longitudinal ketebalan slide dan rongga
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

Magnetostrictive vibrator
Jika batang magnet ditempatkan di sebuah bidang magnet panjang batang akan
berubah sepanjang arah gaya magnet fenomena ini disebut efek magnetostrictive
vibrator.

Transmitter terdiri dari osilator sebesar 40 khz dan sebuah driver ketika switch
S1 dalam keadaan off potensial rendah pada usia tua memaksa output ke potensial
tinggi arus mengalir melalui R3 R1 dan C1 jadi tegangan C1 menjadi tinggi tegangan
tinggi ini berakibat output dari USA tua tetap tinggi dan osilator tidak ada osilasi
Ketika S1 dalam keadaan on output U1 berubah ke tegangan rendah C1 mulai
berubah atau melepaskan ketegangan atau potensial proses pengisian dan pelepasan
pada C1 akan berulang prosesnya output U1 c danau satu dek melengkapi satu sama
lain sehingga amplitudo transmitter digandakan.
Cara kerja rangkaian receiver yaitu Q1 dan Q2 dihubungkan sebagai cwcade
amplifier untuk menguatkan sinyal yang diterima oleh ultrasonic receiver U2 adalah
voltage follower (penguat tidak membalik tegangan). Rangkaian filtrasi dan rectifying
sirkuit (alternating current mengkonversi ke direct current) disusun oleh CR dan C3
mengkonversi AC ke DC ketika tidak ada gangguan DC tetap tinggi dan alarm
dimatikan oleh komparator ketika gelombang ultrasonik diberi gangguan sinyal lemah
diterima oleh receiver dan DC menjadi rendah sehingga alarm tidak dinyalakan.

4.3. Alat Percobaan


1. KL 6100 1B
2. KL 63014 modul
3. KL 68006 sudut atau jarak muatan
4. Osiloskop dalam kurung opsional device

4.4. Langkah Percobaan


4.4.1. Ultrasonic transducer karakteristik test
1. Tempatkan modul KL-63014 pada KL-61001B.
2. Atur pemancar ultrasonic KF-T936 dan penerima KF-R936 pada KL-68006 sudut
atau jarak muatan.
3. Hubungkan KF-T9360 J1 J2; dan KF-R936 ke J3, J4 pada modul KL-63014.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
4. Lengkapi koneksi KL-61001B sebagai berikut.

5. Hidupkan daya dan layar harus hidup.


6. Pilih MANUAL pada MODE SELECTOR.
7. Tekan tombol STATUS DISPLAY dan DCV RANGE ke 20V.
8. Hidupkan S1 dari KL-63014 dan atur VR1 untuk mendapatkan frekuensi sampai
40 KHz.
9. Gunakan Osiloskop untuk mengukur dan mencatat amplitudo pada J3 dan
tegangan pada J10 untuk setiap jarak pada tabel 13-8 (Sudut = 0).
*Sudut = nol yang berarti pemancar ultrasonik diproyeksikan secara langsung ke
receiver.

10. Diskusikan hubungan antara tegangan dan jarak pada tabel 13-8.
11. Atur jarak 20 cm. Gunakan KL-61001B DCV untuk mengukur dan mencatat
tegangan pada J10 untuk setiap sudut pada tabel 13-9.

12. Diskusikan hubungan antara tegangan dan sudut pada tabel 13-9.

4.4.2. Penerapan pemancar ultrasonic pendeteksi jarak gangguan


1. Letakkan model KL-63014 pada KL-61001B.
2. Pasang pemancar ultrasonic KF-T936 dan penerima KF-R936 pada KL-
68006.
3. Hubungkan KF-T936 J1 J2 dan KF-R936 ke J3, J4 pada KL-63014.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB
4. Lengkapi hubungan KL-61001B sebagai berikut.

5. Hidupkan daya dan layar harus hidup


6. Atur jarak sampai 20 cm. Hidupkan S1 pada modul KL-63014.
7. Sesuaikan POTENSIOMETER untuk mendapatkan VJ10 > VVR2. Bel harus
mati karena ultrasonic tidak terganggu.
8. Tutup gelombang ultrasonik yang lewat dengan buku, tangan, pulpen, atau
kawat dan kemudian amati bentuk gelombang pada osiloskop dan BEL.
*Sesuaikan sensitivitas dengan menyesuaikan POTENSIOMETER.
4.5.Data

Percobaan 1
Tabel 13-8
Jarak 5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
J3 (Vp-p) 220 120 70 20 24 50
[mV]
J10 (V) 2,328 1,260 0,215 0,215 0,212 0,212
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

Grafik Jarak Terhadap J10 (V)


2.500

2.000

1.500

1.000 J10 (V)

0.500

0.000
5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
JARAK

Grafik Jarak Terhadap J3 (Vp-p) [mV]


250

200

150

100 J3 (Vp-p) [mV]

50

0
5 cm 10 cm 15 cm 20 cm 25 cm 30 cm
JARAK
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

Bentuk Gelombang pada Oscilloscope

220 mV 120 mV

20 mV 70 mV

Tabel 13-9
Sudut -90° -60° -30° 0° 30° 60° 90°
J10(V) 0,214 0,214 0,214 0,214 0,214 0,214 0,214
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

Grafik Sudut terhadap J10(V)


0.25

0.2

0.15

0.1 J10(V)

0.05

0
-90° -60° -30° 0° 30° 60° 90° Sudut

4.6.Analisa

Pada saat melakukan percobaan 1 (terlihat pada tabel 13-8) bahwa pengaruh
tegangan pada J3 terhadap jarak pemancar dan penerima ultrasonik yaitu semakin
jauh jaraknya maka semakin kecil tegangan yang dihasilkan pada J3. Dan pengaruh
tegangan pada J10 terhadap jarak antar pemancar dan penerima ultrasonik yaitu
semakin jauh jaraknya maka semakin kecil tegangan pada J10. Akan tetapi pada
jarak lebih dari 10 cm tegangan pada J10 tidak berubah banyak.
Kemudian untuk percobaan 1 diuji kembali dengan jarak antar penerima dan
pemancar ultrasonik yaitu sejauh 20 cm. Ketika sudut diubah dengan range -90 –
90 derajat maka tegangan di J10 tidak berpengaruh apa-apa.
Untuk percobaan 2 ketika pemancar dan penerima ditutup oleh tangan, maka
bentuk gelombang tidak berpengaruh. Tetapi ketika suara BUZZER dinyalakan
maka gelombang yang terlihat pada oscilloscope bentuknya menjadi terganggu dan
tidak beraturan (terlihat pada gambar dibawah).

Gambar gelombang terganggu ketika buzzer dinyalakan


SENSOR 1
Kelas : 2AEB

4.7.Kesimpulan

Jadi dalam praktikum kali ini dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Semakin jauh jarak pemancar dengan receiver maka tegangan keluarannya
akan semakin kecil.
2. Sudut pemancar maupun receiver tidak berpengaruh terhadap tegangan
keluarannya.
3. Gelombang output akan mengalami gangguan ketika terdapat suara bising
disekitar pemancar dan receiver.
SENSOR 1
Kelas : 2AEB

Anda mungkin juga menyukai