KELOMPOK I
1. NANA SUHANA
2. M. DEDY MARDIANSYAH
3. LIA YULIATI
4. TONY YUANTO
5. YUNITA DEWI
Kerjasama
Research Center For Conflict and Policy (RCCP)
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang
dengan
Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan (Pusbindiklatren)
BAPPENAS RI
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mengikuti pendidikan
dan pelatihan penjenjangan fungsional perencana muda kerjasama antara Research
Centre for Conflict and Policy Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
(RCCP FIA – UB) dengan Pusbindiklatren Bappenas RI. Tak lupa pula Tim Penyusun
mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini
Salam Lestari,
Tim Penyusun
ii
I. PENDAHULUAN
Daya tarik utama Gunung Bromo adalah statusnya yang merupakan gunung aktif,
kemudahannya untuk didaki, serta fenomena kawah Bromo di tengah kaldera Gunung
Tengger (crater on the crater) yang dikelilingi oleh hamparan Laut Pasir. Sampai tahun
2007, telah tercatat 52 kali letusan gunung api Bromo. Saat kondisi aktif normal, Gunung
Bromo merupakan obyek wisata yang sangat menarik untuk dinikmati, namun saat terjadi
erupsi/letusan, Gunung Bromo merupakan sumber potensi bahaya yang mengancam
keselamatan manusia yang ada di sekitarnya (Badan Meteorologi dan Geofisika, 2007).
3
Perlu juga mendapat perhatian bahwa dalam upaya pengembangan pariwisata di
samping dampak positif bagi masyarakat sekitar objek juga menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat sekitar. Sehubungan dengan hal tersebut dalam upaya pengembangan
objek wisata perlu diperhitungkan dampak negatif yang ditimbulkan demi kelestarian
objek wisata tersebut maupun kelestarian fungsi lingkungan sekitar kawasan wisata.
Pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
ternyata mempunyai dampak terhadap lingkungan sekitar baik langsung maupun tidak
langsung, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal yang sama juga
terjadi dalam pengembangan pariwisata, dimana disamping pengembangan pariwisata itu
sendiri menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar objek wisata,
pengelolaan lingkungan dan pengelolaan objek wisata itu sangat mempengaruhi kelestarian
fungsi lingkungan dan objek wisata itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut
permasalahan yang utama yang perlu mendapatkan jawaban tuntas adalah bagaimana
pengembangan pariwisata dan pelestarian fungsi lingkungan sekitar kawasan wisata ini
dapat dilaksanakan dengan baik dalam arti berorientasi pada upaya pelestarian objek
wisata dan pelestarian fungsi lingkungan sekitar.
1.3 Tujuan
4
1.4 Sistematika Penulisan
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Permasalahan Umum
1.3 Tujuan
II. Tinjauan Pustaka
III. Profil Wilayah
2.1. Letak Administrasi
2.2. Iklim
2.3. Geologi
2.4. Flora dan Fauna yang di Lindungi
2.5. Potensi wisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
IV. Hasil dan Pembahasan
4.1. Permasalahan Sampah
4.2. Permasalahan Kebakaran Hutan
V. Simpulan dan Saran
5.1. Simpulan
5.2. Saran
Daftar Pustaka
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kata pariwisata secara umum telah diterima sebagai terjemahan dari kata tourism
(Inggris), atau toerisme (Belanda). Pemaknaan yang demikian sebenarnya rancu.
Kerancuan ini terjadi karena kata pariwisata berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “pari”
yang berarti seluruh, semua dan penuh dan “wisata” yang berarti perjalanan. Jadi
pariwisata berarti perjalanan penuh, yaitu berangkat dari sesuatu tempat, menuju dan
singgah di suatu atau beberapa tempat dan kembali ke tempat asal. Dalam bahasa Inggris
dikenal kata travel, tour dan tourism. Kata travel dapat diterjemahkan dan mempunyai arti
yang sama dengan kata perjalanan atau wisata. Kata tour berarti perjalanan keliling yang
sebenarnya sama artinya dengan kata pariwisata. Istilah ism yang melekat pada tour
mengacu pada paham dan fenomena yang terkait dengan pengertian tour. Disamping itu
kata tourism sering diartikan sebagai tour yang terorganisir (A. Reni Widyastuti, 2010).
Pakar pariwisata dari Swiss yaitu Hunziker dan Krapt menyatakan bahwa : “Tourism
is the sum of the phenomena and relationships arising from the travel and stay of non
residents, in so far they do not lead to permanent residence and are not connected with any
earning activity” (H.Kodyat, 1996).
Industri pariwisata yang oleh G.A Schmoll dalam bukunya Tourism Promotion
dideinisikan sebagai:“Tourism is a hightly decentralized industry consisting of enterprises
different in size, location, function, type organization, range of service provided and
method used to market and sell them” (G.A.Schmoll,1977).
Dengan demikian pariwisata bukan merupakan industri yang berdiri sendiri, tetapi
merupakan industri yang terdiri dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa atau
produk yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan itu tidak hanya dalam jasa yang
dihasilkan, tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi tempat kedudukan, letak
geograis, fungsi, bentuk organisasi yang mengelola dan metode atau cara pemasarannya.
Definisi lain yang lebih representatif adalah dikemukakan oleh Krippenddorf: “To be
considered as tourist enterprice are all business entities which provide goods and services
6
of wahtever kind which directly satisfy tourist needs and doing so have contact with
tourists in the normal cource of their activities. It is irrelevant wheter these enterprises
provide their services exclusively, predominantly or only occasionally to tourist”
(G.A.Schmoll,1977).
Pelestarian berasal dari kata “lestari” yang mempunyai makna langgeng, tidak
berubah. Apabila kata lestari ini dikaitkan kepada lingkungan, maka berarti bahwa
lingkungan itu tidak boleh berubah, tetap dalam keadaan aslinya. (Koesnadi
Hardjasoemantri, 1999).
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1
ayat 1 Undang undang RI nomor 32 Tahun 2009).
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu
yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (Pasal 1
ayat 2 Undang undang RI nomor 32 Tahun 2009).
Sedangkan pada Pasal 1 ayat 6 Undang undang RI nomor 32 Tahun 2009 bahwa
Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
7
Hal ini penting ditandaskan karena dengan kekuasaannya atas alam tersebut, manusia tidak
mampu melepaskan diri dari ketergantungannya kepada alam. Dengan demikian,
kehidupan manusia memuat dalam dirinya sebagian alam dan ketergantungan kepada
lingkungan materiil. Sehingga alam merupakan wajah manusiawi dan tidak hanya sebagai
tempat pengurasan oleh homo faber (Koesnadi Hardjasoemantri, 1999).
Gunung api Bromo merupakan gunung aktif tipe A, yaitu gunung api yang
kegiatannyaatau letusannya tercatat dalam sejarah sejak tahun 1600 (Bronto, 2001).
Sedangkan Suliyanto (2002) menyatakan bahwa batu/lava pijar merupakan pecahan
batuan gunung api yang dilontarkan dari kawah pada saat gunung api meletus. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa lontaran batu pijar hanya terdapat dan tersebar didalam
Kaldera Tengger dengan radius 2-5,5 km dari pusat kawah Bromo meliputi sekeliling
Gunung Bromo, Laut Pasir, gunung Kursi, Gunung Segarawedi dan Gunung Widodaren
yang terletak berdekatan dengan Gunung Bromo. Kawasan yang berpotensi terkena hujan
abu lebat dan kemungkinan lontaran batu (pijar) terutama apabila tingkat letusan Gunung
Bromo membesar atau mencapai puncaknya meliputi daerah mulai dari pematang Kaldera
Tengger hingga radius 6 km yang berpusat di Kawah Bromo yang memiliki luas 63 km2
(Badan Meteorologi dan Geofisika, 2007).
8
III. PROFIL WILAYAH
3.1.Letak Administratif
Letak geografis Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah 7°51’ - 8°11’ LS,
112°47’ - 113°10’ BT. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah taman nasional di
Jawa Timur, Indonesia, yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Pasuruan,
Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo. Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (TN BTS) merupakan kawasan konservasi dengan luas 50.276,20
Ha. TN BTS merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki kekhasan
berupa fenomena alam yang unik yaitu kaldera di dalam kaldera. TN BTS menjadi Taman
Nasional pada tanggal 14 Oktober 1982. Menurut surat pernyataan Menteri Agraria Nomor
736 / X / 1982., dengan daerah yang luas 5.000 Ha yang menjadi Taman Nasional. Setelah,
pada tanggal 23 Mei, 1997 melalui Surat Keputusan Menteri AgrariaNomor : 278 / Kpts
VI / 1997 tentang menandakan penunjukan daerah luas 50.276.20 Ha sebagai Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru. Kawasan ini dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) yang dibagi ke dalam 7 zona, yaitu : Zona Inti,
Rimba, Pemanfaatan, Rehabilitasi, Tradisional, Khusus dan Religi.
9
Tabel 3. 1. Luas Kawasan Berdasarkan Pembagian Zonasi
3.2. Iklim
Berdasarkan klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson, iklim di kawasan taman
nasional termasuk iklim tipe A meliputi daerah semeru, tipe B dengan nilai Q sebesar
14,36% dan curaj hujan rata-rata 6604,4 mm/tahun. Kelembaban udara di sekitar laut pasir
cukup tinggi yaitu maksimal mencapai 90 - 97% dan minimal 42 - 45% dengan tekanan
udara 1007 - 1015,7 mm Hg. Suhu udara rata-rata berkisar antara 5°C - 22°C. Suhu
terendah terjadi pada saat dini hari di puncak musim kemarau antara 3°C - 5°C bahkan di
beberapa tempat sering bersuhu di bawah 0°C (minus). Sedangkan suhu maksimum
berkisar antara 20°C - 22°C.
3.3.Geologi
Berdasarkan peta geologi Jawa dan Madura skala 1 : 500.000 dari Direktorat Geologi
Indonesia tahun 1963, formasi kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
10
merupakan hasil gunung api kuarter muda sampai kuater tua. Sedangkan topografi taman
nasional berada pada ketinggian 750 - 3.676 m dpl, keadaan topografinya bervariasi dari
bergelombang dengan lereng yang landai sampai berbukit bahkan bergunung dengan
derajat kemiringan yang tegak. Secara umum kawasan taman nasional merupakan dataran
tinggi yang terdiri dari komplek Pegunungan Tengger di utara dan komplek Gunung
Jambangan di sebelah selatan.
Terdapat sekitar 137 jenis burung, 22 jenis mamalia dan 4 jenis reptilia di taman
nasional ini. Satwa langka dan dilindungi yang terdapat di taman nasional ini antara
lain luwak (Pardofelis marmorata), rusa (Cervus timorensis), kera ekor panjang (Macaca
fascicularis), kijang (Muntiacus muntjak), ayam hutan merah (Gallus gallus), macan
tutul (Panthera pardus), ajag (Cuon alpinus); dan berbagai jenis burung seperti burung
alap-alap (Accipiter virgatus), rangkong (Buceros rhinoceros silvestris), elang ular
bido (Spilornis cheela bido), srigunting hitam (Dicrurus macrocercus), elang
bondol (Haliastur indus), dan belibis yang hidup di Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu
Kumbolo.
Elang Jawa atau dalam nama ilmiahnya Nisaetusbartelsi adalah salah satu spesies
elang berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan
lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan
sebagai maskot satwa langka Indonesia. Elang jawa juga masuk dalam daftar satwa yang
dilindungi, sehigga penangkapan, perdagangan maupun pemeliharaannya dilarang oleh
Undang-undang. Semua ini untuk memastikan agar elang jawa tetap lestari dihabitatnya.
Karakteristik Elang Jawa adalah bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan
panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor). Kepala berwarna
coklat kemerahan, dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm)
dan tengkuk yang coklat kekuningan. Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan
kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan
keputihan dengan garis hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret
11
hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah
bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang
sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki
menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap
dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis.
Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.
Elang Jawa dianggap dewasa ketika berumur 3 atau 4 tahun dan hanya berbiak satu
atau dua tahun sekali. Elang Jawa hanya bisa bertelur satu butir yang akan dierami selama
sekitar 47 hari. Setelah anaknya lahir, selama 1,5 tahun anak Elang Jawa itu akan hidup
bersama induknya. Dengan perkembangbiakan yang lambat tersebut itu juga memicu
rendahnya laju survivalnya.
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat hingga ujung timur.
Namun demikian penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan
di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan.
Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Elang Jawa menyukai
ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-
tempat yang lebih tinggi.
Potensi Obyek Wisata Alam dan Budaya yang terdapat di Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru sangat banyak dan bervariasi. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa
laut pasir seluas 5.250 hektar, yang berada pada ketinggian ± 2.100 meter dari permukaan
laut. Di laut pasir ditemukan tujuh buah pusat letusan dalam dua jalur yang silang-
menyilang yaitu dari timur-barat dan timur laut-barat daya. Dari timur laut-barat daya
inilah muncul Gunung Bromo yang termasuk gunung api aktif yang sewaktu-waktu dapat
mengeluarkan asap letusan dan mengancam kehidupan manusia di sekitarnya (± 3.500
jiwa).
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-
selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran
dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo. Suku Tengger yang berada di sekitar taman
nasional merupakan suku asli yang beragama Hindu. Menurut legenda, asal-usul suku
tersebut dari Kerajaan Majapahit yang mengasingkan diri. Uniknya, melihat penduduk di
sekitar (Suku Tengger) tampak tidak ada rasa ketakutan walaupun mengetahui Gunung
Bromo itu berbahaya, termasuk juga wisatawan yang banyak mengunjungi Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru pada saat Upacara Kasodo.
13
menantang sekaligus mengerikan. Sebab tidak jarang diantara mereka jatuh ke dalam
kawah.
Selain obyek wisata alam, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru juga terdapat
wisata budaya yang berasal dari budaya suku asli yang mendiami wilayah tersebut, yaitu
suku Tengger.
Berikut ini beberapa obyek wisata yang terdapat di Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru :
a) Ranu Kumbolo
Ranu Kumbolo (8 ha) terletak pada ketinggian 2390 m dpl antara Ranu
Pani dan Gunung Semeru. Secara historis geologis, Ranu Kumbolo terbentuk
dari massive kawah Gunung Jambangan yang telah memadat sehingga air yang
tertampung secara otomatis tidak mengalir ke bawah secara gravitasi. Ranu
Kumbolo hingga saat ini merupakan potensi obyek wisata yang menarik. Daya
tariknya antara lain bahwa pada lapangan yang relatif tinggi dari permukaan laut
terdapat danau/telaga dengan airnya yang jernih sehingga banyak menarik
14
wisatawan untuk mengunjungi tempat ini. Bagi para pendaki, Ranu Kumbolo,
merupakan tempat pemberhentian/istirahat sambil mempersiapkan perjalanan
berikutnya. Daya tariknya, di pinggir sebelah barat danau terdapat prasasti
peninggalan purbakala. Diduga prasasti ini merupakan peninggalan jaman
kejayaan Kerajaan Majapahit, namun hingga saat ini belum diperoleh kepastian.
Khusus di perairan danau, kita dapat menyaksikan kehidupan satwa
migran burung belibis. Bagi para pengamat lingkungan, Ranu Kumbolo
sebetulnya merupakan laboratorium alam yang cocok bagi kegiatan penelitian
dan observasi lapangan yang sarat dengan kandungan ilmu pengetahuan.
Fasilitas yang ada di Ranu Kumbolo yaitu Pondok Pendaki (70 M2) dan MCK
yang dimanfaatkan para pendaki untuk beristirahat, disamping terdapatnya
lapangan yang relatif datar untuk sarana berkemah. Kebutuhan air dapat
terpenuhi dari air danau.
b) Kalimati
c) Arcopodo
15
d) Padang Rumput Jambangan
Daerah padang rumput ini terletak di atas 3200 m dpl, merupakan padang
rumput yang diselang-selingi tumbuhan cemara, mentigi dan bunga Edelwis.
Topografi relatif datar pada jalur pendakian ini, beberapa tempat yang teduh
menampakkan sebagai tempat istirahat yang ideal untuk menikmati udara yang
sejuk.
Dari tempat ini terlihat Gunung Semeru secara jelas menjulang tinggi
dengan kepulan asap menjulang ke angkasa serta guratan/alur lahar pada seluruh
tebing puncak yang mengelilingi berwarna perak. Di tempat ini para pendaki
maupun fotografer sering mengadakan atraksi keunikan dan gejala alam gunung
api yang selalu mengeluarkan asap dan debu, merupakan suatu panorama alam
yang menakjubkan.
Daerah ini merupakan padang rumput yang luasnya sekitar 100 ha berada
pada sebuah lembah yang dikelilingi bukit-bukit gundul dengan type ekosistem
asli tumbuhan rumput. Lokasinya berada di bagian atas tebing yang bersatu
mengelilingi Ranu Kumbolo. Padang rumput ini mirip sebuah mangkok
berisikan hamparan rumput yang berwarna kekuning-kuningan, kadang-kadang
pada beberapa tempat terendam air hujan.
f) Cemoro Kandang
g) Pangonan Cilik
16
sekitarnya dengan konfigurasi berbukit-bukit gundul yang bercirikan rumput
sebagai type ekosistem asli, sehingga memberikan daya tarik tersendiri untuk
dikunjungi.
a) Kaldera Tengger
Daya tarik utama TN-BTS adalah gejala alam yang unik dan spektakuler
yang dapat dinikmati dan didekati dengan mudah. Kaldera Tengger dengan 5
(lima) buah gunung yang berada didalamnya merupakan daya tarik tersendiri,
termasuk kisah geologi terbentuknya gunung-gunung tersebut. Kaldera Tengger
ini secara administrasi pemerintahan terdapat di Kab. Probolinggo. Desa terdekat
dari Kaldera Tengger adalah Cemorolawang (±45 Km dari Probolinggo), dapat
ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum atau carter jeep. Sedangkan
dari Cemorolawang apabila ingin turun dan menyusuri lautan pasir Kaldera
Tengger dapat menggunakan kuda, jeep atau jalan kaki. Fasilitas yang tersedia di
Cemorolawang relatif lengkap antara lain shelter, plasa, penginapan (hotel,
homestay, dll), rumah makan, wartel, souvenir shop, MCK umum, dll.
b) Gunung Bromo
Gunung Bromo merupakan salah satu gunung dari lima gunung yang
terdapat di komplek Pegunungan Tengger di laut pasir. Daya tarik gunung ini
adalah merupakan gunung yang masih aktif dan dapat dengan mudah
didaki/dikunjungi. Obyek wisata Gunung Bromo ini merupakan fenomena dan
atraksi alami yang merupakan salah satu daya tarik pengunjung. Kekhasan gejala
alam yang tidak ditemukan di tempat lain adalah adanya kawah di tengah kawah
(creater in the creater) dengan hamparan laut pasir yang mengelilinginya.
Bagi pengunjung yang ingin melihat lebih dekat dan menghirup aroma
asap vulkanik wisatawan dapat naik ke puncak Bromo. Untuk sampai di puncak
Gunung Bromo telah disediakan tangga dari beton. Bila kita sampai di puncak
maka tampak kawah Bromo yang menganga lebar dengan kepulan asap yang
keluar dari dasarnya yang menandakan gunung ini masih aktif. Dari puncak
17
inilah pengunjung dapat menikmati/menyaksikan kawah Bromo dengan
kepulan-kepulan asapnya yang relatif tipis, serta ke arah belakang dapat
menyaksikan keindahan panorama hamparan laut pasir dengan siluet alamnya
yang mempesonakan.
Daya tarik lainnya, adalah bahwa gunung ini merupakan tempat bagi
berlangsungnya acara puncak upacara ritual masyarakat Tengger (Kasada) yakni
berupa pelemparan hasil bumi sebagai persembahan ke kawah Gunung Bromo.
Upacara inilah yang menarik wisatawan untuk menyaksikan acara yang hanya
berlangsung satu tahun sekali.
c) Gua/Gunung Widodaren
Masih di sekitar gua, tepatnya di bagian samping gua tedapat sumber air
yang tak pernah kering. Menurut kepercayaan masyarakat Tengger air dari
sumber tersebut merupakan air suci yang mutlak diperlukan bagi peribadatan
mereka, misalnya sebagai contoh dalam Upacara Kasada pasti didahului dengan
Upacara pengambilan air suci dari Gua Widodaren (Medhak Tirta). Disamping
itu pada masyarakat Tengger ada kepercayaan bahwa khasiat air dari gua ini
dapat membuat awet muda seseorang serta dapat mendekatkan jodoh bagi yang
lajang.
Untuk dapat mencapai obyek ini, telah dibuat jalan setapak yang sempit
dengan kemiringan yang agak curam. Untuk itu kepada pengunjung disarankan
untuk berhati-hati pada saat berjalan melalui jalan ini. Daya tarik lainnya, bila
kita sudah tiba di gua, kita akan dapat menyaksikan pemandangan alam yang
indah kebagian bawah yakni laut pasir dan sekitarnya. Suasana indah yang lebih
18
mengagumkan lagi manakala kita menikmati panorama ini disaat fajar dengan
kemilau mentari kekuning-kuningan tampak di hadapan kita.
d) Gunung Batok
e) Gunung Pananjakan
b) Gua Widodaren
19
didalamnya terdapat batu besar (sebagai altar) untuk menempatkan sesajian atau
menaruh nadar yang sekaligus sebagai tempat bersemedi khususnya masyarakat
Tengger untuk memohon kepada Sang Hyang Widi. Masih di sekitar gua,
tepatnya di bagian samping gua terdapat sumber air yang tak pernah kering.
Menurut kepercayaan masyarakat Tengger air dari sumber tersebut merupakan
air suci yang mutlak diperlukan bagi peribadatan mereka, sebagai contoh adalah
upacara pengambilan air suci dari Gua Widodaren (Medhak Tirta) yang
dilakukan sebelum Upacara Kasada. Disamping itu air dari gua ini dipercaya
masyarakat Tengger berkhasiat dapat membuat awet muda serta mendekatkan
jodoh bagi yang lajang.
Sumur lava ini berada di tengah Kaldera Tengger tepatnya di laut pasir Blok
Kutho, dari kejauhan tampak seperti tumpukan bata bekas kerajaan. Masyarakat
setempat menamakan sumur/gua lava ini sebagai Sumur Pitu. Sumur Pitu/Gua
Lava ini terbentuk dari proses geo vulkanik yang merupakan proses dari letusan
Gunung Bromo.
20
e) Prasasti Ranu Kumbolo
Prasasti ini terletak di tepi danau Ranu Kumbolo. Diduga prasasti ini masih
terkait dengan peninggalan Kerajaan Majapahit, yang menceritakan perjalanan
Mpu Kameswara untuk mencapai kesucian atau kesempurnaan diri.
f) Prasasti Arcopodo
g) Pure Ngadas
h) Vihara Ngadas
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi di Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru adalah kawasan Laut Pasir. Keunikan alam yang dimiliki kawasan Laut Pasir yaitu
hamparan pasir yang mengelilingi Gunung Bromo dan membentuk kaldera yang luas.
Panorama alam yang indah membuat kawasan Laut Pasir memiliki daya tarik wisata.
Kawasan Laut Pasir merupakan salah satu wilayah kerja Resort Pengelolaan Taman
Nasional (RPTN) Wilayah Tengger Laut Pasir, dengan luas 5,920 hektar (BBTNBTS
2015). Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sebagai salah satu destinasi
prioritas pariwisata Indonesia.
Tabel 4.1. Jumlah wisatawan kawasan Laut Pasir tahun 2011-2016 di TNBTS
Jumlah/Tahun(orang)
Wisatawan 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Mancanegara 22,018 25,946 31,984 22,596 15,550 28,828
Nusantara 99,248 239,740 468,570 389,048 271,750 298,615
Total 121,266 265,686 500,554 411,644 287,300 327,443
Sumber: Diolah dari data BBTNBTS (2017)
500.000
400.000
300.000
200.000 Wisatawan Mancanegara
0
2011 2012
2013 2014 2015 2016
22
4.1.1 Identifikasi Jenis dan Jumlah Sampah di Kawasan Laut Pasir TNBTS
Identifikasi jenis dan jumlah sampah wisata di kawasan Laut Pasir dilakukan untuk
melihat sejauh mana kegiatan wisata memberikan dampak lingkungan berupa penyumbang
sampah di kawasan Laut Pasir atau sebaliknya sejauh mana dampak lingkungan dari
dampak sampah memberikan pengaruh terhadap kegiatan wisata (Kharisma 2015). Rincian
mengenai jumlah dan jenis sampah di kawasan Laut Pasir berdasarkan sumbernya dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini.
23
Tabel 4.2.Jenis dan jumlah sampah berasal dari wisatawan dan pelaku usaha di
kawasan Laut Pasir TNBTS
Potensi timbulan sampah yang dihasilkan dari kegiatan wisata di kawasan Laut Pasir
dapat mengancam keberlanjutan wisata, sehingga perlu dilakukan pengelolaan sampah
wisata yang baik. Sistem pengelolaan sampah wisata yang dilakukan di kawasan Laut Pasir
yaitu dari pengelolaan sampah yang berasal dari wisatawan dan pelaku usaha. Adapun
uraiannya sebagai berikut:
1. Pemberian fasilitas kebersihan oleh Balai Besar TNBTS berupa kendaraan roda tiga
yang berfungsi sebagai alat pengangkut sampah, tempat sampah, dan Papan himbauan
untuk tidak membuang sampah sembarangan.
2. Tenaga upah yang bertugas untuk membersihkan dan mengangkut sampah yang ada di
kawasan Laut Pasir menuju Tempat Pembuangan Sementara (TPS)yang nantinya akan
diangkut oleh truk pengangkut sampah milik Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Probolinggo menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa dikelola terlebih dahulu.
3. Dilakukannya kerja bakti yang dilakukan oleh pihak TNBTS dan pelaku usaha yang
ada di kawasan Laut Pasir terutama pada saat peak season yaitu hari raya dan hari libur
nasional.
4. Pelaku usaha di kawasan Laut Pasir TNBTS berkewajiban untuk menjaga kebersihan di
sekitar lokasi berjualan yaitu dengan membawa kembali sampah atau dengan
mengumpulkan sampah disatu titik untuk memudahkan staf kebersihan untuk
mengangkut sampah dari kawasan Laut Pasir.
1. Kondisi lingkungan kawasan Laut Pasir yang sulit dijangkau oleh kendaraan
pengangkut sehingga untuk petugas kebersihan diharuskan untuk berjalan kaki
membuat pengangkutan sampah di dalam kawasan belum dilakukan secara
keseluruhan dan optimal.
2. Kurangnya Sumberdaya Manusia (SDM) yang bertugas mengangkut sampah dari
kawasan, sehingga pengangkutan dan pengumpulan sampah di kawasan Laut Pasir
belum efektif.
25
3. Sulit untuk mengontrol pelaku usaha yang mengelola sampahnya dengan cara
dibakar dan dikubur, karena cara tersebut dapat memberi dampak negatif lain
seperti karbon sisa pembakaran dan sampah yang kembali ke permukaan.
Selain melihat sistem pengelolaan sampah yang telah dilakukan di kawasan Laut Pasir,
kondisi pengelolaan sampah di kawasan Laut Pasir berdasarkan persepsi multipihak juga
perlu dilihat. Hal tersebut untuk mengetahui apakah pengelolaan sampah di kawasan Laut
Pasir sudah baik atau belum. Kondisi pengelolaan sampah kawasan Laut Pasir dapat dilihat
pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Pengelolaan sampah yang telah dilakukan di kawasan Laut Pasir TNBTS
Berdasarkan Tabel 4.3 pengelolaan sampah yang sudah dilakukan di kawasan Laut Pasir
belum terlaksana dengan baik, karena belum mengakomodir Peraturan Pemerintah
26
Republik Indonesia No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Pengelolaan sampah di kawasan Laut Pasir dapat
dilihat pada Gambar 4.
A B C
A. Tempat Sampah
B. Sampah diangkat oleh Petugas
C. Tempat Pembuangan sampah sementara
Berikut alternatif pengelolaan sampah yang dibutuhkan di kawasan Laut Pasir berdasarkan
persepsi multipihak. Rencana dan saran pengelolaan sampah wisata di kawasan Laut Pasir
dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini.
27
Tabel 4.4 Alternatif dan saran pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di
kawasan Laut Pasir
No Keterangan Pengelola yang terkait Wisatawan Pelaku usaha
1 Aturan dan a. Larangan a. Adanya sanksi untuk a. Ada pembatasan
kebijakan membuang sampah wisatawan yang sampah yang
pengelolaan sembarangan. membuang sampah dihasilkan setiap
sampah sembarangan. unit usaha.
b. Pengelolaan sampah b. Penambahan papan
wisata secara mandiri. himbauan untuk tidak
sampah sembarangan.
c. Penambahan dan c. Penambahan tempat b. Pembentukan
perbaikan fasilitas sampah dan perbaikan kelompok sadar
kebersihan fasilitas kebersihan. kebersihan untuk
d. Pengkajian terhadap d. Adanya sistem membantu petugas
peraturan kebersihan deposit refund dan dalam menjaga
yang dapat diterapkan trash change. kebersihan.
di kawasan Laut Pasir
2 Program terkait a. Pembangunan TPS Edukasi mengenai Turut serta dalam
sampah 3R pengelolaan sampah pengelolaan
wisata melalui TPS 3R sampah wisata di
TPS 3R
b. Kerja bakti rutin
3 Alokasi biaya Alokasi biaya Pengeluaran biaya Retribusi untuk
pengelolaan pengelolaan sampah untuk pengelolaan pengelolaan
sampah kawasan Laut Pasir sampah wisata secara sampah wisata
ditanggung oleh pihak pribadi. melalui paguyuban
ketiga dengan
pengawasan
BBTNBTS
Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 81 tahun 2012 tentang
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, pengelolaan
sampah wisata di kawasan Laut Pasir sebaiknya diolah dengan prinsip 3R (reduce, reuse,
recycle). Sistem pengelolaan sampah terpadu berbasis 3R merupakan pendekatan sistem
yang dapat dijadikan solusi dari permasalahan sampah, konsep pengolahan sampah secara
terpadu berbasis 3R memiliki prinsip mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur
ulang sampah dapat mereduksi timbulan sampah yang dilaksanakan dengan melakukan
reduksi sampah secaramaksimal dengan cara pengolahan sampah di lokasi yang dekat
dengan sumber sampah. Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
03/PRT/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam
Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga antara
lain:
28
1. Pembangunan TPS 3R mengunakan lahan seluas minimal 200 m2.
2. Terdapat unit pencurahan sampah tercampur, unit pemilahan sampah tercampur,
unit pengolahan sampah organik, unit pengolahan/penampungan sampah
anorganik (daur ulang), dan unit pengolahan/penampungan sampah anorganik
(residu)
3. Jenis pembangunan penampungan sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan
merupakan wadah permanen.
4. Lokasi mudah diakses dan tidak mencemari lingkungan
5. Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.
29
dimungkinkan untuk kegiatan pembangunan TPS 3R harus berpedoman pada Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.85/Menhut-II/2014 tentang tata cara kerjasama
penyelenggaraan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Hal tersebut karena
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru merupakan kawasan konservasi dan kawasan
pelestarian alam di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) sehingga pembangunan di dalam kawasan konservasi harus sesuai dengan
peraturan yang berlaku serta tepat pada zonanya. Perencanaan pembangunan TPS 3R
merupakan kebijakan pengelolaan yang baik dan bermanfaat jika dapat dijalankan secara
optimal, karena berpotensi dapat mengatasi permasalahan sampah yang ada di kawasan
Laut Pasir dan dapat memberikanmanfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat disekitar
kawasan. Manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat dari adanya TPS 3R adalah
sosialisasi dan pemberian edukasi kepada masyarakat sekitar kawasan tentang program 3R,
pemberdayaan masyarakat, agar masyarakat dapat melakukan pemilahan sampah dan
mengelola sampah yang bernilai ekonomi, dan pemanfaatan sampah menjadi barang yang
bernilai ekonomi
Saat ini penangan sampah dilakukan dengan menyediakan tempat sampah di setiap
pedagang, kemudian sampah pada puncak gunung dilakukan pembakaran dengan alasan
jarak untuk membawa sampah kebawah terlalu jauh, sedangkan untuk lokasi di bawah
sampah dikumpulkan.
30
disebabkan oleh letusan gunung berapi serta iklim yang kering diwilayah padang savanna
tersebut menyebabkan tanaman mengering dan angin yang menyebabkan adanya gesekan
memicu terjadinya kebakaran pada padang savanna. Berikut data kebakaran hutan :
Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru merupakan kawasan yang rawan
terjadi kebakaran. Berdasarkan data kebakaran hutan selama 5 (lima) tahun terakhir,
kebakaran yang berdampak luas terjadi pada tahun 2014 luas lahan terbakar seluas
2.415,13 Ha dan frekuensi kebakaran sebanyak 7 kali serta lokasi yang terbakar terjadi
pada Resort Ranu Pani, Resort Penanjakan dan Resort Coban Trisula. Sedangkan untuk
tahun 2016 tidak terjadi kebakaran hutan dan untuk tahun 2017 luas lahan terbakar seluas
76 Ha dan frekuensi kebakaran sebanyak 1 kali serta lokasi yang terbakar terjadi pada
Resort Tengger Laut Pasir.
32
Action plan yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan penanganan kebakaran
hutan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru(TNBTS) adalah dengan
melakukan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang bertujuan untuk
menurunkan tingkat kebakaran kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS), dengan beberapa langkah implementasi yang dapat dilakukan seperti pada tabel
di bawah ini :
Dengan menggunakan metode AHP dengan melihat 5 (lima) kriteria diantaranya dari
tingkat urgensi yaitu mendesak, dampak yang ditimbulkan, aktual, jangka waktu dan
institusi , dan ada 3 (tiga) alternative matrik dengan Weight Preference yaitu penyediaan
sarana dan prasarana (46,64) , patroli kebakaran hutan dan lahan (20,41) dan pengendalian
kebakaran hutan (30,07), maka dapat disimpulkan bahwa alternatif yang dipilih untuk
menjadi kegiatan pencegahan dan penanganan kebakaran hutan di kawasan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru(TNBTS) yang diutamakan adalah Penyediaan Sarana
dan Prasarana.
34
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. Potensi sampah dari kegiatan wisata di kawasan Laut Pasir TNBTS sebesar
209,746.92 kg atau 1,132.63 m3 dengan komposisi sampah didominasi sampah
organik sebesar 78.74%. Wisatawan lebih banyak menghasilkan sampah plastik
sebesar 7.76%, sedangkan sampah pelaku usaha didominasi sampah organik sebesar
78.4%.
2. Pengelolaan sampah di kawasan Laut Pasir TNBTS saat ini masih sistem kumpul
angkut buang, selanjutnya alternatif pengelolaan sampah dari kegiatan wisata dapat
menggunakan sistem TPS 3R yaitu pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan 3R
(reuse, reduce, recycling).
3. Kebakaran di Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru biasanya disebabkan
oleh faktor alam yaitu cuaca, dimana musim kemarau lebih lama dibandingkan dengan
musim hujan. Saat musim kemarau yang panjang, sinar matahari mengeringkan pasir-
pasir dan vegetasi di Laut Pasir sehingga mengeringkan sebagian besar berupa
rerumputan dan semak.
4. Upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan penanganan kebakaran hutan di
kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) diantaranya dengan
melakukan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran, diantaranya
Penyediaan Sarana dan Prasarana, Pembinaan Personil Pemadam Kebakaan
(Karhutla), Peningkatan Sistem Early Warning System (peringatan Dini) Karutla,
Patroli Kebakaran Hutan dan lahan, Pengendalian dan pemadaman Kebakaran Hutan
serta Pembanguna Sekat bakar. Tetapi kegiatan yang perlu diutamakan di kawasan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS sesuai dengan pengolahan metode
AHP yaitu Penyediaan Sarana dan Prasarana pemadam kebakaran.
5.2 Saran
1. BBTNBTS dapat menginisiasi dan memfasilitasi implementasi pengelolaan sampah
dari kegiatan wisata di TNBTS dengan sistem TPS 3R. Pelaksanaannya dapat
bekerjasama dengan desa sekitar, paguyuban-paguyuban unit usaha wisata TNBTS,
dan pihak terkait lainnya;
35
2. Perlu kampanye atau sosialisasi terkait manfaat dan pentingnya pengelolaan sampah
sistem TPS 3R kepada wisatawan dan pelaku usaha melalui papan interpretasi atau
dengan menggunakan TPS 3R. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kelestarian,
kualitas lingkungan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
menjaga kebersihan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru;
3. Perlu melakukan kampanye atau sosialisasi tentang pencegahan kebakaran kepada
masyarakat sekitar BBTNBTS, khususnya Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS)
dan dunia usaha di sekitar kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS) ;
4. BBTNBTS perlu peningkatan sarana dan prasarana untuk menurunkan dan
pencegahan kebakaran hutan pada Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS);
5. Perlu adanya reward dan funisment kepada para wisatawan yang berkunjung ke
kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), jika mereka kedapatan
melakukan pelanggaran yang berakibat kerusakan lingkungan atau jika mereka
mensuport atau memberikan kontribusi positif terhadap pelestarian lingkungan pada
kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
36
DAFTAR PUSTAKA
Suliyanto. 2002. Gunungapi Bromo dalam Kaitannya dengan Wisata Bromo. Direktorat
Vulkanologi. Bandung.
Swastihayu D. 2006. kandungan Lumpur Lapindo Ancam Ribuan Nyawa Manusia.
http://walhijatim.blogspot.com. Download tanggal 21 Mei 2007.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009, tentang “Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup”.
Vera Crisdianti. 2017. Alternatif Pengelolaan Sampah di Kawasan Wisata Laut Pasir TNBTS.
Skripsi. IPB. Bogor.
Widyastuti Reni A. 2010. Pengembangan Pariwisata yang berorientasi pada pelestarian
lingkungan. Jurnal EKOSAINS Vol. II No. 3.
37