Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zaman sekarang, segala sesuatu yang berbau “eco” sangat menyita perhatian
masyarakat, Hal ini dikarenakan mulai tertariknya masyarakat dengan pentingnya
pelestarian lingkungan. Tidak terkecuali Ekowisata (Ecotoursim). Ekowisata
merupakan kegiatan pariwisata yang tidak hanya sekedar rekreasi/adventure saja,
namun ekowisata merupakan kegiatan dengan menggabungkan beberapa apek
yaitu konservasi lingkungan, pemberdayaan masyarakat lokal, dan edukasi kepada
masyarakat umum (www.indonesiaecotourism.com). Menurut TIES (2015),
ekowisata merupakan perjalanan yang bertanggung jawab ke area alami, yang
bertujuan untuk melestarikan lingkungan, mendukung kesejahteraan masyarakat
setempat dengan melibatkan mereka dalam kegiatan, dan memberikan edukasi
terkait ekowisata.
Menurut para ahli, lembaga pemerintah,dan kelompok pegiat lingkungan,
ekowisata tidak hanya menyandarkan pada keindahan alam suatu lokasi atau
lansekap ekologi, namun juga menekankan pada kegiatan konservasi lingkungan,
perilaku, dan cara berpikir terhadap lingkungan (Gupta dan Chopra, 2014).
Definisi pengetahuan lingkungan yang diadopsi dalam penelitian ini adalah proses
mental untuk memperoleh pemahaman melalui pikiran, pengalaman, dan
perasaan. Sehingga, pengetahuan lingkungan mengandung pemahaman
pengetahuan tentang ekowisata melalui pemikiran, pengalaman, dan indra dari
pembelajaran mandiri dan sekolah (Bamberg, 2003).
Lingkungan memiliki makna sebagai rumah yang bukan hanya sebagai
tempat hidup manusia, namun sebagai keseluruhan alam semesta dan seluruh
interaksi yang terjadi didalamnya baik anta makhluk hidup satu dengan makhluk
hidup lainnya juga dengan keseluruhanekosistem dan habitat didalamnya. Etika
lingkungan dimaknai sebagai disiplin ilmu yang mengkaji tentang norma dan
kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam hubungannya dengan alam
semesta (Keraf, 2010).

1
2

Ekowisata pada dasarnya dianggap sebagai pariwisata berbasis alam, tapi


ramah lingkungan, sementara pilar ekowisata lainnya tertinggal. Oleh karena itu
penting untuk mengembangkan program ekowisata di mana perbedaan inti antara
ekowisata, berdasarkan prinsip etika lingkungan (Cini et al, 2015). Berdasarkan
penjelasan diatas, makalah ini ditulis untuk mengetahui pengetahuan ekowisata
mhasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya berhugungan atau tidak dengan
prinsip etika lingkungan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang timbul dari latar belakang penulisan makalah ini,
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pengetahuan ekowisata mahasiswa jurusan biologi
Universitas Brawijaya?
2. Bagaimanakah penerapan etika lingkungan mahasiswa jurusan biologi
Universitas Brawijaya?
3. Apakah ada hubungan antara pengetahuan ekowisata dan etika lingkungan
pada mahasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya?

C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari makalah ini sebagai
berikut.
1. Mengetahui pengetahuan ekowisata mahasiswa jurusan biologi Universitas
Brawijaya
2. Mengetahui penerapan etika lingkungan oleh mahasiswa jurusan biologi
Universitas Brawijaya
3. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ekowisata dan penerapan etika
lingkungan pada mahasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya
4.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, memaparkan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya. Menurut Soemarwoto (1972), lingkungan
merupakan komponen dari lingkungan fisik dan biologi, yang didalamnya
termasuk manusia, tingkah laku manusia, dan lingkungan ekonomi, sosial, dan
budaya. Secara garis besar, lingkungan hidup digolongkan menjadi 3 golongan :
1. Lingkungan Fisik (Physical enviroment)
Segala sesuatu disekitar makhluk hidup yang merupakan benda mati seperti
gunung, laut, udara, batu, udara, dan semacamnya
2. Lingkungan Biologi (Biologycal enviroment)
Segala sesuatu yang berada di alam yang berupa manusia, hewan,
tumbuhan, orgamisme lain seperti plankton, bakteri, dan semacamnya
3. Lingkungan Sosial (Social enviroment)
Manusia lain selain diri kita sendiri seperti keluarga, teman, tetangga, dan
manusia lainnya
Menurut Salim (1982), lingkungan hidup itu merupakan sebuah benda,
kondisi tertentu, danpengaruh yang terdapat dalam suatu ruang lingkup yang
ditempati dan berhubungan antar satu sama lain. Berdasarkan penjelasan diatas,
bahwasanya manusia memiliki hubungan timbal balik yang dapat mempengaruhi
keadann satu sama lain. Perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan
kelakuan manusia, begitu pula kelakuan manusi juga dapat menyebabkan
perubahan lingkungan. Baik perubahan yang baik, maupun bperubahan yang
buruk. Lingkungan sehat, baik, tidak rusak dan tercemar merupakan keinginan
seluruh lapisan makhluk hidup yang ada di alam, karena juga akan berdampak
baik bagi mereka yang menaunginya (Omran,2014).

3
4

B. Ekowisata
Konservasi keanekaragaman hayati juga tidak bisa dipisahkan dengan
kebudayaan masyarakat atau kearifan lokal (Byers dkk, 2001). Manusia tidak
akan bisa memahami lingkungan jika tidak memahami kebudayaan dari manusia
yang membentuk lingkungan tersebut. Keanekaragaman budaya juga merupakan
pencerminan dari keanekaragaman hayati. Maksudnya setiap budaya memiliki
pengetahuan, praktik-praktik, serta representasi dalam menjaga kelestarian alam.
Sebut saja, banyak hutan-hutan yang oleh masyarakat dianggap sebagai hutan
keramat, yang menyebabkan hutan tidak terjamah oleh manusia sehingga tetap
lestari (Pamungkas dkk, 2013).
Pariwisata mulai dilirik sebagai salah satu sektor yang sangat menjanjikan
bagi perkembangan wilayah di skala global (Suriani dan Razak, 2014). Seiring
dengan perkembangannya, muncul konsep ekowisata berbasis masyarakat, yaitu
wisata yang menyuguhkan segala sumber daya wilayah yang masih alami, yang
tidak hanya mengembangkan aspek lingkungan dalam hal konservasi saja, namun
juga memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar, sebagai salah satu upaya
pengembangan pedesaan untuk meningkatkan perekonomian lokal, dimana
masyarakat di kawasan tersebut merupakan pemegang kendali utama (Tayana dan
Iwan, 2014).
Dowling dalam Hill & Gale (2009) menyatakan bahwa ekowisata dapat
dilihat berdasarkan keterkaitannya dengan 5 elemen inti, yaitu bersifat alami,
berkelanjutan secara ekologis, lingkungannya bersifat edukatif, menguntungkan
masyarakat lokal, dan menciptakan kepuasan wisatawan. Fennell (2003)
menyatakan bahwa ekowisata sebagai sebuah bentuk berkelanjutan dari wisata
berbasis sumberdaya alam yang fokus utamanya adalah pada pengalaman dan
pembelajaran mengenai alam, yang dikelola dengan meminimalisir dampak, non-
konsumtif, dan berorientasi lokal (kontrol, keuntungan dan skala). Terlihat jelas
bahwa perlu adanya keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat lokal, sehingga
ekowisata harus dapat menjadi alat yang potensial untuk memperbaiki perilaku
sosial masyarakat untuk tujuan konservasi lingkungan.
5

Masyarakat Ekowisata Internasional atau The International Ecotourism


Society (TIES) menyebutkan setidaknya da 6 prinsip dalam ekowisata, antara
lain:
1. Meminimalisasi dampak
Ekowisata muncul sebagai bentuk respon terhadap pariwisata massal (mass
tourism). Tak bisa dimungkiri lagi bahwa pariwisata massal memberikan
banyak dampak negative, tak hanya bagi lingkungan, tapi juga sosial. Di
ranah sosial, pariwisata massal berdampak pada masyarakat, khususnya anak-
anak. Data dari PBB menyebutkan, setidaknya 13-19 juta anak-anak di
seluruh dunia bekerja di sektor pariwisata.
2. Membangun kesadaran dan kepedulian terhadap budaya dan lingkungan
Ekowisata bisa disebut sebagai filter (penyaring) dari dampak pariwisata
massal. Ini tak lain karena ekowisata lebih merupakan small tourism.
Wisatawan bisa berinteraksi lebih intens dengan warga lokal. Ini membuat
mereka punya waktu lebih banyak untuk menyelami budaya warga lokal
sekaligus menghormati lingkungan tempat mereka berada.
3. Memberikan pengalaman positif, baik bagi wisatawan maupun warga lokal
sebagai tuan rumah
Dengan jumlah wisatawan yang sedikit, ekowisata bisa memberi pengalaman
positif yang lebih intensif dengan masyarakat lokal. Interaksi ini jauh lebih
berkualitas.
4. Memberikan keuntungan finansial langsung bagi konservasi
Walaupun small tourism, namun ekowisata bisa memberikan keuntungan
finansial yang tidak sedikit. Ekowisatawan biasanya sudah menyadari bahwa
ekowisata itu mahal, karena para ekowisatawan paham mengenai karena efek
positif yang diberikannya untuk beragam lapisan.
5. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi warga lokal
Ekowisata mengondisikan masyarakat di destinasi dan sekitarnya untuk
menghidupkan potensi lokal yang dimiliki. Hal ini sedikit berbeda dengan
pariwisata masal yang cenderung membuat warga di sana beralih profesi
karena tergiur oleh uang yang melimpah. Sebaliknya, ekowisata akan
membuat kehidupan di destinasi menjadi lebih sustainable (berkelanjutan).
6

6. Meningkatkan sensitivitas bagi iklim politik, lingkungan, maupun sosial pada


negara tuan rumah
Ekowisata yang dijalankan dengan optimal akan berdampak pada banyak hal.
Jika ekowisata diberi perhatian besar, maka mau tak mau akan berimbas pada
kebijakan. Sebab, bagaimanapun juga, ekowisata perlu diregulasi. Ini untuk
menjaga agar tidak kebablasan kea rah pariwisata massal. Efek lingkungan
dan sosial pun sudah pasti menjadi keniscayaan (Martina dkk, 2015).
Ekowisata adalah tentang menyatukan konservasi, komunitas, dan
perjalanan yang berkelanjutan. Ini berarti bahwa mereka yang melaksanakan,
berpartisipasi dalam, dan memasarkan kegiatan ekowisata harus mengadopsi
prinsip ekowisata berikut:
1. Minimalkan dampak fisik, sosial, perilaku, dan psikologis.
2. Membangun kesadaran lingkungan dan budaya, dan rasa hormat.
3. Berikan pengalaman positif bagi pengunjung dan tuan rumah.
4. Menghasilkan manfaat keuangan langsung untuk konservasi.
5. Hasilkan manfaat keuangan bagi masyarakat lokal dan industri swasta.
6. Memberikan pengalaman interpretatif yang mengesankan kepada pengunjung
yang membantu meningkatkan kepekaan terhadap iklim politik, lingkungan,
dan sosial negara-negara tuan rumah.
7. Merancang, membangun, dan mengoperasikan fasilitas berdampak rendah.
8. Kenali hak-hak dan keyakinan spiritual dari Masyarakat Asli di komunitas
Anda dan bekerja dalam kemitraan dengan mereka untuk menciptakan
pemberdayaan.
Pemahaman peserta tentang ekowisata, tingkat kesadaran dan persepsi, dan
penilaian atau evaluasi, dan dimensi 'pengetahuan' ekowisata yang diusulkan,
yang merupakan dimensi pertama dari melek lingkungan. Definisi pengetahuan
lingkungan yang diadopsi dalam penelitian ini adalah proses mental untuk
memperoleh pemahaman melalui pikiran, pengalaman, dan perasaan (Bamberg,
2003). Dengan demikian, pengetahuan lingkungan mengandung pemahaman
pengetahuan tentang ekowisata melalui pemikiran, pengalaman, dan indra dari
pembelajaran mandiri dan sekolah. Berdasarkan tinjauan literatur, dimensi
pengetahuan ekowisata meliputi: pariwisata bertanggung jawab, pariwisata
7

pendidikan, pariwisata yang berpartisipasi, dan pariwisata yang mengatur.


Pendidikan pengetahuan lingkungan diberikan untuk mengembangkan kesadaran
lingkungan melalui interaksi antara manusia dan lingkungan. Ini menghasilkan
apresiasi, dan eksplorasi lingkungan, yang membantu orang untuk lebih sadar dan
mengakui adanya masalah lingkungan (Grob, 1995).
Grob (1995) melaporkan bahwa tidak ada efek pada perilaku lingkungan
yang berasal dari pengetahuan faktual dapat diidentifikasi, sehingga hubungan
antara pengetahuan dan perilaku tidak dapat ditentukan. Selain itu, beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat korelasi yang tinggi tidak selalu ada
di antara pengetahuan, sentimen, dan perilaku, tidak selalu berkorelasi kuat
(Fishbein, 1967). Namun, dalam salah satu penelitian menunjukkan bahwa
pemahaman yang akurat tentang ekowisata oleh mahasiswa akan menimbulkan
niat perilaku ramah lingkungan, yang pada gilirannya menyebabkan memiliki
pengetahuan yang komprehensif tentang ekowisata yang akan menghasilkan
kemampuan diri untuk terlibat dalam perilaku ramah lingkungan (Fang et al,
2018).

C. Etika Lingkungan
Etika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti “adat
istiadat” atau “kebiasaan”. Maksudnya, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup
yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri sendiri atau masyarakat.
Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Etika digunakan dalam bentuk kaidah, aturan atau norma
secara lisan oleh masyarakat, sehingga dikenal, dipahami dan dilaksanakan
masyarakat (Keraf, 2010).
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya
dibedakan menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Etika
ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya
memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang,
sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini
memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan
karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk
8

hidup dan hak untuk berkembang. Sedangkan Etika ekologi dangkal adalah
pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai
sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris. Etika ekologi
dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta
ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli
lingkungan. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika
pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang
menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia,
sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha
pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk (Keraf, 2002).
Isu kerusakan lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit. Karena
meskipun pada dasarnya alam sendiri sudah diakui sungguh memiliki nilai dan
berharga, tetapi kenyataannya terus terjadi pencemaran dan perusakan (Smyth,
2004). Hal ini terjadi dikarenakan berbagai macam faktor, salah satu faktor
utamanya adalah perilaku manusia. Banyak manusia yang masih egois, mereka
ingin mendapatkan apa yang mereka butuhkan, tapi mereka melakukannya dengan
cara yang salah. Manusia membutuhkan udara segar, tapi mereka pula yang
membuat udara tercemar. Manusia tidak ingin menikmati banjir, tapi mereka pula
yang menggunduli hutan. Hal ini yang menyebabkan hubungan manusia dengan
lingkungan menjadi tidak baik Oleh karenya, perlu kiranya mencari solusi atas
krisi pemikiran manusia terhadap lingkungan agar mencegah bencana lingkungan
secara global.
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat dipakai
sebagai pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan
alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap
sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam, serta secara lebih luas,
dapat dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan berwawasan
lingkungan hidup berkelanjutan. Keraf (2002) memberikan minimal ada sembilan
prinsip dalam etika lingkungan hidup. Prinsip etika lingkungan hidup ada
sembilan prinsip dalam etika lingkungan hidup, yaitu:
1. Prinsip sikap hormat terhadap alam (respect for nature)
9

Manusia mempunyai kewajiban menghargai hak semua makhluk hidup untuk


berada, hidup, tumbuh, dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan
penciptanya. Untuk itu manusia perlu merawat, menjaga, melindungi, dan
melestarikan alam beserta seluruh isinya serta tidak diperbolehkan merusak
alam tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara moral.
2. Prinsip tanggung jawab (moral responsibility for nature)
Sejatinya alam adalah milik kita bersama. Jika alam dihargai sebagai bernilai
pada dirinya sendiri, maka rasa tanggung jawab akan muncul dengan
sendirinya pada diri manusia.
3. Prinsip solidaritas kosmis (cosmic solidarity)
Solidaritas kosmis pada hakekatnya adalah sikap solidaritas manusia
dengan alam. Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku
manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia
untuk mengambil kebijakan yang pro alam dan tidak setuju terhadap tindakan
yang merusak alam.
4. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam (caring for nature)
Prinsip ini merupakan prinsip moral satu arah yang artinya tanpa mengharap
balasan serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi
melainkan untuk kepentingan alam.
5. Prinsip tidak merugikan (no harm)
Prinsip ini merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu.
Bentuk minimal berupa tidak perlu melakukan tindakan yang mrugikan atau
mengancam eksistensi makhluk hidup lain di alam semesta.
6. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan,
sarana, standard material. Bukan rakus dan tamak mengumpulkan harta dan
memiliki sebanyak-banyaknya, mengeksploitasi alam, tetapi yang lebih
penting adalah mutu kehidupan yang baik. Prinsip moral hidup sederhana
harus dapat diterima oleh semua pihak sebagai prinsip pola hidup yang baru
agar kita dapat berhasil menyelamatkan lingkungan hidup.
7. Prinsip keadilan
10

Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip-prinsip sebelumnya. Prinsip


keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku adil
terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta juga tentang
sistem sosial yang harus diatur agar berdampak positif bagi kelestarian
lingkungan hidup.
8. Prinsip demokrasi
Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan,
keanekaragaman, dan pluralitas. Oleh karena itu setiap orang yang peduli
dengan lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang
demokratis sangat mungkin bahwa dia seorang pemperhati lingkungan.
Pemerhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diverivikasi pola
tanam, diversivikasi pola makan, dan sebagainya.
9. Prinsip integrasi moral
Prinsip ini terutama ditujukan untuk pejabat, misalnya orang yang diberi
kepercayaan untuk melakukan analissi mengenai dampak lingkungan
merupakan orang-orang yang memiliki dedikasi moral yang tinggi karena
diharapkan dapat menggunakan akses kepercayaan yang diberikan dalam
melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan ingkungan hidup fisik dan non
fisik atau manusia.
11

BAB III
METODE

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional, dengan
pendekatan kuantitatif. Penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki sejauh
mana satu atau lebih hubungan dari beberapa fenomena. Dalam hal ini yaitu
hubungan antara pengetahuan ekowisata dan etika lingkungan.

B. Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya. Waktu penelitian dilaksanakan selama
bulan November-Desember 2018.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (Google maps)

C. Responden
Responden dari penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Biologi, Universitas
Brawijaya. Pemilihan mahasiswa diambil menggunakan teknik random sampling
dengan tahapan sebagai berikut: (1) dari seluruh mahasiswa jurusan biologi
diambil yang masih aktif dari satu angkatan tediri dari beberapa kelas, dan diambil
secara random, (2) ditelusuri berapa jumlah mahasiwa untuk masing kelas untuk
satu angkatan, (3) masing-masing kelas diambil sampel secara random, sehingga
memenuhi minimal responden yaitu sebesar 50 responden.

11
12

D. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan membagikan angket pengetahuan
ekowisata dan angket etika lingkungan kepada 50 responden yang telah dipilih
ssbelumnya.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
angket pengetahuan ekowisata (Tabel 1).
Tabel 1. Instrumen Pengumpulan Data
Aspek yang dinilai Instrumen Data yang diamati Responden
Pengetahuan Angket Pengetahuan Mahasiswa
Ekowisata pengetahuan mahasiswa terhadap jurusan biologi
ekowisata konsep ekowisata Universitas
Brawijaya
Sikap Angket etika Penerapan prinsip Mahasiswa
lingkungan etika lingkungan jurusan biologi
Universitas
Brawijaya
Angket ini berisi 15 item pernyataan tentang pengetahuan ekowisata dan 12
pernyataan tentang etika lingkungan. Pilihan jawaban angket menggunakan Skala
Likert yaitu skor 1 berarti sangat tidak tahu, skor 2 berarti kurang tahu, kurang
sesuai, skor 3 berarti tahu, dan skor 4 berarti sangat tahu.
Tabel 2. Kategori Respons Berdasarkan Skala Likert
Skor Jenis Kategori
Pengetahuan Ekowisata dan Etika Lingkungan
4 Sangat Tahu Sangat Setuju
3 Tahu Setuju
2 Kurang Tahu Kurang Setuju
1 Sangat Tidak Tahu Sangat Tidak Setuju
Sumber: Likert, 1932
Skala Likert merupakan penilaian berdasarkan distribusi respons subjek
terhadap seperangkat pernyataan. Respons dalam skala Likert termasuk dalam
komponen skala (Nemoto & Beglar, 2014). Rrespons instrumen yang
menggunakan skala Likert biasanya terdiri dari 4 kategori dapat dilihat pada tabel
2.
13

F. Teknik Analisis Data


1. Pengetahuan Ekowisata
Jawaban dari angket pengetahuan ekowisata setiap responden
dipersentasekan, kemudian hasil persentase dikategorikan agar dapat diketahui
tingkat pengetahuan ekowisata dan penerapan etika lingkungannya. Data
ditabulasi dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel. Kategori hasil analisis
pengetahuan ekowisata dan penerapan etika lingkungan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kategori Tingkat Pengetahuan Ekowisata
Kategori Nilai (%)
Sangat Baik 76-100
Baik 51-75
Kurang Baik 26-50
Tidak Baik 0-25

2. Penerapan Etika Lingkungan


Jawaban dari angket etika lingkungan setiap responden dipersentasekan,
kemudian hasil persentase dikategorikan agar dapat diketahui tingkat pengetahuan
ekowisata dan penerapan etika lingkungannya. Data ditabulasi dan dianalisis
menggunakan Microsoft Excel. Kategori hasil analisis pengetahuan ekowisata dan
penerapan etika lingkungan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kategori Penerapan Etika Lingkungan
Kategori Nilai (%)
Sangat Baik 76-100
Baik 51-75
Kurang Baik 26-50
Tidak Baik 0-25

3. Hubungan Pengetahuan Ekowisata dan Penerapan Etika Lingkungan


Data persentase hubungan pengetahuan, ekowisata dan etika lingkungan diuji
menggunakan analisis korelasi dengan bantuan SPSS 16. Uji prasyarat yang
pertama yaitu uji normalitas menggunakan analisis Kolmogorov Smirnov. Data
dianggap normal jika p > α (0,05). Data kemudian diuji homogenitasnya
menggunakan Levene Test. Data dianggap homogen jika p > α (0,05) dan
14

dikatakan tidak sama jika p < α (0,05). Jika data normal dan homogen maka
dilanjutkan uji korelasi menggunakan analisis Pearson. Namun apabila data tidak
normal dan/atau tidak homogen, maka menggunakan analisis Spearman untuk
analisis korelasinya
15

BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Pengetahuan Ekowisata Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas


Brawijaya
Pengetahuan mahasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya dapat dilihat
sesuai kategori yang telah disusun sebelumnya. Hasil analisis kategori dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Kategori Pengetahuan Ekowisata Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas
Brawijaya
No. Kategori Nilai (%) Jumlah Responden
1. Sangat Baik 76-100 49
2. Baik 51-75 1
3. Kurang Baik 26-50 0
4. Tidak Baik 0-25 0

Berdasarkan hasil analisis yang telah disajikan pada tabel 5, dari 50


responden diketahui 49 mahasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya
memiliki pengetahuan ekowisata yang sangat baik yang ditunjukkan dengan nilai
antara 76-100%. Sedangkan 1 mahasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya
memiliki pengetahuan ekowisata dalam kategori baik, yang ditunjukkan dengan
nilai yang didapat antara 51-75%.
Pengetahuan ekowisata selama ini sudah cukup berkembang dikalangan
masyarakat, baik itu orang tua, remaja, terlebih pada mahasiswa biologi. Kegiatan
ekowisata merupakan salah satu hasil dari perkembangan kegiatan pariwisata
masal yang sedang ramai digalakkan di suatu negara, termasuk indonesia.
Ekowisata sebagai konsep pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang
mana dalam rencana pengembangannya harus melibatkan masyarakat lokal demi
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebab ekowisata tidak menjual destinasi
tetapi menjual ilmu pengetahuan dan filsafat lokal atau filsafat ekosistem (Flamin
dan Asnaryati, 2013). Hal ini sesuai dengan hasil angket kuisioner yang dibagikan
kepada responden, bahwasanya kegiatan ekowisata harus melibatkan masyarakat
lokal dan potensi lokal setempat. Pemberdayaan masyarakat ini bertujuan untuk

15
16

mengedukasi masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan (Sembiring dkk,


2006).
Pada angket yang dibagikan, terdapat pernyataan bahwasanya ekowisata tidak
merusak lingkungan, memberikan dampak pada ekonomi masyarakat lokal, dan
harus menjaga kearifan lokal seperti sosial-budaya setempat. Seluruh responden
setuju dengan pernyataan tersebut. Seperti dijelaskan sebelumnya, manfaat
ekowisata dilihat dari aspek ekologinya antara lain tidak menyebabkan kerusakan
lingkungan sehingga sumber daya alam terkonservasi (Partomo, 2004). Manfaat
ekowisata dilihat dari aspek ekonomi adalah masyarakat lokal mampu
mengembangkan kegiatan wirausaha didalamnya, pemerintah setempat mendapat
pemasukan daerah, bahkan negara pun juga menikmati manfaatnya dengan
hadirnya wisatawan lokal dan mancanegara. Sederhananya, perputaran ekonomi
semakin meningkat dengan adanya kegiatan ekowisata (Damanik dan Weber,
2006).
Oleh karenanya, pengetahuan ekowisata perlu dikenalkan dan dikembangkan
secara masif, baik kepada masyarakat umum ataupun mahasiswa yaang
merupakan agent of change. Agar mereka paham akan makna ekowisata
sesungguhnya dan manfaat yang ditimbulkan oleh kegiatan ekowisata baik
manfaat pada manusia, organisme lain, dan juga lingkungan. Selain itu, dengan
pengetahuan ekowisata yang mumpuni, ekowisata akan terus berkembang secara
berkelanjutan.

B. Penerapan Etika Lingkungan Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas


Brawijaya
Pengetahuan mahasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya dapat dilihat
sesuai kategori yang telah disusun sebelumnya. Hasil analisis kategori dapat
dilihat pada tabel 6. Berdasarkan hasil analisis yang telah disajikan pada tabel 6,
dari 50 responden diketahui 40 mahasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya
mampu menerapkan prinsip etika lingkungan dengan sangat baik yang
ditunjukkan dengan nilai antara 76-100%. Sedangkan 10 mahasiswa jurusan
biologi Universitas Brawijaya mampu menerapkan prinsip etika lingkungan
dengan baik, yang ditunjukkan dengan nilai yang didapat antara 51-75%.
17

Tabel 6. Kategori Penerapan Etika Lingkungan Mahasiswa Jurusan Biologi


Universitas Brawijaya
No. Kategori Nilai (%) Jumlah Responden
1. Sangat Baik 76-100 40
2. Baik 51-75 10
3. Kurang Baik 26-50 0
4. Tidak Baik 0-25 0

Prinsip etika lingkungan sudah diterapkan dikalangan mahasiswa jurusan


biologi Universitas Brawijaya, yang diharapkan juga diterapkan ketika sedang
berada dikawasan ekowisata. Salah satu ciri penerapan etika lingkungan antara
lain wisatawan memiliki kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan,
misalnya dengan tidak mengkotori kawasan ekowisata. Selain itu wisatawan
memiliki tanggung jawab terhadap kawasan ekowisata dengan berperilaku arif
dan bijaksana terhadap lingkungan (Juvan dan Dolnicar, 2014). Hal ini senada
dengan prinsip etika lingkungan yang dikemukakan Keraf (2002) yaitu manusia
perlu merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh
isinya serta tidak diperbolehkan merusak alam tanpa alasan yang dapat dibenarkan
secara moral. Selain itu manusia harus berperilaku adil terhadap yang lain dalam
keterkaitan dengan alam semesta juga tentang sistem sosial yang harus diatur agar
berdampak positif bagi kelestarian lingkungan hidup.
Prinsip etika lingkungan perlu diketahui oleh seluruh elemen masyarakat,
terutama para wisatawan yang bertujuan untuk mengembangkan kesadaran
lingkungan melalui interaksi antara manusia dan lingkungan. Apabila penerapan
etika lingkungan terus dialkukan, secara otomatis akan menghasilkan apresiasi
terhadap lingkungan yang nantinya akan membantu masyarakat umum untuk
lebih sadar terhadap lingkungan disekitarnya (Fang etal., 2018). Etika lingkungan
digunakan sebagai pegangan dan tuntunan bagi manusia dalam berhadapan
dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku
terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam (Keraf, 2002).
C. Hubungan Pengetahuan Ekowisata dan Penerapan Etika Lingkungan
Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Brawijaya
Hubungan antara pengetahuan dan penerapan etika lingkungan mahasiswa
jurusan biologi Universitas Brawijaya dianalisis menggunakan uji korelasi.
18

Sebelum menguji korelasi antara pengetahuan ekowisata dan penerapan etika


lingkungan, dilakukan terlebih dahulu uji normalitas dan homogenitas, yang
bertujuan untuk uji korelasi apa yang akan digunakan nantinya. Hasil dari uji
normalitas menggunakan analisis Kolmogorov Smirnov dibantu aplikasi SPSS 16
dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov


Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat bahwa nilai Sig. pengetahuan ekowisata
sebesar 0,359 > 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa data pengetahuan ekowisata
terdistribusi normal. Data penerapan etika lingkungan, setelah dilakukan uji
normalitas didapatkan nilai Sig. sebesar 0,596 > 0,005. Hasil ini menunjukkan
bahwa data penerapan etika lingkungan juga terdistribusi normal.
Uji prasyarat selanjutnya adalah uji homogenitas. Uji homogenitas
menggunakan analisis Levene Test. Hasil dari uji homogenitas dapat dilihat pada
gambar 3. Berdasarkan hasil uji homogenitas menggunakan analisis Levene Test,
didapatkan hasil bahwasanya nilai Sig. sebesar 0,003 < 0,005. Hasil ini
menunjukkan bahwa data tidak homogen. Setelah dilakukan uji prasyarat,
diketahui bahwa data terdistribusi normal namun tidak homogen.
19

Gambar 3. Hasil Uji Homogenitas Levene Test


Oleh karena itu, uji korelasi selanjutnya dilakukan menggunakan analisis
Spearman. Hasil uji korelasi antara pengetahuan ekowisata dan penerapan etika
lingkungan menggunakan analisis spearman, ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Hasil Uji Korelasi Spearman


Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, didapatkan nilai Sig. sebesar 0,002
< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ekowisata
dan penerapan etika lingkungan oleh mahasiswa jurusan biologi Universitas
Brawijaya. Hubungan antara pengetahuan ekowisata dan penerapan etika
lingkungan masuk dalam kategori hubungan yang cukup erat, yang diindikasikan
oleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,427.
Apabila melihat hasil dari uji korelasi yang telah dilakukan, terdapat
hubungan antara pengetahuan ekowisata dan penerapan etika lingkungan,
meskipun tidak terlalu besar derajat koefisien korelasinya. Dapat dikatakan
bahwasanya semakin tinggi pengetahuan ekowisata, maka seseorang akan
semakin menerapkan etika lingkungan dalam berinteraksi dengan alam, terutama
ketika sedang berada dikawasan ekowisata. Meskipun beberapa penelitian ada
20

yang menunjukkan bahwa suatu pengetahuan tidak berhubungan dengan sikap


ataupun etika. Termasuk dalam hal ini, pengetahuan ekowisata tidak selalu
berhubungan dengan penerapan etika lingkungan (Freed, 2018). Namun pada
penelitian ini menunjukkan hasil berbeda. Sehingga dapat dijadikan salah satu
panduan dalam mengedukasi masyarakat terutama mahasiswa sebagai agent of
change, wisatawan dan pegiat ekowisata akan pentingnya pengetahuan ekowisata
dan etika lingkungan yang nantinya bermanfaat bagi kelangsungan hidup suatu
makhluk hidup.
Fungsi ekowisata sejatinya untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan
membantu pembangunan kawasan lokal yang berkelanjutan, sehingga
memberikan manfaat pada seluruh elemen masyarakat, manfaat pada lingkungan
beserta apa saja yang ada didalamnya. Kegiatan ekowisata juga bertujuan untuk
menambah pemahaman terhadap lingkungan, sosial-budaya masyarakat lokal, dan
kearifan lokal masyarakat setempat terkait alam. Dimensi ekowisata meliputi
pariwisata alam, pariwisata pendidikan, pariwisata yang bertanggung jawab, dan
pariwisata yang berkelanjutan (Bergin-Seers dan Mair, 2009).
Peningkatan pengetahuan ekowisata dan penerapan prinsip etika lingkungan
bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain pemberian topik
pembelajaran tentang ekowisata kepada anak sekolah dan mahasiswa. Selain itu
juga bisa dilakukan edukasi dalam bentuk pelatihan kepada masyarakat, terutama
di kawasan ekowisata. Penerapan prinsip etika lingkungan akan berdampak pula
pada penyelesaian masalah lingkungan disekitar. Dengan demikian, pengetahuan
ekowisata harus juga mengandung prinsip penerapan etika lingkungan.
21

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Pengetahun ekowisata mahasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya
masuk dalam 2 kategori, yaitu 49 mahasiswa pengetahuan ekowisatanya
termasuk kategori sangat baik dan 1 mahasiswa termasuk kategori baik. Hal
ini menunjukkan bahwa pengetahuan ekowisata sudah banyak
diperbincangkan dikalangan mahasiswa
2. Penerapan etika lingkungan mahasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya
masuk dalam 2 kategori, yaitu 40 mahasiswa menerapkan prinsip etika
lingkungan dengan sangat baik dan 10 mahasiswa menerapkan prinsip etika
lingkungan dengan baik
3. Terdaapat hubungan antara pengetahuan ekowisata dan penerapan etika
lingkungan mahasiswa jurusan biologi Universitas Brawijaya dengan nilai
Sig. sebesar 0,002 < 0,05. Hubungan antara pengetahuan ekowisata dan
penerapan etika lingkungan masuk dalam kategori hubungan yang cukup erat,
yang diindikasikan oleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,427. Hal ini bisa
diartikan bahwa semakin tinggi pengetahuan ekowisata akan semakin tinggi
pula seseorang menerapkan prinsip etika lingkungan.

B. Saran
Hasil penelitian hubungan antara pengetahuan ekowisata dan penerapan etika
lingkungan ini bisa dijadikan acuan agar pengetahuan ekowisata semakin
digalakkan penyebarannya baik dikalangan masyarakat umum dan kalangan
mahasiswa, supaya semakin menerapkan dan menanamkan prinsip etika
lingkungan dalam berkehidupan

21
22

DAFTAR PUSTAKA

Byers, B.A., R.N. Cunliffe, dan A.T. Hudak. 2001. Linking Conservatio of
Culture and Nature: A Case Study of Sacred Forest in Zimbabwe. Human
Ecology, 29 (2): 187-218

Bamberg, S. 2003. How does environmental concern influence specific


environmentally related behaviours? A new answer to an old question. J.
Environ. Psychol, 23, 21–32

Bergin-Seers, S., dan Mair, J. Emerging green tourists in Australia: Their


behaviours and attitudes. Tour. Hosp. Res. (9) 109–119.

Cini, F., Peet V. M., & Melville S. 2015. Tourism Students’ Knowledge and
Tenets Towards Ecotourism. Journal of Teaching in Travel & Tourism

Damanik, J, dan Weber F. H. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori Ke


Aplikasi. Yogyakarta: Pusat Pariwisata UGM dan ANDI.

Fang, W. T., Ching Y. L., Yueh W. H., Guosheng H., Guey S. S., Jui Y. C., and
Eric Ng. 2018. Environmental Literacy on Ecotourism: A Study on
Student Knowledge, Attitude, and Behavioral Intentions in China and
Taiwan. MPDi. Journal sustainability 10

Fennell, David A. 2003. Ecotourism: An Introduction. Edisi Kedua. New York:


Routledge.

Fishbein, M. 1967. Attitude and the prediction of behaviour. In Readings in


Attitude Theory and Measurement. New York, USA: Fishbein, M., Ed.;
JohnWiley & Sons pp. 477–492.

Flamin, A., dan Asnaryati. 2013. Ecotourism Potential and Strategy Development
of Tahura Nipa-Nipa, Kendari City, Southeast Sulawesi. Jurnal Penelitian
Kehutanan Wallaceae. Vol 2 No. 2

Gupta, G. & Chopra, P. 2014. Eco-tourists and environment protection: A pro


environment behavioural segmentation approach. Amity Glob. Bus. Rev. 9
90–95.

Grob, A. 1995. A structural model of environmental attitudes and behaviour. J.


Environ. Psychol. (15) 209–220.

Hill, Jennifer dan Gale, Tim (Eds.). 2009. Ecotourism and Environmental
Sustainability: Principles and Practice. Burlington: Ashgate.

http://www.indonesiaecotourism.com/2016/03/21/6-prinsip-ekowisata/ diakses 2
Oktober 2018

22
23

http://www.ecotourism.org/what-is-ecotourism/diakses 2 Oktober 2018

Juvan, E., dan Dolnicar, S. 2014. The attitude-behaviour gap in sustainable


tourism. Ann. Tour. Res (48) 76–95

Keraf, A.S. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Keraf, A.S. 2010. Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global. Yogyakarta:
Kanisius,

Likert, R. (1932). A technique for the measurement of attitudes. Archives of


Psychology. 22(140): 1–55

Nemoto, T. & Beglar, D. 2014. Developing Likert-scale questionnaires. In N.


Sonda & A. Krause (Eds.), JALT2013 Conference Proceedings. Tokyo:
JALT

Martina, K., Wahyu P., dan Sri W. 2015. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
Terhadap Konservasi Penyu dan Ekowisata di Desa Hadiwarno Kabupaten
Pacitan Sebagai Sumber Belajar Biologi. Jurnal Penddikan Biologi
Indonesia. Vol. 1 No.2. ISSN:2442-3750

Omran, M. S. 2014. The Effect of Educating Environmental Ethics on Behavior


and Attitude to Environment Protection. European Online Journal of
Natural and Social Science, 3(3), 141–151.

Pamungkas, R.N., S. Indriyani, dan L. Hakim. (2013). The Etnobotany of


Homegardens Along Rural Corridors as a Basis for Ecotourism Planing: a
Case Study of Rajegwesi Village, Banyuwangi, Indonesia. J. Bio. Env. Sci.
3 (9): 60-69

Parmawati, R. dkk. 2018. Ecotourism Development Strategy of Bukit Jaddih


karst, Madura. Journal of Indonesian Tourism and Development Studies.
Vol 6 No 2. E-ISSN 2338-1647

Partomo. 2004. Formulasi Strategi Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional


Gunung Gede Pangrango. Thesis. Bogor: IPB.

Sembiring, I., Irfan H., dan Sayed U. 2004. Survei Potensi Ekowisata di
Kabupaten Dairi. Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Smyth, J. 2004. Environment And Education: A View Of A Changing Scene.


Environmental Education Research, 12 (4),247–264.

Soemarwoto, O. 1972. Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama
24

Suriani, E. N., & Razak, M. N. 2014. Pemetaan Potensi Ekowisata di taman


Nasional Baluran. Jurnal Pariwisata. 24 (3): 251.

Tayana, R.D.dan Iwan, R. 2014. Potensi Pengembangan Ekowisata Berbasis


Masyarakat di Kawasan Rawa Pening , Kabupaten Semarang. Jurnal
Teknik PWK Volume 3 Nomor 1
25

LAMPIRAN

A. Jabaran Variabel
No Variabel Subvariabel Indikator Skala Cara atau
(Dimensi) Variabel Instrumen
dan Pengambilan
Pilihan Data
Jawaban
1 Pengetahuan Pariwisata  Ekowisata harus Interval Angket
Ekowisata yang mempertimbangkan pengetahuan
bertanggung habitat satwa liar ekowisata
jawab  Ekowisata harus
memperhartikan hak
stakeholder
 Ekowisata harus
melestarikan SDA dan
SDM menuju
keberlanjutan
 Ekowisata harus
memperhatikan sejarah
lokal

Pariwisata  Ekowisata membuat


Pendidikan wisatawan
berpartisipasi aktif
dalam pelestarian
lingkungan
 Ekowisaata
menciptakan
pendidikan wisata
lingkungan

Pariwisata
 Kelompok lingkungan
berpartisipasi
harus menjaga
kelestarian lingkungan
 Warga memiliki hak
berpartisipasi dan
dilibatkan dalam
pengembangan
ekowisata
 Pendapatan dari
kegiatan ekowisata
dikembalikan kepada
masyarakat
Pengelolaan
26

Pariwisata  Pemerintah harus


membuat aturan
pengelolaan lingkungan
pada kawasan
ekowisata
 Pemerhati lingkungan
harus memainkan peran
pengawas dan
memberikan saran di
bidang ekowisata
 Pemerintah
memastikan SDA
digunakan dengan baik
dan benar
 Pengelola ekowisata
harus sudah
professional
 Ekowisata harus
memanfaatkan undang-
undang untuk mengatur
penggunaan sumber
daya alam
 Ekowisata harus
menggambarkan lebih
banyak area
perlindungan hewan

2 Etika Nilai Interval Angket sikap


 Ekowisata tidak
Lingkungan mahasiswa
menyebabkan SDA
dalam prinsip
habis
etika
 Terjadi simbiosis
lingkungan
mutualisme
 Berkesinambungan
antara pelestarian
lingkungan dengan
ekonomi lokal
 Ekowisata harus
“dibayar” lebih
Prinsip
 Menekankan keadilan
pada hewan, tumbuhan,
dan lingkungan
 Menekankan
pentingnya kelestarian
lingkungan
 Rasa hormat dan
27

tanggung jawab pada


lingkungan
 Menghargai kearifan
lokal di lingkungan
setempat
 Manusia dan alam
hidup berdampingan
Sumber: Fang dkk., 2018

B. Pengetahuan Ekowisata
Identitas Diri Persentas Kategori
e
Nourma 100% Sangat Baik
Aliyul Murtadlo 120341400030 2012 100% Sangat Baik
Ahmad Ainul Fuadi 100% Sangat Baik
Hedy Novyan 98% Sangat Baik
M. Yusuf Eka P. 97% Sangat Baik
ibiw prasetyo 97% Sangat Baik
Rizza bahtiar 97% Sangat Baik
eko nova 97% Sangat Baik
M. Syamsi Dhuha 97% Sangat Baik
Rikza Hakin, 0910910066, 2009 95% Sangat Baik
Vindy Aprilia, 180341663063, 95% Sangat Baik
Fildatul amiroh, 180341863026 95% Sangat Baik
Novy Kurnia R., 166090100111011 95% Sangat Baik
Nindita Ayu Rahmania 95% Sangat Baik
Alfandy 93% Sangat Baik
M fahrur rozi 93% Sangat Baik
ifadhatus syifah, 93% Sangat Baik
Adhya yoga, 105020200111034, 93% Sangat Baik
1250901000111005 93% Sangat Baik
Tri Gunawan/160751615458/ 93% Sangat Baik
Fajrin 93% Sangat Baik
Deni B 93% Sangat Baik
idrus syamsi 93% Sangat Baik
dinda fitri 93% Sangat Baik
Yuni Septiani, 2012 92% Sangat Baik
awank 92% Sangat Baik
2013 92% Sangat Baik
Nisa A'rafiyah 90% Sangat Baik
Yandha Carbela Putra 90% Sangat Baik
inna 90% Sangat Baik
28

Ayub 90% Sangat Baik


Irwanul Ma'arif 90% Sangat Baik
Muhammad Rofi 120422425875 88% Sangat Baik
Incaloberty 88% Sangat Baik
Galih El Fikri 88% Sangat Baik
Sri Chelsea Larasati 88% Sangat Baik
Rafly S 88% Sangat Baik
Raisa 87% Sangat Baik
Labda sepasthika 87% Sangat Baik
Devinta/140341602034 87% Sangat Baik
Ghaziah K 180341863040 87% Sangat Baik
Widya 85% Sangat Baik
haqiqi 85% Sangat Baik
Meyranti Iloe Lestari, 150131601288 83% Sangat Baik
Lutivita Erya 83% Sangat Baik
Ozik azilavano, 145020207111006 82% Sangat Baik
Muhammad alfian masduqi 82% Sangat Baik
Ryan Fajar Kurnianto 80% Sangat Baik
Dedy ridwanto 80% Sangat Baik
Herman Hidayat 65% Baik

C. Penerapan Etika Lingkungan


Identitas Diri Persentas Kategori
e
Nourma 100% Sangat Baik
Dedy ridwanto 94% Sangat Baik
Ahmad ainul fuadi 92% Sangat Baik
Deni B 90% Sangat Baik
Isyana 88% Sangat Baik
Fildatul Amiroh, 180341863026 88% Sangat Baik
Galih 88% Sangat Baik
Rafly S 88% Sangat Baik
ibiw prasetyo 88% Sangat Baik
Rizza bahtiar 88% Sangat Baik
eko nova 88% Sangat Baik
M. Syamsi Dhuha 88% Sangat Baik
Labda sepasthika 85% Sangat Baik
29

Aliyul Murtadlo 120341400030 85% Sangat Baik


Nisa A'rafiyah 85% Sangat Baik
Vindy aprilia, 180341663063 85% Sangat Baik
Yandha Carbela Putra 85% Sangat Baik
1250901000111005 85% Sangat Baik
Ghaziah 180341863040 85% Sangat Baik
Fajrin 85% Sangat Baik
dinda fitri 85% Sangat Baik
awank 83% Sangat Baik
Incaloberty 83% Sangat Baik
M. Yusuf Eka P. 83% Sangat Baik
idrus syamsi 83% Sangat Baik
Alfandy 81% Sangat Baik
Hedy Novyan 81% Sangat Baik
Nindita Ayu R. 81% Sangat Baik
Ozik azilavano, 1450207111006 79% Sangat Baik
Yuni septiani, 2012 79% Sangat Baik
M fahrur rozi 79% Sangat Baik
haqiqi 79% Sangat Baik
2013 79% Sangat Baik
Muhammad Rofi 120422425875 79% Sangat Baik
Adhya yoga. 105070200111034 79% Sangat Baik
Devinta/ 140341602034 79% Sangat Baik
Ayub 79% Sangat Baik
Irwanul Ma'arif 79% Sangat Baik
Novy Kurnia R., 166090100111011 77% Sangat Baik
Tri Gunawan/160751615458 77% Sangat Baik
Widya 75% Baik
ifadhatus syifah 75% Baik
inna, 14620063, 2014 75% Baik
Meyranti Iloe Lestari, 150131601288 73% Baik
Muhammad alfian masduqi 73% Baik
Lutvita Erya 73% Baik
Rikza Hakin 71% Baik
Ryan Fajar Kurnianto 71% Baik
Sri Chelsea Larasati 71% Baik
Herman Hidayat 67% Baik

Anda mungkin juga menyukai