Anda di halaman 1dari 16

Epilepsi Pada Anak

Fadhillah Tia Nur

Definisi
Kejang adalah suatu tanda dan atau gejala yang terjadi sementara serta muncul akibat dari
aktifitas neuron yang berlebihan atau sinkronisasi yang abnormal. Sekitar 4-10% anak pernah
mengalami kejadian kejang (dengan demam atau tanpa demam) pada enam belas tahun
kehidupan pertamanya. Prevalensi kejang berkisar antara 0,5-1,0% anak setiap tahunnya.1
Batasan diagnosis epilepsi adalah bangkitan kejang tanpa adanya provokasi apapun,
kejang terjadi sedikitnya dua kali atau berulang dengan rentang waktu lebih dari 24 jam. 1,2
Istilah tanpa provokasi berarti tidak berkaitan erat dengan demam, trauma kepala akut atau
gangguan metabolik.2 Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE) dan the
International Bureau for Epilepsy (IBE) menyatakan bahwa status epileptikus merupakan
kejang yang berlangsung terus menerus selama periode waktu tertentu atau berulang tanpa
disertai pulihnya kesadaran diantara kejang. Pada definisi status epileptikus yang
disampaikan ILAE tidak ada batasan waktu lamanya kejang, para ahli berpendapat bahwa
yang disebut status epileptikus bila lama kejang 30 menit atau lebih.3

Patofisiologi
Otak yang berkembang dapat menjadi sebuah bangkitan kejang dengan berbagai cara.
Bangkitan kejang terjadi akibat perubahan dari keseimbangan antara proses eksitasi dan
inhibisi pada sel saraf, gangguan keseimbangan tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik
ataupun didapat.4
Gambar 1.Cetusan abnormal neuron pada level A) otak dan B) hubungan neuronal yang
disederhanakan, terdiri dari dua neuron eksitator (1 dan 2) dan interneuron penghambat (3). 5

Kejang epileptik secara luas diklasifikasikan menjadi parsial (fokal) dan umum, tergantung
asal rangsangan dan pola penyebaranya.Kejang parsial berasal dari area lokal otak, yang
memiliki manifestasi klinis sesuai dengan area yang terlibat dan seberapa luas penyebarannya
dari fokus epileptik tersebut.Sedangkan kejang umum diawali dengan cetusan elektrik
abnormal pada kedua hemisfer secara simultan, karakteristik dari gambaran EEG pada kejang
umum adalah gelombang epileptik paku-ombak sinkron dan bilateral. Kejang yang diawali
dengan kejang fokal kemudian menyebar keseluruh otak disebut dengan kejang umum
sekunder.5
Gambar 2.Potongan koronal otak yang menggambarkan tipe kejang dan rute potensial
penyebaran kejang disertai gambaran aktifitas elektrik otak (EEG) A. area fokal dan kejang
umum sekunder. B. kejang umum.5
Diagnosis
anamnesis dan pemeriksaan neurologis merupakan landasan utama menegakkan diagnosis
neurologis, pemeriksaan laborat dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis. Riwayat
penyakit termasuk gejala klinis dari kejang seperti bagaimana bentuk kejang, lama kejang,
dan tanda post iktal.4
Gambar 3.Alur pendekatan pasien epilepsi anak6

Tabel 1.Klasifikasi internasional epilepsi dan sindrom epilepsi7


Epilepsi dan Sindrom epilepsi lokal Simptomatik
(localized related) A. Etiologi non spesifik
Idiopatik (primer) 1. Ensefalopati mioklonik dini
A.Epilepsi benigna dengan gelombang 2. Ensefalopati infantile dini dengan
pakudaerah temporal burst suppression
B. Epilepsi dengan gelombang paroksismal 3. Epilepsi simptomatik lain yang
daerah oksipital tidak termasuk diatas
C. Primary Reading Epilepsy B. Etiologi spesifik
Simptomatik (sekunder) Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi
A. Epilepsi parsialis kontinua kronik penyakit lain
progresif pada anak (Sindrom
Kojewnikoff’s) Epilepsi dan sindrom epilepsi yang tak
B. Sindrom dengan bangkitan yang dapat ditentukan fokal atau umum
dipresipitasi rangsangan tertentu Bangkitan umum dan fokal
C. Epilepsi dan sindrom lain berdasarkan A. Bangkitan neonatal
lokasi dan etiologi B. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
1. Epilepsi lobus temporalis C. Epilepsi dengan gelombang paku
2. Epilepsi lobus frontalis kontinyu selama tidur dalam
3. Epilepsi lobus parietalis D. Epilepsi afasia didapat (Sindrom
4. Epilepsi lobus oksipitalis LandauKleffner)
Kriptogenik E. Epilepsi yang tidak terklasifikasi
selain diatas
Epilepsi dan sindrom epilepsi umum Tanpa gambaran tegas fokal atau
Idiopatik umum
A. Kejang neonatus familial benigna Sindrom khusus
B. Kejang neonatus benigna Berkaitan dengan situasi tertentu
C. Epilepsi mioklonik pada bayi A. Kejang demam
D. Epilepsi lena pada anak (pyknolepsy) B. Bangkitan kejang terjadi hanya sekali
E. Epilepsi lena pada remaja C. Bangkitan kejang yang terjadi ekibat
F. Epilepsi mioklonik pada remaja keadaan tertentu seperti stress,
G. Epilepsi dengan bangkitan tonik klonik perubahan hormonal, obat, alkohol,
saat kurang tidur
terjaga Kejang terisolasi atau Status
H. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak epileptikus terisolasi
termasuk salah satu diatas
I. Epilepsi yang dipresipitasi faktor tertentu
Idiopatik dan/atau simptomatik
A. Sindrom West (infantile spasms)
B. Sindrom Lennox-Gastaut
C. Epilepsi mioklonik astatik
D. Epilepsi lena mioklonik

EEG
Peran pemeriksaan EEG pada pasien epilepsi adalah membantu dalam menentukan apakah
anak menderita epilepsi, tipe epilepsi (fokal, umum, maupun fokal yang menjadi umum),
beratnya penyakit, faktor pencetus serta prognosis dari pasien dengan epilepsi. 8
Pemeriksaan EEG tidak sepenuhnya mendukung ataupun menyingkirkan diagnosis
epilepsi, kurang lebih 5% pasien tanpa epilepsi mempunyai kelainan EEG berupa aktivitas
epilepsi pada rekaman EEG, dan hanya 50% pasien dengan epilepsi memiliki aktivitas
epileptiform pada rekaman EEG pertamanya. Prosedur standar yang digunakan pada
pemeriksaan EEG adalah rekaman EEG saat tidur (sleep deprivation), pada kondisi
hiperventilasi dan stimulasi fotik, dimana ketiga keadaan tersebut dapat mendeteksi aktivitas
epileptiform. Selain ketiga prosedur standar diatas dikenal pula rekaman Video-EEG dan
ambulatory EEG, yang dapat memperlihatkan aktivitas elektrik pada otak selama kejang
berlangsung.9-12

Tabel 2. Karakteristik gambaran EEG pada beragam tipe kejang4


Tipe kejang Abnormalitas EEG inter-iktal
Kejang fokal
Fokal sederhana Bervariasi; paku pada area korteks yang
terlibat; normal
Fokal kompleks Bervariasi; paku pada frontal/temporal;
normal
Kejang Umum
Absence Gelombang paku menyeluruh, dibangkitkan
saat tidur, hiperventilasi, atau stimulasi fotik
Tonik-klonik Bervariasi; normal
Mioklonik Sering abnormal, gelombang paku
menyeluruh; gelombang paku multiple
Tonik/atonik Sering abnormal, kelainan menyeluruh,
gelombang paku menyeluruh; gelombang
paku multiple
Spasme infantile Hypsarhythmia (inter-iktal); elektrodekremen
(iktal)

Neuroimaging
CT-scan
Walaupun CT Scan sering memberikan hasil yang normal pada kebanyakan kasus epilepsi,
CT Scan merupakan pemeriksaan penunjang yang cukup penting karena dapat menunjukkan
kelainan pada otak seperti atrofi jaringan otak, jaringan parut, tumor dan kelainan pada
pembuluh darah otak.12
MRI
MRI dapat memperlihatkan struktur otak dengan sensitivitas yang tinggi.Gambaran yang
dihasilkan oleh MRI dapat digunakan untuk membedakan kelainan pada otak, seperti
gangguan perkembangan otak (sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal), tumor otak,
kelainan pembuluh darah otak (hemangioma kavernosa) serta abnormalitas lainnya.Meskipun
MRI memiliki banyak keunggulan, pemeriksaan dengan MRI tidak dilakukan pada semua
jenis epilepsi. Komisi ILAE (1997) merekomendasikan MRI kepala pada pasien yang
ditujukan untuk : kejang fokal pada semua usia, dan bukan kejang fokal idiopatik, kejang
yang sulit diklasifikasikan atau kejang umum pada usia dibawah 2 tahun, kejang yang sulit
terkontrol dan pola kejang yang berubah, adanya gangguan perkembangan prilaku, kejang
umum simptomatik, kejang awal dengan peningkatan TIK atau status epileptikus.13,14

Tabel 3. Pemeriksaan pada evaluasi anak dengan kejang4


Tipe kejang Pemeriksaan Keterangan
Fokal Sederhana MRI Menyingkirkan lesi struktural
Fokal Kompleks MRI Menyingkirkan lesi struktural
Tonik-klonik MRI Menyingkirkan lesi struktural
Absence -
Spasme infantile Pemeriksaan kulit Lesi Hipopigmentasi (tubero
(lampu wood) sclerosis)
Epilepsi refrakter MRI Menyingkirkan malformasi
kongenital, kelainan migrasi
neuronal
Ensefalopati epilepsy Protein Skrining metabolic
serum/urin/asam
organic; serum Skrining defek siklus urea
biotinidase; serum Skrining kelainan mitokondrial
ammonia; Menyingkirkan kejang dependen
Laktat/piruvat; vitamin B6
Korioretinitis (infeksi kongenital)
infus piridoksin; lakuna korioretinal (sindrom
Aicardi)
Pemeriksaan mata Kelainan neurotransmitter, infeksi
kronis

Lumbal punksi
Tatalaksana
Bagian terpenting dari manajemen pasien dengan epilepsi adalah mengedukasi keluarga dan
pasien tentang penyakit, rencana tatalaksana, keterbatasan yang mungkin akan muncul serta
bagaimana hidup dengan kondisi mengidap epiepsi. Beberapa larangan dianggap perlu
diberikan kepada anak dengan epilepsi seperti menyetir dan berenang. 15

Prinsip penatalaksanaan penderita dengan kejang ataupun status epileptikus adalah


sebagai berikut:3,16,17,18
1. Tindakan suportif.
Merupakan tindakan awal yang bertujuan menstabilisasi penderita (harus tercapai
dalam 10 menit pertama), yaitu ABC:
a. Airway : Bebaskan jalan nafas
b. Breathing : Pemberian pernafasan buatan/bantuan nafas
c. Circulation : Pertahankan/ perbaiki sirkulasi, bila perlu pemberian infus
atau transfusi jika terjadi renjatan
2. Hentikan kejang secepatnya.
Dengan memberikan obat anti kejang, dengan urutan pilihan sebagai berikut
(harus tercapai dalam 30 menit pertama):
a. Pilihan I : Golongan Benzodiazepin (Lorazepam, Diazepam)
b. Pilihan II : Phenytoin
c. Pilihan III : Phenobarbital
3. Pemberian obat anti kejang lanjutan serta mencegah kejang berulang.
4. Cari penyebab status epileptikus serta penyakit dasarnya
5. Mengatasi penyulit
6. Bila terjadi refrakter status epileptikus atasi dengan
a. Midazolam, atau
b. Barbiturat (thiopental, phenobarbital, pentobarbital) atau
c. Inhalasi dengan bahan isoflurane
Gambar 4. Algoritma tata laksana kejang akut dan status epileptikus3
Tabel 4. Obat-obat yang sering digunakan dalam penghentian kejang19

Diazepam Fenitoin Phenobarbital Midazolam

Dosis Inisial 0,3-0,5 mg/kgbb 20mg/kgbb 20 mg/kgbb 0,2 mg/kgbb bolus

0,02-0,1mg/kgbb drip

Maksimum 10mg 1000mg 1000mg -


dosis awal

Dosis ulangan 5 menit dapat Bila kejang Bila kejang 10-15 menit
diulang berhenti, kejang berhenti, kejang
kembali kembali
10mg/kgbb 10mg/kgbb

Lama kerja 15 menit-4jam 12-24 jam 12-24 jam 1-6 jam

Catatan Dilanjutkan Hindarkan Monitor tanda vital


dengan fenitoin pengulangan
atau AED sebelum 48 jam

Efek samping Somnolen, Bingung, depresi Hipotensi, Hipotensi, depresi napas


ataxia, depresi napas depresi napas,
napas aritmia

TatalaksanaRumatan

Setelah diketahui penyebab kejang adalah epilepsi maka perlu dilakukan tatalaksana
rumatan oleh dokter spesialis untuk mencegah serangan ulang. Direkomendasikan tatalaksana
rumatan untuk epilepsi diberikan hanya satu macam obat saja atau monoterapi. Bila satu obat
belum bisa mengendalikan epilepsi anak maka diganti dengan obat lain, bila belum terkendali
lagi maka perlu diberikan terapi kombinasi dua obat. Namun, bila masih belum terkendali
maka pengobatan dikembalikan ke monoterapi dengan menggunakan obat yang paling
seimbang antara keuntungan dan efek samping kepada pasien.21
Menurut guidelines yang diterbitkan Indian Academy of Pediatrics(IAP) tahun 2009,
Ada beberapa obat yang sering digunakan dalam pengobatan epilepsi. Pilihan utamanya
adalah carbamazepin atau asam valproat, selain itu ada obat lain seperti fenobarbital dan
fenitoin.20
1. Carbamazepin adalah obat pilihan yang digunakan pada partial epilepsi pada
pasien dengan umur lebih dari 2 tahun. Dosis antara 10-30 mg/kg terbagi dalam 2
sampai 3 dosis tergantung sediaan.
2. Asam valproat merupakan obat pilihan untuk banyak tipe epilepsi, seperti
idiopathic generaliezed epilepsy, photosensitiv eepilepsy dan epilepsies with
multiple seizure type. Dosis antara 10-40 mg/kg/hari terbagi dalam 2 sampai 3
dosis.
3. Fenobarbitone digunakan sebagai terapi pertama untuk kejang pada neonatus,
kejang partial anak usia kurang dari 2 tahun, dan status epileptikus pada neonatus
dan anak. Dosis diberikan 3-6 mg/kg/hari bila rutin diberikan sekali sehari, atau 20
mg/kg sebagai loading dose bila diberikan untuk serangan status epileptikus.
4. Fenitoin merupakan obat yang sudah jarang digunakan untuk epilepsi terutama
untuk anak karena sangat lemah dalam mengontrol epilepsi, menyebabkan
hirsutism, dan efek samping terhadap pertumbuhan dan penampilan anak. Dosis
yang diberikan antara 5-6 mg/kg diberikan satu atau dua kali sehari pada anak yang
lebih besar, atau 15-18 mg/kg terbagi dalam 3 sampai 4 dosis untuk infan.

Namun karena banyaknya efek samping yang timbul selama pengobatan, muncul
berbagai obat generasi baru diantaranya adalah clobazam, lamotrigine, levateracetam,
topiramate, oxcarbazepine, tiagabine dimana penggunaannya sesuai tabel berikut:
Tabel 5. Efek dari pengobatan20

Tabel 6. Kelompok pengobatan epilepsi berdasarkan tipe kejang21


Untuk pemilihan obat anti epilepsi dokter juga harus mendiskusikan dengan pasien dan
keluarga pasien, membahas tentang cara pemakaian obat, dosis, dan efek samping obat. Efek
samping obat anti epilepsi biasanya terdiri dari mual muntah, perubahan mood dan
kepribadian sampai reaksi alergi.

Tabel 4. Efek samping obat anti epilepsi20

Selain pengobatan menggunakan obat anti epilepsi, tatalaksana lain yang bisa dilakukan
antara lain diet ketogenik, yaitu diet tinggi lemak dan rendah protein atau karbohidrat dengan
atau tanpa pengurangan cairan. Diet ini dilakukan untuk mempertahankan kondisi ketosis
dalam waktu lama. Diet ini dilakukan pada pasien yang tidak merespon baik terhadap obat
anti epilepsi dan tidak bisa dilakukan pembedahan.22

Untuk pasien anak dengan epilepsi partial atau generalized yang berulang sebaiknya
segera dirujuk ke tingkat yang lebih tinggi untuk dipertimbangkan dilakukan pembedahan.
Pembedahan dilakukan jika terbukti adanya lesi unilateral yang menyebabkan kejang atau
epilepsi yang sangat mengganggu perkembangan anak.23

Prognosis
Untuk menyimpulkan suatu prognosis pada epilepsi anak sangat sulit, karena sangat
bergantung pada sindromepilepsi serta faktor-faktor lainnya, termasuk kerusakan neourologis
yang sebelumnya telah ada, durasi epilepsy, dan terapi yang telah diberikan.Anak dengan
epilepsy sering memiliki masalah psikologis, sosial, dan edukasional yang ternyata lebih
seirng menjadi masalah yang lebih besar dikemudian hari. Faktor risiko yang jelas belum
pernah diterangkan sebelumnya, namun anak dengan epilepsi umum intraktabel yang berat
memiliki prognosis yang lebih buruk. 4
Daftar Pustaka

1. Mikati MA dan Hani AJ. Seizures in Childhood. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF,
Stanton BF, St Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson Textbook of
Pediatrics ed 20. Philadelphia: Elsevier, 2016. h. 2823-9
2. Camfield PR dan Camfield CS. Pediatric Epilepsy: An Overview. Dalam: Swaiman
KF, Ashwal S, Ferriero M, Schor NF, penyunting. Swaiman’s Pediatric Neurology:
Principle and Practice ed 5. Philadelphia: Elsevier Saunders 2012. h. 703-10
3. UKK Neurologi IDAI. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I,
Handyastuti S, penyunting Rekomendasi penatalakasanaan status epileptikus. Jakarta:
Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. 2016. h. 1-7
4. Stafsform C. the epilepsies. Dalam : David BR, Bodensteiner JB, Mandelbaum DE,
olson B, penyunting. Clinical pediatric neurology ed 3.Newyork: demosmedical 2009.
h. 151-188
5. Stafstrom C. the pathophysiology of epileptic seizures: A primer for pediatricians.
Pediatr rev 1998; 1:9 h. 335-344
6. Mangunatmadja I. First Unprovoked seizure dan epilepsi anak yang mudah diobati.
Dalam: what, why, how in child neurology. Jakarta: Unit kerja koordinasi neurologi
IDAI cabang Jakarta. 2014. H. 56-67.
7. Commission on classification and terminology of the international league against
epilepsy. Proposal for revised classification of epilepsies and epileptic syndromes.
Epilepsia. 1989;30:389-99.
8. Glauser, Tracy etal. 2016. Evidence-BasedGuideline: Treatment of Compulsive Status
Epilepticusin Children andAdult: Report of The Guideline Committee of The American
Epilepsy Society. Epilepsy Current. 16(1):48-61
9. Lumbantobing SM. Etiologi dan faal sakitan epilepsi. Dalam: Buku ajar neurologi.
Edisi kedua. FKUI 2007. p. 197-203.
10. Chang B, Loweinstwein B. Epilepsy. New England Journal Medicine 2003;(349):1257-
66.
11. Aurlienetal. EEG background activity described by alarge computerized database.
Clinical Neurophysiology 2004;115(3):665-73.
12. Rallam DK. Investigating epilepsy: CT and MRI in epilepsy. Nepal Journal of
Neuroscience2004:67-72.
13. Epstein H, Charles M. Timeline of the history of EEG and associated fields.
Electroencephalography and Clinical Neurophysiology 1983;106:173-76.
14. Lawson JA. Aims and rationale of anatomic brain imaging. Dalam: Duchowny M,
Cross JH, Arzimanoglou, penyunting. Pediatric epilepsy. Newyork: Mcgraw Hill
Medica; 2013. H.35-41.
15. Mikati MA dan Hani AJ. Treatment of Seizures and Epilepsy. Dalam: Kliegman RM,
Stanton BF, Stanton BF, St Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson
Textbook of Pediatrics ed 20. Philadelphia: Elsevier, 2016. h. 2838-48
16. Saharso D, Pusponegoro HD, Mangunatmadja I, Handyastuti S, Widodo DP, Erny.
Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B,
Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, penyunting. Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2009. h. 310-314
17. Glauser T, Shinnar S, Gloss D, Alldredge B, Arya R,Bainbridge J, et al. Evidence-
Based Guideline: Treatment of Compulsive Status Epilepticusin Children and Adult:
Report of The Guideline Committee of The American Epilepsy Society. Epilepsy
Current. 2016; 16(1):48-61
18. Brophy GM, Bell R, Claassen J, Alldredge B, Bleck TP, Glauser T, et al. Guidelines for
the Evaluation and Management of Status Epilepticus. Neurocrit Care. 2012;17:3-23
19. Mangunatmadja I. Status Epileptikus pada Anak. Dalam: Pardede SO, Mulyadi MD,
Soesanti F, Ambarsari CG, Soebadi A, penyunting. Tatalaksana Berbagai Keadaan
Gawat Darurat pada Anak. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI-RSCM.
2013. h. 21-32
20. Indian Academy of Epilepsy. Guidelines for Diagnosis and Management of Childhood
Epilepsy. Indian Pediatrics. 2009;46:681-98.
21. National Institute for Health and Care Excellence. Epilepsies: Diagnosis and
Management. NICE ClinicalGuideline. 2016
22. Selter JH, Turner Z, Doerrer SC, Kossoff EH. Dietary and Medication Adjustments to
Improve Seizure Control in Patients Treated With the Ketogenic Diet. J Child
Neurology. 2015; 30(1):53-7
23. Cherian PJ dan Radhakrishnan K. Selection of ideal candidates for epilepsy surgery in
developing countries. Neurol India. 2002;50(1):11-6

Anda mungkin juga menyukai