Anda di halaman 1dari 27

ANALISA GANGGUAN SALURAN UDARA TEGANGAN

MENENGAH (SUTM) PADA PENYULANG


KDS 5 DAN KDS 6 PT. PLN (PERSERO) UP3 KUDUS

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh
Candra Heri Saputro
NIM 5301415001

PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam suatu Sistem daya listrik terdiri dari berbagai komponen, antara lain

Sumber Energi, Pembangkit Energi, Sistem Transmisi, Sistem Distribusi dan Pusat

Beban. Sumber energi listrik berupa air, uap, gas dan lain sebagainya. Sumber

energi ini diubah oleh sistem pembangkit menjadi energi listrik yang ditransmisikan

melalui Jaringan Distribusi. Jaringan Distribusi yang membagi energi listrik ke

beban sesuai dengan kebutuhan konsumen. Jaringan Distribusi ini langsung

berhubungan dengan konsumen, sehingga sangat menentukan kontinuitas aliran

tenaga listrik kepada konsumen. Oleh karena itu, kebutuhan akan daya listrik ini

harus dirancang sebaik mungkin, khususnya mengenai kualitas maupun

keandalannya dalam mendistribusikan energi listrik sehingga menjamin tingginya

kepuasan konsumen

Selama ini energi listrik telah menjadi kebutuhan vital untuk menunjang

kehidupan sehari-hari (Garg et al. 2018; Uddin et al. 2016). Konsumsi energi global

meningkat karena populasi manusia yang terus bertambah (Abdelkader et al. 2010).

Dalam 20 tahun terakhir, konsumsi energi dunia meningkat tajam sebesar 40%

(Wang et al. 2018). Kini konsumsi energi listrik global mencapai 10 TWH dan

diperkirakan akan mencapai 30 TWH pada tahun 2050 (Yilmaz et al.

2015).Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan energi listrik maka PLN harus

memperhatikan kualitas energi yang disalurkan dari pembangkit hingga sampai


3

kepada konsumen.Kualitas energi listrik menjadi poin penting dalam

pendistribusian energi listrik karena energi listrik harus memenuhi persyaratan

untuk sampai ke konsumen, diantaranya yaitu dapat memenuhi beban puncak,

memiliki deviasi tegangan dan frekuensi yang minimum, menjamin urutan fasa

yang benar, menjamin distorsi gelombang tegangan dan harmonik yang minimum

dan bebas dari surja tegangan, menjamin suplai tegangan dalam keadaan seimbang,

dan memberikan suplai tenaga dengan keandalan yang tinggi.Energi listrik

disalurkan ke masyarakat melalui jaringan distribusi, oleh sebab itu jaringan

distribusi merupakan bagian jaringan listrik yang paling dekat dengan masyarakat.

Jaringan distribusi dikelompokkan menjadi dua, yaitu jaringan distribusi primer dan

jaringan distribusi sekunder. Tegangan distribusi primer yang dipakai PLN adalah

20 kV, 12 kV, 6 KV. Pada saat ini, tegangan distribusi primer yang cenderung

dikembangkan oleh PLN adalah 20 kV. Tegangan pada jaringan distribusi primer,

diturunkan oleh gardu distribusi melalui penyulang-penyulang menjadi tegangan

rendah yang besarnya adalah 380/220 V, dan disalurkan kembali melalui jaringan

tegangan rendah kepada konsumen.

Penyaluran energi listrik tidak menutup kemungkinan akan terjadi

gangguan, yang dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen maupun

PLN.Gangguan Tersebut diantaranya kerusakan pada pembangkit, kawat

penghantar yang putus, gangguan hubung singkat karena tersambar

petir.Berdasarkan ANSI/IEEE Std. 100-1992 gangguan didefinisikan sebagai suatu

kondisi fisis yang disebabkan kegagalan suatu perangkat, komponen atau suatu

elemen untuk bekerja sesuai dengan fungsinya.Suatu gangguan hampir selalu


4

berupa hubung langsung atau melalui impedansi. Istilah gangguan identik dengan

hubung singkat, sesuai standar ANSI/IEEE Std. 100-1992.Hubung singkat

merupakan suatu hubungan abnormal (termasuk busur api) pada impedansi yang

relatif rendah terjadi secara kebetulan atau disengaja antara dua titik yang

mempunyai potensial yang berbeda.

Berkaitan dengan gangguan jaringan maka suatu sistem tenaga listrik

harus mempunyai peralatan pengaman (sistem proteksi) untuk mengamankan

peralatan dari gangguan dan menghindari dari kerusakan. Dengan adanya sistem

proteksi tidak menghambat penyaluran tenaga listrik ke beban

(konsumen).Peralatan proteksi yang digunakan harus tepat dan dapat

diandalkan.Tujuan utama proteksi adalah untuk mencegah terjadinya gangguan

atau memadamkan gangguan yang telah terjadi dan melokalisirnya, dan membatasi

pengaruh-pengaruhnya, biasanya dengan mengisolir bagian-bagian yang terganggu

tanpa mengganggu bagian- bagian yang lain (Hutauruk, 1991). Pengamanan

tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan pada peralatan-

peralatan gardu induk yang nantinya akan menyebabkan terhambatnya penyaluran

tenaga listrik ke beban (konsumen).

Berdasarkan latar belakang diatas, akan dilakukan penelitian dengan judul

“Analisis Keandalan Sistem Proteksi Distribusi Terhadap Frekuensi

Gangguan Pada Penyulang KDS 5 dan KDS 6 Di PT. PLN (Persero) Area

Kudus”.Penelitian ini difokuskan pada system distribusi energi listrik pada

penyulang KDS 5 dan KDS 6 karena berdasarkan data hasil observasi yang

dilakukan peneliti menyebutkan bahwa kedua penyulang tersebut memiliki


5

frekuensi gangguan yang tinggi diantara penyulang lainya di kota Kudus.Gangguan

yang terjadi akibat faktor meliputi hewan, petir, ulah manusia dan faktor internal

karena peralatan jaringan itu sendiri.Melalui penelitian ini diharapkan dapat

mengetahui semua jenis gangguan yang terjadi di sepanjang penyulang kudus 5 dan

6 serta mengetahui bagaimana kinerja sistem proteksi pada kedua penyulang

tersebut ,dengan hal ini peneliti dapat mencarikan solusi yang tepat untuk

menangani masalah gangguan yang sering terjadi dipenyulang tersebut, juga

sebagai pertimbangan PT. PLN (Persero) Rayon Kudus untuk menangani gangguan

dalam upaya meminimalisir pemadaman listrik dan memaksimalkan kualitas daya

di kota Kudus.

1.2. Identifikasi Masalah

Permasalahan penelitian yang peneliti ajukan ini dapat diidentifikasi

permasalahanya sebagai berikut:

1. Pada penyulang KDS 5 dan KDS 6 sering terjadi gangguan ,baik gangguan

karena faktor alam maupun kegagalan sistem yang menyebabkan

konsumen yang terhubung dengan penyulang tersebut mengalami padam

listrik;

2. Gangguan jaringan distribusi menyebabkan PLN mengalami kerugian

karena sebagian daya yang disalurkan hilang atau terhenti;

3. Frekuensi gangguan yang tinggi menyebabkan menurunnya keandalan

sistem distribusi

4.
6

1.3. Batasan Masalah

Untuk mengetahui gangguan di Penyulang KDS 5 dan penyulang KDS 6

maka permasalahan penelitian ini dibatasi pada :

1. Analisis dilakukan terhadap semua jenis gangguan pada penyulang SUTM

(Saluran Udara Tegangan Menengah) KDS 5 dan KDS 6 tahun 2017-2018.

2. Data yang diamati sebagai perbandingan untuk evaluasi gangguan yaitu

data gangguan jalur penyulang KDS 5 dan KDS 6 tahun 2017-2018.

3. Sistem distribusi yang dijadikan bahan penelitian adalah sistem distribusi

di PT. PLN (Persero) Area Kudus

4. Komponen sistem proteksi yang diamati sebagai bahan penelitian adalah

relai OCR (Over Current Relay) dan GFR (Ground Fault Relay)

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, agar tercipta keandalan system

proteksi yang lebih bermutu maka permasalahan yang dapat diambil adalah :

1. Bagaimana analisis keandalan sistem proteksi terhadap frekuensi

gangguan yang terjadi di jalur penyulang KDS 5 dan KDS6 dari tahun

2017-2018 ?

2. Faktor apa saja yang menyebabkan gangguan di jalur penyulang KDS 5

dan KDS 6 tahun 2017-2018 ?

1.5. Tujuan Penelitian


7

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui frekuensi gangguan dan

keandalan sistem proteksi distribusi Penyulang KDS 5 dan KDS 6 Rayon Kudus

kota, dan dapat dijadikan referensi maupun pertimbangan dalam melakukan

pemeliharaan dan inspeksi gangguan pada sistem proteksi jika terjadi gangguan

yang sama.

1.6. Manfaat Penelitian

Dengan adanya hasil penelitian pada kinerja sistem proteksi terhadap

gangguan di penyulang KDS 5 dan KDS 6 diharapan dapat memberikan manfaat

baik secara teoritis maupun praktis:

1. Manfaat teoritis: sebagai bahan untuk menambah pengetahuan atau

wawasan mengenai keandalan sistem proteksi distribusi 20 KV terhadap

frekuensi gangguan yang terjadi pada penyulang PLN.

2. Manfaat praktis:

Sebagai kajian atau bahan pertimbangan PT. PLN (Area) Kudus untuk

menindaklanjuti gangguan jaringan SUTM di wilayah Kudus, agar

nantinya suatu keandalan sistem proteksi dapat mencapai indeks

keandalan yang meningkat secara signifikan untuk menunjang pelayanan

energi listrik yang maksimal kepada konsumen.


8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Gangguan SUTM

Gangguan pada sistem distribusi adalah terganggunya sistem tenaga listrik

yang menyebabkan bekerjanya relai pengaman penyulang untuk membuka pemutus

tenaga (circuit breaker) di gardu induk yang menyebabkan terputusnya suplai

tenaga listrik. Gangguan pada jaringan distribusi lebih banyak terjadi pada saluran

udara (SUTM) yang umumnya tidak memakai isolasi dibanding dengan saluran
9

distribusi yang ditanam dalam tanah (SKTM) dengan menggunakan isolasi

pembungkus.

Sumber gangguan pada jaringan distribusi dapat berasal dari dalam sistem

(internal) maupun dari luar sistem distribusi (eksternal).

1. Gangguan dari dalam sistem antara lain:

a. Tegangan lebih atau arus lebih

b. Beban lebih

c. Kegagalan kerja peralatan pengaman

d. Pemasangan yang kurang tepat

e. Usia pemakaian

2. Gangguan dari luar sistem antara lain:

a. Dahan/ranting pepohonan yang mengenai SUTM

b. Sambaran petir

c. Hujan atau cuaca

d. Kerusakan pada peralatan

e. Binatang ataupun layang-layang

f. Penggalian tanah

g. Gagalnya isolasi karena kenaikan temperatur

h. Kerusakan sambungan

Adapun jenis-jenis gangguan yang sering terjadi pada sistem distribusi

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Gangguan Beban Lebih

2. Gangguan Tegangan Lebih


10

3. Gangguan Ketakstabilan

4. Gangguan Hubung Singkat

2.1.1.1 Gangguan Beban Lebih

Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila dibiarkan

terus-menerus berlangsung dapat merusak peralatan listrik yang dialiri oleh arus

tersebut. Karena arus yang mengalir melebihi kapasitas peralatan listrik dan

kapasitas pengaman yang terpasang melebihi kapasitas peralatan, sehingga saat

beban lebih, pengaman tidak trip (Sarimun. 2011). Misalnya, kapasitas penghantar

350 A dan pengaman di setting 400 A tetapi beban mencapai 380 A, sehingga

pengaman tidak trip dan penghantar akan terbakar.

2.1.1.2 Gangguan Tegangan Lebih

Gangguan tegangan lebih yang diakibatkan adanya kelainan pada sistem,

dimana tegangan lebih dibedakan atas:

1. Tegangan Lebih Dengan Frekuensi Kerja (Power Frequency) egangan

lebih dengan frekuensi kerja (power frequency) adalah tegangan lebih

yang terjadi, misalnya dikarenakan pembangkit kehilangan beban yang

diakibatkan adanya gangguan pada sisi jaringan, sehingga terjadi putaran

lebih (over speed) pada generator. Tegangan lebih ini juga dapat terjadi

karena adanya gangguan pada pengatur tegangan secara otomatis

(Automatic Voltage Regulator) (Sarimun. 2011).

2. Tegangan Lebih Transien


11

Tegangan lebih transien merupakan tegangan lebih karena adanya surja

petir yang mengenai peralatan listrik atau saat pemutus tenaga yang

menimbulkan kenaikan tegangan yang disebut surja hubung (Sarimun.

2011).

2.1.1.3 Gangguan Ketidakstabilan (Instability)

Lepasnya pembangkit dapat menimbulkan ayunan daya (power swing)

atau menyebabkan unit-unit pembangkit lepas sinkron. Ayunan juga dapat

menyebabkan salah kerja relai. Lepas sinkron dapat menyebabkan berkurangnya

pembangkit, karena pembangkit yang besar jatuh (trip) dari cadangan putar

(spinning reserve), maka frekuensi akan terus turun atau bisa terjadi terpisahnya

sistem yang dapat menyebabkan gangguan yang lebih luas, bahkan terjadi

keruntuhan sistem (collapse) (Sarimun. 2011).

2.1.1.4 Gangguan Hubung Singkat

Gangguan yang sering terjadi dan berbahaya bagi sistem tenaga listrik

adalah gangguan hubung singkat. Adanya hubung singkat menimbulkan arus lebih

yang pada umumnya jauh lebih besar daripada arus pengenal peralatan dan terjadi

penurunan tegangan pada sistem tenaga listrik. Dimana besarnya arus hubung

singkat tergantung dari sumber yang memasok, luas penampang jaringan, dan

lokasi dimana gangguan hubung singkat tersebut terjadi. Akibat dari adanya arus

gangguan ini adalah dapat merusak peralatan-peralatan listrik dan terganggunya

penyaluran listrik pada konsumen.


12

Berdasarkan lama terjadinya gangguan hubung singkat pada sistem

distribusi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Gangguan Temporer Gangguan yang bersifat sementara karena dapat

hilang dengan sendirinya dengan cara memutuskan bagian yang terganggu

sesaat, kemudian menutup balik kembali, baik secara otomatis

(autorecloser) maupun secara manual oleh operator. Bila gangguan

sementara terjadi berulang-ulang maka dapat menyebabkan gangguan

permanen dan merusak peralatan.

2. Gangguan Permanen

Gangguan bersifat tetap, sehingga untuk membebaskannya perlu tindakan

perbaikan atau penghilangan penyebab gangguan. Hal ini ditandai dengan

jatuhnya (trip) kembali pemutus tenaga setelah operator memasukkan

sistem kembali setelah terjadi gangguan.

Berdasarkan kesimetrisannya, gangguan hubung singkat yang mungkin

terjadi pada jaringan distribusi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sebagai

berikut:

1. Gangguan Asimetris

Gangguan asimetris merupakan gangguan yang mengakibatkan tegangan

dan arus yang mengalir pada setiap fasanya menjadi tidak seimbang.

Gangguan ini terdiri dari:

a. Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah

b. Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa

c. Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa ke Tanah


13

2. Gangguan Simetris

Gangguan simetris merupakan gangguan yang terjadi pada semua fasanya

(3 fasa) sehingga arus maupun tegangan setiap fasanya tetap seimbang

setelah gangguan terjadi.

2.1.2 Sistem Proteksi Jaringan SUTM

Agar suatu sistem distribusi dapat berfungsi dengan baik,gangguan-

gangguan yang terjadi pada tiap bagian harus dapat dideteksi dan dipisahkan dari

sistem lainnya dalam waktu secepat mungkin. Beberapa fungsi sistem pengaman

adalah sebagai berikut:

1. Melokalisir gangguan untuk membebaskan perlatan dari gangguan.

2. Membebaskan bagian yang tidak bekerja normal, untuk mencegah

kerusakan.Memberi petunjuk atau indikasi atas lokasi serta jenis

kegagalan yang terjadi.

3. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi

kepada konsumen.

4. Untuk mengamankan keselamatan manusia terutama terhadap bahaya

yang ditimbulkan listrik.

Adapun peralatan proteksi yang digunakan pada jaringan tegangan

menengah terbagi menjadi tiga kelompok ( Rendra,Pambudi Setyo.2010):

1. Peralatan pemisah atau penghubung

2. Peralatan pengaman arus lebih

3. Peralatan pengaman tegangan lebih


14

2.1.2.1 Peralatan Pengaman Arus Lebih

Fungsi dari peralatan pengaman arus lebih adalah untuk mengatasi

gangguan arus lebih pada sistem distribusi sebelum gangguan tersebut meluas

keseluruh sistem yang ada. Peralatan yang banyak digunakan pada jaringan

distribusi diantaranya adalah:

1. Pelebur (Fuse Cut Out)

2. Pemutus Balik Otomatis (Automatic Recloser)

3. Relai

2.1.2.1.1 Pelebur (Fuse Cut Out)

Pelebur (fuse) yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 merupakan kombinasi

alat pelindung dan pemutus rangkaian yang mempunyai prinsip melebur

(expulsion). Pengaman lebur ini ditempatkan pada sisi tegangan menengah (TM)

untuk mengamankan jaringan TM dan peralatan ke arah GI terhadap gangguan

hubung singkat di trafo, atau sisi TM sebelum trafo, dan gangguan permanen antara

fasa ke tanah.

Karakteristik waktu/arus dari sebuah pelebur (fuse) adalah sekitar . Untuk

semua jenis pelebur, batas arus pelebur biasanya lebih tinggi daripada arus

normalnya. Pelebur yang melewatkan arus melampaui batas arus untuk waktu yang

lebih lama daripada waktu untuk melewatkan arus pemutus minimum, dapat

mengalami kerusakan yang dapat mempengaruhi karakteristiknya, terutama

kemampuannya untuk memutus.


15

Gambar 2.1. Pelebur (Fuse Cut Out)

2.1.2.1.2Pemutus Balik Otomatis (Automatic Recloser)

Penutup balik adalah alat pengaman arus lebih dimana waktu untuk

memutus dan menutup kembali dapat diatur dan bekerja secara otomatis. Pemutus

balik otomatis dilengkapi dengan sarana indikasi arus lebih, pengatur waktu

operasi, serta penutupan kembali secara otomatis.

Desain dari penutup balik otomatis memungkinkan untuk dapat membuka

kontak-kontaknya secara tetap dan terkunci (lock out), sesuai pemrogramannya

setelah melalui beberapa kali operasi buka-tutup. Contoh bentuk dari pemutus balik

otomatis diberikan pada Gambar 2.2.

Pada gangguan yang bersifat sementara, penutup balik otomatis akan

membuka dan menutup kembali bila gangguan telah hilang. Jika gangguannya

bersifat tetap/permanen, maka penutup balik otomatis akan membuka


16

kontakkontaknya secara tetap dan terkunci. Apabila gangguan telah dihilangkan,

maka kontak dapat ditutup kembali.

Gambar 2.2. Penutup Balik Otomatis (AutomaticRecloser)

2.1.2.1.3 Relai

Relai dalah peralatan pengaman yang dipasang pada perangkat yang

berfungsi untuk melindungi peralatan listrik dari gangguan yang mungkin

terjadi.Relai bersifat peka terhadap perubahan pada rangkaian yang dapat

mempengaruhi kinerja alat lain. Tujuan dipasang relai pengaman adalah:

1. Menghindari atau mengurangi kerusakan yang terjadi akibat gangguan

pada alat yang dilalui arus gangguan.

2. Menyelamatkan sistem atau bagian sistem lainnya yang tidak terganggu

supaya tetap dapat bekerja terus, dengan cara melepaskan bagian sistem

yang terganggu sedemikian rupa sehingga penyimpangan atau kesalahan

akibat gangguan tersebut tidak memberikan akibat negatif yang lebih luas

terhadap keseluruhan sistem yang ada.


17

Adapun relai yang terpasang terdiri dari:

1. Relai Arus Lebih (Over Current Relay) Relai arus lebih (OCR) merupakan

pengaman sistem distribusi dari gangguan antar fasa, baik hubung singkat

2 fasa maupun 3 fasa.Pemasangannya dapat dilakukan di penyulang masuk

(incoming feeder), penyulang keluar (outgoing feeder), atau di gardu

hubung. Relai ini memberikan reaksi terhadap besarnya arus masukan,dan

bekerja untuk memutuskan rangkaian listrik (trip) apabila besarnya arus

melebihi nilai tertentu yang dapat diatur.

2. Relai Gangguan Tanah (Ground Fault Relay) Relai ini merupakan

pengaman sistem distribusi dari gangguan fasa ke tanah. Pada dasarnya,

relai ini memiliki prinsip kerja yang sama dengan relai arus lebih.

Pemasangannya dapat dilakukan di penyulang masuk (incoming feeder),

penyulang keluar (outgoing feeder), atau di gardu hubung.

3. Relai Momen (Instant)

Relai momen (instant) berperan sebagai pengaman untuk arus yang besar

dengan pengaturan kerja cepat. Waktu minimm yang dibutuhkan adalah

40 milidetik. Biasanya pengaturan relai momen di atur dengan arus

gangguan 2 fasa atau 3 fasa dekat dengan sumber (30-50%) panjang

jaringan.

4. Relai Penghantar Putus (Broken Conductor)

Relai penghantar putus (broken conductor) sebagai kelengkapan

pengaman yang terpasang di relai. Dipergunakan untuk pengaturan bila


18

beban tidak seimbang yang disebabkan adanya penghantar yang putus arah

beban, sehingga beban tidak seimbang tiap fasanya.

2.1.2.2 Peralatan Pengaman Tegangan Lebih

Pada sistem distribusi, gangguan dapat terjadi akibat adanya tegangan

lebih. Gangguan ini bisa terjadi akibat proses switching pada saluran dan akibat

sambaran petir. Bila gangguan ini dibiarkan maka dapat merusak peralatan listrik.

Oleh karena itu, peralatan listrik itu harus dilindungi dari gangguan tegangan lebih

dengan memasang peralatan pengaman tegangan lebih, seperti :

1. Kawat Tanah (Overhead Groundwire)

2. Penangkap Petir (Lightning Arrester)

2.1.2.2.1 Kawat Tanah (Overhead Groundwire)

Dalam hal melindungi saluran tenaga listrik, ada beberapa cara yang dapat

diterapkan. Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan kawat

tanah (overhead groundwire) pada saluran. Prinsip dari pemakaian kawat tanah ini

adalah bahwa kawat tanah akan menjadi sasaran sambaran petir sehingga

melindungi kawat fasa dengan daerah/zona tertentu.

2.1.2.2.2 Penangkap Petir (Lightning Arrester)

Penangkap petir berfungsi untuk melindungi peralatan sistem tenaga listrik

terhadap tegangan surja dengan membatasi surja tegangan lebih yang datang dan

mengalirkan ke tanah. Alat ini berlaku sebagai jalan pintas (bypass) sekitar isolasi.
19

Penangkap petir membentuk jalan yang mudah dilalui oleh arus petir, sehingga

tidak timbul tegangan lebih yang tinggi pada peralatan.

Pada keadaan normal penangkap petir berlaku sebagai isolator dan bila

timbul surja berlaku sebagai konduktor yang melewatkan aliran arus yang tinggi.

Setelah surja hilang, penangkap petir harus dengan cepat kembali menjadi isolator,

sehingga pemutus daya tidak sempat membuka.

2.2 Landasan Teori Penelitian Relevan

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan untuk dijadikan

referensi dalam penelitian ini. Adapun penelitian tersebut dari Shofiyah (2014)

berjudul “Analisis Gangguan Penyulang Akibat Layang-layang di PT. PLN

(Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Garut Rayon Garut Kota”

,Penelitian tersebut menganalisis gangguan akibat laying-layang yang menempel

pada feeder di seluruh unit PLN (persero) area Garut Jawa barat.Hasil dari

penelitian ini yaitu gangguan paling banyak terjadi akibat laying-layang adalah

gangguan 3 fasa, dan diperlukan sosialisasi non-teknis kepada masyarakat tentang

bahaya bermain laying-layang disekitar jaringan listrik.

Penelitian berikutnya dari Asnawi (2010), berjudul “Analisa gangguan

SUTM 20KV Penyulang Senggiring 3 di PT. PLN (Persero) Area Pontianak”. Pada

penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji kelayakan peralatan proteksi di

PT.PLN (Persero) Area Pontianak dengan menggunakan aplikasi untuk mengetahui

kerja komponen system proteksi yaitu relay GFR dan OCR, hasilnya seting pada

uji coba setelah dibandingkan dengan dilapangan didapatkan bahwa relai tidak
20

berfungsi secara maksimal, sehingga perlu adanya peremajaan relay dengan relai

yang baru dan diseting sesuai dengan cascade proteksi pada penyulang Senggiring

3 Pontianak.

Menak et al. (2018) berjudul “Analisis Keandalan Sistem Distribusi 20 KV

Pada Penyulang Pangkalbalam GI Air Anyir di PLN Area Bangka” meneliti

tentang keandalan system jaringan distribusi di PLN Area Bangka, dalam

penelitianya menggunakan indeks parameter SAIFI, SAIDI dan CAIDI untuk

mengetahui keandalan sistemnya, kemudian menggunakan simulasi untuk

mengetahui perhitungan nilai indeks. Hasil dari penelitian ini yaitu didapatkan hasil

indeks SAIFI, SAIDI, dan CAIDI melebihi standar yang ditetapkan oleh PLN pada

SPLN No 59 tahun 1985 yaitu SAIFI: 3,21 kali/tahun dan SAIDI: 21,094 jam/tahun.

Erliwati et al. (2015) dalam penelitian untuk tesis berjudul “Koordinasi

Sistem Proteksi Arus Lebih Pada Penyulang Distribusi 20 KV Gi Pauh Limo”

mengevaluasi seting relai proteksi pada penyulang distribusi 20 KV gardu induk

Pauh Limo dengan tujuan jika terjadi gangguan pada salah satu penyulang maka

tidak menyebabkan black out pada penyulang yang lainya.Hasilnya Koordinasi

relai OCR hasil perhitungan sudah benar dan koordinasi kerja relai sudah baik. Dari

uji selektifitas diperoleh waktu kerja relai pada penyulang Kuranji = 0,3 detik,

penyulang Koto Tingga = 0,298 detik, Penyulang Teluk Bayur-2 = 0,292 detik,

Penyulang Teluk Bayur-1 = 3 detik, Penyulang BLKI = 0,3 detik, penyulang Kandis

= 0,3 detik, dan penyulang UNAND = 0,3 detik. Pada sisi incoming waktu kerja

relai adalah 0,7 detik.


21

Arka et al. (2016) berjudul “Analisis Arus Gangguan Hubung Singkat

Pada Penyulang 20 KV Dengan Over Current Relay (Ocr) Dan Ground Fault Relay

(Gfr)” dalam penelitianya ia mengitung seting relay OCR dan GFR untuk

mengetahui arus gangguan yang terjadi pada penyulang 20 KV. Hasilnya diperoleh

bahwa besar arus gangguan satu fasa ke tanah yang terjadi pada saluran kabel 20

kV menuju incoming 20 kV sebesar 13.390 Ampere dan gangguan fasa-fasa sebesar

11.640 Ampere.

Banyak penelitian yang sudah dilakukan diantaranya yang sudah

disebutkan diatas, akan tetapi yang membedakan dalam tiap penelitian adalah

metode penelitian, teknik analisis data, serta subjek penelitian. Hal ini pula yang

membedakan dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini menggunakan

teknik analisis data deskriptif presentase dan menggunakan subjek penelitian yaitu

penyulang KDS 5 dan KDS 6 PT. PLN (Persero) Area Kudus, Jawa Tengah.

2.3 Kerangka Berfikir

Sistem proteksi merupakan bagian yang paling penting dalam penyaluran

energi listrik kepada konsumen.Sistem proteksi dapat meminimalisir terjadinya

kerusakan peralatan listrik disepanjang jaringan transmisi maupun distribusi.Fungsi

utama dari sistem proteksi selain mencegah kerusakan pada peralatan jaringan

listrik juga mencegah meluasnya kerusakan jaringan atau mengamankan daerah

yang terkena dampak kerusakan, sehingga jaringan lainya tidak merasakan efek dari

pemadaman akibat kerusakan di salah satu titik jaringan.


22

Sistem proteksi yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu

kepekaan, kecepatan, selektifitas, yang mana ketiga unsur tersebut harus ada dalam

sistem proteksi.Sebuah kerusakan pada jaringan listrik sekecil apapun harus mampu

dideteksi oleh pengaman agar nantinya dapat secara cepat diberikan penanganan,

dan harus cepat mendeteksi dengan hitungan seper sekian detik gejala kerusakan

jaringan, serta selektifitas dalam memisahkan jaringan yang mengalami kerusakan

dengan jaringan yang masih normal sehingga kerusakan tidak dapat meluas ke

jaringan lainya.

Gangguan jaringan merupakan hal yang mungkin terjadi pada suatu sistem

jaringan listrik,gangguan menyebabkan aliran listrik menjadi terputus sementara

yang berakibat pada konsumen dan PLN.Gangguan dapat dibagi menjadi dua yaitu

karena faktor dari luar (cuaca, hewan, manusia) dan faktor dari dalam (kerusakan

non teknis atau kerusakan peralatan itu sendiri).Gangguan paling banyak terjadi

akibat faktor eksternal yaitu karena pengaruh hewan, pengaruh cuaca, dan akibat

ulah manusia itu sendiri.Sistem proteksi harus mampu mendeteksi segala bentuk

gangguan yang terjadi di sepanjang jaringan listrik, sehingga akan mempermudah

teknisi dalam memberikan penanganan segera.

Sistem proteksi juga tidak lepas dari kemungkinan gagal mengamankan

suatu jaringan, ini berakibat pada kerusakan peralata jaringan lainya dan bahkan

dapat menimbulakan kebakaran. Kegagalan sistem proteksi dalam mengamankan

jaringan bisa diakibatkan oleh kesalahan setting peralatan proteksi atau karena

faktor usia peralatan tersebut karena tiap komponen proteksi harus dilakukan

peremajaan berkala guna menunjang keberlangsungan penyaluran energi listrik


23

yang maksimal kepada konsumen.Tingginya kerusakan akibat kegagalan sistem

proteksi dalam mengamankan jaringan berakibat pada menurunnya angka indeks

keandalan sistem jaringan distribusi.

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dapat diduga bahwa gangguan

memiliki hubungan terhadap keandalan sistem proteksi jaringan distribusi.Tujuan

dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui keandalan sistem proteksi distribusi

terhadap frekuensi gangguan yang terjadi di PT. PLN (Persero) Area Kudus.Penulis

berharap dengan hasil penelitian yang dilakukan ini dapat menjadikan evaluasi bagi

PLN sendiri mengenai sistem proteksi, dapat memberikan penanganan kusus

terhadap sistem proteksi jaringan distribusi, serta dapat meminimalisir terjadinya

gangguan pada penyulang-penyulang lain di kota Kudus.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Peneliti berencana melakukan penelitian mengenai analisis keandalan sistem

proteksi ini pada bulan April-Juni 2019. Penelitian ini dilaksanakan di PT. PLN (Persero)

Area Kudus Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian


24

No Alat dan Bahan Spesifikasi

1 Laptop Asus X450C Intel Celeron 2 GHz, RAM 4 GB

2 Software Microsoft Word 365 64 bit

3 Software Microsoft Excel 365 64 bit

4 Kamera 25 Megapixels

5 Alat Tulis

3.3 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui

nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independen) tanpa membuat

perbandingan, atau menghubungkan dengan variable lain (Sugiyono, 2003 : 11).

Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan

pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, dan analisis data

bersifat kuantitatif (Sugiyono, 2009 : 8). Berdasarkan uraian tersebut, maka

penelitian ini merupakan penilitian deskriptif kuantitatif, data yang diperoleh dari

sampel populasi penelitian dianalisis sesuai dengan metode statistik yang

digunakan kemudian dideskripsikan.

Desain penelitian merupakan penjelasan langkah-langkah yang ditempuh

dalam suatu penelitian. Desain dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1
25

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


3.4 Teknik Pengumpulan Data

Menurut sugiyono (2014 : 62) teknik pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian. Hal ini dikarenakan tujuan utama

dari penelitian adalah untuk memperoleh data. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Metode Observasi

Observasi adalah kegiatan pengamatan yang dilakukan kepada sampel

penelitian untuk memperoleh data atau informasi yang diinginkan


26

(Sugiyono, 2008 : 231). Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui kondisi serta keadaan tempat yang menjadi tempat penelitian,

menentukan anggota sampel yang akan diteliti, dan pengukuran untuk

memperoleh data data gangguan yang terjadi di sepanjang jalur penyulang

KDS 5 dan KDS 6 ,meliputi pengukuran menggunakan termovisi.

2. Metode Wawancara

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam

suatu topik tertentu (Sugiyono, 2013 : 231). Dalam penelitian ini,

wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi dari pihak terkait di

PT.PLN ( Persero ) Area Kudus.

3.5 Teknik Analisis Data

Setelah data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis

data. Teknik analisis data adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengolah data

hasil penelitian agar diperoleh suatu kesimpulan. Rumus yang digunakan dalam

menganalisis hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Deskriptif Persentase gangguan pada penyulang KDS 5 dan 6


𝑛
𝐷𝑃 = × 100% (Suharsimi Arikunto,2006)
𝑁

Keterangan :

DP = Deskripsi presentase gangguan (%)

n = Frekuensi gangguan (kali)

N = Jumlah Gangguan (kali)


27

2. Deskripsi presentase keandalan system proteksi penyulang KDS 5 dan 6


𝑛
𝐷𝑃 = × 100% (Suharsimi Arikunto,2006)
𝑁

Keterangan :

DP = Deskripsi presentase keandalan relai (%)

n = kinerja relai (kali)

N = Jumlah seharusnya relai bekerja (kali)

Keandalan rele dikatakan cukup baik bila mempunyai harga dari 90 %

sampai dengan 99 %.

Dari hasil penelitian ini data gangguan dan kinerja Relai OCR dan GFR

penyulang KDS 5 dan KDS 6 PT. PLN (Persero) Area Kudus dari tahun 2017 sampai

2018 akan dideskripsikan dalam bentuk persentase.

Anda mungkin juga menyukai