Anda di halaman 1dari 29

STUDI GANGGUAN PENYULANG MENGGUNAKAN METODE ROOT CAUSE

ANALYSIS (RCA)

LAPORAN TUGAS AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan diploma tiga (D-3) Program Studi Teknik Listrik
Jurusan Teknik Elektro
Politeknik Negeri Ujung Pandang

RADHIYAH TUL MIFTAH


32118021

PROGRAM STUDI D-3 TEKNIK LISTRIK


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem kelistrikan secara keseluruhan meliputi bagian pembangkitan, transmisi, dan

distribusi. Sistem distribusi yang berfungsi menyalurkan dan mendistribusikan energi

listrik ke konsumen perlu kualitas yang memadai. Kehidupan masyarakat saat ini sangat

tergantung pada ketersediaan tenaga listrik untuk mendukung kelancaran aktivitas sehari-

hari dan mendorong perkembangan sektor industri. Sementara itu pertumbuhan penduduk,

kemajuan ekonomi, dan perkembangan industri menyebabkan meningkatnya kebutuhan

tenaga listrik. Sistem distribusi sebagai bagian dari sistem tenaga listrik memegang peranan

penting dalam penyampaian tenaga listrik ke konsumen.

Jaringan distribusi merupakan bagian dari sistem yang paling dekat dengan

pelanggan/konsumen. Ditinjau dari volume fisiknya, jaringan distribusi pada umumnya

lebih panjang dibandingkan dengan jaringan transmisi dan jumlah gangguannya juga paling

tinggi dibanding jumlah gangguan pada saluran transmisi. Jaringan distribusi seperti

diketahui terdiri dari jaringan tegangan menengah (JTM) dan jaringan tegangan rendah

(JTR). Adapun gangguan yang terjadi bisa bersifat kontemporer ataupun permanen.

Gangguan pada sistrem distribusi, khususnya gangguan pada penyulang sangat

berpengaruh pada proses penyaluran yang menyebabkan tidak tersalurnya energi listrik

dengan baik. Dampak gangguan yang dirasakan oleh pihak PT PLN (Persero) berupa

kehilangan kesempatan menjual tenaga listrik dan memburuknya citra PLN. Sementara
dampak yang dirasakan oleh konsumen berupa pemadaman listrik dan resiko kerusakan

peralatan elektronik. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis dengan metode Root Cause

Analysis (RCA). Dengan tujuar agar diketahui akar penyebab gangguan dan akibat dari

gangguan tersebut, diharapkan dengan menggunakan metode tersebut dapat meminimalisir

terjadinya gangguan.

Menurut (Rooney 2004) dan (Branislav TOMIĆ1 2011) RCA adalah proses empat

langkah yang meliputi:

1. Pengumpulan data

2. Pembuatan diagram faktor penyebab.

3. Identifikasi akar penyebab.

4. Pencarian Rekomendasi dan implementasi.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara mengidentifikasi gangguan pada penyulang?

2. Bagaimana penggunaan metode Root Cause Analysis (RCA)?

1.3 Ruang Lingkup

Agar pembahasan tidak terlalu meluas, maka dari itu, ruang lingkup dibatasi hanya

gangguan pada penyulang area tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Sedangkan untuk tools yang digunakan pada Metode RCA adalah Fault Tree Analysis

dan Fishbone Diagram


1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu :

1. Mengidentifikasi akar penyebab gangguan pada penyulang.

2. Mengetahui penggunaan metode Root Cause Analysis (RCA).

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini,yaitu :

1. Teridentifikasinya penyebab gangguan pada penyulang menggunakan metode Root

Cause Analysis (RCA).

2. Sebagai bahan untuk pengembangan penelitian pada laporan tugas akhir selanjutnya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Tenaga Listrik

Sistem Tenaga Listrik adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen berupa

pembangkitan, transmisi, distribusi dan beban yang saling berhubungan dan berkerja sama

untuk melayani kebutuhan tenaga listrik bagi pelanggan sesuai kebutuhan. Secara garis

besar Sistem Tenaga Listrik dapat digambarkan dengan skema di bawah ini

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik

2.2 Definisi Sistem Distribusi

Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi ini

berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk Power

Source) sampai ke konsumen. Jaringan distribusi terdiri dari jaringan penghantar yang

menghubungkan antara gardu induk pusat beban dengan pelanggan. Jaringan distribusi

berfungsi untuk mendistribusikan listrik kepelanggan sesuai kebutuhan.

Jaringan distribusi terdiri dari jaringan distribusi tegangan menengah (JTM) dan

jaringan distribusi tegangan rendah (JTR). Jaringan distribusi menengah mempunyai

tegangan antara 3 Kv hingga 20 Kv. Pada saat ini, PLN hanya mengembangkan jaringan
distribusi tengangan menengah 20 kV. Jaringan distribusi jaringan menengah sebagian

besar berupa saluran udara tegangan menengah dan kabel tanah.

2.2 Jaringan Tegangan Menengah

Jaringan Tegangan Menengah (JTM) disebut juga jaringan distribusi primer yaitu

jaringan dari trafo gardu induk ke gardu distribusi. Pada pendistribusian tenaga listrik ke

pengguna tenaga listrik di suatu kawasan, penggunaan sistem Tegangan Menengah sebagai

jaringan utama adalah upaya utama menghindarkan rugi-rugi penyaluran (losses) dengan

kualitas persyaratan tegangan yang harus dipenuhi oleh PT PLN Persero selaku pemegang

Kuasa Usaha Utama sebagaimana diatur dalam UU ketenagalistrikan No 30 tahun 2009.

Gambar 2.2 Jaringan Tegangan Menengah

Konstruksi JTM ini dapat dikelopokkan menjadi 3 macam konstruksi, yaitu sebagai

berikut :

2.2.1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)

Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) adalah sebagai konstruksi termurah

untuk penyaluran tenaga listrik pada daya yang sama. Konstruksi ini terbanyak
digunakan untuk konsumen jaringan Tegangan Menengah yang digunakan di

Indonesia. Ciri utama jaringan ini adalah penggunaan penghantar telanjang yang

ditopang dengan isolator pada tiang besi/beton. Penggunaan penghantar telanjang,

dengan sendirinya harus diperhatikan faktor yang terkait dengan keselamatan

ketenagalistrikan seperti jarak aman minimum yang harus dipenuhi penghantar

bertegangan 20 kV tersebut antar fasa atau dengan bangunan atau dengan tanaman atau

dengan jangkauan manusia.

2.2.2. Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM)

Untuk lebih meningkatkan keamanan dan keandalan penyaluran tenaga listrik,

penggunaan penghantar telanjang atau penghantar berisolasi setengah pada konstruksi

jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah 20 kV, dapat juga digantikan dengan

konstruksi penghantar berisolasi penuh yang dipilin. Isolasi penghantar tiap fasa tidak

perlu dilindungi dengan pelindung mekanis. Berat kabel pilin menjadi pertimbangan

terhadap pemilihan kekuatan beban kerja tiang beton penopangnnya.

2.2.3. Saluran Kabel Tanah Tegangan Menengah (SKTM)

Konstruksi SKTM ini adalah konstruksi yang aman dan andal untuk

mendistribusikan tenaga listrik Tegangan Menengah, tetapi relatif lebih mahal untuk

penyaluran daya yang sama. Keadaan ini dimungkinkan dengan konstruksi isolasi

penghantar per Fase dan pelindung mekanis yang dipersyaratkan. Pada rentang biaya

yang diperlukan, konstruksi ditanam langsung adalah termurah bila dibandingkan

dengan penggunaan konduit atau bahkan tunneling (terowongan beton).


2.3 Jaringan Tegangan Rendah

Jaringan Distribusi Tegangan Rendah adalah bagian hilir dari suatu sistem tenaga

listrik. Melalui jaringan distribusi ini disalurkan tenaga listrik kepada para pemanfaat /

pelanggan listrik. Mengingat ruang lingkup konstruksi jaring distribusi ini langsung

berhubungan dan berada pada lingkungan daerah berpenghuni, maka selain harus

memenuhi persyaratan kualitas teknis pelayanan juga harus memenuhi persyaratan aman

terhadap pengguna dan akrab terhadap lingkungan. Konfigurasi Saluran Udara Tegangan

Rendah pada umumnya berbentuk radial.

Gambar 2.3 Jaringan Tegangan Rendah

Jenis konstruksi Jaringan Tegangan Rendah terdiri dari :

a. Saluran Udara Tegangan Rendah Kabel pilin

b. Saluran Udara Tegangan Rendah Bare Conductor

c. Saluran Kabel tanah Tegangan Rendah


2.4 Jenis Gangguan Sistem Distribusi

Jenis gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi dapat dibagi menjadi 2, yaitu

2.4.1. Dari lama gangguan :

1. Gangguan permanen atau (stationary)

Merupakan gangguan yang dapat disebabkan oleh kerusakan peralatan dan tidak

hilang atau tetap ada apabila pemutus tenaga telah terbuka. Untuk menghilangkan

gangguan permanen diperlukan tindakan perbaikan pada titik penyebab gangguan

tersebut.

2. Gangguan sementara atau (temporary)

Merupakan gangguan yang tidak akan lama dan dapat normal kembali baik secara

otomatis maupun secara manual dengan penutupan kembali peralatan hubungnya.

Apabila gangguan temporer sering terjadi maka hal ini akan menimbulkan kerusakan

pada peralatan dan akhirnya meimbulkan gangguan yang bersifat permanen.

2.4.2. Dari jenis gangguan :

1. Gangguan satu fasa ke tanah

2. Gangguan dua fasa ke tanah

3. Gangguan fasa ke fasa

4. Gangguan tiga fasa ke tanah

2.5 Penyebab Gangguan

Kondisi gangguan system distribusi primer dibedakan berdasarkan penyebabnya.

Penjelasannya sebagai berikut :


2.5.1. Penyebab Eksternal

Sumber gangguan yang terjadi pada system distribusi di atas tanah/saluran udara

sebagian besar karena pengaruh luar. Menurut SPLN 52-3, 1983 sumber gangguan

menurut intensitasnya:

1. Angin dan pohon.

2. Petir.

3. Kegagalan atau kerusakan dan saluran.

4. Manusia

5. Hujan dan cuaca.

2.5.2. Penyebab Internal

Secara umum, gangguan yang disebabkan oleh faktor internal adalah gangguan

yang bersifat permanen. Misalkan spesifikasi peralatan yang tidak sesuai dengan

standar yang ditentukan, pemasangan yang tidak sesuai prosedur, dan arena usia pakai

peralatan yang sudah melewati batas pemakaian.

Gangguan yang disebabkan karena faktor internal dapat dibedakan menjadi dua

bagian, yaitu :

1. Gangguan Sistem

Gangguan sistem merupakan gangguan pada jaringan distribusi primer 20 kV

yang disebabkan oleh gangguan dari sistem pembangkit tenaga listrik atau

gangguan yang terjadi pada saluran transmisi tegangan tinggi. Pada umumnya, jika

terjadi gangguan sistem akan berdampak pada bagian dan wilayah yang cukup luas.
2. Gangguan Jaringan

Gangguan jaringan merupakan gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi

primer 20 kV yang berakibat pada terputusnya pasokan daya listrik dari pusat-pusat

pembangkit tenaga listrik ke daerah-daerah tertentu. Secara umum penyebab

gangguan jaringan adalah :

a. Gangguan peralatan. Gangguan ini dapat terjadi karena kerusakan kabel

instalasi yang terdapat pada gardu hubung, ketidaksempurnaan jointing, maupun

karena faktor usia pakai peralatan yang sudah melewati batas.

b. Gangguan akibat penyulang lain. Pada keadaan ini, jumlah penyulang yang

bekerja lebih dari satu saluran.

c. Gangguan makhluk hidup. Umumnya gangguan ini hanya bersifat sementara

dan penyebabnya dapat segera diatasi

2.6 Gangguan-gangguan pada Sistem Distribusi

Adapun macam-macam gangguan pada sistem distribusi adalah sebagai berikut:

2.6.1. Gangguan Hubung Singkat

Gangguan hubung singkat dapat terjadi antar fasa (3 fasa atau 2 fasa) atau 1 fasa ke

tanah dan sifatnya bisa temporer atau permanen.

1. Hubung singkat permanen : Hubung singkat pada kabel, belitan trafo, generator,

dan tembusnya isolasi.

2. Hubung singkat kontemporer : Flashover karena sambaran petir, flashover dengan

pohon, dan tertiup angin.


2.6.2. Gangguan Beban Lebih

Gangguan beban lebih terjadi karena pembebanan sistem distribusi yang melebihi

kapasitas sistem yang terpasang. Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni,

tetapi bila dibiarkan terus-menerus dapat merusak peralatan.

2.6.3. Gangguan Tegangan Lebih

Gangguan tegangan lebih termasuk gangguan yang sering terjadi pada saluran

distribusi. Berdasarkan penyebabnya, gangguan tegangan lebih dapat dikelompokkan

menjadi dua,yaitu:

1. Tegangan Lebih Power Frekuensi : Pada sistem distribusi hal ini biasanya

disebabkan oleh kesalahan pada AVR atau pengatur tap pada trafo distribusi.

2. Tegangan Lebih Surja : Gangguan ini biasanya disebabkan oleh surja hubung atau

surja petir.

2.7 Alat Pengaman Distribusi

Adapun jenis-jenis rele proteksi ialah sebagai berikut :

2.7.1. Rele Arus Lebih (Over Current Relay)

Rele ini bekerja dengan menggunakan arus sebagai besaran ukur. Rele akan bekerja

jika arus mengalir melampaui batas tertentu yang telah ditetapkan. Batas tersebut

disebut setting relay.


2.7.2. Rele Tegangan Lebih (Over Voltage Relay)

Rele ini bekerja dengan menggunakan tegangan sebagai besaran ukur. Rele ini akan

bekerja jika terjadi kenaikan tegangan melebihi kapasitas dari sistem.

2.7.3. Rele Jarak (Distance Relay)

Rele bekerja dengan besaran tegangan dan arus sebagai besaran yang diukur. Untuk

jenis tertentu, rele juga menggunakan besaran sudut fasa sebagai besaran ukur. Dengan

membandingkan tegangan dan arus, akan diperoleh impedansi. Dengan adanya

hubungan linear antara impedansi saluran dan jarak saluran, rele dapat bekerja

berdasarkan lokasi gangguan.

2.7.4. Rele Arah

Rele bekerja dengan menggunakan arus dan tegangan sebagai besaran ukur. Rele

mempunyai kemampuan untuk membedakan arah aliran daya. Rele arah hanya bekerja

untuk satu arah yang telah ditentukan terlebih dahulu. Pemakaian rele ini pada sistem

proteksi saluran selalu bersama-sama dengan rele lain seperti rele arus lebh atau rele

jarak. Fungsi penggunaan rele arah adalah untuk memperoleh selektifitas proteksi

karena arah daya pada keadaan gangguan dapat datang dari kedua sisi saluran seperti

pada jaringan loop dan grid.


2.7.5. Rele Diferensial (Differencial Relay)

Prinsip kerja rele diferensial adalah membandingkan besaran arus yang ada di

kedua sisi peralatan yang diproteksi. Bila perbedaan besaran antara kedua sisi tersebut

melebihi suatu harga tertentu yang telah ditentukan, maka rele akan bekerja.

2.7.6. Rele Gangguan Tanah (Grounding Fault Relay)

Rele gangguan tanah digunakan untuk mendeteksi arus gangguan satu fasa ke tanah

yang terjadi pada sisi hilir dan gardu induk. Besar nilai arus gangguan tanah tergantung

pada cara pentanahan titik netral dan hubungan trafo yang dipakai. Pengaturan rele

gangguan tanah tidak tergantung pada arus beban maksimum sistem. Faktor-faktor

yang menjadi pembatas penentuan pengaturan relegangguan tanah adalah

ketidakseimbangan bebn arus kapasitif pada sistem dan ketelitian trafo arus terhadap

burden (daya semu dalam VA) yang terhubung pada sekundernya.

2.7.7. Pemutus Daya (PMT)

Pemutus daya dipasang pada saluran utama pada gardu induk sebagai pengaman

utama jaringan dan dilengkapi dengan alat pengaman rele arus lebih, rele gangguan

tanah, dan rele penutup balik.

Tugas satu PMT adalah sebagai berikut:

1. Mampu menghantarkan arus beban penuh secara terus-menerus tanpa terjadi

overheat atau kerusakan pada PMT.

2. Mampu membuka dan menutup saluran pada keadaan tak berbeban.

3. Mampu membuka dan menutup saluran pada arus beban normal.


4. Mampu membuka dan menutup saluran pada keadaan hubung singkat pada besar

arus hubung singkat tertentu.

2.7.8. Penutup Balik (Recloser)

Recloser merupakan salah satu alat dalam pengamanan sistem distribusi

jaringan tegangan menengah (20 KV) untuk menganalisa adanya gangguan yang

bersifat temporer atau gangguan permanen.

Gambar 2.4 Recloser

Saat jaringan 20 kV terjadi gangguan recloser akan bekerja yakni dengan

memutus aliran daya listrik kemudian menganalisa apakah gangguan tersebut temporer

atau permanen. Reaksi yang dilakukan recloser terhadap gangguan yang ada :

1. Jika gangguan yang terjadi bersifat sementara, maka recloser akan memutus

aliran daya beberapa saat kemudian menyambungkan lagi aliran daya yang terputus.

2. Bila gangguan yang terjadi bersifat permanen, maka recloser akan lock out setelah

recloser tersebut mengalami atau melakukan siklus operasi kerjanya dalam


mendeteksi gangguan yang ada.

2.7.9. Fuse Cut Out (FCO)

FCO merupakan sebuah alat pemutus rangkaian listrik yang berbeban pada jaringan

distribusi yang bekerja dengan cara meleburkan bagian dari komponennya (fuse link)

yang telah dirancang khusus dan disesuaikan dengan ukurannya. Disamping itu, FCO

merupakan peralatan proteksi yang bekerja apabila terjadi gangguan arus lebih. Alat ini

akan memutuskan rangkaian listrik yang satu dengan yang lain jika dilewati arus yang

melewati kapasitas kerjanya.

Prinsip kerjanya ialah ketika terjadi gangguan arus, maka, fuse cut out akan putus

dan tabung ini akan lepas dari pegangan atas menggantung di udara, sehingga tidak ada

arus yang mengalir ke sistem.

Gambar 2.5 Fuse Cut Out

2.7.10. Lightning Arrester

Lighning arrester adalah suatu alat proteksi yang berfungsi untuk melindungi

instalasi listrik, peralatan listrik, dan alat elektronik dari lonjakan tegangan yang besar
atau tegangan lebih (over voltage) yang biasanya terjadi ketika ada sambaran petir.

Ketika terjadi tegangan lebih, lightning arrester akan mengalirkan tegangan tersebut ke

bumi, sehingga lonjakan tegangan tersebut tidak sampai merusak berbagai peralatan

listrik.

Gambar 2.6 Lightning Arrester

2.7.11. Load Break Switch (LBS)

Load Break Switch merupakan saklar atau pemutus arus tiga fasa untuk penempatan

di luar ruas pada tiang pancang yang dikendalikan secara elektronis. LBS juga

merupakan sebuah sistem penginterupsi hampa yang terisolasi oleh gas SF6 dalam

sebuah tangki baja anti karat dan disegel. Sistem kabelnya yang full-insulated dan

sistem pemasangan pada tiang pancang yang sederhana yang membuat instalasi lebih

cepat dengan biaya rendah.


Gambar 2.7 Load Break Switch

2.8 Metode Root Cause Analysis

Root Cause Analysis (RCA) adalah metode yang berguna untuk menganalisis akar

masalah dari suatu insiden yang telah terjadi. Menemukan akar masalah merupakan kata

kunci. Sebab, tanpa mengetahui akar masalahnya, suatu insiden tidak dapat ditanggulangi

pada berulangnya kejadian yang sama dikemudian hari. Untuk lebih lanjutnya akan dibahas

pada bab selanjutnya.

Metode Root Cause Analysis yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode

dengan cara menganalisis akar penyebab gangguan dari penyulang. Pertama, peneliti

mengumpulkan informasi dan pemahaman terkait dengan gangguan yang terjadi pada

penyulang. Setelah itu, dari informasi dan data gangguan, peneliti melakukan pembuatan

diagram faktor penyebab yang memuat faktor penyebab,yaitu :

1. Peralatan : Gangguan yang terjadi karena kerusakan peralatan.

2. Lingkungan : Gangguan yang terjadi karena pohon dan cuaca.

3. Hewan : Gangguan yang terjadi karena hewan-hewan kecil seperti

tikus, burung, kalelawar, tupai, dan sejenisnya yang dapat menjangkau


JTM dan JTR. Adapun ternak ialah termasuk hewan yang

dikembangbiakkan untuk dijual susu, telur, atau dagingnya seperti

ayam, sapi, kambing, domba, dan sebagainya. Adapun serangga yaitu

hewan yang berukuran kecil yang pada umumnya memiliki tiga atau

empat pasang kaki misalnya belalang, capung, laba-laba, dan semut.

4. Pihak ketiga : Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia.

Setelah diketahui faktor-faktor yang terkait dengan terjadinya gangguan, dilakukan

identifikasi akar penyebab. Peneliti mengidentifikasi alasan mengapa faktor penyebab

tertentu ada atau terjadi. Misalkan, adanya gangguan pada komponen. Komponen

mengalami kerusakan karena pemasangan yang salah. Maka, perlu diadakan pengawasan

ketika akan diadakan pemasangan komponen atau peralatan agar terhindar dari kesalahan

pemasangan. contoh lain, terjadinya arus gangguan lebih besar dari kemampuan alat untuk

mengamankan arus gangguan. Hal ini biasa terjadi karena adanya sambaran petir yang

menghasilkan arus yang sangat besar dan tidak dapat dihitung.

Setelah melewati tahap identifikasi, dilakukan pencarian rekomendasi. Pencarian

rekomendasi bertujuan akan informasi dan pengalaman terhadap persitiwa gangguan

tersebut, untuk mencegah atau meminimalisir akan terulangnya kejadian serupa. Setelah

menemukan rekomendasi, nantinya dapat diimplementasikan ke lapangan pada lokasi-

lokasi yang mengalami gangguan.

Adapun cara menentukan estimasi lokasi gangguan dapat dilakukan dengan dua cara

yang dibedakan berdasarkan rangkaiannya, yaitu:


1. Menentukan Estimasi Lokasi Gangguan pada Rangkaian Spindel

Untuk menentukan lokasi gangguan pada rangkaian spindel yaitu dengan cara

memotong di pertengahan jaringan agar meminimalisir daerah pemadaman. Adapun

langkah-langkah ialah sebagai berikut :

a. Memotong konduktor di pertengahan jaringan. Dimisalkan penyulang (A) yang

mengalami gangguan memiliki 6 section, maka dipotong di antara section 3 dan 4.

Gambar 2.8 Memotong Pertengahan Jaringan

b. Kemudian, memasukkan tegangan dari penyulang ke setiap section dari section 1

sampai section 3. Jika terjadi trip, maka estimasi lokasi gangguan berada di antara

section 1-3. Namun, jika tidak terjadi trip, maka estimasi lokasi gangguan berada

setelah section 3, yaitu section 4 sampai section 6.

2. Menentukn Estimasi Lokasi Gangguan pada Rangkaian Loop

Untuk menentukan lokasi gangguan pada rangkaian loop yaitu dengan cara

manuver atau memasukkan tegangan dari penyulang utama dan penyulang lain yang

dikaitkan dengan penyulang yang mengalami gangguan. Adapun langkah-langkahnya

ialah sebagai berikut :

1. Memasukkan tegangan dari penyulang utama (A) hingga masuk pada setiap section

mulai dari section 1. Di sini, cakupan penyulang A mulai dari section 1 sampai

section 4, sedangkan penyulang B mencakup section 5 sampai section 7. Pada saat


manuver, tegangan pada penyulang A dapat masuk pada cakupan penyulang B dan

sebaliknya pada saat terjadi trip atau pemadaman untuk mengurangi area

pemadaman.

Gambar 2.9 Menentukan Lokasi Gangguan

c. Ketika melewati section 1 tidak terjadi trip, maka masukkan lagi tegangan pada

section 2 dan seterusnya hingga terjadi trip pada salah satu section. Misalkan

setelah terjadi trip pada section 3, maka gangguan berada setelah section 3.

Gambar 2.10 Memasukkan Tegangan pada Penyulang A

d. Kemudian, untuk memperkecil area penelusuran dan memperkecil area

pemadaman, dimasukkan tegangan dari penyulang B mulai dari section 7 ke section

6, jika tidak terjadi trip, dimasukkan lagi ke section 5dan 4. Pada contoh ini, terjadi

trip setelah tegangan masuk pada section 4. Dari sini dapat diketahui bahwa lokasi

gangguan berada di antara section 3 dan 4.


Gambar 2.11 Memasukkan Tegangan dari penyulang

2.9 Fault Tree Analysis

Fault Tree Analysis adalah analisis diagram terstruktur yang mengidentifikasi elemen-

elemen yang dapat menyebabkan kegagalan sistem. Teknik ini didasarkan pada logika

deduktif dan dapat disesuaikan dengan identifikasi risiko untuk menganalisis bagaimana

dampak risiko yang muncul. Penerapan teknik ini secara efektif membutuhkan penjelasan

mendetail tentang area yang sedang dibahas. Hasil yang tidak diinginkan pertama kali

diidentifikasi dan kemudian semua kemungkinan kondisi/kegagalan yang mengarah pada

peristiwa tersebut lalu diidentifikasi. Dalam hal ini untuk mengungkapkan unsur-unsur

yang berpotensi berbahaya pada setiap fase proyek.

Fault Tree Analysis memungkinkan sebuah tim untuk memikirkan dan mengatur

urutan atau pola kesalahan yang harus terjadi untuk mengetahui kesalahan pada tingkat

yang spesifik. Kesalahan yang tinggi mungkin merupakan jenis kegagalan yang spesifik.

Proyek yang kompleks mungkin memiliki banyak Fault Tree Analysis yang masing-

masing mengeksplorasi mode kegagalan yang berbeda. Manfaat utama dari Fault Tree

Analysis adalah analisis yang memberikan wawasan unik ke dalam operasi dan potensi

kegagalan proyek.

Kekurangannya ialah Peluang bisa saja terlewatkan dalam langkah ini karena

penekanannya diletakkan pada ancaman. Alat-alat umumnya yang tersedia untuk para ahli.

Kelebihan dari Fault Tree Analysis :

• Identify failures deductively. Dengan menggunakan logika analisis kegagalan

secara rinci dan juga alat-alat seperti ‘5 Whys’, Fault Tree Analysis membantu tim
berfokus pada penyebab setiap peristiwa dalam urutan logis yang mengarah pada

kegagalan.

• Promote effective information communication. Diagram semacam itu secara

visual menyajikan informasi analisis sistem dengan cara yang jelas dan ringkas. Staf dalam

suatu organisasi dapat mengakses dan memahami hasil analisis dengan lebih baik.

• Expose system behavior and possible interactions. Diagram Fault Tree Analysis

memungkinkan pemeriksaan banyak cara kesalahan yang terjadi dan dapat mengekspos

jalur tidak jelas kepada kegagalan yang mendekati pendekatan analisis lainnya. Akibatnya,

ini akan membantu mengoptimalkan tes dan pemeriksaan.

• Account for human error. Diagram Fault Tree Analysis dapat mencakup

hardware, software serta faktor manusia dalam satu grafik yang diperlukan. Pendekatan

Fault Tree Analysis adalah metode komprehensif dengan memasukan berbagai penyebab

kegagalan.

2.10 Fishbone Diagram

Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode untuk

menganalisa penyebab dari sebuah masalah atau kondisi. Sering juga diagram ini disebut

dengan diagram sebab-akibat atau cause effect diagram. Penemunya adalah Professor

Kaoru Ishikawa, seorang ilmuwan Jepang yang juga alumni teknik kimia Universitas

Tokyo, pada tahun 1943. Sehingga sering juga disebut dengan diagram Ishikawa.

Fishbone Diagram atau Cause and Effect Diagram ini dipergunakan untuk :

1. Mengidentifikasi akar penyebab dari suatu permasalahan


2. Mendapatkan ide-ide yang dapat memberikan solusi untuk pemecahaan suatu

masalah

3. Membantu dalam pencarian dan penyelidikan fakta lebih lanjut

Fungsi dasar diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/

Ishikawa adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebab-penyebab yang

mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya.

Fishbone Diagram sendiri banyak digunakan untuk membantu mengidentifikasi akar

penyebab dari suatu masalah dan membantu menemukan ide-ide untuk solusi suatu

masalah.

Sebab Sebab

Cas e Cas e

Cas e Cas e

Cas e
Cas e
Cas e

Akibat

Cas e
Cas e

Cas e Cas e Cas e


Cas e
Cas e

Cas e Cas e Cas e


Sebab
Sebab

Gambar 2. 12 Fishbone Diagram

BAB III

METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Kegiatan

Kegiatan penelitian dengan pembahasan penggunaan metode RCA (Root Cause

Analysis) terhadap gangguan penyulang dilakukan di PT. PLN (Persero)

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah sebuah Laptop yang dilengkapi

dengan aplikasi Microsoft Excel dan Microsoft Visio.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan merupakan data yang diperoleh dari hasil diskusi bersama

mentor di ULP mengenai :

a. Data Gangguan Penyulang

b. Data Lamanya Gangguan

3.3. Konsep RCA

Menurut Rooney dan Heuvel (2004), RCA adalah proses empat langkah yang

meliputi:

1. Pengumpulan data

Tanpa lengkap informasi dan pemahaman tentang kejadian tersebut, faktor-faktor

penyebab dan akar penyebab yang terkait dengan kejadian tersebut tidak dapat

diidentifikasi. Sebagian besar waktu yang dihabiskan dalam menganalisis suatu peristiwa

akan dihabiskan dalam pengumpulan data.

2. Pembuatan diagram faktor penyebab


Dimulai dengan fishbone chart dan analisis fault tree yang dimodifikasi setiap kali

fakta yang lebih Relayvan terungkap. Faktor penyebab adalah semua hal yang

berkontribusi (kesalahan manusia dan kegagalan komponen) pada kejadian, yang jika

dihilangkan, akan mampu mencegah terjadinya atau mengurangi keparahan. Dalam banyak

analisis tradisional, semua perhatian akan dicurahkan pada faktor penyebab yang paling

terlihat.

3. Identifikasi akar penyebab.

Langkah ini melibatkan penggunaan diagram keputusan untuk mengidentifikasi

alasan yang mendasari atau alasan dari setiap faktor penyebab. Struktur diagram

menunjukkan proses penalaran dari peneliti dengan membantu menjawab pertanyaan

tentang mengapa faktor penyebab tertentu ada atau terjadi. Identifikasi akar penyebab

membantu penyidik menentukan alasan mengapa peristiwa itu terjadi sehingga masalah di

sekitar kejadian dapat diatasi. Dari data gangguan, dilakukan analisis terhadap akar

penyebab dan akibat dari gangguan tersebut.

4. Pencarian Rekomendasi dan Implementasi.

Setelah mengetahui akar penyebab dari gangguan, langkah berikutnya adalah mencari

rekomendasi, yaitu mencari cara untuk mengatasi, mencegah, atau meminimalisir akar

penyebab dari gangguan tersebut. Setelah menentukan rekomendasi, nantinya dapat

diimplementasikan dalam upaya pencegahan dan perbaikan gangguan pada sistem.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Setiap teknik pengumpulan data baik itu studi literatur, observasi, maupun wawancara

sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karenanya dalam penelitian ini

peneliti menggunakan beberapa teknik sekaligus dengan harapan antara satu dengan yang
lain dapat saling melengkapi. Penelitian tugas akhir ini penulis menggunakan metodologi

penulisan sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Studi Literatur dimaksudkan untuk mempelajari referensi melalui buku, jurnal,

halaman web, dan juga catatan atau dokumen yang berkaitan dengan tema terutama

yang diterbitkan oleh PT PLN (Persero). Pencarian informasi ini dilakukan untuk

memperoleh dasar teori mengenai gangguan yang sering terjadi pada penyulang,

penyebab dari gangguan, sebab dari gangguan, dan cara mencegah atau mengatasi

gangguan tersebut.

2. Observasi

Pada saat observasi, penulis memperoleh berbagai data, diantaranya jadwal

pemeliharaan JTM ataupun JTR, Single Line Diagram penyulang, gangguan-gangguan

yang pernah terjadi dan sering terjadi, dan sebagainya. Peneliti melakukan observasi

pada saat dilakukannya pemeliharan, perbaikan, dan saat terjadi gangguan pada

penyulang.

3. Wawancara

Pada saat wawancara, penulis melakukan tanya jawab dengan semua pihak yang

memahami masalah sistem ketenagalistrikan yang berkaitan dengan kasus yang akan

dikaji, dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan Supervisor OPHAR, staf
OPHAR, dan div. proteksi. Penulis bermaksud untuk memahami lebih jauh mengenai

sistem ketenagalistrikan dan memperjelas data-data yang diperoleh pada saat observasi.

3.3 Tools yang digunakan dalam Metode Root Cause Analysis

1. Fault Tree Analysis

Fault Tree Analysis adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi

resiko yang berperan terhadap terjadinya kegagalan. Metode ini dilakukan dengan

pendekatan yang bersifat top down, yang diawali dengan asumsi kegagalan atau kerugian

dari kejadian puncak (Top Event) Kemudian merinci sebab-sebab suatu Top Event sampai

pada suatu kegagalan dasar (root cause)

2. Fishbone Diagram

Diagram tulang ikan, juga disebut diagram sebab dan akibat atau diagram Ishikawa,

adalah alat visualisasi untuk mengkategorikan penyebab potensial masalah untuk

mengidentifikasi akar penyebabnya

Teori diagram ini dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa,Ph.D pada tahun 1943 dan

sering disebut Diagram Ishikawa. Tools dalam menganalisa mutu dengan tujuan

mengetahui secara menyeluruh hubungan antara kegagalan dengan penyebabnya dengan

menemukan faktor-faktor yang merupakan sebab pada suatu masalah. Kepala ikan adalah

akibat effect dan satu panah tebal diagram menuju effect.

3.4 Prosedur Penelitian

Adapun flowchart dari prosedur penelitian yang penulis terapkan untuk tulisan ini

adalah sebagai berikut:


Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Penelitian

Anda mungkin juga menyukai