Anda di halaman 1dari 39

BAB I

MOTOR INDUKSI TIGA FASA

Mesin listrik terdiri dari generator dan motor. Demikian pula mesin induksi (asinkron) tiga fasa
terdiri dari motor induksi tiga fasa dan generator induksi tiga fasa. Hanya saja pembahasan dalam bab
ini lebih difokuskan pada motor induksi tiga fasa, sedangkan generator induksi tiga fasa tidak dibahas
secara terpisah karena pada dasarnya generator induksi tiga fasa merupakan motor induksi tiga fasa
yang difungsikan sebagai generator. Jadi dengan mengetahui cara kerja motor induksi tiga fasa,
otomatis cara kerja generator induksi tiga fasa pun dapat diketahui.
Pembahasan tentang motor induksi tiga fasa dalam bab ini meliputi pengertian, fungsi dan
aplikasi, konstruksi, jenis-jenis motor, prinsip medan putar, prinsip kerja, rangkaian ekivalen, daya,
torsi, rugi daya dan efisiensi, pengujian motor, diagram lingkaran, pengaturan putaran, pengasutan,
pembalikan putaran, kelas isolasi dan suhu maksimum, klasifikasi motor berdasarkan desain operasi,
dan aplikasi motor induksi tiga fasa sebagai generator induksi tiga fasa.
Untuk dapat mempelajari materi kuliah motor induksi tiga fasa dengan baik, diharapkan
mahasiswa telah mempelajari dan memahami mata kuliah rangkaian listrik, medan elektromagnetik dan
mesin DC dan transformator yang disajikan pada semester terdahulu. Materi kuliah dalam bab ini sangat
penting dipahami mahasiswa karena merupakan dasar teori untuk praktikum di laboratorim mesin-
mesin listrik dan sekaligus sebagai bekal dalam bekerja di industi. Pada saat sekarang ini semua industri
memanfaatkan motor listrik, terutama motor induksi tiga fasa sebagai sumber tenaga mekanik dalam
proses produksi.

1.1 Pengertian, Fungsi dan Aplikasi


Pada motor arus searah (DC), daya listrik disuplai secara langsung (konduksi) ke jangkar
(bagian yang berputar), sehingga motor arus searah disebut motor konduksi. Pada motor arus bolak
balik (AC), rotor (bagian yang berputar) tidak menerima daya listrik secara konduksi, melainkan secara
induksi seperti sekunder transformator dua belitan yang menerima daya listrik secara induksi dari
primer, dan motor arus bolak balik demikian disebut motor induksi.
Motor induksi tiga fasa ialah mesin listrik yang mengubah tenaga listrik bolak balik tiga fasa
secara induksi menjadi tenaga mekanik berupa putaran. Jadi motor induksi ini berfungsi menghasilkan
tenaga mekanik untuk menggerakkan beban-beban mekanik.
Motor induksi tiga fasa digunakan secara luas di industri sebagai penggerak mesin produksi,
pompa, konveyor, kompresor dan lain-lain. Hal ini disebabkan motor induksi tiga fasa mempunyai
kelebihan dibandingkan motor listrik lainnya. Kelebihan motor induksi tiga fasa adalah konstruksi
sederhana dan kuat, harga lebih murah, efisiensi cukup tinggi, pemeliharaan rendah, dan tidak
memerlukan alat pengasutan tambahan seperti pada motor sinkron.
Disamping mempunyai kelebihan, motor induksi tiga fasa juga mempunyai kekurangan, yakni
kecepatan putaran menurun apabila beban meningkat, setiap perubahan kecepatan mempengaruhi
efisiensi, dan torsi pengasutan lebih rendah dari motor DC shunt.

1.2  Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa


Pada dasarnya motor induksi terdiri dari dua bagian utama, yaitu stator (bagian yang diam) dan
rotor (bagian yang berputar). Diantara kedua bagian utama tersebut terdapat celah udara yang sempit.
a.  Stator
Stator terdiri dari rumah stator, inti stator, alur dan gigi, dan belitan stator. Rumah stator terbuat
dari besi tuang, dan berfungsi sebagai tempat dan pelindung inti stator. Inti stator terbuat dari
laminanasi-laminasi (lembaran) besi lunak atau baja silikon yang diklem menjadi satu kesatuan yang
berbentuk selinder. Alur (slot) stator merupakan bagian dari inti stator yang berfungsi sebagai tempat
1
meletakkan belitan stator. Belitan stator terbuat dari kawat tembaga berisolasi, terdiri dari tiga gulungan
kawat yang ditempatkan pada alur, dan ketiga gulungan kawat tersebut terpisah 120 o listrik antara satu
dengan yang lain. Ujung-ujung ketiga belitan stator dihubungkan ke kotak sambung (terminal box)
yang terletak pada bagian luar rangka (rumah) stator. Belitan stator dapat dihubungkan secara bintang
maupun delta.

Gambar 1.1 Konstruksi stator

Gambar 1.2 Diagram ujung-ujung belitan stator pada kotak sambung

Gambar 1.3 Hubungan belitan stator secara bintang

Gambar 1.4 Hubungan belitan stator secara delta


b. Rotor
Rotor terdiri dari inti rotor, alur dan gigi, belitan rotor dan poros (as). Inti rotor dan alur rotor
terbuat dari material yang sama seperti inti dan alur stator. Berdasarkan konstruksinya, belitan rotor
dibedakan atas dua jenis, yaitu rotor sangkar (squirrel-cage rotor) dan rotor belitan (wound-rotor).
Belitan rotor sangkar terdiri dari beberapa batang konduktor yang disusun sedemikian rupa
hingga menyerupai sangkar tupai. Batang-batang konduktor ini terbuat dari tembaga, aluminium atau
paduannya. Satu batang konduktor ditempatkan pada setiap alur rotor, dan ujung batang-batang
konduktor dihubungsingkat dengan menggunakan shorting rings.
Rotor belitan terdiri dari tiga gulungan kawat tembaga yang ditempatkan pada alur rotor dan
tersusun seperti pada ketiga belitan stator. Jumlah kutub rotor belitan sama dengan jumlah kutub stator.
2
Secara internal salah satu ujung ketiga belitan rotor dihubungkan secara bintang, dan ketiga ujung
belitan lainnya dihubungkan pada ketiga slip ring (cincin seret) yang terdapat pada poros rotor. Ketiga
ujung belitan rotor pada slip ring dapat dihubungkan dengan resistansi luar (rheostat) melalui sikat-sikat
tetap yang terdapat pada bagian atas slip ring.

Gambar 1.5 Konstruksi


rotor (a) rotor sangkar
dan (b) rotor belitan

Gambar 1.6 Penampang stator dan rotor

1.3 Jenis-jenis Motor Induksi Tiga Fasa


Sebagaimana diuraikan diatas, konstruksi rotor motor induksi tiga fasa dibedakan atas dua jenis,
yaitu rotor sangkar dan rotor belitan. Berdasarkan konstruksi rotor tersebut, motor induksi tiga fasa
terbagi atas dua jenis, yaitu motor sangkar dan motor belitan atau slip ring. Kedua jenis motor induksi
ini mempunyai konstruksi stator yang sama.
a.  Motor sangkar
Motor sangkar mempunyai konstruksi rotor yang menyerupai sangkar tupai, sehingga motor ini
disebut motor sangkar (squirrel-cage motor). Dengan konstruksi rotor demikian, motor sangkar ini
mempunyai konstruksi yang lebih sederhana dibandingkan dengan konstruksi motor listrik lainnya,
karena tidak mempunyai komutator, slip ring (cincin seret) maupun sikat-sikat; sehingga harganya pun
menjadi lebih murah dan perawatannya relatif lebih mudah.
.

Gambar 1.7 Diagram motor sangkar


Pada motor sangkar, tidak memungkingkan adanya penambahan resistansi luar pada rangkaian rotor.
Untuk membatasi arus mula yang besar, digunakan ototransformator atau saklar bintang-delta pada

3
stator. Namun dengan membatasi arus mula atau arus asut, torsi mula atau torsi asut menjadi berkurang.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut digunakan jenis rotor sangkar ganda.

Gambar 1.8 Bagian-bagian motor sangkar

Gambar 1.9 Motor sangkar


b. Motor belitan
Motor belitan (wound motor) atau motor slip ring mempunyai rotor dengan belitan kumparan
tiga fasa sama seperti belitan stator, dan jumlah kutub rotor sama dengan julah kutub stator. Secara
internal ketiga ujung belitan rotor dihubungkan secara bintang dan ketiga ujung belitan rotor lainnya
dihubungkan ke slip ring (cincin seret) yang terdapat pada poros rotor. Dengan bantuan sikat-sikat yang
ditempatkan secara tetap diatas slip ring, belitan-belitan rotor dapat dihubungkan dengan resistansi luar
(rheostat).

Gambar 1.10 Diagram motor belitan

Gambar 1.11 Bagian-bagian motor belitan


Penambahan resistansi luar pada rangkaian rotor dimaksudkan untuk membatasi arus mula dan
sekaligus mendapatkan torsi mula yang besar pada saat pengasutan (starting). Apabila resistansi luar
4
dilepas dan ujung-ujung belitan rotor saling dihubungsingkat pada terminalnya, motor belitan akan
beroperasi pada karakteristik yang sama dengan motor sangkar.

Gambar 1.12 Motor belitan

1.4 Prinsip Medan Putar


Perputaran mekanik pada motor arus bolak balik terjadi karena adanya medan atau fluks magnit
yang berputar (medan putar) yang dihasilkan oleh arus yang mengalir pada belitan atau kumparan stator
tiga fasa. Belitan stator ini dapat dihubungkan secara bintang maupun secara delta. Prinsip timbulnya
medan putar dapat dijelaskan dengan menganggap kumparan tiga fasa a-a, b-b, dan c-c berbeda fasa
masing-masing 120o, dan dialiri arus sinusoidal sebagai fungsi waktu masing-masing i a, ib dan ic,
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.13 berikut ini.

Gambar 1.13 Diagram skematik (a) belitan tiga fasa dan (b) gelombang arus sinusoidal tiga fasa

Gambar 1.14 Fluks resultan pada keadaan (a) t1, (b) t2, (c) t3 dan (d) t4
Fluks (medan magnit) resultan yang ditimbulkan oleh arus tiga fasa pada keadaan t 1, t2, t3 dan t4
ditunjukkan pada gambar 1.14 diatas.
Pada keadaan t1, fluks resultan mempunyai arah yang sama dengan arah fluks yang dihasilkan arus pada
kumparan a-a. Pada keadaan t2, fluks resultan mempunyai arah yang sama dengan arah fluks yang
dihasilkan arus pada kumparan c-c. Pada keadaan t3, fluks resultan mempunyai arah yang sama dengan
arah fluks yang dihasilkan arus pada kumparan b-b. Pada keadaan t4, fluks resultan berlawanan dengan
fluks resultan pada keadaan t1. Jadi fluks resultan yang dihasilkan pada kedaan-keadaan tersebut diatas
berputar satu kali, dan terus berulang untuk keadaan-keadaan selanjutnya. Besar fluks yang timbul ini
sebanding dengan arus yang mengalir pada kumparan.
Secara vektoris, arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar
belitan sesuai dengan perputaran sekrup seperti ditunjukkan pada gambar 1.15 berikut ini.

5
Gambar 1.15 Arah fluks yang ditimbulkan arus pada lingkar belitan
Dalam analisis secara vektoris, notasi yang digunakan untuk menyatakan positif atau negatifnya arus
yang mengalir pada kumparan a-a, b-b dan c-c, adalah tanda silang (x) pada pangkal konduktor untuk
harga positif, dan tanda titik (.) pada pangkal konduktor untuk harga negatif. Berdasarkan gambar 1.13
diatas, diagram vektor untuk fluks resultan atau fluks total yang berputar pada keadaan t 1, t2, t3 dan t4
ditunjukkan pada gambar 1.16 berikut ini.

Gambar 1.16 Diagram vektor fluks resultan pada keadaan (a) t1, (b) t2,
(c) t3 dan (d) t4
Secara matematis, fluks yang dihasilkan oleh arus pada kumparan a-a, b-b dan c-c pada waktu t
dalam bentuk koordinat polar, masing-masing dinyatakan dengan Fa cos φ , Fb cos ( φ - 120o) dan Fc
cos ( φ - 240o). Karena amplitudo (besaran) fluks berubah menurut waktu secara sinusoidal, maka
amplitudo Fa, Fb dan Fc adalah :
Fa = Fm cos wt
Fb = Fm cos (wt – 120o)
Fc = Fm cos (wt – 240o)
Fluks resultan adalah penjumlahan ketiga fluks tersebut dan merupakan fungsi tempat (φ) dan waktu
(t), yaitu :
o o o o
Ft (φ , t ) = Fm cos wt cos φ + F m cos ( φ−120 ) cos (wt −120 ) + Fm cos (φ−240 ) cos (wt−240 )
Dengan menggunakan transformasi trigonometri,
1 1
cos α cos β = cos (α−β ) + cos (α + β )
2 2
diperoleh :
1 1 1
Ft (φ , t ) =
Fm cos (φ−wt ) + F m cos ( φ+ wt ) + F m cos ( φ−wt )
2 2 2
1 1 1
+ Fm cos ( φ+ wt−240 ° ) + Fm cos ( φ−wt ) + F m cos (φ+ wt−480 ° )
2 2 2

6
Suku kedua, keempat dan keenam saling menghapuskan, sehingga fluks resultan sebagai gelombang
berjalan adalah :
3
Ft (φ , t ) = F cos (φ−wt )
2 m (1-

1)

1.5 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa


Motor induksi tiga fasa bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik, yakni apabila
belitan atau kumparan stator dihubungkan dengan sumber tegangan bolak balik tiga fasa, maka
mengalir arus pada kumparann tersebut dan menimbulkan fluks magnit yang berputar (medan putar).
Medan putar ini menyapu permukaan rotor melalui celah udara dan memotong batang-batang konduktor
rotor yang diam. Sesuai dengan hukum induksi elektromagnetik Faraday, medan putar tersebut
menimbulkan tegangan induksi (ggl) pada belitan rotor dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi
sumber tegangan. Karena rotor merupakan rangkaian tertutup, maka mengalir arus pada rotor. Arus
rotor ini berada dalam medan magnit, sehingga timbul gaya pada batang-batang konduktor rotor. Gaya
tersebut menghasilkan torsi yang cenderung memutar rotor, sehingga rotor berputar searah dengan
putaran medan putar stator.
Kecepatan medan putar stator yang juga disebut kecepatan sinkron, dinyatakan dengan :
60 f 120 f
ns = =
p /2 p                                                             
(1-2)
dengan :
ns = kecepatan medan putar atau kecepatan sinkron (rpm)
f = frekuensi sumber tegangan (Hz)
p = jumlah kutub
Seperti dijelaskan diatas, tegangan induksi pada rotor terjadi karena batang-batang konduktor
rotor terpotong atau tersapu oleh medan putar. Artinya agar tegangan terinduksi pada rotor diperlukan
adanya perbedaan relatif antara kecepatan medan putar stator dengan kecepatan rotor. Perbedaan relatif
antara kecepatan medan putar stator dengan kecepatan rotor disebut slip, dan dinyatakan dengan :
n − nr
s= s 100 %
ns                                                                  
(1-3)
dan kecepatan putaran rotor atau kecepatan putaran motor adalah :
nr = n s (1−s )                                                               
(1-4)
dengan :
s = slip (%)
ns = kecepatan sinkron (rpm)
nr = kecepatan rotor atau kecepatan putaran motor (rpm)
Jadi apabila ns = nr, tegangan tidak terinduksi pada rotor sehingga tidak dihasilkan torsi dan
motor tidak berputar. Torsi motor timbul apabila n r lebih kecil dari ns. Berdasarkan keadaan perputaran
ini, motor induksi disebut juga motor tidak serempak (asinkron), karena kecepatan putaran medan putar
stator tidak sama dengan kecepatan putaran rotor.

1.6 Frekuensi, Arus dan Daya Rotor


7
Pada saat rotor tidak berputar (diam), frekuensi arus rotor sama dengan frekuensi sumber
tegangan atau frekuensi jala-jala. Tetapi apabila rotor mulai berputar, frekuensi arus rotor bergantung
pada kecepatan relatif atau kecepatan slip.
120 f 2
n s − nr =
p
p (n s − nr ) p ns (n s − nr )
f 2= = = s f1
120 120 ns
(1-5)
dengan :
f2 = frekuensi arus rotor (Hz)
f1 = frekuensi sumber tegangan (Hz)
Pada saat motor diam, s = 1 = 100 %, sehingga f 2 = f1, dan pada saat motor berputar, f 2 = s f1. Karena
tegangan induksi dan reaktansi belitan rotor merupakan fungsi frekuensi, maka harganya turut
dipengaruhi oleh slip. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :
E2 s = 4 , 44 f 2 N 2 Φ m = 4 , 44 s f 1 N 2 Φ m = s E 2
X 2 s = 2 π f 2 L2 s = 2 π s f 1 L2 s = s X 2 (1-
6)
dengan :
E2 = tegangan induksi per fasa pada saat rotor start (masih diam) (V)
E2s = tegangan induksi per fasa pada saat rotor berputar (V)
X2 = reaktansi perfasa pada saat rotor start (masih diam) (Ω)
X2s = reaktansi per fasa pada saat rotor berputar (Ω)
N2 = jumlah belitan rotor per fasa
Φm = fluks maksimum per fasa (weber)
Belitan rotor motor induksi tiga fasa terdiri dari resistansi dan reaktansi yang dapat digambarkan
sebagai suatu rangkaian ekivalen seperti ditunjukkan pada gambar 1.17 berikut ini.

Gambar 1.17 Rangkaian ekivalen rotor


Pada saat motor berbeban, arus yang mengalir pada rangkaian rotor adalah :
s E2 E2
I2 = =
√R 2 + ( s X 2 )2 ( R2 / s )2 + X 2

2 2
(1-7)
dengan :
I2 = arus yang mengalir pada rotor (A)
E2 = tegangan masukan rotor per fasa pada saat diam (V)
R2 = resistansi rotor per fasa (Ω)
X2 = reaktansi rotor per fasa (Ω)
s = slip

8
R2 1−s
Karena resistansi s
= R 2 + R2
s ( )
, terdiri dari dua komponen yaitu komponen rugi tembaga
(resistansi rotor) dan komponen daya mekanik (resistansi beban), maka rangkaian ekivalen pada
gambar 1.17 diatas dapat diubah seperti ditunjukkan pada gambar 1.18 berikut ini.

Gambar 1.18 Rangkaian ekivalen resistansi rotor dan resistansi beban


Daya masukan rotor adalah :
R
P2 = 3 I 2 2
2 s                                                                           (1-
8)
Rugi tembaga rotor adalah :
P2cu = 3 I 2 R2
2                       
(1-9)
Daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik pada rotor (daya keluaran kotor) adalah :
1−s
Pmek = 3 I
2
2 R2 ( )
s
= (1−s ) P 2 (1-
10)
Perbandingan daya masukan rotor dengan daya mekanik adalah :
P2 3 (I 2 ' )2 a2 ( R2 / s )
=
Pmek 3 (I 2 ' )2 a2 R2 [(1 − s )/ s ]
1/s 1 1 n
= = = = s
( 1− s )/s 1 − s 1− (ns − nr )/n s nr                          (1-11)
Perbandingan daya pada rotor adalah :
P2 : P mek : P2 cu = 1 : (1−s ) : s (1-
12)
dengan :
P2 = daya masukan rotor (W)
P2cu = rugi tembaga rotor (W)
Pmek = daya mekanik atau daya keluaran kotor (W)

1.7 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa


Transfer tenaga listrik dari stator ke rotor pada motor induksi terjadi secara induktif dengan
bantuan fluks bersama yang melingkupi keduanya. Oleh karena itu suatu motor induksi secara esensial
merupakan suatu transformator dengan bagian primer berperan sebagai stator, dan rotor merupakan
bagian sekunder yang berputar. Dengan demikian rangkaian motor induksi tiga fasa dapat digambarkan
seperti rangkaian ekivalen transformator sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.19 berikut ini.

9
`
Gambar 1.19 Rangkaian ekivalen sebenarnya dari motor induksi tiga fasa
Pada gambar 1.19 diatas terlihat bahwa rangkaian ekivalen rotor telah ditransformasi ke rangkaian
stator. Tegangan induksi, resistansi, reaktansi dan arus rotor dilihat dari sisi stator adalah :
E2’ = a E2
R2’ = a2 R2
X2’ = a2 X2
I2’ = I2/a (1-13)
dengan a = perbandingan transformasi antara rangkaian stator dan rangkaian rotor.
Berdasarkan gambar 1.19, impedansi total per fasa adalah :
Z ( R '/ s + j X 2 ' )
Z tot = R1 + j X 1 + m 2
Z m + R 2 '/ s + j X 2 ' (1-
14)
dengan :
R c jX m
Zm = = Ro + j X o
Rc + j X m             (1-
15)
dan :
R1 = resistansi stator per fasa (Ω)
X1 = reaktansi stator per fasa (Ω)
R2’ = resistansi rotor per fasa dilihat dari sisi stator (Ω)
X2’ = reaktansi rotor per fasa dilihat dari sisi stator (Ω)
Rc = resistansi rangkaian magnetisasi (Ω)
Xm = reaktansi rangkaian magnetisasi (Ω)
Ztot = impedansi total motor per fasa (Ω)
Zm = impedansi magnetisasi (Ω)
Ro = resistansi dari impedansi magnetisasi (Ω)
Daya masukan stator atau daya masukan motor adalah :
P1 = 3 V 1 I 1 cos φ = √ 3 V L I L cos φ (1-
16)
Arus yang mengalir pada stator adalah :
V
I1 = 1
Z tot                                                                                         (1-
17)
Arus yang mengalir pada rotor dilihat dari sisi stator adalah :

10
Zm
I2 ' = I1
Z m + R 2 '/ s + j X 2 ' (1-
18)
Arus yang mengalir pada rangkaian magnetisasi adalah :
R2 '/ s + j X 2 '
Io = I
Z m + R2 '/ s + j X 2 ' 1 (1-
19)
Jadi arus yang mengalir pada stator adalah :
I1 = I o + I2 ' (1-
20)
Daya masukan rotor, rugi tembaga rotor dan daya mekanik dilihat dari sisi stator adalah :
P2 = 3 ( I 2 ' )2 R 2 '/ s
P2cu = 3 ( I 2 ' )2 R2 '
1−s
Pmek = 3 ( I 2 ' )2 R2 ' ( )
s (1-
21)
Rugi tembaga stator adalah :
P1cu = 3 I 2 R1
1 (1-
22)
Rugi inti besi adalah :
Pf = 3 I 2 R o
o                                                                             (1-
23)
dengan :
V1 = tegangan masukan stator per fasa (V)
I1 = arus stator per fasa (A)
Io = arus magnetisasi (A)
I2’= arus rotor per fasa dilihat dari sisi stator (A)
P1 = daya masukan stator atau daya masukan motor (W)
cos φ = faktor daya stator
Apabila rugi tegangan pada resistansi dan reaktansi stator adalah kecil, atau tegangan terminal
stator V1 hampir sama dengan tegangan induksi E1, cabang rangkaian magnetisasi (Rc dan Xm) dapat
dipindahkan ke terminal mesin, dan diperoleh rangkaian ekivalen pendekatan seperti ditunjukkan pada
gambar 1.20 berikut ini.

Gambar 1.20 Rangkaian ekivalen pendekatan


Rangkaian ekivalen pendekaatan motor induksi tiga fasa ini memberikan kemudahan dalam
menganalisis daya motor induksi tiga fasa karena arus eksitasi dan arus rotor dapat secara langsung
ditentukan dari tegangan terminal mesin. Dengan menggunakan rangkaian ekivalen pendekatan pada
gambar 1.20 diatas, diperoleh arus rotor per fasa dilihat dari sisi stator adalah :

11
V1
I2 ' =
( R1 + R2 '/ s) + j ( X 1 + X 2 ' )                                                  (1-
24)

1.8 Rugi Rotasi dan Daya Mekanik Maksimum


Motor induksi tiga fasa yang mendapat suplai tegangan dan frekuensi konstan, rugi inti stator
akan konstan. Pada kondisi tanpa beban, putaran rotor mendekati kecepatan sinkron sehingga frekuensi
rotor kecil dan menyebabkan rugi inti rotor juga kecil. Tetapi dalam kondisi tanpa beban ini rugi gesek
dan angin adalah maksimum. Pada saat motor berbeban, kecepatan rotor menurun dan menyebabkan
frekuensi rotor dan rugi inti rotor meningkat, tetapi pada saat yang sama rugi gesek dan angin menurun.
Oleh karena itu apabila motor induksi beroperasi pada tegangan dan frekuensi konstan, hasil
penjumlahan rugi inti besi dan rugi gesek dan angin secara praktis adalah konstan, dan kedua jenis rugi
ini disebut rugi rotasi yang ditentukan secara eksperimental.
Karena rugi inti besi tidak terpisahkan dari rugi gesek dan angin, maka resistansi Rc pada
rangkaian magnetisasi dapat dihilangkan penggambarannya pada rangkaian ekivalen. Nilai resistansi R c
jauh lebih besar dibandingkan nilai reaktansi X m, sehingga reaktasi Xm dianggap tidak berubah nilainya
apabila resistansi Rc ditiadakan dari rangkaian ekivalen. Menurut rekomendasi IEEE (Institute of
Electrical and Electronics Engineers), reaktansi magnetisasi tidak dapat diabaikan karena adanya celah
udara yang menyebabkan arus magnetisasi cukup tinggi, yaitu sekitar 30 ÷ 50 % dari arus beban penuh.
Rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa tanpa resistansi magnetisasi yang direkomendasikan IEEE
ditunjukkan pada gambar 1.21 berikut ini.

Gambar 1.21 Rangkaian ekivalen menurut rekomendasi IEEE


Disamping itu IEEE juga merekomendasikan pembagian reaktansi bocor motor induksi tiga fasa secara
empiris antara reaktansi stator dan reaktansi rotor per fasa berdasarkan kelas motor seperti ditunjukkan
pada tabel 1.1 dibawah ini.

Tabel 1.1 Pembagian reaktansi motor secara empiris

Kelas Motor Karakteristik X1 + X2


X1 X2
A Torsi mula normal, arus mula normal 0,5 0,5
B Torsi mula normal, arus mula rendah 0,4 0,6
C Torsi mula tinggi, arus mula rendah 0,3 0,7
D Torsi mula tinggi, slip tinggi 0,5 0,5
Motor Belitan - 0,5 0,5

12
Dalam rangka penyederhanaan analisis, V1, R1, X1 dan Xm pada gambar 1.21 dapat diganti dengan
rangkaian ekivalen Thevenin yang diterapkan pada cabang rangkaian magnetisasi (pada celah udara)
seperti ditunjukkan pada gambar 1.22 berikut ini.

Gambar 1.22 Rangkaian ekivalen Thevenin


Tegangan ekivalen Thevenin pada rangkaian ekivalen Thevenin adalah :
Xm
V th = V1
R 2 + ( X 1 + X m )2
√ 1 (1-
25)
Impedansi ekivalen Thevenin adalah :
jX m ( R1 + jX 1 )
Z th = = R th + j X th
R 1 + j ( X 1+ X m ) (1-
26)
Dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thevenin, diperoleh :
V th
I2 ' =
( Rth + R2 '/ s ) + j ( X th + X 2 ' ) (1-
27)
dengan :
Vth = tegangan ekivalen Thevenin (V)
Zth = impedansi ekivalen Thevenin (Ω)
Rth = resistansi ekivalen Thevenin (Ω)
Xth = reaktansi ekivalen Thevenin (Ω)
Dengan memisahkan resistansi rugi-rugi dan resistansi beban pada rangkaian ekivalen Thevenin,
diperoleh rangkaian ekivalen baru seperti ditunjukkan pada gambar 1.23 berikut ini.

Gambar 1.23 Rangkaian ekivalen Thevenin dengan resistansi beban


Berdasarkan rangkaian ekivalen pada gambar 1.23, arus yang mengalir pada rotor dilihat dari sisi stator
adalah :
V th
I2 ' =
√( R 01 + R L )2 + X
01 2                                                (1-28)
Daya mekanik atau daya poros kotor adalah :

13
Pmek = 3 ( I 2 ' )2 R L
3 V 2 RL
th
=
( R01 + R L )2 + X
01 2                                                        (1-29)
Diferensialisasi Pmek pada persamaan (1-29) terhadap RL kemudian disamakan dengan nol, diperoleh :
d Pmek 3V 2 [ ( R01 + R L )2 + X 2 − 2 ( R 01 + R L ) R L ]
th 01
= 2
=0
d RL [ ( R01 + R L ) + X ]2
01 2

R =R +X =Z → R L = Z 01
L2 01 2 01 2 01 2
dengan :

R L = R2 ' (1−s
s )
R01 = R th + R 2 '
X 01= X th + X 2 '
Z 01 = R 2 + X√ 2
01 01
Daya mekanik atau daya poros maksimum terjadi pada saat RL = Z01, yaitu :
3V Z 01 3 V th Z 01
th2
Pm = =
max ( R01 + Z 01 )2 + X 2
R 2+ X 2 +Z 2 + 2 R01 Z 01
01 01 01 01
3V Z 01 3V Z 01
th 2 th2
= =
Z +Z + 2 R 01 Z 01 2 Z 01 ( Z 01 + R01 )
012 01 2
3V 2
th
=
2 ( R01 + Z 01 )      (1-30)
Slip pada daya mekanik maksimum diperoleh sebagai berikut :
1− s R '
R L = Z01 = R2 ' ( s s )
= 2 − R2 '
R2'
Z 01 + R 2 ' =
s pm
R2 ' R '
s pm = = 2
R 2 ' + Z 01 R2 ' + √( Rth + R2 ' )2 + ( X th +X 2 ' )2 (1-31)
dengan :
RL = resistansi beban per fasa (Ω)
Pmmax = daya mekanik maksimum (W)
spm = slip pada daya mekanik maksimum

1.9 Torsi Motor Induksi Tiga Fasa


Pada suatu motor listrik, torsi didefinisikan sebagai pemuntiran suatu gaya terhadap suatu poros.
Torsi mekanik atau torsi poros kotor yang dihasilkan motor induksi tiga fasa dinyatakan dengan :
P 3 1−s
T g = mek =
w 2 π nr ( )
( I 2 ')2 R 2 '
s
3 1−s 3 R2 '
= (I ' ) R ' ( ) = (I ' )
2
2
2 2
2
2 π n (1−s ) s s 2π n s s (1-
32)
Berdasarkan rangkaian ekivalen Thevenin, diperoleh torsi poros kotor sebagai berikut :
14
V 2
3 th
Tg = R '/ s
2 π ns ( Rth + R2 '/ s )2 + ( X th + X 2 ' )2 2
                    (1-33)
Karakteristik torsi – kecepatan atau karakteristik torsi – slip dari suatu motor induksi tiga fasa
ditunjukkan pada gambar 1.24 berikut ini.

Gambar 1.24 Karakteristik torsi – kecepatan atau torsi – slip


Pada gambar karakteristik diatas dapat dilihat bahwa pada nilai slip rendah, (Rth + R2’/s) >> (Xth + X2’)
dan (R2’/s) >> Rth, perubahan torsi sebanding dengan perubahan slip. Pada nilai slip besar, (Rth + R2’/s)
<< (Xth + X2’), perubahan torsi berbanding terbalik dengan perubahan slip hingga mendekati slip sama
dengan satu. Pada gambar karakteristik diatas dapat juga dilihat bahwa apabila resistansi rotor
diperbesar, torsi maksimum tidak berubah nilainya. Tetapi dengan memperbesar resisitansi rotor, dapat
diperoleh torsi maksimum pada saat motor mengalami pengasutan (starting).
Apabila persamaan (1-33) didiferensialkan terhadap slip s kemudian disamakan dengan nol,
(dTg/ds = 0), diperoleh nilai slip yang memberikan torsi maksimum, yaitu :
R2 '
s tm =
√ R 2 + ( X th + X 2 ' )2
th                                  (1-
34)
dan torsi maksimum dinyatakan dengan :
V
3 th 2
T max =
4 π ns R + + ( X th + X 2 ' )2
th √R th
2
                         (1-
35)
dengan :
Tg = torsi mekanik atau torsi poros (N-m)
stm = slip pada torsi maksimum
w = kecepatan sudut rotor (rad/s)
Tmax = torsi poros maksimum (N-m)

1.10 Arus dan Torsi Pengasutan


Pada saat motor mengalami pengasutan (starting), slip s = 1, karena motor belum berputar.
Berdasarkan rangkaian ekivalen rekomendasi IEEE pada gambar 1.21 diatas, impedansi pengasutan
adalah :

15
j X m ( R2 '/ s + j X 2 ' )
Z st = R1 + j X 1 +
R2 '/ s + j ( X m + X 2 ' )
j X m ( R 2' + j X 2 ' )
= R1 + j X 1 +
R2 ' + j ( X m + X 2 ' )                          (1-
36)
Arus pengasutan adalah :
V
I st = 1
Z st                                                                                     (1-
37)
Torsi yang dihasilkan motor pada saat mengalami pengasutan adalah :
3 ( I 2 ' )2 R2 '/ s
T st =
ws
V 2 R2'
3 th
=
2 π ns ( Rth + R2 ' )2 + ( X th + X 2 ' )2
(1-38)
dengan :
Zst = impedansi pengasutan per fasa (Ω)
Ist  = arus pengasutan (A)
Tst = torsi pengasutan (N-m)
ws = kecepatan sudut stator (rad/s)

1.11  Rugi Daya, Daya Keluaran, Efisiensi dan Torsi Poros


Diagram distribusi daya pada motor induksi tiga fasa ditunjukkan pada gambar 1.25 berikut ini.

Gambar 1.25 Diagram distribusi daya pada motor induksi tiga fasa
Pada diagram distribusi daya diatas dapat dilihat bahwa dalam transfer daya dari stator ke rotor terjadi
rugi inti dan rugi tembaga pada stator. Rugi inti stator (meliputi rugi hysteresis dan rugi arus pusar)
bergantung pada frekuensi suplai dan kerapatan fluks inti besi. Dalam perubahan daya listrik menjadi
daya mekanik pada rotor, terjadi rugi tembaga rotor, dan dalam proses transfer daya mekanik dari rotor
ke beban terjadi rugi gesek dan angin.
Dalam operasi motor, rugi inti dan rugi gesek dan angin adalah konstan, dan harganya
ditentukan secara eksperimental pada keadaan motor tanpa beban (pengujian beban nol), sedangkan rugi
tembaga bergantung pada besar-kecilnya beban motor. Gabungan rugi inti dan rugi gesek dan angin
disebut rugi rotasi.
16
Rugi daya total adalah :
Ptl = P f + Pcu1 + Pcu 2 + P fw                                            (1-
39)
Daya keluaran atau daya poros bersih yang diberikan kepada beban mekanik adalah :
Po = Pmek − Pfw (1-
40)
Efisiensi motor induksi tiga fasa adaalah :
P P
η = o 100 % = o 100 %
P1 P o + P tl
P1 − Ptl P tl
=
P1
100 % = 1−
P1 (
100 %
) (1-
41)
Torsi poros yang diberikan kepada beban mekanik adalah :
Po
To =
2 π nr                                                                                 (1-
42)
dengan :
Ptl = rugi daya total (W)
Pf = rugi inti besi (W)
Pcu1 = rugi tembaga stator (W)
Pcu2 = rugi tembaga rotor (W)
Pfw = rugi gesek dan angin (W)
Pmek = daya mekanik yang dibangkitkan rotor (W)
Po = daya keluaran motor (W)
η = efisiensi motor (%)
To = torsi keluaran motor (N-m)

Contoh 1.1
Motor induksi tiga fasa hubungan Y, 440 V, 50 Hz, 37,3 kW, 4 kutub, mempunyai parameter R 1
= 0,1 Ω, R2’= 0,15 Ω, X1=0,4 Ω dan X2’= 0,44 Ω. Rugi-rugi inti stator 1250 W dan rugi gesek dan angin
1000 W. Pada kondisi tanpa beban, motor menarik arus jala-jala 20 A pada faktor daya 0,09 tertinggal.
Apabila motor beroperasi pada slip 3 %, hitunglah arus masukan stator dan faktor dayanya, torsi
elektromagnetik yang dibangkitkan, keluaran dan efisiensi motor.
Jawab
440
V1 = = 254 V
Tegangan stator per fasa, √3
Arus rotor dilihat dari sisi stator adalah :
V1 254 ∠ 0
I2 ' = =
( R1 + R2 '/ s) + j ( X 1 + X 2 ' ) ( 0,1 + j 0 , 15/0 , 03) + j (0,4 + 0 , 44 )
254 ∠ 0 254 ∠ 0
= = = 49 ,1 ∠ 9,3 ° = 48 ,4 − j 7,9 A
5,1 + j 0 , 84 5 , 17 ∠ 9,3 °
Arus tanpa beban adalah :
I o = 20 ∠− cos−1 0 , 09 = 20 ∠−84 , 9° = 1 ,78 − j 19 ,9 A
Arus masukan stator adalah :
17
I 1 = I o + I 2 ' = 1,78 − j 19,9 + 48,4 − j 7,9 = 50,18 − j 27 ,8 = 57, 4 ∠−29° A
Faktor daya stator, cos φ = cos 29° = 0 , 875 tertinggal
2 2
Daya masukan rotor, P2 = 3 ( I 2 ' ) R2 '/ s = 3 . 49 , 1 . 0 ,15 /0 ,03 = 36160 W
120 f 120 . 50
ns = = = 1500 rpm
Kecepatan sinkron, p 4
Torsi elektromagnetik yang dibangkitkan adalah :
2
3 ( I 2 ' ) R2 '/ s 3 . 49 , 12 . 0 , 15/0 , 03
Tg = = = 230 N−m
2 π ns 2 π . 1500 /60

Daya mekanik, Pmek = P 2 (1−s) = 36160 (1−0, 03 ) = 35075 W


Daya keluaran,
Po = P mek − P ga = 35075 − 1000 = 34075 W
2
Rugi tembaga rotor, P2cu = 3 ( I 2 ' ) R 2 ' = s P 2 = 0 , 03 . 36160 = 1085 W
2 2
Rugi tembaga stator, P1cu = 3 ( I 1 ) R1 = 3 . 57 ,4 . 0,1 = 988 W

Rugi total,
Ptl= P2cu + P1cu + Pf + P ga= 1085 + 988 + 1250 + 1000 = 4323 W
Po Po 34075
η= x 100 % = x 100 % = x 100 % = 88 , 7 %
Efisiensi, P1 Po + Prtot 34075 + 4323

Contoh 1.2
Motor induksi tiga fasa, 381 V, mempunyai parameter R 1 = 0,07 Ω, R2’ = 0,08 Ω, X1 = 0,4 Ω,
dan X2’ = 0,2  Ω. Rugi rotasi diabaikan. Hitunglah slip pada daya keluaran maksimum, dan daya
keluaran motor.
Jawab
381
V1 = = 220 V
Tegangan stator per fasa, √3
Resistansi ekivalen,
R01 = R 1 + R 2 ' = 0 ,07 + 0 ,08 = 0 ,15 Ω

Reaktansi ekivalen,
X 01 = X 1 + X 2 ' = 0,4 + 0,2 = 0,6 Ω
Z 01 = R √ +X = √ 0 , 152 + 0,62 = 0 ,62 Ω
Impedansi ekivalen, 012 012

R2 ' 0 , 08
s pm = = = 0 ,1143
Slip pada daya keluaran maksimum,  R 2 ' + Z 01 0 , 08 + 0 , 62

Resistansi beban,
RL = R2 ' ( 1s − 1) = 0,08 ( 0,1143
1
− 1 )= 0,62 Ω

3V RL
12 3 . 2202 . 0 , 62
Po = = = 94 ,5 kW
( R 01 + R L )2 + X 2 (0 ,15 + 0 , 62)2 + 0,62
Daya keluaran motor,  o1

Contoh 1.3
Motor belitan 460 V, 60 Hz, 4 kutub, 1740 rpm, mempunyai parameter per fasa R 1 = 0,25 Ω,
R2’= 0,2 Ω, X1 = X2’ = 0,5 Ω, dan Xm = 30 Ω. Rugi rotasi 1700 W. Hitunglah arus pengasutan, torsi
pengasutan, perbandingan arus pengasutan dengan arus beban penuh, torsi maksimum, perbandingan
torsi maksimum dengan torsi beban penuh, dan resistansi luar yang menghasilkan torsi maksimum pada
saat pengasutan.

18
Jawab
460
V1 = = 265 , 6 V
Tegangan masukan per fasa, √3
Pada saat pengasutan (starting), slip s = 1, dan impedansi pengasutan adalah :
j 30 (0,2 + j 0,5 )
Z st = 0 , 25 + = 1 , 08 ∠ 66 ° Ω
0,2 + j 30 ,5
Arus pengasutan,
V 265 , 6 ∠ 0
I st = 1 = = 245 , 9 ∠−66° = 245 , 9 A
Z st 1 ,08 ∠ 66 °
120 . 60
ns = = 1800 rpm
Kecepatan sinkron, 4
265 ,6 . j 30
V th = = 261 ,3 ∠ 0,47 ° = 261 ,3 V
Tegangan Thevenin, 0 ,25 + j (0,5 + 30)
j 30 (0 ,25 + j 0,5 )
Z th = = 0 , 55 ∠ 63 , 9° = (0 ,24 + j 0 , 49) Ω
Impedansi Thevenin, 0 ,25 + j (0,5 + j 30 )
2
3 261 , 3 0,2
T st = 2 2 1
= 185 , 2 N −m
Torsi pengasutan, 2 π . 1800/60 (0 , 24 + 0,2 ) + (0 , 49 + 0,5 )
1800 − 1740
s= = 0 , 0333
Pada beban penuh, slip 1800
j 30 (0,2/0 , 0333 + j 0,5)
Z 1 = (0 , 25 + j 0,5) + = 6 ,2123 ∠ 19 , 7 ° Ω
Impedansi beban penuh, 0,2 /0 ,0333 + j (30 + 0,5 )
265,6 ∠ 0
I fl = I 1 = = 42 ,754 ∠−19,7° = 42 ,754 A
Arus beban penuh, 6 ,2123 ∠ 19 ,7 °
I st 245 , 9
= = 5 , 75
Perbandingan arus pengasutan dengan arus beban penuh, I fl 42, 754
2
3 261 ,3 (0,2/0 , 0333 )
T fl = = 163 , 11 N −m
Torsi beban penuh, 2 π . 1800 /60 (0 , 24 + 0,2/0 , 0333)2 + (0 , 49 + 0,5 )2
2
3 261 , 3
T max = = 431 , 68 N −m
4 π . 1800/60 0 , 24 + √ 0 , 242 + (0 , 49 + 0,5)2
Torsi maksimum,
T max 431 , 68
= = 2 , 65
Perbandingan torsi maksimum dengan torsi beban penuh, T fl 163 , 11
Resistansi luar yang memberikan torsi maksimum pada saat pengasutan ditentukan sebagai berikut :
R 2 ' + R ' ext R2 ' + R ' ext
s tm = 1 = =
√ 0 ,24 2 + (0 , 49 + 0,5)2 1 , 0186
R ' ext = 1, 0186 − 0,2 = 0 ,8186 Ω per fasa

Contoh 1.4
Motor induksi tiga fasa, 400 V, 50 Hz, 4 kutub, berputar 1440 rpm pada faktor daya 0,88 dan
memberikan daya pada beban penuh 14,8 Hp. Rugi stator 1060 W dan rugi gesek dan angin 375 W.
Hitunglah slip, rugi tembaga rotor, frekuensi rotor, arus stator dan efisiensi motor.
Jawab

19
120 . 50
ns = = 1500 rpm
Kecepatan sinkron, 4
1500 − 1440
s= = 0 ,04 = 4 %
Slip pada beban penuh, 1500

Daya keluaran,
Po = 14 ,8 . 746 = 11040,8 W

Daya mekanik,
Pmek = 11040,8 + 375 =11415,8 W
11415,8 . 0,04
Pcu2 = = 475 ,7 W
Rugi tembaga rotor, 1 − 0 ,04
Daya masuk rotor, P2 = 11415, 8 + 475 ,7 = 11891,5 W

Daya masuk stator, P1 = 11891 ,5 + 1060 = 12951, 5 W


12951 ,5
I1 = = 21 ,24 A
Arus stator, √3 . 400 . 0 ,88
Frekuensi rotor, f 2 = 0 , 04 . 50 = 2 Hz
11040, 8
η= 100 % = 85 , 25 %
Efisiensi motor, 12951 ,5

1.12 Pengujian Motor Induksi Tiga Fasa


Pengujian pada motor induksi tiga fasa dimaksudkan untuk menentukan parameter (pada
rangkaian ekivalen) dan rugi daya konstan, sehingga dapat digambarkan karakteristik motor. Pengujian
penting pada motor induksi tiga fasa adalah pengujian tanpa beban (no-load test) dan pengujian rotor
tertahan (blocked-rotor test).
a. Pengujian tanpa beban.
Dalam pengujian ini, motor dioperasikan pada kondisi tanpa beban (rotor tidak terkopel dengan
beban) dengan tegangan dan frekuensi nominal.
Diagram pengujian tanpa beban (beban nol) ditunjukkan pada gambar 1.26 berikut ini.

Gambar 1.26 Diagram pengujian tanpa beban


Data yang diperoleh dari pengujian ini adalah tegangan masukan (V 1), arus masukan (Io) dan daya
masukan tanpa beban (Pnl). Berdasarkan data tersebut, ditentukan impedansi, resistansi dan reaktansi
tanpa beban sebagai berikut :

20
V1
Z nl =
Io
P nl
R nl =
3I 2
o
X nl = √( Z nl )2 −( Rnl )2 (1-48)
dengan :
V1 = tegangan masukan nominal per fasa (V)
Io = arus masukan tanpa beban (A)
Pnl = daya masukan tanpa beban (W)
Znl = impedansi tanpa beban per fasa (Ω)
Rnl = resistansi tanpa beban per fasa (Ω)
Xnl = reaktansi tanpa beban per fasa (Ω)
Daya masukan tanpa beban ini secara praktis hanya untuk mengatasi rugi-rugi tanpa beban, dan
dinyatakan dengan :
Pnl =Pf + P fw +3 I 2 R 1
o                                                             (1-
49)
Rugi gesek dan angin dapat ditentukan dari kurva karakteristik tanpa beban P nl = Pnl (V1), dan harga
resistansi R1 ditentukan dari hasil pengukuran pada stator, sehingga rugi inti besi (Pf) dapat diketahui.

Gambar 1.27 Kurva karakteristik pengujian beban nol


b. Pengujian rotor tertahan.
Diagram pengujian rotor tertahan sama seperti pengujian tanpa beban, hanya saja dalam
pengujian ini rotor ditahan (diblok) hingga tidak dapat berputar (sama dengan pengujian hubung singkat
pada transformator). Dalam hal ini rotor dikopel dengan prony brake (torsi pengereman) atau motor lain
untuk menahannya. Tegangan yang diberikan pada terminal stator dibatasi hingga arus yang mengalir
tidak melampaui arus nominal motor. Dari pengujian ini diperoleh data tegangan masukan (Vbl), arus
masukan (Ibl) dan daya masukan (Pbl). Berdasarkan data pengujian tersebut ditentukan :
V
Z bl = bl
I bl
P bl
R bl =
3( I bl )2
X bl = Z √ −R 2
bl2 bl                                                           (1-
50)
dengan :
Vbl = tegangan masukan rotor tertahan per fasa (V)
Ibl = arus masukan rotor tertahan per fasa (A)
21
Zbl = impedansi rotor tertahan per fasa (Ω)
Rbl = resistansi rotor tertahan per fasa (Ω)
Xbl = reaktansi rotor tertahan per fasa (Ω)

Gambar 1.28 Kurva karakteristik pengujian rotor tertahan

c. Pengukuran resistansi stator dan rotor.


Resistansi belitan stator (dan juga resistansi rotor pada motor belitan) masing-masing diukur
dengan metode volt-amper, yaitu terminal stator dihubungkan dengan sumber tegangan DC (arus
searah) pada setiap dua fasa, dan arus yang mengalir pada belitan tidak melampaui harga arus nominal
motor. Untuk mendapatkan resistansi belitan pada operasi motor yang sebenarnya, pengukuran
dilakukan setelah motor beroperasi cukup lama pada beban nominal atau pada saat temperatur motor
mendekati temperatur operasinya. Diagram pengukuran resistansi motor induksi tiga fasa dengan
metode volt-amper ditunjukkan pada gambar 1.29 berikut ini.

Gambar 1.29 Diagram pengujian resistansi motor dengan


metode volt-amper

Dengan belitan stator terhubung secara bintang, resistansi stator per fasa ditentukan dengan :
V1
dc
R1 =
2 I1
dc (1-
51)
Pada motor belitan dapat juga dilakukan pengukuran resistansi rotor dengan metode volt-amper seperti
pada rangkaian stator diatas, dan resistansi rotor belitan per fasa ditentukan dengan :
V2
dc
R2 =
2 I2
dc (1-52)
dengan :
V1dc = tegangan DC pada dua terminal stator (V)
V2dc = tegangan DC pada dua terminal rotor pada motor belitan (V)
I1dc = arua searah yang mengalir pada dua terminal stator (A)
I2dc = arua searah yang mengalir pada dua terminal rotor (A)
R1 = resistansi stator per fasa (Ω)
22
R2 = resistansi rotor motor belitan per fasa (Ω)
Berdasarkan hasil pengujian rotor tertahan, diperoleh parameter reaktansi bocor, yaitu :
X bl = X 1 +X 2 '                                                     (1-
53)
Harga X1 dan X2’ ditentukan berdasarkan kelas motor yang tertera pada tabel 1.1 diatas.
Reaktansi magnetisasi ditentukan dengan :
X m= X nl −X 1                                                      (1-
54)
Pada motor sangkar resistansi rotor tidak dapat diukur seperti pada motor belitan, karena rotor
sangkar tidak mempunyai terminal luar. Resistansi rotor motor sangkar yang ditransformasikan ke sisi
stator ditentukan dengan :
X 22 2
R2 '=( Rbl −R 1 )( )
Xm (1-
55)
dengan X22 = Xm + X2’

1.13 Diagram Lingkaran


Diagram lingkaran bertujuan mempermudah analisis pada motor induksi tiga fasa. Diagram lingkaran
motor induksi tiga fasa ini dapat dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengujian beban nol (tanpa
beban), pengujian rotor tertahan (pengujian hubung singkat) dan pengukuran resistansi stator.

Dari pengujian tanpa beban, arus Io dan sudut


φ o dapat ditentukan. Selanjutnya vektor I
o

φ
diletakkan tertinggal sebesar sudut o dibelakang vektor tegangan suplai V pada diagram seperti
ditunjukkan pada gambar 1.30 berikut ini.

Gambar 1.30 Diagram lingkaran motor induksi tiga fasa


Dari pengujian rotor tertahan (hubung singkat) diperoleh arus hubung singkat I sn yang bersesuaian
φ
dengan tegangan normal dengan perbedaan fasa sebesar sudut s . Garis OA menyatakan arus hubung
singkat Isn = (Is V/Vs), dan garis O’A menyatakan arus rotor dilihat dari sisi stator I2’. Titik O’ dan titik
A diletakkan pada posisi yang tepat pada diagram lingkaran. Apabila garis O’A dibagi dua dengan suatu
garis tegak lurus maka diperoleh titik C sebagai pusat lingkaran. Diameter lingkaran yang dinyatakan
dengan garis O’D merupakan garis tegak lurus terhadap vektor tegangan.
Direkomendasikan skala vektor arus dipilih sedemikian rupa sehingga diameter lingkaran lebih
dari 25 cm agar performansi data motor dapat dibaca dengan akurat pada diagram lingkaran. Dengan
pusat lingkaran pada titik C dengan radius CO’, diagram lingkaran dapat dibuat, dan garis O’A disebut
garis keluaran.
23
Dengan vektor tegangan digambarkan secara vertikal, maka seluruh jarak vertikal merupakan
komponen daya aktif dari arus. Jadi komponen vertikal O’P dari arus tanpa beban OO’ merupakan
masukan tanpa beban untuk rugi inti dan rugi gesek dan angin. Dengan hal yang sama, komponen
vektikal AG dari arus hubung singkat OA proporsional dengan masukan motor pada kondisi hubung
singkat atau apabila diukur pada skala yang tepat dapat dikatakan sama dengan daya masukan.
Pada saat rotor ditahan, semua daya masukan motor merupakan rugi inti, dan rugi tembaga pada
stator dan rotor, dan masukan daya ini proporsional dengan garis AG. Garis FG (=O’P) menyatakan
rugi konstan,yaitu rugi inti stator dan rugi gesek dan angin. Garis AF proporsional dengan rugi tembaga
stator dan rotor. Dengan titik E diletakkan sedemikian rupa, sehingga :
AE rugi tembaga rotor
=
EF rugi tembaga stator
Adapun garis O’E dikenal sebagai garis torsi, dan cara menempatkan titik E adalah :
1. Untuk rotor sangkar
Masukan motor pada kondisi hubung singkat W s mendekati saama dengan rugi tembaga (rugi
inti diabaikan).
Rugi tembaga stator = 3 Is2 R1
Rugi tembaga rotor = Ws – 3 Is2 R1
Ws −3 I R1
AE s2
=
EF 3I R
Jadi s2 1

2. Untuk rotor belitan


Dalam hal ini resistansi rotor dan stator per fasa r 2 dan r1 dapat dihitung. Untuk setiap harga arus
stator dan rotor I1 dan I2 dapat dituliskan :
I 2 r2 a2 r 2 r2 ' I2
AE 2
= = = dengan a = = perbandingan transformasi
EF I 2 r1 r1 r1 I1
1

Harga a dapat ditentukan dari pengujian hubung singkat dengan menggunakan dua amperemeter
pada rangkaian stator dan rotor.
Dengan asumsi bahwa motor beroperasi normal dan menarik arus sebesar OL pada diagram lingkaran,
maka garis tegak lurus JL merupakan rugi konstan (fixed loss), garis JN merupakan rugi tembaga stator
(stator cu loss), garis NL merupakan masukan rotor, garis NM merupakan rugi tembaga rotor (rotor cu
loss), garis ML merupakan keluaran rotor, dan garis LK adalah masukan total motor.
Berdasarkan hubungan antara beberapa kuantitas diatas, diperoleh :
√ 3 V L LK = masukan motor
√ 3 V L JN = rugi tembaga stator
√ 3 V L MK = rugi total
√ 3 V L JK = rugi−rugi konstan
√ 3 V L MN = rugi tembaga rotor
√ 3 V L ML = keluaran mekanik
√ 3 V L NL = masukan rotor ∞ torsi

24
ML keluaran
= = efisiensi
LK masukan
MN rugi tembaga rotor
= = slip s
NL masukan rotor
ML keluaran rotor nr
= = 1− s=
NL masukan rotor ns
LK
= faktor daya = cos φ
OL
Jadi secara teoritis memungkinkan memperoleh semua karakteristik motor induksi dari diagram
lingkaran.
Kuantitas maksimum dapat juga ditentukan posisinya pada diagram lingkaran seperti
ditunjukkan pada gambar 1.31 berikut ini.

Gambar 1.31 Posisi kuantitas maksimum pada diagram lingkaran


Dengan menarik garis dari titik C sedemikian rupa tegak lurus terhadap garis keluaran O’A diperoleh
garis singgung yang paralel dengan garis O’A pada titik M. Keluaran maksimum terjadi pada titik M
dan garis vertikal MP adalah keluaran maksimum (maximum output).
Dengan menarik garis singgung lingkaran yang paralel dengan garis torsi O’A diperoleh torsi
maksimum pada titik N dan garis vertikal NQ merupakan torsi maksimum (torque maximum). Adapun
daya masukan maksimum (maximum input) terjadi pada puncak lingkaran, yaitu pada titik R, dan daya
masukan maksimum proporsional dengan garis vertikal RS.

1.14  Daya Keluaran Motor Berdasarkan Pergerakan Beban


Daya motor induksi tiga fasa yang diperlukan untuk menggerakkan beban, dapat ditentukan
berdasarkan jenis pergerakan beban tersebut.
a. Beban digerakkan secara melingkar (gerak putar)
Apabila beban digerakkan secara melingkar atau berputar, maka daya keluaran motor yang
dibutuhkan adalah :
TL w J L α w
Po = =
ηL ηL
                                                          (1-
43)
dengan :
Po = daya keluaran motor (W)
TL = torsi beban (N-m)
JL = momen kelembaman beban (kg-m2/rad2)
α = percepatan sudut beban (rad/s2)
w = kecepatan sudut beban (rad/s)

25
ηL
= efisiensi mekanis beban
b. Beban digerakkan secara vertikal.
Apabila beban diangkat melawan grafitasi dengan kecepatan konstan, maka daya keluaran motor
yang diperlukan dapat ditentukan dengan :
Fv mv
Po = = 9,8
ηL η L                                                                          (1-
44)
dengan :
m = berat beban (kg)
v = kecepatan pergerakan beban (m/det)
c. Beban digerakkan secara horizontal
Apabila beban digerakkan secara horizontal (mendatar) pada kecepatan dan koefisien geser
tertentu, daya keluaran motor yang diperlukan dapat ditentukan dengan :
μmv
Po = 9,8
ηL                                                                            (1-
45)
Pada umumnya beban yang digerakkan secara horizontal di industri berupa konveyor sabuk,
dan daya keluaran motor dapat ditentukan dari persamaan empiris berikut :
c v l + c2 Q l
Po = 1
ηL                                                                   (1-
46)
dengan :
m = berat beban (kg)
v = kecepatan pergerakan beban (m/det)
µ = koefisien geser dinamis (kg/ton berat)
= 0,001 ÷ 0.006 untuk bantalan selongsong
= 0,001 ÷ 0,007 untuk bantalan roda dan rol
l = panjang sabuk conveyor (m)
C1 = koefisien geser yang ditentukan oleh puli pembawa, berat sabuk, pembawa bantalan puli
per 1 meter panjang konveyor tanpa beban   (kgW/m)
C2 = koefisien yang memberikan hambatan perjalanan karena beban
Q = kuantitas beban yang ditransfortasi (ton/jam)
Apabila bantalan bola atau bantalan rol dipakai untuk pembawa, c2 berharga sekitar 0,01 sampai
0,015 dan harga c1 kira-kira seperti pada tabel 1.2. Apabila digunakan bantalan selongsong sebagai
pembawa, nilai c1 dan c2 menjadi kira-kira dua kali dari bantalan bola. Efisiensi mekanis adalah 60
sampai 85 %.

Tabel 1.2 Harga koefisien geser c1


Lebar sabuk (m) 0,3 0,4 0,5 0,6 0,9 1,0
c1 (kgW/m) 0,48 0,77 1,24 1,47 2,06 2,90

d. Beban berupa cairan


Apabila beban berupa air dinaikkan secara kontinyu dari tingkat lebih rendah ke tingkat
permukaan lebih tinggi dengan berat air 1 m3 = 1000 kg dan grafitasi spesifik air = 1 (pada 4 o C), daya
keluaran motor yang diperlukan menggerakkan beban tersebut dapat ditentukan dengan :

26
QH
Po = 9,8 . 1000 K
η L        (1-
47)
dengan :
Q = kapasitas beban cairan (m3/det)
H = jarak vertikal permukaan rendah ke permukaan tinggi  (m)
K = koefisien kesalahan dalam perencanaan dan pembuatan  =  1,1 ÷ 1,2

1.15 Metode Pengaturan Putaran


Secara praktis motor induksi tiga fasa dianggap berputar dengan kecepatan konstan mendekati
kecepatan sinkronnya. Walaupun demikian, pada aplikasi tertentu dikehendaki juga adanya pengaturan
putaran. Pengaturan putaran motor induksi tiga fasa dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a.  Mengubah jumlah kutub
Pada motor induksi tiga fasa, kecepatan sinkron ditentukan oleh frekuensi dan jumlah kutub,
sehingga dengan mengubah jumlah kutub stator, kecepatan putaran pun berubah. Jumlah kutub dapat
diubah dengan merencanakan belitan atau kumparan stator sedemikian rupa sehingga dapat menerima
tegangan masukan pada posisi kumparan yang berbeda-beda. Biasanya diperoleh dua perubahan
kecepatan sinkron dengan mengubah jumlah kutub dari 2 menjadi 4 kutub, atau dari 4 menjadi 8 kutub,
seperti ditunjukkan pada gambar 2.32 berikut ini.

Gambar 1.32 Hubungan kumparan pada alur stator untuk (a) 4 kutub
dan (b) 8 kutub

b. Mengubah frekuensi stator


Pengaturan putaran motor induksi tiga fasa dapat dilakukan dengan mengubah frekuensi stator.
Hanya saja pengubahan frekuensi harus dibarengi dengan pengubahan tegangan masukan untuk
menjaga kesetimbangan kerapatan fluks (fluks dijaga konstan). Pada umumnya pengaturan frekuensi
dilakukan dengan menggunakan solid state frequency converter dengan thyristor sebagai komponen
utamanya. Dalam hal ini tegangan jala-jala (sumber suplai) diubah menjadi tegangan searah oleh
konverter, dan keluaran konverter diubah kembali menjadi tegangan bolak balik oleh inverter. Dengan
mengubah-ubah sudut penyalaan thyristor, frekuensi pun berubah-ubah.
c. Mengubah tegangan stator
Pengaturan putaran motor induksi tiga fasa dapat dilakukan dengan mengatur tegangan masukan
stator. Hanya saja perubahan tegangan masukan yang cukup besar berdampak pada perubahan
kerapatan fluks yang cukup besar pula sehingga mengganggu kondisi magnetik motor. Disamping itu
perubahan tegangan yang besar hanya menghasilkan perubahan kecepatan putaran yang kecil. Untuk
menjaga kerapatan fluks stabil, perubahan tegangan harus dibarengi dengan perubahan frekuensi,
seperti pada pengaturan frekuensi stator tersebut diatas. Karakteristik motor yang diperoleh dari
pengaturan tegangan masukan stator ditunjukkan pada gambar 1.33 berikut ini.

27
Gambar 1.33 Karakteristik torsi – kecepatan dari pengaturan tegangan
d. Mengatur resistansi rotor
Pengaturan resistansi pada rotor hanya dapat dilakukan pada motor belitan (slip ring). Dengan
mengatur resistansi luar (rheostat) pada rotor motor belitan, kecepatan putaran pun dapat diatur. Apabila
resistansi luar dinaikkan harganya, kecepatan putaran motor akan menurun. Pengaturan resistansi ini
menyebabkan rugi daya meningkat dan efisiensi operasi motor menjadi berkurang. Oleh karena itu
pengaturan ini hanya digunakan dalam pengaturan kecepatan yang berdurasi singkat. Karakteristik
motor yang diperoleh dari pengaturan resistansi rotor ditunjukkan pada gambar 1.34 berikut ini.

Gambar 1.34 Karakteristik torsi–kecepatan dari pengaturan resistansi rotor

1.16 Pengasutan Motor Induksi Tiga Fasa


Apabila motor induksi tiga fasa diasut secara langsung pada sumber tegangan nominal, akan
menarik arus mula 5 ÷ 7 kali arus beban penuh dan hanya menghasilkan torsi mula 1,5 ÷ 2,5 kali torsi
beban penuh. Arus mula (pengasutan) yang besar ini akan menyebabkan penurunan tegangan yang
berpengaruh terhadap peralatan listrik lainnya yang disuplai dari sumber tegangan yang sama. Oleh
karena itu motor berkapasitas ≥ 20 kW sebaiknya tidak diasut secara langsung ke jala-jala, tetapi
pengasutan dilakukan dengan menggunakan alat pengasutan.
a.  Pengasutan dengan sambung langsung (DOL)
Pada motor induksi tiga fasa dinyatakan daya masukan rotor adalah P2 = ws Tg = K Tg, rugi
tembaga rotor adalah 3 I22 R2 = s K Tg.
Jadi torsi Tg ∞ I22/s dengan K = konstanta kesebandingan daya dan torsi. Karena I2 sebanding dengan I1,
maka Tg ∞ I12/s.
Pada saat pengasutan, slip s = 1, dan torsi pengasutan Tst = K Ist2 dengan Ist = arus pengasutan. Torsi
beban penuh dinyatakan dengan Tfl = K IfL2/sfl.
Perbandingan torsi pengasutan dengan torsi beban penuh dinyatakan dengan :
2
T st I
T fl ()
= st
I fl
s fl

Apabila motor disambung langsung dengan sumber tegangan nominal (tegangan suplai), arus
pengasutan merupakan arus hubungsingkat motor, sehingga :

28
2
T st I
T fl ( )
= sc
I fl
s fl = a2 s fl
                                                            (1-
56)
I sc
a=
dengan I fl
dan :
Tst = torsi pengasutan (N-m)
Tfl = torsi beban penuh (N-m)
Ist = arus pengasutan (A)
Isc = arus pengasutan langsung atau arus hubungsingkat (A)
Ifl = arus beban penuh (A)
sfl = slip beban penuh
a = perbandingan arus hubungsingkat dengan arus beban penuh
Jadi apabila arus hubungsingkat sama dengan 7 kali arus beban penuh, slip beban penuh 4 %, maka torsi
pengasutan Tst = 72 . 0,04 Tfl = 1,96 Tfl.
b. Pengasutan motor sangkar dengan resistor primer
Pengasutan dengan menggunakan resistor primer bertujuan memperkecil tegangan masukan ke
terminal stator, sehingga arus mula yang ditarik dari jala-jala menjadi kecil. Namun dengan
memperkecil tegangan, torsi juga menjadi kecil karena torsi berbanding langsung dengan pangkat dua
tegangan. Dalam hal ini penurunan tegangan stator menyebabkan medan putar turun, tegangan induksi
dan arus rotor juga turun. Apabila tegangan diturunkan 50 %, arus mula turun 50 % dan torsi menjadi
25 % dari nilai tegangan nominal. Diagram pengasutan dengan menggunakan resistor primer
ditunjukkan pada gambar 1.35 dibawah.
Dengan menggunakan resistor primer ini tegangan suplai per fasa dapat diturunkan secara fraksial
sebesar x. Perbadingan torsi pengasutan dengan torsi beban penuh adalah :
2
T st I st x I sc 2 2 I sc
2

T fl
=
( ) ( )
I fl
s fl =
I fl
sfl = x
I fl ( )
s fl = x2 a2 s fl
(1-57)
dengan x = penurunan tegangan secara fraksial, harganya lebih kecil dari satu.

Gambar 1.35 Diagram pengasutan motor sangkar dengan resistor primer


c.  Pengasutan motor sangkar dengan ototransformator
Pengasutan dengan menggunakan ototransformator juga bertujuan menurunkan tegangan
masukan stator seperti pada pengasutan dengan menggunakan resistor primer. Hanya saja pada
pengasutan dengan menggunakan ototransformator ini, ototransformator dilepaskan ketika kecepatan
29
motor telah mencapai 80 % dari kecepatan nominal, dan motor menerima suplai tegangan nominal dari
jala-jala. Diagram pengasutan dengan menggunakan ototransformator ditunjukkan pada gambar 1.36
berikut ini.

Gambar 1.36 Diagram pengasutan motor sangkar dengan ototransformator

Apabila stator dihubungkan secara langsung dengan jala-jala, tegangan fasa motor adalah V/ √ 3 dan
arus pengasutan Ist = Isc. Dengan menggunakan ototransformator, tegangan fasa motor adalah k V/
√3 dan arus pengasutan Ist = k Isc, dengan k adalah perbandingan transformasi dari tap
ototransformator dan harga k < 1. Perbandingan torsi pengasutan dengan torsi beban penuh adalah :
2
T st I st k I sc 2 2 I sc
2

T fl
=
( ) ( )
I fl
s fl =
I fl
s fl = k
( )
I fl
s fl = k 2 a2 s fl
(1-58)
d.  Pengasutan motor sangkar dengan starter bintang - delta
Pengasutan dengan starter bintang-delta digunakan apabila belitan stator terhubung secara delta
dalam operasi normal. Metode ini terdiri dari dua saklar yang menghubungkan belitan stator secara
bintang pada saat pengasutan dan menghubungkan belitan stator secara delta pada saat beroperasi
normal. Diagram pengasutan dengan menggunakan starter bintang-delta ditunjukkan pada gambar 1.37
berikut ini.

Gambar 1.37 Diagram pengasutan motor sangkar dengan starter bintang-delta

30
Pada saat pengasutan dengan belitan stator terhubung secara bintang, tegangan fasa motor diturunkan

dengan faktor 1/ √ 3 dan torsi turun menjadi 1/3 dari torsi pengasutan dalam hubungan delta.
Pada hubungan bintang,
V
I st per fasa = I st per saluran =
√3 Z
Pada hubungan delta,
V 3V
I sc per fasa = dan I sc per saluran = √
Z Z
Perbandingan antara arus pengasutan per fasa pada hubungan bintang dengan arus pengasutan per fasa
pada hubungan delta adalah :
I st V /√3Z 1
= =
I sc V /Z √3
Perbandingan antara arus pengasutan per saluran pada hubungan bintang dengan arus pengasutan per
saluran pada hubungan delta adalah :
I st V /√3 Z 1
= =
I sc √ 3 V /Z 3
Perbandingan torsi pengasutan dengan torsi beban penuh adalah :
2 2 2
T st I I sc 1 I sc 1
T fl
= st
I fl ( ) (√ )s fl =
3 I fl
s fl =
( )
3 I fl
s fl = a2 s fl
3
(1-59)
dengan :
V = tegangan saluran (V)
Z = impedansi belitan per fasa (Ω)
e.  Pengasutan motor belitan
Motor belitan atau slip ring selalu diasut dengan tegangan nominal pada terminal stator.
Diagram pengasutan motor belitan dengan resistansi luar (rheostat) ditunjukkan pada gambar 1.38
berikut ini.

Gambar 1.38 Diagram pengasutan motor belitan dengan rheostat


Dengan mengatur resistansi rheostat pada rangkaian rotor, arus pengasutan pun dapat diatur. Resistansi
kontrol berbentuk rheostat ini dihubungkan secara bintang, dan secara perlahan resistansi rheostat
diturunkan seiring dengan peningkatan kecepatan putaran. Pengaturan dengan resistansi luar pada motor
belitan ini bukan hanya memperkecil arus pengasutan, melainkan juga meningkatkan torsi pengasutan
karena adanya perbaikan faktor daya motor. Oleh karena itu motor dapat diasut dalam kondisi berbeban.

Contoh 1.5
Motor sangkar tiga fasa 20 Hp (14,92 kW), 400 V, 50 Hz, 6 kutub, 950 rpm. Ketika diasut pada
tegangan suplai nominal 400 V, motor menarik arus 6 kali arus beban penuh dan membangkitkan torsi
31
1,8 kali torsi beban penuh. Arus beban penuh motor 30 A. Tentukan besar tegangan yang mesti dicatu
pada saat pengasutan untuk menghasilkan torsi beban penuh dan arus yang dihasilkannya. Apabila
tegangan suplai ke stator diperoleh dari ototransformator, tentukan arus saluran. Apabila
ototransformator ini digunakan untuk membatasi arus pengasutan sama dengan arus beban penuh,
tentukan torsi pengasutan. Abaikan arus magnetisasi dan rugi impedansi stator.
Jawab
Pada motor induksi, torsi sebanding dengan pangkat dua tegangan masukan.
Pada kondisi nominal : 1,8 Tfl ∞ 4002
Pada kondisi lainnya : Tfl ∞ V2
T fl V 2
400
1,8 T fl
= ( )
400
→ V=
√ 1,8
= 298 ,1 V

Arus pengasutan proporsional dengan tegangan stator, sehingga arus pengasutan pada tegangan stator
298,1 V adalah :
6 I fl ∞ 400 → I st ∞ 298 ,1
I st 298 ,1 6 . 298 , 1 I fl 6 . 298 , 1 . 30
=6 → I st = = = 134 , 2 A
I fl 400 400 400
Apabila digunakan ototransformator, perbandingan transformasi ototransformator, k = 298,1/400
Arus saluran pada kondisi ini adalah :
298 , 1 2 298 ,1 2
2
I = k I sc =
400 ( ) 6 I fl =
400 ( )
. 6 . 30 = 100 A
Dengan membatasi arus pengasutan sama dengan arus beban penuh, Ist = 30 A, diperoleh :
I st = k 2 I sc = k 2 . 6 . 30 → 30 = k 2 . 180 → k = 1/6
120 . 50
ns = = 1000 rpm
Kecepatan sinkron, 6
1000 − 950
s fl = = 0 , 05 = 5 %
Slip beban penuh, 1000
Pada kondisi ini torsi pengasutan adalah :
T st I sc 2 1 6 I fl
2

T fl
=k
( )
s =
I fl fl 6 I fl ( )
. 0 , 05 = 0,3 → T st = 0,3 T fl

Contoh 1.6
Motor sangkar 15 Hp (11,2 kW), 400 V, 50 Hz, 6 kutub, beroperasi dalam hubungan delta
dengan kecepatan 960 rpm pada beban penuh. Apabila diasut secara langsung, motor menarik arus 86,4
A. Faktor daya motor 0,85 dan efisiensi beban penuh 88 %. Tentukan perbandingan torsi pengasutan
bintang-delta dengan torsi beban penuh.
Jawab
86 , 4
I sc per fasa = A
Arus pengasutan secara langsung, √3
1 1 86 , 4
I st per fasa = I sc per fasa = = 28 , 8 A
Arus pengasutan bintang-delta, √3 √3 √3
3
11 ,2 . 10
IL = = 21 ,59 A
Arus saluran beban penuh, √ 3. 400 . 0,85 . 0 ,88

32
21 ,59
I ph = I fl = A
Arus fasa beban penuh, √3
120 . 50
ns = = 1000 rpm
Kecepatan sinkron, 6
1000 − 950
s fl = = 0 , 05 = 5 %
Slip beban penuh, 1000
Perbandingan torsi pengasutan dengan torsi beban penuh adalah :
T st I st 2 28 , 8 2

T fl
=
( ) (
I fl
s fl =
21 , 59/ √3 ) . 0 ,05 = 0 ,267 → T st = 0 , 267 T fl

Contoh 1.7
Motor sangkar 6 kutub, 50 Hz, menarik arus 60 A pada beban penuh dan menghasilkan torsi 150
N-m pada putaran 940 rpm. Arus pengasutan pada tegangan nominal adalah 300 A. Tentukan torsi
pengasutan. Apabila diasut dengan starter bintang-delta, tentukan arus dan torsi pengasutan.
Jawab
300
I sc per fasa = I st = A
Arus pengasutan secara langsung, √3
60
I fl per fasa = A
Arus beban penuh, √3
120 . 50
ns = = 1000 rpm
Kecepatan sinkron, 6
1000 − 940
s fl = = 0 , 06 = 6 %
Slip beban penuh, 1000
Torsi pengasutan pada tegangan nominal adalah :
T st I st 2 300/ √ 3
2

T fl
=
( ) ( s =
I fl fl 60 / √3 )
. 0 , 06 → T st = 150 . 5 2 . 0 ,06 = 225 N −m

Dengan menggunakan starter bintang-delta,


Arus pengasutan, Ist = 1/3 Isc = (1/3) . 300 = 100 A
Torsi pengasutan, Tst = 1/3 Tfl = (1/3) . 225 = 75 N-m
1.17 Membalik Putaran Motor Induksi Tiga Fasa
Putaran motor induksi tiga fasa dapat dibalik arahnya apabila dua fasa masukan stator saling
dipertukarkan posisinya. Dengan menukar posisi dari dua fasa tersebut, medan putar pada stator
berbalik arah sehingga putaran motor pun berbalik arah. Pada gambar 1.39 (b) ditunjukkan apabila fasa
L2 dipertukarkan dengan fasa L3, putaran motor berbalik arah.

Gambar 1.39 Diagram pembalikan putaran (a) searah jarum jam dan
33
(b) berlawanan jarum jam

1.18 Kelas Isolasi dan Suhu Maksimum Motor


Apabila motor dioperasikan, suhu motor akan meningkat sebanding dengan arus dan waktu
operasinya. Oleh karena itu, isolasi yang dipergunakan untuk belitan (kumparan) dan bagian lain dari
motor harus mampu menahan suhu itu. Isolator akan memburuk pada suhu tinggi, dan dengan laju
memburuk itu maka tembus dielektrik dari isolasi akan terjadi, dan pada akhirnya menyebabkan
kerusakan pada motor.

Table 1.3 Kelas isolasi dan suhu maksimum yang diizinkan

Kelas Suhu Bahan Isolasi


Isolasi Maksimum (oC)
A 105 Katun, sutra, kertas dan lainnya, dicelup
dengan varnish atau dimasukkan dalam minyak
E 120 Resin enamel sintetis dari asetat vinil, nilon,
katun dan laminasi kertas dengan formaldehid
B 130 Mika, asbestos, serat gelas dan lainnya dipakai
dengan bahan pengikat, seperti epoksi dan
lainnya.
F 155 Mika, asbestos, serat gelas dan lainnya dipakai
bersama bahan pengikat seperti silicon, resin
alkid dan lainnya.
H 180 Mika, asbestos, serat gelas dan lainnya dengan
tingkat ketahanan panas yang lebih tinggi,
dipakai bersama bahan pengikat seperti resin
slikon, dan lainnya.

Hubungan antara energi panas dan kenaikan suhu motor dinyatakan sebagai berikut :
I2 R t=m S Δθ                                                         (1-
60)
dengan :
I = arus yang mengalir pada belitan motor (A)
R = resistansi ekivalen (Ω)
t = waktu (detik)
m= massa motor (kg)
S = panas spesifik bahan motor (J/kg oC)
Δ θ = peningkatan suhu isolasi motor (oC)
Berdasarkan hambatan panas, bahan isolasi yang digunakan pada belitan motor, generator maupun
transformator dikelompokkan atas kelas A, E, B, F dan H. Kelas isolasi motor, suhu maksimum yang
diizinkan dan bahan isolasinya diberikan pada tabel 1.3 diatas.
Walaupun satu motor dan motor lainnya dioperasikan dengan beban sama dan memperlihatkan
kenaikan suhu yang sama, namun apabila terdapat perbedaan suhu ambien (suhu sekeliling) maka akan
menyebabkan perbedaan suhu pada motor-motor tersebut. Oleh karena itu batas maksimum suhu
ambien ditetapkan 40 oC. Batas kenaikan suhu kumparan motor berdasarkan kelas isolasi ditunjukkan
pada tabel 1.4 berikut ini.

34
Tabel 1.4 Batas kenaikan suhu kumparan motor
Kelas Isolasi A E B F H
Batas kenaikan suhu kumparan (oC) 60 75 80 100 120

Jadi motor induksi tiga fasa yang mempunyai isolasi kelas B, suhu maksimumnya adalah 130 oC yang
merupakan hasil penjumlahan dari suhu ambient 40 oC, kenaikan suhu kumparan 80 oC dan toleransi 10
o
C.
Peningkatan suhu isolasi sangat mempengaruhi umur isolasi motor, terutama apabila motor
beroperasi pada beban penuh. Pada umumnya motor induksi tiga fasa yang digunakan di industri
mempunyai kelas isolasi B, F dan H. Hubungan grafis antara umur isolasi motor (dalam jam) dengan
peningkatan suhu motor (dalam ºC) untuk isolasi kelas A, B, F dan H ditunjukkan pada gambar 1.40.
Berdasarkan hubungan grafis antara umur isolasi motor dengan peningkatan suhu, dapat diketahui
bahwa setiap peningkatan suhu motor sebesar 10 oC akan mengurangi setengah umur operasi isolasi
motor tersebut.

Gambar 1.40 Hubungan grafis antara umur isolasi dengan


peningkatan suhu isolasi motor

1.19 Klasifikasi Motor Berdasarkan Desain Operasi


Dalam memenuhi kebutuhan operasional industri, NEMA (National Electrical Manufacturer
Assosiation) mengelompokkan motor induksi tiga fasa kedalam empat kelas desain berdasarkan
karakteristik listriknya, yaitu :
a. Desain motor kelas A.
Motor kelas A didesain untuk torsi mula (starting) dan arus mula (starting) normal, dan slip
normal. Resistansi dan reaktansi rotor motor kelas A relatif rendah, arus mula dapat mencapai lebih dari
600 % arus beban penuh (nominal) pada tegangan nominal. Untuk ukuran dan jumlah kutub yang lebih
kecil, torsi mula mendekati 200 % torsi beban penuh pada tegangan nominal, sedangkan untuk ukuran
dan jumlah kutub yang lebih besar, torsi mula sekitar 110 % torsi beban penuh. Motor kelas A
merupakan desain standar dengan daya yang lebih rendah, dan banyak digunakan untuk menggerakkan
fan, pompa, kompresor, konveyor dan sebagainya.
b. Desain motor kelas B.

35
Motor kelas B didesain untuk torsi mula normal, arus mula rendah, dan slip normal. Reaktansi
rotor kelas ini didesain berharga tinggi pada saat starting, sehingga arus starting menjadi lebih rendah,
yaitu 500 sampai 550 % arus beban penuh, dan torsi mula hampir sama dengan desain kelas A. Desain
kelas B paling banyak digunakan pada ukuran daya 7,5 hingga 200 Hp. Motor kelas B digunakan untuk
menggerakkan fan besar yang mempunyai momen inersia tinggi, pompa sentrifugal, alat-alat produksi
dan generator listrik.
c. Desain motor kelas C.
Motor kelas C didesain untuk torsi mula tinggi, arus mula rendah dan slip normal. Dalam hal ini
motor didesain mempunyai rotor sangkar ganda dengan resistansi rotor yang lebih tinggi daripada
desain kelas B. Motor kelas C ini digunakan sebagai penggerak kompresor, konveyor, mesin tekstil dan
sebagainya.
d. Desain motor kelas D.
Motor kelas D didesain untuk torsi mula tinggi, arus mula rendah dan slip tinggi. Pada desain
kelas D ini, rotor mempunyai resistansi tinggi sangkar tunggal, sehingga menghasilkan torsi mula tinggi
dan arus mula rendah, namun mengakibatkan efisiensi rendah. Motor kelas D ini terutama digunakan
untuk menggerakkan beban terputus-putus, seperti pada elevator, mesin potong dan mesin tekan.
Karakateristik motor induksi tiga fasa berdasarkan kelas desain, ditunjukkan oleh hubungan
antara torsi dan kecepatan putaran motor sebagaimana terlihat pada gambar 1.41 berikut ini.

Gambar 1.41 Karakteristik torsi-kecepatan  berdasarkan kelas desain motor


1.20 Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator Induksi
Apabila motor induksi tiga fasa berputar dengan kecepatan yang lebih besar dari kecepatan
sinkronnya, maka motor tersebut berfungsi sebagai generator induksi atau generator asinkron, dan
energi listrik dikembalikan ke jala-jala. Dalam hal ini generator induksi menyerap daya reaktif (Q) dari
jala-jala dan menyuplai daya aktif (P) ke jala-jala. Diagram motor induksi tiga fasa yang berfungsi
sebagai generator induksi ditunjukkan pada gambar 1.42 berikut ini.

36
Gambar 1.42 Motor induksi tiga fasa sebagai generator induksi pada
sistem jala-jala

Pada saat berfungsi sebagai generator, motor beroperasi pada slip negatif, artinya kecepatan rotor lebih
besar dari kecepatan medan putar stator. Karakteristik torsi – kecepatan/slip sebagai motor, generator
dan pengereman ditunjukkan pada gambar 1.43 berikut ini.

Gambar 1.43 Kurva torsi – Kecepatan/slip pada mesin sebagai motor,


generator dan pengereman

Walaupun mesin induksi dapat dioperasikan sebagai generator, namun jarang digunakan sebagai
pembangkit tenaga listrik skala besar karena persoalan eksitasi dan pengaturan tegangan. Namun
demikian untuk pembangkit tenaga listrik skala kecil, persoalan eksitasi dapat diatasi dengan
menggunakan kapasitor, dan pengaturan tegangan tidak menjadi permasalahan yang signifikan.
Aplikasi motor induksi tiga fasa sebagai generator induksi dengan kapasitor sebagai sumber daya reaktif
ditunjukkan pada gambar 1.44 berikut ini.

Gambar 1.44 Motor induksi tiga fasa sebagai generator induksi


Frekuensi yang dihasilkan generator induksi sebanding dengan kecepatan putaran dari penggerak mula,
dan tegangan yang dibangkitkan dapat diatur dengan mengatur kapasitor yang terpasang pada terminal
motor.
Generator induksi dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik skala kecil di daerah
yang tidak terjangkau layanan jaringan transmisi tenaga listrik, seperti daerah pegunungan, pesisir
pantai, pulau-pulau, dan daerah terpencil lainnya. Tenaga penggerak generator induksi di daerah
terpencil ini dapat berupa tenaga air, tenaga angin, tenaga ombak, biogas, atau sumber tenaga mekanik
37
lainnya. Generator induksi ini mempunyai kelebihan-kelebihan, seperti konstruksi sederhana, harga
lebih murah, tidak memerlukan sikat, tidak memerlukan sumber penguatan arus searah (DC) dan
perawatan lebih sederhana. Adapun kekurangan generator induksi adalah tegangan menjadi tidak stabil
ketika beban berubah-ubah, dan efisiensi yang rendah.

Gambar 1.45 Motor induksi tiga fasa 2 Hp sebagai pembangkit listrik


tenaga mikrohidro (Bill Haveland, USA)

Gambar 1.46 Aplikasi generator induksi sebagai pembangkit listrik tenaga angin

Contoh 1.8
Motor induksi tiga fasa 30 kW, 440 V, 4 kutub, 1470 rpm, diaplikasikan sebagai generator
induksi. Arus nominal dan faktor daya beban penuh motor adalah 40 A dan 0,85 tertinggal. Hitunglah
kapasitas kapasitor yang diperlukan per fasa untuk hubungan delta, dan kecepatan penggerak mula
untuk menghasilkan frekuensi 50 Hz.
Jawab
Daya semu, S = √3 V I = √3 . 440 . 40 = 30,4 kVA
Daya aktif,   P = S cos φ = 30 ,4 . 0 ,85 = 25,8 kW
2 2 2 2
√ √
Daya reaktif,   Q = S − P = 30,4 − 25,8 = 16 kVAr
Kapasitor dalam hubungan delta, sehingga daya reaktif per fasa, Qp = 16/3  =  5,333 kVAR
5333 ,3
Ic = = 12 A
Arus kapasitor per fasa, 440
440
Xc = = 36 , 6 Ω
Reaktansi kapasitif, 12
1 1
C= = = 87 μF
Kapasitansi, 2 π f X c 2 π . 50 . 36 , 6
Karena diaplikasikan sebagai generator induksi, kecepatan penggerak mula harus lebih besar dari
kecepatan sinkron. Biasanya kecepatan slip pada saat beroperasi sebagai generator sama dengan
38
kecepatan slip pada saat beroperasi sebagai motor, yaitu (1500 – 1470) = 30 rpm. Jadi kecepatan
putaran penggerak mula adalah 1500 + 30 = 1530 rpm.

1.21. Penutup
Untuk mengetahui dan mengukur penguasaan mahasiswa tentang materi kuliah motor induksi
tiga fasa ini dan sekaligus mendorong mahasiswa belajar mandiri, maka diberikan beberapa soal yang
harus dijawab berikut ini.

Soal Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan motor induksi tiga fasa ?
2. Sebutkan kelebihan dan kekurangan motor induksi tiga fasa !
3. Sebut dan jelaskan jenis-jenis motor induksi tiga fasa !
4. Jelaskan prinsip kerja motor induksi tiga fasa !
5. Sebut dan jelaskan metode pengaturan kecepatan motor induksi tiga fasa !
6. Sebut dan jelaskan metode pengasutan motor induksi tiga fasa !
7. Mengapa generator induksi jarang digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik skala besar ?
8. Motor induksi tiga fasa 8 kutub memperoleh daya dari sumber tegangan 50 Hz dan berputar
dengan kecepatan 735 rpm. Hitunglah kecepatan sinkron, slip dan frekuensi rotor.
9. Motor induksi tiga fasa hubungan bintang, 400 V, mempunyai parameter R 1 = 1 Ω, R2’ =
1,2 Ω, X1 = 2 Ω, dan X2’ = 1,5 Ω. Impedansi cabang eksitasi (4 + j 40) Ω. Apabila motor
beroperasi pada slip 5 %, dan rugi gesek dan angin 250 W, tentukanlah arus dan faktor dayanya,
keluaran dan efisiensi motor.
10. Motor induksi tiga fasa hubungan Y, 400 V, 50 Hz, 6 kutub, menghasilkan daya keluaran beban
penuh 5 kW pada kecepatan putaran 960 rpm dan faktor daya 0,8 lagging. Rugi gesek dan angin
(rugi friksi) 150 W, dan rugi inti stator 500 W. Hitunglah slip, rugi tembaga rotor, frekuesi rotor,
arus stator dan efisiensi motor.
11. Motor induksi tiga fasa mempunyai kecepatan sinkron 500 rpm dan slip 4 % pada beban penuh.
Resistansi rotor per fasa 0,02 Ω dan reaktansi rotor dalam keadaan diam per fasa 0,15 Ω.
Apabila resistansi dan reaktansi stator diabaikan, tentukan kecepatan motor pada torsi
maksimum, dan perbandingan torsi maksimum dengan torsi beban penuh.
12. Motor induksi tiga fasa, 400 V, 50 Hz, 4 kutub, mempunyai parameter R 1 = 7,4 Ω, R2’ = 5,2
Ω, X1 =  X2’ = 9,5 Ω. Motor berputar pada kecepatan 1420 rpm pada beban penuh. Rugi inti 70
W dan rugi gesek dan angin 30 W. Hitunglah slip pada keluaran maksimum, daya keluaran
maksimum, daya keluaran beban penuh, slip pada torsi maksimum, torsi maksimum dan torsi
beban penuh. Gambarkan karakteristik torsi – slip motor.

39

Anda mungkin juga menyukai