Anda di halaman 1dari 54

Laporan Bengkel Semester V

PRAKTIK JARINGAN TEGANGAN MENENGAH


DAN GARDU DISTRIBUSI

OLEH :

M. NUR AL AZHARI
321 17 033

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK LISTRIK


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Listrik bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan utama bagi penunjang dan
pemenuhan kebutuhan hidup umat manusia. Beberapa tantangan besar yang
dihadapi dunia pada masa kini, antara lain, bagaimana menemukan sumber energi
baru, mendapatkan sumber energi yang pada dasarnya tidak akan pernah habis
untuk masa mendatang, menyediakan energi di mana saja diperlukan, dan
mengubah energi dari satu ke lain bentuk, serta memanfaatkannya tanpa
menimbulkan pencemaran yang dapat merusak lingkungan hidup. Dibanding
dengan bentuk energi yang lain, listrik merupakan salah satu bentuk energi yang
praktis dan sederhana. Listrik juga mudah disalurkan dari jarak yang berjauhan,
mudah didistribusikan untuk area yang luas, mudah diubah ke dalam bentuk energi
lain, dan bersih (ramah lingkungan).

Tenaga listrik sebagai bagian dari bentuk energi dan cabang produksi yang
penting bagi negara sangat menunjang upaya dalam memajukan dan mencerdaskan
bangsa. Sebagai salah satu hasil pemanfaatan kekayaan alam yang menguasai hajat
hidup orang banyak, tenaga listrik perlu dipergunakan untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Perkembangan teknologi yang semakin maju pada saat ini
mengakibatkan banyaknya pemakaian sumber daya listrik sebagai penunjang
kehidupan yang lebih baik. Oleh sebab itu dibutuhkan kualitas sistem jaringan
distribusi yang handal. Sistem distribusi tenaga listrik ditunjang oleh perlengkapan-
perlengkapan distribusi yang memadai. Pada kondisi normal sistem distribusi
teraliri oleh arus maupun tegangan kerja sehingga mempengaruhi kinerja
perlengkapan yang ada. Peralatan distribusi tersebut merupakan peralatan yang
sensitif terhadap gangguan, baik yang berasal dari faktor dalam (internal) alat
tersebut maupun dari luar (external) alat tersebut.
Kondisi kerja perlengkapan distribusi seperti isolator, konduktor, trafo
maupun sambungan pada saluran udara sangat rawan mengalami gangguan dan
kerusakan yang ditimbulkan oleh arus beban. Arus beban dapat menimbulkan rugi-
rugi dan meningkatkan suhu pada peralatan sistem distribusi sehingga menurunkan
tingkat efisiensi dan umur dari peralatan yang ada. Selain adanya arus beban yang
mengganggu, kerusakan peralatan distribusi dapat juga ditimbulkan oleh percikan
bunga api (flashover) yang muncul karena adanya gangguan antar fasa yang
mempengaruhi perlengkapan-perlengkapan pada jaringan distribusi Saluran Udara
Tegangan Menengah (SUTM) 20 KV menjadi panas.

Perawatan dan pemeliharaan perlengkapan jaringan distribusi yang rutin


bertujuan untuk mengatasi penurunan efisiensi dan kerusakan agar perlengkapan
tersebut dapat bekerja dengan baik sesuai fungsinya. Dalam hal ini perawatan dan
pemeliharaan jaringan yang dilakukan oleh PLN dengan sistem tanpa tegangan
(pemadaman) menjadi masalah vital yang dialami oleh konsumen maupun
perusahaan listrik karena dapat menurunkan kontinuitas pelayanan. Suplai tenaga
listrik untuk pelanggan menjadi terhambat dan tidak dapat melakukan proses
produksi dengan optimal karena tenaga listrik tidak tersalurkan. Kerugian yang
dialami oleh perusahaan listrik sangat besar karena adanya pemadaman listrik
mengakibatkan banyaknya energi listrik yang hilang dan tidak dapat terjual kepada
konsumen.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari praktikum bengkel catu daya yang berjudul
“Distribusi” adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara mengetahui prinsip kerja dari jaringan distribusi tegangan
menengah ?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi setiap peralatan atau komponen
distribusi tegangan menengah ?
3. Bagaimana mengetahui cara melakukan pengukuran tahanan isolasi dan
pembumian ?
4. Bagaimana mengetahui pengoperasian dari suatu sistem jaringan
distribusi ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari praktik bengkel catu daya semester
V (lima) ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui prinsip kerja dari jaringan distribusi tegangan menengah
2. Mengidentifikasi setiap peralatan/komponen distribusi tegangan
menengah
3. Mengetahui cara melakukan pengukuran tahanan isolasi dan pembumian
4. Mengetahui pengoperasian dari suatu sistem jaringan distribusi

1.4 Manfaat Penulisan Laporan


Selama proses praktikum job kubikel, dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan pembaca. Ini adalah beberapa manfaat yang diberikan :
1. Bagi penulis
Untuk menambah pengetahuan praktikan dalam hal sistem ketenaga
listrikan distribusi, serta komponen-komponen yang ada pada sistem
distribusi. Selain itu juga, melatih serta mengasah keterampilan praktikan
dalam hal pemasangan FCO, pemasangan NH Fuse dan pengukuran
tahanan isolasi maupun nilai tahanan pentanahan pada sistem disribusi.
Serta mengetahui cara pengoperasian dalam jaringan distribusi. Hal ini
juga merupakan landasan untuk menambah wawasan dan keterampilan
praktikan dalam dunia kerja kedepannya.
2. Bagi pembaca
Mengenalkan dan menambah wawasan pembaca berkaitan dengan sistem
distribusi beserta komponen-komponennya, dan juga cara pemeliharaan
serta pengoperasian pada jaringan distribusi.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem


distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik
besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen. Jadi fungsi distribusi tenaga listrik
adalah :
1. Penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan )
2. Merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan
pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani
langsung melalui jaringan distribusi.

Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik besar dengan tegangan
dari 11 kV sampai 24 kV dinaikan tegangannya oleh gardu induk dengan
transformator penaik tegangan menjadi 70 kV, 154kv, 220kV atau 500kV
kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan tegangan ialah
untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal
ini kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (I kwadrat
R). Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang
mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya pada saat pentransmisian juga akan
kecil pula.
Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan
transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan
sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi
primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil
tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem
tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi
sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi
merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan.
Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan setinggi
mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai tegangan yang sangat
tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa konsekuensi antara lain:
berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya,
selain menjadi tidak cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban.
Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan
kembali dengan menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila ditinjau nilai
tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat bagian-
bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda. Adapun diagram
pengelompokan jaringan distribusi tenaga listrik dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1 Konfigurasi Sistem Tenaga Listrik

Untuk kemudahan dan penyederhanaan, lalu diadakan pembagian serta


pembatasan-pembatasan seperti pada Gambar diatas:
1. Daerah I : Bagian pembangkitan (Generation)
2. Daerah II : Bagian penyaluran (Transmission) , bertegangan tinggi
(HV,UHV,EHV)
3. Daerah III : Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (6 atau 20kV).
4. Daerah IV : (Di dalam bangunan pada beban/konsumen), Instalasi,
bertegangan rendah.
Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka diketahui bahwa porsi
materi Sistem Distribusi adalah Daerah III dan IV, yang pada dasarnya dapat
dikelasifikasikan menurut beberapa cara, bergantung dari segi apa klasifikasi itu
dibuat. Dengan demikian ruang lingkup Jaringan Distribusi adalah:
a. SUTM, terdiri dari : Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor dan
peralatan perlengkapannya, serta peralatan pengaman dan pemutus.
b. SKTM, terdiri dari : Kabel tanah, indoor dan outdoor termination dan lain-
lain.
c. Gardu trafo, terdiri dari : Transformator, tiang, pondasi tiang, rangka tempat
trafo, LV panel, pipa-pipa pelindung, Arrester, kabel-kabel, transformer
band, peralatan grounding,dan lain-lain.
d. SUTR dan SKTR, terdiri dari: sama dengan perlengkapan/material pada
SUTM dan SKTM.Yang membedakan hanya dimensinya.

2.1.1 Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik


Secara umum, saluran tenaga Listrik atau saluran distribusi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Menurut nilai tegangannya:
a. Saluran distribusi Primer, Terletak pada sisi primer trafo distribusi,
yaitu antara titik Sekunder trafo substation (Gardu Induk) dengan titik
primer trafo distribusi. Saluran ini bertegangan menengah 20 kV.
Jaringan listrik 70 kV atau 150 kV, jika langsung melayani pelanggan,
bisa disebut jaringan distribusi.
b. Saluran Distribusi Sekunder, Terletak pada sisi sekunder trafo
distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju beban
(Lihat Gambar 2.2)
2. Menurut bentuk tegangannya:
a. Saluran Distribusi DC (Direct Current) menggunakan sistem tegangan
searah.
b. Saluran Distribusi AC (Alternating Current) menggunakan sistem
tegangan bolak-balik.
3. Menurut jenis/tipe konduktornya:
a. Saluran udara, dipasang pada udara terbuka dengan bantuan penyangga
(tiang) dan perlengkapannya, dan dibedakan atas:
- Saluran kawat udara, bila konduktornya telanjang, tanpa isolasi
pembungkus.
- Saluran kabel udara, bila konduktornya terbungkus isolasi.
b. Saluran Bawah Tanah, dipasang di dalam tanah, dengan menggunakan
kabel tanah (ground cable).
c. Saluran Bawah Laut, dipasang di dasar laut dengan menggunakan kabel
laut (submarine cable)
4. Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:
a. Saluran Konfigurasi horizontal, bila saluran fasa terhadap fasa yang
lain/terhadap netral, atau saluran positip terhadap negatif (pada sistem
DC) membentuk garis horisontal. Adapun bentuk saluran konfigurasi
horizontal dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Saluran Konfigurasi Horizontal


b. Saluran Konfigurasi Vertikal, bila saluran-saluran tersebut membentuk
garis vertical. Adapun bentuk saluran konfigurasi vertical dapat dilihat
pada gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3 Saluran Konfigurasi Vertikal
c. Saluran konfigurasi Delta, bila kedudukan saluran satu sama lain
membentuk suatu segitiga (delta). Adapun bentuk saluran konfigurasi
delta dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Saluran Konfigurasi Delta


5. Menurut Susunan Rangkaiannya
Dari uraian diatas telah disinggung bahwa sistem distribusi di bedakan
menjadi dua yaitu sistem distribusi primer dan sistem distribusi sekunder.
a. Jaringan Sistem Distribusi Primer,
Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik
dari gardu induk distribusi ke pusat-pusat beban. Sistem ini dapat
menggunakan saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai
dengan tingkat keandalan yang diinginkan dan kondisi serta situasi
lingkungan. Saluran distribusi ini direntangkan sepanjang daerah yang
akan di suplai tenaga listrik sampai ke pusat beban.
Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi
primer, yaitu:
1. Jaringan Distribusi Radial, dengan model: Radial tipe pohon, Radial
dengan tie dan switch pemisah, Radial dengan pusat beban dan
Radial dengan pembagian phase area.
2. Jaringan distribusi ring (loop), dengan model: Bentuk open loop dan
bentuk Close loop.
3. Jaringan distribusi Jaring-jaring (NET)
4. Jaringan distribusi spindle
5. Saluran Radial Interkoneksi
b. Jaringan Sistem Distribusi Sekunder,
Sistem distribusi sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik
dari gardu distribusi ke beban-beban yang ada di konsumen. Pada
sistem distribusi sekunder bentuk saluran yang paling banyak
digunakan ialah sistem radial. Sistem ini dapat menggunakan kabel
yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi. Sistem ini biasanya
disebut sistem tegangan rendah yang langsung akan dihubungkan
kepada konsumen/pemakai tenaga listrik dengan melalui peralatan-
peralatan sbb:
1. Papan pembagi pada trafo distribusi,
2. Hantaran tegangan rendah (saluran distribusi sekunder).
3. Saluran Layanan Pelanggan (SLP) (ke konsumen/pemakai)
4. Alat Pembatas dan pengukur daya (kWh meter) serta fuse atau
pengaman pada pelanggan. Adapun diagram komponen sistem
distribusi dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut.
Gambar 2.5 Komponen Sistem Distribusi

2.2 Jaringan Distribusi


Jaringan distribusi terdiri atas dua bagian, yang pertama adalah jaringan
tegangan menengah/primer (JTM), yang menyalurkan daya listrik dari gardu induk
subtransmisi ke gardu distribusi, jaringan distribusi primer menggunakan tiga
kawat atau empat kawat untuk tiga fasa. Jaringan yang kedua adalah jaringan
tegangan rendah (JTR), yang menyalurkan daya listrik dari gardu distribusi ke
konsumen, dimana sebelumnya tegangan tersebut ditransformasikan oleh
transformator distribusi dari 20 kV menjadi 380/220 Volt, jaringan ini dikenal pula
dengan jaringan distribusi sekunder.
Jaringan distribusi sekunder terletak antara transformator distribusi dan
sambungan pelayanan (beban) menggunakan penghantar udara terbuka atau kabel
dengan sistem tiga fasa empat kawat (tiga kawat fasa dan satu kawat netral).

Gambar 2.6 Diagram Sistem Jaringan Distribusi Tenaga Listrik


2.2.1 Jaringan Sistem Distribusi Primer
Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari
gardu induk distribusi ke pusat beban. Sistem ini dapat menggunakan saluran
udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat keandalan yang
diinginkan dan kondisi serta situasi lingkungan. Saluran distribusi ini
direntangkan sepanjang daerah yang akan di suplai tenaga listrik sampai ke pusat
beban. Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi primer.
Berikut adalah gambar bagian-bagian distribusi primer secara umum. Adapun
bagian system distribusi dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut.

Gambar 2.7 Bagian - Bagian Sistem Distribusi Primer

Bagian-bagian sistem distribusi primer terdiri dari :


1. Transformator daya, berfungsi untuk menurunkan tegangan dari tegangan
tinggi ke tegangan menegah atau sebaliknya.
2. Pemutus tegangan, berfungsi sebagai pengaman yaitu pemutus daya
3. Penghantar, berfungsi sebagai penghubung daya
4. Busbar, berfungsi sebagai titik pertemuan / hubungan antara trafo daya
dengan peralatan lainnya
5. Gardu hubung, berfungsi menyalurkan daya ke gardu-gardu distribusi
tanpa mengubah tegangan.
6. Gardu distribusi, berfungsi untuk menurunkan tegangan menengah
menjadi tegangan rendah.
2.2.2 Komponen Utama Konstruksi SUTM
1. Penghantar
a. Penghantar Telanjang (BC : Bare Conductor)
Konduktor dengan bahan utama tembaga(Cu) atau alluminium (Al)
yang di pilin bulat padat , sesuai SPLN 42 -10 : 1986 dan SPLN 74 :
1987.
Pilihan konduktor penghantar telanjang yang memenuhi pada
dekade ini adalah AAC atau AAAC. Sebagai akibat tingginya harga
tembaga dunia, saat ini belum memungkinkan penggunaan penghantar
berbahan tembaga sebagai pilihan yang baik.
b. Penghantar Berisolasi Setengah AAAC-S (half insulated single core)
Konduktor dengan bahan utama aluminium ini diisolasi dengan
material XLPE (croslink polyetilene langsung), dengan batas tegangan
6 kV dan harus memenuhi SPLN No 43-5-6 tahun 1995
c. Penghantar Berisolasi Penuh (Three single core)
XLPE dan berselubung PVC berpenggantung penghantar baja
dengan tegangan Pengenal 12/20 (24) kV Penghantar jenis ini khusus
digunakan untuk SKUTM dan berisolasi penuh. SPLN 43-5-2:1995-
Kabel
2. Isolator
Bahan yang digunakan untuk membuat isolator yang paling banyak
digunakan pada system distribusi antara lain :
a. Isolator Gelas
Isolator gelas pada umumnya terbuat dari bahan campuran antara
pasir silikat, dolomit, dan phospat. Komposisi dari bahan-bahan
tersebut dan cara pengolahannya dapat menentukan sifat dari siolator
gelas ini. Isolator gelas memiliki sifat mengkondensir (mengembun)
kelembaban udara, sehingga lebih mudah debu melekat dipermukaan
isolator tersebut. Makin tinggi tegangan sistem makin mudah pula
terjadi peristiwa kebocoran arus listrik (leakage current) lewat isolator
tersebut,yang berarti mengurangi fungsi isolasinya. Oleh karena itu
isolator gelas ini lebih banyak dijumpai pemakaiannya pada jaringan
distribusi sekunder. Kelemahan isolator gelas ini adalah memiliki
kualitas tegangan tembus yang rendah, dan kekuatannya berubah
dengan cepat sesuai dengan perubahan temperatur. Oleh sebab itu
bila terjadi kenaikan dan penurunan suhu secara tiba-tiba, maka
isolator gelas ini akan mudah retak pada permukaannya. Berarti
isolator gelas ini bersifat mudah dipengaruhi oleh perubahan suhu
disekeli-lingnya. Tetapi bila isolator gelas ini mengandung campuran
dari bahan lain, maka suhunya akan turun. Selain dari pada itu,
isolator gelas ini harganya lebih murah bila dibandingkan dengan
isolator porselin.
b. Isolator Porselin
Isolator porselin dibuat dari dari bahan campuran tanah porselin,
kwarts, dan veld spaat, yang bagian luarnya dilapisi dengan bahan
glazuur agar bahan isolator tersebut tidak berpori-pori. Dengan lapisan
glazuur ini permukaan isolator menjadi licin dan berkilat, sehingga
tidak dapat mengisap air. Oleh sebab itu isolator porselin ini dapat
dipakai dalam ruangan yang lembab maupun di udara terbuka. Isolator
porselin memiliki sifat tidak menghantar (non conducting) listrik yang
tinggi, dan memiliki kekuatan mekanis yang besar. Ia dapat menahan
beban yang menekan serta tahan akan perubahan-perubahan suhu.
Akan tetapi isolator porselin ini tidak tahan akan kekuatan yang
menumbuk atau memukul. Ukuran isolator porselin ini tidak dapat
dibuat lebih besar, karena pada saat pembuatannya terjadi
penyusutan bahan. Walaupun ada yang berukuran lebih besar
namun tidak seluruhnya dari bahan porselin, akan tetapi dibuat
rongga di dalamnya, yang kemudian akan di isi dengan bahan
besi atau baja tempaan sehingga kekuatan isolator porselin bertambah.
Cara yang demikian ini akan menghemat bahan yang digunakan.
Karena kualitas isolator porselin ini lebih tinggi dan tegangan
tembusnya (voltage gradient) lebih besar maka banyak disukai
pemakaiannya untuk jaringan distribusi primer. Walaupun harganya
lebih mahal tetapi lebih memenuhi persyaratan yang diinginkan.
Kadang-kadang kita jumpai juga isolator porselin ini pada jaringan
distribusi sekunder, tetapi ukurannya lebih kecil.
Pada jaringan SUTM, Isolator pengaman penghantar bertegangan
dengan tiang penopang/travers dibedakan untuk jenis konstruksinya
adalah :
Pin insulator Pin post insulator Line post insulator

Gambar 2.8 Pin Insulator (Isolator Tumpu)

1) Pin insulator (Isolator Tumpu)


Insulator pin adalah alat yang mengisolasi kawat dari pendukung
fisik seperti pin (kayu atau logam paku berdiameter sekitar 3 cm
dengan ulir sekrup) pada telegraf atau tiang listrik. Ini adalah bentuk,
lapisan tunggal yang terbentuk yang terbuat dari bahan non-
budidaya, biasanya porselen atau kaca. Hal ini dianggap sebagai
insulator overhead yang dikembangkan paling awal dan masih
populer digunakan dalam jaringan listrik hingga 33 KV. Insulator
pin tunggal atau ganda dapat digunakan pada satu dukungan fisik,
namun jumlah isolator yang digunakan tergantung pada tegangan
aplikasi. Adapun bentuk fisik dari pin insulator (isolator tumpu)
dapat dilihat pada gambar 2.8 di atas.
2) Pin post insulator (Isolator Tarik)
Isolator Pin Post 20 KV "Long Shank" adalah isolator untuk
tegangan menengah 20 KV, type standard yang kebanyakan di
gunakan di jaringan distribusi Indonesia. tipe ini memiliki stud bolt
(Baut) yang panjang sekitar 15 cm (Kurang Lebih). tipe isolator ini
di gunakan untuk traves yang berbentuk "U". Adapun bentuk fisik
dari pin post insulator (isolator tarik) dapat dilihat pada gambar 2.9
berikut.

Piringan Long rod Keterangan

Material dasar isolator

long road dapat berupa

keramik atau gelas

Gambar 2.9 Pin Post Insulator (Isolator Tarik)


3. Peralatan Hubung (Switching)
Pada percabangan atau pengalokasian seksi pada jaringan SUTM untuk
maksud kemudahan operasional harus dipasang Pemutus Beban (Load
Break Switch : LBS), selain LBS dapat juga dipasangkan Fused Cut-Out
(FCO).
4. Tiang
Tiang listrik merupakan material yang terbuat dari besi, beton dan kayu
agar jaringan tidak mengenai bangunan, pohon dan manusia atau binatang.
Tiang listrik adalah salah satu komponen utama dari jaringan listrik
tegangan rendah dan tegangan menengah yang menyangga hantaran listrik
serta perlengkapannya tergantung dari keadaan lapangan. Adapun fungsi-
fungsi tiang antara lain :
a. Tiang Awal / Tiang Akhir.
Tiang Awal/Tiang Akhir adalah tiang yang dipasang pada saluran
listrik yang lurus dan hanya berfungsi sebagai penyangga kawat
penghantar serta perlengkapannya, dimana gaya yang diderita oleh
tiang adalah gaya yang diderita oleh tiang adalah gaya karena bersatu
sudut.
b. Tiang Penyangga.
Tiang peyangga adalah tiang yang dipasang pada saluran listrik,
dimana pada tiang tersebut arah penghantar membelok dan arah gaya
tarikan kawat adalah berlawanan.
c. Sudut Tiang.
Sudut adalah tiang yang dipasang pada saluran listrik, dimana pada
tiang tersebut arah penghantar membelok dan arah gaya tarikan kawat
adalah berlawanan.
d. Tiang Penegang/Tiang Tarik.
Tiang penegang/Tiang tarik adalah yang dipasang pada saluran
listrik yang lurus, dimana gaya tarik kawat bekerja terhadap tiang dari
dua arah yang berlawanan.
e. Tiang Penopang.
Tiang penopang adalah tiang yang digunakan untuk menyangga
tiang akhir, tiang sudut dan tiang penegang agar kemungkinan tiang
menjadi miring akibat gaya tarik kawat penghantar dapat terhindar.

Setelah mengetahui fungsi dari tiang listrik, berikut ini dijelaskan jenis-
jenis dari tiang listrik itu.
1) Tiang Kayu
Tiang kayu banyak digunakan sebagai penyangga jaringan karena
konstruksinya yang sederhana dan biaya investasi lebih murah bila
dibandingkan dengan tiang jenis yang lain. Selain itu tiang kayu
merupakan penyekat (isolator) yang paling baik sebagai penompang
saluran udara terhadap gangguan hubung singkat, konstruksi yang
sederhana dan bebas dari petir. Adapun bentuk tiang kayu dapat dilihat
pada gambar 2.10 berikut.
Gambar 2.10 Tiang Kayu
2) Tiang Besi
Adalah jenis tiang terbuat dari pipa besi yang disambungkan
hingga diperoleh kekuatan beban tertentu sesuai kebutuhan. Walaupun
lebih mahal, pilihan tiang besi untuk area/wilayah tertentu masih
diijinkan karena bobotnya lebih ringan dibandingkan dengan tiang
beton. Pilihan utama juga dimungkinkan bilamana total biaya material
dan transportasi lebih murah dibandingkan dengan tiang beton akibat
diwilayah tersebut belum ada pabrik tiang beton. Adapun bentuk tiang
besi dapat dilihat pada gambar 2.11 berikut.

Gambar 2.11 Tiang Besi

3) Tiang Beton
Untuk kekuatan sama, pilihan tiang jenis ini dianjurkan digunakan
di seluruh PLN karena lebih murah dibandingkan dengan jenis
konstruksi tiang lainnya termasuk terhadap kemungkinan penggunaan
konstruksi rangkaian besi profil. Adapun bentuk tiang beton dapat
dilihat pada gambar 2.12 di atas.

Gambar 2.12 Tiang Beton

Tiang beton bertulang dapat diklasifikasikan menurut cara


pembuatannya dan menghimpunnya ditunjukkan pada berikut :

Tabel 2.1 jenis-jenis tiang beton

Panjang Tinggi titik lampu Diameter


Beban Kerja (daN)
(m) (batas tanam) (m) (cm)

7 1,2 12,4/14 100


9 1,5 15,7 20/100
19 350/500
22 800/1200
11 1,9 19 200/350/500
22 800/1200

2.2.3 Proteksi Jaringan


Tujuan daripada suatu sistem proteksi pada Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM) adalah mengurangi sejauh mungkin pengaruh gangguan
pada penyaluran tenaga listrik serta memberikan perlindungan yang maksimal
bagi operator, lingkungan dan peralatan dalam hal terjadinya gangguan yang
menetap (permanen).
Sistem proteksi pada SUTM memakai :
1. Relay hubung tanah dan relai hubung singkat fasa‐fasa untuk
kemungkinan gangguan penghantar dengan bumi dan antar penghantar.
2. Pemutus Balik Otomatis PBO (Automatic Recloser), Saklar Seksi
Otomatis SSO (Automatic Sectionaizer). PBO dipasang pada saluran
utama, sementara SSO dipasang pada saluran pencabangan, sedangkan di
Gardu Induk dilengkapi dengan auto reclosing relay.
3. Lightning Arrester (LA) sebagai pelindung kenaikan tegangan peralatan
akibat surja petir. Lightning Arrester dipasang pada tiang awal/tiang akhir,
kabel Tee–Off (TO) pada jaringan dan gardu transformator serta pada
isolator tumpu.
4. Pembumian bagian konduktif terbuka dan bagian konduktif extra pada
tiap‐tiap 4 tiang atau pertimbangan lain dengan nilai pentanahan tidak
melebihi 10 Ohm.
5. Kawat tanah (shield wire) untuk mengurangi gangguan akibat sambaran
petir langsung. Instalasi kawat tanah dapat dipasang pada SUTM di daerah
padat petir yang terbuka.
6. Penggunaan Fused Cut–Out (FCO) pada jaringan pencabangan.
7. Penggunaan Sela Tanduk (Arcing Horn)
Pemasangan Pemutus Balik Otomatis (PBO), Saklar Seksi Otomatis
(SSO), Pengaman Lebur dan Pemutus Tenaga (PMT) pada SUTM di
pengaruhi oleh nilai tahanan pembumian sisi 20 kV transformator tenaga
di Gardu Induk.

2.2.4 Sistem Distribusi Sekunder


Jaringan Distribusi Tegangan Rendah adalah bagian hilir dari suatu sistem
tenaga listrik. Melalui jaringan distribusi ini disalurkan tenaga listrik kepada
para pemanfaat / pelanggan listrik. Mengingat ruang lingkup konstruksi jaring
distribusi ini langsung berhubungan dan berada pada lingkungan daerah
berpenghuni, maka selain harus memenuhi persyaratan kualitas teknis pelayanan
juga harus memenuhi persyaratan aman terhadap pengguna dan akrab terhadap
lingkungan. Konfigurasi Saluran Udara Tegangan Rendah pada umumnya
berbentuk radial.
1. Komponen utama konstruksi Jaringan Tegangan Rendah
Terdapat sejumlah komponen utama konstruksi pada Jaringan
Tegangan Rendah :
a. Tiang Beton
b. Penghantar Kabel Pilin Udara (NFA2Y)
c. Penghantar Kabel Bawah Tanah (NYFGBY)
d. Perlangkapan Hubung Bagi dengan Kendali
e. Tension bracket
f. Strain clamp
g. Suspension bracket
h. Suspension Clamp
i. Stainless steel strip
j. Stopping buckle
k. Link
l. Plastic strap
m. Joint sleeve Press Type ( Al – Al ; Al – Cu )
n. Connector press type
o. Piercing Connector Type
p. Elektroda Pembumian
q. Penghantar Pembumian
r. Pipa galvanis
s. Turn buckle
t. Guy-wire insulator
u. Ground anchor set
v. Steel wire
w. Guy-Anchor
x. Collar bracket
y. Terminating thimble
z. U – clamp
2. Spesifikasi Teknis Material
a. Tiang
Untuk konstruksi jaringan SUTR yang berdiri sendiri dipakai tiang
beton atau tiang besi dengan panjang 9 meter. Tiang beton yang dipakai
dari berbagai jenis yang memiliki kekuatan beban kerja (working load)
200daN, 350daN dan 500daN (dengan angka faktor keamanan tiang=2
) Pada titik yang memerlukan pembumian dipakai tiang beton yang
dilengkapi dengan terminal pembumian. Pada dasarnya pemilihan
kemampuan mekanis tiang SUTR berlandaskan kepada 4 hal, yaitu :
1) Posisi fungsi tiang (tiang awal, tiang tengah, tiang sudut)
2) Ukuran penghantar
3) Jarak andongan (Sag)
4) Tiupan angin
Tiang Besi dipergunakan untuk konstruksi pada lingkungan dimana
Tiang Beton tidak mungkin dipasang. Penggunaan tiang beton H-type
tidak direkomen-dasikan karena tingkat kesulitan pemasangannya, dan
lain-lain pertimbangan.
b. Penghantar
Penghantar yang dipergunakan adalah kabel pilin udara (NFA2Y)
aluminium twisted cable dengan inti alumunium sebagai inti
penghantar Fasa dan almelec/ alumunium alloy sebagai netral.
Penghantar Netral (N) dengan ukuran 3x35+N, 3x50+N, 3x70+N
berfungsi sebagai pemikul beban mekanis kabel atau messenger. Untuk
kepentingan jaminan pelaksanaan handling transportasi, panjang
penghantar tiap haspel kurang lebih 1000 m.
c. Pole Bracket
Terdapat dua jenis komponen pole bracket :
1) Tension bracket, dipergunakan pada tiang ujung dan tiang sudut,
Breaking capacity 1000 daN terbuat dari Alumunium Alloy
2) Suspension bracket dipergunakan pada tiang sudut dengan sudut
lintasan sampai dengan 300. Breaking capacity 700 daN terbuat dari
alumunium Alloy.Ikatan pole bracket pada tiang memakai stainless
teel strip atau baut galvanized M30 pada posisi tidak melebihi 15 cm
dari ujung tiang.
d. Strain clamp
Strain Clamp atau clamp tarik dipakai pada Pole Bracket tipe
Tension Bracket. Bagian penghantar yang dijepit adalah penghantar
netral.
e. Suspension Clamp
Fungsi Suspension Clamp adalah menggantung bagian penghantar
netral pada tiang dengan sudut lintasan jaringan sampai dengan 30 ͦ.
f. Stainless steel strip
Pengikat Pole Bracket pada tiang yang diikat mati dengan stopping
buckle. Dibutuhkan lebih kurang 120 cm untuk tiap tiang.
g. Plastic Strip (plastic tie)
Plastic strap digunakan untuk mengikat kabel pilin yang terurai agar
terlihat rapi dan kokoh.
h. Penghantar Pembumian dan Bimetal Joint
Untuk tiang yang tidak dilengkapai fasilitas pembumian. Penghantar
yang diperlukan adalah Kawat Tembaga (BC). Sambungan penghantar
BC dengan penghantar netral jaringan tidak boleh langsung, tetapi
harus menggunakan bimetal joint. Sambungan ke penghantar netral
yang memakai kabel alumunium, sambungan ke penghantar
pembumian menggunakan Bimetal Joint Al-Cu.
i. PHB-TR
Penempatan Perlengkapan Hubung Bagi (PHB) dilakukan pada sisi
luar trotoar yang tidak menggangu pejalan kaki. PHB dilindungi dengan
pipa baja/patok pelindung kemungkinan tertabrak kendaraan bermotor.
Panel PHB dan lapisan luar (metal sheath) kabel dan penghantar metal
dibumikan bersama. Penghantar pembumian minimal dengan
penampang 50 (lima puluh) mm² terbuat dari tembaga dengan nilai
tahanan pembumian tidak lebih dari 10 (sepuluh) Ohm.
Panel Perlengkapan Hubung Bagi tipe luar (IP 45) dipasang di atas
pondasi dengan tinggi sekurang-kurangnya 60 cm dari permukaan
tanah atau jalan. Pada bagian muka PHB dipasang sebanyak 3 (tiga)
buah patok besi pelindung 4 inci setinggi 50 cm dan berjarak 60 cm dari
Pondasi Panel PHB.
Patok Pelindung dipasang 60 (enam puluh) cm dimuka panel PHB
dan. Saklar masuk dari sirkit masuk ke PHB sekurang-kurangnya dari
jenis pemisah. Perlindungan sirkit keluar sekurang – kurangnya
memakai pengaman lebur jenis NH. Jumlah sirkit keluar sebanyak –
banyaknya 6 ( enam ) sirkit. Lubang masuk kabel pada PHB dilindungi
dengan cable gland. Terminasi kabel dari sirkit masuk dan sirkit keluar
harus memakai sepatu kabel dan diberi tanda Fasa sesuai ketentuan.
Jika sirkit memakai kabel jenis alumunium core, sepatu kabel yang
dipakai harus dari jenis bimetal lug ( Al-Cu).
Tinggi patok pelindung sekurang-kurangnya 50 cm dan ditanam
sekurang-kurangnya sedalam 50 cm. Jarak aman satu Panel PHB
dengan lainnya dihitung berdasarkan jatuh tegangan sambungan
pelayanannya, namun sekurang-kurangnya tidak melebihi 80 meter.
Terdapat dua jenis PHB yang dipakai :
1) PHB utama, yang dipasok dari jalur SKTR utama
2) PHB cabang, yang dipasok dari PHB utama
PHB-TR harus dibumikan pada tiap-tiap jarak 200 meter. Bagian
yang dibumikan adalah titik netral PHB, selubung logam kabel dan
Badan Panel (BKT).

2.3 Peralatan Sistem Distribusi


Adapun peralatan yang digunakan pada sebuah sistem distribusi yaitu,
sebagai berikut :
1. AAAC (All Aluminium Alloy Conductor)
Kabel ini terbuat dari aluminium-magnesium-silicon campuran logam,
keterhantaran elektris tinggi yang berisi magnesium silicide, untuk
memberi sifat yang lebih baik. Kabel ini biasanya dibuat dari paduan
aluminium 6201. AAAC mempunyai suatu anti karat dan kekuatan yang
baik, sehingga daya hantarnya lebih baik. Bentuk konduktor AAAC
ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.13 Konduktor AAAC


2. Link
Link memiliki fungsi untuk memperkokoh suatu instalasi. Bentuk link
ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.14 Link


3. Bimetal P.G Clamp
Untuk menghubungkan semua konduktor menurut DIN 48201 &
konduktor ACSR menurut DIN 48204 dengan tembaga tekan-off
konduktor menurut DIN 48201. Bentuk bimetal clamp ditunjukkan pada
gambar berikut.
Gambar 2.15 Bimetal P.G Clamp
4. Stud Ring & Hook
Biasanya dipasang di ujung tali kawat, rantai, atau berfungsi mengatasi
rigging lainnya. Bentuk stud ring ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.16 Stud Ring & Hook


5. Dead End Clamp
Dead End Clamp berfungsi sebagai klem atau penghubung dengan
dead and. Bentuk dead end clamp ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.17 Dead End Clamp


6. Insulated Piercing Conector for LV ABC
Insulated Piercing Connector dapat ini tahan korosi shell, Anti-
perubahan iklim, bahan isolasi ultraviolet intensitas tinggi. Tusuk konstan
pengencang mur torsi diinstal lebih sederhana, aman, cepat. Bentuk
Insulated Piercing Conector for LV ABC ditunjukkan pada gambar
berikut.

Gambar 2.18 Insulated Piercing Conector for LV ABC


7. Strain Clamp
Strain clamp berfungsi untuk mengklem kawat agar berada pada posisi
yang tepat. Bentuk strain clamp ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.19 Strain Clamp


8. Bi-Metal Cable Lugs
Bi-Metal Cable Lugs berfungsi untuk untuk koneksi transisi melingkar
Cycle kabel aluminium Hemi kabel Sektor Aluminium dan kabel power
supply. Bentuk bimetal cable lugs ditunjukkan pada gambar 2.20 berikut.
Gambar 2.20 Bi-Metal Cable Lugs
9. Suspension Clamp
Sebagai alat tarikan bracket kabel ataupun kabel, komponen ini berguna
sebagai tumpuan kabel-kabel listrik pada instalasi jaringan listrik. Bahan
utama dari komponen ini adalah aluminium terbaik yang sangat pas dan
sesuai untuk menghantarkan dan meredam jaringan listrik. Bentuk
suspension clam ditunjukkan pada gambar 2.21 berikut.

Gambar 2.21 Suspension Clam


10. Stainless Steel Strap dan Stopping Buckle
Stainless Steel Strap ini bisa digunakan untuk kebutuhan bangunan
juga, termasuk pada tiang distribusi dalam hal pengait tension dan
suspension bracket, karena biasanya Stainless Steel Strap ini memang
dibuat dan dirancang agar dapat tahan dalam berbagai cuaca. Bentuk
stainless steel strap ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2.22 Stainless Steel Strap
11. Stay Wire Clamp
Untuk mengklem kawat agar berada pada kedudukan tertentu.

Gambar 2.23 Stay Wire Clamp


12. Insulation Tester
Insulation Tester merupakan alat yang biasa digunakan untuk
mengukur nilai tahanan atau resistan (resistance) dari isolasi (insulation)
yang membungkus bahan penghantar yang digunakan pada kabel listrik.
Kegunaan untuk mengukur tegangan AC (Alternating Current) dan
tegangantahanan/resistan (resistance) pada pesawat televisi.
PenerapanyaAlat diatas biasa di terapkan pada industri trafo, pemasangan
jaringan listrik, dan motor listrik. Bentuk insulation tester ditunjukkan
pada gambar 2.24 berikut.

Gambar 2.24 Insulation Tester


13. Eearth Tester
Earth Tester adalah alat untuk mengukur nilai resistansi dari grounding,
Besarnya tahanan tanah sangat penting untuk diketahui sebelum dilakukan
pentanahan dalam sistem pengaman dalam instalasi listrik.Untuk
mengetahui besar tahanan tanah pada suatu area digunakan alat ukur
dengan penampil analog. Hasil pengukuran secara analog sering terjadi
kesalahan dalam pembacaan hasil pengukurannya. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut,maka dirancanglah suatu alat ukur tahanan tanah
digital yang memiliki kemudahan dalam pembacaan nilai tahanan yang
diukur. Alat ukur ini penampilnya menggunakan digital pada segmen-
segmen, sehingga dengan mudah menyimpan data-data yang terukur.
Perancangan alat ukur tahanan tanah digital ini menggunakan tiga batang
elektroda yang ditanahkan yaitu elektroda E (Earth), elektroda P
(Potensial) dan elektroda C (Curren). Tujuan penggunaan tiga batang
elektroda tersebut adalah untuk mengetahui sejauh mana tahanan dapat
mengalirkan arus listrik. Alat ukur tahanan tanah ini terdiri dari beberapa
blok diagram rangkaian, antara lain rangkaian osilator,rangkaian tegangan
input, rangkaian arus input, mikrokontroler dan rangkaian penampil.
Bentuk Earth Tester ditunjukkan pada gambar 2.25 berikut.

Gambar 2.25 Earth Tester


14. Hot Stick
Hot stick merupakan suatu peralatan ketenagalistrikan, yang
difungsikan untuk menyediakan jarak kerja dan insulasi yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan rutin dalam sistem kelistrikanyang berada
diatas tiang penegrjaan khususnya tiang TM. Ujung universal aluminium
standar pada bagian ujung mempunyai berbagai macam sehingga stick
dapat digunakan untuk melepaskan switch, mengganti tabung potongan,
melakukan pelepasan dan pemasangan pada FCO. Bentuk Hot Stick
ditunjukkan pada gambar 2.26 berikut.

Gambar 2.26 Hot Stick


15. Grounding Stick
Grounding Stick merupakan tongkat yang digunakan sebahgai untuk
pentanahan dengan tujusan membuang muatan sisa pada saluran
(konduktor) pada TM, perangkat ini dapat dengan aman melepaskan
muatan pada saluran yang sedang diuji atau dilakukan pemeliharaan yang
dapat diterapkan hingga tegangan 120kV. Bentuk Grounding Stick
ditunjukkan pada gambar 2.27 berikut.

Gambar 2.27 Grounding Stick


2.4 Pentanahan Peralatan Sistem Distribusi
2.4.1 Pentanahan Titik Netral
Pada saat sistem tenaga listrik masih dalam skala kecil, gangguan
hubung singkat ke tanah pada instalasi tenaga listrik tidak merupakan
suatu masalah yang besar. Hal ini dikarenakan bila terjadi gangguan
hubung singkat fasa ke tanah arus gangguan masih relatif kecil (lebih kecil
dari 5 Amper), sehingga busur listrik yang timbul pada kontak-kontak
antara fasa yang terganggu dan tanah masih dapat padam sendiri. Tetapi
dengan semakin berkembangnya sistem tenaga listrik baik dalam ukuran
jarak (panjang) maupun tegangan, maka bila terjadi gangguan fasa ke
tanah arus gangguan yang timbul akan besar dan busur listrik tidak dapat
lagi padam dengan sendirinya. Timbulnya gejala-gejala “busur listrik ke
tanah (arching ground)” sangat berbahaya karena menimbulkan tegangan
lebih transient yang dapat merusak peralatan.
Apabila hal diatas dibiarkan, maka kontinuitas penyaluran tenaga listrik
akan terhenti, yang berarti dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar.
Oleh karena itu sistem-sistem tenaga listrik tidak lagi dibuat terapung
(floating) yang lajim disebut sistem delta, tetapi titik netralnya ditanahkan
melalui tahanan, reaktor dan ditanahkan langsung (solid grounding).
Pentanahan itu umumnya dilakukan dengan menghubungkan netral
transformator daya ke tanah, seperti dicontohkan pada gambar 2.28
berikut.
Sistem tegangan primer Trafo
Sistem tegangan sekunder Trafo

TRAFO
TENAGA
RESISTOR

Gambar 2.28 Contoh Pentanahan Titik Netral Sistem.


Adapun tujuan pentanahan titik netral sistem adalah sebagai berikut :
1. Menghilangkan gejala-gejala busur api pada suatu sistem.
2. Membatasi tegangan-tegangan pada fasa yang tidak terganggu (pada
fasa yang sehat).
3. Meningkatkan keandalan (realibility) pelayanan dalam penyaluran
tenaga listrik.
4. Mengurangi/membatasi tegangan lebih transient yang disebabkan oleh
penyalaan bunga api yang berulang-ulang (restrike ground fault).
5. Memudahkan dalam menentukan sistem proteksi serta memudahkan
dalam menentukan lokasi gangguan.
Metoda-metoda pentanahan titik netral sistem tenaga listrik adalah
sebagai berikut :
 Pentanahan melalui tahanan (resistance grounding)
Pentanahan titik netral melalui tahanan (resistance grounding)
dimaksud adalah suatu sistem yang mempunyai titik netral
dihubungkan dengan tanah melalui tahanan (resistor), sebagai contoh
terlihat pada gambar 2.28 di atas dan rangkaian pengganti ditunjukkan
pada gambar 2.29 berikut :
R

S
T
Grounding
Resistor

Gambar 2.29 Rangkaian Pengganti Pentanahan Titik Netral melalui Tahanan


(Resistor)
Besarnya tahanan pentanahan pada sistem tenaga listrik (contohnya
di PLN P3B Jawa Bali Region Jabar), adalah sebagai berikut :
 Sistem 70 kV sebesar 62 Ohm
 Sistem 20 kV sebesar 12 Ohm atau 42 Ohm.
 Pentanahan melalui reaktor (reactor grounding)
 Pentanahan langsung (effective grounding)
 Pentanahan melalui reaktor yang impedansinya dapat berubah-ubah
(resonant grounding) atau pentanahan dengan kumparan Petersen
(Petersen Coil).

2.4.2 Pentanahan Peralatan


Pentanahan peralatan adalah pentanahan bagian dari peralatan yang
pada kerja normal tidak dilalui arus. Bila terjadi hubung singkat suatu
penghantar dengan suatu peralatan, maka akan terjadi beda potensial
(tegangan), yang dimaksud peralatan disini adalah bagian-bagian yang
bersifat konduktif yang pada keadaan normal tidak bertegangan seperti
bodi trafo, bodi PMT, bodi PMS, bodi motor listrik, dudukan Batere dan
sebagainya. Bila seseorang berdiri ditanah dan memegang peralatan yang
bertegangan, maka akan ada arus yang mengalir melalui tubuh orang
tersebut yang dapat membahayakan. Untuk menghindari hal ini maka
peralatan tersebut perlu ditanahkan. Pentanahan yang demikian disebut
Pentanahan peralatan.
Tujuan pentanahan peralatan dapat dipormulasikan sebagai berikut :
1. Untuk mencegah terjadinya tegangan kejut listrik yang berbahaya bagi
manusia dalam daerah itu
2. Untuk memungkinkan timbulnya arus tertentu baik besarnya maupun
lamanya dalam keadaan gangguan tanah tanpa menimbulkan kebakaran
atau ledakan pada bangunan atau isinya.
3. Untuk memperbaiki penampilan (performance) dari sistem.
Sistem pentanahan peralatan pada jaringan distribusi meliputi
pentanahan JTM, pentanahan JTR, pentanahan body trafo dan pentanahan
body PHB TR.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pemasangan Kawat Distribusi


Pemasangan kawat distribusi di lakukan dengan alasan perbaikan yang dapat
terjadi karena suatu masalah yang terjadi pada kawat pendistribusian listrik yang
mungkin terjadi karna berbagai faktor baik dari dalam sitem distribusi listrik itu
sendiri yang dampaknya pada kerusakan kawat distribusi atau bisa saja terjadi dari
faktor eksternal sistem distribusi listrik, baik yang sering terjadi karena sambaran
petir atau faktor-faktor lain yang berdampak pada menurunnya kualitas kawat
penghantar pada sistem distribusi tenaga listrik. Pemasangan juga bisa saja karna
alasan maintenance yang mana umur kawat penghantar atau kualitas dan
penghantar sudah memasuki pada masa harus di adakan pergantian, berikut adalah
langkah-langkah pemasangan kawat penghantar pada sistem pendistribusian tenaga
listrik di bengkel listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang:
1. Yang pertama adalah memakai kelengkapan kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) listrik pada pemasangan sistem distribusi listrik.
2. Memasang tangga untuk mencapai area kerja serta pastikan bahwa
tangga dalam posisi yang baik agar tidak terjadi kecelakaan kerja.
3. Melepas strain clamp agar pemasangan pada sisi pertama dapat di pasang
dengan mudah
4. Melonggarkan baut strain clamp pada tempat kawat penghantar akan di
cengkram.
5. Memasukkan kawat penghantar pada stran clamp di daerah baut yang
sudah di longgarkan sebelumnya.
6. Kemudian mengencangkan kembali baut tersebut agar kawat penghantar
dapat tercengkram dengan strain clamp, pastikan agar baut terpasang
dengan baik.
7. Memindahkan tangga pada sisi kedua pastikan kembali posisi tangga
dalam keadaan baik agar pekerjaan dapat di lakukan dengan efektif serta
efisien.
8. Melonggarkan baut yang akan mencengkram kawat penghantar pada
stran clamp di sisi kedua.
9. Meposisikan strain clamp pada sisi kedia di buat terbaik jika di
bandingkan pada sisi pertama tadi.
10. Kemudian memasukkan kawat peghantar masuk pada stran clamp.
11. Menarik kawat pengkantar sampai pada posisi di mana posisi porselin
dalam keadaan horizontal atau sampai kawat memiliki tegangan tarikan
yang cukup kuat.
12. Lalu menahan tarikan tegangan kawat penghantar kemudian kencangkan
kembali baut yang telah di longgarkan tadi.
13. Memastikan baut mencengkram kawat penghantar dengan baik agar
antara kawat penghantar dengan strain clamp dalam keadaan yang baik.

3.2 Binding Wire Isolator Tumpu


Isolator Pin Post 20 KV "Long Shank" adalah isolator untuk tegangan
menengah 20 KV, type standard yang kebanyakan di gunakan di jaringan distribusi
Indonesia. tipe ini memiliki stud bolt (Baut) yang panjang sekitar 15 cm (Kurang
Lebih). tipe isolator ini di gunakan untuk traves yang berbentuk "U".
Isolator Pin Post 20 KV " Short Shank" adalah isolator pin post yang di
gunakan untuk tegangan 20 KV, tetapi dengan Stud bolt(Baut) yang pendek,
mungkin sekitar 3-4 cm. type ini di gunakan untuk traves yang berbentuk segitiga.
di luar negeri banyak di gunakan di"Kanada". Kalau secara mekanis type "long
shank" jauh lebih baik dari tipe "Short Shank" karena dudukannya lebih kuat di
traves.
Berikut adalah langkah-langkah Binding Wire Isolator Tumpu pada sistem
pendistribusian tenaga listrik di bengkel listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang:
a. Menyediakan alat bahan yang akan dipraktikkan
b. Melilitkan sebanyak 2 kali putaran pada leher isolator tumpu
c. Maka akan ada 2 ujung wire dimana masing-masing wire memiliki
peran dalam melilit konduktor baik dari bagian kanan dan kiri isolator.
d. Melilit wire pada konduktor bagian isolator

Gambar 3.1 Pelilitan Wire Pada Konduktor Bagian Isolator


e. Selanjutnya melilit konduktor bagian kiri isolator

Gambar 3.2 Pelilitan Konduktor Bagian Kiri Isolator


f. Melanjutkan lilitan wire dengan bertahap disetiap bagian

Gambar 3.3 Pelilitan Wire Dengan Bertahap disetiap bagian


g. Menyilangkan kedua ujung wire pada kepala isolator tumpu

Gambar 3.4 Penyilangan Kedua Ujung Wire Pada Kepala Isolator Tumpu
h. Mengikat dengan menggunakan tang pada kedua ujung wire di leher
isolator

Gambar 3.5 Pengikatan dengan Menggunakan Tiang Pada Kedua Ujung Wire di
Leher Isolator

3.3 Pemasangan FCO


Fuse cut out sendiri meupakan suatu alat pengaman yang melindungi jaringan
terhadap arus beban lebih (over load current) dan yang mengalir melebihi dari batas
maksimum. Konstruksi dari fuse cut out ini jauh lebih sederhana jika dibandingkan
dengan pemutus beban (circuit breaker) yang terdapat pada gardu induk (sub-
station). Akan tetapi fuse cut out ini memiliki kemampuan yang sama dengan
pemutus beban tadi. Fuse cut out ini hanya dapat memutuskan satu saluran tiga fasa,
maka dibutuhkan fuse cut out sebanyak tiga buah untuk saluran tiga fasa. Selain itu
Fuse cut out juga merupakan pengaman lebur yang ditempatkan pada sisi TM yang
gunanya untuk mengamankan jaringan TM dan peralatan kearah GI terhadap
hubungan singkat di trafo, atau sisi TM sebelum trafo tetapi sesudah cut out. Untuk
menentukan besarnya cut out yang harus dipasang, maka harus diketahui arus
nominal trafo pada sisi TM, sedangkan besarnya cut out harus lebih besar dari arus
nominal trafo sisi TM.

Prinsip Kerja
Pada sistem distribusi FCO yang digunakan mempunyai prinsip melebur,
apabila dilewati arus yang melebihi batas arus nominalnya. Biasanya FCO dipasang
setelah PTS maupun LBS untuk memproteksi feeder dari gangguan hubung singkat
dan dipasang seri dengan jaringan yang dilindunginya. FCO juga sering ditemukan
pada setiap trafo.

Penggunaan FCO ini merupakan bagian yang terlemah di dalam jaringan


sistem distribusi karena FCO boleh dikatakan hanya berupa sehelai kawat yang
memiliki penampang yang disesuaikan dengan besarnya arus maksimum yang
diperkenankan mengalir di dalam kawat tersebut. Pemilihan kawat yang digunakan
pada fuse cut out ini didasarkan pada faktor lumer yang rendah dan harus memiliki
daya hantar (conductivity) yang tinggi. Faktor lumer ini ditentukan oleh temperatur
bahan tersebut. Biasanya bahan-bahan yang digunakan untuk FCO adalah kawat
perak, kawat tembaga, kawat seng, kawat timbel atau kawat paduan dari bahan –
bahan tersebut. Pada umumnya diantara kawat diatas, yang sering digunakan adalah
kawat logam perak, hal ini karena logam perak memiliki Resistansi Spesifik
(µΩ/cm) yang paling rendah dan Titik Lebur (oC) yang rendah. Kawat ini
dipasangkan di dalam tabung porselin yang diisi dengan pasir putih sebagai
pemadam busur api, dan menghubungkan kawat tersebut pada kawat fasa, sehingga
arus mengalir melaluinya.
Tabel 3.1 Tabel Titik Lebur dan Resistansi Spesifik Jenis Logam Penghantar
Pada FCO
Titik Lebur Resistansi Spesifik
No Jenis Logam
(oC) (µΩ/cm)
1 Tembaga 1090 1,7
2 Aluminium 665 2,8
3 Perak 980 1,6
4 Timah 240 11,2
5 Seng 419 6,0

Jika arus beban lebih melampaui batas yang diperkenankan, maka kawat
perak di dalam tabung porselin akan putus dan arus yang membahayakan dapat
dihentikan. Pada waktu kawat putus terjadi busur api, yang segera dipadamkan oleh
pasir yang berada di dalam tabung porselin Karena udara yang berada di dalam
porselin itu kecil maka kemungkinan timbulnya ledakan akan berkurang karena
diredam oleh pasir putih. Panas yang ditimbulkan sebagian besar akan diserap oleh
pasir putih tersebut. Apabila kawat perak menjadi lumer karena tenaga arus yang
melebihi maksimum, maka waktu itu kawat akan hancur. Karena adanya gaya
hentakan, maka tabung porselin akan terlempar keluar dari kontaknya.

Dengan terlepasnya tabung porselin ini yang berfungsi sebagai saklar


pemisah, maka terhidarlah peralatan jaringan distribusi dari gangguan arus beban
lebih atau arus hubung singkat.

Umur dari fuse cut out ini tergantung pada arus yang melaluinya. Bila arus
yang melalui FCO tersebut melebihi batas maksimum, maka umur fuse cut out lebih
pendek. Oleh karena itu pemasangan FCO pada jaringan distribusi hendaknya yang
memiliki kemampuan lebih besar dari kualitas tegangan jaringan, lebih kurang tiga
sampai lima kali arus nominal yang diperkenankan. Fuse cut out ini biasanya
ditempatkan sebagai pengaman tansformator distribusi dan pengaman pada cabang
– cabang saluran feeder yang menuju ke jaringan distribusi sekunder. Adapun
konstruksi fuse cut out ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut.
Gambar 3.6 Konstruksi Fuse Cut Out

Keterangan:
1. Isolator porselin
2. Kontak tembaga (disepuh perak)
3. Alat pemadam/pemutus busur
4. Tutup yang dapat dilepas (dari kuningan)
5. Mata kait (dari perak)
6. Tabung pelebur (dari resin)
7. Penggantung (dari kuningan)
8. Klem pemegang (dari baja)
9. Klem terminal (dari kuningan)

3.4 Pengukuran Tahanan Pentanahan


Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang
menghubungkan sistem, badan peralatan dan instalasi dengan tanah sehingga dapat
mengamankan manusia dari sengatan listrik, dan mengamankan komponen-
komponen instalasi dari bahaya gangguan listrik. Oleh karena itu, sistem
pentanahan menjadi bagian pengaman dari sistem tenaga listrik.
Gambar 3.7 Rangkaian Percobaan Pengujian Tahanan Pentanahan

Berikut ini Tabel peralatan dan perlengkapan K3 dalam pengukuran nilai


tahanan pentanahan, sebagai berikut:

Tabel 3.2 Peralatan dan perlengkapan K3


Peralatan Kerja
No Nama Alat Jumlah
1 Alat Ukur Pembumian (Earth Tester) 1 buah
2 Tangga Fiber 1 buah
3 Megger 1000V dan 5000V 1 set
Perlengkapan K3
1 Helm Pengaman 1 buah
2 Sepatu Alas Karet 1000 Volt 1 pasang
3 Sarung Tangan Kulit 2 pasang
4 Safety Belt 1 set

Cara mengukur grounding dengan earth tester :


a. Menyiapkan peralatan yang akan di gunakan, seperti alat ukut, kabel, dan
konduktor/stik besi.
b. Mengkalibrasi jarum pada alat ukur harus dalam posisi nol.
c. Memastikan baterai dari earth tester terdapat pada keadaan “Battery
Good”.
d. Memasang kabel pada alat ukur. Earth Tester mempunyai tiga kabel
diantaranya adalah kebel merah, kuning dan hijau.
e. Menghubungkan kabel hijau ke grounding “Arrester” yang sudah
terpasang ke tanah.
f. Selanjutnya menancapkan stik besi ketanah untuk mengukur resistansi
pentanahan Arrester dengan dua posisi. Yakni, posisi sejajar dan segaris
masing masing pada jarak 20 meter dan 10 meter. Hubungkan kabel
merah setra kuning ke stik besi dengan masing-masing jarak pemasangan
kabel merah pada posisi 20 meter dan kabel kuning pada posisi 10 meter.
Untuk pengukuran dengan jarak 10 meter, kabel merah di pasangkan
pada stik besi pada jarak 10 meter dan kabel kuning pada jarak 5 meter.
g. Jika semua kabel telah terpasang, melakukan pengukuran dengan
menekan tombol “Test” pada alat ukur. Kemudian catatlah hasil
pengukuran yang dilakukan.
h. Melakukan pengukuran dengan posisi sejajar dan posisi segitiga untuk
setiap konduktor pentanahan yang akan diukur.
i. Mengulangi prossedur diatas untuk melakukan pengukuran resistansi
pentanahan yang dilakukan pada Grounding Body Trafo, dan Grounding
pada tanah yang lembab.
Setelah mengikuti prosedur diatas untuk mengukur nilai pentanahan dengan
menggunakan earth tester, maka didapatkan data hasil pengukuran tersebut yang
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.3 Hasil Pengukuran Tahanan Pentanahan JTM


Tahanan Jarak Elektroda Posisi Segitiga Posisi Sejajar
No Pentanahan (Ω)
(m) (Ω)

1 Body Trafo 2,5 – 5 – 10 13 14

2 Lightning Arrester 2,5 – 5 – 10 16 17

Nilai pentahanan yang baik menurut PUIL 2011 yaitu maksimal 5Ω.
Berdasarkan hasil percobaan dapat dilihat bahwa nilai dari pentanahan sangat jauh
dari nilai standar. Tahanan dari tanah tidak cukup baik sehingga memungkinkan
terjadinya kecelakaan kerja yang dapat membahayakan lingkungan sekitar.

Nilai tahanan yang lebih dikarenakan beberapa faktor seperti kandungan


mineral dan air dalam tanah serta tingkat keasaman tanah. Apabila nilai pentanahan
melebihi standar maka dapat dilakukan penambahan grounding road atau
pemberian karbon. Semakin banyak grounding road yang dipasang maka nilai
tahanan pentanahan akan semakin bagus.

3.5 Pengukuran Tahanan Isolasi


Alat yang digunakan yaitu Megger, berikut langkah penggunaannya:
a. Menyiapkan peralatan.
b. Memasang kabel test pada terminal megger, serta pasangkan grounding
pada terminal grounding yang terdapat pada megger.
c. Menyalakan megger, jika megger dalam posisi on, aturlah settingan
pengukuran yang akan digunakan ke “Pengukuran Tahanan Isolasi”.
d. Menentukan besar tegangan beserta waktu yang akan digunakan untuk
menguji tahanan isolasi.
e. Memasangkan kabel test pada bagian yang akan di uji tahanan isolasinya,
contoh (U-V).
f. Menekan tombol start pada megger, pada saat yang bersamaan alat ukur
akan bekerja sesuai dengan setingan waktu yang telah kita tentukan.
g. Jika waktu telah selesai, alat ukur akan menunjukkan besar tahanan
isolasi yang terdapat pada bagian yang kita ukur.
h. Mencatat besar tahanan isolasi yang diukur oleh megger.
i. Melakukan pengukuran untuk bagian yang lainnya sesuai dengan
prosedur diatas.

Adapun data dari pengukuran tahanan isolasi yang didapatkan yaitu, sebagai
berikut :
Tabel 3.4 Hasil Pengukuran Tahanan Isolasi Trafo
Sisi Nilai
No Sisi Tegangan Terminal Keterangan
Belitan Tahanan
R - Body 69,8 MΩ Layak
Tegangan
1 Primer Menengah 20 S - Body 74,4 MΩ Layak
kV
T - Body 75,9 MΩ Layak

R–S < 5 kΩ Tidak Layak


Primer - Tegangan
2 R–T < 5 kΩ Tidak Layak
Primer Menengah
S-T < 5 kΩ Tidak Layak

r - Body 195 kΩ Layak

Tegangan s - Body 215 kΩ Layak


2 Sekunder Rendah
380/220 V t - Body 228 kΩ Layak

n - Body 233 kΩ Layak

r-s < 5 kΩ Tidak Layak

r–t < 5 kΩ Tidak Layak

s-t < 5 kΩ Tidak Layak


Sekunder - Tegangan
3
Sekunder Rendah
r-n < 5 kΩ Tidak Layak

s-n < 5 kΩ Tidak Layak

t-n < 5 kΩ Tidak Layak

R-r 67,3 MΩ Layak

R–s 70,9 MΩ Layak


Primer –
4 TM - TR
Sekunder
R–t 72,1 MΩ Layak

R–n 72 MΩ Layak
S–r 74 MΩ Layak

S–s 76,8 MΩ Layak

S-t 78,2 MΩ Layak

S–n 79,3 MΩ Layak

T–r 76,1 MΩ Layak

T-s 78 MΩ Layak

T–t 78 MΩ Layak

T-n 78,8 MΩ Layak

Dari data hasil percobaan maka tahanan isolasi yang dapat dikatakan baik jika
bisa mencapai nilai minimum dari resistan isolasinya, yaitu:

 Nilai minimum tahanan isolasi sisi sekunder

1000 Ohm x 380 Volt = 0,38 MΩ

 Nilai minimum tahanan isolasi sisi primer

1000 Ohm x 20.000 Volt = 20 MΩ

Maka dari data percobaan tahanan isolasi yang didapatkan dapat dikatakan
bahwa isolasi yang layak yaitu isolasi pada sisi belitan Primer, Sekunder, dan
Primer-Sekunder karena tahanan isolasi yang terukur dapat mencapai nilai
minimum resistan isolasinya. Sedangkan pada sisi belitan Primer-Primer dan
Sekunder-Sekunder tahanan isolasinya dapat dikatakan tidak layak karena tidak
mencapai nilai minimum resistan isolasinya. Untuk kumparan sekunder dan primer-
sekunder menunjukkan nilai yang sangat baik karena nilai tahanan isolasinya sangat
tinggi melebihi standar sehingga sangat sedikit peluang untuk terjadinya kegagalan
isolasi. Sedangkan untuk tahanan isolasi yang jauh dari standar kemungkinan
disebabkan karena faktor usia pemakaian, faktor suhu dan faktor kelembaban.
3.6 Pemeliharaan Jaringan
Pemeliharaan merupakan suatu pekerjaan yang dimaksudkan untuk
mendapatkan jaminan bahwa suatu sistem atau peralatan akan berfungsi secara
optimal, umur teknisnya meningkat dan aman baik bagi personil maupun bagi
masyarakat umum.

Faktor yang menyebabkan diharuskannya dilakukan pemeliharaan jaringan


distribusi yakni karena pada umumnya jaringan distribusi berada pada saluran
bebas, jadi tentunya tidak akan terlepas dari faktor-faktor alam yang bisa
menyebabkan gangguan bahkan kerusakan pada jaringan distribusi. Contohnya
adanya petir yang mengenai saluran, binatang seperti ular dan tumbuhan yang
daunnya merambat masing-masing dapat menimbulkan hubungan antar fasa
pada jaringan, dll

3.6.1 Prosedur pemadaman PHB – TR sebelum pemeliharaan


a) Petugas pelaksana melapor ke petugas piket, bahwa akan dilakukan
pemadaman PHB – TR yang akan dipelihara,
b) Mengurangi beban dengan cara melepas seluruh beban setiap jurusan,
c) Membuka saklar utama (helfboom Saklar),
d) Membuka FCO dengan menggunakan stick 20 KV,
e) Membumikan (Grounding) semua kabel jurusan dengan menggunakan
Grounding TR.
3.6.2 Prosedur pelepasan muatan JTM sebelum pemeliharaan
a) Petugas menyiapkan ground stick untuk pelepasan muatan
b) Sebelum ground stick dihubungkan ke kawat jaringan, terlebih dahulu
elektroda pembumian yang terhubung ke ground stick di bumikan
c) Selanjutnya melepaskan muatan JTM dengan menghubungkan ground
stick dengan kawat jaringan.
d) Proses pelepasan muatan dilakukan kurang lebih selama 1 menit.

3.6.3 Pelaksanaan Pemeliharaan PHB – TR


a) Membersihkan rel, dudukan fuse holder, pisau saklar utama (helfboom
saklar), sepatu kabel dari kotoran / korosi, dan bersihkan ruangan dalam
Panel Hubung Bagi (PHB)
b) Memeriksa kekencangan mur dan baut pada saklar utama, sepatu kabel,
rel, fuse holder, kondisi isolasi dan sistem petanahan.
c) Melakukan pengantian komponen PHB – TR bila ada yang rusak
d) Mengukur dan catat nilai tahanan isolasi antara rel dan atau rel terhadap
body dan tahanan pentanahan, dan catat dalam formulir berita acara
(BA).

3.6.4 Prosedur pengoperasian kembali PHB – TR sesudah pemeliharaan


a) Melepaskan pentanahan pada seluruh kabel jurusan (kabel yang di
grounding)
b) Pelaksana melapor kepada petugas piket bahwa pekerjaan pemeliharaan
telah selesai.
c) Memasukan Fuse Cut Out (FCO)
d) Memasukan saklar utama tanpa beban
e) Mengukur tegangan fasa - fasa dan fasa – netral
f) Melakukan pengecekan Rating NH fuse
g) Masukan NH Fuse secara bertahap perjurusan
h) Melakukan pengukuran beban
i) Menutup kunci pintu panel PHB – TR
j) Pelaksana melapor kepada petugas piket bahwa pekerjaan pemeliharaan
telah selesai.

3.7 Pemasangan NH-Fuse


Pada praktikum ini dilakukan pergantian NH Fuse lama dengan memasang
NH Fuse baru :
a. Pertama, menyiapkan alat dan bahan kerja.
b. Selanjutnya, memasang dudukan NH Fuse dengan cara melakukan
pengeboran pada besi terminal dudukan NH Fuse.
c. Setelah melakukan pengeboran, selanjutnya dilakukan pemasangan
dudukan NH Fuse dengan mengencangkan baut sampai rapat agar
dudukan NH Fuse tidak mudah terlepas.
d. Setelah dudukan NH Fuse terpasang dengan benar, selanjutnya
memasang NH Fuse dengan menggunakan NH Fuse Puller.
e. Pemasangan NH Fuse dilakukan dengan cara memasang dari bawah
kemudian dirapatkan bagian atas.
f. Ketika NH Fuse mengalami kerusakan, pergantian NH Fuse juga
menggunakan NH Fuse Puller.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Jaringan distribusi tegangan menengah adalah sub sistem
ketenagalistrikan yang memiliki tegangan kerja sebesar 20 kV. Dari
jaringan tegangan menengah inilah gardu-gardu distribusi mengambil
supply tegangan untuk diturunkan oleh trafo distribusi menjadi sistem
tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt.
2. Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang
menghubungkan sistem, badan peralatan dan instalasi dengan tanah
sehingga dapat mengamankan manusia dari sengatan listrik, dan
mengamankan komponen-komponen instalasi dari bahaya gangguan
listrik
3. Pengukuran tahanan isolasi digunakan untuk memeriksa status isolasi
rangkaian dan perlengkapan listrik, sebagai dasar pengendalian
keselamatan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur atau menguji
tahanan isolasi suatu kabel adalah Megger (MegaOhm).
4. Pemeliharaan merupakan suatu pekerjaan yang dimaksudkan untuk
mendapatkan jaminan bahwa suatu sistem atau peralatan akan berfungsi
secara optimal, umur teknisnya meningkat dan aman baik bagi personil
maupun bagi masyarakat umum.

4.2. Saran
1. Diharapkan untuk menambah jumlah peralatan safety yang akan
digunakan terkhusus pada alat safety belt nya.
2. Diharapkan melengkapi pedoman pengerjaan job pada jobsheet.
3. Kurang lengkapnya peralatan kerja yang akan digunakan terkhusus pada
job pemasangan kawat distribusi.
DAFTAR PUSTAKA

Kadir, Abdul. 2000. Distribusi dan UtilisasiTenagaListrik. Jakarta : UI-Press

...................., 1997. Jaringan Distribusi TM-TR. Jakarta. JasaPendidikan Dan


Pelatihan PT PLN (Persero).

...................., 2000. Peraturan Umum Instalasi Listrik. Jakarta. Yayasan PUIL


Indonesia

...................., 1997. Praktek Operasi Distribusi TR. Jakarta. JasaPendidikan Dan


Pelatihan PT PLN (Persero).

PT PLN (Persero). 2010. Buku 3 Standar Konstruksi Jaringan Tegangan Rendah


Tenaga Listrik. Jakarta.

PT PLN (Persero). 2010. Buku 4 Standar Konstruksi Gardu Distribusi Dan Gardu
Hubung Tenaga Listrik. Jakarta.

PT PLN (Persero). 2010. Buku 5 Standar Konstruksi Jaringan Tegangan Menengah


Tenaga Listrik. Jakarta.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Trafo Distribusi di Bengkel Listrik PNUP

Lampiran 2. Name plate Trafo Distribusi


Lampiran 3. Fuse Cut Out JTM di Bengkel Listrik PNUP

Lampiran 4. Proses Pengukuran Tahanan Isolasi


Lampiran 5. Proses Pelepasan Isolator

Anda mungkin juga menyukai