Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN

MANAJEMEN RISIKO KLINIS


Disahkan oleh
Kepala PuskesmasPakuhaji

dr.Netty Mawaty Tambunan


NIP. 19721116 200012 2 002

PUSKESMAS PAKUHAJI
Jl. Jembatan Papan Desa Kiara Payung Kec.Pakuhaji Kab.Tangerang
15570
HP. 081288536199,Email : pkmpakuhaji17@ gmail.com
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manajemen risiko klinis adalah suatu upaya yang dilakukan secara sistematis dalam
rangka mengurangi resiko pelaksanaan pelayanan medik. Resiko dapat berupa bahaya,
kesalahan, musibah, atau potensi terjadinya perihal yang merugikan pasien, terkait dengan
atau dampak asuhan yang diberikan.
Keselamatan (Safety) telah menjadi isu global termasuk keselamatan puskesmas. Ada
lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) puskesmas yaitu : keselamatan
pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan
dan peralatan puskesmas yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan, keselamatan “ bisnis” Puskesmas yang terkait dengan kelangsungan
berkembangnya Puskesmas. Kelima aspek keselamatan tersebut sangat penting untuk
dilaksanakan di setiap puskesmas, yang harus dikelola secara profesional, komprehensif dan
terintegrasi.
Di puskesmas terdapat bermacam obat, berbagai bahan-bahan berbahaya, beragam alat
kesehatan dengan berbagai teknologi yang semakin canggih dan berkembang dengan pesat,
berbagai jenis tenaga profesi dan non profesi yang memberikan pelayanan. Keberagaman
dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik, berisiko menimbulkan
insiden. Karena itu puskesmas pakuhaji perlu melakukan pengelolaan risiko dalam suatu
manajemen risiko yang professional, komprehensif dan terintegrasi, agar insiden dapat
diminimalisir dan di cegah sedini mungkin.

B. DEFINISI

A. Manajemen risiko adalah proses untuk menciptakan dan mengimplementasikan strategi,


untuk meminimalkan kerugian akibat kecelakaan pada manusia, sarana prasarana fasilitas
dan keuangan Puskesmas melalui identifikasi dan penilaian potensi kehilangan asset
Puskesmas, dan melakukan seleksi sesuai asumsi kerugian, transfer, mekanisme
pengendalian dan pencegahan.
B. Manajemen risiko adalah proses strategis untuk mengkreasikan dan menerapkan secara
langsung untuk meminimalisasi kejadian tidak diharapkan.
C. Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai dan
menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan
dampaknya.
D. Pendekatan manajemen risiko difokuskan pada kejadian yang telah terjadi (reaktif) dan
potensial terjadi (proaktif) dengan menerapkan manajemen risiko terintegrasi yang
memprioritaskan keselamatan pasien, melalui revisi pengembangan proses, fungsi dan
layanan.
C. TUJUAN

Panduan ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melaksanakan program manajemen
resiko bagi Tim Manajemen Resiko maupun tenaga kesehatan lainnya di Puskesmas
Pakuhaji.

D. RUANG LINGKUP

Panduan ini mencangkup seluruh manajemen risiko klinis di area pelayanan Puskesmas
Pakuhaji :
1. Puskesmas
2. Posyandu
3. Pusling

Manajemen risiko merupakan tanggung jawab semua komponen di Puskesmas. Tujuan


manajemen risiko untuk identifikasi dan pengendalian risiko strategis dan operasional tidak
akan tercapai apabila semua perangkat yang ada di Puskesmas tidak bekerjasama dan
berpatisipasi pada pelaksanaannya.

BAB II
TATALAKSANA

A. KESELAMATAN PASIEN
Standar Keselamatan Pasien
1. Hak Pasien
Standar :
Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan.
Kriteria :
 Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
 DPJP wajib mbuat rencana pelayanan
 DPJP wajib menjelaskan rencana pelayanan secara jelas dan benar kepada pasien dan
keluarga tentang rencana, hasil pelayanan, atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya KTD
2. Mendidik Pasien dan Keluarga
Standar :
Puskesmas harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan keluarga.
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien
yang merupakan partner dengan proses pelayanan.
3. Keselamatan Pasien dan Keseimbangan Pelayanan
Standar :
Puskesmas menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga
dan unit pelayanan.
Kriteria :
 Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh (mulai dari pasien masuk,
pemeriksaan , diagnosis, perencanaan pelayanan) yang disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya.
 Terdapat koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, dan
lainnya.
 Terdapatnya informasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapai proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melaksanakan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien.
Standar :
Puskesmas harus mendesain proses baru, memperaiki proses yang ada, memonitor, dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD.
Kriteria :
 Melakukan proses perencanaan/design yang baik.
 Melakukan pengumpulan data kinerja.
 Melakukan evaluasi intensif terhadap KTD.
 Menggunakan data dan hasil analisis untuk perubahan sistem yang diperlukan.
5. Peran Kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
Standar :
Pimpinan mendorong dan mengimplementasi program keselamatan pasien; menjamin
berlangusngnya program proaktif untuk identifikasi resiko keselamatan dan menekan
KTD; mendorong komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu; mengalokasikan
sumber daya untuk mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja Puskesmas serta
meningkatkan keselamatan pasien.
Kriteria :
 Terdapat tim antar profesi untuk mengelola program keselamatan pasien.
 Tersedia program proaktif untuk identifikasi resiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden.
 Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen Puskesmas
berpartisipasi dalam keselamatan pasien.
 Terdapat metode “cepat tanggap” terhadap insiden.
 Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden.
 Tersedia mekanisme menangani berbagai jenis insiden.
 Ada kolaborasi dan komunikasi terbuka antar unit.
 Tersedia sumber daya dan sistem komunikasi.

B. PELAPORAN INSIDEN
Berbagai metode dapat dilakukan untuk mengidentifikasi resiko, salah satunya dengan
mengembangkan sistem pelaporan dan analisis. Pelaporan insiden menjadi sangat penting
karena merupakan proses awal pembelajaran demi mencegah kejadian yang sama terulang
lagi. Oleh sebab itu maka sistem pelaporan insiden diperlukan, meliputi kebijakan, alur
pelaporan, formulir pelaporan, prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh
karyawan.
Insiden-insiden yang perlu dilaporkan termasuk diantaranya kejadian yang sudah
terjadi, potensial terjadi ataupun nyaris terjadi. Maka diperlukan kerjasama dan partisipasi
dari seluruh pihak baik dari tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien atau siapapun yang
pertama menemukan atau terlibat dalam suatu insiden.
Selain itu perlu diwaspadai berbagai masalah yang mungkin timbul dalam pelaporan
insiden seperti laporan dipersepsikan sebagai pekerja perawat, disembunyikan (under report)
karena takut disalahkan, laporan sering terlambat diketahui, dan budaya menyalahkan
(blame culture).
Dalam sosialisasi sistem pelaporan, sebaiknya tenaga kesehatan dan staf diberikan
pelatihan, mulai dari maksud, tujuan, manfaat pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir
laporan insiden, kapan harus melapor dan pengertian yang digunakan dalam sistem
pelaporan dan cara menganalisa laporan.

C. PROSES MANAJEMEN RESIKO KLINIS

Manajemen resiko klinis dapat juga diartikan sebagai suatu pendekatan untuk mengenal
keadaan menempatkan pasien pada suatu risiko dan tindakan untuk mencegah terjadinya
risiko tersebut (Sheenu Jhawar, Mid Stafford General Hospital, UK), dengan menggunakan
proses sebagai berikut :

Tabel 1. Proses Manajemen resiko klinis


A. Identifikasi Risiko

Masing-masing unit pelayanan dan jejaring puskesmas menyusun daftar resiko yang
berpotensi membahayakan pasien dan petugas. Dalam hal ini, risiko dapat dibedakan
menjadi risiko potensial (dengan pendekatanpro-aktif) dan insiden yang sudah terjadi
(dengan Pendekatan reaktif/responsif)

Risiko potensial dapat diindentifikasi dari berbagai macam sumber, misalnya :


a). Informasi internal ( hasil temuan audit internal, keluhan pasien/pelanggan puskesmas,
insiden yang pernah terjadi di unit layanan tersebut).
b). Informasi eksternal (pedoman dari pemerintah, organisasi profesi, lembaga penelitian).
c). Pemeriksaan atau audit eksternal.

Risiko atau insiden yang sudah terindetifikasi harus ditentukan peringkatnya


(grading) dengan memperhatikan :

1. Tingkat peluang / frekuensi kejadian.


2. Tingkat dampak yang dapat/sudah ditimbulkan.
3. Rendah .

Tabel 1.1 Peluang Kejadian

Tak
MINOR Moderat Mayor
Dampak Probabilitas Significant Katatrospik
2 3 4
1 5

Sangat sering terjadi


(Tiap minggu/bulan) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
5

Sering terjadi
(bbrp kali/tahun) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
4
Mungkin terjadi
(1 - < 2 tahun/kali) Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
3
Jarang terjadi
(> 2 - < 5 th/kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
2
Sangat jarang terjadi
( > 5 thn/Kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
1

Tabel 1.2 Penilaian Dampak

TK
Deskripsi Dampak
RISK

1 Minimal  Tidak ada cedera

 Cedera ringan , mis luka lecet


2 Minor
 Dapat diatasi dng P3K
 Cedera sedang, mis : luka robek
 Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/psikologis atau intelektual
3 Moderat
(reversibel. Tdk berhubungan dng penyakit
 Setiap kasus yg meperpanjang perawatan

 Cedera luas/berat, mis : cacat, lumpuh


4 Mayor  Kehilangan fungsi motorik/sensorik/ psikologis atau intelektual
(ireversibel), tdk berhubungan dg penyakit

5 Ekstrem  Kematian yg tdk berhubungan dng perjalanan penyakit

Resiko atau Insiden yang telah dihitung nilai peluang kejadian, maka dapat disimpulkan bands
resikonya untuk kemudian ditentukan tindak lanjutnya.

Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna, yaitu:
Biru, Hijau, Kuning, Merah. Warna “bands” akan menentukan investigasi yang akan dilakukan
 Bands Biru dan Hijau : investigasi sederhana / simple investigation
 Bands Kuning dan Merah : investigasi Komperhensif / RCA

WARNA BANDS : HASIL PERTEMUAN ANTARA NILAI DAMPAK YANG DIURUT


KEBAWAH DAN NILAI PROBABILITAS YANG DIURUT KE SAMPING KANAN

B. Analisis Resiko

Daftar resiko yang telah diindetifikasi kemudian dilakukan analisis oleh tim mutu.
Analisis dilakukan dengan menentukan skor risiko atau insiden tersebut untuk menentukan
priorotas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung jawab untuk mengelola
mengendalikan risiko/insiden tersebut termasuk dalam katagori biru/hijau/kuning/merah.

Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk risiko/insiden
dengan katagori biru dan hijau maka evaluasi cukup denganinvestigasi sederhana sedangkan
untuk kategori kuning dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam dengan RCA
(Root Cause Analysis-reaktif/responsive) atau HFMEA (healt failure mode effect analysis-
proaktif).

Skor Peluang

SKOR RISIKO = Dampak x Peluang

C. Evaluasi Risiko

1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor dan
granding yang didapat dalam analisis.
2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai, dan meliputi
proses berikut :
a. Menilai secara objektif beratnya/dampak/akibat dan menentukan skor.
b. Menilai secara objektif kemungkinan/peluang/frekuensi suatu peristiwa terjadi dan
menentukan suatu skor.
c. Mengalikan dua parameter untuk member skor risiko.
3. Penilaian risiko akan dilaksanakan dalam dua tahap
a. Tahap pertam aakan diselaikan oleh penilai risiko yang terlatih, yang akan
mengidentifikasi bahaya, efek mungkin terjadi dan pemeringkatan risiko.
b. Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Instalasi Kerja yang akan
melakukan verifikasi tahap pertama dan membuat suatu rencana tindakan untuk
mengatasi risiko.

D. Pengelolaan Risiko

Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengelolaan risiko atau insiden dangan target menghilangkan atau menekan risiko hingga ke
level terendah (resiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari
insiden yang sudah terjadi.

Tabel 1.3 Tindakan sesuai tingkat dan bands resiko

LEVEL/BANDS TINDAKAN
E.
EKSTREM Risiko ekstrem, dilakukan RCA paling lama 45 hari, I
membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke Direktur
(SANGAT TINGGI)

HIGH Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari, kaji dng
detail & perlu tindakan segera, serta membutuhkan tindakan
(TINGGI)
top manajemen

MODERATE Risiko sedang dilakukan investigasi sederhana paling lama 2


minggu. Manajer/pimpinan klinis sebaiknnya menilai dampak
(SEDANG)
terhadap bahaya & kelola risiko

LOW Risiko rendah dilakukan investigasi sederhana paling lama 1


minggu diselesaikan dng prosedur rutin
(RENDAH)

nvestigasi

Dalam pengelolaan risiko/ IKP yang masuk dalam kategori biruatau hijau, maka tindak
lanjut evaluasi dan penyelesaian dilakukan dengan investigasi sederhana, melalui tahapan :

1. Identifikasi insiden
2. Mengumpulkan data dan informasi : observasi, telaah dokumen, wawancara
3. Kronologi kejadian
4. Analisis dan evaluasi sederhana :
a. Penyebab Langsung
- Individu
- Peralatan
- Lingkungan tempat kerja
- Prosedur kerja
b. Penyebab tidak langsung:
- Individu
- Tempat kerja
5. Rekomendasi : jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang
Dalam pengelolaan risiko/IKPyang masuk dalam kategori kuning dan merah, maka
tindak lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi lengkap. Identifikasi
insiden : Root cause analysis (RCS) digunakan untuk menganalisa dan mengevaluasi IKP
pada derajat kuning dan merah. Di dalam menganalisis penyebab maslah, jangan berhenti
hanya pada penyebab langsung namun harus terus menggali hingga kepada akar masalah
sehingga penyelesaian yang direkomendasikan nantinya bukanlah penyelesaian simptomatik
semata melainkan benar-benar penyelesaian etiologi yang dapatmencegah berulangnya
insiden yang sama di kemudian hari.

F. HFMEA ( Healthcare Failure Mode Effect Analysis)

Di dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya suatu insiden, metode HFMEA


digunakan untuk mengindetifiksi modus kegagalan (kegagalan proses) yang berpotensi
terjadi kemudian, mengindetifikasi dampak yang mungkin timbul diikuti analisis akar
masalah, sebelum melakukan redisain proses untuk meminimalisir risiko modus
kegagalan/dampaknya kepada pasien.

HFMEA merupakan proses pro-aktif untuk memperbaiki kinerja dengan mencegah


potensi kegagalan sebelum terjadi sehingga akhirnya meningkatkan keselamatan pasien.
(F=failure, yaitu saat sistim tidak bekerja sesuai yang diharapkan. M=mode, yaitu
cara/perilaku yang dapatmenimbulkan kegagalan tersebut, E=effect, yaitu
dampak/konsekuensi dari modus kegagalan tadi, A= analysis yaitu upaya investigasi terhadap
proses secra detail).

Pada prinsipnya langkap-langkah untuk menjalankan HFMEA meliputi :

1. Identifikasi proses yang berisiko tinggi (IDENTIFIKASI).


2. Bentuk tim HFMEA (TIM).
3. Menggambarkan diagram dari proses tersebut (diagram proses).
4. Analisis hazard (HAZARD ANALYSIS).
a. Brainstorming kemungkinana kegagalan proses dan menentukan dampaknya.
b. Menetukan prioritas kegagalan proses yang akan di perbaiki.
c. Menentukan akar masalah dari kegagalan proses yang sudah diprioritaskan tadi.
5. Implementasi dan monitoring hasil dari redisain proses tersebut.

G. Tindakan atau perbaikan

Jika diperlukan tindakan perbaikan maka tim mutu merekomendasikan rencana tindakan
perbaikan dan monitoring terhadap tindakan perbaikan.Setiap tindakan perbaikan
dikonsultasikan kepada kepala Puskesmas dan dikomunikasikan kepada petugas puskesmas
lainnya.
BAB III

DOKUMENTASI

PENCATATAN DAN PELAPORAN

Seluruh kegiatan manajemen risiko klinis didokumentasikan dan dilaporkan kepada


kepala Puskesmas.
1. Pelaporan setiap masalah atau kejadian yang menyimpang dari yang direncanakan atau
secara normal seharusnya tidak terjadi dan berdampak pada keselamatan pasien.
2. Pelaporan atas masalah atau kejadian yang dirasakan pasien pada keadaan beresiko.
3. Pelaporan atas masalah/kejadian yang berpotensi menghadapkan puskesmas terhadap
tuntutan hukum.
4. Masalah/kejadian tidak harus selalu sudah menyebabkan cedera, tetapi termasuk juga
kejadian yang potensial menyebabkan cedera.
5. Pelaporan setiap maslah/kejadian yang dapat dijadikan pelajaran untuk meneliminasi atau
menurunkan risiko.
6. Pelaporan tas maslah/kejadian yang mempunyai dampak terhadap anggaran dan risiko
ketersedian keuangan, peralatan maupun supplies

BAB IV

PENUTUP

Demikian panduan manajemen risiko klinis ini disusun untuk memberikan gambaran
mengenai penerapan manajemen risiko klinis di Puskesmas Pakuhaji.Manajemen risiko dalam
pelayanan kesehatan merupakan upaya untuk mereduksi KTD yang dalam pelayanan kesehatan
apabila hal ini terjadi akan merupakan beban tersendiri, terlepas dari KTD tersebut karena resiko
yang melekat ataupun memang setelah dianalisis karena kesalahan dalam pelayanan. Apabila
KTD sudah terjadi, beban pelayanan tidak hanya pada sisi financial semata, namun beban
psikologis dan social kadang-kadang terasa lebih berat.Untuk mencegah KTD dan menempatkan
risiko KTD secara professional beberapa pendekatan dapat dilakukan pada sumber penyebab itu
sendiri, baik pada factor manusianya (pasien dan tenaga kesehatan), maupun dari sisi
organisasinya.
Dari sisi organisasi, konsep intervensi organisasi-pendekatan pada system (sarana)
pelayanan kesehatan memerlukan penanganan khusus namun akan jauh lebih antisipasi dalam
mengelola risiko kemungkinan terjadinya KTD. Sehingga manajemen risiko melalui konsep
pengelolaan pada sistem pelayanan kesehatan merupakan metode yang banyak dikembangkan.

Tangerang, 2019

PUSKESMAS PAKUHAJI
TIM PENUYUSUN

Daftar Pustaka
1. Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan Subdit Mutu dan Aakreditasi
Pelayanan Kesehatan Primer Tahun 2018 tentang Pedoman Keselamatan Pasien dan
Manajremen Risiko Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama (FKTP),

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang


Keselamatan Pasien;
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. DEFINISI
C. TUJUAN
D. RUANG LINGKUP

BAB II TATA LAKSANA

A. KESELAMATAN PASIEN
B. PELAPORAN INSIDEN
C. PROSES MANAJEMEN RESIKO KLINIS
D. PENGELOLAAN RESIKO
E. INVESTIGASI
F. HFMEA (Healthcare Failure Mode Effect Analysis)
G. TINDAKAN ATAU PERBAIKAN

BAB III DOKUMENTASI

BAB IV PENUTUP

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Proses Manajemen Resiko Klinis

Tabel 1.1 Peluang Kejadian

Tabel 1.2 Penilaian Dampak

Tabel 1.3 Tindakan sesuai tingkat bands resiko

DAFTAR PUSTAKA

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO KLINIS

PUSKESMAS PAKUHAJI

Nomor :
Revisi Ke :

Berlaku Tgl :

DITETAPKAN

KEPALA PUSKESMAS PAKUHAJI

dr. Netty Mawaty Tambunan

NIP.19721116 200012 2002

PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG

PUSKESMAS PAKUHAJI
Jl. Jembatan Papan Desa Kiara Payung Kec.Pakuhaji Kode Pos 15570

Anda mungkin juga menyukai