Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TEKNOLOGI FARMASI

“ELIXIR”

` `

DOSEN PENGAMPU :

PEPPY OKTAVIANI, DM, M.H., M.Sc., Apt

Disusun Oleh :

1. ANJAS K (1712375)

2. JEFFI TRI ASTUTI (1712384)

3. PUPUT WAHYU R (1712388)

4. INDAH TRI SUSANTI (1712371)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

AKADEMI FARMASI KUSUMA HUSADA

PURWOKERTO

2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan

makalah tentang “ELIXIR” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan

didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Peppy Octaviani D. M., M.sc.,

Apt., MH selaku Dosen mata kuliah Teknologi Farmasi yang telah memberikan

tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita mengenai antihistamin. Kami juga menyadari

sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata

sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi

perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat

tidakadasesuatuyangsempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri

maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat

kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran

yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan

datang.

Purwokerto, 2 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 1


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 5
BAB II................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6
2.1 Pengertian ........................................................................................................... 6
2.2 keuntungan dan kekurangan sediaan elixir ......................................................... 6
2.3 Jenis - Jenis Elixir ............................................................................................... 7
2.5 Cara Pemberian Elixir ....................................................................................... 13
2.6 Evaluasi Sediaan Elixir ..................................................................................... 13
BAB III ............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Banyak larutan oral yang mengandung kosolven dinyatakan sebagai

eliksir. Banyak lainnya dinyatakan sebagai larutan oral, juga mengandung etanol

dalam jumlah berarti. Karena kadar etanol yang tinggi dapat menimbulkan efek

farmakologi jika diberikan oral, dapat digunakan kosolven lain seperti gliserin dan

propilen glikol, untuk mengurangi jumlah etanol yang diggunakan. Untuk

dinyatakan eliksir, larutan harus mengandung etanol (Farmakope Indonesia. Edisi

IV. Hal 15). Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau

sedap, mengandung selain obat, juga zat tambahan seperti gula dan atau zat

pemanis lainnya, zat warna, zat wewangi, dan zat pengawet. Digunakan sebagai

obat dalam. Sebagai pengganti gula dapat digantikan dengan sirup gula

(Farmakope Indonesia, edisi III, hal 8) Dibandingkan dengan sirup, eliksir

biasanya kurang manis dan kurang kental karena mengandung gula lebih sedikit

maka kurang efektif dibanding dengan sirup di dalam menutupi rasa obat yang

kurang menyenangkan. Eliksir mudah dibuat larutan, maka lebih disukai

dibanding sirup.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka ditarik rumusan masalah yang akan

dibahas didalam makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksur dengan elixir ?

2. Apa saja keuntungan dan kerugian bentuk sediaan elixir ?

3. Apa saja jenis elixir ?

4
4. Bagaimana cara pembuatan elixir ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan elixir

2. Mengetahui keuntungan dan kerugian bentuk sediaan elixir

3. Mengetahui jenis-jenis elixir

4. Mengetahui cara pembuatan elixir

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Eliksir merupakan suatu sediaan farmasi yang berbentuk cair dan biasanya

mengandung alkohol dan air (hidroalkohol). Definisi lain menyebutkan bahwa

eliksir adalah larutan hidroalkohol yang manis dan jernih digunakan untuk

pemakaian oral. Menurut farmakope indonesia (FI) edisi III 1979, eliksir adalah

sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap, mengandung

selain obat, juga zat tambahan sseperti gula atau zat pemanis lainnya, zat warna,

zat pewangi, dan zat pengawet digunakan sebagai obat dalam. Sebagai pelarut

utama digunakan etanol yang dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan obat.

Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol, dan propilenglikol sebagai pengganti gula

dapat digunakan sirup gula.

2.2 keuntungan dan kekurangan sediaan elixir


Keuntungan bentuk sediaan larutan :

a. Lebih mudah ditelan dibanding sediaan padat

b. Mudah diabsorbsi karena sudah berada dalam bentuk larutan

c. Obat secara homogen terdistribusi ke seluruh bagian dari sediaan

d. Mengurangi resiko kejadian iritasi pada lambung oleh zat zat iritan (seperti

: aspirin, KCl), karena larutan akan segera diencerkan oleh lambung

Kerugian bentuk sediaan larutan :

a. Stabilitas dalam bentuk larutan biasanya kurang baik dibanding sediaan

padat, terutama jika obat mudah terhidrolisis

6
b. Larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan mikro organisme, oleh

karena itu memerlukan penambahan pengawet

c. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien untuk menakar

(Prof. Dr. supriyatna, Msc, 2009)

Istilah-istilah kelarutan :

Istilah kelarutan Jumlan bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan

Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100

Sukar larut 100 sampai 1000

Sangat sukar larut 1000 sampai 10000

Praktis tidak larut Lebih dari 10000

(Howard C.Ansel, 1989)

2.3 Jenis - Jenis Elixir


Jenis Eliksir Berdasarkan Fungsinya :

a. Eliksir Obat

Eliksir ini biasa digunakan untuk keuntungan dari zat obat yang ada.

Umumnya eliksir-eliksir yang resmi diperdagangkan mengandung zat obat

tunggal. Keuntungan dari satu obat tunggal yang terkandung, bahwa dosis yang

diperlukan dapat diturunkan dan dapat dinaikkan dengan meminum eliksir lebih

sedikit atau lebih banyak. Apabila zat yang terkandung lebih dari satu zat obat

dalam sediaan yang sama, tidak mungkin meningkatkan dan menurunkan kadar

satu zat obat yang diminum tanpa secara otomatis dan bersamaan mengatur dosis

7
obat lain yang ada, perubahan yang mungkin tidak diinginkan. Oleh karena itu

untuk pasien yang memerlukan minum lebih dari satu obat, banyak dokter

memilih untuk minum. Sediaaan yang terpisah dari tiap obat sehingga, bila

dibutuhkan pengaturan dosis satu obat, dapat dikerjakan tanpa dosis obat lainnya

secara bersamaan ikut diatur. Beberapa contoh eliksir. Beberapa contoh eliksir

obat akan dijelaskan sebagai berikut: (Ansel, Howard C.2008:344)

1. Eliksir Antihistamin

Antihistamin digunakan terutama dalam pengobatan simtomatis penyakit

alergi tertentu. Kerjanya, menekan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh histamin,

suatu zat kimia yang dilepas selama proses reaksi antigen-antibodi dari respon

alergi. Pemilihan histamin dapat berdasarkan pada insiden timbulnya efek yang

tidak dinginkan, yang mungkin diduga terjadi. Insiden dan keparahan efek ini

agak sedikit berbeda sesuai dengan obat dosis tiap obat. Sebagian besar

antihistamin adalan amin-amin basa. Dengan pembentukan garam lewat interaksi

dengan asam, senyawa diubah kelarutannya dalam air. Bentuk garam ini umum

digunakan didalam eliksir dan dengan demikian antihistamin diharuskan

mengandung alkohol dalam jumlah besar. Contoh eliksir antihistamin : eliksir

bromodifendramin HCl, eliksir bromfeniramin maleat, dan eliksir difenhidramin

HCl. (Ansel, Howard C.2008:344-348).

2. Eliksir Hipnotik Sedatif Barbiturat

Barbiturat adalah zat hipnotik sedative yang digunakan untuk menghasilkan

berbagai tingkatan penekanan sistem saraf pusat. Bila dosis ditingkatkan efek

berpindah dari sedasi ke hipnotik ke penekanan pernapasan yang terakhir

menimbulkan kematian karena kelebihan dosis barbital. Barbiturat diberikan

8
dalam dosis kecil pada waktu siang hari sebagai sedasi untuk menurunkan atau

kelesuan. ketegangan emosi dan kegelisahan. Dosis yang tepat untuk tujuan ini

adalah jumlah yang menghilangkan kegelisahan atau ketegangan tetapi tidak

menyebabkan mengantuk atau kelesuan. Dosis yang lebih besar dapat diberikan

pada malam hari sebagai hipnotik untuk menghilangkan insomnia. Barbiturat

digolongkan sesuai dengan lamanya efek (hipnotik) yakni obat kerja

lama/panjang, kerja sedang, kerja pendek. Barbiturat kerja panjang termasuk,

fenobarbital yang dianggap paling berguna dalam mempertahankan sedasi pada

siang hari dan pengobatan beberapa keadaan kejang-kejang dan sangat jarang

digunakan sebagai hipnotik. Barbiturat kerja sedang termasuk amorbital dan

terutama digunakan untuk sedasi jangka pendek pada siang hari dan efektif dalam

pengobatan insomnia. Barbiturat yang digolongkan dalam kerja pendek termasuk

pentobarbital dan sekobarbital dan penggunaannya sama dengan barbiturate kerja

sedang. Barbiturat kerja sangat pendek seperti thiopental, diberikan secara

intravena untuk menimbulkan anastesi. Contoh eliksir hipnotik sedatif : eliksir

Amorbarbital, eliksir butabarbital sodium, eliksir fenobarbital, dan eliksir

sekobarbital.(Ansel, Howard C.2008:348).

Contoh Eliksir untuk obat dan kandungannya :

1. Phenobarbital Eliksir

R/ Phenobarbitali 4

Ol. Citri 0.25 ml

Propylene glycoli 100 ml

Ethanoli 200 ml

9
Sorbitol Solution USP 600 ml

Corr. Coloris qs.

Aq,dest. Ad 1ltr

(Anief,Moh.2000:129)

2. Theophyllini Eliksir

R/ Theophyllini 5.3

Acid citric 10

Glucosi Liquidi NF 44

Sirupi 132 ml

Glycerini 50 ml

Sorbitoli Solutioni USP. 324 ml

Aethanoli 200 ml

Ol.Citri 0.5

Corr.coloris 0.1

Aquadest ad 1000

(Anief,Moh.2000:130)

3. Carbinomini Eliksir

R/ Crabinoxamini Maleas 0.8

Aethanolum 90% 70

Zat tambahan yang cocok qs

10
Aquam ad 1 ltr

Penggunaan : Antihistaminika

(formularium Nasional.1978)

3. Eliksir Bukan Obat

Eliksir ini biasa digunakan oleh ahli farmasi dalam pembuatan resep yang

dibuat segar meliputi :

1. Penambahan zat-zat obat untuk pembawa yang member rasa enak.

2. Pengencer eliksir obat yang ada.

(Ansel, Howard C.2008:344)

Dalam pemilihan pembawa untuk senyawa-senyawa obat, ahli farmasi harus

memperhatikan sendiri kelarutan dan stabilitas kelarutan dan stabilitas senyawa

obat dalam air dan alkohol. Jika pembawa hidoralkohol dipilih, proporsi alkohol

yang ada harus hanya sedikit di atas jumlah yang diperlukan untuk mempengaruhi

dan mempertahankan kelarutan obat. Bila ahli farmasi diminta untuk

mengencerkan eliksir obat yang ada, maka eliksir bukan obat yang dipilih untuk

pengencer dan harus mempunyai konsentrasi alkohol yang kira-kira sama dengan

eliksir yang akan diencerkan. Juga, rasa dan bau khas pengencer harus tidak

bertentangan dengan eliksir obat dan semua komponen harus tercampurkan secara

kimia dan fisika. (Ansel, Howard C.2008.344)

Contoh eliksir bukan obat :

1. Compound Benzaldehyde Eliksir NF

2. Iso-alcoholic Eliksir NF

11
3. Aromatic Eliksir NF

(Anief,Moh.2000:131)

2.4 Cara Pembuatan Elixir

1. Air sebagai pembawa harus didihkan kemudian didinginkan.

2. Bahan aktif dan bahan tertentu (jumlah yang diminta+evaluasi) ditimbang.

3. Pembuatan larutan sakarosa (FI III 567) larutkan 65 bagian sakarosa dalam

larutan metil parabean 0,25 % b/v hingga terbentuk 100 bagian sirup

simpleks yang berfungsi sebagai pengental dan pemanis.

4. Bahan aktif dihaluskan dalam mortal kemudian dilarutkan dalam suatu

pelarut yang paling melarutkan zat-zat tersebut. Apabila kelarutan bahan

berkhasiat didalam masing masing pelarut yang akan dikombinasikan

tidak tinggi, maka zat aktif dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam pelarut

campur tersebut.

5. Bahan pembantu dihaluskan dalam mortal kemudian dilarutkan dalam

pelarut yang paling melarutkan zat-zat tersebut.

6. Tambahkan berturut turut larutan pengawet, larutan pewangi, larutan

berwarna kedalam larutan zat aktif (sedapat mungkin penambahan zat-zat

pembantu dalam keadaan terlarut.

7. Tambahkan sisa pelarut campur.

8. Masukan pemanis.

9. Genapkan dengan air sampai volume yang diinginkan.

10. Masukan kedalam wadah tutup dan beri etiket.

(Modul Praktikum Semisolid.2003:15-18)

12
2.5 Cara Pemberian Elixir

1. Cara pemberian dengan cara oral. (Farmakope Indonesia jilid III.1979)

2. Cara pemberian dengan cara intravena untuk anastesi. (Ansel, Howard

C.2008:348)

2.6 Evaluasi Sediaan Elixir

1. Organoleptis

Diamati dengan cara pancar indera, apakah sediaan elixir tersebut

sudah sesuai dengan ketentuan sediaan elixir yang benar, yaitu bau dan

rasa yang sedap, tidak ada pertikel yang tidak larut.

2. Uji Kejernihan

Dengan cara melihat langsung sediaan tersebut, apakah masih ada /

tidak partikel yang tertinggal / tidak larut.

3. Uji Densitas ( Bobot jenis)

Dengan menggunakan piknometer :

a. Timbang pikno bersih.

b. Letakkan kaca arloji dan isi dengan elixir yang akan diuji.

c. Masukkan pikno yang berisi sampel kedalam beaker glass dengan

200 ml air es -> 20˚C.

d. Segera ambil teteskan cairan yang berada diluar kapiler dengan kertas

saring menyedot sisi ujunga kapiler terus tutp kapiler dengan tudung

cepat-cepat.

e. Biarkan pada suhu ruangan, baru bagian luar pikno dilab.

f. Timbang pikno dengan isinya.

g. Bobot jenis dihitung dengan rumus b – a/c – a

13
Keterangan : a = Berat pikno kosong

b = Berat sampel sebelum diuji

c = Berat sampel sesudah diuji

4. Viskositas

a. Viskometer kapiler / ostwold

Dengan cara waktu air dari cairan yang diuji dibandingkan dengan

waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui

(biasanya air) untuk lewat dua tanda tersebut (moectar 1990)

Jika h1 dan h2 masing-masing adalah viskositas dari cairan yang tidak

diketahui dan cairan standar , r1 dan r2 adalah kerapatan dari masing-

masing cairan, t1 dan t2 adalah waktu alir dalam detik.

Rumusnya adalah:

1h = ρ1 . t1

2h ρ2 . t2

η1 = ρ1 . t1 . h2

ρ2 . t2

b. Viskometer hoppler

Berdasarkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi

keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya berat – gaya archimides.

Prinsip kerjanya adalah menggelindingkan bola ( yang terbuat dari kaca )

melalui tabung gelas yang hampir tikal berisi zat cair yang diselidiki.

Kecepatan jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok sampel.

(Moechtar,1990)

c. Viskometer cup dan pob

14
Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antara dinding luar

dari bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-

tengah. Kelemahan viscometer ini adalah terjadinya aliran sumbat yang

disebabkan geseran yang tinggi disepanjang keliling bagian tube sehingga

menyebabkan penueunan konsentrasi. Penurunan konsentrasi ini

menyebabkan bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini

disebut aliran sumbat. (Moechtar,1990)

d. Viskometer cone dan plate

Dengan cara sampel ditempatkan ditengah-tengah, kemudian

dinaikan hingga posisi dibawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor

dengan bermacam kecepatan dan sampelnya digeser pada ruangan yang

sangat sempit antara papan yang didalam kemudian kerucut yang berputar

(moehtar 1990).

5. pH

Sediaan diukur pH nya dengan menggunakan pH meter, yaitu

disesuaikan dengan pH usus karena sediaan diabsorbsi di usus jadi pH

sediaan harus sama dengan pH usus.

15
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Mohammad.1987.Ilmu Meracik Obat.UGM-Press:Yogyakarta.

Anonim.1979. Farmakope Indonesia Jilid III.Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Anonim. 1979.Farmakope Indonesia Jilid IV.Jakarta:Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Ansel, Howard C.2008.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.UI PRESS:Jakarta.

Prawirosujanto,Sunarto.1978.Formularium Nasional.Departemen Kesehatan

Republik Indonesia: Jakarta.

Sulistiawati,Farida.dkk.2012.Buku Penuntun Praktikum Farmasi Fisika.

16

Anda mungkin juga menyukai