Baru Penuntun Skills Lab Blok DDT-1
Baru Penuntun Skills Lab Blok DDT-1
SEMESTER III
Editor
Tim Prodi Kedokteran FKIK Uniba
PRODI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
2016
1
DAFTAR ISI HALAMAN
Obat 24
2
PERATURAN KEGIATAN SKILLS LAB (CSL) DAN PRAKTIKUM
PRODI KEDOKTERAN UNVERSITAS BATAM
ttd
3
ANAMNESIS
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan
berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara
mencari data :
4
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.
Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas dan
duodenum; sebelah kiri lambung; sebelah kanan duodenum, hati, kandung
empedu; di atas hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung.
Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di pankreas atau
duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas lambung dan duodenum; bawah
belikat kanan kandung empedu; bahu kanan duodenum, kandung empedu,
diafragma kanan; bahu kiri diafragma kiri.
5
3. Kualitas (sifat sakit)
Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa sakit
yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk, menunjukkan
inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull) seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu
yang bergerak biasanya menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna,
empedu). Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).
6
4. Kuantitas (derajat sakit)
Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini tergantung dari
penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena dipengaruhi antara lain kepekaan
seorang penderita terhadap rasa sakit, status emosi dan kepedulian terhadap penyakitnya.
Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya
mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.
7
Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four & Sacred Seven.
8
2. Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir penyakit apa, sehingga
pengetahuan anatomi dan fisiologi harus dikuasai dengan baik.
3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan
9
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat ada beberapa bagian dari ”ANAMNESIS”.
A. TAHAP – TAHAP ANAMNESIS yang terdiri atas:
1. Initial exploration : Berisi keluhan utama pasien.
2. Further exploration : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan pasien, baik dari
sisi penyakit maupun perspektif pasien.
10
3. Essential background information.
Baik disease framework maupun illness framework termasuk dalam tahap further
exploration.
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis (The
Sacred Seven) merupakan bagian dalam ”disease framework”, dan berguna untuk mencari
kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien.
Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dapat kita jabarkan sebagai
berikut : Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari ”initial exploration”; Riwayat
Penyakit Dahulu (RPD), Riwayat Kesehatan Keluarga serta Riwayat Sosial dan Ekonomi
merupakan bagian dari ”essential background information”.
11
6. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, atau yang membutuhkan suatu
keterangan tambahan.
7. Secara berkala buatlah ringkasan dari pernyataan yang dibuat pasien untuk memverifikasi
pengertian anda. Mintalah pasien untuk mengkoreksi pernyataan anda, atau mintalah pada
pasien untuk memberikan keterangan tambahan bila diperlukan.
8. Gunakan pertanyaan yang ringkas dan mudah dipahami. Hindari menggunakan istilah –
istilah medis yang tidak dipahami pasien.
9. Buatlah urutan waktu suatu kejadian.
CONTOH KASUS
12
Sistem saraf perifer : Tidak ada kelemahan atau perubahan sensorik
Sistemik : Tidak ada demam
13
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat jatuh disangkal
- Riwayat batu ginjal disangkal
Riwayat sosial: Pasien tinggal sendiri, bekerja sebagai salesman, dalam sepekan pada akhir
minggu mengelola sebuah peternakan kecil., hobi bermain bowling.
CHECKLIST PENILAIAN
KETERAMPILAN ANAMNESIS/ HISTORY TAKING
SKOR
No ASPEK
0 1 2
PENILAIAN
MEMBUKA WAWANCARA
1 Menyapa pasien
2 Memperkenalkan diri
3 Menunjukkan sikap hormat dan respek pada pasien
4 Mengidentifikasi dan mengkonfirmasi permasalahan pasien
5. Menegosiasikan agenda konsultasi
ANAMNESIS
6 Menanyakan identitas penderita
7 Menanyakan keluhan utama
8 Menanyakan lokasi
9 Menanyakan onset dan kronologi
10 Menanyakan kualitas keluhan
11 Menanyakan kuantitas keluhan
12 Menanyakan faktor-faktor pemberat
13 Menanyakan faktor-faktor peringan
14 Menanyakan gejala penyerta
15 Menanyakan riwayat penyakit dahulu
16 Menanyakan riwayat kesehatan keluarga
17 Menanyakan riwayat sosial ekonomi
18 Menanyakan kebiasaan pribadi
19 Penggunaan bahasa yang mudah dipahami pasien
20 Menggunakan pertanyaan terbuka secara tepat
21 Menggunakan pertanyaan tertutup secara tepat
MENUTUP WAWANCARA
22 Menanyakan pada pasien apakah ada hal yang terlewat
23 Menutup wawancara dengan membuat suatu ringkasan
24 Membuat kesepakatan dengan pasien (contracting)
SAMBUNG RASA DENGAN PASIEN
25 Menunjukkan tingkah laku (non verbal) yang sesuai
26 Bila melakukan kegiatan lain (misal melihat catatan atau
menulis), tidak sampai mengganggu proses wawancara
dengan pasien.
27 Tidak menghakimi
28 Memberikan empati dan dukungan terhadap pasien
29 Tampak percaya diri
KETERAMPILAN MENSTRUKTUR WAWANCARA
30. Menggunakan signposting
31 Menjalankan wawancara dengan urutan yang logis/ tepat
32 Memperhatikan waktu
JUMLAH SKOR
12
KETERAMPILAN KLINIS
PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
PENDAHULUAN
Tanda-tanda vital terdiri pernafasan, denyut nadi, tekanan darah dan temperatur dapat
memberikan informasi utama pasien termasuk masalah medis akut maupun kronis atau
keadaan penyakitnya.
Frekuensi penafasan normal pada dewasa adalah 14-20 x/menit. Pernafasan yang
lambat disebut bradipnoe. Pernafasan yang cepat disebut tachipnoe.
Pemeriksaan frekuensi nafas dapat dilakukan dengan cara inspeksi ataupun auskultasi
(dengan cara meletakkan stetoskop pada trakea penderita).
Tipe penafasan terbagi:
1. Torakal
2. Abdominal
3. Torako abdominal
Denyut nadi dinilai pada arteri – arteri besar seperti: arteri karotis, arteri femoralis, arteri
radialis (yang terbanyak dilakukan).
Yang dinilai adalah:
- Frekuensi, nilai normal 60-100 kali permenit. Nadi yang lambat disebut
bradikardi. Nadi yang cepat disebut takikardi.
- Ritme (irama), reguler atau irreguler. Jika irreguler, dapat dikonfirmasi dengan
mendengar suara jantung.
- Volume, apakah volume normal atau menurun.
Alat yang digunakan sphygmomanometer (tensimeter air raksa) dan ukuran dalam
mmHg.
Ada 2 jenis termometer yaitu termometer gelas (termometer air raksa) dan
termometer elektronik. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada oral, rektal, aksila
dan membran timpani.
Satuan yang sering digunakan derajat Celcius. Suhu normal di:
- oral : 35,80C – 37,30C
- rektal: lebih tinggi ± 0,4-0,50C dari pada oral
- aksila : lebih rendah ± 10C dari pada oral
- membran timpani: lebih tinggi ± 0,80C dari pada oral
Temperatur oral. Jika menggunakan termometer air raksa, turunkan air raksa sampai ≤
35,00C, letakkan di bawah lidah, perintahkan penderita untuk menutup mulutnya, tunggu
3-5 menit, baca nilainya, masukkan lagi selama 1 menit, kemudian baca lagi.Jika suhu
masih meningkat, ulangi pemeriksaan sampai suhu stabil.
Minuman dingin atau panas serta merokok dapat mengacaukan pengukuran temperatur
oral. Pada situasi seperti tersebut, tunda pemeriksaan selama 10-15 menit.
Jika menggunakan termometer elektronik, masukkan termometer dibawah lidah,
perintahkan penderita untuk menutup mulut, kemudian perhatikan hasil yang tertulis.
Pengukuran yang akurat biasanya membutuhkan waktu ± 10 detik.
Temperatur rektal. Perintahkan penderita untuk berbaring miring ke satu sisi dengan
sendi panggul flexi. Pilih termometer rectal yang memiliki ujung pendek, lubrikasi
ujungnya, masukkan sedalam 3-4cm (1,5 inci) ke dalam rongga anus, dengan arah ke
daerah umbilikus. Keluarkan setelah 3 menit, kemudian bada hasilnya.
Jika menggunakan termometer elektronik, setelah ujungnya dilubrikasi, tunggu selama 10
detik, kemudian catat hasilnya.
Temperatur membran timpani. Pengukuran pada daerah ini makin sering digunakan,
membutuhkan waktu yang singkat, aman dan dapat dipercaya jika dilakukan dengan
tepat. Pastikan rongga telinga luar bersih dari cerumen. Posisikan ujung termometer pada
rongga telinga sehingga sinar infra merah mengarah ke membran timpani. Tunggu selama
2-3 detik sampai hasil dari temperatur digital tersebut muncul. Metode ini mengukur suhu
inti tubuh (core body temperature), dimana suhunya sedikit lebih tinggi dari suhu normal
oral.
TUJUAN KEGIATAN
TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu meningkatkan keterampilan dalam
pemeriksaan tanda vital dengan teknik yang benar pada penderita.
14
TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tanda vital:
1. Penghitungan frekuensi pernafasan dengan cara yang benar
2. Penghitungan frekuensi denyut nadi dengan cara yang benar
3. Pengukuran tekanan darah dengan cara yang benar
4. Pengukuran suhu tubuh dengan cara yang benar
RUJUKAN
1. Bickley LS, Szilagyi PG. Guide to Physical Examination and History Taking. 9th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins ; 2007
2. Kasper et al, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. New
York : McGraw Hill ; 2005
TEKNIK PELAKSANAAN
1. Lilitkan bagian bladder cuff di medial lengan atas, tepat di atas arteri brakialis,
bagian bawah cuff berada 2,5 cm proksimal fossaantekubiti, sejajar dengan letak
jantung. Pastikan lilitan cuff tidak terlalu ketat ataupun terlalu longgar. Posisikan
lengan penderita sehingga sedikit flexi pada sendi siku.
2. Sebelum memompa cuff, buka kunci sphygmometer terlebih dahulu kemudian
kunci katub pompa (jangan terlalu kuat). Hadapkan sphygmomanometer ke arah
pemeriksa.
3. Untuk menetapkan tingginya tekanan cuff, pertama – tama perkirakan tekanan
sistole dengan cara palpasi pada arteri radialis. Rasakan pulsasi arteri radialis
dengan jari kedua dan ketiga tangan kiri, secara cepat pompa cuff hingga
menggembung sampai pulsasi arteri radialis menghilang. Baca tekanan yang
dihasilkan pada manometer, kemudian tambahkan 30 mmHg. Jumlah tekanan
tersebut merupakan target untuk menetapkan tingginya tekanan cuff pada saat
pemeriksaan, sehingga dapat mencegah ketidaknyamanan yang mungkin terjadi
akibat tingginya tekanan cuff yang sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini juga
mencegah error yang kadang –kadang disebabkan oleh auscultatory gap
(merupakan silent interval yang muncul antara tekanan sistole dan diastole).
4. Kempiskan cuff dengan cepat dan sempurna, dan tunggu selama 15-30 detik.
5. Pemeriksa memasang stetoskop. Kemudian letakkan bell stetoskop di atas arteri
brakial (pastikan seluruh pinggir bagian bell stetoskop tersebut menempel pada
lengan, sehingga suara Korotkoff dapat didengar dengan jelas). Karena suara
Korotkoff tidak begitu kuat, maka sebaiknya didengar dengan bell stetoskop.
6. Pompa cuff sampai level yang telah ditetapkan tadi, kemudian kempiskan secara
perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik. Perhatikan dimana terdengar
suara pertama kali dan ini merupakan tekanan sistole.
7. Lanjutkan menurunkan tekanan secara perlahan sampai suara menghilang
sempurna dan ini merupakan tekanan diastole. Turunkan tekanan sampai angka 0.
16
8. Catat kedua tekanan tersebut. Tunggu selama 2 menit, ulangi pemeriksaan. Rata –
ratakan hasil yang didapat. Jika 2 pembacaan tersebut berbeda sebesar 5 mmHg
atau lebih, pemeriksaan diulang.
KETERAMPILAN KLINIK
PEMBACAAN FOTO TORAKS
PENDAHULUAN
Keterangan :
1. Trakea
2. Bronkus Utama kanan
3. Bronkus Utama kiri
4. Arkus aorta
5. Arteri Interlobaris kanan
6. Arteri pulmonalis kanan
7. Arteri pulmonalis kiri.
8. Trunkus anterior
9. Vena pulmonalis inferior kanan
10. Atrium kanan
11. Ventrikel kiri
12. Hemidiafragma kanan
13. Sinus frenikokardialis kanan
14. Sinus frenikokardialis kiri
15. Lambung
16. Hemidiafragma kiri
17. Sinus frenikokostalis kanan
18. Sinus frenikokostalis kiri
19-20. Bayangan mammae
21. Klavikula kanan
22. Klavikula kiri
22
TUJUAN KEGIATAN
TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan pembacaan
foto toraks secara sistematis dan benar.
TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Membaca gambaran paru normal dan kelainan paru.
2. Membaca gambaran jantung normal dan kelainan jantung.
3. Membaca gambaran tulang – tulang dinding toraks normal dan kelainan
tulang – tulang dinding toraks
4. Membaca gambaran jaringan lunak dinding toraks normal dan kelainan
jaringan lunak dinding toraks.
5. Menelusuri keluhan fisik dan hubungannya dengan kelainan pada foto toraks.
6. Membuat laporan pembacaan gambaran kelainan pada foto toraks.
7. Membuat kesimpulan diagnosis serta diagnosis banding.
RUJUKAN
TEKNIK PELAKSANAAN
A. PERSIAPAN PEMBACAAN FOTO TORAKS
1. Hidupkan illuminator (viewing box)
2. Letakkan foto di illuminator dengan sisi kanan foto di sisi kiri pembaca dengan
apex paru di arah cranial
DOKUMENTASI
1. Catat hasil pembacaan foto toraks
2. Buat kesimpulan diagnosis serta diagnosis banding.
3. Jelaskan anjuran selanjutnya.
NILAI
ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
A. PERSIAPAN PEMBACAAN FOTO TORAKS
1. Menghidupkan illuminator (viewing box)
2. Meletakkan foto di illuminator dengan sisi kanan foto di sisi kiri pembaca
dengan apex paru di arah cranial
3. Membaca identitas foto
- Identitas foto : nama, umur, jenis kelamin
- Tanggal pembuatan foto
- Tanda kanan dan kiri
- PA / AP
PENGANTAR
Antropometri berasal dari kata: antropos (tubuh) dan metros (ukuran), dengan itu maka
antropometri berarti ukuran tubuh. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Jadi dalam antropometri dilakukan pengukuran:
- Variasi dimensi fisik
- Proporsi tubuh
- Komposisi kasar tubuh
Pengukuran antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari
berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya
terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh. Pengukuran antropometri ini dapat dilakukan sekali atau secara
serial. Ketrampilan pengukuran antropometri berkaitan dengan ketrampilan lain yang
sudah dan yang akan diperoleh mahasiswa:
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum:
Setelah melakukan pelatihan keterampilan klinik Pengukuran Antropometri mahasiswa
mampu melaksanakan pengukuran antropometri dan memberikan interpretasi terhadap
hasil pemeriksaan.
TEORI
Antropometri yang berasal dari kata antropos (tubuh) dan metros (ukuran), yang berarti
ukuran tubuh, sering digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai
ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Lebih dikenal sebagai antropometri
gizi, yang erat kaitannya dengan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Keunggulan Antropometri
1. Prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel cukup besar
2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, dapat dilakukan dengan pelatihan yang
singkat
3. Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah
setempat
4. Metode ini objektif dengan spesifisitas dan sensitifitas tinggi menjadikannya tepat
dan akurat, karena dapat dibakukan
5. Mengukur banyak variabel gizi yang signifikan (tinggi, berat, lingkar kepala,
lingkar lengan atas, ketebalan lemak bawah kulit, lingkar perut dan indeks masa
tubuh)
27
2. Dimensi linier:
1. Pengukuran Panjang Badan (PB), Tinggi Badan (TB)
2. PB untuk anak < 2 tahun, TB untuk > 2 tahun
3. Alat: infantometer (untuk PB), microtoise (untuk TB)
3. Komposisi tubuh
a. Pengukuran lemak subkutan (skinfold) di beberapa lokasi:
a. Triceps
b. Biceps
c. Subscapular
d. Suprailiaca
PROSEDUR KERJA
6.1. Melakukan penimbangan Berat Badan dan pengukuran Tinggi Badan
6.2. Melakukan pengukuran Lingkar Perut
6.3. Melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas
6.4. Memberikan Interpretasi terhadap pengukuran antropometri
Alat:
Timbangan Detecto
PERSIAPAN
a. Letakkan timbangan di tempat yang datar
b. Pastikan posisi bandul pada angka nol dan jarum dalam keadaan seimbang
c. Jelaskan prosedur penimbangan kepada pasien/
d. Pasien yang akan ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket serta
mengeluarkan isi kantong yang berat seperti kunci, dll
PROSEDUR PENIMBANGAN
a. Posisikan pasien di atas timbangan
b. Geser bandul sesuai berat pasien sampai posisi jarum seimbang.
c. Perhatikan posisi kaki pasien tepat di tengah alat timbang, tidak menumpu pada
salah satu kaki, sikap tenang (JANGAN BERGERAK-GERAK) dan kepala tidak
menunduk (memandang lurus ke depan)
d. Baca dan catat berat badan pada status
e. Minta pasien turun dari alat timbang
29
1. Pada lantai yang datar dan rata gantungkan gandul benang untuk membantu
agar posisi microtoise tegak lurus.
3. Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas, sejajar dengan benang berbandul. Paku atau selotip
pada dua bagian dengan jarak 10 cm
32
Keterangan :
1. Pengukuran dilakukan dengan memastikan 5 titik tubuh menyentuh lantai atau
dinding pemeriksaan, yaitu;
a. Belakang kepala, dipastikan dengan mengatur bagian liang telinga tegak
lurus mata yang melihat ke depan
b. Punggung
c. Pantat
d. Betis, dipastikan dengan penekanan di daerah lutut
e. Tumit
2. Pada anak/orang gemuk boleh 3 spot saja, dan pada bayi dan anak yang sedikit
rewel
3. atau banyak gerak dibutuhkan kerjasama penuh dari orang tuanya. Sebelum
4. pengukuran dan pembacaan hasil anak dibantu dengan menekan lembut perutnya
5. sedangkan orang dewasa dengan menarik nafas dalam.
6. Pengukuran juga dilakukan sebanyak 3 kali (idealnya) dan selisih tak lebih dari
0,1 cm.
7. Keterbatasan microtoise adalah memerlukan tempat dengan permukaan lantai dan
dinding yang rata, serta tegak lurus tanpa tonjolan atau lengkungan di dinding.
8. Bila tidak ditemukan dinding yang rata dan tegak lurus setinggi 2 meter, cari tiang
rumah atau papan yang dapat digunakan untuk menempelkan microtoise.
Alat :
Pita LiLA sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm atau meteran kain.
34
PERSIAPAN :
1. Pastikan pita LiLA tidak kusut, tidak terlipat-lipat atau tidak sobek
2. Jika lengan pasien > 33cm, gunakan meteran kain
3. Sebelum pengukuran, dengan sopan minta izin kepada pasien bahwa petugas akan
menyingsingkan baju lengan kiri pasien sampai pangkal bahu. Bila pasien
keberatan, minta izin pengukuran dilakukan di dalam ruangan yang tertutup.
4. Pasien diminta berdiri dengan tegak tetapi rileks, tidak memegang apapun serta
otot lengan tidak tegang
5. Baju pada lengan kiri (lengan yang kurang dominan) disingsingkan ke atas sampai
pangkal bahu terlihat atau lengan bagian atas tidak tertutup.
PENGUKURAN:
1. Tentukan posisi pangkal bahu.
2. Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak tangan ke arah
perut.
3. Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan menggunakan pita
LiLA atau meteran (Lihat Gambar), dan beri tanda dengan pulpen/spidol (sebelumnya
dengan sopan minta izin kepada pasien). Bila menggunakan pita LiLA perhatikan titik
nolnya.
4. Lingkarkan pita LiLA sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan pasien sesuai tanda (di
pertengahan antara pangkal bahu dan siku).
5. Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LiLA.
6. Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar.
7. Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LiLA (kearah angka yang
Keterangan:
Jika lengan kiri lumpuh, yang diukur adalah lengan kanan (beri keterangan pada
kolom catatan pengumpul data).
1. Simpan pita LiLA dengan baik, jangan sampai berlipat-lipat.
2. Simpan pita LiLA dengan baik, jangan sampai berlipat-lipat atau sobek.
1. Menentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan meteran
35
2. Lingkarkan dan masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LILA. Baca menurut
tanda panah
3. Menentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan pita LILA
INTERPRETASI
Lingkar Perut
Nilai normal pengukuran lingkar perut di Indonesia.
Laki-laki 90 > 90
Perempuan 80 > 80
39
INTERPRETASI
Indeks masa tubuh (untuk BB dan TB)
Pengukuran Lila
Pengukuran lingkar perut
TOTAL
41
OBAT
a. Pengertian Obat
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan atau
paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan.
Produk ruahan merupakan tiap bahan yang telah selesai diolah dan tinggal memerlukan
pengemasan untuk menjadi oabt jadi.
c. Obat Tradisional
Merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (gelenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
d. Penggolongan Obat
Obat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
1) Obat Bebas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan
tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan
mineral, obat gosok, beberapa analgetik- antipiretik, dan beberapa antasida. Obat
golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat, toko kelontong, warung.
2) Obat Bebas Terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru
dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat-obat yang umunya masuk ke dalam
golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan
penurun panas pada saat demam (analgetik-antipiretik), beberapa suplemen vitamin
dan mineral, dan obat-obat antiseptika, obat tetes mata untuk iritasi ringan. Obat
golongan ini hanya dapat dibeli di Apotek dan toko obat berizin.
3) Obat Keras, merupakan obat yang pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang
didalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang
berwarna hitam. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan
resep dokter. Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat
jantung, obat darah tinggi/hipertensi, obat darah rendah/antihipotensi,
obat diabetes, hormon, antibiotika, dan beberapa obat ulkus lambung. Obat golongan ini
hanya dapat diperoleh di Apotek dengan resep dokter.
4) Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan (UURI No. 22 Th 1997 tentang Narkotika).
Obat ini pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya terdapat palang
(+) berwarna merah.
Obat Narkotika bersifat adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketet, sehingga obat
golongan narkotika hanya diperoleh di Apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat
menggunakan kopi resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: opium, coca,
ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kesehatan, obat-
obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang
rasa sakit.
43
e. Peran Obat
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam pelayanan
kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain merupakan
komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting
dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak
dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Seperti yang telah
dituliskan pada pengertian obat diatas, maka peran obat secara umum adalah sebagai
berikut:
1) Penetapan diagnosa
2) Untuk pencegahan penyakit
3) Menyembuhkan penyakit
4) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
5) Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu
6) Peningkatan kesehatan
7) Mengurangi rasa sakit
2. Parameter-parameter Farmakologi
a. Farmakokinetika
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh
yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME).
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami
absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek.
Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh. Seluruh
proses ini disebut dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak seperti yang
terlihat pada gambar 1.1 dibawah ini.
Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan
obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut.
Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara
klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat,
dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi
sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua
yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian
akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati
pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut
metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau
eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu
tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna.
Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi
sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Eliminasi lintas
pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya
lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama
makanan.
2) Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain
tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya.
Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh.
Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya
sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua
jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas
misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai
keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan
terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat
bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel
dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit
menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel.
Distribusi juga dibatasi oleh
ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan
mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh
afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat
oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.
3) Biotransformasi / Metabolisme
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya
dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus
(yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua
macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di
sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
4) Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit
hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi
lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal
merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari
preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi
pasif di tubuli proksimal dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan
fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang.
Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval
pemberian obat.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi
dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek
obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat
tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya
arsen, pada kedokteran forensik.
b. Farmakodinamika
Farmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ
tubuh serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk
meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan
peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai
hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan
biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Reseptor
obat merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting.
Pertama, bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat
tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah
ada. Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku
sampai sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai
reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan sebagai reseptor
yang ligand endogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya menyerupai
senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya, senyawa yang tidak mempunyai aktivitas
intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat ikatan agonis
(agonist binding site) disebut antagonis.
46
2) Reseptor Obat
Struktur kimia suatu obat berhubunga dengan afinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas
intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan
stereoisomer, dapat menimbulkan perubahan besar dalam sidat farmakologinya.
Pengetahuan mengenai hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi
pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat
yang selektif terhadap jaringan tertentu. Dalam keadaan tertentu, molekul reseptor
berinteraksi secara erat dengan protein seluler lain membentuk sistem reseptor-efektor
sebelum menimbulkan respons.
4) Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dan reseptor misalnya ikatan substrat dengan enzim, biasanya
merupakan ikatan lemah (ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Waals), dan jarang
berupa ikatan kovalen.
5) Antagonisme Farmakodinamika
Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-obat ini
mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil, atau
masuk ke komponen sel.
7) Efek Obat
47
Efek obat yaitu perubahan fungsi struktur (organ)/proses/tingkah laku organisme hidup
akibat kerja obat
b. Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus
menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.
c. Tablet (Compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung
pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
1. Tablet Kempa paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta
penandaannya tergantung design cetakan
2. Tablet Cetak dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab
dalam lubang cetakan.
3. Tablet Trikurat, tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah
jarang ditemukan
4. Tablet Hipodermik, dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna
dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan
secara oral
5. Tablet Sublingual, dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan
dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
6. Tablet Bukal, digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.
7. Tablet Efervescen, tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup
rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”.
8. Tablet Kunyah, cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di
rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.
d. Pilulae (PIL)
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan
dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur
tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.
e. Kapsulae (Kapsul)
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
1) Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
2) Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
48
f. Solutiones (Larutan)
Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut,
biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau
penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga
dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya
terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal
(kulit).
g. Suspensi
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam
fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral
(juga termasuk susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes
telinga (telinga bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.
h. Emulsi
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase
cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya
distabilkan oleh zat pengemulsi.
i. Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan
yang disari.
j. Extractum
Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.
k. Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan
air pada suhu 900 C selama 15 menit.
l. Immunosera (Imunoserum)
Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum
hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan
mengikat kuman/virus/antigen.
m. Unguenta (Salep)
49
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok.
n. Suppositoria
Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui
rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
p. Injectiones (Injeksi)
Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat
menerima pengobatan melalui mulut.
b. Sublingual
Cara penggunaannya, obat ditaruh dibawah lidah. Tujuannya supaya efeknya lebih cepat
karena pembuluh darah bawah lidah merupakan pusat sakit. Misal pada kasus pasien
jantung. Keuntungan cara ini efek obat cepat serta kerusakan obat di saluran cerna dan
50
metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari (tidak lewat vena porta)
c. Inhalasi
Penggunaannya dengan cara disemprot (ke mulut). Misal obat asma. Keuntungannya
yaitu absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat dikontrol, terhindar
dari efek lintas pertama, dapat diberikan langsung pada bronkus. Kerugiannya yaitu,
diperlukan alat dan metoda khusus, sukar mengatur dosis, sering mengiritasi epitel paru
– sekresi saluran nafas, toksisitas pada jantung.
Dalam inhalasi, obat dalam keadaan gas atau uap yang akan diabsorpsi sangat cepat
melalui alveoli paru-paru dan membran mukosa pada perjalanan pernafasan.
d. Rektal
Cara penggunaannya melalui dubur atau anus. Tujuannya mempercepat kerja obat serta
sifatnya lokal dan sistemik. Obat oral sulit/tidak dapat dilakukan karena iritasi lambung,
terurai di lambung, terjadi efek lintas pertama. Contoh, asetosal, parasetamol,
indometasin, teofilin, barbiturat.
e. Pervaginam
Bentuknya hampir sama dengan obat rektal, dimasukkan ke vagina, langsung ke pusat
sasar. Misal untuk keputihan atau jamur.
f. Parentral
Digunakan tanpa melalui mulut, atau dapat dikatakan obat dimasukkan de dalam tubuh
selain saluran cerna. Tujuannya tanpa melalui saluran pencernaan dan langsung ke
pembuluh darah. Misal suntikan atau insulin. Efeknya biar langsung sampai sasaran.
Keuntungannya yaitu dapat untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah, diare, yang
sulit menelan/pasien yang tidak kooperatif; dapat untuk obat yang mengiritasi lambung;
dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati; bekerja cepat dan dosis
ekonomis. Kelemahannya yaitu kurang aman, tidak disukai pasien, berbahaya
(suntikan – infeksi). Istilah injeksi termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara
parentral, termasuk infus. Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila
obatnya tidak stabil dalam cairan, maka dibuat dalam bentuk kering. Bila mau dipakai
baru ditambah aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.
g. Topikal/lokal
Obat yang sifatnya lokal. Misal tetes mata, tetes telinga, salep.
h. Suntikan
Diberikan bila obat tidak diabsorpsi di saluran cerna serta dibutuhkan kerja
cepat
• Tabel Penggunaan Bentuk Sediaan
Penggunaan obat dapat mengakibatkan kecacatan pada bayi atau mempengaruhi janin,
apabila obat yang dikonsumsi oleh ibu hamil tembus ke placenta.
Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperoleh ibu diharapkan
lebih besar dibanding resiko pada janin.
Sedapat mungkin dihindari penggunaan segala jenis obat pada trimester pertama
kehamilan
Bila menggunakan obat saat hamil, maka harus dipilih obat yang paling aman. Obat
harus diresepkan pada dosis efektif yang terendah dan untuk jangka waktu pemakaian
yang sesingkat mungkin.
b. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Menyusui
Obat yang diminum ibu menyusui dapat menembus air susu sehingga
diminum/terminum oleh bayi. Sedapat mungkin menghindari penggunaan obat pada
wanita yang menyusui atau menghentikan pemberian air susu ibu (ASI) jika pemakaian
obat harus dilanjutkan. Jika penggunaan obat diperlukan, pakailah obat dengan efek
samping teraman, terutama obat-obatan yang memiliki ijin untuk digunakan pada bayi.
Apabila menggunakan obat selama menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat
terhadap efek samping yang mungkin terjadi. Mungkin dapat dianjurkan kepada ibu
untuk meminum obat segera setelah menyusui.
Obat pada anak dapat berpengaruh karena organ-organ pada anak belum sempurna
52
pertumbuhannya, sehingga obat dapat menjadi racun dalam darah (mempengaruhi organ
hati dan ginjal). Pada hati, enzim- enzim belum terbentuk sempurna, sehingga obat tidak
termotabolisme dengan baik, mengakibatkan konsentrasi obat yang tinggi di tubuh anak.
Pada ginjal, bayi berumur 6 bulang, ginjal belum belum efisien mensekresikan obat
sehingga mengakibatkan konsentrasi yang tinggi di darah anak.
Dalam pengobatan, anak-anak tidak dapat diperlakukan sebagai orang dewasa berukuran
kecil. Penggunaan obat pada anak merupakan hal yang bersifat khusus yang berkaitan
dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim
yang bertanggungjawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat.
Farmakokinetika pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Dengan memahami
perbedaan tersebut akan membantu farmasis klinis dalam membuat keputusan yang
berkaitan dengan dosis, misalnya dalam pengusulan dosis (mg/kg) maupun frekuensi
pemberian obat yang berbeda antara anak-anak dengan orang dewasa.
Dosis bagi anak-anak sering sulit untuk ditentukan. Pemanfaatan pengalaman klinis
merupakan acuan terbaik dalam menentukan dosis yang paling sesuai untuk bayi
maupun anak-anak.
Pemakaian obat yang belum mempunyai ijin untuk digunakan pada anak, walaupun
sering dijumpai, harus dipantau secara ketat untuk memastikan bahwa keamanan pasien
diutamakan. Penyuluhan kepada pasien anak-anak maupun pengasuhnya dalam
bahasa yang mudah
dimengerti akan membantu meningkatkan kepatuhan anak terhadap pengobatan.
Terjadi karena karena terjadi penurunan fungsi hati dan ginjal. Uji fungsi ginjal hanya
menggambarkan penyakit secara kasar/garis besar, dan lebih dari setengah bagian ginjal
53
harus mengalami kerusakan sebelum terlihat nyata bukti kejadiannya gangguan ginjal.
Bentuk gangguan ginjal yang paling sering diakibatkan oleh obat adalah interstitial
nefritis dan glomerulonefritis. Penggunaan obat apa pun yang diketahui berpotensi
menimbulkan nephrotoksisitas sedapat mungkin harus dihindari pada semua penderita
gangguan ginjal.
Pada gagal ginjal, distribusi obat dapat berubah karena terjadi fluktuasi derajat
hidrasi atau oleh adanya perubahan pada ikatan protein. Akan tetapi perubahan ikatan
protein akan bermakna secara klinis apabila:
1) Lebih dari 90% jumlah obat dalam plasma merupakan bentuk terikat protein.
2) Obat terdistribusi ke jaringan harus dalam jumlah yang kecil.
Penderita dengan ginjal yang tidak berfungsi normal dapat menjadi lebih peka terhadap
beberapa obat, bahkan jika eliminasinya tidak terganggu. Anjuran dosis didasarkan pada
tingkat keparahan gangguan ginjal, yang biasanya dinyatakan dalam istilah laju filtrasi
glomeruler (LFG). Perubahan dosis yang paling sering dilakukan adalah dengan
menurunkan dosis atau memperpanjang interval pemberian obat, atau kombinasi
keduanya.
54
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. Drs, Apt. Ilmu Farmasi. 1984. Jakarta: Ghalia Indonesia. Ansel, C. Howard. 1989. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press Aslam, Mohammed, Chik Kaw Tan, Adi Prayitno. 2003. Farmasi Klinis
(Clinical
Pharmacy). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia. 1995. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta
Hand-out Kuliah Biomedik Farmakologi Program Studi Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Hand-out Kuliah Farmakologi Program Studi Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Muhlis, Muhammad, S.Si, Apt. 2003. Diklat Kuliat Farmasetika I. Yogyakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan
Pengantar
Resep adalah wujud akhir dari kompentensi , pengetahuan, keahlian dokter dalam menerapkan bidang
farmakologi dan terapi yang diperuntukan untuk satu penderita
Pembagian Resep
I. Prescriptio
a. Nama dokter
b. Alamat dokter
c. SIP ( Surat Izin Praktek )
d. Hari praktek
e. Jam praktek
f. No telepon
g. Nama kota
h. Tanggal resep dibuat oleh dokter
II. Superscriptio ( R/ )
III. Inscriptio
1. Remidium cardinale
Remidium cardinale adalah bahan obat utama yang mutlak harus ada .
a. Tunggal
b. Campuran yang terdiri dari beberpa bahan obat
2. Remidium adjuvant
1. Coringgens
a. Coringgens saporis
b. Coringgens odoris
c. Coringgen coloris
2. Vehiculum / Constituen
IV. Subscriptio adalah bentuk sediaan obat ( BSO )
V. Signatura adalah aturan pemakaian obat yang ditulis dalam bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan
signature. Biasanya disingkat S
VI. Nama penderita di belakang kata Pro :
VII. Umur penderita
VIII. Alamat penderita
IX. Paraf dokter atau Tanda tangan dokter untuk obat suntik dan obat golongan narkotika harus
dibubuhi tanda tangan dokter
56
Contoh Resep :
Dr RAHAYU
Praktek Umum
SIP : No.03 / tahun 2006
Alamat : Jln Budi Kemuliaan No 16 Batam
Telp : 0778421461
Praktek Senin – Jumat
Jam 17.00 - 19.00
Batam, 17-5-2006
R/ Paracetamol 1/5 tab
Tab CTM ¼
Tab Bisolvon No I
SL q s
m f pulv d t d No XV
StddpI
Paraf / T T
Pro : Nadia
Umur : 2 th
Alamat : Jln Proklamasi No 17, Batam
1. Tipe Magistralis
Tipe magistralis adalah komposisi resep yang ditulis sendiri oleh dokter berdasarkan pengalamannya dan tidak
ditemukan dalam buku standar yang diperuntukan untuk satu penderita
Dr RAHAYU
Praktek Umum
SIP : No.03 / tahun 2006
Alamat : Jln Budi Kemuliaan No 16 Batam
Telp : 0778421461
Praktek Senin – Jumat
Jam 17.00 - 19.00
Batam, 17-5-2006
R/ Paracetamol 75 mg
SL q
m f pulv d t d No XV
StddpI
Paraf / T T
Pro : Nadia
Umur : 2 th
Alamat : Jln Proklamasi No 17, Batam
57
2. Tipe Officinalis
Tipe officinalis adalah resep yang ditulis berdasarkan formula yang ada yang diperuntukan untuk satu penderita
Dr RAHAYU
Praktek Umum
SIP : No.03 / tahun 2006
Alamat : Jln Budi Kemuliaan No 16 Batam
Telp : 0778421461
Praktek Senin – Jumat
Jam 17.00 - 19.00
Batam, 17-5-2006
R/ Lotio Kumerfeldi S F
S aplic loc dol t d d
Paraf / T T
Pro : Sarah
Umur : 17 th
Dr RAHAYU
Praktek Umum
SIP : No.03 / tahun 2006
Alamat : Jln Budi Kemuliaan No 16 Batam
Telp : 0778421461
Praktek Senin – Jumat
Jam 17.00 - 19.00
Batam, 17-5-2006
R/ Tab Paracetamol No ½
Tab CTM No ½
Tab Bisolvon No ½
SL q s
m f pulv d t d No XV da in cap
S t d d cap I
Paraf / T T
Pro : Nadia
Umur : 8 th
Alamat : Jln Proklamasi No 17, Batam
2. BSO cair :
* Solutio
* Suspensi / Emulsi
* Guttae
* Guttae auric
* Guttae optalmicae
* Guttae nasales
* Injeksi
* Mixtura / Mixtura agitanda
* Saturasi
* Aerosol
3. BSO ½ padat :
* Ungentum
* Crem
* Liniment
* Pasta
59
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum :
1. Mahasiswa mampu menulis resep yang rasional berdasarkan KBB
Tujuan Khusus :
1. Melakukan pemilihan terapi yang tepat
2. Menentukan jenis terapi farmakologi tunggal atau kombinasi yang sesuai
3. Menuliskan resep secara benar ( BSO dan Dosis )
4. Monitoring hasil terapi dan evaluasi
STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Latihan menulis resep
2. Belajar mandiri
PROSEDUR KERJA
Setelah diagnosa ditegakkan mahasiswa harus mampu :
1. Menentukan terapi/ obat yang diberikan
2. Menghitung dosis yang harus diberikan
3. Menentukan bentuk sediaan yang tepat
4. Menentukan cara pakai yang tepat
5. Memperhatikan interaksi obat
6. Meminimalkan efek samping yang diberikan.
EVALUASI
Cara penilaian dengan mengunakan ceklist
60
Menulis Resep
Dosis = takaran
• Dosis maksimum, Jumlah terbanyak obat yang boleh diberikan kepada pasien dewasa
(umur 20-60 th, BB 58-60 kg), untuk dipergunakan sbg obat dalam (diminum) atau
untuk obat luar
• Dosis Lazim, Jumlah yang biasa diberikan kepada pasien/ jml terkecil yg sudah dapat
memberikan efek terapi c/. Paracetamol 500 mg u/ dws CTM 4 mg Codein 10 mg-20
mg
• Faktor obat
• •Sifat fisika obat : daya larut obat dalam air/lemak, kristal/amorf.
• •Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, pH, pKa. 2. Cara pemberian obat 3. Faktor
penderita
• Umur (Dewasa, anak atau bayi)
• • Berat badan
• • Jenis kelamin
• • Sifat penyakit/patofisiologi
• • Kondisi pasien(hamil, menyusui)
• • Jenis obatnya
• • Adiksi dan sensitifitas
A. Berdasarkan umur.
1. Rumus Young :
• n/n + 12 x DM dewasa
• n adalah umur anak 1- 8 tahun kebawah.
Latihan :
• R/ Aminophylin 75 mg
• Rhifampicin 100 mg
• GG 50 mg
• SL qs
• m.f.pulv.d.t.d No.X S.3.d.d.pulv.I
• Pro : An. Rosa (3Th)
61
4. Rumus Gaubius :
a. D anak umur anak 1 kebawah.
1 / 12 x DM dewasa
b. D anak umur anak 1-2 th.
1 / 8 x DM dewasa
c. D anak umur anak 2-3 th.
1/ 6 x DM dewasa
d. D anak umur anak 3-4 th.
1 / 4 x DM dewasa
e. D anak umur anak 4-7 th.
1 /3 x DM dewasa
f. D anak umur anak 7-14 th.
1 / 2 x DM dewasa
62
Inscriptio
Dr. Rahayu
SIP 0706259223
Jl. Budi Kemuliaan no. 6
Batam Kota
R/
Prescriptio
• Bentuk umum :
– Nama obat, bentuk obat, dosis, bentuk kemasan, jumlah obat
– Kalo racikan (misalnya puyer) di baris bawahnya dimasukin cara pembuatan
–
– Contoh non puyer
– Parasetamol tab 500mg No. X
– Cream Ketokonazol 2% 10g tube No. I
– Contoh puyer
Amoksisilin 100 mg
s. lact q.s.
m.f. pulv dtd. No. XXI
63
Signatura
• Bentuk umum:
– Signatura (S), cara pemakaian, BSO, jumlah obat per minum, waktu minum
• Contoh:
– S 3 dd tab. I p.c. p.r.n. demam
artinya minum 3x per hari, tiap kali minum 1 tablet, sesudah makan, jika
demam
– S 4 dd c. orig II a.c.
artinya minum 4 x per hari, tiap kali minum 2 sendok bawaan (sirup), sebelum
makan
Pro
• Bentuk umum: nama pasien, umur, berat badan (wajib untuk anak2), alamat (jika obat
mengandung narkotika)
• Contoh:
Pro: An. Mike Tyson
Usia : 12 tahun
BB : 20 kg
(alamatnya gak wajib kecuali obatnya ada narkotika)
Subscriptio
• Bentuk umum: cuma tanda tangan atau paraf. Tanda tangan untuk obat yang
mengandung narkotika, dan paraf kalo obat-obat lain yang tergolong B(bebas),
W(bebas terbatas), G(keras), Psy(psikotropika)
Tambahan
• Untuk setiap resep jangan lupa ditutup pake garis, trus dikasi tanda tangan atau paraf
di sebelahnya, abis itu baru lanjutin ke resep kedua.
• Berikut contoh format sebuah resep yang lengkap
64
Dr. Rahayu
SIP 0706259223
Fakultas Kedokteran Universitas Batam
Jl. Budi Kemuliaan no. 6 Inscriptio
Batam
• Pulveres (puyer)
• Kapsul/tablet/pil
• Obat sirup
• Obat kumur
• Obat topikal
• Infus dan injeksi
Obat tetes
Pulveres (puyer)
Penulisan resep utk puyer sedikit beda, karena disini kita minta farmasi untuk
meraciknya
• Contoh:
R/ amoksisilin 100mg
s. lact q.s.
m.f. pulv. dtd. no. XXI
S 3dd pulv I p.c
s. lact q.s. artinya ditambahkan s. lactis secukupnya.
m.f. pulv. dtd. No. XXI buat dan campurlah dalam bentuk pulveres (puyer),
masing2 dengan dosis diatas sebanyak 21 buah.
Kalo obatnya lebih dari 1 (misalkan acetosal ama luminal ama codein), ketiga obat itu
ditulis terpisah2 (dibikin 3 baris), abis itu baru tulis s.lact q.s kalo perlu
65
Contoh Kasus
An. Puri, 18bln, BB 12kg, dibawa ke dokter krn demam tinggi sejak 2 hari lalu.
Berikan antibiotik dan antipiretik per oral dlm bentuk puyer
– Amoksisilin, dosis anak 25-50 mg/kg BB/hari, 3x sehari, selama 7 hari,
minum sesudah makan, puyer masukan ke dalam kapsul
Parasetamol, dosis anak 10-15 mg/kg BB/kali, 3x sehari, selama 3 hari, minum
sesudah makan bila demam
Penyelesaian
• Parasetamol
R/ Parasetamol 120mg
s. lact. q.s.
m.f. pulv. dtd. No. X
S 3dd pulv I p.c. p.r.n demam
** jumlahnya 10 digenapin,
** jgn lupa juga nulis PRO-nya ya
Contoh kasus
Nn. Intan, 18 thn, BB 42kg, dtg kr dokter karena demam dan tenggorokan sakit untuk
menelan. Intinya diagnosi Faringitis
Berikan terapi untuk pasien
– Antibiotik amoksisilin, 3x sehari 500mg, selama 7 hr, sesudah makan
– Antipiretik parasetamol, 3x sehari 500mg, selama 3 hari, sesudah makan,
bila demam
Penyelesaian
66
Antibiotik amoksisilin
– Dosis 500mg 3x sehari selama 7 hari
– Jumlah yg diperlukan 21 buah
Antipiretik parasetamol
– Dosis 500mg 3x sehari selama 3 hari
– Jumlah yg diperlukan 9 buah buletin jd 10 buah
Penulisan resep
Amoksisilin
R/ Caps amoksisilin 500mg no. XXI
S 3 dd caps I p.c
**utk tau parasetamol ato amoksisilin itu bentuknya tablet ato kapsul
** bentuk sediaannya bisa diliat di MIMS/ISO
Parasetamol
R/ Tab parasetamol 500mg no. X
S 3 dd tab I p.c. p.r.n demam
Sirup
Mengandung byk gula sering jadi bentuk obat pilihan utama untuk anak-anak
Biasanya bentuk kemasannya dalam flask (fls)
Takaran minumnya biasanya sesuai dengan ukuran sendok asli / bawaannya
Biasa sering ada istilah forte artinya dosis yg tingginya
Contoh amoksisilin sirup ada yg 125mg/5cc atau ada jg yg 250mg/5cc
250mg/5cc ini bisa disingkat jadi amoksisilin sirup forte
Contoh kasus
Kasusnya sama kyak yg pulveres diatas
An. Puri, 18bln, BB 12kg, dibawa ke dokter krn demam tinggi sejak 2 hari lalu.
Berikan antibiotik sirup
– Amoksisilin, dosis anak 25-50 mg/kg BB/hari, 3x sehari, selama 7 hari,
minum sesudah makan,
Penyelesaian
25-50mg/kg BB/hari 300 – 600mg/hari 100 – 200mg/kali
Karena 100-200mg/kali minum dan ukurannya ada yg 125mg/5cc ama 250mg/5cc
kita pilih yg 125mg/5cc aja
3x7 21 kali minum 21x 5cc 105 cc
1 botol amoksisilin sirup isinya 60ml, jadi kita butuh 2 botol
67
Penulisan resep
R/ Amoksisilin syr 125mg/5cc fls No. II
S 3dd c.orig I p.c.
Sendok original/bawaan
dari obatnya (dlm hal ini
5cc)
68
Obat kumur
• Penulisan obat kumur juga gak susah, Cuma yg perlu diinget itu bentuk sediaannya
ama bentuk kemasannya.
• Obat kumur ini kita juga cuma dapetnya di modul pengindraan dan dikit bgt, bahkan
cuma 1 soal. Jadi ini langsung ke contohnya ya.
Contoh kasus
• Resepkan obat kumur berikut untuk pasien
faringitis!
– Solusio povidon iodin 1% dikumur 2x sehari
(kumur untuk faring)
• Penyelesaian:
R/ Sol Povidon iodin 1% fls No. I
S 2 dd garg Flask botol
kaca
Solusio
Obat Topikal
Obat topikal ini perhitungan dan penulisannya juga agak berbeda karena bentuknya
yg biasa salep ato krim ato sejenisnya (obat luar).
Untuk perhitungannya yg gw dapet dr fasil farmasi sih menggunakan cara 9%, yang
membagi regio-regio tubuh jadi 9%. Lebih jelasnya bisa diliat di slide berikutnya.
69
Contoh kasus
Tn. T, 44 th, mengeluh gatal2 di kepala dan berketombe. Selain itu di lipat paha kanan
dan kiri juga terdapat bercak merah kehitaman yg gatal.
DK : tinea kapitis dan tinea kruris
Tulis resep untuk terapi topikal
– Tinea kapitis Ketokonazol 2% shampo. 1 botol isinya 100ml. Oles dan
bilas setelah 5-10 menit, 2x seminggu selama 14 hari, pada pagi hari.
– Tinea kruris Ketokonazol krim 2% (pilihan kemasan ada tube yg 5g dan
10g), 2x sehari (pagi dan malam) selama 3 hari, oleskan pada bagian yang
sakit.
Penyelesaian
• Untuk yang tinea kapitis sediaannya dalam bentuk shampo. Karena jika di kepala
(bagian yang berambut) tidak lazim dikasi krim.
• Penghitungannya:
– Untuk yang tinea kapitis gak usah bingung. Jumlah botolnya 1 aja, karena
kemasannya 100ml per botol. Sedangkan pakenya cuma sedikit 4 kali
selama 14 hari.
– Untuk tinea kruris, anggaplah lipatan paha itu besarnya setelapak tangan,
maka 1%. karena kanan kiri jadi 2% jadi total butuh 1gr krim tiap kali
pakai.
– Karena butuhnya 6x (2x3) total butuh 6 gram. Jadi kita pakenya tube yang
10 gram aja.
70
Penulisan resep
• Tinea kapitis • Tinea kruris
• Peresepan untuk infus dan injeksi cukup byk, tp gak tlalu susah utk diapalin.
• Untuk infus dan injeksi kita butuh:
– Obatnya bentuknya biasanya bubuk/serbuk jadi jangan lupa untuk
meresepkan air utk melarutkan obatnya
– Water for Injection
– Infus setnya
– Spuit (ada ukurannya)
– Cairan infusnya (e.g. dextrose, dll)
– Kanul intravena
• Masing2 diatas ini butuh peresepan sendiri2
Contoh kasus
Tn. A 40 th, ke IGD dgn keluhan demam tinggi sore hari. Kesadaran berkabut,
bradikardi relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegali
DK : demam tifoid
Resepkan terapi antibiotik sediaan injeksi
– Ceftriakson injeksi 1g, 1x3g dalam dextrose 5% 100cc selama 30menit selama
3-5 hari
– **setiap 1g obat harus larutkan ke dalam 10mL aquabidest pro injeksi IV
Penyelesaian
Dextrose 5% ini cairan infusnya mesti dimasukin obatnya 3g ke cairan infus ini.
Setiap hari cuman diinfus sekali selama 30 menit terapi selama 3-5 hari.
Anggeplah kita pake yg 5 hari.
Total obat yg diperluin 15 vial (3g x 5hr)
• Krn obat 3g/hari, jadi kita butuh Water for injection (WfI) sebanyak 30ml untuk
pelarutnya
• Sediaan WfI yg tersedia itu 25ml/flc. Jadi dalam 1 hari butuh 2 flc. (jgn lupa air
sisanya gak bisa disimpen buat bsok, krn WfI ini sekali pake d, jd gak bisa itung total
butuh pelarutnya trus lgsg dibagi 25ml gitu)
• Krn kita selama 5 hari butuh 10flc WfI
• Butuh spuitnya yg 10cc krn kita mesti campur obatnya dgn 10ml WfI tiap 1g
Untuk
Penulisan resepnya
R/ Inj Ceftriaxon 1g vial No.XV
S pro inj
R/ Spuit 10cc No. V
S pro inj
R/ Water for Injection flc No. X
S pro inj
Boleh juga
R/ Infus set No.I diganti Sol
S pro infus (solusio)
R/ Infus Dextrose 5% 100cc kolf No. V
Ukurannya
S pro infus
R/ Kanul intravena (Venflon) 18 No.I Venflon ini nama
S pro infus merknya. Boleh ditulis
lgsg venflon aja tanpa
kanul intravenanya.
72
Obat tetes
Obat tetes untuk mata dengan telinga tidak terlalu beda. Namun pada bagian cara
pemakaiannya yang perlu dibedakan.
– Telinga auric
– Mata oculo
Penulisan resep
R/ Sol H2O2 3% 5cc Gutta = tetes
Telinga kanan
Tn. Tegar 55 th, ke IGD krn mata kanan kiri merah dan pedih jika kena cahaya. 2
hari lalu karena kemasukan serpihan logam. Pengelihatan buram
DK: ulkus kornea ODS e.c. bakteri
Berikan obat
– Antibiotik topikal gentamycin tetes mata (solusio) 1 tetes tiap jam pada
mata kanan dan kiri
– Antibiotik topikal gentamycin salep oles 1x sehari malam hari sebelum
tidur pada mata kanan dan kiri
– Siklopegik sulfas atropin tetes mata 1 tetes 3x sehari pada mata kanan dan
kiri
73
Penulisan resep
R/ Gentamycin eyedrops fls No.I Tiap jam