Anda di halaman 1dari 79

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIK

BLOK DASAR DIAGNOSIS DAN TERAPI

SEMESTER III

Editor
Tim Prodi Kedokteran FKIK Uniba

PRODI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
2016
1
DAFTAR ISI HALAMAN

Peraturan Kegiatan Skills Lab(CSL) /praktikum 3

CSL Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital 4

CSL Pembacaan Foto Toraks 9

CSL Pengukuran Antropometri 14

Obat 24

Prinsip Penulisan Resep 34

2
PERATURAN KEGIATAN SKILLS LAB (CSL) DAN PRAKTIKUM
PRODI KEDOKTERAN UNVERSITAS BATAM

1. Kegiatan CSL dan Praktikum dilaksanakan di Gedung Laboratorium Universitas Batam


2. Kegiatan CSL dan praktikum dibimbing oleh Seorang Instruktur CSL dan Praktikum
3. Kegiatan CSL dan praktikum dilaksanakan di ruang laboratorium yang telah ditetapkan oleh pihak
laboratorium.
4. Sebelum kegiatan CSL dan Praktikum dimulai petugas piket (dari mahasiswa) yang bertugas di hari tersebut
wajib lapor ke petugas laboratorium dan mengisi formulir peminjaman alat dan bahan yang disediakan oleh
pihak laboratorium
5. Petugas piket wajib menyiapkan alat dan bahan untuk kegiatan CSL dan praktikum yang akan dilaksanakan
6. Setelah kegiatan CSL dan Praktikum selesai petugas piket wajib melapor kepada petugas laboratorium dan
mengembalikan alat dan bahan yang telah digunakan.
7. Mahasiswa harus hadir diruangan kelas 15 menit sebelum kegiatan CSL dan praktikum dimulai
8. Mahasiswa tidak boleh datang terlambat ke ruang praktikum/ CSL
9. Mahasiswa yang terlambat atau tidak hadir akan di catat oleh ketua kelas dan dilaporkan kepada koordinator
blok yang bersangkutan
10. Selama kegiatan CSL dan praktikum mahasiswa wajib menjaga ketenangan dan kenyamanan ruangan kelas
11. Mahasiswa Wajib menjaga kondisi alat dan bahan CSL dan praktikum dalam kondisi baik.
12. Apabila terjadi kerusakan pada alat dan bahan CSL dan praktikum yang diakibatkan oleh kelalaian
mahasiswa, maka mahasiswa tersebut wajib mengganti kerusakan yang terjadi.
13. Mahasiswa yang hadir pada saat kegiatan CSL dan praktikum wajib mengisi lembar absensi kegiatan CSL
dan praktikum
14. Lembar absensi kegiatan CSL dan praktikum di pegang oleh ketua kelas blok
15. Lembar absensi diserahkan kepada koordinator blok setiap akhir blok
16. Mahasiswa Wajib mengikuti setiap kegiatan CSL dan praktikum beserta Review CSL dan praktikum yang
dilaksanakan di dalam Blok.
17. Mahasiswa yang tidak hadir dengan alasan sakit wajib menyerahkan surat keterangan sakit dari dokter sehari
setelah Kegiatan CSL dilaksanakan
18. Mahasiswa mengikuti Kegiatan CSL dan praktikum dengan memakai pakaian yang rapi dan sopan ( Tidak
boleh ketat, terbuka,transparan, berbahan jeans, T-shirt, sandal,sepatu sandal).
19. Khusus bagi mahasiswi perempuan di Wajibkan mengenakan Rok yang panjang
20. Mahasiswa harus mengenakan name tag.
21. Mahasiswa harus mengenakan jas lab selama mengikuti kegiatan praktikum/ CSL, dan jas lab harus dilepas
sebelum meninggalkan laboratorium.
22. Peraturan ini dibuat untuk kelancaran kegiatan CSL dan praktikum dan apabila ada perubahan akan di revisi
dikemudian hari.

Batam, September 2016


Mengetahui
Dekan FK Uniba

ttd

dr. H. Saiful Batubara, M. Pd

3
ANAMNESIS

Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan
berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara
mencari data :

1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah
identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan.

1. Riwayat Penyakit Sekarang,


Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah keluhan
yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan,
misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih
dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis
dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :

4
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.

Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :


1. Lokasi Sakit
Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu ditanyakan lebih lanjut
secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta menunjukkan
dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dan penjalarannya ke arah mana.

Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas dan
duodenum; sebelah kiri lambung; sebelah kanan duodenum, hati, kandung
empedu; di atas hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung.

Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di pankreas atau
duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas lambung dan duodenum; bawah
belikat kanan kandung empedu; bahu kanan duodenum, kandung empedu,
diafragma kanan; bahu kiri diafragma kiri.

2. Onset dan kronologis


Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung berapa lama.
Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul atau menetap.
Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila nyeri ulu hati timbul
secara ritmik curiga ulkus peptikum, malam hari ulkus peptikum dan tiap pagi
dispepsia non ulkus.

5
3. Kualitas (sifat sakit)
Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa sakit
yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk, menunjukkan
inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull) seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu
yang bergerak biasanya menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna,
empedu). Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).

6
4. Kuantitas (derajat sakit)
Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini tergantung dari
penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena dipengaruhi antara lain kepekaan
seorang penderita terhadap rasa sakit, status emosi dan kepedulian terhadap penyakitnya.

Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya
mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.

5. Faktor yang memperberat keluhan.


Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti aktifitas makan, fisik,
keadaan atau posisi tertentu. Adakah makanan/ minuman tertentu yang menambah sakit,
seperti makanan pedas asam, kopi, alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/
minum menambah sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan pankreas.
Aktifitas fisik dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis, apendisitis, perforasi,
peritonitis dan abses hati. Batuk, nafas dalam dan bersin menambah sakit pada pleuritis.

6. Faktor yang meringankan keluhan.


Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit, misalnya dengan
minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan adanya inflamasi di saluran cerna
bagian atas. Bila posisi membungkuk dapat mengurangi sakit menunjukkan proses
inflamasi dari pankreas atau hati.

7. Keluhan yang menyertai


Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan faktor pencetusnya,
misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang perlu ditanyakan lebih lanjut adalah

- Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?


- Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?
- Adakah ikterik ?
- Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
- Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat dingin
atau badan lemas ?
- Adakah penurunan berat badan ?

7
Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four & Sacred Seven.

8
2. Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir penyakit apa, sehingga
pengetahuan anatomi dan fisiologi harus dikuasai dengan baik.
3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan

pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan
terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit yang
relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll),
perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk
wanita).

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak
keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular.

4. Riwayat sosial dan ekonomi


Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan
pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obat-
obatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).

9
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat ada beberapa bagian dari ”ANAMNESIS”.
A. TAHAP – TAHAP ANAMNESIS yang terdiri atas:
1. Initial exploration : Berisi keluhan utama pasien.
2. Further exploration : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan pasien, baik dari
sisi penyakit maupun perspektif pasien.

10
3. Essential background information.

B. ISI (content) yang terdiri atas :


1. Disease framework
2. Illness framework

Baik disease framework maupun illness framework termasuk dalam tahap further
exploration.

Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis (The
Sacred Seven) merupakan bagian dalam ”disease framework”, dan berguna untuk mencari
kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien.

Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dapat kita jabarkan sebagai
berikut : Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari ”initial exploration”; Riwayat
Penyakit Dahulu (RPD), Riwayat Kesehatan Keluarga serta Riwayat Sosial dan Ekonomi
merupakan bagian dari ”essential background information”.

KETERAMPILAN YANG HARUS DIKUASAI DALAM MELAKUKAN


ANAMNESIS

KETERAMPILAN MENGEKSPLORASI MASALAH PASIEN :


1. Memberi kesempatan pada pasien untuk menceritakan permasalahan yang dihadapinya
(dengan kata – kata pasien sendiri).
2. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup secara tepat. Mulailah dengan pertanyaan
terbuka terlebih dahulu, baru diikuti dengan pertanyaan tertutup.
3. Dengarkan dengan penuh perhatian. Berilah kesempatan pada pasien untuk menyelesaikan

ceritanya, dan jangan menginterupsi.


4. Berilah kesempatan pada pasien untuk memberikan respons baik secara verbal maupun
nonverbal. Tehnik yang digunakan bisa pemberian dukungan/ dorongan, adanya
pengulangan, paraphrasing, interpretasi, dll.
5. Mengenali isyarat verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh pasien.

11
6. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, atau yang membutuhkan suatu
keterangan tambahan.
7. Secara berkala buatlah ringkasan dari pernyataan yang dibuat pasien untuk memverifikasi

pengertian anda. Mintalah pasien untuk mengkoreksi pernyataan anda, atau mintalah pada
pasien untuk memberikan keterangan tambahan bila diperlukan.
8. Gunakan pertanyaan yang ringkas dan mudah dipahami. Hindari menggunakan istilah –
istilah medis yang tidak dipahami pasien.
9. Buatlah urutan waktu suatu kejadian.

CONTOH KASUS

Seorang laki-laki umur 24 tahun mengeluh nyeri pinggang.

Anamnesis yang sistematis adalah :


Dengan menggunakan pertanyaan terbuka, galilah mengenai keluhan utama pasien,
yaitu pada kasus ini adalah : Nyeri pinggang.

Pada penggalian informasi lebih lanjut tanyakan :


1. Lokasi nyeri : pertengahan daerah lumbal kadang-kadang menjalar ke tungkai atas dan
kaki kanan
2. Onset & kronologi : berangsur-angsur sejak bekerja di kebun, sudah dirasakan selama 3
hari, memburuk waktu sore, membaik waktu pagi.
3. Kuantitas nyeri : ringan, namun tidak dapat bekerja, karena rasa kurang nyaman
4. Kualitas nyeri : nyeri tumpul.
5. Faktor pemberat : bertambah nyeri bila digerakkan, masuk kendaraan dan batuk,
6. Faktor peringan : bila diam terlentang.
7. Gejala yang menyertai : kaku

12
Sistem saraf perifer : Tidak ada kelemahan atau perubahan sensorik
Sistemik : Tidak ada demam

13
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat jatuh disangkal
- Riwayat batu ginjal disangkal

Riwayat sosial: Pasien tinggal sendiri, bekerja sebagai salesman, dalam sepekan pada akhir
minggu mengelola sebuah peternakan kecil., hobi bermain bowling.

Keuangan : Tidak mempunyai asuransi kesehatan.


11

CHECKLIST PENILAIAN
KETERAMPILAN ANAMNESIS/ HISTORY TAKING

SKOR
No ASPEK
0 1 2
PENILAIAN
MEMBUKA WAWANCARA
1 Menyapa pasien
2 Memperkenalkan diri
3 Menunjukkan sikap hormat dan respek pada pasien
4 Mengidentifikasi dan mengkonfirmasi permasalahan pasien
5. Menegosiasikan agenda konsultasi
ANAMNESIS
6 Menanyakan identitas penderita
7 Menanyakan keluhan utama
8 Menanyakan lokasi
9 Menanyakan onset dan kronologi
10 Menanyakan kualitas keluhan
11 Menanyakan kuantitas keluhan
12 Menanyakan faktor-faktor pemberat
13 Menanyakan faktor-faktor peringan
14 Menanyakan gejala penyerta
15 Menanyakan riwayat penyakit dahulu
16 Menanyakan riwayat kesehatan keluarga
17 Menanyakan riwayat sosial ekonomi
18 Menanyakan kebiasaan pribadi
19 Penggunaan bahasa yang mudah dipahami pasien
20 Menggunakan pertanyaan terbuka secara tepat
21 Menggunakan pertanyaan tertutup secara tepat
MENUTUP WAWANCARA
22 Menanyakan pada pasien apakah ada hal yang terlewat
23 Menutup wawancara dengan membuat suatu ringkasan
24 Membuat kesepakatan dengan pasien (contracting)
SAMBUNG RASA DENGAN PASIEN
25 Menunjukkan tingkah laku (non verbal) yang sesuai
26 Bila melakukan kegiatan lain (misal melihat catatan atau
menulis), tidak sampai mengganggu proses wawancara
dengan pasien.
27 Tidak menghakimi
28 Memberikan empati dan dukungan terhadap pasien
29 Tampak percaya diri
KETERAMPILAN MENSTRUKTUR WAWANCARA
30. Menggunakan signposting
31 Menjalankan wawancara dengan urutan yang logis/ tepat
32 Memperhatikan waktu
JUMLAH SKOR
12

KETERAMPILAN KLINIS
PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL

PENDAHULUAN

Tanda-tanda vital terdiri pernafasan, denyut nadi, tekanan darah dan temperatur dapat
memberikan informasi utama pasien termasuk masalah medis akut maupun kronis atau
keadaan penyakitnya.

Frekuensi penafasan normal pada dewasa adalah 14-20 x/menit. Pernafasan yang
lambat disebut bradipnoe. Pernafasan yang cepat disebut tachipnoe.
Pemeriksaan frekuensi nafas dapat dilakukan dengan cara inspeksi ataupun auskultasi
(dengan cara meletakkan stetoskop pada trakea penderita).
Tipe penafasan terbagi:
1. Torakal
2. Abdominal
3. Torako abdominal

Denyut nadi dinilai pada arteri – arteri besar seperti: arteri karotis, arteri femoralis, arteri
radialis (yang terbanyak dilakukan).
Yang dinilai adalah:
- Frekuensi, nilai normal 60-100 kali permenit. Nadi yang lambat disebut
bradikardi. Nadi yang cepat disebut takikardi.
- Ritme (irama), reguler atau irreguler. Jika irreguler, dapat dikonfirmasi dengan
mendengar suara jantung.
- Volume, apakah volume normal atau menurun.

Alat yang digunakan sphygmomanometer (tensimeter air raksa) dan ukuran dalam
mmHg.

Alat ini terdiri dari:


- manometer 0-300mmHg
- cuff
- bladder ( karet pembalut yang dapat diisi udara bertekanan)
- pompa
- pipa karet

Pemilihan cuff yang sesuai:


- Lebar bladder cuff harus ± 40% dari lingkar lengan atas ( ±12-14cm  ukuran
rata – rata dewasa).
Panjang bladder harus ± 80% dari lingkar lengan atas.

KLASIFIKASI TEKANAN DARAH DEWASA (>18 TAHUN)


Kategori Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Stage 1 140-159 90-99
Stage 2 ≥160 ≥100
13

Ada 2 jenis termometer yaitu termometer gelas (termometer air raksa) dan
termometer elektronik. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada oral, rektal, aksila
dan membran timpani.
Satuan yang sering digunakan derajat Celcius. Suhu normal di:
- oral : 35,80C – 37,30C
- rektal: lebih tinggi ± 0,4-0,50C dari pada oral
- aksila : lebih rendah ± 10C dari pada oral
- membran timpani: lebih tinggi ± 0,80C dari pada oral

Temperatur oral. Jika menggunakan termometer air raksa, turunkan air raksa sampai ≤
35,00C, letakkan di bawah lidah, perintahkan penderita untuk menutup mulutnya, tunggu
3-5 menit, baca nilainya, masukkan lagi selama 1 menit, kemudian baca lagi.Jika suhu
masih meningkat, ulangi pemeriksaan sampai suhu stabil.

Minuman dingin atau panas serta merokok dapat mengacaukan pengukuran temperatur
oral. Pada situasi seperti tersebut, tunda pemeriksaan selama 10-15 menit.
Jika menggunakan termometer elektronik, masukkan termometer dibawah lidah,
perintahkan penderita untuk menutup mulut, kemudian perhatikan hasil yang tertulis.
Pengukuran yang akurat biasanya membutuhkan waktu ± 10 detik.

Temperatur oral tidak disarankan pada penderita:


- kesadaran menurun
- restless
- tidak mampu untuk menutup mulut.

Temperatur rektal. Perintahkan penderita untuk berbaring miring ke satu sisi dengan
sendi panggul flexi. Pilih termometer rectal yang memiliki ujung pendek, lubrikasi
ujungnya, masukkan sedalam 3-4cm (1,5 inci) ke dalam rongga anus, dengan arah ke
daerah umbilikus. Keluarkan setelah 3 menit, kemudian bada hasilnya.
Jika menggunakan termometer elektronik, setelah ujungnya dilubrikasi, tunggu selama 10
detik, kemudian catat hasilnya.

Temperatur axilla. Pengukurannnya membutuhkan waktu kira – kira 5 – 10 menit dan


pada umumnya kurang akurat dibandingkan pengukuran ditempat lain.

Temperatur membran timpani. Pengukuran pada daerah ini makin sering digunakan,
membutuhkan waktu yang singkat, aman dan dapat dipercaya jika dilakukan dengan
tepat. Pastikan rongga telinga luar bersih dari cerumen. Posisikan ujung termometer pada
rongga telinga sehingga sinar infra merah mengarah ke membran timpani. Tunggu selama
2-3 detik sampai hasil dari temperatur digital tersebut muncul. Metode ini mengukur suhu
inti tubuh (core body temperature), dimana suhunya sedikit lebih tinggi dari suhu normal
oral.

TUJUAN KEGIATAN

TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu meningkatkan keterampilan dalam
pemeriksaan tanda vital dengan teknik yang benar pada penderita.
14

TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tanda vital:
1. Penghitungan frekuensi pernafasan dengan cara yang benar
2. Penghitungan frekuensi denyut nadi dengan cara yang benar
3. Pengukuran tekanan darah dengan cara yang benar
4. Pengukuran suhu tubuh dengan cara yang benar

RUJUKAN
1. Bickley LS, Szilagyi PG. Guide to Physical Examination and History Taking. 9th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins ; 2007
2. Kasper et al, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. New
York : McGraw Hill ; 2005

PERALAT DAN BAHAN


- Tensimeter air raksa (sphygmomanometer)
- Stetoskop
- Termometer air raksa
- Stop watch / jam tangan dengan hitungan detik
- Kapas dan alkohol 70%
- Kain kasa

TEKNIK PELAKSANAAN

Cara melakukan pemeriksaan Suhu Tubuh di Aksila


1. Mempersilahkan pasien duduk
2. Bersihkan ujung termometer dengan alkohol 70%.
3. Turunkan permukaan air raksa pada termometer hingga mencapai ≤ 35,00C
dengan cara mengibaskannya ke bawah.
4. Keringkan daerah aksila kiri dengan kain kasa bersih.
5. Posisikan ujung termometer air raksa yang dilapisi besi pada fossa aksila dan
biarkan selama 3-5 menit.
6. Cabut dan lihat dimana posisi air raksa pada termometer

Cara pemeriksaan frekuensi dan tipe pernafasan :


1. Penderita dalam posisi duduk.
2. Usahakan agar penderita tidak mengetahui bahwa pemeriksa akan menghitung
frekuensi nafasnya. Cara mengalihkan perhatiannya adalah dengan berpura – pura
menghitung nadi penderita.
3. Pemeriksaan frekuensi pernafasan ini dilakukan dengan cara inspeksi.
4. Frekuensi nafas dihitung selama 1 menit.
5. Pada saat menghitung frekuensi pernafasan, pemeriksa juga harus memperhatikan
tipe pernafasan penderita.

Cara melakukan pemeriksaan Denyut Nadi :


1. Pasien dalam keadaan duduk dan pemeriksa berada di sebelah kanan.
2. Raba arteri radialis kanan penderita dengan ujung – ujung jari kedua dan ketiga
tangan kanan pemeriksa dan cari tempat pulsasi yang maksimal
3. Hitung frekuensi nadi selama 1 menit, selama melakukan penghitungan,
perhatikan juga apakah ritme nya teratur atau tidak, serta volumenya normal atau
menurun.
15

Cara melakukan pemeriksaan Tekanan darah

Persiapan sebelum pengukuran tekanan darah :


1. Idealnya, beritahukan penderita untuk tidak merokok atau meminum minuman
yang mengandung kafein ± 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.
2. Pastikan kamar periksa tenang dan nyaman.
3. Perintahkan penderita untuk duduk (istirahat) selama 5 menit di kursi. Lengan
diletakkan sejajar dengan jantung.
4. Pastikan lengan yang akan diperiksa tidak ditutupi oleh pakaian. Pastikan juga
tidak ada fistula arteri-vena untuk dialisa, skar (bekas luka) pemotongan arteri
brakial, tanda – tanda limfedema.
5. Palpasi arteri brakial untuk memastikan pulsasinya baik.
6. Posisikan lengan sehingga arteri brakial pada fossa antekubiti berada sejajar
dengan jantung
7. Jika penderita duduk, letakkan lengan pada meja yang lebih tinggi sedikit dari
pinggang penderita. Jika berdiri, untuk mempertahankan posisi lengan setinggi
pertengahan dada penderita.

Langkah – langkah untuk mengukur tekanan darah :

1. Lilitkan bagian bladder cuff di medial lengan atas, tepat di atas arteri brakialis,
bagian bawah cuff berada 2,5 cm proksimal fossaantekubiti, sejajar dengan letak
jantung. Pastikan lilitan cuff tidak terlalu ketat ataupun terlalu longgar. Posisikan
lengan penderita sehingga sedikit flexi pada sendi siku.
2. Sebelum memompa cuff, buka kunci sphygmometer terlebih dahulu kemudian
kunci katub pompa (jangan terlalu kuat). Hadapkan sphygmomanometer ke arah
pemeriksa.
3. Untuk menetapkan tingginya tekanan cuff, pertama – tama perkirakan tekanan
sistole dengan cara palpasi pada arteri radialis. Rasakan pulsasi arteri radialis
dengan jari kedua dan ketiga tangan kiri, secara cepat pompa cuff hingga
menggembung sampai pulsasi arteri radialis menghilang. Baca tekanan yang
dihasilkan pada manometer, kemudian tambahkan 30 mmHg. Jumlah tekanan
tersebut merupakan target untuk menetapkan tingginya tekanan cuff pada saat
pemeriksaan, sehingga dapat mencegah ketidaknyamanan yang mungkin terjadi
akibat tingginya tekanan cuff yang sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini juga
mencegah error yang kadang –kadang disebabkan oleh auscultatory gap
(merupakan silent interval yang muncul antara tekanan sistole dan diastole).
4. Kempiskan cuff dengan cepat dan sempurna, dan tunggu selama 15-30 detik.
5. Pemeriksa memasang stetoskop. Kemudian letakkan bell stetoskop di atas arteri
brakial (pastikan seluruh pinggir bagian bell stetoskop tersebut menempel pada
lengan, sehingga suara Korotkoff dapat didengar dengan jelas). Karena suara
Korotkoff tidak begitu kuat, maka sebaiknya didengar dengan bell stetoskop.
6. Pompa cuff sampai level yang telah ditetapkan tadi, kemudian kempiskan secara
perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik. Perhatikan dimana terdengar
suara pertama kali dan ini merupakan tekanan sistole.
7. Lanjutkan menurunkan tekanan secara perlahan sampai suara menghilang
sempurna dan ini merupakan tekanan diastole. Turunkan tekanan sampai angka 0.
16

8. Catat kedua tekanan tersebut. Tunggu selama 2 menit, ulangi pemeriksaan. Rata –
ratakan hasil yang didapat. Jika 2 pembacaan tersebut berbeda sebesar 5 mmHg
atau lebih, pemeriksaan diulang.

9. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada kedua lengan. Normalnya,


didapati perbedaan sebesar 5 mmHg, kadang – kadang bisa sampai 10 mmHg.
Pemeriksaan yang berikutnya sebaiknya dilakukan pada lengan yang memiliki
tekanan yang lebih tinggi.
17

LEMBAR PENGAMATAN KETERAMPILAN KLINIK


TANDA-TANDA VITAL

ASPEK YANG DINILAI NILAI


0 1 2
I. PERKENALAN
1. Memberikan salam, memperkenalkan diri dan mempersilahkan
pasien duduk
2. Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan
3. Meminta persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan
II. PEMERIKSAAN SUHU TUBUH
1. Membersihkan ujung termometer dengan alkohol 70%.
2. Menurunkan permukaan air raksa pada termometer hingga
mencapai ≤ 35,00C dengan cara mengibaskannya ke bawah
3. Mengeringkan daerah aksila kiri dengan kain kasa bersih.
4. Memosisikan ujung termometer air raksa yang dilapisi besi pada
fossa aksila dan biarkan selama 3-5 menit.
5. Menyabut dan melihat dimana posisi air raksa pada termometer dan
catat
III. PEMERIKSAAN FREKUENSI DAN TIPE PERNAFASAN :
1. Memosisikan pasien dalam keadaan duduk.
2. Mengusahakan agar penderita tidak mengetahui bahwa pemeriksa
akan menghitung frekuensi nafasnya. Cara mengalihkan
perhatiannya adalah dengan berpura – pura menghitung nadi
penderita
3. Memeriksa frekuensi pernafasan dengan cara inspeksi.
4. Menghitung frekuensi pernafasan dalam 1 menit dan mengamati
tipe pernafasan penderita serta mencatat.
IV. PEMERIKSAAN DENYUT NADI
1. Memosisikan pasien dalam keadaan duduk dan pemeriksa berada di
sebelah kanan.
2. Meraba arteri radialis kanan penderita dengan ujung – ujung jari
kedua dan ketiga tangan kanan pemeriksa dan mencari tempat
pulsasi yang maksimal
3. Menghitung frekuensi nadi selama 1 menit, selama penghitungan
perhatikan ritme dan volumenya serta mencatat.
V. PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH
1. Melilitkan bagian bladder cuff di medial lengan atas, tepat di atas
arteri brakialis, bagian bawah cuff berada 2,5 cm proksimal
fossaantekubiti, sejajar dengan letak jantung. Pastikan lilitan cuff
tidak terlalu ketat ataupun terlalu longgar. Posisikan lengan
penderita sehingga sedikit flexi pada sendi siku.
2. Membuka kunci sphygmomanometer terlebih dahulu sebelum
18

memompa cuff dan mengunci katup pompa serta menghadapkan


sphygmomanometer ke arah pemeriksa.
3. Memompa cuff sehingga pulsasi arteri radialis menghilang serta
membaca tekanan yang tertera pada manometer.
4. Memompa cuff untuk menaikkan tekanan 30 mmHg lebih tinggi
dan perhatikan.
5. Mengempiskan cuff dengan cepat dan sempurna, dan tunggu selama
15-30 detik.
6. Memasang stetoskop dan meletakkan bellnya di atas arteri brakialis.
7. Memompa cuff sampai level yang telah ditetapkan pada poin 4.

8. Mengempiskan secara perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per


detik dan menderdengar suara pertama kali terdengar sistole.
9. Menurunkan tekanan secara perlahan sampai suara menghilang
sempurna dan ini merupakan tekanan diastole serta menurunkan
tekanan sampai angka 0.
10. Mencatat tekanan Sistole dan Diastole.
11. Membuka cuff, menggulung, mengunci air raksa dan menutup
manometer.
12. Mendokumentasikan hasil pemeriksan pada formulir terlampir.
19

KETERAMPILAN KLINIK
PEMBACAAN FOTO TORAKS

PENDAHULUAN

Foto toraks merupakan foto terbanyak hampir disemua Instalasi/Departemen


Radiologi . Selain foto toraks ada beberapa pemeriksaan radiologis lainnya untuk toraks
antara lain : CT- Scan, Ultrasonografi, MRI, Kedokteran nuklir, Angiografi, Flouroscopi.
Namun untuk pemeriksaan radiologis toraks biasanya di dahului dengan foto toraks
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis lainnya. Pada saat ini foto toraks dapat
dilakukan secara konvensional/manual dan secara digtal/ computerized yang disebut
digital radiography.
Perlu diketahui gambaran radiologis normal dari sebuah foto toraks untuk dapat
mengerti kelainan yang terlihat pada sebuah foto toraks.
Beberapa penyakit/kelainan yang dapat terlihat pada sebuah foto toraks antara lain :
infeksi di paru (spesifik maupun non spesifik), tumor, kelainan kongenital di paru
maupun di jantung, kelainan jantung di dapat, kelainana akibat trauma, kelainan pada
tulang maupun jaringan lunak dinding toraks.

1. Yang dinilai pada foto toraks :


1.1. Jantung
 Ukuran dan cara mengukurnya
 Batas – batas jantung kanan / kiri dan terdiri dari apa
1.2. Paru
 Hitam / lusen disertai garis – garis putih
 Vaskular paru
 Kubah diafragma
 Inspirasi maksimal atau tidak
 Sinus frenikokostalis, frenikokardialis
1.3. Trakea : medial atau deviasi trakea
1.4. Tulang – tulang dinding toraks
 Kosta depan atau belakang
 Skapula
 Klavikula
1.5. Jaringan lunak dinding toraks
2. Cara membaca foto toraks:
 Hidupkan illuminator
 Letakkan foto toraks pada illuminator dengan sisi kanan foto berhadapan dengan
sisi kiri pembaca seolah - olah orangnya berhadapan dengan pembaca foto toraks.
 Apex paru foto toraks daerah cranial dan diafragma di caudal.
 Periksa kualitas film foto toraks tersebut : apakah kontras terlalu hitam atau terlalu
putih. Vertebra torakalis I-V harus terlihat dan diskus intervertebralis terlihat
samar-samar.
 Melihat identitas foto toraks : tanggal pembuatan, nama, umur, tanda kiri dan
kanan, jenis foto AP/PA
 Pada PA : letak diafragma sejajar dengan iga 9 -11 belakang kanan atau iga 5-6
depan kanan yang memotong pertengahan diafragma kanan (inspirasi maksimal).
 Penilaian jantung : CTR < 50 % : interpretasi normal
 Trakea : medial (posisi ditengah)
20

 Menilai paru dibagi atas :


- Lapangan atas (paratrakeal) : Iga 1 - 2
- Lapangan tengah (parahilar) : Iga 3 - 4
- Lapangan bawah (parakardial) : Iga 5 – 6
 Posisi hilus kiri lebih tinggi dibandingkan dengan hilus kanan.
 Menilai kedua sinus frenikus kostalis terlihat jelas
 Menilai kedua sinus frenikus kardiale terlihat jelas
 Menilai bentuk dome (kubah) diafragma convex (cembung) dan pinggiran licin
dan terlihat jelas. Hemidiafragma kanan lebih tinggi dari hemidiafragma kiri
sekitar 2 - 3 cm.
 Mengamati densitas tulang dinding toraks yaitu :
- Kosta : intact
- klavikula : simetris
- skapula : tidak menutupi kedua lapangan paru
 Mengamati jaringan lunak dinding toraks terlihat homogen.
21

Keterangan :

1. Trakea
2. Bronkus Utama kanan
3. Bronkus Utama kiri
4. Arkus aorta
5. Arteri Interlobaris kanan
6. Arteri pulmonalis kanan
7. Arteri pulmonalis kiri.
8. Trunkus anterior
9. Vena pulmonalis inferior kanan
10. Atrium kanan
11. Ventrikel kiri
12. Hemidiafragma kanan
13. Sinus frenikokardialis kanan
14. Sinus frenikokardialis kiri
15. Lambung
16. Hemidiafragma kiri
17. Sinus frenikokostalis kanan
18. Sinus frenikokostalis kiri
19-20. Bayangan mammae
21. Klavikula kanan
22. Klavikula kiri
22

TUJUAN KEGIATAN

TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan pembacaan
foto toraks secara sistematis dan benar.

TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Membaca gambaran paru normal dan kelainan paru.
2. Membaca gambaran jantung normal dan kelainan jantung.
3. Membaca gambaran tulang – tulang dinding toraks normal dan kelainan
tulang – tulang dinding toraks
4. Membaca gambaran jaringan lunak dinding toraks normal dan kelainan
jaringan lunak dinding toraks.
5. Menelusuri keluhan fisik dan hubungannya dengan kelainan pada foto toraks.
6. Membuat laporan pembacaan gambaran kelainan pada foto toraks.
7. Membuat kesimpulan diagnosis serta diagnosis banding.

RUJUKAN

1. Sjahriar Rasad Radiologi Diagnostik


2. David Sutton A Textbook of Radiology
3. Grainger & Allison Diagnostic Radiology
4. H. Luhur S.Soeroso Mutiara paru
5. Chung, K, Edward. Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition :
William and Wilkins ; 1987
6. Ganong, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta ; 1999
7. Isselbacher, et al, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 12 th ed, Mc Graw
Hill Inc : New York ; 1991
8. Rilianto, L, dkk, Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta ; 1996
9. Sastroasmoro,S, Buku Ajar Kardiologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia :
Jakarta ; 1994
10. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI : Jakarta ; 1994

PERALATAN DAN BAHAN


1. Illuminator (viewing box)
2. Foto toraks
3. Audiovisual.
4. Spidol, pulpen dan pencil
5. Penggaris
6. Formulir pembacaan foto toraks.
23

TEKNIK PELAKSANAAN
A. PERSIAPAN PEMBACAAN FOTO TORAKS
1. Hidupkan illuminator (viewing box)
2. Letakkan foto di illuminator dengan sisi kanan foto di sisi kiri pembaca dengan
apex paru di arah cranial

3. Baca identitas foto


- Identitas foto : nama, umur, jenis kelamin
- Tanggal pembuatan foto
- Tanda kanan dan kiri
- PA / AP
1. Kualitas film

PENILAIAN KONDISI FOTO TORAKS


1. Posisi Trakea : medial / deviasi
2. Klavikula : simetris / asimetris
3. Foto berdiri posisi PA dengan letak diafragma sejajar dengan iga 9 -11 belakang
kanan atau iga 5-6 depan kanan yang memotong pertengahan diafragma kanan
(inspirasi maksimal)
4. Kedua sinus frenikokostalis kanan dan kiri terlihat jelas
5. Kedua sinus frenikokardial kanan dan kiri terlihat jelas
6. Kedua skapula tidak menutupi lapangan paru
7. Vertebra torakalis I-V harus terlihat dan diskus intervertebralis terlihat samar-
samar

PENILAIAN GAMBARAN PARU


Amati lapangan paru atas, tengah dan bawah pada paru kanan dan kiri :
a. Lapangan paru ditandai dengan warna hitam dan adanya gambaran pembuluh
darah berupa garis-garis putih
b. Gambaran vaskular paru normal tampak berupa corak putih besar di tengah dan
makin ke perifer makin halus

PENILAIAN GAMBARAN JANTUNG


1. Tentukan posisi jantung pada foto toraks kontras foto
2. Tentukan letak / tinggi diaphragma kiri dan kanan
3. Tentukan besar jantung berdasarkan cardio thoracic ratio (CTR) :
a. buat garis tengah imaginer yaitu garis tengah vertebra torakalis
b. ukur jarak jantung kanan terjauh dari garis tengah tersebut (disebut garis
A)
c. ukur jarak jantung sebelah kiri terjauh dari garis tengah tersebut (disebut
garis B)
d. buat garis imaginer yang menyinggung kupula diafragma kanan (disebut
garis C)
e. CTR = A +B / C
notes : 35%  CTR  50%
Jantung membesar : CTR ≥ 50%
Jantung kecil : CTR 35%
4. Tentukan sinus frenikokostalis dan renikokardial
5. Tentukan posisi bagian-bagian jantung pada silhouette jantung
24

PENILAIAN GAMBARAN DINDING TORAKS


1. Amati densitas tulang kosta
2. Amati densitas tulang skapula
3. Amati densitas tulang klavikula
4. Amati jaringan lunak dinding toraks

DOKUMENTASI
1. Catat hasil pembacaan foto toraks
2. Buat kesimpulan diagnosis serta diagnosis banding.
3. Jelaskan anjuran selanjutnya.

LEMBAR PENGAMATAN PEMBACAAN FOTO TORAKS

NILAI
ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
A. PERSIAPAN PEMBACAAN FOTO TORAKS
1. Menghidupkan illuminator (viewing box)
2. Meletakkan foto di illuminator dengan sisi kanan foto di sisi kiri pembaca
dengan apex paru di arah cranial
3. Membaca identitas foto
- Identitas foto : nama, umur, jenis kelamin
- Tanggal pembuatan foto
- Tanda kanan dan kiri
- PA / AP

4. Kualitas film : baik/kurang baik

B. PENILAIAN KONDISI FOTO TORAKS


1. Posisi trakea : medial / deviasi
2. Klavikula : simetris / asimetris
3. Foto berdiri posisi PA dengan letak diafragma sejajar dengan iga 9 -11
belakang kanan atau iga 5-6 depan kanan yang memotong pertengahan
diafragma kanan (inspirasi maksimal).

4. Kedua sinus frenikokostalis kanan dan kiri terlihat jelas


5. Kedua sinus frenikokardial kanan dan kiri terlihat jelas
6. Kedua skapula tidak menutupi lapangan paru
7. Vertebra torakalis I-V harus terlihat dan diskus intervertebralis terlihat
samar-samar
C. PENILAIAN GAMBARAN PARU
Mengamati lapangan paru atas, tengah dan bawah pada paru kanan dan kiri :
a. Lapangan paru ditandai dengan warna hitam dan adanya gambaran
pembuluh darah berupa garis-garis putih
b. Gambaran vaskular paru normal tampak berupa corak putih besar di
tengah dan makin ke perifer makin halus

D. PENILAIAN GAMBARAN JANTUNG


a. Tentukan posisi jantung pada foto toraks kontras foto
b. Tentukan letak / tinggi diaphragma kiri dan kanan
25

c. Tentukan besar jantung berdasarkan cardio thoracic ratio (CTR) :


a. buat garis tengah imaginer yaitu garis tengah vertebra torakalis
b. ukur jarak jantung kanan terjauh dari garis tengah tersebut (disebut
garis A)
c. ukur jarak jantung sebelah kiri terjauh dari garis tengah tersebut
(disebut garis B)
d. buat garis imaginer yang menyinggung kupula diafragma kanan
(disebut garis C)
e. CTR = A +B / C

4. Menentukan sinus frenikokostalis dan frenikokardial


5. Menentukan posisi bagian-bagian jantung pada silhouette jantung

E. PENILAIAN GAMBARAN DINDING TORAKS


1. Mengamati densitas tulang kosta
2. Mengamati densitas tulang skapula
3. Mengamat densitas tulang klavikula
4. Mengamat jaringan lunak dinding toraks
F. DOKUMENTASI
1. Mencatat hasil pembacaan foto toraks
2. Membuat kesimpulan diagnosis serta diagnosis banding
3. Menjelaskan anjuran selanjutnya.
26

PENUNTUN SKILLS LAB


PENGUKURAN ANTROPOMETRI

PENGANTAR

Antropometri berasal dari kata: antropos (tubuh) dan metros (ukuran), dengan itu maka
antropometri berarti ukuran tubuh. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Jadi dalam antropometri dilakukan pengukuran:
- Variasi dimensi fisik
- Proporsi tubuh
- Komposisi kasar tubuh
Pengukuran antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari
berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya
terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh. Pengukuran antropometri ini dapat dilakukan sekali atau secara
serial. Ketrampilan pengukuran antropometri berkaitan dengan ketrampilan lain yang
sudah dan yang akan diperoleh mahasiswa:

TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum:
Setelah melakukan pelatihan keterampilan klinik Pengukuran Antropometri mahasiswa
mampu melaksanakan pengukuran antropometri dan memberikan interpretasi terhadap
hasil pemeriksaan.

Tujuan Instruksional Khusus:


Mahasiswa mampu melakukan :
a. Menimbang Berat Badan dan Mengukur Tinggi Badan
b. Pengukuran lingkar perut
c. Pengukuran lingkar lengan atas
d. Interpretasi terhadap masing-masing pengukuran

TEORI
Antropometri yang berasal dari kata antropos (tubuh) dan metros (ukuran), yang berarti
ukuran tubuh, sering digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai
ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Lebih dikenal sebagai antropometri
gizi, yang erat kaitannya dengan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Keunggulan Antropometri
1. Prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel cukup besar
2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, dapat dilakukan dengan pelatihan yang
singkat
3. Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah
setempat
4. Metode ini objektif dengan spesifisitas dan sensitifitas tinggi menjadikannya tepat
dan akurat, karena dapat dibakukan
5. Mengukur banyak variabel gizi yang signifikan (tinggi, berat, lingkar kepala,
lingkar lengan atas, ketebalan lemak bawah kulit, lingkar perut dan indeks masa
tubuh)
27

6. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau


7. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi buruk, kurang dan baik, karena
sudah ada ambang batas yang jelas
8. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu
generasi ke generasi berikutnya
9. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi

Syarat yang Mendasari Penggunaan Antropometri


1. Alat mudah didapat dan digunakan
2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif
3. Pengukuran tidak selalu harus oleh tenaga khusus profesional, dapat oleh tenaga
lain setelah mendapat pelatihan
4. Biaya relatif murah
5. Hasilnya mudah disimpulkan, memiliki cut of point dan baku rujukan yang sudah
pasti
6. Secara ilmiah diakui kebenarannya

Pengukuran dalam antropometri:


1. Massa tubuh:
a. Menimbang berat badan
b. Dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan (bagi individu yang
masih dalam usia pertumbuhan)
c. Alat: timbangan Dacin, Salter, Detecto

2. Dimensi linier:
1. Pengukuran Panjang Badan (PB), Tinggi Badan (TB)
2. PB untuk anak < 2 tahun, TB untuk > 2 tahun
3. Alat: infantometer (untuk PB), microtoise (untuk TB)

3. Komposisi tubuh
a. Pengukuran lemak subkutan (skinfold) di beberapa lokasi:
a. Triceps
b. Biceps
c. Subscapular
d. Suprailiaca

b. Lingkar lengan atas (LiLA)


c. Lingkar perut
d. Alat: caliper (biasa digunakan Harpenden caliper), pita LiLA, pita pengukur

PROSEDUR KERJA
6.1. Melakukan penimbangan Berat Badan dan pengukuran Tinggi Badan
6.2. Melakukan pengukuran Lingkar Perut
6.3. Melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas
6.4. Memberikan Interpretasi terhadap pengukuran antropometri

A. PENIMBANGAN BERAT BADAN DAN PENGUKURAN TINGGI BADAN


Penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan/panjang badan dimaksudkan untuk
mendapatkan data status gizi.
28

1. Penimbangan Berat Badan


Untuk menimbang gunakan timbangan dengan ciri-ciri berikut ;
a. Kuat dan tahan lama
b. Mempunyai presisi sampai 0,1 kg (100 gram)
c. Sudah dikalibrasi
d. Dapat menimbang sampai 150 kg
Timbangan yang biasa digunakan di Puskesmas adalah detecto, bila tersedia timbangan
digital atau elektronik lebih baik lagi.

Timbangan kamar mandi tidak direkomendasikan karena hasilnya kurang akurat.

Alat:
Timbangan Detecto

PERSIAPAN
a. Letakkan timbangan di tempat yang datar
b. Pastikan posisi bandul pada angka nol dan jarum dalam keadaan seimbang
c. Jelaskan prosedur penimbangan kepada pasien/
d. Pasien yang akan ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket serta
mengeluarkan isi kantong yang berat seperti kunci, dll

PROSEDUR PENIMBANGAN
a. Posisikan pasien di atas timbangan
b. Geser bandul sesuai berat pasien sampai posisi jarum seimbang.
c. Perhatikan posisi kaki pasien tepat di tengah alat timbang, tidak menumpu pada
salah satu kaki, sikap tenang (JANGAN BERGERAK-GERAK) dan kepala tidak
menunduk (memandang lurus ke depan)
d. Baca dan catat berat badan pada status
e. Minta pasien turun dari alat timbang
29

KESALAHAN YANG MUNGKIN TERJADI/DILAKUKAN


a. Pasien belum membuka jaket/alas kaki dan mengosongkan kantong pakaiannya
b. Pakaian yang dikenakan pasien terlalu berat, dilihat dari bahan dan banyak
lapisannya
c. Pasien bertumpu pada satu kaki sehingga memberikan hasil yang keliru
d. Pasien tidak tenang sehingga menyulitkan pembacaan
e. Kesalahan pembacaan hasil dalam melihat garis angka atau pencatatan di status/kartu
pencatat

2. Pengukuran Tinggi Badan untuk Orang Dewasa


Alat :
Pengukur tinggi badan : MICROTOISE dengan kapasitas ukur 2 meter dan
ketelitian 0,1 cm.
30

PERSIAPAN (CARA MEMASANG MICROTOISE) :


1. Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di dinding
agar tegak lurus.
2. Letakan alat pengukur di lantai yang DATAR tidak jauh dari bandul tersebut dan
menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan (rata).
3. Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas, sejajar dengan benang berbandul yang
tergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca menunjukkan angka 0
(NOL). Kemudian dipaku atau direkat dengan lakban pada bagian atas microtoise.
4. Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perekat pada posisi
sekitar
5. 10 cm dari bagian atas microtoise.

PROSEDUR PENGUKURAN TINGGI BADAN


1. Minta pasien melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup kepala) dan
asesori
2. lain yang bisa mempengaruhi hasil pengukuran.
3. Pastikan alat geser berada di posisi atas.
4. Pasien diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
5. Posisi kepala dan bahu bagian belakang (punggung), pantat, betis dan tumit
menempel pada dinding tempat microtoise dipasang. Pandangan lurus ke depan,
dan tangan dalam posisi tergantung bebas.
6. Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala pasien. Pastikan alat
geser berada tepat di tengah kepala pasien. Dalam keadaan ini bagian belakang
alat geser harus tetap menempel pada dinding.
7. Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (ke
bawah) Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah,
sejajar dengan mata petugas.
8. Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di atas
bangku agar hasil pembacaannya benar.
9. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang koma (0,1
cm). Contoh 157,3 cm; 160,0 cm; 163,9 cm.
31

1. Pada lantai yang datar dan rata gantungkan gandul benang untuk membantu
agar posisi microtoise tegak lurus.

2. Letakan microtoise tidak jauh dari bandul (skala 0)

3. Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas, sejajar dengan benang berbandul. Paku atau selotip
pada dua bagian dengan jarak 10 cm
32

1. Posisi tumit yang tidak benar


2. Posisi tumit yang Benar
3. Posisi tangan yang benar ketika menarik papan penggeser
4. Posisi membaca skala yang benar
33

Hasil pengukuran ke arah


angka yang lebih besar :
146,5 cm
Posisi yang benar:
12 - kepala,
13 - punggung,
14 - pantat,
7 - betis dan
6 - tumit
8 - Pandangan lurus ke depan.

Keterangan :
1. Pengukuran dilakukan dengan memastikan 5 titik tubuh menyentuh lantai atau
dinding pemeriksaan, yaitu;
a. Belakang kepala, dipastikan dengan mengatur bagian liang telinga tegak
lurus mata yang melihat ke depan
b. Punggung
c. Pantat
d. Betis, dipastikan dengan penekanan di daerah lutut
e. Tumit
2. Pada anak/orang gemuk boleh 3 spot saja, dan pada bayi dan anak yang sedikit
rewel
3. atau banyak gerak dibutuhkan kerjasama penuh dari orang tuanya. Sebelum
4. pengukuran dan pembacaan hasil anak dibantu dengan menekan lembut perutnya
5. sedangkan orang dewasa dengan menarik nafas dalam.
6. Pengukuran juga dilakukan sebanyak 3 kali (idealnya) dan selisih tak lebih dari
0,1 cm.
7. Keterbatasan microtoise adalah memerlukan tempat dengan permukaan lantai dan
dinding yang rata, serta tegak lurus tanpa tonjolan atau lengkungan di dinding.
8. Bila tidak ditemukan dinding yang rata dan tegak lurus setinggi 2 meter, cari tiang
rumah atau papan yang dapat digunakan untuk menempelkan microtoise.

KESALAHAN YANG MUNGKIN TERJADI/DILAKUKAN


1. Pasien belum melepaskan tutup kepala dan atau asesori yang dapat mempengaruhi
pengukuran
2. Posisi 5 titik tubuh pasien (selain anak/gemuk) tidak menyentuh lantai/dinding
pemeriksaan
3. Permukaan lantai tidak rata atau pasien bertumpu pada satu kaki
4. Pasien tidak kooperatif/tenang sehingga menyulitkan pengukuran
5. Kesalahan dalam pembacaan hasil dan pencatatan dalam status/kartu pencatatan

PENGUKURAN LINGKAR LENGAN ATAS (LILA)


Pengukuran Lingkar lengan atas dimaksudkan untuk mengetahui prevalensi wanita usia
subur (WUS) umur 15–45 tahun dan ibu hamil yang menderita Kurang Energi Kronis
(KEK).

Alat :
Pita LiLA sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm atau meteran kain.
34

PERSIAPAN :
1. Pastikan pita LiLA tidak kusut, tidak terlipat-lipat atau tidak sobek
2. Jika lengan pasien > 33cm, gunakan meteran kain
3. Sebelum pengukuran, dengan sopan minta izin kepada pasien bahwa petugas akan
menyingsingkan baju lengan kiri pasien sampai pangkal bahu. Bila pasien
keberatan, minta izin pengukuran dilakukan di dalam ruangan yang tertutup.
4. Pasien diminta berdiri dengan tegak tetapi rileks, tidak memegang apapun serta
otot lengan tidak tegang
5. Baju pada lengan kiri (lengan yang kurang dominan) disingsingkan ke atas sampai
pangkal bahu terlihat atau lengan bagian atas tidak tertutup.

PENGUKURAN:
1. Tentukan posisi pangkal bahu.
2. Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak tangan ke arah
perut.
3. Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan menggunakan pita
LiLA atau meteran (Lihat Gambar), dan beri tanda dengan pulpen/spidol (sebelumnya
dengan sopan minta izin kepada pasien). Bila menggunakan pita LiLA perhatikan titik
nolnya.
4. Lingkarkan pita LiLA sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan pasien sesuai tanda (di
pertengahan antara pangkal bahu dan siku).
5. Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LiLA.
6. Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar.
7. Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LiLA (kearah angka yang

Keterangan:
Jika lengan kiri lumpuh, yang diukur adalah lengan kanan (beri keterangan pada
kolom catatan pengumpul data).
1. Simpan pita LiLA dengan baik, jangan sampai berlipat-lipat.
2. Simpan pita LiLA dengan baik, jangan sampai berlipat-lipat atau sobek.

1. Menentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan meteran
35

2. Lingkarkan dan masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LILA. Baca menurut
tanda panah

3. Menentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan pita LILA

PENGUKURAN LINGKAR PERUT


Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obesitas
abdominal/sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian
penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus, yang akhir-akhir ini juga erat
hubungannya dengan kejadian sindroma metabolik.
Alat yang dibutuhkan:
1. Ruangan yang tertutup dari pandangan umum. Jika tidak ada gunakan tirai pembatas.
2. Pita pengukur, bila tidak ada bisa digunakan meteran kain
3. Spidol atau pulpen

Cara Pengukuran Lingkar Perut:


1. Jelaskan pada pasien tujuan pengukuran lingkar perut dan tindakan apa saja yang
akan dilakukan dalam pengukuran.
2. Untuk pengukuran ini pasien diminta dengan cara yang santun untuk membuka
pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang
rusuk terakhir pasien untuk menetapkan titik pengukuran.
3. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
4. Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal, paha/panggul.
5. Tetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung
lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat
tulis.
6. Minta pasien untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal).
7. Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah kemudian
secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik
tengah diawal pengukuran.
8. Apabila pasien mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran mengambil
bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi.
9. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati angka 0,1
cm.
36
37

Hal yang perlu diperhatikan:


1. Pengukuran lingkar perut yang benar dilakukan dengan menempelkan pita
pengukur di atas kulit langsung. Pengukuran di atas pakaian sangat tidak
dibenarkan.
2. Apabila pasien tidak bersedia membuka/menyingkap pakaian bagian atasnya,
pengukuran dengan menggunakan pakaian yang sangat tipis (kain nilon, silk dll)
diperbolehkan dan beri catatan pada status.
3. Apabila pasien tetap menolak untuk diukur, pengukuran lingkar perut tidak boleh
dipaksakan dan beri catatan pada status.

KESALAHAN YANG MUNGKIN TERJADI/DILAKUKAN


a) Melakukan pengukuran meskipun dengan pakaian yang tebal
b) Kesalahan dalam menetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah dan atau titik
ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul
c) Pada pasien yang buncit, pengukuran tidak mengambil bagian yang paling buncit
d) Kesalahan dalam pembacaan hasil dan pencatatan dalam status/kartu pencatatan

INTERPRETASI

IMT (Indeks Masa Tubuh)

Menggunakan Berat Badan dan Tinggi badan

IMT = Berat Badan (kg)


TinggiBadan (m2)
38

Kategori IMT (kg/m2)


Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,00
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,00 – 18,49

Normal 18,50 – 24,99

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,00 – 26,99


Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,00

Lingkar Lengan Atas (LiLA)


Nilai normal adalah 23,5 cm
LiLA WUS dengan resiko KEK di Indonesia < 23,5 cm

Lingkar Perut
Nilai normal pengukuran lingkar perut di Indonesia.

Baik Obesitas sentral

Laki-laki 90 > 90

Perempuan 80 > 80
39

LEMBAR PENILAIAN SKILLS LAB

NO. ASPEK YANG DINILAI NILAI


0 1 2
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Menerangkan tujuan pemeriksaan dan meminta kesediaan
pasien
3. Menerangkan cara pemeriksaan secara umum
4. Meminta pasien untuk bersedia mengikuti perintah pemeriksa
MENIMBANG BERAT BADAN
Persiapan
Meletakkan timbangan di lantai yang datar
Menjelaskan tujuan dan cara penimbangan pada pasien
Meminta pasien untuk membuka alas kaki, jaket serta
mengosongkan kantong pakaian
Minta pasien naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di
tengah,
tidak menumpu pada satu kaki
Membaca angka yang tertera dan mencatat hasil penimbangan
Minta pasien turun dari alat timbang
MENGUKUR TINGGI BADAN
Persiapan
Gantungkan bandul benang
Letakan alat pengukur di lantai yang datar
Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas, sampai angka
pada jendela baca menunjukkan angka 0 (NOL). Kemudian
dipaku atau direkat dengan lakban pada bagian atas microtoise.
Beri lagi perekat pada posisi sekitar 10 cm dari bagian atas
microtoise.
Menjelaskan tujuan dan cara pengukuran kepada pasien
Minta pasien berdiri di tempat pemeriksaan, pastikan tubuh
menyentuh 5 titik pemeriksaan: belakang kepala, punggung,
pantat, betis dan tumit
Mencatat hasil pengukuran, lakukan pengukuran 2 kali
MENGUKUR LINGKAR LENGAN ATAS
Persiapan
Jelaskan tujuan dan cara pengukuran pada pasien
Minta kesediaan pasien untuk menyingsingkan lengan baju di
bagian
yang akan diukur
Minta pasien untuk berdiri tegak tapi rileks dan tangan tidak
memegang apapun
Pengukuran
Tentukan posisi pangkal bahu
Tentukan posisi ujung siku
Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku
Mengukur lingkar lengan atas
Mencatat hasil pengukuran
MENGUKUR LINGKAR PERUT
Persiapan
Jelaskan pada pasien tujuan pengukuran lingkar perut dan
tindakan apa
saja yang akan dilakukan dalam pengukuran
Minta pasien untuk membuka pakaian di bagian perut dengan
sopan
Melakukan pengukuran
Menetapkan batas tepi iga terbawah
Menetapkan batas tepi ujung lenkung tulang pinggul
Menetapkan titik tengah antara titik pertama dan kedua
Mengukur lingkar perut
Mencatat hasil pengukuran
40

Mengucapkan terimakasih kepada pasien

INTERPRETASI
Indeks masa tubuh (untuk BB dan TB)
Pengukuran Lila
Pengukuran lingkar perut
TOTAL
41

OBAT

Obat dan Peran Obat dalam Pelayanan Kesehatan

a. Pengertian Obat
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan atau
paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.

b. Bahan Obat / Bahan Baku


Semua bahan, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah
maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolaha
42

obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan.
Produk ruahan merupakan tiap bahan yang telah selesai diolah dan tinggal memerlukan
pengemasan untuk menjadi oabt jadi.

c. Obat Tradisional
Merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (gelenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

d. Penggolongan Obat
Obat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:

1) Obat Bebas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan
tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan
mineral, obat gosok, beberapa analgetik- antipiretik, dan beberapa antasida. Obat
golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat, toko kelontong, warung.

2) Obat Bebas Terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru
dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat-obat yang umunya masuk ke dalam
golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan
penurun panas pada saat demam (analgetik-antipiretik), beberapa suplemen vitamin
dan mineral, dan obat-obat antiseptika, obat tetes mata untuk iritasi ringan. Obat
golongan ini hanya dapat dibeli di Apotek dan toko obat berizin.

3) Obat Keras, merupakan obat yang pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang
didalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang
berwarna hitam. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan
resep dokter. Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat
jantung, obat darah tinggi/hipertensi, obat darah rendah/antihipotensi,
obat diabetes, hormon, antibiotika, dan beberapa obat ulkus lambung. Obat golongan ini
hanya dapat diperoleh di Apotek dengan resep dokter.

4) Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan (UURI No. 22 Th 1997 tentang Narkotika).
Obat ini pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang didalamnya terdapat palang
(+) berwarna merah.
Obat Narkotika bersifat adiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketet, sehingga obat
golongan narkotika hanya diperoleh di Apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat
menggunakan kopi resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: opium, coca,
ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kesehatan, obat-
obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang
rasa sakit.
43

e. Peran Obat

Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam pelayanan
kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain merupakan
komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting
dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak
dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Seperti yang telah
dituliskan pada pengertian obat diatas, maka peran obat secara umum adalah sebagai
berikut:
1) Penetapan diagnosa
2) Untuk pencegahan penyakit
3) Menyembuhkan penyakit
4) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
5) Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu
6) Peningkatan kesehatan
7) Mengurangi rasa sakit

2. Parameter-parameter Farmakologi
a. Farmakokinetika
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh
yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME).
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami
absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek.
Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh. Seluruh
proses ini disebut dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak seperti yang
terlihat pada gambar 1.1 dibawah ini.

Gambar 1.1. Berbagai proses farmakokinetika obat


44

1) Absorpsi dan Bioavailabilitas

Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan
obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut.
Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara
klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat,
dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi
sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua
yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian
akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati
pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut
metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau
eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu
tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna.
Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi
sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Eliminasi lintas
pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya
lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama
makanan.

2) Distribusi

Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain
tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya.
Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh.
Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya
sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua
jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas
misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai
keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan
terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat
bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel
dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit
menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel.
Distribusi juga dibatasi oleh
ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan
mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh
afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat
oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.

3) Biotransformasi / Metabolisme

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia


obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat
diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam
lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat
menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat.
Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat
yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini.
45

Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi


sehingga kerjanya berakhir.

Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya
dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus
(yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua
macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di
sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.

4) Ekskresi

Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit
hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi
lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal
merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari
preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi
pasif di tubuli proksimal dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan
fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang.
Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval
pemberian obat.

Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi
dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek
obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat
tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya
arsen, pada kedokteran forensik.

b. Farmakodinamika

Farmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ
tubuh serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk
meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan
peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai
hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.

1) Mekanisme Kerja Obat

Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan
biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Reseptor
obat merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting.
Pertama, bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat
tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah
ada. Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku
sampai sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai
reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan sebagai reseptor
yang ligand endogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya menyerupai
senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya, senyawa yang tidak mempunyai aktivitas
intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat ikatan agonis
(agonist binding site) disebut antagonis.
46

2) Reseptor Obat

Struktur kimia suatu obat berhubunga dengan afinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas
intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan
stereoisomer, dapat menimbulkan perubahan besar dalam sidat farmakologinya.
Pengetahuan mengenai hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi
pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat
yang selektif terhadap jaringan tertentu. Dalam keadaan tertentu, molekul reseptor
berinteraksi secara erat dengan protein seluler lain membentuk sistem reseptor-efektor
sebelum menimbulkan respons.

3) Transmisi Sinyal Biologis

Penghantaran sinyal biologis ialah proses yang menyebabkan suatu substansi


ekstraseluler (extracellular chemical messenger) menimbulkan suatu respons seluler
fisiologis yang spesifik. Sistem hantaran ini dimulai dengan pendudukan reseptor yang
terdapat di membran sel atau di dalam sitoplasmaoleh transmitor. Kebanyakan
messenger ini bersifat polar. Contoh, transmitor untuk reseptor yang terdapat di
membran sel ialah katekolamin, TRH, LH. Sedangkan untuk reseptor yang terdapat
dalam sitoplasma ialah steroid (adrenal dan gonadal), tiroksin, vit. D.

4) Interaksi Obat-Reseptor

Ikatan antara obat dan reseptor misalnya ikatan substrat dengan enzim, biasanya
merupakan ikatan lemah (ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Waals), dan jarang
berupa ikatan kovalen.

5) Antagonisme Farmakodinamika

Secara farmakodinamika dapat dibedakan 2 jenis antagonisme, yaitu antagonisme


fisiologik dan antagonisme pada reseptor. Selain itu, antagonisme pada reseptor dapat
bersifat kompetitif atau nonkompetitif. Antagonisme merupakan peristiwa pengurangan
atau penghapusan efek suatu obat oleh obat lain. Peristiwa ini termasuk interaksi obat.
Obat yang menyebabkan pengurangan efek disebut antagonis, sedang obat yang efeknya
dikurangi atau ditiadakan disebut agonis. Secara umum obat yang efeknya dipengaruhi
oleh obat lain disebut obat objek, sedangkan obat yang mempengaruhi efek obat lain
disebut obat presipitan.

6) Kerja Obat yang tidak Diperantarai Reseptor

Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-obat ini
mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil, atau
masuk ke komponen sel.

7) Efek Obat
47

Efek obat yaitu perubahan fungsi struktur (organ)/proses/tingkah laku organisme hidup
akibat kerja obat

3. Macam-macam Bentuk Obat dan Tujuan Penggunaannya

•Bentuk-bentuk obat serta tujuan penggunaannya antara lain adalah sebagai


berikut:
a. Pulvis (Serbuk)
Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan,
ditujukanuntuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.

b. Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus
menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.

c. Tablet (Compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung
pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
1. Tablet Kempa paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta
penandaannya tergantung design cetakan
2. Tablet Cetak dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab
dalam lubang cetakan.
3. Tablet Trikurat, tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah
jarang ditemukan
4. Tablet Hipodermik, dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna
dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan
secara oral
5. Tablet Sublingual, dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan
dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
6. Tablet Bukal, digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.
7. Tablet Efervescen, tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup
rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”.
8. Tablet Kunyah, cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di
rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.

d. Pilulae (PIL)
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan
dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur
tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.

e. Kapsulae (Kapsul)
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
1) Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
2) Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
48

3) Lebih enak dipandang


4) Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan
pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan
bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
5) Mudah ditelan.

f. Solutiones (Larutan)
Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut,
biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau
penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga
dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya
terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal
(kulit).

g. Suspensi
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam
fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral
(juga termasuk susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes
telinga (telinga bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.

h. Emulsi
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase
cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya
distabilkan oleh zat pengemulsi.

i. Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan
yang disari.

j. Extractum
Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.

k. Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan
air pada suhu 900 C selama 15 menit.

l. Immunosera (Imunoserum)
Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum
hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan
mengikat kuman/virus/antigen.

m. Unguenta (Salep)
49

Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok.

n. Suppositoria
Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui
rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.

Tujuan pengobatan yaitu:


1) Penggunaan lokal memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan
inflamasi karena hemoroid.
2) Penggunaan sistemik aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti
muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik.

o. Guttae (Obat Tetes)


Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk
obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes
yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang
disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain:
Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tets mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae
Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).

p. Injectiones (Injeksi)
Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat
menerima pengobatan melalui mulut.

•Cara pemberian obat serta tujuan penggunaannya adalah sebagai berikut:


a. Oral
Obat yang cara penggunaannya masuk melalui mulut. Keuntungannya relatif aman,
praktis, ekonomis. Kerugiannya timbul efek lambat; tidak bermanfaat untuk pasien
yang sering muntah, diare, tidak
sadar, tidak kooperatif; untuk obat iritatif dan rasa tidak enak penggunaannya terbatas;
obat yang inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G,
insulin); obat absorpsi tidak teratur.
Untuk tujuan terapi serta efek sistematik yang dikehendaki, penggunaan oral adalah yang
paling menyenangkan dan murah, serta umumnya paling aman. Hanya beberapa obat
yang mengalami perusakan oleh cairan lambung atau usus. Pada keadaan pasien
muntah-muntah, koma, atau dikehendaki onset yang cepat, penggunaan obat melalui oral
tidak dapat dipakai.

b. Sublingual
Cara penggunaannya, obat ditaruh dibawah lidah. Tujuannya supaya efeknya lebih cepat
karena pembuluh darah bawah lidah merupakan pusat sakit. Misal pada kasus pasien
jantung. Keuntungan cara ini efek obat cepat serta kerusakan obat di saluran cerna dan
50

metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari (tidak lewat vena porta)

c. Inhalasi
Penggunaannya dengan cara disemprot (ke mulut). Misal obat asma. Keuntungannya
yaitu absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat dikontrol, terhindar
dari efek lintas pertama, dapat diberikan langsung pada bronkus. Kerugiannya yaitu,
diperlukan alat dan metoda khusus, sukar mengatur dosis, sering mengiritasi epitel paru
– sekresi saluran nafas, toksisitas pada jantung.
Dalam inhalasi, obat dalam keadaan gas atau uap yang akan diabsorpsi sangat cepat
melalui alveoli paru-paru dan membran mukosa pada perjalanan pernafasan.

d. Rektal
Cara penggunaannya melalui dubur atau anus. Tujuannya mempercepat kerja obat serta
sifatnya lokal dan sistemik. Obat oral sulit/tidak dapat dilakukan karena iritasi lambung,
terurai di lambung, terjadi efek lintas pertama. Contoh, asetosal, parasetamol,
indometasin, teofilin, barbiturat.

e. Pervaginam
Bentuknya hampir sama dengan obat rektal, dimasukkan ke vagina, langsung ke pusat
sasar. Misal untuk keputihan atau jamur.

f. Parentral
Digunakan tanpa melalui mulut, atau dapat dikatakan obat dimasukkan de dalam tubuh
selain saluran cerna. Tujuannya tanpa melalui saluran pencernaan dan langsung ke
pembuluh darah. Misal suntikan atau insulin. Efeknya biar langsung sampai sasaran.
Keuntungannya yaitu dapat untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah, diare, yang
sulit menelan/pasien yang tidak kooperatif; dapat untuk obat yang mengiritasi lambung;
dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati; bekerja cepat dan dosis
ekonomis. Kelemahannya yaitu kurang aman, tidak disukai pasien, berbahaya
(suntikan – infeksi). Istilah injeksi termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara
parentral, termasuk infus. Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila
obatnya tidak stabil dalam cairan, maka dibuat dalam bentuk kering. Bila mau dipakai
baru ditambah aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.

g. Topikal/lokal
Obat yang sifatnya lokal. Misal tetes mata, tetes telinga, salep.

h. Suntikan
Diberikan bila obat tidak diabsorpsi di saluran cerna serta dibutuhkan kerja
cepat
• Tabel Penggunaan Bentuk Sediaan

Cara Pemberian Bentuk Sediaan Utama


Oral Tablet, kapsul, larutan (sulotio), sirup, eliksir,
suspensi, magma, jel, bubuk
Sublingual Tablet, trokhisi dan tablet hisap
Parentral Larutan, suspensi
51

Epikutan/transdermal Salep, krim, pasta, plester, bubuk, erosol, latio,


tempelan transdermal, cakram, larutan, dan solutio
Konjungtival Salep
Introakular/intraaural Larutan, suspensi
Intranasal Larutan, semprot, inhalan, salep
Intrarespiratori Erosol
Rektal Larutan, salep, supositoria
Vaginal Larutan, salep, busa-busa emulsi, tablet, sisipan,
supositoria, spon
Uretral Larutan, supositoria

Sumber: Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Howard C. Ansel)

4. Terapi Obat Pada Pasien-pasien Khusus

Farmakoterapi merupakan cabang ilmu farmakologi yang mempelajari obat untuk


mencegah, menegakkan diagnostik, menyembuhkan penyakit, memulihkan (rehabilitasi)
kesehatan, namun juga untuk mencegah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu (misal:
penggunaan obat-obat KB, anastetika umum (hilangnya kesadaran dan respon aktif
(nyeri), fisiologi berubah, sehingga dioperasi tidak sakit)). Tujuan terapi adalah untuk
menyembuhkan, mengurangi rasa sakit, menghindari komplikasi, serta memperpanjang
masa hidup.

a. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Hamil.

Penggunaan obat dapat mengakibatkan kecacatan pada bayi atau mempengaruhi janin,
apabila obat yang dikonsumsi oleh ibu hamil tembus ke placenta.
Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperoleh ibu diharapkan
lebih besar dibanding resiko pada janin.
Sedapat mungkin dihindari penggunaan segala jenis obat pada trimester pertama
kehamilan
Bila menggunakan obat saat hamil, maka harus dipilih obat yang paling aman. Obat
harus diresepkan pada dosis efektif yang terendah dan untuk jangka waktu pemakaian
yang sesingkat mungkin.
b. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Menyusui

Obat yang diminum ibu menyusui dapat menembus air susu sehingga
diminum/terminum oleh bayi. Sedapat mungkin menghindari penggunaan obat pada
wanita yang menyusui atau menghentikan pemberian air susu ibu (ASI) jika pemakaian
obat harus dilanjutkan. Jika penggunaan obat diperlukan, pakailah obat dengan efek
samping teraman, terutama obat-obatan yang memiliki ijin untuk digunakan pada bayi.
Apabila menggunakan obat selama menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat
terhadap efek samping yang mungkin terjadi. Mungkin dapat dianjurkan kepada ibu
untuk meminum obat segera setelah menyusui.

c. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Anak

Obat pada anak dapat berpengaruh karena organ-organ pada anak belum sempurna
52

pertumbuhannya, sehingga obat dapat menjadi racun dalam darah (mempengaruhi organ
hati dan ginjal). Pada hati, enzim- enzim belum terbentuk sempurna, sehingga obat tidak
termotabolisme dengan baik, mengakibatkan konsentrasi obat yang tinggi di tubuh anak.
Pada ginjal, bayi berumur 6 bulang, ginjal belum belum efisien mensekresikan obat
sehingga mengakibatkan konsentrasi yang tinggi di darah anak.
Dalam pengobatan, anak-anak tidak dapat diperlakukan sebagai orang dewasa berukuran
kecil. Penggunaan obat pada anak merupakan hal yang bersifat khusus yang berkaitan
dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim
yang bertanggungjawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat.
Farmakokinetika pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Dengan memahami
perbedaan tersebut akan membantu farmasis klinis dalam membuat keputusan yang
berkaitan dengan dosis, misalnya dalam pengusulan dosis (mg/kg) maupun frekuensi
pemberian obat yang berbeda antara anak-anak dengan orang dewasa.
Dosis bagi anak-anak sering sulit untuk ditentukan. Pemanfaatan pengalaman klinis
merupakan acuan terbaik dalam menentukan dosis yang paling sesuai untuk bayi
maupun anak-anak.

Pemakaian obat yang belum mempunyai ijin untuk digunakan pada anak, walaupun
sering dijumpai, harus dipantau secara ketat untuk memastikan bahwa keamanan pasien
diutamakan. Penyuluhan kepada pasien anak-anak maupun pengasuhnya dalam
bahasa yang mudah
dimengerti akan membantu meningkatkan kepatuhan anak terhadap pengobatan.

d. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Lansia

Terdapat perubahan-perubahan fungsi, kemampuan organ menurun, dosis dalam darah


meningkat sehingga menjadi racun, serta laju darah dalam ginjal menurun.
Proses penuaan akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan fisiologi, anatomi,
psikologi, dan sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan
perubahan yang bermakna dalam penatalaksanaan obat. Farmasis sebaiknya perlu
memiliki pengetahuan menyeluruh tentang perubahan-perubahan farmakokinetik dan
farmakodinamik yang muncul.
Peresepan yang tidak tepat dan polifarmasi merupakan problem utama dalam terapi
dengan obat pada pasien lanjut usia. Keahlian klinis farmasis, termasuk evaluasi
terhadap pengobatan, dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan dalam bidang ini.
Tujuan terapi obat pada pasien lanjut usia harus ditetapkan dalam rangka
mengoptimalkan hasil terapi. Perbaikan kualitas hidup, titrasi dosis, pemilihan
obat, dan bentuk sediaan obat yang tepat serta pengobatan penyebab penyakit
bukan sekedar gejalanya merupakan semua tindakan yang sangat diperlukan.
Efek samping obat lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia. Pasien lanjut usia
tiga kali lebih beresiko masuk rumah sakit akibat efek samping obat. Hal ini
berpengaruh secara bermakna terhadap segi finansial seperti halnya implikasi
teraupetik.
Kepatuhan penggunaan obat sering kali mengalami penurunan karena beberapa
gangguan pada lanjut usia. Kesulitan dalam hal membaca, bahasa, mendengar dan
ketangkasan, semuanya dapat berperan dalam masalah ini.
e. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien Gangguan Ginjal dan Hati

Terjadi karena karena terjadi penurunan fungsi hati dan ginjal. Uji fungsi ginjal hanya
menggambarkan penyakit secara kasar/garis besar, dan lebih dari setengah bagian ginjal
53

harus mengalami kerusakan sebelum terlihat nyata bukti kejadiannya gangguan ginjal.
Bentuk gangguan ginjal yang paling sering diakibatkan oleh obat adalah interstitial
nefritis dan glomerulonefritis. Penggunaan obat apa pun yang diketahui berpotensi
menimbulkan nephrotoksisitas sedapat mungkin harus dihindari pada semua penderita
gangguan ginjal.
Pada gagal ginjal, distribusi obat dapat berubah karena terjadi fluktuasi derajat
hidrasi atau oleh adanya perubahan pada ikatan protein. Akan tetapi perubahan ikatan
protein akan bermakna secara klinis apabila:
1) Lebih dari 90% jumlah obat dalam plasma merupakan bentuk terikat protein.
2) Obat terdistribusi ke jaringan harus dalam jumlah yang kecil.

Ekskresi adalah parameter farmakokinetika yang paling terpengaruh oleh gangguan


ginjal. Jika filtrasi glomeruler terganggu oleh penyakit ginjal , maka klirens obat yang
terutama tereliminasi melalui mekanisme ini akan menurun dan waktu paruh obat dalam
plasma menjadi lebih panjang.

Penderita dengan ginjal yang tidak berfungsi normal dapat menjadi lebih peka terhadap
beberapa obat, bahkan jika eliminasinya tidak terganggu. Anjuran dosis didasarkan pada
tingkat keparahan gangguan ginjal, yang biasanya dinyatakan dalam istilah laju filtrasi
glomeruler (LFG). Perubahan dosis yang paling sering dilakukan adalah dengan
menurunkan dosis atau memperpanjang interval pemberian obat, atau kombinasi
keduanya.
54

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. Drs, Apt. Ilmu Farmasi. 1984. Jakarta: Ghalia Indonesia. Ansel, C. Howard. 1989. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press Aslam, Mohammed, Chik Kaw Tan, Adi Prayitno. 2003. Farmasi Klinis
(Clinical
Pharmacy). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia. 1995. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta

Browsing Internet melalui situs search engine www.google.com

Hand-out Kuliah Biomedik Farmakologi Program Studi Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

Hand-out Kuliah Farmakologi Program Studi Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Muhlis, Muhammad, S.Si, Apt. 2003. Diklat Kuliat Farmasetika I. Yogyakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan

Undang-undang Bidang Kesehatan dan Farmasi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia


55

PRINSIP PENULISAN RESEP YANG RASIONAL

Pengantar
Resep adalah wujud akhir dari kompentensi , pengetahuan, keahlian dokter dalam menerapkan bidang
farmakologi dan terapi yang diperuntukan untuk satu penderita

Pembagian Resep
I. Prescriptio
a. Nama dokter
b. Alamat dokter
c. SIP ( Surat Izin Praktek )
d. Hari praktek
e. Jam praktek
f. No telepon
g. Nama kota
h. Tanggal resep dibuat oleh dokter

II. Superscriptio ( R/ )

III. Inscriptio
1. Remidium cardinale
Remidium cardinale adalah bahan obat utama yang mutlak harus ada .
a. Tunggal
b. Campuran yang terdiri dari beberpa bahan obat
2. Remidium adjuvant
1. Coringgens
a. Coringgens saporis
b. Coringgens odoris
c. Coringgen coloris
2. Vehiculum / Constituen
IV. Subscriptio adalah bentuk sediaan obat ( BSO )
V. Signatura adalah aturan pemakaian obat yang ditulis dalam bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan
signature. Biasanya disingkat S
VI. Nama penderita di belakang kata Pro :
VII. Umur penderita
VIII. Alamat penderita
IX. Paraf dokter atau Tanda tangan dokter untuk obat suntik dan obat golongan narkotika harus
dibubuhi tanda tangan dokter
56

Contoh Resep :

Dr RAHAYU
Praktek Umum
SIP : No.03 / tahun 2006
Alamat : Jln Budi Kemuliaan No 16 Batam
Telp : 0778421461
Praktek Senin – Jumat
Jam 17.00 - 19.00

Batam, 17-5-2006
R/ Paracetamol 1/5 tab
Tab CTM ¼
Tab Bisolvon No I
SL q s
m f pulv d t d No XV
StddpI
Paraf / T T

Pro : Nadia
Umur : 2 th
Alamat : Jln Proklamasi No 17, Batam

Tipe –Tipe Resep

1. Tipe Magistralis
Tipe magistralis adalah komposisi resep yang ditulis sendiri oleh dokter berdasarkan pengalamannya dan tidak
ditemukan dalam buku standar yang diperuntukan untuk satu penderita

Dr RAHAYU
Praktek Umum
SIP : No.03 / tahun 2006
Alamat : Jln Budi Kemuliaan No 16 Batam
Telp : 0778421461
Praktek Senin – Jumat
Jam 17.00 - 19.00

Batam, 17-5-2006
R/ Paracetamol 75 mg
SL q
m f pulv d t d No XV
StddpI

Paraf / T T

Pro : Nadia
Umur : 2 th
Alamat : Jln Proklamasi No 17, Batam
57

2. Tipe Officinalis
Tipe officinalis adalah resep yang ditulis berdasarkan formula yang ada yang diperuntukan untuk satu penderita

Dr RAHAYU
Praktek Umum
SIP : No.03 / tahun 2006
Alamat : Jln Budi Kemuliaan No 16 Batam
Telp : 0778421461
Praktek Senin – Jumat
Jam 17.00 - 19.00

Batam, 17-5-2006
R/ Lotio Kumerfeldi S F
S aplic loc dol t d d

Paraf / T T

Pro : Sarah
Umur : 17 th

Alamat : Jln Proklamasi No 17, Batam

Tipe magistralis dan officinalis


Contoh Resep :
Macam-macam Bentuk Sediaan Obat ( BSO )
BSO dibagi 3 kelompok
1. BSO padat :
* Pulveres
* Pulvis
* Tablet
* Capsul
* Pil
* Supositoria
58

Dr RAHAYU
Praktek Umum
SIP : No.03 / tahun 2006
Alamat : Jln Budi Kemuliaan No 16 Batam
Telp : 0778421461
Praktek Senin – Jumat
Jam 17.00 - 19.00

Batam, 17-5-2006

R/ Tab Paracetamol No ½
Tab CTM No ½
Tab Bisolvon No ½
SL q s
m f pulv d t d No XV da in cap
S t d d cap I
Paraf / T T

Pro : Nadia
Umur : 8 th
Alamat : Jln Proklamasi No 17, Batam

2. BSO cair :
* Solutio
* Suspensi / Emulsi
* Guttae
* Guttae auric
* Guttae optalmicae
* Guttae nasales
* Injeksi
* Mixtura / Mixtura agitanda
* Saturasi
* Aerosol

3. BSO ½ padat :
* Ungentum
* Crem
* Liniment
* Pasta
59

Kaidah Kaidah Penulisan Resep berdasarkan KBK:


1. TULISLAH NAMA OBAT DENGAN JELAS
2. Obat untuk pasien diberikan oleh dokter, dan dokter yang menulis resep sudah punya pengalaman tentang
obat tersebut dan atau berdasarkan KBB.
3. Bila dokter sudah mempunyai pengalaman pada satu preparat paten tertentu, tidak
4. perlu beralih ke preparat paten lainnya walaupun dinyatakan isinya sama.
5. Hati-hati memberikan obat secara bersamaan.
6. Terapi psikotropik dan narkotika harus dengan indikasi yang jelas.
7. Dispesikasi dengan jelas kekutan serta jumlah obat yang ditulis dalam resep
8. Dosis tiap obat harus diperhitungkan dengan memperhatikan variabilitas individu
9. DOSIS ditulis dengan JUMLAH dan SATUAN yang jelas
10. Ketentuan mengenai obat ditulis dengan jelas
11. Hindari polifarmasi
12. Hindari pemberian obat dalam jangka waktu yang lama
13. Terangkan dengan jelas pada pasien cara penggunaan obat.
14. Jelaskan pada pasien bahaya minum obat lain disamping obat yang diberikan dokter
15. Beritahu efek samping obat
16. Lakukan “ RECORDING “ pada status pasien sebaik baiknya.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum :
1. Mahasiswa mampu menulis resep yang rasional berdasarkan KBB
Tujuan Khusus :
1. Melakukan pemilihan terapi yang tepat
2. Menentukan jenis terapi farmakologi tunggal atau kombinasi yang sesuai
3. Menuliskan resep secara benar ( BSO dan Dosis )
4. Monitoring hasil terapi dan evaluasi

STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Latihan menulis resep
2. Belajar mandiri

TEORI YANG TERKAIT DENGAN SKILLS


1. Semua MATERI FARMAKOLOGI baik yang diberikan blok dalam bentuk terintegrasi maupun yang tidak
diberikan harus dipelajari secara mandiri
2. Farmasi kedokteran :
DOSIS OBAT
BENTUK SEDIAAN
CARA PAKAI
3. Interaksi Obat

PROSEDUR KERJA
Setelah diagnosa ditegakkan mahasiswa harus mampu :
1. Menentukan terapi/ obat yang diberikan
2. Menghitung dosis yang harus diberikan
3. Menentukan bentuk sediaan yang tepat
4. Menentukan cara pakai yang tepat
5. Memperhatikan interaksi obat
6. Meminimalkan efek samping yang diberikan.

EVALUASI
Cara penilaian dengan mengunakan ceklist
60

Menulis Resep

Dosis = takaran

• Banyaknya obat yang boleh diberikan/dipergunakan kepada pasien untuk 1x pakai


dan untuk sehari.
• Sejumlah obat yg memberikan efek terapeutik pd pasien dewasa

• Dosis maksimum, Jumlah terbanyak obat yang boleh diberikan kepada pasien dewasa
(umur 20-60 th, BB 58-60 kg), untuk dipergunakan sbg obat dalam (diminum) atau
untuk obat luar

• Dosis Lazim, Jumlah yang biasa diberikan kepada pasien/ jml terkecil yg sudah dapat
memberikan efek terapi c/. Paracetamol 500 mg u/ dws CTM 4 mg Codein 10 mg-20
mg

• Dosis Terapi : Ukuran/takaran yang sesuai dengan tujuan pengobatan/memberikan


efek pengobatan/terapi.

Faktor yang mempengaruhi penentuan dosis obat

• Faktor obat
• •Sifat fisika obat : daya larut obat dalam air/lemak, kristal/amorf.
• •Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, pH, pKa. 2. Cara pemberian obat 3. Faktor
penderita
• Umur (Dewasa, anak atau bayi)
• • Berat badan
• • Jenis kelamin
• • Sifat penyakit/patofisiologi
• • Kondisi pasien(hamil, menyusui)
• • Jenis obatnya
• • Adiksi dan sensitifitas

Cara menghitung Dosis anak yang didasarkan Pada perhitungan perbandingan dg DM


dewasa.

A. Berdasarkan umur.
1. Rumus Young :
• n/n + 12 x DM dewasa
• n adalah umur anak 1- 8 tahun kebawah.

Latihan :
• R/ Aminophylin 75 mg
• Rhifampicin 100 mg
• GG 50 mg
• SL qs
• m.f.pulv.d.t.d No.X S.3.d.d.pulv.I
• Pro : An. Rosa (3Th)
61

Diketahui : DM Aminophylin 1 x = 500 mg DM sehari = 1500 mg


• R/ Acetaminophen 150 mg
• Ammm. Clorida 300 mg
• Dexamethazon 0,5 mg
• SL qs
• m.f.pulv.d.t.d No.X
• S.3.d.d.pulv.I
• Pro : An. Rosa (7Th)
• Diketahui : DL Acetaminophen 1 x = 500 mg DL sehari = 2000 mg DM Amm.cl 1 x
= - sehari = 10 g

2. Rumus Dilling : n/20 x DM dewasa


• n adalah umur anak 8 tahun keatas

3. Rumus Fried : n /150 x DM dewasa


n adalah umur bayi dalam bulan
R/ Codein HCl 15 mg
GG 50 mg
SL qs
m.f.pulv.d.t.d No.X
S.3.d.d.pulv.I
Pro : An. Rosa (15Th)
Diketahui : Dosis max 1 x = 60 mg Dosis max sehari = 300 mg
Dosis untuk An. (15 Th) =

2. Rumus Dilling : n /20 x DM dewasa n adalah umur anak 8 tahun keatas

R/ Atropin sulfas 0,5 mg


Magnesii subcarbonat
Natrii bicarbonat aa 0,1
SL qs m.f.da in caps.dtd.No.X
S.m.et.v.caps.I

Pro : An. Iwan (8Th)


• Diketahui : Dosis max 1 x = 1 mg Dosis max sehari = 3 mg

4. Rumus Gaubius :
a. D anak umur anak 1 kebawah.
1 / 12 x DM dewasa
b. D anak umur anak 1-2 th.
1 / 8 x DM dewasa
c. D anak umur anak 2-3 th.
1/ 6 x DM dewasa
d. D anak umur anak 3-4 th.
1 / 4 x DM dewasa
e. D anak umur anak 4-7 th.
1 /3 x DM dewasa
f. D anak umur anak 7-14 th.
1 / 2 x DM dewasa
62

g. D anak umur anak 14-20 th.


2 / 3 x DM dewasa

Penulisan resep LENGKAP

• Penulisan resep yang lengkap harus terdiri dari:


1. Inscriptio  nama dokter, alamat, SIP, kota, tanggal, R/ (recipe)
2. Prescriptio  nama obat, bentuk obat, jumlah obat, cara pembuatan (kalo
racikan), dll
3. Signatura  cara pemakaian, BSO, jumlah obat, waktu minum
4. Pro  nama pasien, umur, BB (terutama anak2), alamat (kalo obat
mengandung narkotika)
5. Subscriptio  paraf atau tanda tangan (kalo obatnya narkotika)

Inscriptio

Dr. Rahayu
SIP 0706259223
Jl. Budi Kemuliaan no. 6
Batam Kota

Batam , 1 Juni 2013

R/

Prescriptio

• Bentuk umum :
– Nama obat, bentuk obat, dosis, bentuk kemasan, jumlah obat
– Kalo racikan (misalnya puyer) di baris bawahnya dimasukin cara pembuatan

– Contoh non puyer
– Parasetamol tab 500mg No. X
– Cream Ketokonazol 2% 10g tube No. I
– Contoh puyer
Amoksisilin 100 mg
s. lact q.s.
m.f. pulv dtd. No. XXI
63

Signatura
• Bentuk umum:
– Signatura (S), cara pemakaian, BSO, jumlah obat per minum, waktu minum
• Contoh:
– S 3 dd tab. I p.c. p.r.n. demam
artinya minum 3x per hari, tiap kali minum 1 tablet, sesudah makan, jika
demam
– S 4 dd c. orig II a.c.
artinya minum 4 x per hari, tiap kali minum 2 sendok bawaan (sirup), sebelum
makan

Pro

• Bentuk umum: nama pasien, umur, berat badan (wajib untuk anak2), alamat (jika obat
mengandung narkotika)
• Contoh:
Pro: An. Mike Tyson
Usia : 12 tahun
BB : 20 kg
(alamatnya gak wajib kecuali obatnya ada narkotika)

Subscriptio
• Bentuk umum: cuma tanda tangan atau paraf. Tanda tangan untuk obat yang
mengandung narkotika, dan paraf kalo obat-obat lain yang tergolong B(bebas),
W(bebas terbatas), G(keras), Psy(psikotropika)

Tambahan

• Untuk setiap resep jangan lupa ditutup pake garis, trus dikasi tanda tangan atau paraf
di sebelahnya, abis itu baru lanjutin ke resep kedua.
• Berikut contoh format sebuah resep yang lengkap
64

Dr. Rahayu
SIP 0706259223
Fakultas Kedokteran Universitas Batam
Jl. Budi Kemuliaan no. 6 Inscriptio
Batam

Batam, 1 Juni 2013

R/ Eritromisin tab 500mg tab No. XXX


Prescriptio, signatura, subscriptio
S 4 dd tab I a.c.

R/ Parasetamol tab 500mg tab No. X


S 3 dd tab I p.c. p.r.n. demam Jangan lupa garis
penutup setelah tiap
resep
R/ Povidon Iodin 1% fls No. I
S 2 dd garg.

Pro : Tn. Adam


Usia : 40 tahun Pro

• Pulveres (puyer)
• Kapsul/tablet/pil
• Obat sirup
• Obat kumur
• Obat topikal
• Infus dan injeksi
Obat tetes

Pulveres (puyer)
Penulisan resep utk puyer sedikit beda, karena disini kita minta farmasi untuk
meraciknya
• Contoh:
R/ amoksisilin 100mg
s. lact q.s.
m.f. pulv. dtd. no. XXI
S 3dd pulv I p.c
s. lact q.s.  artinya ditambahkan s. lactis secukupnya.
m.f. pulv. dtd. No. XXI  buat dan campurlah dalam bentuk pulveres (puyer),
masing2 dengan dosis diatas sebanyak 21 buah.
Kalo obatnya lebih dari 1 (misalkan acetosal ama luminal ama codein), ketiga obat itu
ditulis terpisah2 (dibikin 3 baris), abis itu baru tulis s.lact q.s kalo perlu
65

Contoh Kasus

An. Puri, 18bln, BB 12kg, dibawa ke dokter krn demam tinggi sejak 2 hari lalu.
Berikan antibiotik dan antipiretik per oral dlm bentuk puyer
– Amoksisilin, dosis anak 25-50 mg/kg BB/hari, 3x sehari, selama 7 hari,
minum sesudah makan, puyer masukan ke dalam kapsul
Parasetamol, dosis anak 10-15 mg/kg BB/kali, 3x sehari, selama 3 hari, minum
sesudah makan bila demam

Penyelesaian

• Pertama untuk antibiotiknya (amoksisilin) kita hitung dulu dosis yg diperlukan


– Dosis 25-50 mg/kg BB/ hari  krn anaknya 12kg  300 – 600 mg / hari (kita
ambilnya yg kecil aja 300mg/hari)
– Karena itu per hari, jadinya per kali minum 100mg
– Butuh 21 buah krn minum 3x sehari selama 7 hari
• Untuk antipiretiknya (parasetamol)
– Dosis 10-15mg/kg BB/kali  120 – 180mg/kali
– Yg ini udah per kali minum
– Butuh 9 buah karena 3x sehari selama 3 hari

Penulisan resepnya (seperti biasa inscriptionya tidak ditulis)


• Amoksisilin
R/ Amoksisilin 100mg
s. lact. q.s.
m.f. pulv. dtd. No. XXI da in caps
S 3dd caps I p.c.
** da in caps artinya masukan ke dalam kapsul

• Parasetamol
R/ Parasetamol 120mg
s. lact. q.s.
m.f. pulv. dtd. No. X
S 3dd pulv I p.c. p.r.n demam
** jumlahnya 10 digenapin,
** jgn lupa juga nulis PRO-nya ya

Kapsul / Tablet / Pil


3 jenis obat padat ini mirip2 cara penulisan resepnya
Yang beda otomatis bentuk sediaan obatnya. Kalo kapsul berarti nanti tulisnya caps,
kalo tablet ditulis tab, kalo pil ditulis pil

Contoh kasus
Nn. Intan, 18 thn, BB 42kg, dtg kr dokter karena demam dan tenggorokan sakit untuk
menelan. Intinya diagnosi Faringitis
Berikan terapi untuk pasien
– Antibiotik  amoksisilin, 3x sehari 500mg, selama 7 hr, sesudah makan
– Antipiretik  parasetamol, 3x sehari 500mg, selama 3 hari, sesudah makan,
bila demam
Penyelesaian
66

Antibiotik  amoksisilin
– Dosis 500mg 3x sehari selama 7 hari
– Jumlah yg diperlukan  21 buah
Antipiretik  parasetamol
– Dosis 500mg 3x sehari selama 3 hari
– Jumlah yg diperlukan  9 buah  buletin jd 10 buah

Penulisan resep
Amoksisilin
R/ Caps amoksisilin 500mg no. XXI
S 3 dd caps I p.c
**utk tau parasetamol ato amoksisilin itu bentuknya tablet ato kapsul
** bentuk sediaannya bisa diliat di MIMS/ISO

Parasetamol
R/ Tab parasetamol 500mg no. X
S 3 dd tab I p.c. p.r.n demam

Sirup
Mengandung byk gula  sering jadi bentuk obat pilihan utama untuk anak-anak
Biasanya bentuk kemasannya dalam flask (fls)
Takaran minumnya biasanya sesuai dengan ukuran sendok asli / bawaannya
Biasa sering ada istilah forte  artinya dosis yg tingginya
Contoh amoksisilin sirup ada yg 125mg/5cc atau ada jg yg 250mg/5cc 
250mg/5cc ini bisa disingkat jadi amoksisilin sirup forte

Contoh kasus
Kasusnya sama kyak yg pulveres diatas
An. Puri, 18bln, BB 12kg, dibawa ke dokter krn demam tinggi sejak 2 hari lalu.
Berikan antibiotik sirup
– Amoksisilin, dosis anak 25-50 mg/kg BB/hari, 3x sehari, selama 7 hari,
minum sesudah makan,

Penyelesaian
25-50mg/kg BB/hari 300 – 600mg/hari  100 – 200mg/kali
Karena 100-200mg/kali minum dan ukurannya ada yg 125mg/5cc ama 250mg/5cc 
kita pilih yg 125mg/5cc aja
3x7  21 kali minum  21x 5cc  105 cc
1 botol amoksisilin sirup isinya 60ml, jadi kita butuh 2 botol
67

Penulisan resep
R/ Amoksisilin syr 125mg/5cc fls No. II
S 3dd c.orig I p.c.
Sendok original/bawaan
dari obatnya (dlm hal ini
5cc)
68

Obat kumur
• Penulisan obat kumur juga gak susah, Cuma yg perlu diinget itu bentuk sediaannya
ama bentuk kemasannya.
• Obat kumur ini kita juga cuma dapetnya di modul pengindraan dan dikit bgt, bahkan
cuma 1 soal. Jadi ini langsung ke contohnya ya.

Contoh kasus
• Resepkan obat kumur berikut untuk pasien
faringitis!
– Solusio povidon iodin 1% dikumur 2x sehari
(kumur untuk faring)

• Penyelesaian:
R/ Sol Povidon iodin 1% fls No. I
S 2 dd garg Flask  botol
kaca
Solusio

Obat Topikal
Obat topikal ini perhitungan dan penulisannya juga agak berbeda karena bentuknya
yg biasa salep ato krim ato sejenisnya (obat luar).
Untuk perhitungannya yg gw dapet dr fasil farmasi sih menggunakan cara 9%, yang
membagi regio-regio tubuh jadi 9%. Lebih jelasnya bisa diliat di slide berikutnya.
69

• Ini persen2 regio tubuh


yg bisa dijadiin patokan.
• Gambar ini ada yg
kurang, yaitu telapak
tangan dan telapak kaki
sendiri masing2
besarnya 1%
• Bahkan kalo ini bngung,
kata fasilnya bisa kira2
aja pake seukuran
telapak tangan (1%).
• Jadi kalo misalkan
lukanya (yg mesti
diolesin) itu seluruh
lengan kanan brati 9%
total.

Contoh kasus
Tn. T, 44 th, mengeluh gatal2 di kepala dan berketombe. Selain itu di lipat paha kanan
dan kiri juga terdapat bercak merah kehitaman yg gatal.
DK : tinea kapitis dan tinea kruris
Tulis resep untuk terapi topikal
– Tinea kapitis  Ketokonazol 2% shampo. 1 botol isinya 100ml. Oles dan
bilas setelah 5-10 menit, 2x seminggu selama 14 hari, pada pagi hari.
– Tinea kruris  Ketokonazol krim 2% (pilihan kemasan ada tube yg 5g dan
10g), 2x sehari (pagi dan malam) selama 3 hari, oleskan pada bagian yang
sakit.

Penyelesaian
• Untuk yang tinea kapitis sediaannya dalam bentuk shampo. Karena jika di kepala
(bagian yang berambut) tidak lazim dikasi krim.
• Penghitungannya:
– Untuk yang tinea kapitis gak usah bingung. Jumlah botolnya 1 aja, karena
kemasannya 100ml per botol. Sedangkan pakenya cuma sedikit  4 kali
selama 14 hari.
– Untuk tinea kruris, anggaplah lipatan paha itu besarnya setelapak tangan,
maka 1%.  karena kanan kiri jadi 2%  jadi total butuh 1gr krim tiap kali
pakai.
– Karena butuhnya 6x (2x3)  total butuh 6 gram. Jadi kita pakenya tube yang
10 gram aja.
70

Penulisan resep
• Tinea kapitis • Tinea kruris

R/ Shampo Ketokonazol 2% R/ cream ketokonazol 2% tube


100ml fls No.I 10g No.I
S 2x seminggu o.m. S u.e. 2dd applic part dol
m.et.v
**kata fasilnya kalo 2x
seminggu susah bhs ** u.e (usus externum) 
latinnya jd ditulis pake indo untuk obat luar
jg gpp **applic part dol  oleskan
** o.m. (omni mane)  tiap pada daerah yang sakit
pagi **m.et.v (mane et vespere) 
pagi dan malam

Infus dan Injeksi

• Peresepan untuk infus dan injeksi cukup byk, tp gak tlalu susah utk diapalin.
• Untuk infus dan injeksi kita butuh:
– Obatnya  bentuknya biasanya bubuk/serbuk  jadi jangan lupa untuk
meresepkan air utk melarutkan obatnya
– Water for Injection
– Infus setnya
– Spuit (ada ukurannya)
– Cairan infusnya (e.g. dextrose, dll)
– Kanul intravena
• Masing2 diatas ini butuh peresepan sendiri2

Perhitungan tetes2an infus


• 1cc infus dewasa  20 tetes
• 1cc infus anak  60 tetes
• 1cc blood set  15 tetes
• Jangan lupa untuk menambahkan jumlah obatnya
• Contoh perhitungan
– 100 cc infus + obat 30 ccdalam 30 menit untuk infus orang dewasa
– (100+30) x 20 : 30 = 86 tetes/menit
71

Contoh kasus
Tn. A 40 th, ke IGD dgn keluhan demam tinggi sore hari. Kesadaran berkabut,
bradikardi relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegali
DK : demam tifoid
Resepkan terapi antibiotik sediaan injeksi
– Ceftriakson injeksi 1g, 1x3g dalam dextrose 5% 100cc selama 30menit selama
3-5 hari
– **setiap 1g obat harus larutkan ke dalam 10mL aquabidest pro injeksi IV

Penyelesaian
Dextrose 5%  ini cairan infusnya  mesti dimasukin obatnya 3g ke cairan infus ini.
Setiap hari cuman diinfus sekali selama 30 menit  terapi selama 3-5 hari.
Anggeplah kita pake yg 5 hari.
Total obat yg diperluin  15 vial (3g x 5hr)
• Krn obat 3g/hari, jadi kita butuh Water for injection (WfI) sebanyak 30ml untuk
pelarutnya
• Sediaan WfI yg tersedia itu 25ml/flc. Jadi dalam 1 hari butuh 2 flc. (jgn lupa air
sisanya gak bisa disimpen buat bsok, krn WfI ini sekali pake d, jd gak bisa itung total
butuh pelarutnya trus lgsg dibagi 25ml gitu)
• Krn kita selama 5 hari  butuh 10flc WfI
• Butuh spuitnya yg 10cc krn kita mesti campur obatnya dgn 10ml WfI tiap 1g

Untuk
Penulisan resepnya
R/ Inj Ceftriaxon 1g vial No.XV
S pro inj
R/ Spuit 10cc No. V
S pro inj
R/ Water for Injection flc No. X
S pro inj
Boleh juga
R/ Infus set No.I diganti Sol
S pro infus (solusio)
R/ Infus Dextrose 5% 100cc kolf No. V
Ukurannya
S pro infus
R/ Kanul intravena (Venflon) 18 No.I Venflon ini nama
S pro infus merknya. Boleh ditulis
lgsg venflon aja tanpa
kanul intravenanya.
72

Obat tetes

Obat tetes untuk mata dengan telinga tidak terlalu beda. Namun pada bagian cara
pemakaiannya yang perlu dibedakan.
– Telinga  auric
– Mata  oculo

Contoh kasus tetes telinga


An. Puri 18 bln, 12kg, demam, telinga kanan keluar cairan warna kuning berbau
DK : Otitis Media Supuratif
Berikan obat tetes telinga:
– Untuk cuci telinga : solusio H2O2 3%, diberikan 2x sehari 10 tetes pada
telinga yg sakit (kanan)
– Untuk antibiotik topikal : Ofloxacin, diteteskan 2x sehari 2 tetes pada telinga
sakit setelah dicuci

Penulisan resep
R/ Sol H2O2 3% 5cc Gutta = tetes

S 2dd gtt X auric dex


R/ Sol Ofloxacin fls No.I
S 2dd gtt II auric dex setelah dicuci

Telinga kanan

Contoh kasus tetes mata

Tn. Tegar 55 th, ke IGD krn mata kanan kiri merah dan pedih jika kena cahaya. 2
hari lalu karena kemasukan serpihan logam. Pengelihatan buram
DK: ulkus kornea ODS e.c. bakteri
Berikan obat
– Antibiotik topikal gentamycin tetes mata (solusio)  1 tetes tiap jam pada
mata kanan dan kiri
– Antibiotik topikal gentamycin salep  oles 1x sehari malam hari sebelum
tidur pada mata kanan dan kiri
– Siklopegik sulfas atropin tetes mata  1 tetes 3x sehari pada mata kanan dan
kiri
73

Penulisan resep
R/ Gentamycin eyedrops fls No.I Tiap jam

S omnihora gtt I o.d.s


R/ Gentamycin eye ointment 5g tube No.I
S 1dd applic o.d.s a.n.
R/ Sulfas atropin eyedrops fls No.I Ante noctem 
S 3dd gtt I o.d.s sebelum tidur

Oculo dextra sinistra 


mata kanan kiri

Singkatan Istilah Arti


a.c. Ante coenam Sebelum makan
ad. 1 vic. Ad unus vicibus Untuk 1x pakai
ad. Lib Ad libitum Tambahkan secukupnya
a.m. Ante meridium Sebelum tengah hari
a.n. Ante noctem Sebelum tidur
Amp Ampul Ampul
Aq. Bidest Aqua bidestilata Air yg disuling 2x
auric auricular Telinga
b.i.d atau b.d.d Bis in die atau bis de die 2 kali sehari
Cap Capsulae Kapsul
Cr Cream Krim
D (dex) Dextra Kanan
d.C Durante coenam Pada waktu makan
(1-4) d.d. De die (1-4x) sehari
d.t.d Da tales doses Berilah sejumlah dosis tsb
74

Singkatan Istilah Arti


emuls emulsum Emulsi
et et Dan
f fiat Buatlah
flc flacon Flacon (botol plastik)
fls flask Flask (botol kaca)
garg gargarisma Obat kumur
gtt Gutta; guttae Tetes, obat tetes
haust haustus Sekali minum habis
h.m. Hora matutina Pagi hari
h.s. Hora somni Waktu akan tidur
h.v. Hora vespertina Malam hari
inf. infusum Infus
Inj. injectio Obat suntik
kolf kolf Botol infus
Lin. linimentum Obat gosok
Liq. Liquor, liquidus Cairan, cair
Lot. lotio Sediaan cair obat luar
m mane pagi
m. et v. Mane et vespere Pagi dan sore

Singkatan Istilah Arti


m.f. Misce fiat Campur dan buatlah
mixt mixtura campuran
nasal nasal Hidung
no nomero Jumlah
noct noctum Tengah malam
O.D. Oculo dextra Mata kanan
o.h. Omni hora Tiap jam
o.m. Omni mane Tiap pagi
opth opthalmo Mata
P.c Post coenam Sesudah makan
Part dol Parte dolente Pada bagian yg sakit
pot potio Obat minum cair
p.r.n Pro renata Bila perlua
pulv Pulveres / pulvis Bubuk tabur / bubuk terbagi dalam bungkusan
q.s Quantum satis Dalam jumlah semuanya
qq.h. Quaque hora Tiap jam
R/ recipe Ambillah
S signa Tandailah
75

Singkatan Istilah Arti


sol solutio Larutan
s.o.s atau s.n.s Si opus sit atau si necesse sit Bila perlu

stat statim Segera


supp suppositoria Supositoria
syr syrup Sirup
tab tabullae Tablet
troch trochiscus Tablet hisap
u.c. Usus cognitus Aturan pakai diketahui

u.e Uses externus Obat luar


ung unguentum Salep
u.p. Usus propius Untuk pemakaian profesi
kedokteran
vesp vespere Malam hari
vial vial Botol untuk injeksi

Anda mungkin juga menyukai