Anda di halaman 1dari 142

LAPORAN AKHIR

KULIAH KERJA LAPANGAN III


PENGUKURAN PARAMETER SOSIAL EKONOMI PENDUDUK
BANDUNGAN, KABUPATEN SEMARANG

Pembimbing :
Dra. Umrotun, .Si.
Drs. Priyono, M.Si.
Dr. M. Musiyam, MTP
Dr. Choirul Amin, S.Si.,M.M
Muhammad Iqbal, S.Si., M.Si

Anggota Kelompok :
Agung Prasetyo Kurniawan (E100160087) Erwan Apriliyanto (E100160072)
Agung Purwo Prasetyo (E100160079) Isnaini Nur S (E100160075)
Ajeng Dwi Ghoerniasih (E100160083) Puji Lestari Dianita (E100160080)
Agnes Priyati (E100160076) Tiara Dibalarita (E100160088)
Bani Shadiqin (E100160077) Tommi Rudianto (E100160081)
Diah Ayu Nur Hidayati (E100160071) Muh. Agil Baskoro (E100160084)
Diah Novita Sari (E100160085) Nur Alfin Muhamad (E100160089)
Dita Putri Indahsari (E100160086)

FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami kelompok 4
dapat menyelesaikan laporan akhir Kuliah Kerja Lapangan 3 ini sesuai dengan
batas waktu yang ditentukan.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengukuran


Parameter Sosial Ekonomi Penduduk. Dalam penyelesaian laporan ini kami
kelompok 4 mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan
terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dan membimbing kami
sehingga selesainya laporan ini diantaranya sebagai berikut:

1. Dra . Umrotun, M.Si , Drs. Priyono, M.Si . Dr. M. Musiyam, MTP . Dr.
Choirul Amin, S.Si . , M.M . Muhammad Iqbal, S.Si . , M.Si. selaku dosen
Pembimbing Kuliah Kerja Lapangan 3 , yang telah memberikan materi
kuliah dan berkontribusi dilapangan yang sangat membantu terselesainya
laporan ini.
2. Orang tua yang telah memberikan materi dan doanya.
3. Perangkat Pemerintahan Kecamatan Bandungan yang telah memeberikan
izin lokasi kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 3 kepada kami.
4. Pihak hotel wina dan hotel kusma yang telah memberikan sarana dan
praasarana tempat tinggal kepada peserta Kuliah Kerja Lapangan 3.
5. Kawan-kawan satu tim atas kerja sama dan kekompakannya dalam
menyelesaikan laporan ini, serta berbagai pihak yang membantu saya atas
terselesainya laporan ini.

Kami menyadari laporan akhir ini jauh dari sempurna untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya laporan
ini.Sehingga laporan ini dapat menjadi referensi untuk pembaca yang
membutuhkannya.

Bandungan , 27 Desember 2018

Kelompok 4
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN III ( KKL III ) PENGUKURAN


PARAMETER SOSIAL EKONOMI PENDUDUK BANDUNGAN,
KABUPATEN SEMARANG

KELOMPOK – 4

Telah dilaksanakan di Semarang


Hari, Tanggal : Kamis-Sabtu, 27-29 Desember 2018

Mengesahkan,

Dosen Pembimbing

Drs. Priyono, M.Si


DAFTAR ISI
COVER DEPAN
KATA PENGANTAR
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II TELAAH PUSTAKA
a. Teori kependudukan
b. Perilaku sosial Desa-Kota
c. Ekonomi ketenagakerjaan
d. Sektor informal
e. Migrasi
f. Pola konsumsi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Alasan Pemilihan Lokasi Penelitian
B. Populasi dan Sampel Penelitian
C. Teknik Pengambilan Sampel
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Instrumen Pengumpul Data
F. Teknik Pengolahan Data
G. Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Daerah Penelitian
B. Hasil Penelitian
1. Profil Penduduk
2. Profil Pedagang Kaki Lima
3. Profil Pedagang di Pasar
4. Profil Pembeli di Pasar
5. Profil Sopir Angkutan Kota
6. Profil Penumpang Angkutan
7. Profil Tukang Ojek
8. Profil Juru Parkir
DAFTAR TABEL
A. Tabel Tabulasi Penduduk
B. Table Tabulasi Pedagang Kaki Lima
C. Tabel Tabulasi Pedagang di Pasar
D. Tabel Tabulasi Pembeli di Pasar
E. Tabel Tabulasi Sopir Angkutan Kota
F. Tabel Tabulasi Peumpang Angkutan
G. Tabel Tabulasi Tukang Ojek
H. Tabel Tabulasi Juru Parkir
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
a. Kuisioner Penelitian
b. Buku Kode
c. Kotak Tabulasi Manual
d. Peta-peta Hasil Penelitian
Dokumentasi Foto Kegiatan
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Parameter sosial ekonomi berdasarkan data dapat diperoleh dengan
melakukan perhitungan kembali mengenai data sex ratio, jumlah kumulatif,
proporsi, dan prosentase. Setelah didapatkan hasilnya maka akan terdapat
hasil dari masing-masing data yang akan dibuat distribusi penduduk, piramida
penduduk dan gambar sex ratio yang nantinya semua data tersebut dapat
dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan setelah dianalisis.
Data kependudukan memegang peranan penting, karena dengan adanya
data yang lengkap dan akurat, maka akan lebih mudah dan cepat dalam
mengetahui dan mengevaluasi sumber daya manusia di suatu wilayah.
Data kependudukan yang dapat disajikan sampai wilayah administrasi
terkecil sangat berguna bagi perencanaan pembangunan. Karena registrasi
penduduk di Indonesia belum dapat menghasilkan data kependudukan seperti
yang diharapkan, maka sensus penduduk menjadi satu-satunya sumber data
kependudukan yang diharapkan mampu memberikan gambaran keadaan
penduduk Indonesia.
Pertumbuhan penduduk yang meningkat dan berkaitan dengan kemiskinan
dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan
komponen demografi seperti fertilitas, motalitas. Morbiditas, migrasi,
ketenagakerjaan, perkawinan dan aspek rumah tangga dalam keluarga akan
membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat
mengembsngksn program pembangunan kependudukan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang tepat pada ssasarannya.
Masalah utama yang dihadapi dibidang kependudukan Indonesia adalah
masih tingginya jumlah penduduk dan tidak seimbangnya penyebaran dan
struktur umur penduduk. Program kependudukan dan keluarga berencana
bertujuan untuk turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial
bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian
penduduk. Dengan demikian diharapkan tercapai keseimbangan yang baik
antara jumlah dan percepatan pertumbuhan penduduk dengan perkembangan
produksi dan jasa.
Permasalahan kependudukan menjadi dasar munculnya kegiatan
pengukuran kependudukan. Hal ini terkait dengan pertumbuhan penduduk
yang semakin meningkat di Indonesia. Pertumbuhan penduduk merupakan
keseimbangan yang dinamis antara kekuatan yang menambah dan mengurangi
jumlah penduduk.
Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara
kekuatan-kekuatan yang menambah dan mengurangi jumlah penduduk. Secara
terus-menerus penduduk akan dipengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir tetapi
di sisi lain juga akan dikurangi oleh jumlah kematian yang terjadi pada semua
kelompok umur. Sementara itu migrasi juga berperan dalam mempengaruhi
jumlah penduduk. Imigran akan menambah dan emigran akan mengurangi
jumlah penduduk Indonesia.
Keadaan sosial ekonomi penduduk Kecamatan Bandungan sendiri
memiliki penduduk cukup padat dengan dominan penduduk yang berkerja
sebagai pedagang,sopir atau wiraswasta karena keadaan geografi yang berada
di ketinggian menjadikan wilayahnya memiliki pemandangan yang indah
sehingga masyarakat dan pemerintah sekitar berfikir untuk mengelolah untuk
di jadikan tempat wisata untuk mengembangkan pembangunan sosial dan
ekonomi masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja tahap-tahap dalam melakukan penelitian sosial melalui metode
survei ?
2. Apa saja parameter yang digunakan untuk pengukuran berbagai parameter
sosial dan ekonomi ?
3. Bagaimana agar mahasiswa dapat terampil dalam melakuakan pengukuran
berbagai parameter sosial dan ekonomi ?
C. TUJUAN

1. Mahasiswa mampu mengetahui tahap-tahap penelitian sosial melalui


metode survei di Bandungan, Kabupaten Semarang.
2. Melatih Ketrampilan mahasiswa melakukan pengukuran berbagai
parameter sosial dan ekonomi di Bandungan, Kabupaten Semarang.
3. Mahasiswa dapat memahami parameter yang digunakan untuk
mengetahui pengukuran berbagai parameter sosial dan ekonomi.
BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 TEORI KEPENDUDUKAN

Kependudukan adalah hal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur,


jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian,
persebaran, mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut
politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pengelolaan kependudukan dan
pembangunan keluarga adalah upaya terencana untuk mengarahkan
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan
penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada
seluruh dimensi penduduk. Perkembangan kependudukan adalah kondisi
yang berhubungan dengan perubahan keadaan kependudukan yang dapat
berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan-perubahan jumlah penduduk terjadi karena pengaruh faktor-
faktor alam, seprti halnya tumbuhan dan hewan mengalami pengaruh itu.
Temperatur, curah-curah, kelembaban, ruang hidup, keadaan jasmani, dan
lain-lain, merupakan faktor-faktor yang dipakai untuk menyusun teori. Di
samping teori naturalistik ini, ada pula teori-teori lain yang didasarkan atas
faktor sosial dan kebudayaan, karena pada manusia faktor inilah yang lebih
berperanan.
Penduduk yang menempati bagian-bagian muka bumi mengalami pasang
surut, dan perubahan-perubahan ini menyadarkan berbagai pihak untuk
memberi penjelasan, sehingga muncullah berbagai teori penduduk.
Dalam teori kependudukan ada beberappa ahli paling terkenal yang
mengemukakan tentang pendapat teori kependudukanya,salah satunya Aliran
Malthusian dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, Robert Malthus (1766-
1834) terkenal sebagai pelapor Ilmu Kependudukan (Population Studies)
sebagai bagian dari rentetan perkembangan demografi yang telah dimulai
sejak pertengahan abad ke-17. Tulisan monumentalnya An Essay on The
Principle of Population as it Affect Future Improvemenet of Society, with
remarkson the speculations of Mr. Godwin, Mr. Condorcet and other Writer
atau lebih populer dengan sebutan Prinsip Kependudukan (The Principle of
Population) diterbitkan pertama kali pada tahun 1798. Meskipun memperoleh
banyak kritik, pada dasarnya mendapat pengakuan yang luas di kalangan para
ahli. Inti pemikiran dan pendapat Malthus kemudian dikenal dengan Teori
Kependudukan Malthus. Ringkasan dari tulisan-tulisan Malthus ada dalam A
Summary View of the Principle of Population yang dipublikasikan dalam
tahun 1830.
Malthus memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu:
1. Bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup manusia dan
2. Bahwa kebutuhan nafsu seksuil antar jenis kelaminan akan tetap
sifatnya sepanjang masa.
Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak
ada pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih
cepat dari pertambahan subsisten (pangan). Perkembangan penduduk akan
mengikuti deret ukur sedangkan perkembangan subsisten (pangan) mengikuti
deret hitung interval waktu 25 tahun.
Ia menyatakan bahwa penduduk itu (seperti juga tumbuh-tumbuhan
dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan
cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini.
Tinggi pertumbuhan ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki
dan perempuan tidak bisa dihentikan.
Jika kondisi ini dibiarkan maka manusia akan mengalami kekurangan
pangan dan kemiskinan. Untuk keluar dari permasalah ini menurut Malthus
harus ada pengekangan perkembangan penduduk. Pengekangan tersebut
dapat berupa pengekangan segera dan pengekangan hakiki. Yang dimaksud
dengan pengekangan hakiki adalah pangan. Sedangkan bentuk pengekangan
segera adalah bentuk preventive check dan positive check.
1. Preventive check
Preventive check adalah pengurangan penduduk melalui penekanan
kelahiran. Preventive check timbul karena kemampuan penalaran manusia
sehingga dapat meramalkan akibat-akibat yang akan terjadi di kemudian
hari. Preventive check dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Moral restraint (Pengekangan diri)
Moral restraint yaitu segala usaha mengekang nafsu seksual.
b. Vice
Vice yaitu pengurangan kelahiran seperti, abortus, penggunaan alat
kontrasepsi, homoseksual, pelacuran.
2. Positive check
Positive checkadalah pengurangan penduduk melalui proses kematian.
Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk lebih besar daripada jumlah
persediaan pangan maka dapat dipastikan akan terjadi kelaparan, wabah
penyakit, dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipastikan tingkat kematin
akan semakin meningkat. Positive checkdibagi menjadi 2 yaitu:
a. Vice (kejahatan)
Vice yaitu segala jenis pencabutan nywa sesama manusia seperti manusia
seperti pembunuhan anak-anak (infanticide), pembunuhan orang-orang
cacat, dan orang tua.
b. Misery (kemelaratan)
Misery yaitu segala keadaan yang menyebabkan kematian seperti berbagai
jenis penyakit dan epidemi, bencana alam, kelaparan, kekurangan pangan
dan peperangan.

Bagi Malthus moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang


paling penting, sedangkan penggunaan alat kontrasepsi belum dapat
diterimanya. Pendapat banyak mendapat kritikan dari para ahli yang
menimbulkan diskusi secara terus menerus. Karena gagasan yang dicetuskan
Malthus pada abad 18 dianggap aneh pada saat itu . Malthus mengatakan
bahwa dunia akan kehabisan sumber daya alam karena jumlah penduduk
yang terus meningkat, hal ini bagi mereka tidak dapat diterima oleh akal
sehat. Pada dunia baru seperti Amerika, Afrika, Autralia dan Asia dengan
sumber daya alam yang melimpah mereka berpendapat bahwa persediaan
makanan tidak akan habis. Sehingga preposisi yang diajukan oleh Malthus
tersebut akhirnya memunculkan beberapa kritik sebagai berikut:
 Mathus terlalu menekankan terbatasnya persediaan tanah, tetapi ia tidak
menyangka akan ada keuntungan besar dari kemajuan transpor yang
dikombinaksikan dengan pembukaan tanah pertanian baru di Amerika
Serikat, Australia dan tempat-tempat lainnya. Karena dengan kemajuan-
kemajuan transportasi yang menghubungkan daerah satu dengan daerah
lainnya sehingga pendistribusian bahan makanan ke daerah-daerah yang
kekurangan makanan mudah dilaksanakan.
 Dalam kondisi yang menguntungkan, hewan dan tanaman dapat
meningkat menurut deret ukur. Malthus tidak memperhitungkn bahwa
teknologi juga dapat maju dengan pesat. Dengan adanya peningkatan
metode-metode pertanian seperti penggunaan pupuk dan bibit unggul
lebih banyak maka dapat menaikkan produktivtas.
 Malthus tidak memeprtimbangkan kontrol fertilitas bagi pasangan-
pasangan yang sudah menikah. Pada tahun 1822, Francis Place
menganjurkan pembatasan kelahiran setelah perkawinan.
 Malthus tidak memperhitungkan bahwa fertilits dapat menurun apabila
terjadi perkembangan ekonomi dan naiknya standar hidup penduduk
dinaikkan.

2.2 PERILAKU SOSIAL DESA-KOTA


Banyak alasan pentingnya membicarakan masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan. Selain belum ada kesepakatan umum tentang
keberadaan masyarakat desa sebagai suatu pengertian yang baku,juga kalau
dikaitkan dengan pembangunan yang orientasinya banyak dicurahkan
kepedesaan,maka pedesaan memiliki arti tersendiri dalam kajian struktur
sosial atau kehidupanya. Dalam keadaan desa yang “sebenarnya”,desa masih
dianggap sebagai standard pemelihara system kehidupan bermasyarakat dan
kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong-
royong, kesenian, kepribadian dalam berpakaian, adat-istiadat, kehidupan
moral-susila, dan lain-lain.

Orang kota membayangkan bahwa desa ini merupakan tempat orang


bergaul dengan rukun,tenang,selaras,dan akur.Akan tetapi justru dengan
berdekatan itulah mudah terjadi konflik atau persaingan yang bersumber dari
peristiwa kehidupan sehari-hari, hal tanah, perbedaan antara kaum muda dan
tua dan lain-lain.
Melihat dari berbagai aspek yang ada, baik kita lihat secara langsung
atau melalui media informasi, baik cetak maupun media elektronik, bahwa
betapa fenomena hidup yang ada pada masyarakat pedesaan mulai mengalami
pergeseran nilai, norma serta adat istiadat yang tidak lagi dihiraukan oleh
banyak penduduk desa yang ingin merasa kehidupannya berubah, baik
ekonomi maupun status sosialnya.
Dalam Bahasa Inggris disebut Society, asal katanya Socius yang
berarti “kawan”. Kata “Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek,
artinya “bergaul”. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk
akhiran hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi
melainkan oleh unsur – unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang
merupakan kesatuan.
Menurut R.Linton:Seorang ahli antropologi mengemukakan,bahwa
masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup
dan bekerjasama,sehingga meraka ini dapat mengorganisasikan dirinya
berfikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas
tertentu. Sedangkan Selo Sumarjan mengatakan bahwa masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.
Mengingat banyaknya definisi masyarakat, maka dapat diambil
kesimpulan, bahwa masyarakat adalah:
a. Manusia yang hidup bersama.
b. Bercampur untuk waktu yang lama.
c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang


terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar
diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan,
karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa
dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti
beras, sayur-mayur , daging dan ikan.
Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan
tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek
perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan
dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada
saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang
pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka
merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang
tersedia. Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan
oleh orang desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat pembasmi hama
pertanian, minyak tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan
transportasi.
Hal inilah yang membuat kawasan perkotaan menjadi tumpang-tindih
dengan kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana,
bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas
pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya, yang
mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat
akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota
makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa
melalui beberapa cara, seperti:
1. Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan
dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua
kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam;
2. Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak
kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat
kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan;
3. Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke
desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi;
4. ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang
bersifat kedesaan ke kota.
Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan
orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah
berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya
dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.

2.3 EKONOMI KETERNAGAKERJAAN


Ilmu ekonomi pembangunan didefinisikan sebagai cabang ilmu
ekonomi yang menganalisa masalah-masalah yang dihadapi oleh negara
sedang berkembang dan mencari cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah
ini agar negara-negara berkembang dapat membangun ekonominya lebih
cepat lagi (Arsyad, 1999). Sedangkan ilmu ekonomi regional menurut
Tarigan (2004) adalah cabang ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya
memasukkan unsur perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lain. Ilmu
regional tidak membahas kegiatan individu melainkan menganalisis suatu
wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau melihat bebagai
wilayah dengan potensinya yang beragam dan bagaimana mengatur suatu
kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah.
Sektor ekonomi potensial atau sektor unggulan dapat diartikan sebagai
sektor perekonomian atau kegiatan usaha yang produktif dikembangkan
sebagai potensi pembangunan serta dapat menjadi basis perekonomian suatu
wilayah dibandingkan sektor-sektor lainnya dalam suatu keterkaitan baik
secara langsung maupun tak langsung (Tjokroamidjojo, 1993). Sektor
ekonomi potensial ini dapat berupa sektor basis, dimana menurut Glasson
(1978) sektor basis merupakan sektor yang mengekspor barang dan jasa ke
wilayah-wilayah diluar batas-batas perekonomian setempat. Besarnya
pendapatan pengeluaran dalam sektor basis merupakan fungsi dari
permintaan
Sektor ekonomi dapat disebut sebagai sektor potensial jika memenuhi
beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Merupakan sektor ekonomi yang dapat menjadi sektor basis wilayah,
sehingga semakin besar barang dan jasa yang dapat diekspor maka
semakin besar pula tingkat pendapatan yang diperoleh suatu wilayah.
2. Memiliki kemampuan daya saing (competitive advantage) yang relatif.
Pembangunan lokal dibatasi dengan pembangunan dengan lokasi
geografisnya lebih kecil dari regional. Tetapi secara pendekatan, teknik atau
metode pembangunan ekonomi regional dapat pula dipergunakan dalam
pembangunan lokal, yang meliputi kegiatan menganalisa, mencarikan solusi
dan kegiatan pengaturan/manajemen wilayah (Stamer, 2003).

2.4 SEKTOR INFORMAL


Menurut Todaro (1998) karakteristik sektor informal adalah sangat
bervariasi dalam bidang kegiatan produksi barang dan jasa berskala kecil, unit
produksi yang dimiliki secara perorangan atau kelompok, banyak
menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang dipakai relatif
sederhana, para pekerjanya sendiri biasanya tidak memiliki pendidikan
formal, umumnya tidak memiliki keterampilan dan modal kerja. Oleh sebab
itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung rendah dibandingkan
dengan kegiatan bisnis yang dilakukan di sektor formal. Pendapatan tenaga
kerja informal bukan berupa upah yang diterima tetap setiap bulannya, seperti
halnya tenaga kerja formal. Upah pada sektor formal diintervensi pemerintah
melalui peraturan Upah Minimum Propinsi (UMP). Tetapi penghasilan
pekerja informal lepas dari campur tangan pemerintah.
Aktivitas penting perkotaan yang membentuk elemen kota
(Nitisudarmo, 2009, Yatmo, 2009). Kantung-kantung sektor informal banyak
menempati lokasi-lokasi strategis seperti kawasan perdagangan, permukiman,
perkantoran, kawasan industri hingga fasilitas-fasilitas umum Bentuk sektor
informal dapat dipilah menjadi 2 (dua), yakni (a) sektor informal yang
bersifat legal yang biasanya menempati lokasi yang ditentukan oleh
pemerintah daerah setempat dan dibuka secara kontinu dan (b) sektor
informal yang dilakukan secara illegal, menempati tempat usaha yang tidak
ditentukan oleh pemerintah daerah setempat sebagai lokasi sektor informal.
Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah yang memiliki
pedagang kaki lima dalam jumlah besar. Keberadaan Kota Semarang menjadi
faktor penarik tersendiri bagi masyarakat untuk bekerja di sektor informal ini.
Hal ini menyebabkan jumlah pedagang kaki lima/ sektor informal terus
bertambah setiap tahunnya.
Beberapa tahun belakangan mulai marak pedagang kaki lima yang
menggunakan mobil untuk berjualan sehingga menambah kesemrawutan
wajah kota. Penyebabnya adalah pedagang bermobil tersebut parkir di
sembarang tempat bahkan di lokasi yang dibilang terlarang untuk berjualan.
Bertambahnya pedagang kaki lima dapat mengakibatkan bertambahnya
permasalahan di Kota Semarang. Sebagai contohnya pedagang kaki lima di
kawasan Bandungan yang terus bertambah mengakibatkan terhambatnya arus
lalu lintas di sekitar kawasan tersebut. Pedagang kaki lima di kawasan
Tlogosari menempati badan jalan termasuk untuk pedagang bermobil
sehingga menimbulkan kemacetan. Dampak negatif lain yang terjadi yakni
pedagang kaki lima menimbulkan kekumuhan sehingga merusak keindahan
kota. Kondisi ini tidak hanya terjadi di kawasan Bandungan namun hampir
secara keseluruhan di Kota Semarang.
Di sisi lain, sektor informal menjadi kantung penyelamat ekonomi
kerakyatan yang telah teruji dan tidak goyah oleh krisis ekonomi (Setia M,
Brata, 2010). Sejak krisis moneter pada tahun 1998, sektor informal menjadi
salah satu aktivitas terpenting yang mewarnai lingkungan perkotaan.Bahkan
Bappenas mencatat bahwa sektor informal berperan cukup penting dalam
pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional.Sektor informal ini
menjadi alternatif lapangan kerja ketiga progam pembangunan yang kurang
mampu menyediakan peluang kerja di sektor formal (Firnandy, 2002, Dimas,
2008).
2.5 MIGRASI
Dalam arti luas, definisi tentang migrasi adalah tempat tinggal mobilitas
penduduk secara geografis yang meliputi semua gerakan (movement)
penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode tertentu pula
(Mantra, 1980: 20).
Definisi migran menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa : ”a migrant is a
person who changes his place of residence from one political or a
administrative area to another.” pengertian ini dikaitkan dengan pindah tempat
tinggal secara permanen sebab selain itu dikenal pula ”mover” yaitu orang
yang pindah dari satu alamat ke alamat lain dan dari satu rumah ke rumah lain
dalam batas satu daerah kesatuan politik atau administratif, misalnya pindah
dalam satu Propinsi. Beberapa bentuk perpidahan tempat (mobilitas) :
 Perubahan tempat yang bersifat rutin, misalnya orang yang pulang balik
kerja (Recurrent Movement).
 Perubahan tempat yang tidak bersifat sementara seperti perpidahan
tempat tinggal bagi para pekerja musiman.
 Perubahan tempat tinggal dengan tujuan menetap dan tidak kembali ke
temapat semula (Non Recurrent Movement).
Gerak penduduk non permanen (sirkulasi : circulation) ini dapat pula
dibagi menjadi dua yaitu ulang alik (nglaju/commuting) dan dapat
menginap/mondok di daerah tujuan. Ulang alik adalah gerak penduduk.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanatoris-eksploratif yang
menurut Warwick and Linnenger (1975) dimaksudkan untuk menjelaskan
faktor-faktor penyebab terjadinya pola atau fenomena tertentu; menjelaskan
alasan suatu pola atau fenomena sebagaimana apa adanya; dan memahami
proses dan interaksi antara manusia, ruang dan fenomena tertentu.
2.6 POLA KONSUMSI
Kegiatan konsumsi, pola pengeluaran antar rumah tangga tidak akan
pernah sama persis. Akan tetapi memiliki perbedaan keteraturan dalam pola
pengeluaran secara umum. Pola pengeluaran ini bisa juga disebut pola
konsumsi (sebab konsumsi merupakan suatu bentuk pengeluaran). Pola
konsumsi berasal dari kata pola dan konsumsi. pola adalah bentuk (struktur)
yang tetap, sedangkan konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh
individu/kelompok dalam rangka pemakaian barang dan jasa hasil produksi
untuk memenuhi kebutuhan. Jadi, pola konsumsi adalah bentuk (struktur)
pengeluaran individu/kelompok dalam rangka pemakaian barang dan jasa
hasil produksi guna memenuhi kebutuhan.
Samuelson dan Nordhaus (2004) menjelaskan keteraturan pola
konsumsi secara umum yang dilakukan oleh rumah tangga atau
keluarga. Keluarga-keluarga miskin membelanjakan pendapatan mereka
terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup berupa makanan dan perumahan.
Setelah pendapatan meningkat, pengeluaran makan menjadi naik sehingga
makanan menjadi bervariasi. Akan tetapi ada batasan uang ekstra yang
digunakan untuk pengeluaran makanan ketika pendapatan mereka naik.
Oleh karena itu, ketika pendapatan semakin tinggi, proporsi pengeluaran
makanan menjadi menurun dan akan beralih pada kebutuhan nonmakan
seperti pakaian, rekreasi, barang mewah, dan tabungan.
Pola konsumsi dapat dijadikan sebagai salah satu indikator
kesejahteraan rumah tangga. Pola konsumsi yang didominasi pada
pengeluaran makanan merupakan potret masyarakat dengan kesejahteraan
yang masih rendah. Sebaliknya pola konsumsi yang didominasi pada
pengeluaran nonmakanan merupakan gambaran dari rumah tangga yang
lebih sejahtera. Hal ini disebabkan rumah tangga yang memiliki pendapatan
rendah hanya dapat fokus memenuhi kebutuhan pokok demi
keberlangsungan hidup rumah tangga sehingga pola konsumsi tampak
dominan pada konsumsi makanan. Sedangkan rumah tangga yang
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dapat memenuhi baik kebutuhan
makanan maupun nonmakanan. Berikut penjelasan Badan Pusat Statistik
(2005) mengenai konsumsi makanan, minuman, tembakau serta konsumsi
non makanan.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alasan memilih lokasi penelitian

Lokasi penelitian dipilih karena daerah Bandungan terletak di dataran


tinggi, selain itu daerah ini juga memiliki kawasan wisata. Daerah Bandungan
sangat terkenal dengan daerah pasar tradisionalnya, karena lokasi pasarnya
sangat strategis yang terletak di jalan utama Bandungan. Pasar ini sangat
menarik untuk dikunjungi, karena pasar ini terletak dipasar wisata. Komoditas
pedagang di pasar Bandungan ini paling banyak berjualan sayuran, buah
(Avokad, Jeruk Baby, Pisang dan Klengkeng) dan makanan khas Bandungan
sendiri (Kerupuk Opak, Tahu Serasi, dan Torakur), sedangkan untuk pecinta
tanaman hias bisa membeli disepanjang trotoar di depan Kecamatan
Bandungan yang letaknya tak jauh dari pasar Bandungan itu sendiri. Kelurahan
Bandungan memiliki potensi unggulan antara lain: Taman Wisata Bandungan
Indah milik PT KAI, Kios Tanaman Hias/bunga, dan Pasar Bunga
Potong/tabur, karena letaknya yang dekat dengan objek wisata maka dari itu
banyak didirikan hotel-hotel atau tempat penginapan.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Objek penelitian ini adalah penduduk yang berada di RW 02 Desa


Bandungan, pedagang (sayur, dan kaki lima) yang berjualan di sekitas pasar
Bandungan, dan juga supir angkutan yang mengambil penumpang di sekitar
pasar Bandungan.

b. Populasi penelitian ini diambil di Kelurahan Jetis dan Bandungan yang


berada di Kabupaten Semarang. Populasi penelitian ini merupakan kawasan
wisata yang memiliki banyak pengunjung, baik untuk berbelanja di pasar
Bandungannya, maupun yang ingin berwisata di Waterpark yang terletak di
Kelurahan Jetis.
C. Teknik pengambilan sampel

Berdasarkan pertimbangan waktu dan biaya, pengambilan sampel


menggunakan metode acak (Nonprobability sampling) yaitu sampel purposif
dengan penduduk, pedangang sayur dan kaki lima, dan supir angkutan kota
sebagai unit samplingnya. Metode ini di pilih secara cermat dengan
pengambilan sampel mengambil objek penelitian yang mempunyai ciri-ciri
spesifik. sampel ini sangat difokuskan untuk melihat rata-rata pendapatan
penduduk di Kelurahan Bandungan, pedagang sayur dan kaki lima dan juga
supir angkutan yang berada di sekitar pasar Bandungan Kelurahan Jetis.

D. Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dala penelitian ini
adalah sebagai berikut:

1. Observasi Lapangan
Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan data yang aktual dan langsung
dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian (Moh. Pandu Tika,
2005). Tujuan dari observasi ini sendiri digunakan untuk mencari tahu
rata-rata pendapatan penduduk, pedagang sayur dan kaki lima dan supir
angkutan kota.

2. Dokumentasi
Data yang didapat dari dokumentasi merupakan data sekunder, data
ini digunakan untuk memperjelas persebaran penduduk di RW 02
Kelurahan Bandungan, pedagang dan kaki lima di sekitar Kelurahan Jetis.
Pengumpulan data sekunder pada penelitian ini yaitu kepadatan penduduk,
jenis pekerjaan, dan pendapatan ekonomi.
No. Data Jenis Sumber Data

1. Peta Administrasi, Penggunaan Primer Peta RBI Jateng –


Lahan, Kemiringan Lereng dan DIY 2016
Geologi.

2. Tabel Isian Survey Lapangan Primer

3. Kabupaten Semarang dalam Angka Sekunder Badan Pusat


Statistika

4. Kecamatan Bandungan dalam Sekunder Badan Pusat


Angka Statistika

5. Dokumen RTRW Kabupaten Sekunder Badan Perencanaan


Semarang dan Pembangunan
Daerah Solo

E. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut :
a. Alat
1. GPS Essensial persebaran
GPS digunakan untuk mengukuran lokasi sampel rumah penduduk di
RW 02, pedangang sayur dan kaki lima, dan lokasi pemberhentian
angkutan kota di daerah penelitian. Hasil pengukuran berupa titik
koordinat yang digunakan untuk mengetahui titik persebaran penduduk,
pedagang sayur dan kaki lima dan juga supir angkutan kota.
2. Lembar Observasi
Lembar Observasi digunakan untuk menulis hasil dari pengamatan
penelitian yang dilakukan dengan observasi langsung maupun observasi
tidak langsung. Lembar observasi ini digunakan untuk melihat rata-rata
pendapatan penduduk di Kelurahan Bandungan, pedagang sayur dan kaki
lima dan juga supir angkutan yang berada di sekitar pasar Bandungan
Kelurahan Jetis.

b. Bahan
1. Peta Administrasi, Penggunaan Lahan, Kemiringan Lereng dan Geologi.
2. Kabupaten Semarang dalam Angka
3. Kecamatan Bandungan dalam Angka
4. Dokumen RTRW Kabupaten Semarang

F. Teknik Pengolahan Data

Data primer yang telah diperoleh dari lokasi penelitian kemudian diolah
melalui proses koding (melakukan klasifikasi jawaban dari kuisioner). Editing
(melakukan penyuntingan terhadap data yang telah dikumpulkan), dan tabulasi
(melakukan penyusunan serta menghitung data kemudian disajikan dalam
bentuk tabel. Tabulasi diperlukan agar data yang diperoleh dapat dilakukan
suatu analisis serta agar tidak terjadi kesalahan.

G. Teknik Analisis Data

Metode analisis menggunakan analisis deskriptif. Tujuan analisis ini


adalah untuk menyerderhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca
dan dipresentasikan. Secara keseluruhan unit analisis yang digunakan adalah
berdasarkan kepadatan penduduk, jenis pekerjaan dan pendapatan ekonomi. Data
yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan tabel frekuensi.
Dimana tabel frekuensi digunakan untuk satu variabel yangmeliputi diskripsi ciri
atau karakteristik dari variabel.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Daerah Penelitian

Bandungan merupakan salah satu Kecamatan dari 19 Kecamatan di


Kabupaten Semarang. Kecamatan Bandungan merupakan Kecamatan baru
di Kabupaten semarang. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala
1:25.000 Lembar 1408-541 Sumowono, 1408-523 Grabag dan 1408-542
Ungaran, Kecamatan Bandungan dalam koordinat UTM terletak antara
425275 – 435093 mT dan 9197640 – 9205676 mU. Posisi ini
menyebabkan Kecamatan Bandungan berada pada wilayah iklim tropis.
Relief daerah Kecamatan Bandungan berada pada ketinggian lebih dari
400 meter dari permukaan laut berdampak pada suhu udara di wilayah ini
relatif sejuk. (Data Strategis Kecamatan Bandungan 2015) Kecamatan
Bandungan memiliki luas wilayah 48,23 Km2. Kecamatan yang
diresmikan pada tanggal 1 Januari 2007 ini terbagi menjadi 9 desa dan 1
kelurahan. Desa dan kelurahan di Kecamatan Bandungan adalah Desa
Mlilir, Desa Duren, Desa Jetis, Desa Sidomukti, Desa Kenteng, Desa
Candi, Desa Banyukuning, Desa Jimbaran, Desa Pakopen dan Kelurahan
Bandungan. Wilayah terluas berdasarkan data statistik dari BPS
Kabupaten Semarang adalah Desa Candi sedangkan desa dengan luas
wilayah tersempit adalah Desa Jimbaran. Secara Geografis Bandungan
terletak di bawa kaki gunung Ungaran. Untuk menuju ke Kecamatan
Bandungan terdapat 2 jalur utama yaitu dari arah ungaran dan Ambarawa.
Kecamatan Bandugan di pandang sangat strategis karena di lalui oleh jalur
alternatif yang menghubungkan Semarang – Temanggung dan jalur
alternatif Ambarawa-Kendal oleh karena tempatnya yang strategis
Kecamatan Bandungan menjadidi aset utama pariwisata di Jawa Tengah.

Letak geografis Kecamatan Bandungan berada di bawah kaki


gunung Ungaran kurang lebih 15 Km sebelah Barat Daya kota Ungaran.
Sedangkan dari sebelah Ambarawa dapat di tempuh dengan jarak yang
relatif dekat berkisar 5 Km ke arah Selatan melalui jalur jalan Provinsi
yang merupakan jalur utama kota. Secara administrasi Kecamatan
Bandungan berbatasan dengan 4 kecamatan yang termasuk dalam wilayah
Kabupaten Semarang dan 1 kecamatan yang berada di Kabupaten Kendal.
Daerah –daerah tersebut antara lain : 1. Sebelah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Suwono. 2. Sebelah Timur Berbatasan dengan Kecamatan
Bergas dan Kecamatan Bawen. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Ambarawa. 4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan
Kendal. Bandungan terletak di sebelah selatan kota Semarang yang dapat
ditempuh dari arah Semarang berkisar 23 km, dari Ungaran 12 km, dan
dari Ambarawa berkisar 7 km. Untuk menuju ke Kecamatan Bandungan
dapat di tempuh melalui jalur transportasi darat.

Kecamatan Bandungan dalam koordinat UTM terletak antara


425275 – 435093 mT dan 9197640 – 9205676 mU. Posisi ini
menyebabkan Kecamatan Bandungan berada pada wilayah iklim tropis.
Relief daerah Kecamatan Bandungan berada pada ketinggian lebih dari
400 meter dari permukaan laut berdampak pada suhu udara di wilayah ini
relatif sejuk. Secara administrasi Kecamatan Bandungan berbatasan
dengan 4 kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Semarang
dan 1 kecamatan yang berada di Kabupaten Kendal.
Peta Administrasi Bandungan

1. Luas Wilayah

Kecamatan Bandungan memiliki luas 48,23 Km2. Kecamatan yang


diresmikan pada tanggal 1 Januari 2007 ini terbagi menjadi 9 desa dan 1
kelurahan. Desa dan kelurahan di Kecamatan Bandungan adalah Desa Mlilir,
Desa Duren, Desa Jetis, Desa Sidomukti, Desa Kenteng, Desa Candi, Desa
Banyukuning, Desa Jimbaran, Desa Pakopen dan Kelurahan Bandungan. Wilayah
terluas berdasarkan data statistik dari BPS Kabupaten Semarang adalah Desa
Candi sedangkan desa dengan luas wilayah tersempit adalah Desa Jimbaran.

2. Geomorfologi

Kecamatan Bandungan berada di lereng Gunung Ungaran bagian Selatan.


Berdasarkan morfologi Gunung Ungaran, Kecamatan Bandungan memiliki satuan
morfologi utama, yaitu morfologi Gunung Ungaran Tua, Gunung Ungaran Muda
(daerah puncak, lereng dan kaki), daerah manifestasi panasbumi dan dataran
aluvial.
Morfologi Gunung Ungaran Tua telah mengalami runtuhan yang terbentuk
akibat proses volcano-tectonic depression (Bammelen dalam Syabarudin, 2003).
Satuan morfologi ini dapat ditemukan di sebelah baratdaya, yaitu Banyukuning.
Satuan morfologi Gunung Ungaran Muda merupakan sebagian besar satuan
morfologi di daerah penelitian, dengan sub satuan yaitu daerah puncak, lereng dan
kaki. Daerah puncak yang memiliki beda tinggi lebih dari 100m dan slope lebih
dari 35o yang dapat dijumpai adanya kenampakan kawah akibat proses letusan
Gunung Ungaran dengan produk berupa aliran lava dan endapan piroklastik
aliran. Daerah lereng memiliki beda tinggi antara 20-100 m dengan slopeberkisar
antara 10o-32o. Dan daerah kaki memiliki beda tinggi 1-15 m dengan slope
kurang dari 10o.

3. Iklim

Hasil dari perhitungan temperatur di Bandungan, berdasarkan rumus


Brakk bahwa temperatur tertinggi adalah 22,64oC dan temperatur terendah adalah
13,91 oC. Kondisi suhu di Kecamatan Bandungan ini mempengaruhi masa tanam
dan panen. Hasil perhitungan tersebut telah dilakukan uji validitas dengan tingkat
kebenaran 80 %.

Berdasarkan perhitungan tersebut maka diketahui bahwa secara umum Kecamatan


Bandungan termasuk wilayah yang memiliki curah hujan tipe C.
Peta Curah Hujan Bandungan

Peta 2 menunjukkan kisaran intensitas hujan dalam 10 tahun terakhir yaitu


tahun 2003 sampai 2012. Berdasarkan peta tersebut, intensitas hujan tertinggi
berada pada stasiun pengamatan hujan di Ambarawa. Sedangkan intensitas hujan
terendah berada di stasiun pengamatan Sumowono. Sebagian besar wilayah
Kecamatan Bandungan memiliki kondisi hujan menurut stasiun hujan Kecamatan
Sumowono.
3. Geologi

Peta Geologi Bandungan

Bagian sebelah Selatan dari Gunung Ungaran, terutama wilayah


Kecamatan Bandungan didominasi material proses Vulkan Ungaran. Formasi
batuan penyusun Kecamatan Bandungan terdiri dari:

1) Lava Gunung Sumbing (Qls), merupakan aliran lava dan kubah yang terdiri
dari horenblenda augit yang ditemukan di Gunung Sumbing. Aliran puncak di
Gunung Ungaran berkomposisi andesit horenblenda augit. Aliran lereng di
Gunung Ungaran dikuasai lahar andesit dan aliran gunungapi muda. Endapan
lahar ini terdiri dari bongkah-bongkah tak terpisahkan menyudut tanggung dan
membundar tanggung serta bergaris tengah 2 meter. Formasi batuan penyusun ini
berada di bagian puncak Tenggara sampai Barat Daya.

2) Batuan Gunungapi Gajahmungkur (Qhg), berada di lereng atas sampai lereng


bawah yang menyebar di seluruh sisi. Formasi batuan ini mendominasi wilayah
Kecamatan Bandungan yang terdiri dari andesit horenblenda augit yang umumnya
merupakan aliran lava.
3) Formasi Kaligetas (Qpkg) berada di sisi selatan dari Kecamatan Bandungan
yang merupakan breksi vulkanik, aliran lava, tuf, batupasir tufan dan
batulempung. Breksi aliran dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai
kasar. Setempat di bagian bawahnya ditemukan batulempung mengandung
moluska dan batu pasir tufan. Batan gunungapi yang melapuk berwarna coklat-
kemerahan dan sering membentuk bongkah-bongkah besar yang memiliki
ketebalan berkisar antara 50 m sampai dengan 200 m.

4) Batuan Terobosan Andesit (Tma), merupakan Andesit horenblenda augit


tersingkap. Formasi batuan ini ditemukan di beberapa tempat, seperti Gunung
Turun, Gunung Kendalosoro, Gunung Siwakul, Gunung Kalong, Gunung
Mabang, Gunung Gugon, Gunung Puntang dan Gunung Pertapan

4. Tanah

Menurut kelompok kami berdasarkan Peta Tanah skala 1:150.000 yang


disusun oleh kelompok 4, terdapat 2 satuan jenis tanah yang terdapat di Kelurahan
Jetis yang dapat ditunjukkan dari peta berikut ini.
5. Topografi

Kemiringan lereng di Kecamatan Bandungan dibedakan menjadi 5, yaitu


kemiringan lereng 3%-8% (B), 8%-15% (C), 15%-30% (D), 30%-45% (E) dan
45%-60% (F). Kelas kemiringan lereng tersebut berdasarkan analisis kemiringan
lereng menurut Arsyad. Sebagian besar wilayah Kecamatan Bandungan termasuk
kategori lereng C dan D

Kondisi fisik ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Bandungan.


Terutama pada kondisi kependudukan, mata pencaharian dan penggunaan lahaan.
Dengan demikian, ruang di wilayah tersebut memiliki keunikan sendiri
dibandingkan dengan wilayah lain yang memiliki kondisi fisik relatif sama,
seperti Kopeng, Tawangmangu atau Bogor sekalipun. karena setiap wilayah
dengan kondisi fisik mendekati sama pasti memiliki sifat yang berbeda karena
manusia sebagai faktor pembentuk lingkungan yang utama memiliki perbedaan
budaya.
B. Hasil Penelitian
1. Profil Penduduk

Tabel 4.1 Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi %
Laki – laki 183 68.7
Perempuan 83 31.2
Total 266 100,0
Analisis

Kelurahan Jetis memiliki jumlah penduduk per November 2018 sebanyak 8.061 jiwa
(laki-laki 4.062 jiwa, perempuan 3.999 jiwa) dengan luas wilayah 434,42 ha. Jumlah yang
banyak terjadi pada laki-laki dengan presentase sebesar 68.7% dan perempuan sebesar
31.2%.

Tabel 2 Responden Penduduk Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan


Pendidikan Yang Ditamatkan Frekuensi %
SD 104 39,0
SMP 58 21,8
SMA 74 27,8
D3 8 3,0
S1 16 6,0
S2 5 1,8
S3 1 0,3
Total 266 100,0
Analisis

Dari tabel diatas pendidikan dapat dilihat bahwa penduduk Kecamatan


Bandungan mayoritas tidak bersekolah dan hanya tamatan SD sebanyak lebih
dari 40%. Masyarakat Bandungan berpendidikan rendah karena kurangnya
penyuluhan akan pentingnya pendidikan untuk masa depan, selain itu juga pada
zaman dahulu masyarakat tidak terlalu mementingkan pendidikan yang tinggi
karena belum banyaknya sekolah dan faktor ekonomi orangtua yang menjadi
faktor utama.
Tabel 3 Jenis Pekerjaan Pokok
Jenis Pekerjaan Pokok Frekuensi %
Pegawai Negeri 7 2,6
Pegawai Swasta 44 16,5
Abri 2 0,7
Pengusaha 16 6,0
Pedagang 50 18,7
Petani 52 19,5
Buruh Tani 6 2,2
Buruh Lain 26 9,7
Lainnya 63 23,6
Total 266 100,0
Analisis

Di daearah Bandungan pekerjaan yang paling dominan adalah petani, dengan


presentase 19.5%. Mereka memilih bekerja menjadi petani karena, didaerah
Bandungan akan subur tananhnya dan berada di daerah pegunungan.

Tabel 4 Jenis Pekerjaan Sampingan


Jenis Pekerjaan Sampingan Frekuensi %
Pegawai Negeri 3 1.1
Pegawai Swasta 7 2.6
Abri 2 0.7
Pengusaha 5 1.8
Pedagang 27 10.1
Petani 16 6.0
Buruh Tani 5 1.8
Buruh Lain 9 3.3
Lainnya 192 72.1
Total 266 100
Analisis

Selain menjadi petani pekerjaan sampingan di daerah penduduk Bandungan


adalah pedagang, dengan presentase 10.1%. Di daerah tersebut paling banyak
pedagang buah dan sayuran. Karena di Bandungan daerahnya perbukitan dan
daerah tersebut terbukti bagus untuk sayuran dan buah-buahan.
Tabel 5 Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Umur Frekuensi Jumlah
20 – 29 35 13.1
30 – 39 72 27.0
40 – 49 69 25.9
50 – 59 57 21.4
> 60 33 12.4
Total 266 100
Analisis

Penduduk Bandungan mayoritas berumur 30-39 tahun berjumlah frekuensi 72


dengan jumlah presentase sebesar 27%. Disimpulkan bahwa penduduk produktif
di wilayah Bandungan umur 15 tahun keatas yang berumur 30-39 tahun.

Tabel 6 Status Kawin atau Belum Kawin P


Status Penduduk Frekuensi %
Kawin 248 93.2
Belum Kawin 18 6.76
Total 266 100
Analisis

Penduduk Bandungan lebih banyak warga yang telah menikah sekitar 248
(93.2%) dan masih banyak penduduk yang belum menikah karena belum cukup
umur dan masih bersekolah dengan presentase sekitar 18 (6,76%) maka total
penduduk yang menjadi responden 266 jiwa.

Tabel 7 Umur Istri atau Suami


Umur Istri/ Suami Frekuensi %
20 – 29 43 17.3
30 – 39 72 29.0
40 – 49 68 27.4
50 – 59 40 16.1
> 60 25 10.0
Total 248 100
Analisis

Penduduk Bandungan mayoritas berumur 30-39 tahun berjumlah frekuensi


72 dengan jumlah presentase sebesar 27%. Disimpulkan bahwa penduduk
produktif di wilayah Bandungan umur 15 tahun keatas yang berumur 30-39 tahun.
Tabel 8 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah Tanggungan Keluraga Frekuensi %
<3 166 62.4
≥3 100 37.5
Total 266 100
Jumlah tanggungan keluarga penduduk bandungan yang kurang dari 3 sebanyak
62%, karena rata-rata yang sudah berkeluarga hanya mempunyai anak kurang dari
3 atau mempunyai anak yang sudah berkeluarga sendiri.

Tabel 9 Jumlah Anak Lahir Hidup


Jumlah Anak Lahir Hidup Frekuensi %
<3 185 69.5
≥3 81 30.4
Total 266 100
Mayoritas penduduk bandungan jumlah anak lahir berjumlah 69,54%, karena
warga bandungan yang sudah berkeluarga hanya ingin mempunyai anak sedikit
dan angka hidup di daerah bandungan cukup tinggi .

Tabel 10 Jumlah Anak Masih Hidup


Jumlah Anak Masih Hidup Frekuensi %
<3 187 70.3
≥3 79 29.6
Total 266 100
Analisis

Jumlah anak lahir hidup sebanyak 70%, karena pola kehidupan penduduk
bandungan yang cukup baik dan menyebabkan kualitas hidup yang layak.

Tabel 11 Usia Kawin Pertama Suami


Usia Kawin Pertama Suami Frekuensi %
< 19 181 68.0
≥ 19 85 31.9
Total 266 100
Penduduk bandungan mayoritas menikah umur kurang dari 19 tahun sebanyak
68%, karena penduduk di daerah Bandungan tidak terlalu mementingkan
pendidikan dan yang menikah lebih dari 19 tahun hanya 31%

Tabel 12 Usia Kawin Pertama Istri


Usia Kawin Pertama Suami Frekuensi %
< 19 48 18.0
≥ 19 218 81.9
Total 266 100
Usia menikah perempuan di Bandungan masih tergolong lebih dari 19 tahun
sekitar 218, sebab wanita di daerah Bandungan memilih untuk memikirkan
pendidikan daripada menikah dan hanya sedikit yang menikah dibawah umur 19
tahun sebaanyak 18%.

Tabel 13 Rata-rata Jam Kerja per-Minggu


Rata -rata Jam Kerja per – Minggu Frekuensi %
< 21 75 28.1
21 - 35 Jam 34 12.7
> 35 Jam 157 59.0
Total 266 100
Analisis

Masyarakat Bandungan paling banyak memiliki jam kerja lebih dari 35 jam
per-minggu, sebab lokasi pekerjaan yang dilakukan ramai dan paling banyak di
desa jetis Kecamatan Bandungan itu sendiri.

Tabel 14 Lokasi Tempat Kerja Penduduk


Lokasi Tempat Kerja Frekuensi %
Satu desa/kelurahan 160 60.1
Luar desa/satu kecamatan 53 19.9
Luar kecamatan/satu kabupaten 34 12.7
Luar kabupaten/satu provinsi 7 2.6
Di luar provinsi 12 4.5
Total 266 100
Analisis

Masyarakat bandungan memiliki pekerjaan tetap di daerah bandungan sendiri


kebanyakan berdagang dan petani. Sebab di Bandungan daerah yang subur untuk
bercocok tanam.

Tabel 15 Alat Transportasi Ke Tempat Kerja


Alat Transportasi Fekuensi %
Sepeda Motor 177 66.5
Mobil Pribadi 15 5.6
Transportasi Umum 15 5.6
Lainnya 59 22.1
Total 266 100
Analisis

Alat transportasi yang sering digunakan yaitu sepada motor dan angkutan
umum sebesar 66,6%, sebab masyarakat Bandungan sudah banyak yang memiliki
motor dan memilih mengendarai motor ketimbang angkutan.

Tabel 16 Pendapatan Kotor per - Bulan


Pendapatan Kotor per – Bulan Frekuensi %
< UMR 128 48.1
≥ UMR 138 51.8
Total 266 100
Analisis

Penduduk masyarakat Bandungan pendapatan kotor per bulan di atas umr


sebanyak 51,88%, sebab kemungkinan watga di Bandungan mempunyai
pekerjaan lebih dari satu dan yang kurang dari UMR 48%

Tabel 17 Pengeluaran Keluarga per – Bulan


Pengeluaran Keluarga per – Bulan Frekuensi %
< Pengeluaran Kotor per – Bulan 195 73.3
≥ Pengeluaran Kotor per – Bulan 71 26.6
Total 266 100
Analisis

Pengeluaran keluarga per bulan yang kurang dari pendapatan kotor yaitu 73%,
sebab pendapatan per bulan lebih sedikit daripada pengeluarannya dan banyak
yang dibutuhkan untuk dikeluarkan.

Tabel 18 Pola Pengeluaran Untuk Makan dan Minum


Pola Pengeluaran Untuk Makan dan Minum Frekuensi %
> 75 % 32 12.0
51 - 75 % 68 25.5
25 - 50 % 112 42.1
< 25 % 54 20.3
Total 266 100
Analisis

Pola pengeluaran untuk makan dan minum paling banyak sekitar 25-50%
sebanyak 20%, sebab jika keluarganya banyak maka semakin banyak juga
pengeluaran untuk makan dan minum pun juga banyak.
Tabel 19 Pola Pengeluaran Untuk Pendidikan
Pola Pengeluaran Untuk Pendidikan Frekuensi %
> 75 % 10 3.7
51 - 75 % 10 3.7
25 - 50 % 38 14.2
< 25 % 208 78.1
Total 266 100
Pengeluaran pendidikan yang balig banyak kurang dari 25% sebanyak 78% dan
yang paling rendah sebanyak 3,7%. Kerena di Daerah Bandungan sendiri
pendidikan belum menjadi pioritas, yang menjadi pioritas adalah pekerjaan
dagangan atau petani.

Tabel 20 Pola Pengeluaran Untuk Ongkos Transportasi


Pola Pengeluaran Untuk Ongkos Transportasi Frekuensi %
> 75 % 3 1.1
51 - 75 % 2 0.7
25 - 50 % 16 6.0
< 25 % 245 92.1
Total 266 100
Analisis

Pola pengeluaran untuk ongkos transportasi kebanyakan <25 sebanyak 92% dan
yang paling sedikit 0,7%. Sebab di Bandungan senidiri ongkos transportnya masih
terbilang rendah dibandingkan daerah yang lain..

Tabel 21 Pola Pengeluaran Untuk Kegiatan Sosial Masyarakat


Pola Pengeluaran Untuk Kegiatan Sosial Masyarakat Frekuensi %
> 75 % 4 1.5
51 - 75 % 0 0
25 - 50 % 8 3.0
< 25 % 254 95.4
Total 266 100
Kebanyakan penduduk bandungan menggunakan pengeluar untuk kegitan sosial
masyarakat dengan presantase 25%, sebab di daerah Bandungan sendiri kegiatan
sosial masyarakat kurang lebih untuk biaya menjenguk warga yang dirumah sakit
dll.
Tabel 22 Pola Pengeluaran Untuk Komunikasi
Pola Pengeluaran Untuk
Komunikasi Frekuensi %
> 75 % 3 1.1
51 - 75 % 1 0.3
25 - 50 % 9 3.3
< 25 % 253 95.1
Total 266 100

Presentase terbesar pengeluaran penduduk untuk komunikasi sebanyak 95,1% dari total
keseluruhan. Hal ini disebabkan komunikasi sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan
seperti bertukar kabar dan untuk usaha. Sedangkan presentase terendah yakni 0,3%.

Tabel 23 Pola Pengeluaran Untuk Pajak


Pola Pengeluaran Untuk
Pajak Frekuensi %
> 75 % 3 1.1
51 - 75 % 1 0.3
25 - 50 % 18 6.7
< 25 % 244 91.7
Total 266 100

Pengeluaran tertinggi untuk pajak masyarakat sebesar 91,7% dari jumlah


keseluruhan, diantaranya untuk pajak bangunan dan pajak kendaraan bermotor
lebih dari satu kendaraan. Presentase terendah dari pengeluaran penduduk
berdasarkan pajak adalah 0,3% hal ini disebabkan pajak yang dibayar tidak
memerlukan banyak biaya.

Tabel 24 Pola Pengeluaran Untuk Sewa Rumah


Pola Pengeluaran Untuk Sewa
Rumah Frekuensi %
> 75 % 2 0.7
51 - 75 % 1 0.3
25 - 50 % 2 0.7
< 25 % 261 98.1
Total 266 100
Pengeluaran sewa rumah kurang dari 25% adalah 98,1% sebab penduduk pada
daerah Bandungan mayoritas mempunyai rumah dengan status kepemilikan
sendiri.
Tabel 25 Pola Pengeluaran Untuk Rekreasi
Pola Pengeluaran Untuk Rekreasi Frekuensi %
> 75 % 3 1.1
51 - 75 % 4 1.5
25 - 50 % 5 1.8
< 25 % 254 95.4
Total 266 100

Pengeluaran masyarakat bandungan untuk rekreasi


hanya sekitar 25% dengan presentase 95,4% sebab
penduduk sekitar lebih memilih untuk berdagang
atau bekerja guna memenuhi kebutuhan sehari-hari
daripada untuk berekreasi.
Tabel 26 Pola Pengeluaran Untuk Tabungan
Pola Pengeluaran Untuk Tabungan Frekuensi %
> 75 % 3 1.1
51 - 75 % 7 2.6
25 - 50 % 19 7.1
< 25 % 237 89.0
Total 266 100

pengeluaran untuk tabungan mayarakat bandungan


kurang dari 25% sebesar 89,0% sebab banyak
kebutuhan yang harus dipenuhi karena dari tahun
ke tahun kebutuhan manusia semakin banyak serta
pola hidup manusia yang konsumtif.

Tabel 27 Pola Pengeluaran Untuk Lain – lain


Pola Pengeluaran Untuk Lain – lain Frekuensi %
> 75 % 2 0.7
51 - 75 % 7 2.6
25 - 50 % 22 8.2
< 25 % 235 88.3
Total 266 100
Pola pengeluaran lain-lain tidak lebih dari 25% sebanyak 88% karena pengeluaran
hanya untuk keperluan sosial masyarakat seperti iuran sampah dilingkungan,
menjenguk tetangga yang sedang sakit atau untuk ditabung.
Tabel 28 Sumber Informasi Utama
Sumber Informasi Frekuensi %
Koran/ Majalah 11 4.1
Radio 8 3.0
Televisi 197 74.0
Internet 41 15.4
Lainnya 9 3.3
Total 266 100

Masyarakat bandungan mendapat sumber informasi dari


televisi sebanyak 74% dari total keseluruhan. Hal tersebut
mendominasi karena tidak semua penduduk di Bandungan
memiliki akses internet atau smartphone sehingga informasi
utama hanya berasal dari televisi.

Tabel 29 Informasi yang Paling Sering Diakses


Informasi Frekuensi %
Berita 71 42.2
Hiburan 60 35.7
Olahraga 6 3.5
Bisnis 8 4.7
Lainyya 23 13.6
Total 168 100
Dari data yang diperoleh informasi yang paling sering
diakses oleh penduduk di Bandungan adalah Berita
sebesar 42,2% dari total keseluruhan. Melalui berita
masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh
informasi baik dalam kota maupun luar kota.

Tabel 30 Bencana Alam yang Pernah Terjadi


Bencana Alam yang Pernah Terjadi Frekuensi %
Banjir 9 3.3
Longsor 68 25.5
Angin Ribut 39 14.6
Lainnya 150 56.3
Jumlah 266 100
Menurut pendapat warga bandungan bencana yang
terjadi lebih banyak bencana lain-lain seperti kekeringan
sebanyak 56% karena semakin padat penduduk
kebutuhan air semakin bertambah sedangkan sumber air
semakin berkurang serta musim yang tidak menentu.
Tabel 31 Gunung yang Ada di Daerah
Gunung yang Ada di Daerah Frekuensi %
Salah 18 6.7
Benar 248 93.2
Total 266 100
Masyarakat bandungan telah mengerti dan tahu kalau
diwilayah bandungan memiliki gunung ungaran disana
karena memang hanya terdapat satu gunung pada daerah
tersebut.
Tabel 32 Kemungkinan Gunung Meletus
Kemungkinan Gunung Meletus Frekuensi %
Bisa 69 25.9
Tidak Bisa 149 56.0
Tidak Tahu 48 18.0
Total 266 100
Menurut penduduk disana gunung ungaran tidak dapat meletus karena memang
pada dasarnya daerah tersebut tidak memiliki gunung api yang aktif.

2. Profil Pedagang Kaki Lima

Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Laki-Laki 75 62.5 62.5 62.5
Perempuan 45 37.5 37.5 100.0
Total 120 100.0 100.0

Analisis

Pedagang kaki lima yang tersebar di wilayah pasar bandungan didominasi oleh
kaum lelaki sebanyak 75 orang atau 62,5%, sedangkan sisanya adalah kaum
wanita sebanyak 45 orang atau 37,5%.
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 15-29 Tahun 18 15.0 15.0 15.0
30-39 Tahun 41 34.2 34.2 49.2
40-49 Tahun 21 17.5 17.5 66.7
> 50 Tahun 39 32.5 32.5 99.2
7 1 .8 .8 100.0
Total 120 100.0 100.0

Analisis

Dari keseluruhan pedagang kaki lima tersebut dapat diketahui bahwa usia para
pedagang bermacam macam, untuk usia 15 - 29 tahun sejumlah 18 orang atau
sekitar 15.0%, untuk usia 30 - 39 tahun ada 41 orang atau sekitar 34,2%, untuk
usia 40 - 49 tahun ada 21 orang atau sekitar 17,5%, sedangkan untuk usia 50
tahun ke atas sebanyak 39 orang atau sekitar 32,5%.

Tingkat_Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak Sekolah dan SD 46 38.3 38.3 38.3
(Rendah)
SMP dan SMA (Sedang) 71 59.2 59.2 97.5
D3, S1, S2, dan S3 (Tinggi) 3 2.5 2.5 100.0
Total 120 100.0 100.0

Analisis

Jika dilihat dari produktifitas usia terdapat pendidikan yang ditempuh terakhir kali
oleh para pedagang, untuk pedagang yang tidak sekolah ataupun hanya tamatan
SD saja ada 46 orang atau sekitar 38,3%, sedangkan untuk tingkat SMP-SMA
terdapat 71 orang atau sekitar 59,2%, dan ada juga yang sempat mengemban ilmu
hingga perguruan tinggi sebanyak 3 orang atau sekitar 2,5% dari keseluruhan
pedagang kaki lima yang ada.
Lama_Berjualan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid < 5 Tahun (Baru saja) 40 33.3 33.3 33.3
6-10 Tahun (Sedang) 22 18.3 18.3 51.7
> 10 Tahun (Sudah Lama) 56 46.7 46.7 98.3
5 2 1.7 1.7 100.0
Total 120 100.0 100.0

Analisis

Pedagang kaki lima didaerah pasar bandungan rata rata mereka sudah mulai
berjualan sejak tahun 90 an hingga sekarang dengan persentase sebesar 46,7%.

Jenis_Barang_Yang_Dijual
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Makanan dan Minuman 99 82.5 82.5 82.5
Barang Cetakan (buku, 6 5.0 5.0 87.5
koran, postes dll)
Fashion (pakaian, sepatu, 2 1.7 1.7 89.2
jam tanggan dll)
Lainnya 13 10.8 10.8 100.0
Total 120 100.0 100.0

Analisis

Dan untuk jenis barang yang mereka jual beraneka ragam dari mulai makanan
hingga pakaian, untuk pedagang yang menjual makanan dan minuman ada 99
orang dengan pesentase 82,5%, untuk pedagang yang menjual barang cetak
sebanyak 6 orang dengan persentase 5.0%, untuk yang menjual pakaian sebanyak
2 orang dengan persentase 1,7%.
Cara_Memperoleh_Dagangan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid datang ke lokasi penjual 92 76.7 76.7 76.7
dikirim oleh penjual 23 19.2 19.2 95.8
3 5 4.2 4.2 100.0
Total 120 100.0 100.0

Analisis

Untuk barang jualan itu sendiri 92 pedagang kaki lima lebih banyak datang
langsung ke pusat nya (kulakan) untuk mengambil barang dagangannya dengan
persentase 76,7%, sedangkan sisanya sebanyak 23 orang mimilih untuk barang
dikirim langsung dari pusat dengan persentase 19,2%.

Asal_Modal_Pertama_Kali
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Modal sendiri 88 73.3 73.3 73.3
Pinjam saudara 9 7.5 7.5 80.8
Pinjam orang lain/Individu 7 5.8 5.8 86.7
Pinjam Bank/BPR/BMT 10 8.3 8.3 95.0
6 6 5.0 5.0 100.0
Total 120 100.0 100.0

Analisis

Untuk modal yang mereka gunakan lebih banyak menggunkan modal sendiri
dengan persentase 73,3% dan sisanya meminjam sodara, orang lain ataupun bank.

Pendapatan_Bersih_Perbulan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid < UMR (2.300.000) 32 26.7 26.7 26.7
> UMR (2.300.000) 88 73.3 73.3 100.0
Total 120 100.0 100.0

Analisis

Dari hasil jualan pedagang rata-rata mendapatkan pendapatan bersih sebesar


73,3% dikarenakan daerah pasar bandungan termasuk kedalam kawasan wisata
dibandungan.
Ingin_Ganti_Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Iya 33 27.5 27.5 27.5
Tidak 87 72.5 72.5 100.0
Total 120 100.0 100.0

Analisis

Dari keseluruhan pedagang kaki lima dipasar bandungan 72,5% mereka lebih
memilih untuk tetap berjualan kaki lima dibanding ganti pekerjaan yang lain
karena mereka sudah nyaman dengan hasil yang mereka dapatkan dari berjualan
kaki lima.

Pie Chart
ANALISIS PEDAGANG KAKI LIMA DIPASAR BANDUNGAN

Pedagang kaki lima yang tersebar di wilayah pasar bandungan didominasi


oleh kaum lelaki sebanyak 75 orang atau 62,5%, sedangkan sisanya adalah kaum
wanita sebanyak 45 orang atau 37,5%. Dari keseluruhan pedagang kaki lima
tersebut dapat diketahui bahwa usia para pedagang bermacam macam, untuk usia
15 - 29 tahun sejumlah 18 orang atau sekitar 15.0%, untuk usia 30 - 39 tahun ada
41 orang atau sekitar 34,2%, untuk usia 40 - 49 tahun ada 21 orang atau sekitar
17,5%, sedangkan untuk usia 50 tahun ke atas sebanyak 39 orang atau sekitar
32,5%. Jika dilihat dari produktifitas usia terdapat pendidikan yang ditempuh
terakhir kali oleh para pedagang, untuk pedagang yang tidak sekolah ataupun
hanya tamatan SD saja ada 46 orang atau sekitar 38,3%, sedangkan untuk tingkat
SMP-SMA terdapat 71 orang atau sekitar 59,2%, dan ada juga yang sempat
mengemban ilmu hingga perguruan tinggi sebanyak 3 orang atau sekitar 2,5% dari
keseluruhan pedagang kaki lima yang ada.

Pedagang kaki lima didaerah pasar bandungan rata rata mereka sudah mulai
berjualan sejak tahun 90 an hingga sekarang dengan persentase sebesar 46,7%.
Dan untuk jenis barang yang mereka jual beraneka ragam dari mulai makanan
hingga pakaian, untuk pedagang yang menjual makanan dan minuman ada 99
orang dengan pesentase 82,5%, untuk pedagang yang menjual barang cetak
sebanyak 6 orang dengan persentase 5.0%, untuk yang menjual pakaian sebanyak
2 orang dengan persentase 1,7%. Untuk barang jualan itu sendiri 92 pedagang
kaki lima lebih banyak datang langsung ke pusat nya (kulakan) untuk mengambil
barang dagangannya dengan persentase 76,7%, sedangkan sisanya sebanyak 23
orang mimilih untuk barang dikirim langsung dari pusat dengan persentase 19,2%.

Untuk modal yang mereka gunakan lebih banyak menggunkan modal sendiri
dengan persentase 73,3% dan sisanya meminjam sodara, orang lain ataupun bank.
Dari hasil jualan pedagang rata-rata mendapatkan pendapatan bersih sebesar
73,3% dikarenakan daerah pasar bandungan termasuk kedalam kawasan wisata
dibandungan. Dari keseluruhan pedagang kaki lima dipasar bandungan 72,5%
mereka lebih memilih untuk tetap berjualan kaki lima dibanding ganti pekerjaan
yang lain karena mereka sudah nyaman dengan hasil yang mereka dapatkan dari
berjualan kaki lima.

3. Profil Pedagang di Pasar

A. Pedagang Sayur

Variabel 1

Persen
Jenis Kelamin Frekuensi (%)

Laki – Laki 3 10

Perempuan 27 90

Jumlah 30 100

Analisis

Pedagang sayur yang tersebar di


wilayah pasar bandungan berdominan
berada di luar komplek pasar dalam/di
pinggir jalan dengan mayoritas
didominasi oleh kaum perempuan
dengan persentase 27 atau 90% dari
data keseluruhan. Hal ini karena
perempuan lebih banyak mengerti dan
mengetahui jenis-jenis sayuran
disbanding dengan laki-laki.

Variabel 2

Persen
Alamat di Bandungan Frekuensi (%)

Satu desa dengan tempat jualan 16 54

Luar desa dengan tempat jualan 7 23

Di luar kecamatan dengan tempat


jualan 7 23
di luar kabupaten dengan tempat
jualan 0 0

di luar provinsi 0 0

Jumlah 30 100

Analisis

Sedangkan pedagang sayuran di pasar


Bandungan lebih banyak berasal dari
daerah Badungan sendiri dengan
presentase 54%. Karena mereka lebih
senang bekerja dekat dengan
rumahnya disbanding harus berjauh-
jauhan dari rumah.

Variabel 3

Persen
Asal (Tempat Kelahiran) Responden Frekuansi (%)

Dalam Kabupaten 30 100

Luar Kabupaten 0 0

Jumah 30 100

Analisis

Dan tempat lahir pun lebih banyak


berasal dari dalam kabupaten sendiri,
dikarenakan daerah tersebut banyak
yang bekerja menjadi petani.

Variabel 4

Persen
Umur Responden Frekuensi (%)

< 15 Tahun 0 0

15 - 29 Tahun 1 3.4
30 - 39 Tahun 5 16.6

40 - 49 Tahun 6 20

> 40 Tahun 18 60

Jumlah 30 100

Analisis

Untuk rata-rata usia pedagang sayur


berumur >40 atau 18 % 60 dari jumlah
seluruhnya. Karena berjualan sudah
cukup lama, serta belum ada
penerusnya dan sudah nyaman dengan
pekerjaannya yang saat ini.

Variabel 5

Persen
Tingkat Pendidikan Frekuensi (%)

Tdk sekolah dan SD ( Rendah ) 22 73.3

SMP dan SMA (Sedang) 8 26.7

D3, S1, S2, S3 (Tinggi) 0 0

Jumlah 30 100

Analisis

Dari segi pendidikan pedangang sayur


dapat di lihat dari umur responden
yang didominasi tidak sekolah dan SD
dengan persentase 22 atau 73.3% dari
data seluruhnya. Karena banyak
pedagang yang sudah berumur
sehingga pada zaman dahulu banyak
yang menganggap sekolah tidak terlalu
penting.

Variabel 6

Persen
Alamat Rumah Frekuensi (%)

Dalam Desa Bandungan 17 56.7


Luar Desa Bandungan 13 43.3

Luar Kecamatan Bandungan 0 0

Jumlah 30 100

Analisis

Pedangang sayur pun mendapatkan


bahan yang di jual rata-rata dari sekitar
wilayah itu sendiri karena wilayah
tersebut merupakan lahan yang subur
untuk tanaman sayur dan buah dan
banyaknya yang bertani menjadikan
daerah ini gampang untuk
mendapatkan bahan.

Variabel 7

Persen
Asal (Tempat Kelahiran) Responden Frekuansi (%)

Dalam Kabupaten 30 100

Luar Kabupaten 0 0

Jumlah 30 100

Analisis

Pedagang sayur hampir seluruhnya


berasal dari daerah ini (dari dalam
kabupaten) karena tidak punya
keinginan untuk jauh-jauh dari daerah
asal tersebut.

Variabel 8

Persen
Lama berjualan Frekuensi (%)

< 5 tahun 6 20

6 - 10 tahun 4 13.3

> 10 tahun 20 66.7


Jumlah 30 100

Analisis

Pedagang sayur di wilayah pasar


berjualan rata -rata sejak tahu 90an
sekitar >10 tahun dengan persentase
66,7%. untuk lamanya perhari >7dari
pagi hingga malam tergantung kondisi
barang dagangan dan fisiknya. Banyak
nya yang berjualan sudah lebih dari 10
tahun karena merasa sudah nyaman
dengan pekerjaan yang sekarang.

Variabel 9

Persen
Jenis barang yang dijual Frekuensi (%)

Makanan dan minuman 0 0

Barang cetakan (buku, koran, poster,


dll) 0 0

Fashion (pakaian, sepatu, jam tangan,


dll) 0 0

Lain-lain ( Sayuran) 30 100

Jumlah 30 100

Analisis

Sebanyak 100% berjualan makanan


mentah berupa sayuran, karena
responden yang di wawancara
merupakan pedagang sayuran.

Variabel 10

Persen
Waktu Berdagang Frekuensi (%)

Pagi – siang 2 6.7

Siang – sore 0 0
Sore – malam 0 0

Lainnya 28 93.3

Jumlah 30 100

Analisi

Sebanyak 93,3% waktu berjualan tidak


menentu,dan 6,7% berdagang pada
pagi-siang. Tidak menentu karena
menunggu sampai dagangan habis.

Variabel 11

Persen
Lama berdagang perhari Frekuensi (%)

< 7 jam 3 10

> 7 jam 27 90

Jumlah 30 100

Analisis

Rata-rata responden berjualan diatas 7


jam yaitu dengan presentase 90%,
karena menunggu dagangan sampai
habis.

Variabel 12

Persen
Asal barang dagangan Frekuensi (%)

Dalam kota 30 100

Luar kota 0 0

Luar provinsi 0 0

Luar negeri 0 0

Jumlah 30 100
Analisis

Responden mendapatkan daganganya


dari dalam kota dengan presentase
100%. Karena daerah sana merupakan
daerah subur dan bnyak yang bertani
sehingga banyak barang daganga asal
daerah sana.

Variabel 13

Persen
Cara memperoleh dagangan Frekuensi (%)

Datang ke lokasi penjual 13 43.3

Dikirimi oleh penjual 17 56.7

Jumlah 30 100

Analisis

Sebanyak 56,7% dagangan dikirim


oleh penjual dan sisanya datang ke
lokasi penjual. karena petani sayuran
banyak yang datang ke lokasi,
sehingga lebih praktis dan tidak perlu
repot-repot membawa sayuran dari
rumah.

Variabel 14

Persen
Tenaga kerja yang membantu Frekuensi (%)

< 4 orang (usaha mikro) 30 100

5 - 19 orang (usaha kecil) 0 0

20 - 100 orang (usaha menengah) 0 0

>100 orang (usaha besar) 0 0

Jumlah 30 100
Analisis

Semua responden mempekerjakan


kurang dari 4 orang pekerja dengan
presentase sebanyak 100%. Karena
penjual sayur tidak memiliki lokasi
penjualan yang terlalu besar sehingga
tidak memerlukan karyawan atau
pegawai yang banyak.

Variabel 15

Persen
Besar modal sekarang Frekuensi (%)

< 500.000 15 50

500.000-2.500.000 7 14

>2.500.000 8 26.6

Jumlah 30 100

Analisis

Rata-rata responden memulai usaha


dengan modal dibawah Rp. 500.000,00
dengan presentase 50%. Karena
sayuran harganya tidak terlalu mahal
sehingga tidak memerlukan banyak
biaya untuk modal awalnya.

Variabel 16

Persen
Asal modal pertama kali Frekuensi (%)

Modal sendiri 25 83.3

Pinjam saudara 4 13.3

Pinjam orang lain / individu 0 0


Pinjam Keuangan tidak resmi 0 0

Pinjam Bank/BPR/BMT 0 0

Lain-lain (Bos/Juragan) 1 3.4

Jumlah 30 100

Analisis

Rata-rata responden memulai usaha


dengan modal sendiri dengan
presentase 83,3%. Karena dengan
modal sendiri tidak mempunyai
tanggungan memikirkan untuk
mengembalikan uang yang
digunakan, sehingga lebih santai
dan tidak terlalu mengejar
keuntungan untuk dikembalikan.

Variabel 17

Persen
Pendapatan bersih rata-rata per bulan Frekuensi (%)

< UMR 8 26.6

> UMR 22 73.4

Jumlah 30 100

Analisis

Para resonden rata-rata berpenghasilan


diatas UMR dengan presentase 73,4%.
Karena daerah tersebut merupakan
daerah wisata sehingga banyak
pengunjung dan pembelinya. Hal ini
menandakan daerah tersebut sudah
maju.

Variabel 18
Persen
Hambatan pekerjaan ini Frekuensi (%)

Kurang modal 12 40

Cuaca 3 10

Tempat berjualan 1 3.4

Pemasaran 4 13.3

Lainnya (Faktor lainnya) 10 33.3

Jumlah 30 100

Analisis

Kurang modal merupakan hambatan


terbesar responden dengan presentase
40%. Hal ini karena pedagang tidak
memiliki pendapatan lain selain
pekerjaan ini, karena itu dia sangat
bergantung dengan pekerjaan ini.

ANALISIS PEDAGANG SAYUR

Pedagang sayur yang tersebar di wilayah pasar bandungan berdominan


berada di luar komplek pasar dalam/di pinggir jalan dengan mayoritas didominasi
oleh kaum perempuan dengan persentase 27 atau 90% dari data keseluruhan.
Untuk rata-rata usia pedagang sayur berumur >40 atau 18 % 60 dari jumlah
seluruhnya. Asal pedangang sayur seluruhnya berasal dri daerah bandungan
sekitarnya itu sendiri. Dari segi pendidikan pedangang sayur dapat di lihat dari
umuresponden yang didominasi tidak sekolah dan SD dengan persentase 22 atau
73.3% dari data seluruhnya.

Pedangang sayur pun mendapatkan bahan yang di jual rata-rata dari sekitar
wilayah itu sendiri karena wilayah tersebut merupakan lahan yang subur untuk
tanaman sayur dan buah. Pedagang sayur di wilayah pasar berjualan rata -rata
sejak tahu 90an sekitar >10 tahun dengan persentase 66,7%. untuk lamanya
perhari >7dari pagi hingga malam tergantung kondisi barang dagangan dan
fisiknya.

Modal untuk membeli bahan dagang sebanyak <Rp.500.000 untuk sekali


membeli dengan persentase 100% karena pedagang sayur merupakan pedagang
sayur kecil kecilan(usaha micro) yang di bantu tidak kurang dari 4 orang .

Berdasarkan modal dan keseluruhan di atas pendapatan nya di atas UMR


sebanyak 22 dengan persentase 73.4% karena sayur merupakan bahan pokok dan
bahan kebutuhan rumah tangga. Kurang nya modal utama merupakan hambatan
yang paling di keluhkan oleh pedagng sayur yang pendapatan nya tidak menentu
untuk perharinya yang di sebabkan oleh kondisi cuaca dan hambatan lainnya.

B. Pedagang Buah
Tabel 1. Jenis Kelamin Pedagang Buah

Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)


Laki-laki 3 10
Perempuan 27 90
Jumlah 30 100
Analisis

Pedagang buah di pasar bandungan mayoritas adalah perempuan berjumlah 27


dengan presentase sebanyak 90%. Karena perempuan lebih telaten dan lebih
memahami berdagang buah dipasar dibanding dengan laki-laki.

Tabel 2. Alamat di Bandungan Pedagang Buah

Alamat Frekuensi Persen (%)


Satu desa dengn tempat jualan 8 26,6
Luar desa dengan tempat jualan 16 53,3
Di luar kecamatan dengan 6 20
tempat jualan
Diluar Kabupaten dengan - -
tempat jualan
Di luar Provinsi dengan tempat - -
jualan
Jumlah 30 100

Analisis

Pedagang buah yang berada di desa bandungan hanya sekitar 26,6% sedangkan
yang paling banyak berada diluar desa sebanyak 53,3%. Karena pendapatan di
desa Bandungan ini lebih bisa mencukupi kehidupan sehari-hari dibanding dengan
desa nya mereka dan juga karena di desa Bandungan ini merupakan kawasan
wisata sehingga banyak pengunjungnya.

Tabel 3. Umur Responden Pedagang Buah

Umur Frekuensi Persen (%)


< 15 tahun 1 3,3
15 – 29 tahun 3 10
30 – 39 tahun 6 20
40 – 49 tahun 8 26,7
> 50 tahun 12 40
Jumlah 30 100
Analisis

Umur untuk pedagang buah rata – rata berada di usia lebih dari 50 tahun dengan
presentase 40%. Karena berjualan sudah cukup lama, serta belum ada penerusnya dan
sudah nyaman dengan pekerjaannya yang saat ini.

Tabel 4. Tingkat Pendidikan Pedagang Buah

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persen (%)


Tdk sekolah dan SD 20 66,7
(rendah)
SMP dan SMA (sedang) 10 33,3
D3, S1, S2 dan S3 - -
(tinggi)
Jumlah 30 100

Analisis

Pedagang buah berpendidikan paling rendah hanya bersekolah SD dan ada yang
tidak bersekolah dengan presentase 66,7%. Karena banyaknya pedagang yang
sudah tua sehingga pada jaman dahulu belum mengutamakan yang namanya
pendidikan.

Tabel 5. Lama berjualan Pedagang Buah

Lama Berjualan Frekuensi Persen (%)


≤ 5 tahun 4 13,3
6-10 tahun 2 6,7
> 10 tahun 24 80
Jumlah 30 100

Analisis

Pedagang buah berjualan lebih dari 10 tahun dengan presentase 80%. Karena yang
berjualan banyak yang sudah tua sehingga berjualan nya sudah lama dari zaman
mereka masih muda.

Tabel 6. Jenis Barang yang di jual pedagang buah

Jenis Barang Frekuensi Persen (%)


Makanan dan minuman 12 40
Barangn cetakan -
Fashion -
Lainnya 18 60
Jumlah 30 100
Analisis

Barang – barang yang di jual oleh pedagang buah adalah makan dan minuman
dengan presentase 40% sedangkan barang yang lainnya sebanyak 60%. Karena
yang di wawancarai adalah pedagang buah, sehingga banyaknya pedagang yang
juga berjualan makanan dan minuman tetapi prioritas utamanya adalah berdagang
buah.

Tabel 8. Lama Berdagang Per Hari Pedagang Buah

Lama Berdagang/hari Frekuensi Persen (%)


< 7 Jam 2 7
≥ 7 Jam 28 93
Jumlah 30 100
Analisis

Berjualan buah kurang dari 7 jam hanya 7% sedangkan yang lainnya berdagang
lebih dari 7 jam dengan presentase sebanyak 93%. Karena banyak pedagang yang
menunggu sampai dagangannya habis laku terjual sehingga harus menunggu lebih
lama sampai dagangannya habis.

Tabel 9. Asal Barang Dagangan

Asal Barang Frekuensi Persen (%)


Dalam Kota 22 73
Luar Kota 8 27
Luar Provinsi 0 0
Luar Negeri 0 0
Jumlah 30 100
Analisis
Pedagang buah berasal dari dalam kota sebanyak 73% sedangkan untuk luar kota
hanya sebanyak 27%. Karena di daerah tersebut subur dan banyak yang menanam
buah,s ehingga tidak perlu didatangkan dari luar kota.

Tabel 10. Cara Memperoleh Dagangan

Memperoleh Dagangan Frekuensi Persen (%)


Datang ke lokasi penjual 15 50
Dikirim oleh penjual 15 50
30 100
Analisis

Pedagang buah untuk cara memperoleh barang yang datang ke lokasi penjualan
atau dikirim oleh penjual seimbang yaitu 50%. Hal ini disebabkan banyaknya
penduduk disana yang mempunyai kebun buah sehingga dekat untuk
mengambilnya, sedangkan yang dikirim oleh penjual merupakan tempat
pengepulan bagi warga yang memiliki kebun buah, tetapi hasilnya tidak dapat di
jual sendiri dikarenakan tempatnya yang jauh.

Tabel 11. Tenaga Kerja Yang Membantu (asumsi skala usaha)

Tenaga kerja yang Frekuensi Persen (%)


membantu
< 4 orang (usaha mikro) 30 100
5-19 orang (usaha kecil) 0 0
20-100 orang (usaha 0 0
menengah
> 100 orang (usaha 0 0
besar)
Jumlah 30 100
Analisis
Ketenagaan kerja untuk pedagang buah kurang dari 4 orang untuk usaha mikro
sebanyak 100%. Karena kios yang tidak terlalu besar menyebabkan tidak
memerlukannya banyak pegawai dan bisa di tangani sendiri.

Tabel 12. Asal Modal Pertama Kali

Frekuensi Persen (%)


Modal sendiri 16 54
Pinjam Saudara 7 23
Pinjam Orang lain 3 10
(individu)
Pinjam keuangan tak 1 3
resmi
Pinjam Bank/BPR/BMT 3 10
Lain-lain 0 0
Jumlah 30 100
Analisis

Modal pedagang buah berasal dari modal sendiri dengan presentase sebanyak
54%, untuk pinjaman bank sebanyak 23% dan untuk pinjaman orang lain atau
individu sebanyak 10%. Karena dengan modal sendiri tidak mempunyai
tanggungan memikirkan untuk mengembalikan uang yang digunakan, sehingga
lebih santai dan tidak terlalu mengejar keuntungan untuk dikembalikan.

Tabel 13. Pendapatan Bersih Rata-rata per bulan

Pendapatan Bersih Rata- Frekuensi Persen (%)


rata/bulan
Rata-rata pendapatan < 4 13
UMR
Rata-rata pendapatan ≥ 26 87
UMR
Jumlah 30 100
Analisis

Pendapatan bersih pedagang buah rata – rata pendapatan yang melebihi upah
minimum regional sebanyak 87%. Karena disana merupakan kawasan wisata
sehingga banyak pengunjung yang membelinya. Terlebih di Bandungan terkenal
dengan buah kelengkengnya sehingga banyak wisatawan yang mencari dan
membeli sebagai buah tangan.

Tabel 14. Hambatan Pekerjaan Pedagang Buah

Hambatan Pekerjaan Frekuensi Persen (%)


Kurang modal 0 0
Cuaca/musim penghujan 15 50
Tempat berjualan 3 10
Pemasaran 3 10
Lainnya 9 30
Jumlah 30 100
Analisis

Hambatan pedagang buah di daerah pasar bandungan hanya saat cuaca atau
musim penghujan datang dengan presentase sebanyak 50%. Hal ini disebabkan
apabila musim penghujan datang, kualitas buah tidak sebagus apabila tidak terjadi
musim penghujan.

ANALISIS PEDAGANG BUAH

Pedagang kaki lima yang tersebar di wilayah pasar bandungan didominasi


oleh kaum lelaki sebanyak 75 / atau 62,5%, sedangkan sisanya adalah kaum
wanita sebanyak 45 / atau 37,5%. Dari keseluruhan pedagang kaki lima tersebut
dapat diketahui bahwa usia para pedagang bermacam macam, untuk usia 15 - 29
tahun sejumlah 18 orang atau sekitar 15.0%, untuk usia 30 - 39 tahun ada 41
orang atau sekitar 34,2%, untuk usia 40 - 49 tahun ada 21 orang atau sekitar
17,5%, sedangkan untuk usia 50 tahun ke atas sebanyak 39 orang atau sekitar
32,5%. Jika dilihat dari produktifitas usia terdapat pendidikan yang ditempuh
terakhir kali oleh para pedagang, untuk pedagang yang tidak sekolah ataupun
hanya tamatan SD saja ada 46 orang atau sekitar 38,3%, sedangkan untuk tingkat
SMP-SMA terdapat 71 orang atau sekitar 59,2%, dan ada juga yang sempat
mengemban ilmu hingga perguruan tinggi sebanyak 3 orang atau sekitar 2,5% dari
keseluruhan pedagang kaki lima yang ada.

Pedagang kaki lima didaerah pasar bandungan rata rata mereka sudah mulai
berjualan sejak tahun 90 an hingga sekarang dengan persentase sebesar 46,7%.
Dan untuk jenis barang yang mereka jual beraneka ragam dari mulai makanan
hingga pakaian, untuk pedagang yang menjual makanan dan minuman ada 99
orang dengan pesentase 82,5%, untuk pedagang yang menjual barang cetak
sebanyak 6 orang dengan persentase 5.0%, untuk yang menjual pakaian sebanyak
2 orang dengan persentase 1,7%. Untuk barang jualan itu sendiri 92 pedagang
kaki lima lebih banyak datang langsung ke pusat nya (kulakan) untuk mengambil
barang dagangannya dengan persentase 76,7%, sedangkan sisanya sebanyak 23
orang mimilih untuk barang dikirim langsung dari pusat dengan persentase 19,2%.

Untuk modal yang mereka gunakan lebih banyak menggunkan modal sendiri
dengan persentase 73,3% dan sisanya meminjam sodara, orang lain ataupun bank.
Dari hasil jualan pedagang rata-rata mendapatkan pendapatan bersih sebesar
73,3% dikarenakan daerah pasar bandungan termasuk kedalam kawasan wisata
dibandungan. Dari keseluruhan pedagang kaki lima dipasar bandungan 72,5%
mereka lebih memilih untuk tetap berjualan kaki lima dibanding ganti pekerjaan
yang lain karena mereka sudah nyaman dengan hasil yang mereka dapatkan dari
berjualan kaki lima.

A. Pedagang Bunga

1. Pedagang Bunga Berdasar Jenis Kelamin

 Tabel 1. Jenis Kelamin


Jenis Kelamin

Variabel Frekuensi Presentasi

Laki-laki 12 40

Perempuan 18 60

Jumlah Total 30 100

Analisis

Responden pedagang bunga berjenis kelamin wanita dengan presentase 60% dari
100% data yang diambil, rata – rata pedagang bunga wanita disebabkan karena
kesukaan atau hobi yang menjadikan itu usaha menjanjikan.

2. Pedagang Bunga Berdasar Alamat di Bandungan

 Table 2. Alamat di Bandungan

Alamat di Bandungan

NO Variable Frekuensi Presentase

1 Satu desa dengan tempat jualan 17 56,6

2 Luar desa dengan tempa jualan 11 36,6

3 Di luar kecaatan dengan tempa 1 3,3


jualan

4 Di luar kabupaten dengan tempat 1 3,3


jualan

5 Di luar provinsi 0 0

JUMLA 30 100
H

Analisis

Pedagang bunga lebih banyak berasal dari satu daerah tempat kerja dengan
presentase 56,6% sedang yang 36,6% berasal dari luar tempat kerja bahkan yang
3% sisa berasal dari luar kecamatan dan kabupaten. Alasan pedagang bunga lebih
banyak yang berasal dari satu desa karena untuk mempersingkat waktu tempuh
kerja dan pekerjaan warga bandungan lebih banyak di sekitaran pasar bandungan.

3. Pedagang Bunga Berdasar Tempat Kelahiran Responden

 Table 3. Tempat kelahiran responden

Tempat KelahiranRresponden

NO Variabel Frekuensi Presentase

1 Satu desa dengan tempat jualan 0 0

2 Luar desa dengan tempa jualan 29 96,6

3 Di luar kecamatan dengan 0 0


tempa jualan

4 Di luar kabupaten dengan tempat 0 0


jualan

5 Di luar provinsi 1 3,3

JUMLAH 30 100

Analisis

Responden pedagang buah bertempat kelahiran di luar tempat jualan paling


banyak dengan presentase 96,6%, pedagang bunga yang tidak satu desa dengan
tempat jalan yang merantau ke desa sebelah untuk mendapatkan hasil baik untuk
ekonomi.
4. Pedagang Bunga Berdasar Umur Responden

 Table 4. Umur Responden

Umur Responden

NO Variable Frekuensi Presentase

1 < 15 1 3,3

2 15 – 29 5 16,6

3 30 – 39 7 23,3

4 40 – 49 12 40

5 >50 5 16,6

JUMLAH 30 100

Analisis

Pedagang bunga yang berumur kurang dari 15 tahun hanya 3,3% dari jumlah
presentase 100%, pedagang bunga yang berumur 15 lebih sedikit kemungkinan
faktor ekonomi yang mengharuskan mereka bekerja. Sedang yang berumur 50
tahun keatas hanya 16,6% dengan presentase 100%, seperempat dari data pun
tidak sampai dikarenakan faktor usia yang mungkin tidak mendukung untuk
bekerja lagi.

5. Pedagang Bunga Berdasar Pendidikan Yang Ditamatkan

 Table 5. Pendidikan Yang Ditamatkan

Pendidikan yg Ditamatkan

NO Variable Frekuensi Presentase

1 Tidak 9 30
sekolah,SD
( rendah )

2 SMP dan 19 63.3


SMA (
sedang )
3 D3,S1,S2,S 2 6,6
3 ( Tinggi)

JUMLAH 30 100

Analisis

Responden pedagang bunga berpendidikan hanya tamatan SMP dan SMA lebih
banyak yang berpendidikan menengah atas yang sudah mengerti akan baca tulis
dan hitung, untuk masalah perdagangan tentang pasar bisnis pedagang bunga
sudah diatas rata-rata

6. Pedagang Bunga Berdasarkan Lama Berjualan Responden

 Table 6. Lama Berjualan Responden

Lama Berjualan

NO Variable Frekuensi Presentase

1 <5 11 36,6

2 5-10 6 20

3 > 10 13 43,3

JUMLAH 30 100

Analisis

Lama berjualan pedagang bunga rata-rata lebih dari 10 tahun usaha yang dijalani
menjadi pedagang bunga dengan presentase 43,3%, sedang yang kurang dari 5
tahun menjalani usaha hanya 36,6% dari jumlah keseluruhan 100% jumlah
presentase. Lebih banyak yang berjualan lebih dari 10 tahun menjadi pedagang
bunga dikarenakan sudah nyaman menjadi pedagang bunga dan pelanggan sudah
banyak yang mengenal.

7. Pedagang bunga Berdasar Proses perdagangan dari produsen ke


konsumen
 Table 7 Proses Perdagangan

Proses Perdagangan dari produsen ke kosumen

NO Variabel Frekuensi Presentase

1 Produk Sendiri 10 33,3

2 Pengiriman 5 16,6

3 Jual Kembali 15 50

Jumlah 30 100

Analisis

Rata rata responden berjualan dengan produk sendiri dengan presentase 33,3%
dari 100% presentase yang ada, bunga dapat di kembang biakkan sendiri secara
manual asal dapat mengerti ketentuan dan cara-cara pembibitan yang baik dan
benar. Responden pedagang bunga di bandungan mengembang biakkan bunga
secara manual dikarenakan kondisi iklim yang mendukung untuk melakukan
perkembangan sendiri. Memakan waktu yang panjang namun biaya yang
dikeluarkan lebih sedikit dibandingan melalui produsen lain.

8. Pedagang Bunga Berdasar Lama Berjualan /Hari

 Table 8 Lama Berjualan /Hari

Lama Berdagang/Hari

NO Variable Frekuensi Presentase

1 <7 Jam 5 16,6

2 >7 Jam 25 83,3

JUMLAH 30 100

Analisis

Responden rata-rata berjualan lebih dari 7 jam dengan presentase 83,3%,


berjualan sampai malam karena masih banyak pengunjung yang berkunjung di
pasar bandungan. Dan pedagang dibandungan ruko dekat pasar ada tempat untuk
tidur jadi berjualan lebih dari 7 jam pun tidak masalah dan yang lainnya
berdagang bunga di daerah pekarangan rumah mereka sendiri.
9. Kepemilikan kios

Tabel 9. Frekuensi Kepemilikan Kios Kecamatan Bandungan Tahun


2018

Status Kepemilikan Kios F %

Milik Sendiri 14 46,67

Sewa 16 53,33

Jumlah 30 100

Sumber : Penulis, 2018

Analisis

Para responden rata rata kios yang dimiliki adalah sewa dengan presentase 53,3%,
penyewaan tersebut karena pedagang bunga yang tidak bertempat tinggal di desa
bandungan mengharuskan pedagang bunga menyewa kios untuk berjualan.

Table 10 Asal Bunga Yang Dijual

Asal Frekuensi Persen (%)

Dalam Kecamatan 4 26,7

Dalam Satu Kabupaten 1 6,7

Dari Luar Kabupaten 2 13,3

Dalam Provinsi 1 6,7

Dari Luar Provinsi 7 46,6

Jumlah 15 100

Analisis

Sebanyak 46,6% bunga berasal dari luar provinsi, banyak yang luar provinsi
karena varian bunga yang ada di dalam provinsi tidak cukup banyak untuk
berjualan jadi harus mendatangkan bunga – bunga dari luar provinsi.
Table 11 Cara memperoleh Bunga Yng dijual.

Cara Memperoleh Frekuensi Persen (%)

Membeli Langsung Ke 9 60
Tempat Produsen
Dikirim Dari Produsen 3 20

Pedagang Grosir 0 0
Lain-lain 3 20

Jumlah 15 100

Analisis

Para responden memperoleh dagangan dengan membeli langsung ke produsen


dengan sebanyak 60% dari total 100%, pembelian langsung di tujukan untuk
harga yang lebih murah jika sudah dari tangan ke tangan pasti harganya akan
melambung dari harga yang langsung membeli dari produsen langung karena
untung rugi dalam perdagangan itu pasti.

Table 12 Tenaga Kerja Yng Membantu

Asumsi Skala Usaha Frekuensi Persen (%)

< 4 orang (Usaha 7 46,7


Mikro)
5 – 19 orang (Usaha 3 20
Kecil)
20 – 100 Orang (Usaha 0 0
Menengah)
>100 Orang (Usaha 0 0
Besar)
Lain-lain 5 33,3
Jumlah 15 100
Analisis

Kebanyakan responden menggunakan tenaga dibawah 4 orang dengan presentase


46,7% untuk usaha mikro, sedang usaha kecil lainnya sebesar 33,3%. Usaha
mikro lebih banyak dibandingkan usaha makro karena tenaga kerja usaha mikro
hanya sebatas usaha yang sedang sedang dan memiliki jumlah buanga hias yang
banyak. Usaha makro hanya sedikit karena cabang yang dimiliki banyak untuk
membumbungkan usaha perdagangan bunga.

Table 13 Asal Modal

Jenis Asal Modal Frekuensi Persen (%)

Modal Sendiri 11 73,3


Pinjam Keluarga 3 20
Pinjam Orang Lain 0 0
Pinjam Bank 0 0
Lain-lain 1 6,7
Jumlah 15 100
Analisis

Rata-rata responden memulai usaha dengan modal sendiri dengan presentase


73,3%. Usaha yang dimulai sendiri pasti dengan ketekunan usaha kecil yang lama
kelamaan menjadi usaha besar. Dari modal sedikit yang dimiliki modal atau nekat
yang dilakukan dapat menjadikan usaha tersebut berkembang pesat.

Table 15 Asal Pembeli Bunga

Asal Pembeli Bunga Frekuensi Persen (%)

Dalam Kecamatan 4 26.7


Dalam Satu Kabupaten 5 33.4
Dari Luar Kabupaten 2 13.3
Dalam Provinsi 2 13.3
Dari Luar Provinsi 2 13.3
Jumlah 15 100
Analisis

Pembeli Bunga rata rata berasal dari dalam kabupaten dengan presentase 33,4%.
Ada juga yang berasal dari luar provinsi, kebanyakan yang dari luar provinsi
dalah pengunjung yang berwisata ke Daerah Bandungan.
Table 16 Nama Bunga Dagangan

Jenis Bunga Frekuensi Persen (%)

Bugenfil 1 1,7
Pucuk Merah 6 10,3
Soka 1 1,7
Sabrina 1 1,7
Krisan 5 8,6
Fetunia 1 1,7
Matahari 2 3,4
Geranium 1 1,7
Celosia 1 1,7
Wali Songo 1 1,7
Kribo 1 1,7
Mawar 9 15,5
Begonia 1 1,7
Kaisan 1 1,7
Pikok 3 5,1
Balon 1 1,7
Sedap Malam 1 1,7
Kencuran 1 1,7
Kuncup Merah 2 3,4
Kacang-kacangan 3 5,1
Kaktus 3 5,1
Perdu 1 1,7
Cemara 1 1,7
Bonsai 1 1,7
Antarium 1 1,7
Gundul 1 1,7
Anggrek 1 1,7
Jermani 1 1,7
Agronema 1 1,7
Kerokot Merah 1 1,7
Lili 2 3,4
Garbera 1 1,7
Jumlah 58 100
Analisis

Bunga yang banyak dijual yaitu Bungan mawar dengan presentase 15,5%. Bunga
mawar, kuncup merah, kacang-kacangan dan kaktus adalah bunga hias yang
paling banyak dijual walaupun masih banyak bunga mawar karena perawatan nya
yang sangat mudah dilakukan

Tabel 17 Omset Penjualan

Variabel Frekuensi Persen (%)

<500.000 16 53,3

500.000-1000.000 7 23,3

1000.000-2000.000 6 20

>2000.000 1 3,4

Jumlah 30 100

analisis

rata-rata responden berpenghasilan dibawah Rp. 500.000,00 dengan prsentase


53,3%, dengan penghasilan yang hanya Rp500.000,- kemungkinan besar
pedagang bunga mengalami krisis pembeli yang sedikit
B. Pedagang Sembako

Jenis kelamin responden


Jenis kelamin frekuensi %
Laki-laki 8 26.67
Perempuan 22 73.33
Jumlah 30 100
Analisis
Pedagang sembako lebih dominan perempuan
dengan preentase sebanyak 73,33%. Pedagang
sembako kebanyakan perempuan karena pasar
adalah tempat perempuan berjualan kebutuhan
pokok

Alamat di bandungan
Alamat di bandungan frekuensi %

Satu desa dengan tempat jualan 27 90

Luar dengan tempat jualan 1 3.33


Diluar kecamatan dengan tempat jualan 2 6.67
Diluar kabupaten dengan tempat berjualan
Diluar provinsi
Jumlah 30 100
Analisis
Alamat penjual sembako yang satu desa dengan
tempat jualan sebanyak 90%. Karena pasar adalah
tempat suatu desa sekecamatan menjadikan tempat
tersebut adalah tempat mereka mencari rezeki
untuk kebutuhan mereka sehari-hari
Umur responden
Umur responden frekuensi %
<15 1 3.33
15-29 1 3.33
30-39 6 20
40-49 7 23.33
>50 15 50
Jumlah 30 100
Analisis
Umur pedagang sembako rata-rata lebih dari 50
tahun sebanyak 50%. Pedagang sembako rata rata
berumur lebih dari 50 tahun karena memang
pedagang sembako di pasar sudah tua, mereka
lebih suka berada di pasar yang sudah dari muda
bergelut di pasar

Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan Frekuensi %
Tidak sekolah dan SD 7 23.33
SMP dan SMA 20 66.67
D3, S1, S2, S3 3 10
Jumlah 30 100
Analisis
Tingkat sekolah yang di jalani oleh pedagang
sembako rata – rata tamatan SMP dan SMA
sebanyak 20%. Daerah bandungan kebanyakn
sudah berpendidikan tinggi menengah keatas, yang
menjadikan mereka berjualan dengan mudah dan
tidak mudah untuk di bohongi pembeli.
Lama berjualan
Lama berjualan Frekuensi %
<5 4 13.33
6-10 8 26.67
>10 18 60
Jumlah 30 100
Analisis
Lama berjualan pedagang sembako lebih dari 10
tahun sebanyak 18%. Pedagang sembako yang
berjualan lebih dari 10 tahun kemungkinan besar
mereka berjualan saat mereka sudah tamat sekolah.

Jenis barang yang dijual


Jenis barang yang dijual Frekuensi %

Makanan dan minuman 30 100

Barang cetakan
Fashion 0 0
Lainnya 0 0
Jumlah 30 100
Analisis
Jenis barang yang dijual oleh pedagang sembako
yaitu makanan dan minuman sebanyak 100%.
Sembako adalah nama kelompok penjualan makan
dan minuman di dalam pasar.

Waktu berdagang
Lama berdagang Frekuensi %
Pagi-siang 12 40
Siang-sore
Sore-malam
Lainnya 18 60
Jumlah 30 100
Analisis
Waktu berjualan pedagang sembako pas waktu
pagi sampai siang berjumlah 40%. Karena pasar
rata-rata aktif dari sepertiga malam sampai siang.

Lama berdagang per hari


Lama berdagang per hari Frekuensi %
< 7 jam 2 6.67

> 7 jam 28 93.33

Jumlah 30 100
Analisis
Lama berdagang pedagang sembako yang kurang
dari 7 jam hanya 6,67% sedangkan untuk yang
lebih dari 7 jam sebanyak 93,33%. Mereka
berjualan lebih dari 7 jam karena dari pagi jam 2.
Asal barang dagangan
Asal barang dagangan Frekuensi %

Dalam kota 25 83.33

Luar kota 5 16.67


Luar provinsi
Luar negeri
Jumlah 30 100
Analisis
Asal barang yang didapat oleh pedagang sembako
semua dari dalam kota dengan presentase 83,33%.
Sembako adalah barang yang mudah didapat maka
dari itu dalam kota pun menjual barang-barang
sembako jika dijual dipasar dapat harga miring.

Cara memperoleh dagangan


Cara memperoleh dagangan Frekuensi %
Datang ke lokasi penjual 15 50
Dikirimi oleh penjual 15 50
Jumlah 30 100
Analisis
Cara mendapat kan barang pedagang sembako
dengan cara datang ke lokasi penjual ataupun
dikirim oleh penjual dengan perbandingan 50 : 50.
Karena sama sama harganya tidak jauh berbeda
dengan dikirim maupun datang sendiri.

Asal modal
Asal modal Frekuensi %
Modal sendiri 22 73.33
Penjam saudara 4 13.33
Pinjam orang lain/individu 2 6.67
Pinjam keuangan tak resmi
Pinjam bank 2 6.67
Lain-lain
Jumlah 30 100
Analisis
Asal modal pedagang sembako didapat dari modal
sendiri dengan presentase 73,33%. Modal sendiri
adalah modal yangpas untuk memulai usaha yang
sederhana

Pendapat bersih rata-rata perbulan


Pendapat bersih rata-rata perbulan Frekuensi %
< UMR 6 20
> UMR 24 80
Jumlah 30 100
Analisis
Pendapatan pedagang sembako yang melebihi umr
sebanyak 80%. Melebihi umr dikarenakan harga
yang miring mengakibatkan banyak pembeli

Hambatan
Hambatan Frekuensi %
Kurang modal
Cuaca/ musim 1 3.33
Tempat berjualan 5 16.67
Pemasaran 6 20
Lain-lain 18 60
Jumlah 30 100
Analisis

Hambatan yang didapat oleh pedagang sembako saat ada hal lain – lain yang
menghalangi dengan presentase 60%. Saat keadaan – keadaan tak tentu tentang
cuaca maupun keadaan sakit ataupun keadaan yang ada didesa yang membuat
pedagang sembako tidak bisa berjualan.

ANALISIS PEDAGANG BUNGA

Bandungan terkenal dengan pasar tradisional yang sangat stategis,


tepatnya di jalan utama bandungan. Pasar Bandungan sangat menarik, karena
terdapat berbagai pedagang – pedagang yang berlalu lalang. Contohnya pedagang
bunga yang berderet di depan pasar bandungan tepat nya di seberang kanan jalan
bandungan. Pedagang bunga di Bandungan yang berjualan rata – rata adalah kaum
hawa atau perempuan dengan presentase sebanyak 60%. Menurut tempat
berjualan pedagang bungan di Bandungan sebanyak 17 dengan presentase 56,66%
dan 13 pedagang bunga dengan presentase 43,34% berada di luar daerah
bandungan.

Tempat kelahiran pedagang bunga rata – rata berada di luar Desa


Bandungan dengan jumlah 29 presentase 96,67% sedangkan yang berada di luar
provisi berjumlah 1 dengan presentasi 3,33%. Umur pedagang bunga di
Bandungan yang mendominasi antara 40 – 49 tahun dengan presentase 40%.
Survey mengenai pendidikan yang di tamatkan oleh pedagang bunga yang paling
banyak adalah tamatan SMP dan SMA dengan jumlah presentase 63,33% dan
untuk yang paling sedikit adalah tamatan perguruan tinggi dengan presentasi
6,67%. Mereka berjualan bunga selama lebih dari 10 tahun dari survey yang di
dapat oleh surveyor dengan jumlah presentase sebanyak 43,33%.

Proses perdagangan pedagang bunga di bandungan dari produsen ke


konsumen sebanyak 50% di jual sendiri dan untuk 16,67% pengiriman sedangkan
sisanya untuk produk sendiri sebanyak 33,33%. Pedagang bunga berjualan lebih
dari 7 jam dengan presentase sebanyak 83,33% dan kios yang digunakan untuk
berjualan adalah kios sewa sebanyak 16 kios dengan presentase 53,33%, untuk
kios milik sendiri berjumlah 14 kios dengan presentase 46,67%.

Bunga yang dujual oleh pedagang bunga sebagian besar berasal dari luar
provinsi dengan presentase 46,6% sedangkan untuk yang satu kecamatan hanya
26,7%. Pedagang bunga memperoleh bunga yang mereka jual dari membeli
langsung ke tempat produsen, dengan presentase sebanyak 60%. Pedagang bunga
di sekitaran daerah bandungan memiliki tenaga kerja yang membantu mereka
menjual bunga, berjumlah kurang dari 4 orang untuk usaha mikro dengan
presentase 46,7% dan untuk usaha kecil yang terdiri dari 5 – 19 orang hanya 20%.
Modal yang mereka dapat dari modal sendiri sebanyak 73,3% dengan jumlah 11
pedagang bunga, untuk pinjaman keluarga sebanyak 20% sisanya lain – lain
sebanyak 6,7% dengan jumlah 1 pedagang bunga.

Pembeli bunga yang membeli di penjual bunga bandungan berasal dari


berbagai daerah namun sebanyak 33,4% pembeli berasal dari satu kabupaten,
untuk pembeli dari luar provinsi hanya sebanyak 13,3%. Bunga – bunga yang
dijual oleh pedagang bunga di bandungan ada 32 jenis tanaman bunga. Bunga
yang paling banyak dijual adalah bunga mawar 15,5%, pucuk merah 10,3%,
krisan 8,6% sedangkan 5,1% untuk pikok, kacang – kacangan dan kaktus. Penjual
bunga di Bandungan mendapatkan omset kurang dari Rp500.000,- sebanyak
53,3% dan untuk omset yang fantastic lebih dari Rp2000.000,- sebanyak 3,4%.

A. Pedagang Lainnya

Jenis kelamin responden

Jenis kelamin frekuensi %

Laki-laki 13 43,33
Perempuan 17 56,66
Jumlah 30 100,0
Analisis
Pedagang lainnya disini
meliputi penjual
makanan dan minuman,
barang cetakan, fashion,
dan lainnya. Dari 30
sample yang didapat
deketahui pedagang di
dominasi oleh
perempuan 17 / 56,66%
dan sisanya adalah laki-
laki sebanyak 13 /
43,33%.
Umur responden

Umur responden frekuensi %

<15 2 6,66
15-29 9 3,0
30-39 8 26,66
40-49 6 2,0
>50 5 16,66
Jumlah 30 100,0
Analisis
Semua pedagang tersebut
memiliki usia yang
berbeda-beda yaitu, <15
= 2 orang(6,66%), 16-29
= 9 orang(30%), 30-39 =
8 orang(26,66%), 40-49
= 6 orang(20%), 50+ = 5
orang(16,66%).
Tingkat pendidikan
Frekuens
Tingkat pendidikan %
i

Tidak sekolah dan SD 3 1,0

SMP dan SMA 23 76,67

D3, S1, S2, S3 4 13,33


Jumlah 30 100,0
Analisis
Jika dilihat dari
produkdifitas usia
terdapat pendidikan yang
di tempuh terakhir kali
oleh para pedagang,
untuk pedagang yang
tidak sekolah atau
terakhir lulusan SD
berjumlah 3 orang(10%),
lulusan SMP dan SMA
berjumlah 23 orang
(76,67%), lulusan
D3,S1,S2,S3 berjumlah 4
orang (13,33%).
Lama berjualan
Frekuens
Tingkat pendidikan %
i
< 5 tahun 7 23,33
6-10 tahun 11 36,37
>10 tahun 12 4,0
Jumlah 30 100,0
Analisis
Para pedagang tersebut
ternyata ada yang
berjualan sudah lama dan
ada yang baru berjualan
juga. Dan lamanya
berjualan dibagi menjadi
3 bagian yaitu, pedagang
yang berjualan <5 tahun
sebanyak 7 orang
(23,33%), 6-10 tahun
sebanyak 11 orang
(36,37%), >10 sebanyak
12 orang (40%).

Jenis barang yang dijual


Frekuens
Jenis barang yang dijual %
i

Makanan dan minuman 20 66,67

Barang cetakan 1 3,33


Fashion 2 6,67
Lainnya 7 23,33
Jumlah 30 100,0
Analisis
Dari semua pedagang
ternyata disini diketahui
bahwa penjual makanan
dan minuman adalah
penjual yang terbanyak
diantara yang lain dengan
jumlah 20 pedagang, dan
yang lainnya seperti
pedagang barang cetakan
berjumlah 1 pedagang,
pedagang fashion
berjumlah 7 pedagang.
Waktu berdagang
Frekuens
Jenis barang yang dijual %
i
Pagi-siang 3 1,0
Siang-sore 11 36,67
Sore-malam 0 0
Lainnya 16 53,33
Jumlah 30 100,0
Analisis
Dan para pedagang
memiliki waktu
berdagang yang berbeda-
beda, pagi-siang
sebanyak 3 pedagang,
siang-sore sebanyak
11,dan lainnya disini
meliputi waktu yang
tidak menentu sebanyak
16 pedagang.

Lama berdagang per hari

Frekuens
Lama berdagang per hari %
i

< 7 jam 4 13,33

>7 jam 26 86,67

Jumlah 30 100,0
Analisis
Dan para pedagang
tersebut memiliki waktu
berdagang yang berbeda-
beda dan dibagi menjadi
2 bagian yaitu, pedagang
yang berdagang <7 jam
sebanyak 4 pedagang dan
>7 jam sebanyak 26
orang.
Asal barang dagangan
Frekuens
Jenis barang yang dijual %
i

Dalam kota 26 86,67

Luar kota 4 13,33


Luar provinsi
Luar negeri
Jumlah 30 100,0
Analisis
Asal barang dagangan
para pedagang ternyata
rata-rata berasal dari
dalam kota sebanyak 26
pedagang membeli
dagangannya di dalam
kota dan 4 pedagang
sisanya membelinya dari
luar kota.
Cara memperoleh dagangan

Cara memperoleh Frekuens


%
dagangan i

Datang ke lokasi penjual 10 33,33

Dikirimi oleh penjual 20 66,67

Jumlah 15 100,0
Analisis
Dan barang-barang
tersebut ada yang
didapatkan dengan cara
datang ke lokasi penjual
sebanyak 10 pedagang
dan dikirim oleh penjual
sebanyak 20 pedagang.
Tenaga Kerja
Frekuens
Tenaga Kerja %
i

< 4 Orang 30 1,00

5-19 Orang
20-100 orang
>100 Orang
Jumlah 30 1,00
Analisis
Dan dari semua sample
pedagang yang diambil
semua memiliki <4
tenaga kerja.
Asal modal
Frekuens
Asal modal %
i

Modal sendiri 24 8,0

Penjam saudara 2 6,67

Pinjam orang
1 3,33
lain/individu

Pinjam keuangan tak


resmi

Pinjam bank 1 3,33


Lain-lain 2 6,67
Jumlah 30 100,0
Analisis
Dari 30 sample pedagang
yang diambil membuka
usahanya dengan modal
sendiri sebanyak 24
pedagang dan lainnya
seperti pinjam ke saudara
sebanyak 2 pedagang,
pinjam orang lain 1
pedagang, pinjam ke
bank 1 pedagang, dan
lainnya 2 padagang.
Pendapat bersih rata-rata perbulan

Pendapat bersih rata-rata Frekuens


%
perbulan i

< UMR 8 26,67

UMR 22 73,33

Jumlah 30 100,0
Analisis
Rata-rata pedagang
tersebut memiliki
penghasilan bersih diatas
UMR sebanyak 22
pedagang/73,33 % dan
yang dibawah UMR
sebanyak 8
pedagang/26,67%.

Hambatan
Frekuens
Hambatan %
i
Kurang modal 2 6,67
Cuaca/ musim 11 36,67

Tempat berjualan 5 16,67

Pemasaran 5 16,67
Lain-lain 7 23,33
Jumlah 30 100,0

Analisis

Dan dari wawancara yang didapat bahwa hambatan yang dialami oleh para
pedagang berbeda-beda, ada yang kekurangan modal sebanyak 2 pedagang, cuaca
atau musim sebanyak 11 pedagang, tempat berjualan sebanyak 5 pedagang,
pemasaran sebanyak 5 pedagang, dan lainnya sebanyak 7 pedagang.
ANALISIS PEDAGANG LAINNYA

Pedagang lainnya disini meliputi penjual makanan dan minuman, barang


cetakan, fashion, dan lainnya. Dari 30 sample yang didapat deketahui pedagang
di dominasi oleh perempuan 17 / 56,66% dan sisanya adalah laki-laki sebanyak 13
/ 43,33%. Semua pedagang tersebut memiliki usia yang berbeda-beda yaitu, <15 =
2 orang(6,66%), 16-29 = 9 orang(30%), 30-39 = 8 orang(26,66%), 40-49 = 6
orang(20%), 50+ = 5 orang(16,66%). Jika dilihat dari produkdifitas usia terdapat
pendidikan yang di tempuh terakhir kali oleh para pedagang, untuk pedagang
yang tidak sekolah atau terakhir lulusan SD berjumlah 3 orang(10%), lulusan
SMP dan SMA berjumlah 23 orang (76,67%), lulusan D3,S1,S2,S3 berjumlah 4
orang (13,33%). Para pedagang tersebut ternyata ada yang berjualan sudah lama
dan ada yang baru berjualan juga. Dan lamanya berjualan dibagi menjadi 3 bagian
yaitu, pedagang yang berjualan <5 tahun sebanyak 7 orang (23,33%), 6-10 tahun
sebanyak 11 orang (36,37%), >10 sebanyak 12 orang (40%).
Dari semua pedagang ternyata disini diketahui bahwa penjual makanan
dan minuman adalah penjual yang terbanyak diantara yang lain dengan jumlah 20
pedagang, dan yang lainnya seperti pedagang barang cetakan berjumlah 1
pedagang, pedagang fashion berjumlah 7 pedagang. Dan para pedagang memiliki
waktu berdagang yang berbeda-beda, pagi-siang sebanyak 3 pedagang, siang-sore
sebanyak 11,dan lainnya disini meliputi waktu yang tidak menentu sebanyak 16
pedagang. Dan para pedagang tersebut memiliki waktu berdagang yang berbeda-
beda dan dibagi menjadi 2 bagian yaitu, pedagang yang berdagang <7 jam
sebanyak 4 pedagang dan >7 jam sebanyak 26 orang.
Asal barang dagangan para pedagang ternyata rata-rata berasal dari dalam
kota sebanyak 26 pedagang membeli dagangannya di dalam kota dan 4 pedagang
sisanya membelinya dari luar kota. Dan barang-barang tersebut ada yang
didapatkan dengan cara datang ke lokasi penjual sebanyak 10 pedagang dan
dikirim oleh penjual sebanyak 20 pedagang. Dan dari semua sample pedagang
yang diambil semua memiliki <4 tenaga kerja.
Dari 30 sample pedagang yang diambil membuka usahanya dengan modal
sendiri sebanyak 24 pedagang dan lainnya seperti pinjam ke saudara sebanyak 2
pedagang, pinjam orang lain 1 pedagang, pinjam ke bank 1 pedagang, dan lainnya
2 padagang. Rata-rata pedagang tersebut memiliki penghasilan bersih diatas UMR
sebanyak 22 pedagang/73,33 % dan yang dibawah UMR sebanyak 8
pedagang/26,67%. Dan dari wawancara yang didapat bahwa hambatan yang
dialami oleh para pedagang berbeda-beda, ada yang kekurangan modal sebanyak
2 pedagang, cuaca atau musim sebanyak 11 pedagang, tempat berjualan sebanyak
5 pedagang, pemasaran sebanyak 5 pedagang, dan lainnya sebanyak 7 pedagang.

ANALISIS PEDAGANG SEMBAKO

Pedagang sembako di pasar bandungan rata-rata adalah perempuan, karena


sebagian besar laki laki lebih memilih pekerjaan lain daripada penjual sembako.
Pedagang sembako dipasar bandungan mayoritas berusia diatas 50 tahun mereka
berjualan sudah lebih dari 10 tahun. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi
keahlian seseorang dalam mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendidikan
penjual sembako paling banyak dari lulusan SMP dan SMA, hal ini sangat
berkaitan dengan tingkat ekonominya.

Pedagang sembako dipasar bandungan rata-rata berjualan makanan dan


minuman mereka berjualan dari pagi hingga sore, rata-rata berjualan bisa lebih
dari 10 jam perhari semakin lama dan semakin banyak jenis barang yang dijual
maka pendapatan mereka akan semakin banyak. Modal pedagang sembako
dipasar bandungan berasal dari modal sendiri dengan pendapatan bersih rata-rata
lebih dari UMR, Asal barang yang dijual oleh pedagang sembako berasal dari
dalam kota dengan cara dikirim oleh pemasok barang tersebut. Hambatan yang
dialami pedagang sembako dipasar bandungan rata-rata terhambat oleh pemasaran
dan tempat berjualan yang sempit dan tidak memadai.
1. Profil Pembeli di Pasar

Variabel 1

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

L 34 28.3

P 86 71.6

Jumlah 120 100

Analisis

Dari 120 sampel yang didapat,


menunjukkan bahwapembeli di
pasar didominasi oleh
perempuan yaitu86 orang
(71.66%) dan sisanya adalah
laki-laki sebanyak 34
orang(28.33%). Kebutuhan
wanita didapat banyak hanya di
dalam pasar atau sekitaran pasar.

Variabel 2

Umur (thn) Frekuensi Persentase (%)

<15 0 0

15-29 27 22.5

30-39 23 19.1
40-49 42 35

>50 28 23.3

Jumlah 120 100

Analisis

Dapat di analisis dari banyaknya


pembeli di pasar memiliki usia
yang berbeda-beda yaitu, <15 =
0 (tidak ada), 15-29 = 27
orang(22,5%), 30-39 = 23
orang(19,16%), 40-49 = 42
orang(35%), 50+ = 28
orang(23,33%). Hal ini
menunjukkan bahwa pembeli di
pasar didominasi oleh pembeli
yang berusia 40-49 tahun.
Wanita muda atau tua memang
suka sekali berada di pasar untuk
kebutuhan sehari-hari

Variabel 3

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

Tidak sekolah 23 19.1

SMP & SMA 65 54.1

D3, S1, S2, S3 32 26.6


Jumlah 120 100

Analisis

Jika dilihat dari table tingkat


pendidikan (Variabel 3), terdapat
pendidikan terakhir yang di
tempuh oleh para pembeli.Dari
table di atas dapat diketahui
bahwa jumlah pembeli yang
tidak sekolah berjumlah 23
orang (19,16%), pembeli yang
menamatkan pendidikan terakhir
SMP & SMA sebanyak 65
orang (54,16%), pembeli yang
menamatkan pendidikan terakhir
D3, S1, S2, S3 berjumlah 32
orang (26,66%). Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan di daerah Bandungan
baik.

Variabel 4

Pekerjaan Frekuensi Persentase

PNS 23 19.4

Pegawai Swasta 27 22.8

ABRI 0 0
Pengusaha 5 4.2

Pedagang 24 20.3

Petani 2 1.6

Buruh Tani 0 0

Buruh Lain 7 5.9

IRT 21 17.7

Pelajar 9 7.6

Jumlah 118 100

Analisis

Dari tabel jenis pekerjaan di atas


menunjukkan banyaknya jumlah
masyarakat yang memilih
profesi sebagai pegawai swasta
yaitu 27 orang (22,88%)
sedangkan hanya 2 orang
(1,69%) yang berprofesi sebagai
petani.

Variabel 5

Pendapatan Frekuensi Persentase

Tidak Berpenghasilan 6 5

< UMR 48 40

> UMR 66 55
Jumlah 120 100

Analisis

Rata-rata pedagang tersebut


memiliki penghasilan bersih
diatas UMR sebanyak 66 orang
(55%). Karena pembeli di pasar
rata – rata memiliki pekerjaan
yang menjanjikan.

Variabel 6

Transportasi Frekuensi Persentase

Sepeda motor 43 35.2

Mobil 27 22.1

Transportasi Umum 30 24.5

Lainnya 22 18.0

Jumlah 122 100

Analisis

Dari table di atas menunjukkan


bahwa banyaknya masyarakat
yang masih menggunakna
kendaraan pibadi yakni Sepeda
Motor sebanyak 43 orang atau
35,24%. Karena sepeda motor
dinilai lebih efisien untuk
mencapai tujuan.

Variabel 7

Waktu tempuh (menit) Frekuensi Persentase (%)

< 15 43 35.83

16 – 30 27 22.50

31 – 60 29 24.17

> 60 21 17.50

Jumlah 120 100

Analisis

Dari tabel di atas menunjukkan


jarak waktu tempuh pembeli dari
rumah ke pasar paling dekat
kurang dari 15 menit dan paling
jauh lebih dari 60 menit.
Masyarakat yang waktu
tempuhnya kurang dari 15 menit
lebih mendominasi daripada
masyarakat yang waktu
tempuhnya lebih dari 60 menit,
yaitu 35,38% atau 43 orang. Hal
ini menunjukkan bahwa jarak
sangat mempengaruhi
masyarakat untuk pergi ke pasar.
Variabel 8

Frekuensi ke pasar Frekuensi Persentase (%)

Tiap hari 32 26.6

Tiap minggu 40 33.3

Tiap hari pasaran 5 4.17

Tidak tentu 43 35.8

Jumlah 120 100

Analisis

Banyaknya pembeli di pasar


berdasarkan tabel di atas di
dominasi oleh banyaknay
pembeli yang tidak menentu.
Hal ini menunjukkan bahwa
kebutuhan sangat mempengaruhi
masyarakat untuk pergi ke pasar.

Variabel 9

Tujuan Frekuensi Persentase (%)

Belanja bahan makanan 54 45.0

Belanja untuk kulakan 26 21.6


Lain-lain 40 33.3

Jumlah 120 100

Analisis

Dari table di atas menunjukkan


banyaknya pembeli di pasar
berbelanja bahan makanan yaitu
54 orang atau 45%. Karena
makanan adalah kebutuhan
utama atau pokok yang harus
dipenuhi.

Variabel 10

Barang yang paling sering


dibeli Frekuensi Persentase (%)

Barang kelontong 7 5.8

Pakaian/sandang 1 0.8

Sembako 39 32.5

Makanan dan minuman 44 36.6

Buku/alat tulis 0 0.00

Obat-obatan 0 0.00

Lainya 29 24.1

Jumlah 120 100

Analisis
Banyaknya barang di pasar yang
palig sering di beli oleh pembeli
di pasar adalah bahan makanan
dan minuman yaitu 36,67%. Hal
ini menunjukkan bahwa
makanan dan minuman
merupakan kebutuhan pokok
dalam kehidupan sehari-hari.

Variabel 11

Tingkat kenyamanan Frekuensi Persentase (%)

Tidak nyaman 22 18.3

Nyaman 93 77.5

Sangat nyaman 5 4.1

Jumlah 120 100

Analisis

Banyak pembeli di pasar yang


merasakan kenyamanan saat
berbelanja di pasar yaitu
77,50%. Hal ini menunjukkan
bahwa pasar tersebut memiliki
fasilitas yang memadai, tempat
bersih, aman dari kejahatan.
Variabel 12

Tingkat kebersihan Frekuensi Persentase (%)

Kotor/kumuh 40 33.3

Bersih 80 66.6

Sangat bersih 0 0

Jumlah 120 100

Analisis

Tingkat kebersihan di pasar


bandungan sudah baik,
ditunjukkan dari banyaknya
responden yang menjawab pasar
tersebut bersih yaitu 66,67%
atau 80 responden sedangkan
hanya 33,33% atau 40 responden
yang menjawab kumuh/kotor
dari 120 responden.

Variabel 13

Tingkat keamanan Frekuensi Persentase (%)

Tidak aman 8 6.6

Aman 105 87.5


Sangat aman 7 5.8

Jumlah 120 100

Analisis

Tingkat keamanan pasar


Bandungan berdasarkan tabel di
atas bisa dikatakatan sangat
baik. Hal ini ditunjukkan dari
banyaknya responden yang
mengatatakan bahwa pasar
tersebut aman yaitu 87,50% atau
sebanyak 105 dari 120
responden.

Variabel 14

Saran Frekuensi Persentase (%)

Renovasi 26 21.6

Parkir diperluas 14 11.6

Relokasi 13 10.8

Penataan Pasar 26 21.6

Kebersihan Ditingkatkan 32 26.6

Baik 9 7.5

Jumlah 120 100

Analisis

Berdasarkan tabel di atas


banyaknya saran dari pembeli di
pasar untuk meningkatkan
kebirsihan pasar yaitu 26.67%
atau sebanyak 32 dari 120
responden. Hal ini menunjukkan
bahwa pasar tersebut masih
kumuh/kotor.

Variabel 15

Alasan Frekuensi Persentase (%)

Lengkap 20 16.6

Dekat 35 29.1

Murah 22 18.3

Liburan 29 24.1

Oleh 14 11.6

Jumlah 120 100

Analisis

Banyaknya pembeli di pasar


yang datang ke pasar dengan
alasan lebih dekat yaitu 29,17%
atau 35 dari 120 rsponden. Hal
ini menunjukkan bahwa jarak
sangat berpengaruh terhadap
daya beli masyarakat ke pasar.

Variabel 16

Pengeluaran perbelanjaan Frekuensi Presentase (%)

>340.000 23 19.1

<340.000 97 80.8

Jumlah 120 100

Analisis

Tabel di atas menunjukkan banyaknya pengeluaran perbelanjaan di pasar yaitu


>340.000 sebanyak 80,83% atau sebanyak 97 dari 120 responden. Menunjukkan
bahwa tingkat pengeluaran di bandungan lebih banyak.

ANALISIS PEMBELI DI PASAR

Rata rata pembeli dipasar adalah perempuan yang mana perempuanlah


yang sering berbelanja kebutuhan sehari hari. Pembeli dipasar kebanyakan
berumur 40 tahun karena mayoritas pembeli adalah ibu rumah tangga dan
mayoritas tingkat pendidikan pembeli dipasar adalah lulusan SMP dan SMA
sederajat, dan banyaknya pembeli di pasar bandungan ibu rumah tangga, pegawai
negeri dan pedagang.

Rata rata pembeli dipasar berbelanja menggunakan dana diatas UMR dan
juga sarana untuk berbelanjar kepasar banyak menggunakan kendaraan pribadi
dan angkutan umum, waktu tempuh berbelanja sekitar 15- 30 menit tergantung
situasi dan keadaan dijalan. Tujuan berbelanja dipasar lebih dominan ke
kebutuhan rumah tangga dan yang kedua untuk modal berjualan kembali, barang
barang yang dibeli pun kebanyakan sembako, makanan dan minuman.

Untuk rata rata kenyamanan berbelanja mayoritas pembeli sudah merasa


nyaman karena pengamanan di wilayah pasar sudah cukup terjamin dengan
adanya polisi yang berjaga disekitaran pasar dan juga tingkat kebersihan di
wilayah pasar terbilang bersih dikarenakan petugas kebersihan juga selalu rutin
dalam memberihkan wilayah pasar dan juga para pedagang pun menjaga
kebersihan pasar itu juga. Banyak masukan dan saran agar kebersihan dan juga
renovasi pasar selalu dipertanyakan.karena adanya pasar tersebut membuat
pembeli menjadi lebih nyaman dan juga harga dipasar tersebut lebih terjangkau.

2. Profil Sopir Angkutan Kota

TABEL FREKUENSI SOPIR ANGKUTAN UMUM KECAMATAN BANDUNGAN


KANUPATEN SEMARANG
NO VARIABEL JUMLAH %
1 JENIS KELAMIN
A. LAKI – LAKI 120 100,0
B. PEREMPUAN 0 0,0
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan hasil kuesioner sopir angkutan umum di desa
Bandungan, Kecamatan Bandungan, dimana frekuensi jenis kelamin laki-laki
sebanyak 120 orang dengan persentase 100% dan perempuan 0. Artinya bahwa
mayoritas pekerjaan sopir angkutan ini dilakukan oleh kaum laki-laki.
2 ALAMAT RUMAH
A. SATU DESA DENGAN TEMPAT MANGKAL 53 44,2
B. LUAR DESA DENGAN TEMPAT MANGKAL 61 50,8
C. DILUAR KECAMATAN DENGAN TEMPAT MANGKAL 6 5,0
D. DILUAR KABUPATEN DENGAN TEMPAT MANGKAL 0 0,0
E. DILUAR PROVINSI DENGAN TEMPAT MANGKAL 0 0,0
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan bahwa alamat sopir angkutan paling banyak tinggal
dari luar desa dengan tempat beliau mangkal sebanyak 61 orang dengan
persentase 50.8 %, meskipun selilih sedikit dengan banyaknya sopir yang berasal
dari satu desa dengan tempat mangkal. Artinya kecamatan Bandungan merupakan
kawasan perekonomian yang memiliki penumpang angkutan terbanyak dan
mampu menarik orang dari luar desa untuk bekerja di wilayah kecamatan
Bandungan.
3 DAERAH ASAL
A. SATU DESA DENGAN TEMPAT MANGKAL 54 45,0
B. LUAR DESA DENGAN TEMPAT MANGKAL 33 27,5
C. DILUAR KECAMATAN DENGAN TEMPAT MANGKAL 31 25,8
D. DILUAR KABUPATEN DENGAN TEMPAT MANGKAL 2 1,7
E. DILUAR PROVINSI DENGAN TEMPAT MANGKAL 0 0,0
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan bahwa daerah asal sopir angkutan berada di satu desa
dengan tempat beliau mangkal sebnayak 54 orang dengan persentase 45%,
artinya bahwa sopir angkutan kebanyakan berasal dari desa Bandungan.
4 UMUR RESPONDEN
A. < 15 TAHUN 0 0,0
B. 15-29 TAHUN 3 2,5
C. 30-39 TAHUN 22 18,3
D. 40-49 TAHUN 69 57,5
E. > 50 TAHUN 26 21,7
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan bahwa sopir angkutan yang di wawancarai lebih
banyak berumur 40-49 tahun sebanyak 69 orang dengan persentase 57.5%.
artinya bahwa rata-rata umur sopir angkutan lebih dari 40 tahun, dengan begitu
diketahui bahwa semangatnya bekerja masih ada meskipun sudah hampi
rmenginjak setengah abad.
5 PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN
A. SD TAMAT 103 85,8
B. SMP TAMAT 13 10,8
C. SMA TAMAT 4 3,3
D. D3 0 0,0
E. S1 0 0,0
F. S2 0 0,0
G. S3 0 0,0
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan bahwa sopir angkutan kebanyakan hanya tamatan SD,
sebanyak 103 orang dari 120 orang dengan persentase 85.8%. artinya bahwa sopir
angkutan menjadi salah satu pekerjaan yang mampu dilakukan oleh tamatan SD.

6 JUMLAH TANGGUNGAN KELUARGA


A. < 2 7 5,8
B. > 2 113 94,2
Analisis
Di tabel berikut ini adalah, tabel tanggungan keluaraga. Yang banyak adalah lebih
dari 2 tanggungan, berarti mereka sopir angkutan bertanggung jawab menafkahi
istri dan beberapa anaknya.
7 STATUS PERKAWINAN 0,0
A. KAWIN 114 95,0
B. BELUM KAWIN 2 1,7
C. DUDA/JANDA 4 3,3
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan bahwa status perkawinan sopir angkutan paling
banyak sudah menikah sebanyak 114 orang dengang persentase 95.0%. artinya
pekerja sopir angkutan mayoritas sudah menikah.
8 PENGALAMAN MENJADI SUPIR
A. < 5 11 9,2
B. > 5 109 90,8
Jumlah 120 100,0
Analisis
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa yang sudah memiliki pengalaman lebih
dari 5 tahun sebagai sopir angkutan sebanyak 109 orang dengan persentase
90.8%. artinya bahwa menjadi sopir angkutan di desa Bnadungan sudah terbilang
cukup lama dan ahli dalam menyetir.
9 BELAJAR NYETIR DARI MANA
A. TEMPAT KURSUS 3 2,5
B. DIAJARI TEMAN 117 97,5
C. LAINNYA 0 0,0
Jumlah 120 100,0
Analisis
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sopir angkutan ahli dalam menyetir
sebanyak 117 orang belajar dari teman, dengan persentase 97.5%. artinya bahwa
teman membawa pengaruh dalam pekerjaan sopir angkutan ini.

10 TRAYEK JURUSAN ANGKOT


A. < 5 KM 93 77,5
B. 5 - 9 KM 14 11,7
C. 10 - 14 KM 10 8,3
D. 15 - 19 KM 3 2,5
E. > 20 KM 0 0,0
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan bahwa kebanyakan sopir angkutan melayani jarak
hanya kurang dari 5 km, sebanyak 93 orang dengan persentase 77.5%
mengatakan hal yang sama. Artinya bahwa angkutan hanya menjangkau wilayah
yang kurang dari 5km.
11 TARIF ONGKOS NAIK ANGKOT
A. < 10000 93 77,5
B. > 10000 27 22,5
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan bahwa sopir angkutan membandrol tarif sebesar
kurang dari 10.000 dengan jumlah sopir 93 orang dengan persentase 77.5%.
artinya bahwa mayoritas sopir angkutan memasang tarif standar bahkan terbilang
murah
12 JUMLAH PENUMPANG TIAP HARI
A. < 50 ORANG 0,0
B. 50-100 ORANG 75 62,5
C. 100-200 ORANG 42 35,0
D. > 200 ORANG 3 2,5
Jumlah 120 100,0
Analisis
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa banyaknya penumpang per hari tiap
angkutan paling banyak mampu mencapai 50-100 orang, sebanyak 75 sopir
angkutan dengan persentase 62.5%. artinya bahwa sopir angkutan tidak hanya
sekali melakukan perjalanan(pp).
13 STATUS KEPEMILIKAN SUPIR ANGKOT
A. MILIK SENDIRI 3 2,5
B. SEWA 117 97,5
Jumlah 120 100,0
Analisis
Dari tabel diatas, lebih dari 100 respnden mobil yang dibuat ngangkot adalah
mobil sewa. Mereka hanya melakukan pekerjaan dengan menyewa mobil
tersebut.
14 INGIN MENGGANTI PEKERJAAN LAIN JUMLAH
A. TIDAK 77 64,2
B. YA 43 35,8
Jumlah 120 100,0
Analisis
Pekerjaan sopir angkot masih menjadi pekerjaan yang begitu diminati bagi warga
sekitar Bandungan. Terbukti pada presentase yang sebesar 64,2%
15 LAMA BEKERJA ( JAM/HARI) JUMLAH
A. < 3 1 0,8
B. 3 – 5 2 1,7
C. 5-7 7 5,8
D. >7 110 91,7
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan bahwa sopir angkutan bekerja selama lebih dari 7
jam/hari, diketahui dari sebanyak 110 orang yang berpendapat sama dengan
persentase sebanyak 91.7%. artinya bahwa mayoritas sopir angkutan bekerja
lebih dari 7 jam/hari karena sebagai mata pencaharian utama.
16 PENDAPATAN TERBANYAK ( Rp/Hari ) JUMLAH
A. < 100.000 33 27,5
B. 100.000 – 250.000 58 48,3
C. 250.000 – 500.000 20 16,7
D. >500.000 9 7,5
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan bahwa pendapatan sopir angkutan paling banyak
sebesar 100.000-250.000/hari. Semua itu saat waktu liburan bisa menapai
500.000 rupiah lebih.
17 PENDAPATAN PALING SEDIKIT (Rp/Hari ) JUMLAH
A. < 50.000 55 45,8
B. 50.000 – 100.000 47 39,2
C. 100.000 – 200.000 13 10,8
D. >200.000 5 4,2
Jumlah 120 100,0
Analisis
Sedangkan pendapatan paling sedikit sebesar kurang dari 50.000 rupiah. Artinya
bahwa pekerjaan sopir angkutan ini memiliki pendapatan yang tidak tentu per
harinya.
18 HAMBATAN PEKERJAAN JUMLAH
A. MACET 57 47,5
B. BBM NAIK 17 14,2
C. ADANYA OJEK ONLINE 16 13,3
D. LAINNYA 30 25,0
Jumlah 120 100,0
Analisis
Tabel diatas menunjukkan bahwa sopir angkutan memiliki hambatan paling
banyak yaitu macet, sebanyak 57 orang berpendapat sama dengan persentase
47.5%. artinya bahwa kendala lalulintas yang kurang stabil dan tidak seimbang
antara transportasi dengan lebarnya jalan raya yang dilalui.

ANALISIS SOPIR ANGKUTAN

Status kepemilikan angkutan kota paling banyak yaitu sewa dengan


jumlah 88 angkutan umum, karena masyarakat di daerah Bandungan ini banyak
yang merubah status pekerjaan awalnya menjadi supir angkutan umum. Upir
angkutan umum paling banyak berumur sekitar 40 tahun dengan tingkat
pendidikan terakhir berada di sekolah dasar dan karena tidak ingin terikat dengan
pekerjaan dan juga dia hanya memiliki skill menyupir. Sedangkan angkutan kota
milik sendiri sebanyak 32 angkutan, hal ini dikarenakan pemiliki angkutan kota
ini memiliki pekerjaan awal yang sudah dapat dibilang bagus, tetapi dia lebih
memilih menjadi supir angkutan umum dengan alasan yang sama.

Biaya sewa kendaraannya pun berbeda-beda, tergantung dari seberapa


lama ia menyewa mobil tersebut. Mulai dari Rp 70.000 hingga Rp 1.350.000
/Hari. Semakin tinggi biaya sewanya, semakin baik juga tingkat mobil yang
disewakan. Sebanyak 120 data supir angkutan umum yang disurvey, mereka tidak
ingin mengganti pekerjaan sebanyak 77 supir angkutan umum dengan alasan
sudah nyaman dan faktor usia yang sudah tua. Sedangkan yang ingin mengganti
pekerjaan sebanyak 43 supir angkutan umum ingin mengganti pekerjaan karena
ingin merubah nasib perekonomiannya.

Pendapatan yang didapatpun sangat beraneka ragam, rata-rata pendapat


menjadi supir angkutan di daerah Bandungan ini berkisar Rp 500.000 /Hari itu
untuk pendapatan tertinggi dan untuk pendapatan terendah berkisar Rp 20.000
/Hari. Hal ini dapat dilihat dari lamanya ia bekerja (mencari penumpang).
Semakin lama ia bekerja, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.
Menjadi supir angkutan umum pun ternyata memiliki kendala, mulai dari macet,
BBM naik, persaingan dengan ojek online dll.

3. Profil Penumpang Angkutan

Jenis Kelamin Frekuensi Persen %


Laki-laki 20 17
Perempuan 99 83
Jumlah 119 100
Analisis

Dari 119 sampel yang didapat, menunjukkan bahwapenumpang angkot didominasi oleh
perempuan yaitu99 orang (83%) dan sisanya adalah laki-laki sebanyak 20
orang(17%).artinya bahwa penumpang angkot mayoritas perempuan karena tujuan yang
utama yaitu belanja di pasar dan kebutuhan lainnya.

Alamat Rumah Frekuensi Persen %

Satu Desa 32 26,89076

Luar Desa 40 33,61345

Luar kecamatan 38 31,93277

Luar Kabupaten 9 7,563025

Jumlah 119 100

Analisis

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui banyaknya penumpang angkot yang


berasal dari luar desa Jetis, yaitu 33,61% atau sebanyak 40 orang sedangkan yang
dari luar kabupaten hanya 7,56% atau 9 orang. Artinya karena angkot yang ada
hanyalah tujuan di wilayah desa atau sekitar desa tersebut.

Pekerjaan Pokok Frekuensi Persen %


Pegawai Negeri 21 18,4211
Pegawai Swasta 9 7,89474
Pengusaha 1 0,87719
Pedagang 35 30,7018
Petani 7 6,14035
Buruh Tani 3 2,63158
Buruh Lain 13 11,4035
Pelajar 9 7,89474
Lainnya 16 14,0351
Jumlah 114 100
Analisis
Dari tabel di atas menunjukkan
banyaknya penumpang angkot
didominasi oleh pedagang yaitu
30,70% atau 35 orang sedangkan
paling sedikit pengusaha yaitu 0,87%
atau hanya 1 orang. Artinya
penumpang hanya menggunakan
angkutan umum untuk transportasi
multiguna bagi pedagang. 114 100

Daerah Asal/Tempat Kelahiran Frekuensi Persen %


Satu desa dengan tempat mangkal 24 20,16807
Luar Desa dengan tempat jualan 37 31,09244
Di luar kecamatan dengan tempat jualan 39 32,77311
Di luar kabupaten 19 15,96639
Jumlah 119 100
Analisis
Tabel di atasa menunjukkan daerah asal
atau tempat kelahiran penumpang
angkot bervariasi. Ada yang daerah
asalnya di tempat tersebut sebanyak
20%, namun paling banyak yaitu di luar
kecamatan dengan tempat berjualan
sebanyak 32,7%. Walaupun di luar
kecamatan tetapi masih di kabupaten
yang sama. Artinya penduduk atau
penumpang berasal dari daerah itu
sendiri.

Umur Frekuensi Persen %


< 15 tahun 2 1,68067
15-29 tahun 20 16,8067
30-39 tahun 33 27,7311
40-49 tahun 24 20,1681
> 50 tahun 40 33,6135
Jumlah 119 100
Analisis

Dapat di analisis dari banyaknya jumlah penumpang angkotmemiliki usia


yang berbeda-beda yaitu, <15 = 2 (1,68%), 15-29 = 20 orang(16,80%), 30-39 = 33
orang(27,73%), 40-49 = 24 orang(20,16%), >50 = 40 orang(33,61%). Hal ini
menunjukkan bahwa penumpang angkot didominasi oleh usia lebih dari 50 tahun.

Pendapatan Total Frekuensi Persen %


<UMR 52 43,69747899
>UMR 67 56,30252101
Jumlah 119 100
Analisis
Rata-rata pedagang tersebut memiliki penghasilan bersih diatas
UMR sebanyak 67 orang (56,30%).
Tempat Tujuan Frekuensi Persen %
Kantor 9 7,56302521
Pasar 46 38,65546218
Sekolah 9 7,56302521
Lainnya 55 46,21848739
Jumlah 119 100
Analisis
Tempat tujuan penumpang angkot bervariasi. Ada yang tujuannya ke
pasar sebanyak 38,65%, sekolah 7,5%, lainnya 46,21%. Dari tabel
tersebut menunjukkan tempat yang sering di tuju adalah pasar.

Frekuensi Naik Angkot Frekuensi Persen %


Sering/Rutin 67 56,30252101
Kadang-kadang/Tidak rutin 32 26,8907563
Jarang/Tidak tentu 20 16,80672269
Jumlah 119 100
Analisi
Tabel di atas menunjukkan
banyaknya penumpang yang sering
naik angkot. Dari banyaknya 119
responden, 67 orang mengaku
sering/rutin sedangkan hanya 20
orang yang mengaku jarang. Hal ini
menunjukkan bahwa angkot sangat
mudah di jumpai di Kecamatan
Bandungan.
ALASAN NAIK ANGKOT FREKUENSI Persen %
Ke Pasar 17 14,28571
Efektivitas Perjalanan 22 18,48739
Tidak ada yang mengantar 2 1,680672
Tidak punya alat transportasi 4 3,361345
Mudah Murah dan Nyaman 34 28,57143
Lain-lain 40 33,61345
Jumlah 199 100
Analisis

Berdasarkan tabel di atas banyaknya alasan penumpang memilih angkot


bervariasi. Penumpang dengan alasan lain-lain lebih mendominasi yaitu 33,61%.

Frekuens Persen
Pendidikan i %
28,5714
SD tamat 34 3
31,0924
SMP tamat 37 4
31,0924
SMA tamat 37 4
1,68067
D3 2 2
7,56302
S1 9 5
Jumlah 119 100
Analisis
Berdasarkan tabel
diatas dapat diketahui
bahwa sebagian besar
penumpang angkot
adalah pendidikan
terakhir tamatan
SMP dan SMA yaitu
sebanyak 31%.
Tanggungan Frekuens Persen
Keluarga i %
17,6470
1 21 6
32,7731
2 39 1
15,1260
3 18 5
15,9663
4 19 9
10,9243
5 13 7
7,56302
6 9 5
Jumlah 119 100
Analisis
Dari tabel di atas
dapat diketahui
bahwa penumpang
yang memiliki
tanggungan keluarga
2 orang memiliki
frekuensi terbanyak
yaitu 33%.

Frekuens Persen
Status i %
73,9495
Kawin 88 8
18,4873
Belum Kawin 22 9
Duda/Janda 9 7,56302
5
Jumlah 119 100
Analisis

Dari tabel di atas menunjukkan banyaknya penumpang angkot yang berstatus


kawin yaitu sebanyak 88 penumpang dari 119 penumpang

ANALISIS PENUMPANG ANGKUTAN UMUM

Kebutuhan manusia yang semakin banyak membutuhkan sarana yang


dapat membantu dalam mempercepat perkerjaan agar cepat selesai dengan
bukti adanya pengunaan angkutan umum dengan alasan biaya lebih murah
serta perjalanan efektif,mengingat kebanyakan penumpang angkutan umum
merupakan perempuan yang ingin pergi ke pasar untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi sebagai pedagang.

Masyarakat bandungan yang menjadi penumpang angkutan umum


memiliki pendapatan lebih besar dari UMR walaupun dominan pendidikan
terakhir ditingkat SMP dan SMA namun karena banyak berkerja sebagai
pedagang yang mendapatkan uang setiap hari. Untuk kedepannya dalam
peningkatan layanan angkutan umum lebih dimudahkan dalam bahan bakar
serta perhatian dari pemerintah dalam prasarananya.

4. Profil Tukang Ojek

JenisKelamin F %
Laki-laki 30 100
Perempuan 0 0

Jumlah 30 100

Tabel diatas menunjukan hasil kuesioner tukang ojek di


desa bandungan, kecamatan bandungan kabupaten
semarang dimana frekuensi bejenis kelamin laki-laki
sebanyak 30 orang dalam presentase 100% , penduduk
berjenis kelamin perempuan 0 dengan presentase % yang
artinya jenis pekerjaan sebagai tukang ojek ini mayoritas
dilakukan oleh laki-laki.

Alamatrumah F %
SatuDesadengantempatmangkal 16 53.3
LuarDesadengantempatmangkal 14 46.6
Diluarkecamatandengantempattinggal 0
Diluarkabupatendengantempatmangkal 0
Di luarprovinsi 0

Jumlah 30 100

Tabel diatas menunjukan hasil kuisoner alamat rumah


pekerja tukang ojek dimana alamat pekerja satu desa
dengan tempat mangkal frekuensi sebanyak 16 orang
dalam presentase 53,3% , alamat rumah luar desa dengan
tempat mangkal frekuensi 14 orang dalam presentase
46,6% jadi pekerja tukang ojek ini sendiri mayoritas dari
satu desa bandungan dan luar desa bandungan tidak ada
yang dari luar kecamatan,kabupaten maupun provinsi.

Daerah asal/ Tempatkelahiran F %


satuDesadengantempatmangkal 14 46.6
LuarDesadengantempatmangkal 12 40
Diluarkecamatandengantempattinggal 1 3.3
Diluarkabupatendengantempatmangkal 2 6.6
di luarprovinsi 1 3.3
Jumlah 30 100

Tabel diatas menunjukan hasil kuisoner tempat kelahiran


dimana tempat kelahiran satu desa dengan tempat
mangkal ojek frekuensi sebanyak 14 orang dalam
presentase 46,6% , tempat kelahiran luar desa dengan
tempat mangkal frekuensi 12 orang dengan presentase
40%, tempat kelahiran diluar kecamatan dengan tempat
tinggal frekuensi 1 orang dengan presentase 3,3% ,
tempat kelahiran di luar kabupaten dengan tempat
mangkal frekuensi 2 orang dengan presentase 6,6%, dan
tempat kelahiran luar provinsi frekuensi 1 orang dengan
presentase 3,3%. Jadi mayoritas penduduk pekerja ojek
ini bertempat kelahiran di desa bandungan atau satu desa
dengan tempat mangkal.

UmurResponden (Tahun) f %
<5 0 0
5-10 3 10
11-15 13 43.3
16-20 4 13.3

>20 10 33.3
Jumlah 30 100

Tabel diatas menunjukan umur responden (tukang ojek)


umur kurang dari 5 tahun frekuensi 0 dengan presentase
0% , umur 5-10 tahun frekuensi 3 orang dengan
presentase 10%, umur 11-15 tahun frekuensi 13 orang
dengan presentase 43,3 % , umur 16-20 tahun frekuensi
4 orang dalam presentase 13,3 % dan umur lebih dari 20
tahun frekuensi 10 orang dengan presentase 33,3%. Jadi
mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai tukang ojek
yaitu jenjang umur 11-15 tahun. hal ini dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor salah satunya yaitu
rendahnya angka sekolah pada penduduk didesa tersebut
umur 11-15 tahun seharusnya umur wajib sekolah tetapi
dari tabel tersebut justru umur-umur wajib sekolah lebih
tinggi daripada umur 20 tahun.

Tabel 3. Pendidikanterakhirresponden
Pendidikan F %
SD Tamat 10 33.3
SMP Tamat 11 36.6
SMA Tamat 9 30
D3 0 0
S1 0 0
S2 0 0
S3 0 0

Jumlah 30 100

Tabel diatas menunjukan hasil kuesioner


tamatan pendidikan terakhir penduduk
bandungan , frekuensi tamatan SD
sebanyak 10 orang dengan presentase
33,3%, tamatan SMP frekuensi 11 orang
dengan presentase 36,6%, tamatan SMA
frekuensi 9 orang dengan presentase 30%
sedangkan tamatan pendidikan lainnya
seperti D3-S3 tidak ada, jadi mayoritas
pendidikan terakhir di bandungan ini
adalah tamatan SMP, walaupun hanya
tamat SMP penduduk bandungan memiliki
skill tersendiri.

TabelHubunganStastusPernikahdanJumlahtanggungankeluarg
a
Status Perkawinan TanggunganKeluarga
< 3 Orang > 3 Orang
F % f %
Kawin 2 18.1 8 42.1
BelumKawin 5 45.4 6 31.5
Duda/Janda 4 36.3 5 26.3
Jumlah 11 100 19 100

Tabel diatas menunjukan jumlah


tanggungan keluarga dengan status kawin
kurang dari 3 tanggungan keluarga
frekuensi 2 orang dengan presentase 18,1%
, lebihdari 3 tanggungan keluarga frekuensi
8 orang dengan presentase 42,1% , belum
kawin memiliki tanggungan keluarga
kurang dari 3 orang dengan frekuensi 5
orang dalam presentase 45,4% dan
tenggungan keluarga lebih dari 3 orang
frekuensi 6 dengan presentase 31,5% ,
Duda memiliki tanggungan keluarga
kurang dari 3 orang dengan frekuensi 4
orang presentase 36,3 dan jumlah
tanggungan keluarga lebih dari 3 orang
frekuensi 5 orang dengan presentase
26,3%. Jadi kesimpulannya mayoritas
jumlah tanggungan terbesar berada pada
status belum kawin.

Jumlahpenumpang Per Hari F %


<10 12 40
10-15 15 50
16-20 2 6.6
>20 1 3.3
Jumlah 30 100

Tabeldiatasmerupakanhasil kuisoner
jumlah penumpang per hari dimana jumlah
penumpang kurang dari 10 penumpang per
hari frekuensi 12 orang dalam presentase
40%, penumpang 10-15 Penumpang per
hari frekuensi 15 Orang dengan presentase
50% , jumlah penumpang 16-20
penumpang per hari frekuensi 2 orang
dengan presentase 6,6% dan jumlah
penumpang lebih dari 20 per hari frekuensi
1 dalam presentase 3,3%. Jadi mayoritas
jumlah penumpang per hari di bandungan
yaitu 10-15 orang penumpangojek.

JumlahPendapatanTeringgi Per Hari F %


< 50000 0 0
50000-100000 11 36.
100000 – 200000 9 30
>200000 10 33.3
Jumlah 30 100
Tabel diatas menunjukan kuesioner jumlah
pendapatan ojek tertinggi per hari , jumlah
pendapatan kurang dari 50000 tidak ada,
jumlah pendapatan 50000-100000
frekuensi 11 orang dengan presentase
36,6% , jumlah pendapatam 100000-
200000 frekuensi 9 dalam presentase 30%
dan pendapatan lebih dari 200000
frekuensi 10 orang presentase 33,3%.
Mayoritas jumlah pendapatan tertinggi per
hari di desa bandungan kecamatan
bandungan pendapatan 50000-100000
dengan presentase 36,6.

JumlahPendapatanTerendah Per Hari F %


< 20000 3 10
20000-50000 21 70
50000 – 100000 6 20
>100000 1 3.3
Jumlah 30 100
Tabel diatas menujukan kuesioner jumlah
pendapatan terendah per hari di desa
bandungan kecamatan bandundungan,
pendapatan terendah per hari kurang dari
20000 frekuensi 3 orang dalam presentase
10% , pendapatan terendah 20000-50000
frekuensi 21 orang dalam presentase 70%,
pendapatan terendah 50000-100000
frekuensi 6 orang, presentase 20% dan
pendapatan lebih dari 100000 dengan
frekuensi 1 presentase 3,3%, jadi mayoritas
pendapatan terendah per hari di bandungan
pada angka 20000-50000, 70% dari jumlah
keseluruhan pendapatan terendah.

HubunganAntara Jam Kerja Per


HaridenganJenispekerjansebagaipokokdanSampingan
Sampinga
Jam Kerja Per Hari Pokok n
F % F %
< 3 jam 0 0 1 5.2
3-5jam 2 18.1 5 26.3
5-7 jam 2 18.1 4 21.0
> 7 Jam 7 63.6 9 47.3
Jumlah 11 100 19 100

Hubungan antara jam kerja per hari dengan jenis


pekerjaan sebagai pokok dan sampingan di desa
bandungan, kecamatan bandungan kurang dari 3 jam
frekuensi pokok 0 (tidak ada) sampingan frekuensi 1
dengan persentase 5,2% , jam kerja 3-5 jam pokok
frekuensi 2 orang dengan presentase 18,1%, Jam kerja
sampingan frekuensi 5 orang presentase 26,3%, jam
kerja 5-7 jam pokok frekuensi 2 presentase 18,1%
sjam kerja sampingan frekuensi 4 orang dengan
presentase 21,0%, jam kerja lebih dari 7 jam pokok
frekuensi 7 presentase 63,6%, jam kerja sampingan
frekuensi 9 orang dengan presentase 47,3 %. Jadi
mayoritas jam kerja perhari penduduk bandungan
berada pada jam pokok kerja dan jam sampingan
kerja lebih dari 7jam.

Table tukangojekpangkalanMenurutumur
Umur (Tahun) F %
<15 Tahun 0
15-29 Tahun 3 10
30-39 Tahun 12 40
40-49 Tahun 4 13.3
> 40Tahun 11 36.6
30
5. Tabel diatas menunjukan hasil kuesioner umur tukang ojek di desa
bandungan, kecamatan bandumgan, umur kurang dari 5 tahun
frekuensi 0 dengan presentase 0% , umur 15-29 tahun frekuensi 3
orang dengan presentase 10%, umur 30-39 tahun frekuensi 12 orang
dengan presentase 40 % , umur 40-49 tahun frekuensi 4 orang dalam
presentase 13,3 % dan umur lebih dari 40 tahun frekuensi 11 orang
dengan presentase 36,6%. Jadi mayoritas penduduk yang berprofesi
sebagai tukang ojek yaitu jenjang umur 30-39 tahun. hal ini dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor salah satunya yaitu umtuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.

ANALISIS TUKANG OJEK

Ojek merupakan transportasi antar jemput penumpang bebasis motor roda 2 yang
mangkal di sekitaran pasar bandungan menurut data survey ojek di pasar
seluruhnya laki-laki berjumlah 30 orang. Ojek disana beragam asal ada yang dari
desa itu sendiri ada pula dari desa lain tempat mangkal dengan perbandingan
53,3% dan 46,7 % . Berdasarkan data umur responden di dominasi rata-rata 30-
39 Tahun dengan jumlah 12 orang atau 40%, dan berpendidikan tamatan smp
dengan persentase 36,6 % dengan jumlah 11 orang.

Tanggungan keluarga kebanyakan dari yang belum kawin 5 orang atau


45,4% karena mempunyai tanggungan untuk menafkahi kluarga kecilnya yang
lebih dari 3 orang. Jumlah penumpang reta-rata di atas 15 orang dengan
persentase 50% ,hal ini di karenakan daya saing dengan ojek yang berbasis online
motor maupun mobil ,makan seharinya tidak menentu pendapatannya . wisatawan
dari luar wilayah kebanyakan menggunakan transportasi online dari pada
transportasi konvesional , ojek di sana banyak di gunakan oleh para penduduk
setempat yang hendak membeli kebutuhan pokok di pasar. Pendapatannya pun
perhari tidak menentu tapi rata-rata 50-100 ribu tergantung jam kerja yang di
jalaninya dan kesehatan fisik yang harus di jaga. Untuk jam kerja rata-rata >7 jam
perhari dari pagi hingga malam hari. Dengan persentase 63,6 %.

6. Profil Juru Parkir

Tabel Frekuensi Juru Parkir

Tabel jenis kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi %


1. Laki-laki 30 100
2. Perempuan 0 0
Jumlah 30 100
Analisis
Menurut data survey dilapangan yang bekerja sebagai tukang parkir atau juru
parkir seluruhnya laki-laki berjumlah 30 orang, karena bekerjanya di lapangan
dan begitu berat bagi perempuan.

Umur

No. Kelompok Umur Frekuensi %


1. < 15 tahun 1 3,3
2. 15 - 29 tahun 7 23,4
3. 30 - 39 tahun 10 33,3
4. 40 - 49 tahun 8 26,7
5. > 50 tahun 4 13,3
Jumlah 30 100
Analisis
Berdasarkan data umur responden di dominasi rata-rata 30-39 Tahun dengan
jumlah 10 orang atau 33,3%, dikarenakan responden yang kita wawancarainya
sudah berumur.

Status Pernikahan

No. Status Frekuensi %


1. Menikah 22 73,4
2. Duda/janda 1 3,3
3. Bujang 7 23,3
Jumlah 30 100
Analisis
Kebanyakan juru parkir sudah menikah dengan jumlah 22 orang atau 73,4%
karena mempunyai tanggungan untuk menafkahi kluarga kecilnya.
Pendidikan
No. Pendidikan Frekuensi %
1. SD 13 43,4
2. SMP 7 23,3
3. SMA 10 33,3
4. D3 0 0
5. S1 0 0
6. S2 0 0
Jumlah 30 100
Analisis
Didalam survei, mereka yang bekerjaan juru parkir hanya mempunyai
pendidikan yang rendah. Paling banyak pada lulusan tamat SD dengan
presentase 43,4%. Sebab juru parkit tidak menggunakan ijazah.
Pekerjaan utama
No. Pekerjaan Utama Frekuensi %
1. Parkir 25 83,4
2. Buruh 1 3,3
3. Tani 0 0
4. Lainnya 4 13,3
Jumlah 30 100

Analisis

Dalam survey, juru parkir masih menjadi pekerjaan utama bagi penduduk sekitar
wisata Bandungan. Jumlah frekuensi yang menjadikan pekerjaan utama adalah 25
orang, atau 83,4%. Sebab di Daerah tersebut banyak tempat wisata dan dapat
meraut keuntungan yang banyak.

1.1.Pekerjaan Sampingan
No. Pekerjaan Utama Frekuensi %
1. Parkir 5 16,7
2. Buruh 0 0
3. Tani 3 10
4. Lainnya 22 73,3
Jumlah 30 100
Analisis
Dalam survey, selain pekerja juru parkir mereka juga mempunyai pekerjaan
yang lain. Misalnya pedagang di pasar. Sebab pekerjaan juru parkir tidak
selalu meraup keuntungan, jika waktu liburan keuntungan pun banyak.
Mulai Menjadi Juru Parkir
No. Mulai Jukir Frekuensi %
1. < 2000 6 20
2. 2000 – 2005 2 6,7
3. 2006 – 2010 5 16,6
4. 2011 – 2015 3 10
5. 2016 – sekarang 14 46,7
Jumlah 30 100
Analisis
Dalam mewawancarai beberapa responden, responden menjawab mulai
bekerja menjadi juru parkir kebanyakan pada tahun 2016 sebanyak 14 orang
dari 30 responden atau 46,7%. Dan ada yang menjadi jukir ( juru parkir) dari
sebelum tahun 2000 sebanyak 6 orang atau 20%.

Lama Menjadi Juru Parkir


No. Lama menjadi Jukir Frekuensi %
1. < 1 tahun 9 30
2. 2 – 5 tahun 7 23,3
3. 6 – 10 tahun 6 20
4. 11 – 15 tahun 2 6,7
5. 16 – 20 tahun 1 3,3
6. > 20 tahun 5 16,7
Jumlah 30 100
Analisis

Masih banyak juru parkir yang baru di kawasan Bandungan ini, dikarenakan
sekarang parkiran berpindah semula di kantor kelurahan menjadi di dekat pasar
Bandungan

Jam Kerja
No. Jam Kerja Frekuensi %
1. Pagi 17 56,6
2. Siang 5 16,7
3. Malam 2 6,7
4. Lainnya 6 20
Jumlah 30 100
Analisis
Dalam bekerja menjadi juru parkir, biasanya rata-rata memilih memulai
pekerjaannya pada pagi hari. Yang memilih pagi hari berjumlah 17 orang dari
30 orang atau 56,6%. Kenapa mereka memilih bekerja mulai pagi hari, karena
pada pagi harinya banyak pengungjung wisatawan dan banyak yang bepergian
di pasar.

Durasi Kerja
No. Durasi Kerja Frekuensi %
1. 1 – 3 jam 1 3,3
2. 4 – 6 jam 13 43,3
3. 7 – 9 jam 8 26,7
4. 10 – 12 jam 6 20
5. 13 – 15 jam 2 6,7
Jumlah 30 100
Analisis
Dengan demikian durasi jam yang dimiliki juru parkir berkisaran antara 4-6
jam saja dengan frekuensi 43,3%. Ada juga durasinya sampai 24jam, tapi
dengan jumlah sedikit 6,7% saja.
Perhitungan Pendapatan
No. Perhitungan Pendapatan Frekuensi %
1. Bagi Hasil 27 90
2. Kelola Sendiri 3 10
Jumlah 30 100
Analisis

Disini juga masih ada penghitungan bagi hasil dan ada yang biasa dikelola sendiri.
Jika penghitungan bagi hasil, maka dari hasil dari sehari dijumlahkan dan dibagi
dengan mereka yang ikut menjadi juru parkir di wilayah tersebut. Sedangkan
kelola sendiri hasil perhari milik mereka sendiri.

Pendapatan Terendah
No. Pendapatan Terendah Frekuensi %
1. < 25 ribu 4 13,3
2. 25 – 50 ribu 9 30
3. 50 – 75 ribu 5 16,7
4. 75 – 100 ribu 4 13,3
5. > 100 ribu 8 26,7
Jumlah 30 100
Analisis
Pendapatan menjadi juru parkir terendah rata-rata sejumlah 25.000 rupiah
sampai 50.000 rupiah, dikarenakan hari-hari biasa.
Pendapatan Tertinggi
No. Pendapatan Tertinggi Frekuensi %
1. < 25 ribu 1 3,3
2. 25 – 50 ribu 12 40
3. 50 – 75 ribu 6 20
4. 75 – 100 ribu 2 6,7
5. > 100 ribu 9 30
Jumlah 30 100
Analisis
Dan pendapatan yang paling biasanya juru parkir juga masih kisaran 25.000
rupiah sampai 50.000 rupiah. Ada juga yang diatas 100.000 rupiah dengan
jumlah frekuensi 30%.

Keinginan Ganti Profesi


No. Keinginan Ganti Profesi Frekuensi %
1. Ya 10 33.3
2. Tidak 20 66,7
Jumlah 30 100
Analisis
Rata-rata di kawasan wisata Bandungan ini juru parkir menjadi pekerjaan
yang dapat memenuhi kebutuhan keluarganya, bisa dilihat dari jumlah
frekuensi yang menyatakan tidak ingin ganti profesi dengan jumlah 20 orang
atau 66,7%.

ANALISIS JURU PARKIR


Juru parkir yang disebut juga sebagai Jukir adalah orang yang membantu
mengatur kendaraan yang keluar masuk ke tempat parkir. Jukir juga berfungsi
untuk mengumpulkan biaya parkir dan memberikan karcis kepada pengguna
parkir pada saat akan keluar dari ruang parkir. Menurut data survey dilapangan
yang bekerja sebagai tukang parkir atau juru parkir seluruhnya laki-laki berjumlah
30 orang. Berdasarkan data umur responden di dominasi rata-rata 30-39 Tahun
dengan jumlah 10 orang atau 33,3%, dan berpendidikan tamatan sd dengan
persentase 43,4 % dengan jumlah 13 orang.

Kebanyakan juru parkir sudah menikah dengan jumlah 22 orang atau


73,4% karena mempunyai tanggungan untuk menafkahi kluarga kecilnya. Dalam
survey, juru parkir masih menjadi pekerjaan utama bagi penduduk sekitar wisata
Bandungan. Jumlah frekuensi yang menjadikan pekerjaan utama adalah 25 orang,
atau 83,4%. Dalam mewawancarai beberapa responden, responden menjawab
mulai bekerja menjadi juru parkir kebanyakan pada tahun 2016 sebanyak 14
orang dari 30 responden atau 46,7%. Dan ada yang menjadi jukir ( juru parkir)
dari sebelum tahun 2000 sebanyak 6 orang atau 20%.

Dalam bekerja menjadi juru parkir, biasanya rata-rata memilih memulai


pekerjaannya pada pagi hari. Yang memilih pagi hari berjumlah 17 orang dari 30
orang atau 56,6%. Kenapa mereka memilih bekerja mulai pagi hari, karena pada
pagi harinya banyak pengungjung wisatawan dan banyak yang bepergian di pasar.
Dengan demikian durasi jam yang dimiliki juru parkir berkisaran antara 4-6 jam
saja dengan frekuensi 43,3%. Ada juga durasinya sampai 24jam, tapi dengan
jumlah sedikit 6,7% saja.

Pendapatan menjadi juru parkir perhari rata-rata sejumlah 25.000 rupiah


sampai 50.000 rupiah. Disini juga masih ada penghitungan bagi hasil dan ada
yang biasa dikelola sendiri. Jika penghitungan bagi hasil, maka dari hasil dari
sehari dijumlahkan dan dibagi dengan mereka yang ikut menjadi juru parkir di
wilayah tersebut. Sedangkan kelola sendiri hasil perhari milik mereka sendiri. Dan
pendapatan yang paling biasanya juru parkir juga masih kisaran 25.000 rupiah
sampai 50.000 rupiah. Ada juga yang diatas 100.000 rupiah dengan jumlah
frekuensi 30%. Rata-rata di kawasan wisata Bandungan ini juru parkir menjadi
pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan keluarganya, bisa dilihat dari jumlah
frekuensi yang menyatakan tidak ingin ganti profesi dengan jumlah 20 orang atau
66,7%.

C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN (Profil Sosial-Ekonomi,


Penduduk Daerah Penelitian)

Kelurahan Jetis merupakan kelurahan yang berada di Kecamatan


Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Bandungan dulunya adalah
sebuah desa yang bertransformasi menjadi kelurahan pada tahun 2008. Hingga
saat ini Bandungan menjadi satu-satunya wilayah yang menggunakan status
kelurahan di Kecamatan Bandungan.
Kelurahan Jetis memiliki jumlah penduduk per November 2018 sebanyak
8.061 jiwa (laki-laki 4.062 jiwa, perempuan 3.999 jiwa) dengan luas wilayah
434,42 ha. Lahan pertanian di Kelurahan Bandungan seluas 183,76 ha, 52,96
ha lahan sawah dan 131,07 ha bukan lahan sawah (BPS, 2015). Jarak dari
pusat pemerintahan kecamatan 300 m, dari ibukota kabupaten 24 km2 dan
jarak dari ibu kota provinsi 45 km2. Topografinya yang berada di dataran
tinggi yaitu pada ketinggian 892 mdpl (meter diatas permukaan laut),
membuat suhu di daerah ini sangat dingin.
Penduduk Bandungan yang kita teliti memiliki berbagai mata pencaharian
seperti Pedagang pasar (pedangang sayuran, Pedagang Bunga, pedangang
sembako, pedagang buah-buahan, dan pedagang lainnya), Juru Parkir, Sopir
Angkutan.

Pedangang di pasar didominasi oleh pedagang wanita, terutama pedagang


buah, sayur, sembako, bunga, dan pedagang lainnya. Sementara pedagang kaki
lima didominasi oleh pedagang lelaki sebanyak 62,5% dari jumlah keseluruhan
pedagang kaki lima. Wanita menjadi orang yang mendominasi pasar untuk
menjadi pembeli karena wanita sering berbelanja untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-sehari seperti untuk memasak dan kebutuhan lainnya. Mayoritas dari
mereka merupakan ibu rumah tangga.

Pedagang di pasar memeiliki umur yang bervariasi, namun di dominasi


oleh pedagang yang berumur lebih dari 40 tahun. Karena banyak dari mereka
yang berjualan sudah lebih dari 15 tahun keatas yang berarti sudah berjualan sejak
tahun 1990-an. Oleh karena itu pedagang di pasar lebih banyak yang tidak
bersekolah atau hanya tamatan SD sampai pada SMA. Sangat jarang atau sangat
sedikit dari mereka yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Seperti dari data yang
di dapat hanya 2,5% orang yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi
yaitu pada pedagang kaki lima, sedangkan untuk pedagang lain tidak dijumpai
yang melanjutkan pendidikan ke pergurun tinggi.

Pedagang di pasar selain pedagang kaki lima biasanya mendapatkan


barang dagangan langsung dari produsen yang datang langsung ke pasar tersebut.
Namun ada juga yang membeli dipasar dan dijual lagi pada pedagang tersebut.
Sedangkan pedagang kaki lima kebanyakan membuat sendiri karena menjual
makanan dan minuman ringan sebagai cemila tapi ada juga yang bekerja sama
dengan para bos-bos, seperti mengambil barang dari sana kemudian dijual dan
keuntungannya dibagi dua.

Pembeli senang membeli dipasar karena menurut mereka di pasar cukup


nyaman. Keamanan disana sudah cukup terjamin dengan adanya polisi yang
berjaga di sekitar pasar tersebut, tingkat kebersihan disana cukup bersih karena
adanya petugas kebersihan yang rutin membersihkan lingkungan di sekitar pasar.

Supir angkutan umum, tukang ojek dan juru parkir semuanya laki-laki, dan
berumur kisaran 30-40 tahun-an. Mayoritas dari mereka sudah menikah. Supir
angkutan umum dan tukang ojek memiliki tempat untuk menunggu penumpang
(ngetem) sendiri-sendiri namun ada juga yang berkelompok sesuai dengan tempat
jurusan tujuan masing-masing, karena ada angkutan umum yang tidak menerima
seluruh jurusan tujuan penumpang dan hanya ke jurusan tertentu saja.

Supir angkutan dan tukang ojek juga memiliki hambatan yang manjadi
masalah mereka. Naik nya harga BBM, dan adanya ojek online yang membuat
persaingan semakin ketat sehingga membuat penghasilan semakin menurun.

Penumpang angkutan umum mayoritas adalah wanita, karena adanya


tuntutan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sekaligus kebutuhan hidup
yang lainnya, serta minimnya kendaraan pribadi yang dimiliki oleh wanita
menjadikan mereka menggunakan jasa angkutan umum (angkot dan ojek). Selain
dari minimnya kendaraan pribadi yang dimiliki oleh wanita alas an lainnya yaitu
tidak adanya orang yang mengantar untuk menuju tempat-tempat tertentu seperti
pasar.
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pedagang di pasar,baik itu pedagang sayur,buah, kaki lima dan
pedagang lainnya didominasi oleh pedagang wanita
2. Sebagian besar pedagang dipasar berumur diatas 40 tahun,di
karenakan banyak yang sudah berjualan lebih dari 15 tahun
3. Tidak banyak pedagang dipasar yang melanjutkan ke perguruan
tingg,dengan presentase 2,5% yang melanjutkan ke [erguruan tinggi
4. Selain pedagang kaki lima,para pedagang dipasar mendapatkan barang
dari produsen yang langsung diantar kepasar,sedangkan pedagang kaki
lima rata rata membuat sendiri daganganya
5. Pembeli sangat senang berbelanja diapsar karena selain nyaman juga
di pasar bandungan keamanan terjamin serta kebersihan terjaga
6. Berbeda dengan pedagang dipasar yang didominasi wanita,supir
angkutan umum,tukang ojek,dan tukang parker didominasi oleh laki-
laki
7. Hambatan yang di alami oleh supir angkutan umum dan tukang ojek
mayoritas sama,yaitu naiknya harga BBM dan adanya ojek online.
8. Kebanyakan penumpang angkutan umum adalah wanita.

B. Saran
Untuk Pemerintah Daerah Kecamatan Bandungan bisa lebih
memperhatikan keadaan masyarakatnya dengan memberikan
pembimbingan agar dapat ikut serta dalam pengelolahan tempat wisata
sehingga dapat mengembangkan keterampilan masyarakat serta struktural
Bandungan yang dapat meningkatkan keadaan sosial dan keadaan
ekonomi mengingat masih banyaknya masyarakat yang memiliki tamatan
pendidikan terakhir di Sekolah dasar dengan keadaan ekonomi yang
sangat rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Zanky,Rere.2016.Teori kependudukan.rerezanky.blogspot.com. Diakses


pada: 28 Desember Pukul 11:10 WIB.

Nashrullah,Anwar. 2012. Makalah masyarakat desa dan masyarakat kota.


anwar-nashrullah.blogspot.com. Diakses pada: 28 Desember 2018
Pukul 11:30 WIB.

Anonime. 2014. Telaah Pustaka Pola Konsusmsi. Media.neliti.com. Diakses


pada: 27 Desember 2018 Pukul 22:38 WIB.

Anonim. 2009. Makalah Ekonomi tentang ketenagakerjaan. Is.Scribd.com.


Diakses pada: 28 Desember 2018 Pukul 13:33 WIB.

Anonim. 2017. Telaah Pustaka Migrasi. Ilmugeografi.com. Diakses pada: 27


Desember 2018 Pukul 23:33 WIB.

LAMPIRAN ( Kuisioner Penelitian , Buku Kode, Kotak Tabulasi Manual, Peta


Hasil Penelitian)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai