Lampiran - Auditing ... E5-Bk1 - Agoes PDF
Lampiran - Auditing ... E5-Bk1 - Agoes PDF
LAMPIRAN 1 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA (Sumber: Hasil Sidang Komisi Kode
Etik Indonesia dalam Prosiding Kongres IAI ke VIII di Jakarta
23-25 September 1998)
LAMPIRAN 2 ATURAN ETIKA KOMPARTEMEN AKUNTAN PUBLIK (IAI, 20000.1-20000.6)
LAMPIRAN 3 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA
LAMPIRAN 4 FINANCIAL STATEMENT ASSERTIONS, DEFINITIONS AND PROCEDURES
FOR AUDITING RECEIVABLES (SUMBER HAYES, 2014:20)
LAMPIRAN 5 Contoh Surat Perikatan Audit (SUMBER SA 210, IAPI) Persetujuan
atas Ketentuan Perikatan Audit
LAMPIRAN 6 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1998 TENTANG INFORMASI KEUANGAN
TAHUNAN PERUSAHAAN
LAMPIRAN 7 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 64 TAHUN 1999
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN
1998 TENTANG INFORMASI KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN
LAMPIRAN 8 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR: 525/MPP/Kep/XI/1998 TENTANG PENYELENGGARAAN
PENDAFTARAN LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN
LAMPIRAN 9 Departemen Keuangan REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR
MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN
PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 86/
BL/2011 TENTANG INDEPENDENSI AKUNTAN YANG MEMBERIKAN JASA DI
PASAR MODAL KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA
KEUANGAN
LAMPIRAN 10 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA
AKUNTAN PUBLIK
LAMPIRAN 11 RINGKASAN UNDANG-UNDANG SARBANES-OXLEY 2002 DAN DAMPAKNYA
LAMPIRAN 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG
AKUNTAN PUBLIK
L-1
Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etika, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat
terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota.
Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama
anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan
pelanggaran Kode Etik oleh organisasi,apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak
menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh
badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya
untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
PRINSIP ETIKA PROFESI
IKATAN AKUNTAN INDONESIA
Mukadimah
01. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi
anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas
dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan.
02. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan
pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa
akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung
jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku
profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat,
bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.
01. Satu ciri dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik.
Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, dimana publik
dari profesi akuntan yang terdiri atas klien pemberi kredit, pemerintah, pemberi
kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung
kepada objektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi
bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan
terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan
ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
memengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
02. Profesi akuntan dapat tetap berbeda pada posisi yang penting ini hanya dengan
terus-menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan
bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi
akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan
dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika
yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
03. Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi
tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam
mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan
suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik,
maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk
memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas,obyektivitas, kesaksamaan profesional,
dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa
berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa,
semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip
Etika Profesi ini.
05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas
kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus
menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
06. Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan
klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang
akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititikberatkan pada kepentingan
publik, misalnya:
• Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari
laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung
pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal;
• Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam
organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari
penggunaan sumber daya organisasi;
• Auditor intern memberikan keyakinan tentang struktur pengendalian intern
yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi
kerja kepada pihak luar.
• Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan
yang adil dari sistem pajak; dan
• Konsultan manajemen mempunyai tanggung jawab terhadap kepentingan
umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.
01. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan
merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan
yang diambilnya.
02. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk,antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur,
tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
03. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat
aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang
bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya
apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan
apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota
untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
04. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan
kehati-hatian profesional.
01. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak,
jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
02. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
objektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik
memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang
lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit
internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang
yang ingin masuk ke dalam profesi. Apa pun jasa atau kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas.
03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan
aturan etika sehubungan dengan objektivitas, pertimbangan yang cukup harus
diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
relevan,dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang
normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
• Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan
melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan
profesional anggota.
• Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus
mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-
pernyataan akuntansi,auditing, dan peraturan lainnya, baik nasional maupun
internasional yang relevan.
• Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan
terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten
dengan standar nasional dan internasional.
03. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota
untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan
profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan,anggota wajib melakukan
konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap
anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau
menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan
memadai untuk tanggung jawab yang harus dipenuhinya.
04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada penerima
jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung jawab untuk
memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar
teknis dan etika yang berlaku.
05. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan
mengawasi secara saksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung
jawabnya.
01. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus
dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima
jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Standar teknis profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan
pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
LAMPIRAN 2
ATURAN ETIKA
KOMPARTEMEN AKUNTAN PUBLIK
(IAI, 20000.1-20000.6)
Aturan Etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia
Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAI-
KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP (yang bekerja pada satu Kantor Akuntan
Publik (KAP)
Rekan pimpinan KAP bertanggung jawab atas ditaatinya aturan etika oleh anggota
KAP.
DEFINISI/PENGERTIAN
Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan
seseorang atau lebig anggota IAI-KAP atau KAP Anggota bekerja untuk melaksanakan
jas profesional. Istilaah pemberi kerja untuk tujuan ini tidak termasuk orang atau badan
yang mempekerjakan Anggota.
Laporan Keuangan lainnya suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang
menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sumber daya
ekonomi (aset) dan/ atau kewajiban suatu entitas pada saat tertentu atau perubahan
atas aset dan/atau kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku umum atau basis akuntansi komprehensif selain standar
akuntansi yang berlaku umum.
Data keuangan lainnya yang digunakan untuk mendukung rekomendasi kepada klien
atau yang terdapat dalam dokumen untuk suatu pelaporan yang diatur dalam standar
atestasi dalam perikatan atestasi, dan Surat Pemberitahuan Tahunan pajak (SPT) serta
daftar-daftar pendukungnya bukan merupakan laporan keuangan. Pernyataan, suart
kuasa atau tanda tangtan pembuat SPT tidak merupakan pernyataan pendapat atas
laporan keuangan.
Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang
memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berusaha di
bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik.
Ikatan Akuntan Indoensia (IAI) adalah wadah organisasi profesi akuntan Indonesia
yang diakui pemerintah.
Anggota kantor akuntan publik (anggota KAP) adalah anggota IAI-KAP dan staf
profesional (baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang
bekerja pada satu KAP.
Akuntan publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan atau
pejabat yang berwenang lainnya untuk menjalankan praktik akuntan publik.
Praktik akuntan publik adalah pemberian jasa profesional kepada klien yang
dilakukan oleh anggota IAI-KAP yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa
akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung
litigasi, dan jasa lainnya yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik.
101 Independensi
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan
sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana
diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI.
Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in
fact) maupun dalam penampilan (in appearance)
LAMPIRAN 3
Setiap manusia yang memberikan jasa dari pengetahuan dan keahliannya pada
pihak lain seharusnya memiliki rasa tanggung jawab pada pihak-pihak yang dipengaruhi
oleh jasanya itu.
Akuntan yang pemakaian gelarnya dilindungi oleh Undang-Undang No.34/1954
adalah profesi yang berdiri di atas landasan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian,
dalam melaksanakan tugasnya akuntan harus mengutamakan kepentingan masyarakat,
pemerintah dan dunia usaha.
Kode Etik Akuntan Indonesia adalah pedoman bagi para anggota Ikatan Akuntan
Indonesia untuk bertugas secara bertanggung jawab dan objektif.
BAB I: KEPRIBADIAN
Pasal 1
(1) Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan menjunjung
tinggi peraturan dan etika profesi serta hukum negara dimana ia melaksanakan
pekerjaannya.
(2) Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak
jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas, ia akan
bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau
kepentingan pribadinya.
(1) (a) Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar teknis
dan profesional yang relevan.
(b) Jika seorang anggota mempekerjakan staf dan ahli lainnya untuk pelaksanaan
tugas profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka, keterikatan
akuntan pada kode etik. Dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan
tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai
dengan kode etik, jika ia memilih ahli lain untuk memberi saran atau bila
merekomendasikan ahli lain itu kepada kliennya.
(2) Setiap anggota harus meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu
memberikan manfaat optimum dalam pelaksanaan tugasnya.
(3) Setiap anggota harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat
diselesaikannya.
Pasal 3
Setiap anggota yang tidak bekerja sebagai akuntan publik tidak boleh memberikan
pernyataan pendapat akuntan, kecuali bagi akuntan yang menurut perundang-
undangan yang berlaku harus memberikan pernyataan pendapat akuntan.
Pasal 5
Setiap anggota harus bisa mempertanggungjawabkan mutu pekerjaan atau
pelaksanaan tugasnya. Ia tidak boleh terlibat dalam usaha atau pekerjaan lain pada
saat yang bersamaan, yang bisa menyebabkan penyimpangan objektivitas atau ketidak
konsistensian dalam pekerjaannya.
(7) Tidak boleh memberi saran atau pandangan mengenai pendapat atau pemeriksaan
akuntan publik lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan rekan yang
bersangkutan.
(8) Dilarang mengiklankan atau mengizinkan orang lain untuk mengiklankan nama
atau jasa yang diberikannya, kecuali yang sifatnya pemberitahuan.
(9) Tidak boleh menawarkan jasanya secara tertulis kepada calon klien, kecuali atas
permintaan calon klien yang bersangkutan.
(10) Dalam usaha memperoleh penugasan, dilarang memberikan imbalan dalam
bentuk apa pun kepada pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung
turut menentukan penugasan tersebut, kecuali dalam hal pengambilalihan
sebagian atau seluruh pekerjaan akuntan publik lain.
Pasal 8
(1) Dewan Pertimbangan Profesi bertugas untuk menjaga ketaatan terhadap kode
etik. Tata cara mengenai Dewan Pertimbangan Profesi diatur dalam ketentuan
tersendiri.
(2) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, Dewan
Pertimbangan Profesi dapat mengenakan sanksi atas pelanggaran kode etik,
sebagaimana diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Ikatan
Akuntan Indonesia.
I. PENDAHULUAN
KECAKAPAN PROFESIONAL
Pernyataan Etika Profesi
Nomor: 2
I. PENDAHULUAN
Jika seorang akuntan menerima suatu penugasan untuk melaksanakan jasa
profesional atau dalam pekerjaannya, pemberi tugas akan mempunyai persepsi bahwa
akuntan itu dan/atau kantor akuntan publiknya, jika ia mewakili kantornya,adalah
kompeten secara profesional untuk melaksanakan tugasnya.
Perkembangan dunia usaha telah memperluas jenis jasa atau tugas yang dapat
dilakukan oleh para akuntan. Klien atau majikan yang kompleksitas bidang usahanya
bervariasi memerlukan akuntan yang memiliki keahlian (skills) dan pengetahuan
(knowledge) yang hanya bisa diperoleh melalui pengalaman atau studi khusus.
Pernyataan ini memberikan petunjuk bagi para anggota Ikatan Akuntan Indonesia
dalam mempertimbangkan memadai tidaknya kecakapan stafnya untuk melaksanakan
suatu jasa atau tugas.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah anggota yang tidak mempunyai keahlian
profesional di bidang tertentu, namun memaksakan diri menerima penugasan dan
walaupun penugasan dapat diselesaikan, namun hasilnya jauh dari memuaskan.
profesional yang relevan dan pengalaman kerja. Tahap ini adalah pola pengembangan
kecakapan profesional yang normal bagi setiap akuntan.
2 Peningkatan Kecakapan Profesional
a. Peningkatan kecakapan profesional membutuhkan kesadaran untuk mengikuti
perkembangan dalam profesi akuntan, termasuk publikasi Standar Akuntansi
Keuangan, Standar Profesi, dan bidang relevan lainnya, baik di Indonesia
maupun internasional dan peraturan serta kebijakan lain yang relevan.
b. Anggota yang berpraktik sebagai auditor independen harus menerapkan
program pengendalian mutu sesuai dengan Pernyataan Standar Auditing yang
relevan dengan jenis penugasannya.
Pernyataan ini tidak bertujuan untuk memberikan petunjuk tentang jenis dan
tingkat kedalaman pengetahuan yang dibutuhkan, atau standar dan kondisi pendidikan
dan pelatihan profesional yang memadai.
Setiap keraguan dalam masalah kecakapan profesional yang tidak bisa diselesaikan
dengan pernyataan ini, harus diajukan kepada Komite Kode Etik IAI.
Anggota harus memperhatikan standar teknik profesi dan etika dan berupaya terus
untuk meningkatkan kemampuan, kualitas pelayanan dan pelaksanaan tanggung jawab
profesional untuk mendapatkan kemampuan anggota yang baik.
1. Kecakapan (due care) mengharapkan anggota melaksanakan tanggung jawab
profesional dengan kecakapan dan ketekunan. Hal ini memperlihatkan suatu
kewajiban dalam pengadaan dan pelayanan yang profesional untuk mendapatkan
kemampuan anggota yang memperhatikan kepentingan utama dari setiap
pelayanan/jasa yang diadakan dan konsisten dengan tanggung jawab profesi bagi
masyarakat.
2. Kemampuan/kompetensi didapatkan dari perpaduan pendidikan dan pengalaman.
Dimulai dengan penguasaan pendidikan umum bagi penunjukkan sebagai auditor
independen. Pemeliharaan kemampuan mengharapkan suatu komitmen untuk
mempelajari dan meningkatkan kemampuan profesional. Ini merupakan tanggung
jawab anggota. Dalam semua penugasan dan tanggung jawabnya, setiap anggota
harus berusaha mencapai tingkat kemampuan yang menjamin bahwa kualitas
pelayanan anggota telah sesuai dengan tingkat profesional yang dituntut oleh
standar profesi.
3. Kemampuan adalah suatu pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pengertian
dan pengetahuan yang dapat memungkinkan anggota memberikan pelayanan
dengan cakap dan baik. Hal ini membuat suatu pembatasan terhadap kemampuan
anggota. Setiap anggota bertanggung jawab menilai kemampuan mereka,
mengevaluasi apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangannya cukup untuk
suatu bentuk tanggung jawab yang dimaksudkan.
4. Semua anggota harus tekun dalam melaksanakan tanggung jawabnya terhadap
klien, pekerjaan dan masyarakat. Ketekunan membuat suatu pelayanan yang tepat
dan teliti secara keseluruhan dan memperhatikan standar profesi yang dapat dipakai
dan etika.
5. Kecakapan Profesional meminta anggota merencanakan dan mengawasi dengan
cukup aktivitas profesional untuk pertanggungjawaban mereka.
I. PENDAHULUAN
Seorang akuntan dalam melaksanakan tugasnya dapat memperoleh informasi
tentang atau dari kliennya. Seringkali informasi yang diperolehnya ini tidak boleh
diketahui oleh pihak lain, karena dapat merugikan kepentingan kliennya.
Seorang akuntan harus menyadari mengenai tugas untuk menjaga kerahasiaan
informasi tersebut, dan tidak memanfaatkan informasi yang bersangkutan bagi
kepentingan pribadinya maupun pihak lain.
I. PENDAHULUAN
Iklan adalah sebuah bentuk solisitasi yang jika disalahgunakan dapat merangsang
penyajian diri yang menyesatkan masyarakat yang dapat menurunkan manfaat profesi
bagi masyarakat.
Agar dapat merebut rasa hormat dan rasa percaya masyarakat, seorang akuntan
publik sebaiknya menganut tingkat kehidupan yang terhormat. Untuk itu kode etik
juga mengatur akuntan publik dalam memperoleh klien, sehingga penghasilan kantor
akuntan publik sebaiknya berasal dari penyerahan jasa akuntan publik.
6. Membuat pernyataan yang dapat mengakibatkan orang lain tertipu atau salah
menafsirkannya.
7. Akuntan Publik tidak diperbolehkan menawarkan jasanya secara tertulis kepada
calon klien, kecuali atas permintaan calon klien yang bersangkutan.
b. Contoh-contoh iklan yang diperbolehkan yang sifatnya pemberitahuan antara
lain:
1. Pemberitahuan pindah alamat, telepon, fax, dan telex.
2. Merekrut pegawai dan staf baik untuk kantornya sendiri maupun untuk
langganannya.
3. Memasang iklan untuk penjualan perusahaan atau aset langganan akuntan
publik dalam kapasitas profesinya yang bertindak sebagai likuidator.
4. Memasang iklan untuk seminar dan penataran bagi masyarakat umum, kecuali
yang diselenggarakan secara gratis.
5. Pemberian kartu ucapan kepada klien kantor akuntan publik.
c. Contoh penawaran jasa secara tertulis yang tidak diperkenankan antara lain,
penyebaran kartu nama yang mencantumkan jasa yang tidak ada hubungannya
dengan profesi.
I. PENDAHULUAN
Seorang akuntan yang bekerja pada suatu kantor akuntan publik dapat pindah pada
kantor akuntan publik lainnya atau membentuk kantor akuntan sendiri. Sehubungan
dengan itu perlu adanya beberapa pengaturan.
Catatan:
Dalam Sidang Pleno diputuskan bahwa perubahan Kode Etik Akuntan disahkan
oleh Kongres.
Kepada Manajemen atau Pihak yang Bertanggung jawab atas Tata Kelola
Perusahaan
Saudara telah meminta kepada kami untuk mengaudit laporan keuangan PT ABC
yang terdiri dari laporan posisi keuangan pada tanggal 31 Desember 2015, dan laporan
laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, serta laporan arus kas untuk tahun
yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut. Kami ingin menegaskan penerimaan dan
pemahaman kami atas perikatan audit tersebut di atas melalui surat ini. Audit kami
dilaksanakan dengan tujuan untuk menyatakan suatu opini atas laporan keuangan
tersebut.
Kami akan melaksanakan audit berdasarkan standar audit yang ditetapkan oleh
Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami untuk
mematuhi Kode Etik Profesi serta merencanakan dan melaksanakan audit agar
memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari kesalahan
penyajian material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian, bukti-
bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan.
Prosedur yang dipilih tergantung pada pertimbangan auditor, termasuk penaksiran atas
risiko kesalahan penyajian material, baik yang diakibatkan oleh kecurangan maupun
kesalahan. Audit juga mencakup penilaian atas ketepatan kebijakan akuntansi yang
digunakan dan memadainya estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta
penilaian atas penyajian laporan keuangan secara keseluruhan.
Oleh karena adanya keterbatasan inheren dari suatu audit, bersama dengan
keterbatasan inheren pengendalian internal, terdapat risiko yang tidak dapat dihindari
kemungkinann tidak terdeteksinya kesalahan penyajian material, meskipun audit telah
direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan Standar Perikatan Audit (SA).
Dalam melakukan penilaian risiko, kami mempertimbangkan pengendalian
internal yang relevan dalam penyusunan laporan keuangan entitas untuk merancang
prosedur audit yang tepat sesuai dengan kondisi yang bersangkutan, namun tidak
bertujuan untuk menyatakan opini atas efektivitas pengendalian internal entitas.
Namun, kami akan mengomunikasikan secara tertulis defisiensi signifikan pada
pengendalian internal yang relevan dengan audit atas laporan keuangan, yang kami
indentifikasi dalam pelaksanaan audit.
Audit akan kami lakukan berdasarkan bahwa manajemen mengakui dan memahami
bahwa mereka bertanggung jawab atas:
(a) Penyusunan dan penyajian laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan;
(b) Pengendalian internal yang dianggap perlu oleh manajemen untuk menyusun
laporan keuangan yang bebas dari kesalahan penyajian material, baik karena
kecurangan maupun kesalahan; dan
(c) Memberikan kepada kami:
(i) Akses terhadap semua informasi yang manajemen sadari bahwa informasi tersebut
relevan dalam penyusunan laporan keuangan seperti catatan, dokumentasi, dan
hal-hal lainnya;
(ii) Informasi tambahan yang mungkin kami minta dari manajemen untuk tujuan
audit; dan
(iii) Akses tanpa batas kepada individu-individu dalam entitas yang kami
pertimbangkan perlu untuk memperoleh bukti audit.
Sebagai bagian dari proses audit, kami akan menerima konfirmasi tertulis dari
manajemen tentang representasi yang dibuat dalam hubungannya dengan audit.
Kami mengharapkan kerja sama penuh dari staf Saudara selama proses audit
kami.
Audit fee untuk tugas-tugas tersebut diatas, kami ajukan sebesar Rp. xxxxxxx,-
(xxxxxxxx) belum termasuk PPN 10 %.
Audit fee tersebut kami hitung berdasarkan waktu yang diperlukan oleh staf yang
kami tugasi untuk melaksanakan audit ini dari tarif per jam staf yang kami tugasi, yang
bervariasi sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang dipikul dan pengalaman serta
keahlian yang diperlukan. Jumlah tersebut akan kami tagih sesuai dengan kemajuan
pekerjaan kami yang akan kami tagih sebagai berikut :
50 % pada saat audit proposal ini disetujui
30 % pada saat draft audit report diserahkan
20 % pada saat final audit report diserahkan
Biaya Out Of Pocket Expenses (OPE), jika ada, akan menjadi beban Perusahaan.
Bentuk dan isi dari laporan audit kami akan mengacu pada SA 700 dari Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tentang opini atas laporan keuangan.
Bentuk dan isi laporan kami mungkin perlu diubah sesuai dengan temuan audit
kami.
Silahkan menandatangani dan mengembalikan kopi terlampir surat perikatan audit
ini sebagai pengakuan dan kesepakatan Saudara atas pengaturan tentang audit atas
laporan keuangan tersebut diatas, termasuk tanggung jawab kita masing-masing.
___________________________ __________________________
LAMPIRAN 6
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
a. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan efisiensi dan daya saing perekonomian
nasional, maka perlu disediakan kemudahan untuk memperoleh informasi
keuangan tahunan perusahaan;
b. bahwa sehubungan dengan itu perlu menetapkan ketentuan tentang informasi
Keuangan Tahunan Perusahaan dengan peraturan pemerintah.
Mengingat
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran
Negara Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3214)
Memutuskan:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG INFORMASI KEUANGAN
TAHUNAN PERUSAHAAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
(1) Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan
terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang
diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam
Wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan.
Pasal 2
(1) Semua perusahaan wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada
Menteri.
(2) Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
dokumen umum yang dapat diketahui oleh masyarakat.
Pasal 3
(1) Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(1)
meliputi:
a. Neraca Perusahaan
b. Laporan Laba/Rugi Perusahaan
c. Laporan Arus Kas
d. Utang-Piutang termasuk Kredit Bank
e. Daftar Penyertaan Modal
(2) Uraian dan rincian dari Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
Pasal 4
(1) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 bagi perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas yang:
a. merupakan perseroan terbuka
b. bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat
c. mengeluarkan surat pengakuan utang, atau
d. memiliki jumlah aset atau kekayaan paling sedikit Rp.50.000.000.000,-(lima
puluh miliar rupiah)
(2) Laporan Keuangan Tahunan bagi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), adalah laporan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.
Pasal 5
Bagi perusahaan yang tidak termasuk perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) kewajiban menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 6
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk memberikan pelayanan informasi keuangan
perusahaan kepada masyarakat.
(2) Pemberian pelayanan informasi keuangan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
tersendiri, dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
diatur oleh Menteri.
Pasal 8
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Februari 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Februari 1998
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
ttd
Lambock Y Nahattands
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1998
TENTANG
UMUM
Dalam upaya mendukung kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan
diperlukan langkah-langkah yang dapat mendorong peningkatan efisiensi perekonomian
nasional dan peningkatan daya saing dunia usaha. Untuk itu salah satu sarana guna
meningkatkan efisiensi adalah tersedianya informasi keuangan perusahaan. Dengan
adanya kesempatan bagi masyarakat dan dunia usaha untuk memperoleh informasi
keuangan,diharapkan bahwa proses pengambilan keputusan dalam dunia usaha dapat
dilakukan lebih cermat, yang pada gilirannya akan memungkinkan peningkatan
efisiensi usaha.
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Perusahaan yang menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Menteri
wajib mempunyai Tanda Daftar Perusahaan dan NPWP.
Kewajiban penyampaian laporan keuangan dalam Peraturan Pemerintah ini
merupakan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Wajib Daftar Perusahaan, sifatnya berlaku umum, dan tidak mengurangi
kewajiban pelaporan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya
yang berlaku bagi bidang usaha atau jenis perusahaan yang bersangkutan, seperti
peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, usaha perasuransian, dan
pasar modal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Penyampaian Laporan Keuangan Tahunan dimaksudkan untuk penyediaan
informasi keuangan perusahaan. Oleh karena itu, informasi keuangan yang
bersumber dari Neraca Perusahaan, Laporan Laba/Rugi Perusahaan, Laporan
Arus Kas, Utang Piutang termasuk Kredit Bank dan Daftar Penyertaan Modal
beserta catatan-catatannya telah cukup memadai sebagai informasi yang tersedia
bagi masyarakat.
Ayat (2)
Agar terdapat keseragaman penyajian informasi keuangan diperlukan uraian
dan rincian Laporan Keuangan Tahunan. Dalam penetapan uraian dan rincian
tersebut perlu diminta pertimbangan Menteri Keuangan selaku pembina
Akuntan Publik. Uraian dan rincian Laporan Keuangan Tahunan ini dapat
berubah sesuai dengan kebutuhan perkembangan perekonomian.
Pasal 4
Ayat (1)
Pada dasarnya menurut Peraturan Pemerintah ini, semua perusahaan wajib
menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan. Namun dengan pertimbangan
kondisi kesiapan manajemen dan administrasi perusahaan, maka untuk tahap
awal hanya diwajibkan kepada:
a. Perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas Terbuka, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 butir 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas;
b. Perseroan yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana
masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, ayat (1) huruf a
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
c. Perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan utang yang merupakan
dokumen yang berisi pernyataan yang memuat janji membayar kembali
pinjaman atau kewajiban pembiayaan lainnya dari suatu Perseroan kepada
masyarakat luas;
d. Perusahaan yang memiliki jumlah aset paling sedikit Rp.50.000.000.000,-
(lima puluh miliar rupiah).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Masyarakat yang menginginkan informasi laporan keuangan Tahunan
perusahaan, dapat meminta kepada kantor Pendaftaran Perusahaan.
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
LAMPIRAN 7
TENTANG
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan yang wajib
menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan dipandang perlu memperluas ruang
lingkup pelaksanaan Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang Informasi
Keuangan Tahunan Perusahaan;
b. bahwa untuk meningkatkan daya guna informasi yang disajikan dalam Laporan
Keuangan Tahunan, komponen Laporan Keuangan Tahunan yang wajib disampaikan
perusahaan perlu diubah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku;
c. bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan
Perusahaan;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaga
Negara Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3214);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan
Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3758);
MEMUTUSKAN:
Pasal I
Mengubah beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang
Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan sebagai berikut:
1. Mengubah ketentuan pasal 3, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 3
(1) Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(1)
meliputi:
a) Neraca;
b) Laporan Laba/Rugi
c) Laporan Perubahan Ekuitas;
d) Laporan Arus Kas, dan
e) Catatan atas laporan keuangan yang mengungkapkan utang piutang
termasuk kredit bank dan daftar penyertaan modal.
(2) Uraian dan rincian dari Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri setelah mendapat
pertimbangan dari Menteri Keuangan”.
2. Mengubah ketentuan pasal 4 sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 4
(1) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 berlaku bagi perusahaan yang berbentuk:
a. Perseroan Terbatas yang memenuhi salah satu kriteria:
1) merupakan Perseroan Terbuka;
2) bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat;
3) mengeluarkan surat pengakuan utang, atau;
4) memiliki jumlah aset atau kekayaan paling sedikit Rp.50.000.000.000,-
(lima puluh miliar rupiah);
5) merupakan debitur yang laporan keuangan Tahunannya diwajibkan oleh
bank untuk diaudit.
b. Perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan usahanya diwilayah
Negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, termasuk didalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak
perusahaan serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai
wewenang untuk mengadakan perjanjian.
c. Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan
(DAERAH).
(2) Laporan Keuangan Tahunan bagi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), adalah laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik”.
3. Menambah ketentuan baru diantara pasal 4 dan pasal 5 yang dijadikan pasal 4A,
sebagai berikut:
“Pasal 4A
Ketentuan mengenai besarnya aset atau kekayaan perusahaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 ayat (1) huruf a angka 4 diturunkan menjadi paling sedikit Rp.
25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah) mulai tahun buku 2000.”
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 9 Juli 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 9 Juli 1999
ttd
MULADI
PENJELASAN
ATAS
UMUM
Sebagaimana diketahui bahwa melalui pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan diharapkan dapat
tercipta transparansi keuangan perusahaan yang pada gilirannya akan mendorong
peningkatan efisiensi perekonomian nasional serta peningkatan daya saing dunia
usaha..
Untuk dapat secara efektif mengikuti serta menyikapi perkembangan dunia usaha
dan gerak perekonomian yang semakin cepat dan dengan kompleksitas yang tinggi, maka
dirasakan perlu untuk memperoleh lebih banyak informasi keuangan perusahaandari
berbagai bentuk dan jenis usaha yang ada. Untuk itu lingkup Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1998 perlu diperluas agar lebih banyak lagi jumlah perusahaan yang
diwajibkan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Menteri.
Disamping itu, komponen Laporan Keuangan Tahunan juga perlu disesuaikan
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang terbaru, sehingga akan meningkatkan
daya guna informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan Tahunan sebagai sarana
mewujudkan transparansi perusahaan.
Pasal 3
Ayat (1)
Selain mengungkapkan hal-hal yang lazim atau diwajibkan oleh Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), dalam catatan atas laporan keuangan
juga harus diungkapkan jenis dan jumlah utang dan piutang yang dimiliki
perusahaan, termasuk kredit yang diperoleh dari bank dan investasi
perusahaan dalam bentuk penyertaan langsung ke perusahaan lain.
Adanya ketentuan dalam PSAK yang mewajibkan induk perusahaan
menyajikan laporan keuangan konsolidasi tidak menghapuskan kewajiban
bagi anak perusahaan yang memenuhi salah satu kriteria sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4, untuk menyampaikan laporan keuangan Tahunan
perusahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Angka 2
Pasal 4
Pada dasarnya menurut Peraturan Pemerintah ini, semua perusahaan wajib
menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan. Namun dengan pertimbangan kondisi
kesiapan manajemen dan administrasi perusahaan, terutama dalam kondisi dunia usaha
saat ini, maka untuk saat ini kewajiban tersebut hanya dikenakan kepada perusahaan-
perusahaan dengan bentuk dan kriteria tertentu.
Ayat 1
Cukup Jelas
Huruf a
Angka 1)
Cukup Jelas
Angka 2)
Yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas yang bidang usahanya berkaitan
dengan pengerahan dana masyarakat adalah perseroan yang mengelola dana
masyarakat, seperti bank, asuransi dan reksa dana.
Angka 3)
Surat pengakuan utang yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah ini
adalah surat berharga yang diterbitkan oleh perseroan dan diperdagangkan
kepada masyarakat luas.
Angka 4)
Cukup Jelas
Angka 5)
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Perusahaan Jawatan (PERJAN) tidak mewajibkan menyampaikan Laporan
Keuangan Tahunan karena sesuai dengan Undang-Undang Wajib Daftar
Perusahaan dikecualikan dari kewajiban pendaftaran perusahaan.
Ayat (2)
Termasuk dalam pengertian akuntan publik adalah instansi Pemerintah yang
memiliki kewenangan menerbitkan laporan akuntan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Angka 3
Pasal 4A
Penambahan ketentuan mengenai besarnya aset atau kekayaan perseroan yang
wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan, yang semula paling
sedikit Rp.50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah) diturunkan menjadi paling
sedikit Rp.25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah).
Namun demikian, pemberlakuan ini dilakukan secara bertahap untuk memberikan
kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan persiapan seperlunya, sementara
menunggu pulihnya kondisi dunia usaha yang diharapkan mulai tahun 2000.
Pasal II
Cukup Jelas
LAMPIRAN 8
TENTANG
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1998 tentang
Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan, maka perlu diatur Penyelenggaraan
Pendaftaran Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan;
b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan.
Mengingat:
1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia 3214);
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3587);
3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694);
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan adalah
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewajiban pendaftaran
perusahaan, untuk selanjutnya disebut UU-WDP.
2. Kantor Pendaftaran Perusahaan Tingkat Pusat adalah Unit Kerja di Lingkungan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan selaku penyelenggara Wajib Daftar
Perusahaan baik di Tingkat Pusat, Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II.
3. Kantor Pendaftaran Perusahaan Tingkat Pusat adalah Unit Kerja di Lingkungan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan selain berfungsi sebagai Penyelenggara
dan Pelaksana Pendaftaran Laporan Tahunan Keuangan Perusahaan, untuk
selanjutnya disebut KPP Tingkat Pusat.
4. Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1995 serta peraturan pelaksanaannya, untuk selanjutnya disebut
perseroan.
5. Perseroan Terbatas Terbuka adalah Perseroan yang modal dan jumlah pemegang
sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran
umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal,
untuk selanjutnya disebut PT.Tbk.
6. Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan adalah laporan yang meliputi Neraca
Perusahaan, Laporan Laba/Rugi Perusahaan, Laporan Arus Kas, Utang Piutang
termasuk Kredit Bank dan Daftar Penyertaan Modal, yang telah diaudit oleh Akuntan
publik atau Instansi pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara yang memiliki
kewenangan menerbitkan laporan akuntan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang selanjutnya disebut LKTP.
7. Akuntan Publik adalah Akuntan yang memiliki ijn dari Menteri Keuangan untuk
menjalankan pekerjaan akuntan publik yang diberi kuasa oleh perseroan untuk
menyampaikan dan mendaftarkan LKTP.
8. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan.
BAB II
KEWAJIBAN DAN WAKTU PENDAFTARAN
Pasal 2
(1) Setiap perseroan yang berstatus kantor pusat, berkedudukan dan menjalankan
kegiatan usahanya di Wilayah Negara Republik Indonesia diwajibkan untuk
mendaftarkan LKTP pada KPP Tingkat Pusat.
(2) Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) saat berlakunya Keputusan ini,
hanya diberlakukan bagi perseroan yang:
a. Merupakan Perseroan Terbuka (PT. Tbk.);
b. Bidang usaha perseroannya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat;
c. Mengeluarkan surat pengakuan utang, atau
d. Memiliki jumlah aset atau kekayaan paling sedikit Rp.50.000.000.000 (lima
puluh miliar rupiah)
Pasal 3
(1) LKTP yang wajib didaftarkan meliputi:
a. Neraca Perusahaan;
b. Laporan Laba/Rugi Perusahaan;
c. Laporan Arus Kas;
d. Utang-Piutang termasuk Kredit Bank;
e. Daftar Penyertaan Modal.
(2) LKTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk catatan atas laporan keuangan
dan profil perseroan.
(3) Bentuk dan susunan LKTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dan
disesuaikan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku umum
(4) Bentuk profil perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dalam
Lampiran Keputusan ini.
Pasal 4
(1) Perseroan wajib mendaftarkan LKTP selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
tahun buku berakhir.
(2) Pendaftaran LKTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai tahun buku 1998.
BAB III
KEWAJIBAN, Tanggung jawab DAN PELAPORAN
DALAM
PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN LKTP
Pasal 5
Kewajiban, Tanggung jawab dan Pelaporan dalam Penyelenggaraan Pendaftaran
LKTP, berpedoman pada Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1998 tentang Informasi
Keuangan Tahunan Perusahaan.
Pasal 6
(1) Menteri berwenang menetapkan ketentuan dan tata cara penyelenggaraan dan
pelaksanaan pendaftaran LKTP serta pengelolaan Informasi Keuangan Tahunan
Perusahaan.
(2) Menteri menunjuk Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sebagai Pembina
Teknis dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran LKTP.
Pasal 7
(1) Sambil menunggu pembentukan KPP Tingkat Pusat Direktorat Pendaftaran
Perusahaan bertindak selaku KPP Tingkat Pusat yang berfungsi sebagai
penyelenggaraan dan Pelaksana Pendaftaran LKTP.
(2) Direktur Pendaftaran Perusahaan selaku Kepala KPP Tingkat Pusat bertanggung
jawab dan wajib melaporkan secara tertulis tentang Penyelenggaraan dan Pelaksanaan
Pendaftaran LKTP kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri dan Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Lembaga Keuangan
Departemen Keuangan.
Pasal 8
KPP Tingkat Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas:
a. Mempersiapkan bahan perumusan kebijaksanaan, rencana dan program
Penyelenggaraan dan Pelaksanaan Pendaftaran LKTP serta pengelolaan informasi
keuangan tahunan perusahaan.
b. Mempersiapkan bahan, mengkoordinasikan dan membina penyelenggaraan
pelaksanaan pendaftaran LKTP serta pengelolaan informasi keuangan tahunan
perusahaan.
c. Mengamati dan mengendalikan penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran
LKTP.
d. Menerima, mencatat dan mengesahkan LKTP.
e. Menghimpun dan menyajikan informasi keuangan tahunan perusahaan.
BAB IV
TATA CARA PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN LKTP
Pasal 9
Pendaftaran LKTP sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh Akuntan
Publik atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) pada KPP Tingkat Pusat
dan tidak dipungut biaya.
Pasal 10
(1) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dilakukan dengan cara
menyampaikan:
a. LKTP dalam rangkap 3 (tiga) dan
b. Disket atau sambungan langsung (on line) melalui komputer yang memuat
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, secara langsung atau melalui
jasa pengiriman.
(2) LKTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk disahkan sebagai bukti
pengesahan pendaftaran LKTP.
(3) Pengesahan LKTP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh KPP
Tingkat Pusat selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
diterimanya pendaftaran LKTP secara lengkap dan hanya berlaku untuk tahun buku
yang dilaporkan.
Pasal 11
Kebenaran formal maupun material atas LKTP yang telah mendapat pengesahan dari
Kepala KPP Tingkat Pusat, tetap merupakan tanggung jawab Perseroan.
BAB V
PELAYANAN INFORMASI KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN
Pasal 12
(1) LKTP yang telah didaftarkan merupakan sumber informasi resmi mengenai
Keuangan Tahunan Perusahaan, bersifat terbuka dan dapat diberikan kepada
masyarakat oleh KPP Tingkat Pusat.
(2) Jenis Informasi resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Salinan resmi LKTP yang merupakan copy seluruh data yang ada di dalam LKTP
dan disahkan oleh Kepala KPP Tingkat Pusat.
b. Petikan resmi LKTP yang merupakan sebagian data yang ada di dalam LKTP dan
disahkan oleh Kepala KPP Tingkat Pusat, yang merupakan:
- Petikan Neraca Perusahaan
- Petikan Laporan Laba/Rugi Perusahaan
- Petikan Laporan Arus Kas
- Petikan Utang-Piutang termasuk Kredit Bank
- Petikan Daftar Penyertaan Modal.
(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk
dokumen
(4) Selain informasi dalam bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3), juga dapat
diberikan dalam bentuk disket, CD-ROM atau melalui internet.
(5) Untuk mendapatkan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) dapat
diperoleh dengan berlangganan atau dasar permintaan dan dipungut biaya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
BAB VI
Pasal 13
(1) Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2,3,
dan pasal 4 Keputusan ini, dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam pasal 34 UU-WDP.
(2) Akuntan Publik dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang tidak
melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dikenakan sanksi
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan agar setiap orang mengetahuinya
memerintahkan pengundangan keputusan ini dengan penempatannya dalam berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan : Jakarta
Pada Tanggal : 13 November 1998
RAHARDI RAMELAN
LAMPIRAN 9
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR
MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN TENTANG
INDEPENDENSI AKUNTAN YANG MEMBERIKAN
JASA DI PASAR MODAL.
Pasal 1
Ketentuan mengenai independensi Akuntan yang memberikan jasa di Pasar Modal,
diatur dalam Peraturan Nomor VIII.A.2 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan
ini.
Pasal 2
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor:
Kep-310/BL/2008 tanggal 1 Agustus 2008 tentang Independensi Akuntan yang
Memberikan Jasa di Pasar Modal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 28 Februari 2011.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 28 Februari 2011
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Bad ttd. Nurhaida NIP
19590627 198902 2 001
LAMPIRAN
b. Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau
pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam dan LK
bahwa penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.
3. Dalam memberikan jasa profesional, khususnya dalam memberikan opini, Akuntan
wajib mempertahankan sikap independen. Akuntan tidak independen apabila
selama Periode Audit dan selama Periode Penugasan Profesionalnya, baik Akuntan,
Kantor Akuntan Publik, maupun Orang Dalam Kantor Akuntan Publik:
a. mempunyai kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang material
pada klien, seperti:
1) investasi pada klien; atau
2) kepentingan keuangan lain pada klien yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan.
b. mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien, seperti:
1) merangkap sebagai Karyawan Kunci pada klien;
2) memiliki Anggota Keluarga Dekat yang bekerja pada klien sebagai Karyawan
Kunci dalam bidang akuntansi atau keuangan;
3) mempunyai mantan rekan atau karyawan profesional dari Kantor Akuntan
Publik yang bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang
akuntansi atau keuangan, kecuali setelah lebih dari satu tahun tidak
bekerja lagi pada Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan; atau
4) mempunyai rekan atau karyawan profesional dari Kantor Akuntan Publik
yang sebelumnya pernah bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci
dalam bidang akuntansi atau keuangan, kecuali yang bersangkutan tidak
ikut melaksanakan audit terhadap klien tersebut dalam Periode Audit.
c. mempunyai hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang material
dengan klien, atau dengan Karyawan Kunci yang bekerja pada klien, atau dengan
pemegang saham utama klien. Hubungan usaha dalam butir ini tidak termasuk
hubungan usaha dalam hal Akuntan, Kantor Akuntan Publik, atau Orang Dalam
Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit, review, atestasi lainnya, dan/
atau non atestasi kepada klien, atau merupakan konsumen dari produk barang
atau jasa klien dalam rangka menunjang kegiatan rutin.
d. memberikan jasa non atestasi kepada klien seperti:
1) pembukuan atau jasa lain yang berhubungan dengan catatan akuntansi
klien atau laporan keuangan;
2) desain sistem informasi keuangan dan implementasi;
3) audit internal;
4) konsultasi manajemen;
5) konsultasi sumber daya manusia;
6) penasihat keuangan;
7) jasa perpajakan, kecuali telah memperoleh persetujuan terlebih dahulu
dari Komite Audit.
Persetujuan Komite Audit tersebut tidak termasuk jasa perpajakan untuk
mewakili klien di dalam maupun di luar pengadilan perpajakan dan/atau
bertindak untuk dan atas nama klien dalam perhitungan dan pelaporan
perpajakan; atau
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 28 Februari 2011
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan Badan
Pengawas Pasar Modal dan ttd.
mbaga Nurhaida NIP 19590627
198902 2 001
Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian
Umum ttd. Prasetyo Wahyu Adi Suryo NIP
195710281985121001
LAMPIRAN 10
TENTANG
JASA AKUNTAN PUBLIK
MENTERI KEUANGAN,
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JASA
AKUNTAN PUBLIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Akuntan adalah seseorang yang berhak menyandang gelar atau sebutan akuntan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Akuntan Publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk
memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
3. Kantor Akuntan Publik yang selanjutnya disebut KAP, adalah badan usaha yang
telah mendapatkan izin dari Menteri sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam
memberikan jasanya.
4. Cabang Kantor Akuntan Publik yang selanjutnya disebut Cabang KAP adalah kantor
yang dibuka oleh KAP untuk memberikan jasa Akuntan Publik yang dipimpin oleh
salah satu Rekan KAP yang bersangkutan.
5. Kantor Akuntan Publik Asing atau disingkat KAPA adalah badan usaha jasa profesi
di luar negeri yang memiliki izin dari otoritas di negara yang bersangkutan untuk
melakukan kegiatan usaha paling sedikit di bidang audit umum atas laporan
keuangan.
6. Organisasi Audit Asing atau disingkat OAA adalah organisasi di luar negeri, yang
didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan di negara yang bersangkutan,
yang anggotanya terdiri atas badan usaha jasa profesi yang melakukan kegiatan
usaha paling sedikit di bidang audit umum atas laporan keuangan.
7. Atestasi adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan seseorang yang
independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai, dalam semua
hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
BAB II
BIDANG JASA
Bagian Pertama
Jenis Jasa
Pasal 2
(1) Bidang jasa Akuntan Publik dan KAP adalah atestasi, yang meliputi:
a. jasa audit umum atas laporan keuangan;
b. jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif;
c. jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma;
d. jasa reviu atas laporan keuangan; dan
e. jasa atestasi lainnya sebagaimana tercantum dalam SPAP
(2) Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan oleh Akuntan
Publik.
(3) Selain jasa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Akuntan Publik dan KAP
dapat memberikan jasa audit lainnya dan jasa yang berkaitan dengan akuntansi,
keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultansi sesuai dengan
kompetensi Akuntan Publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pembatasan Masa Pemberian Jasa
Pasal 3
(1) Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6
(enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama
untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
(2) Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerima kembali
penugasan audit umum untuk klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1
(satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien
tersebut.
(3) Jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang
sama melalui KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku
tidak diberikan melalui KAP tersebut.
(4) Dalam hal KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan
dari suatu entitas melakukan perubahan komposisi Akuntan Publiknya, maka
terhadap KAP tersebut tetap diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(5) KAP yang melakukan perubahan komposisi Akuntan Publik yang mengakibatkan
jumlah Akuntan Publiknya 50% (lima puluh per seratus) atau lebih berasal dari KAP
yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas,
diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan
dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Pendirian atau perubahan nama KAP yang komposisi Akuntan Publiknya 50% (lima
puluh per seratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit
umum atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan
KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan
penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
BAB III
AKUNTAN PUBLIK
Bagian Pertama
Perizinan
Pasal 4
(1) Menteri berwenang memberikan izin kepada Akuntan untuk menjadi Akuntan
Publik.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris
Jenderal atas nama Menteri.
Pasal 5
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Akuntan
mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki nomor Register Negara untuk Akuntan;
b. memiliki Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) yang
diselenggarakan oleh IAPI;
c. dalam hal tanggal kelulusan USAP sebagaimana dimaksud pada huruf b telah
melewati masa 2 (dua) tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti
Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 (enam puluh) Satuan
Kredit PPL (SKP) dalam 2 (dua) tahun terakhir;
d. berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit
1000 (seribu) jam dalam 5 (lima) tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus)
jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum, yang
disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP;
e. berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau bukti lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
f. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
g. tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin Akuntan Publik; dan
h. membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Akuntan
Publik, membuat surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan
bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan
Lampiran I sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 6
(1) Izin Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diterbitkan
dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima
secara lengkap.
(2) Permohonan izin Akuntan Publik dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui
pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari
kerja sejak permohonan diterima.
(3) Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama
3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan.
(4) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipenuhi, maka permohonan izin Akuntan Publik tidak dapat diproses dan pemohon
dapat mengajukan permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 7
(1) Akuntan Publik dalam memberikan jasanya wajib mempunyai KAP.
(2) Kewajiban mempunyai KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipenuhi
paling lama 6 (enam) bulan sejak izin Akuntan Publik diterbitkan.
(3) Akuntan Publik yang telah mengundurkan diri dari suatu KAP, wajib mempunyai
KAP paling lama 6 (enam) bulan sejak pengunduran diri.
(4) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat
(3) tidak dipenuhi, Sekretaris Jenderal atas nama Menteri mencabut izin Akuntan
Publik yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Penghentian Pemberian Jasa Akuntan Publik
untuk Sementara Waktu atas Permintaan Sendiri
Pasal 8
(1) Akuntan Publik dapat mengajukan permohonan penghentian pemberian jasa
Akuntan Publik untuk sementara waktu atas permintaan sendiri kepada Sekretaris
Jenderal.
(2) Sekretaris Jenderal memberikan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk
sementara waktu kepada Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Permohonan untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh Akuntan Publik yang bersangkutan secara tertulis kepada Sekretaris
Jenderal u.p. Kepala Pusat, dengan melampirkan:
a. surat rekomendasi dari KAP bagi Akuntan Publik yang menjadi Rekan pada
KAP;
b. alamat lengkap selama menjalani penghentian pemberian jasa Akuntan Publik
untuk sementara waktu;
c. jangka waktu yang dimohonkan untuk menjalani penghentian pemberian jasa
Akuntan Publik untuk sementara waktu;
d. alasan penghentian pemberian jasa Akuntan Publik untuk sementara waktu;
e. pernyataan dari IAPI bahwa:
1) yang bersangkutan tidak sedang menjalani reviu oleh IAPI;
2) IAPI tidak menerima pengaduan dari pihak lain yang layak
ditindaklanjuti, yang berkaitan dengan jasa yang telah diberikan oleh yang
bersangkutan;
3) yang bersangkutan tidak sedang menjalani sanksi dari IAPI; dan
f. membuat Surat Permohonan dan melengkapi formulir Penghentian Pemberian
Jasa Akuntan Publik untuk Sementara Waktu atas Permintaan Sendiri
sebagaimana terlampir pada Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Sekretaris Jenderal menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
apabila yang bersangkutan:
a. tidak melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
b. sedang diperiksa oleh Sekretaris Jenderal atau diadukan oleh pihak lain yang
layak ditindaklanjuti;
c. telah dikenakan sanksi peringatan sebanyak 2 (dua) kali dalam jangka waktu 48
(empat puluh delapan) bulan terakhir terhitung saat permohonan disampaikan
secara lengkap;
d. sedang menjalani kewajiban yang harus dilakukan berdasarkan rekomendasi
Sekretaris Jenderal; atau
e. sedang menjalani sanksi pembekuan izin.
Pasal 9
(1) Persetujuan penghentian pemberian jasa Akuntan Publik untuk sementara waktu
atas permintaan sendiri diterbitkan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja
sejak permohonan diterima secara lengkap.
Pasal 10
Persetujuan penghentian pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(2) diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 11
(1) Akuntan Publik yang akan mengakhiri masa penghentian pemberian jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), untuk dapat memberikan jasa Akuntan
Publik kembali wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Sekretaris
Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. bukti telah mengikuti PPL paling sedikit 30 SKP yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) untuk periode 1 (satu) tahun
sebelum berakhirnya masa penghentian pemberian jasa;
b. bukti keanggotaan IAPI yang masih berlaku;
c. bukti domisili; dan
d. membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Mengakhiri
Penghentian Pemberian Jasa Akuntan Publik untuk Sementara Waktu atas
Permintaan Sendiri, membuat surat pernyataan tidak merangkap jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dan membuat surat pernyataan
bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan
adalah benar dengan menggunakan Lampiran III sebagaimana terlampir dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini.
(1) Menteri berwenang mencabut izin Akuntan Publik yang tidak mengajukan
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan berakhirnya masa
penghentian pemberian jasa Akuntan Publik.
(2) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menetapkan pencabutan izin Akuntan Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(3) Permohonan persetujuan untuk penghentian pemberian jasa Akuntan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) hanya dapat diajukan kembali paling
singkat 5 (lima) tahun sejak berakhirnya persetujuan penghentian pemberian jasa
Akuntan Publik sebelumnya.
Bagian Ketiga
Pengaktifan Izin Akuntan Publik yang Dikenakan
Sanksi Pembekuan Izin
Pasal 12
(1) Menteri memberikan persetujuan kepada Akuntan Publik untuk memberikan jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kembali setelah berakhirnya masa pembekuan
izin.
(2) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menetapkan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Akuntan Publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin, apabila masa pembekuan
tersebut telah berakhir dan akan memberikan jasanya kembali, wajib mengajukan
permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Sekretaris
Jenderal u.p. Kepala Pusat untuk memberikan jasa dengan memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. mengikuti PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a;
b. berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu
Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
c. tidak pernah mengundurkan diri dari keanggotaan IAPI; dan
d. membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Persetujuan untuk
Memberikan Jasa Kembali bagi Akuntan Publik yang Dikenakan Sanksi
Pembekuan Izin, membuat surat pernyataan tidak merangkap jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dan membuat surat pernyataan
bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan
adalah benar dengan menggunakan Lampiran IV sebagaimana terlampir dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Akuntan Publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin, dilarang memberikan jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebelum mendapatkan persetujuan untuk
memberikan jasa kembali oleh Menteri.
Pasal 13
(1) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dapat
diajukan paling singkat 20 (dua puluh) hari sebelum berakhirnya masa sanksi
pembekuan izin Akuntan Publik.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam jangka waktu
20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
(3) Permohonan dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui pemberitahuan tertulis
oleh Kepala Pusat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan
diterima.
(4) Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama
3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(5) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
dipenuhi, permohonan tidak dapat diproses dan pemohon dapat mengajukan
permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (3).
Bagian Keempat
Pengunduran Diri dan Tidak Berlakunya Izin
Pasal 14
(1) Akuntan Publik dapat mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai Akuntan
Publik kepada Menteri.
(2) Menteri berwenang memberikan persetujuan pengunduran diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menetapkan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Permohonan pengunduran diri Akuntan Publik disampaikan secara tertulis oleh
Akuntan Publik yang bersangkutan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. membuat surat pernyataan yang ditandatangani oleh Akuntan Publik yang
bersangkutan tentang pengunduran dirinya;
b. membuat surat pernyataan mengenai penyelesaian perikatan profesional antara
Akuntan Publik dengan kliennya yang ditandatangani oleh Akuntan Publik yang
bersangkutan;
c. menyerahkan asli surat izin Akuntan Publik; dan
d. membuat Surat Permohonan dan melengkapi formulir Pengunduran Diri
Akuntan Publik dengan menggunakan Lampiran V sebagaimana terlampir
dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
(5) Sekretaris Jenderal menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
apabila yang bersangkutan:
a. sedang diperiksa oleh Sekretaris Jenderal atau diadukan oleh pihak lain yang
layak ditindaklanjuti;
b. telah dikenakan sanksi peringatan sebanyak 2 (dua) kali dalam jangka waktu
48 (empat puluh delapan) bulan terakhir terhitung sejak saat permohonan
disampaikan secara lengkap;
Pasal 15
(1) Izin Akuntan Publik dinyatakan tidak berlaku apabila yang bersangkutan meninggal
dunia.
(2) Dalam hal Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki KAP
berbentuk badan usaha perseorangan, maka izin usaha KAP yang bersangkutan
dinyatakan tidak berlaku.
BAB IV
KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Bagian Pertama
Bentuk Badan Usaha
Pasal 16
(1) Badan usaha KAP dapat berbentuk:
a. Perseorangan; atau
b. Persekutuan.
(2) KAP yang berbentuk badan usaha perseorangan hanya dapat didirikan dan dijalankan
oleh seorang Akuntan Publik yang sekaligus bertindak sebagai pemimpin.
(3) KAP yang berbentuk badan usaha persekutuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b adalah persekutuan perdata atau persekutuan firma.
(4) KAP yang berbentuk badan usaha persekutuan hanya dapat didirikan oleh paling
sedikit 2 (dua) orang Akuntan Publik, dimana masing-masing sekutu merupakan
rekan dan salah seorang sekutu bertindak sebagai Pemimpin Rekan.
(5) Dalam hal KAP berbentuk usaha persekutuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b mempunyai rekan non Akuntan Publik, persekutuan dapat didirikan dan
dijalankan apabila paling kurang 75% (tujuh puluh lima per seratus) dari seluruh
sekutu adalah Akuntan Publik.
Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 17
(1) Menteri berwenang memberikan izin usaha KAP.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris
Jenderal atas nama Menteri.
Pasal 18
(1) Untuk mendapatkan izin usaha KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(1) yang berbentuk badan usaha perseorangan, Pemimpin KAP mengajukan
permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki izin Akuntan Publik;
b. menjadi anggota IAPI;
c. mempunyai paling sedikit 3 (tiga) orang auditor tetap dengan tingkat pendidikan
formal bidang akuntansi yang paling rendah berijazah setara Diploma III
dan paling sedikit 1 (satu) orang diantaranya memiliki register negara untuk
akuntan;
d. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
e. memiliki rancangan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) KAP yang memenuhi
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan paling kurang mencakup aspek
kebijakan atas seluruh unsur pengendalian mutu;
f. domisili Pemimpin KAP sama dengan domisili KAP;
g. memiliki bukti kepemilikan atau sewa kantor, dan denah kantor yang
menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain; dan
h. membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Usaha
Kantor Akuntan Publik, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang
menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan
menggunakan Lampiran VI sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri
Keuangan ini.
(2) Untuk mendapatkan izin usaha KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(1) yang berbentuk badan usaha persekutuan, Pemimpin Rekan KAP mengajukan
permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) KAP;
c. memiliki perjanjian kerjasama yang disahkan oleh notaris bagi KAP yang
berbentuk badan usaha persekutuan yang paling sedikit memuat:
1) pihak-pihak yang melakukan persekutuan;
2) alamat para sekutu;
3) bentuk badan usaha persekutuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (3);
Pasal 19
(1) Izin usaha KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) diterbitkan dalam
jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima secara
lengkap.
(2) Permohonan izin usaha KAP dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui
pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari
kerja sejak permohonan diterima.
(3) Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama
3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(4) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipenuhi, maka permohonan baru dapat kembali diajukan pemohon dengan
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
Bagian Ketiga
Cabang KA P
Pasal 20
(1) Cabang KAP hanya dapat dibuka oleh KAP yang berbentuk badan usaha persekutuan
dengan nama yang sama dengan nama KAP.
(2) Cabang KAP dipimpin oleh seorang Akuntan Publik yang merupakan Rekan KAP
yang bersangkutan.
(3) Cabang KAP dapat dibuka di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Pasal 21
(1) Menteri berwenang memberikan izin pembukaan Cabang KAP.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris
Jenderal atas nama Menteri.
Pasal 22
(1) Untuk mendapatkan izin pembukaan Cabang KAP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1), Pemimpin Rekan KAP mengajukan permohonan tertulis kepada
Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan:
a. memiliki surat persetujuan dari seluruh Rekan KAP mengenai penunjukan salah
satu Rekan yang Akuntan Publik menjadi Pemimpin Cabang;
b. memiliki tanda bukti domisili Pemimpin Cabang yang sesuai dengan domisili
cabang KAP yang bersangkutan;
c. memiliki paling sedikit 2 (dua) orang auditor tetap dengan tingkat pendidikan
formal bidang akuntansi yang paling rendah berijazah setara Diploma III
dan paling sedikit 1 (satu) orang diantaranya memiliki register negara untuk
akuntan;
d. memiliki NPWP Cabang KAP;
e. memiliki tanda bukti kepemilikan atau sewa kantor dan denah kantor yang
menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain; dan
f. membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Pembukaan
Izin Cabang KAP, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang
menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan
menggunakan Lampiran VII sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri
Keuangan ini.
(2) Kepala Pusat dapat menunjuk pejabat atau petugas untuk melakukan penelitian
fisik langsung atas permohonan izin pembukaan Cabang KAP yang diajukan.
Pasal 23
(1) Izin pembukaan Cabang KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
diterbitkan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin
diterima secara lengkap.
(2) Permohonan izin pembukaan Cabang KAP dinyatakan tidak lengkap disampaikan
melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat, dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
hari kerja sejak permohonan diterima.
(3) Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama
3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(4) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipenuhi, maka permohonan tidak dapat diproses dan pemohon dapat kembali
mengajukan permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22.
Bagian Keempat
Penggunaan Nama Kantor
Pasal 24
(1) KAP berbentuk badan usaha perseorangan menggunakan nama Akuntan Publik
yang bersangkutan.
(2) KAP berbentuk badan usaha persekutuan menggunakan nama salah seorang atau
lebih Akuntan Publik yang merupakan rekan KAP yang bersangkutan.
(3) Nama KAP sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
menggunakan singkatan atau penggalan nama.
(4) Dalam hal nama Akuntan Publik lebih dari 1 (satu) kata, nama KAP harus
menggunakan paling sedikit 1 (satu) kata yang merupakan bagian dari nama lengkap
Akuntan Publik dimaksud.
(5) Bagi KAP yang berbentuk badan usaha persekutuan penambahan kata “&
Rekan” di belakang nama KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
diperkenankan apabila jumlah Akuntan Publik pada KAP yang bersangkutan lebih
banyak dari jumlah Akuntan Publik yang namanya tercantum sebagai nama KAP.
(6) KAP dapat mempertahankan nama Akuntan Publik yang telah mengundurkan diri
atau meninggal dunia sebagai nama KAP sepanjang mendapat persetujuan tertulis
yang disahkan dengan Akta Notaris dari anggota persekutuan yang mengundurkan
diri tersebut atau dari ahli waris Akuntan Publik yang meninggal dunia.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya diperkenankan bagi KAP
berbentuk badan usaha persekutuan.
Bagian Kelima
Pengaktifan Kembali Izin KA P dan Izin Pembukaan
Cabang KA P yang Dikenakan Sanksi Pembekuan
Pasal 25
(1) Menteri berwenang memberikan persetujuan kepada Kantor Akuntan Publik atau
Cabang KAP untuk memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 setelah
berakhirnya masa pembekuan izin.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal
atas nama Menteri.
(3) KAP atau Cabang KAP yang dikenakan sanksi pembekuan izin, apabila masa
pembekuan tersebut telah berakhir dan akan memberikan jasanya kembali,
pemimpin atau pemimpin rekan KAP wajib mengajukan permohonan persetujuan
untuk memberikan jasa kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
memenuhi persyaratan:
a. bagi KAP berbentuk usaha perseorangan, wajib melampirkan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c, f, dan g;
b. bagi KAP berbentuk usaha persekutuan wajib melampirkan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c, f, dan g serta ayat (2)
huruf b;
Pasal 26
(1) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dapat
diajukan paling singkat 20 (dua puluh) hari sebelum masa pembekuan izin
berakhir.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) diterbitkan dalam
jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan lengkap diterima.
(3) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dinyatakan
tidak lengkap disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima.
(4) Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama
3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(5) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
dipenuhi, permohonan tidak dapat diproses dan pemohon dapat kembali mengajukan
permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (3).
BAB V
KERJASAMA DENGAN KAPA ATAU OAA
Bagian Pertama
Kerjasama dan Pencantuman Nama
Pasal 27
(1) KAP hanya dapat mencantumkan nama KAPA atau OAA pada nama kantor, kepala
surat, dokumen, dan media lainnya setelah mendapat persetujuan Sekretaris
Jenderal atas nama Menteri.
(2) Penulisan huruf pada nama KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilarang melebihi besarnya huruf nama KAP tersebut.
(3) Persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya diberikan apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Bagian Kedua
Persetujuan Pencantuman Nama KA PA atau OA A
Pasal 28
(1) Permohonan untuk mendapatkan persetujuan pencantuman nama KAPA atau
OAA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) diajukan secara tertulis oleh
Pemimpin atau Pemimpin Rekan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. menyerahkan profil KAPA atau OAA;
b. menyerahkan fotocopy perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (3); dan
c. membuat Surat Permohonan dan melengkapi formulir Permohonan Persetujuan
Pencantuman Nama KAPA atau OAA Bersama-sama dengan Nama KAP dengan
Pasal 29
(1) Persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA diterbitkan dalam jangka waktu
20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima secara lengkap.
(2) Permohonan dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui pemberitahuan tertulis
oleh Kepala Pusat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan
diterima.
(3) Pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
pemberitahuan tertulis.
(4) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipenuhi, maka permohonan baru dapat kembali diajukan pemohon dengan
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1).
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 30
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Akuntan Publik dan
KAP.
(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Sekretaris Jenderal.
(3) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Sekretaris Jenderal dapat meminta pendapat atau masukan dari IAPI dan/
atau pihak yang terkait.
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 31
(1) Akuntan Publik wajib menandatangani Laporan Auditor Independen dan/atau
laporan hasil pemberian jasa lainnya dengan mencantumkan Nomor Izin Akuntan
Publik (NIAP) dan Nomor Izin Usaha KAP yang bersangkutan.
(2) Nomor laporan wajib dicantumkan pada Laporan Auditor Independen di lembar
opini.
(3) Nomor Laporan Auditor Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat
secara berurutan berdasarkan tanggal penerbitannya dalam KAP atau Cabang
KAP.
Pasal 32
(1) Akuntan Publik wajib berdomisili di wilayah Republik Indonesia.
(2) Akuntan Publik wajib menjadi anggota IAPI.
Pasal 33
(1) Kewajiban domisili sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) tidak berlaku
bagi Akuntan Publik yang menjalani masa penghentian pemberian jasa Akuntan
Publik untuk sementara waktu atas permintaan sendiri.
(2) Akuntan Publik yang menjalani masa penghentian pemberian jasa Akuntan Publik
untuk sementara waktu atas permintaan sendiri dilarang menjadi Pemimpin Rekan
atau Pemimpin Cabang KAP.
(3) Akuntan Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk
sementara waktu atas permintaan sendiri, tetap wajib mengikuti Pendidikan
Profesional Berkelanjutan (PPL) sebanyak 30 (tiga puluh) Satuan Kredit PPL (SKP)
dengan paling sedikit 15 (lima belas) SKP diantaranya di bidang auditing dan
akuntansi untuk periode 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya masa penghentian
pemberian jasa untuk sementara waktu.
Pasal 34
(1) Akuntan Publik wajib mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang
diselenggarakan dan/atau yang diakui oleh IAPI dan PPAJP.
(2) Jumlah Satuan Kredit PPL (SKP) yang wajib diikuti oleh Akuntan Publik paling
sedikit berjumlah 30 (tiga puluh) SKP setiap tahun, dengan paling sedikit:
a. 4 (empat) SKP diantaranya berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan
Akuntan Publik; dan
b. 4 (empat) SKP diantaranya berkaitan dengan bidang auditing dan akuntansi.
(3) Akuntan Publik mengajukan penyetaraan jumlah SKP kepada IAPI apabila mengikuti
PPL yang diselenggarakan oleh selain IAPI dan PPAJP.
(4) Akuntan Publik yang dalam waktu 1 (satu) tahun tidak melakukan audit umum
atas laporan keuangan, wajib mengikuti PPL di bidang auditing dan akuntansi
paling sedikit sebanyak 15 (lima belas) SKP pada tahun berikutnya, yang merupakan
bagian dari jumlah SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Akuntan Publik wajib menyampaikan laporan realisasi PPL tahunan dengan lengkap
kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama pada akhir bulan Januari
tahun berikutnya dengan menggunakan formulir Realisasi PPL pada Lampiran XI
sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 35
(1) Akuntan Publik wajib melaporkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p.
Kepala Pusat paling lambat 1 (satu) bulan sejak:
a. menjadi Rekan KAP dengan melampirkan perjanjian kerjasama yang disahkan
oleh notaris;
b. mengundurkan diri dari KAP; atau
c. pindah alamat tempat tinggal.
(2) Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan formulir Pemberitahuan Pindah Alamat atau Status Rekan KAP pada
Lampiran XII sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 36
(1) KAP wajib menyampaikan dengan lengkap kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala
Pusat laporan tahunan sebagai berikut:
a. laporan kegiatan usaha;
b. laporan keuangan KAP; dan
c. laporan realisasi program kerja Tenaga Asing.
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan paling
lama pada akhir bulan April tahun berikutnya.
(2) Penyampaian laporan tahunan dilaksanakan dengan menggunakan formulir
Laporan Kegiatan Usaha, Laporan Keuangan KAP, dan Realisasi Program Tenaga
Kerja Asing, serta Surat Pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data
yang disampaikan adalah benar pada Lampiran XIII sebagaimana terlampir dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diserahkan dalam
bentuk hard copy dan soft copy.
(4) KAP yang bekerjasama dengan KAPA atau OAA, wajib menyampaikan hasil reviu
mutu kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling sedikit sekali dalam 4
(empat) tahun sejak tanggal perjanjian kerjasama.
(5) Kepala Pusat dapat menunjuk pejabat atau petugas untuk melakukan penelitian
langsung terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 37
KAP yang mempekerjakan tenaga asing wajib menyampaikan laporan kepada Sekretaris
Jenderal u.p. Kepala Pusat yang paling kurang memuat nama, izin kerja tenaga asing
yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, kewarganegaraan, keahlian, rencana
kerja, dan jangka waktu penugasan, paling lama 1 (satu) bulan sejak tenaga asing yang
bersangkutan dipekerjakan.
Pasal 38
(1) KAP wajib melaporkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat
paling lama 1 (satu) bulan sejak terjadinya:
a. perubahan alamat dengan melampirkan tanda bukti kepemilikan atau sewa
kantor dan denah kantor yang menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan
lain;
b. perubahan susunan Rekan dengan melampirkan perjanjian kerjasama yang
disahkan oleh notaris;
c. perubahan Pemimpin Rekan dan/atau Pemimpin Cabang KAP dengan
melampirkan bukti domisili dan surat persetujuan dari seluruh Rekan mengenai
perubahan atau surat penunjukan menjadi Pemimpin Cabang KAP; atau
d. pemimpin rekan dan/atau rekan KAP mengundurkan diri atau meninggal
dunia.
(2) KAP wajib melaporkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat
paling lambat 1 (satu) bulan sejak:
a. KAPA yang melakukan perjanjian kerjasama dengan KAP oleh negara asal
dicabut izin usahanya;
b. OAA yang melakukan perjanjian dengan KAP bubar; atau
c. perubahan dan/atau berakhirnya kerjasama dengan KAPA atau OAA.
(3) Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan menggunakan
formulir Pemberitahuan Pindah Alamat KAP dan/atau Cabang KAP, Perubahan
Susunan Rekan KAP, Perubahan Pemimpin/Pemimpin Rekan atau Pemimpin
Cabang KAP pada Lampiran XIV sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri
Keuangan ini.
(4) Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
menggunakan formulir Permohonan untuk Mengakhiri Kerjasama Pencantuman
Nama KAPA atau OAA Bersama-sama dengan Nama KAP pada Lampiran XV
sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
(5) Kepala Pusat menyampaikan surat pemberitahuan kepada KAP atas laporan
perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Kepala Pusat dapat menunjuk pejabat atau petugas untuk melakukan penelitian
fisik langsung terhadap laporan perubahan alamat KAP.
Pasal 39
(1) Cabang KAP wajib dipimpin oleh Pemimpin Cabang yang berdomisili sesuai dengan
domisili Cabang KAP yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Cabang KAP tidak mempunyai pemimpin Cabang dalam jangka waktu 6
(enam) bulan, Sekretaris Jenderal atas nama Menteri mengenakan sanksi pencabutan
izin pembukaan Cabang KAP.
Pasal 40
Dalam memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Akuntan Publik dan
KAP wajib mematuhi:
a. SPAP yang ditetapkan oleh IAPI;
b. Etika Profesi yang ditetapkan oleh IAPI; dan
c. Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan bidang
jasa yang diberikan.
Pasal 41
KAP dan Cabang KAP wajib:
a. dipimpin oleh Akuntan Publik;
b. mempunyai auditor tetap paling sedikit 3 (tiga) orang untuk KAP atau 2 (dua) orang
untuk Cabang KAP dengan tingkat pendidikan formal bidang akuntansi yang paling
rendah berijazah setara Diploma III dan paling sedikit 1 (satu) orang diantaranya
mempunyai register negara untuk akuntan;
c. mempunyai kantor yang terisolasi dari kegiatan lain;
d. melaksanakan sistem pengendalian mutu sesuai dengan SPAP; dan
e. menyelenggarakan dan memelihara catatan mengenai jam kerja setiap auditor
termasuk Akuntan Publik dalam penugasan audit umum atas laporan keuangan
dan/atau jasa atestasi lainnya.
Pasal 42
(1) KAP wajib memasang nama lengkap kantor dan nomor izin usaha KAP pada bagian
depan kantor.
(2) Cabang KAP wajib memasang nama lengkap kantor dan nomor izin pembukaan
Cabang KAP pada bagian depan kantor.
(3) KAP dan Cabang KAP wajib mencantumkan pada kepala surat paling sedikit nama
lengkap kantor, alamat kantor, dan nomor izin usaha KAP atau izin pembukaan
Cabang KAP.
(4) KAP dan Cabang KAP hanya dapat menggunakan nama KAP atau Cabang KAP sesuai
dengan nama yang tercantum dalam izin usaha atau izin pembukaan Cabang KAP.
Pasal 43
(1) Setiap perubahan nama, bentuk badan usaha, domisili KAP, dan/atau domisili
Cabang KAP wajib mendapat izin dari Menteri.
(2) Kewajiban mendapatkan izin dari Menteri untuk perubahan domisili sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dikecualikan untuk wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan
Bekasi.
(3) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menetapkan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(4) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan atau
Pemimpin Rekan KAP wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris
Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1) atau (2) dan/atau Pasal 22 ayat (1) serta melampirkan surat
izin asli yang telah ditetapkan sebelumnya.
(5) Dengan diberikannya surat izin yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
surat izin yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 44
(1) Akuntan Publik dan/atau KAP bertanggung jawab atas seluruh jasa yang
diberikan.
(2) Akuntan Publik bertanggung jawab atas Laporan Auditor Independen dan Kertas
Kerja dari Akuntan Publik yang bersangkutan selama 10 (sepuluh) tahun.
(3) Akuntan Publik dan/atau KAP wajib memelihara Laporan Auditor Independen,
Kertas Kerja dari Akuntan Publik yang bersangkutan, dan dokumen pendukung
lainnya yang berkaitan dengan pemberian jasa selama 10 (sepuluh) tahun.
(4) Akuntan Publik dan/atau KAP dilarang mencantumkan namanya pada dokumen
atau komunikasi tertulis yang memuat laporan keuangan atau bagian-bagian dari
suatu laporan keuangan, kecuali Akuntan Publik dan/atau KAP yang bersangkutan
telah melakukan audit atau kompilasi atau reviu atas laporan keuangan atau bagian-
bagian dari laporan keuangan dimaksud.
Pasal 45
(1) Akuntan Publik yang telah bekerja pada Koperasi Jasa Audit dianggap telah
memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Koperasi Jasa
Audit.
(2) Koperasi Jasa Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan koperasi yang
dibentuk oleh Gerakan Koperasi dan beranggotakan Badan Hukum Koperasi yang
melakukan audit terhadap Koperasi.
(3) Akuntan Publik yang bekerja pada Koperasi Jasa Audit wajib menyampaikan Laporan
Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
Pasal 46
(1) Akuntan Publik dilarang memiliki atau menjadi rekan pada lebih dari 1 (satu)
KAP.
(2) Akuntan Publik dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara;
b. pimpinan, anggota, atau pegawai pada lembaga pemerintahan, lembaga negara,
atau lembaga lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan;
c. pimpinan, pengurus, atau pegawai pada badan usaha milik negara, daerah,
swasta, atau rekan pada badan usaha lainnya;
Pasal 47
(1) KAP dilarang membuka kantor dalam bentuk lain, kecuali bentuk kantor Cabang
KAP.
(2) KAP dilarang menggunakan nama Akuntan Publik yang dikenakan sanksi
pencabutan izin.
(3) KAP dilarang mencantumkan nama KAPA atau OAA yang telah bubar.
Pasal 48
(1) Pemimpin Rekan dilarang merangkap sebagai Pemimpin Cabang KAP.
(2) Seorang rekan dilarang memimpin lebih dari satu Cabang KAP.
Pasal 49
Izin Akuntan Publik, izin usaha KAP, atau izin pembukaan cabang KAP berlaku di
seluruh wilayah Republik Indonesia.
Pasal 50
(1) Penutupan KAP dan/atau Cabang KAP wajib mendapatkan izin Menteri.
(2) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menetapkan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Permohonan penutupan KAP dan/atau Cabang KAP disampaikan secara tertulis
oleh Pemimpin atau Pemimpin Rekan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. membuat surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pemimpin KAP untuk KAP
berbentuk badan usaha perseorangan atau oleh seluruh Rekan KAP bagi KAP
berbentuk badan usaha persekutuan;
b. membuat surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pemimpin KAP untuk
KAP berbentuk usaha badan perseorangan atau oleh seluruh Rekan KAP bagi
KAP berbentuk badan usaha persekutuan, mengenai penyelesaian perikatan
profesional antara KAP dan/atau Cabang KAP dengan kliennya;
c. menyerahkan asli surat izin usaha KAP dan/atau izin pembukaan Cabang KAP;
dan
d. membuat surat permohonan dan melengkapi formulir Permohonan Penutupan
Usaha KAP dengan menggunakan Lampiran XVI bagi KAP dan/atau formulir
Permohonan Penutupan Cabang KAP dengan menggunakan Lampiran XVII
untuk Cabang KAP sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Keuangan
ini.
Pasal 51
(1) Izin Penutupan KAP dan/atau Cabang KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan
diterima secara lengkap.
(2) Permohonan dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui pemberitahuan tertulis
oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima.
(3) Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan
tertulis.
(4) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
terpenuhi, maka permohonan dinyatakan tidak berlaku.
(5) Dalam jangka waktu paling lama dalam 6 (enam) bulan sejak permohonan
penutupan KAP dan/atau Cabang KAP diajukan, apabila persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tidak dilengkapi, Sekretaris Jenderal atas nama Menteri
Keuangan mencabut izin usaha KAP dan/atau izin pembukaan Cabang KAP.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 52
(1) Dalam melakukan pengawasan, Sekretaris Jenderal melakukan pemeriksaan secara
berkala dan/atau sewaktu-waktu terhadap Akuntan Publik dan/atau KAP.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menilai ketaatan
Akuntan Publik, dan/atau KAP terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri
Keuangan ini.
(3) Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan
rencana pemeriksaan tahunan yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal.
(4) Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
apabila:
a. hasil pemeriksaan berkala memerlukan tindak lanjut;
b. terdapat pengaduan masyarakat; atau
c. terdapat informasi yang layak ditindaklanjuti.
(5) Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Sekretaris Jenderal dapat meminta pendapat atau masukan dari IAPI dan/atau pihak
yang terkait.
Pasal 53
(1) Sekretaris Jenderal menunjuk dan menugaskan seseorang sebagai pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, pemeriksa wajib memperlihatkan surat tugas
kepada Akuntan Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin
Cabang KAP yang diperiksa.
(3) Pemeriksa tidak diperkenankan membawa kertas kerja Akuntan Publik dari KAP
kecuali salinan atau fotokopinya sebagai dokumen pendukung hasil pemeriksaan.
(4) Pemeriksa wajib merahasiakan hal-hal atau informasi yang diperoleh selama
pemeriksaan maupun hasil pemeriksaan kepada pihak lain yang tidak berhak dan
tidak berwenang.
Pasal 54
(1) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang diperiksa wajib memperlihatkan
dan meminjamkan kertas kerja, laporan, dan dokumen lainnya serta memberikan
keterangan yang diperlukan dalam pemeriksaan kepada pemeriksa.
(2) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang diperiksa dilarang menolak
atau menghindar dilakukannya pemeriksaan atau menghambat kelancaran
pemeriksaan.
(3) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP dianggap menghindar dilakukannya
pemeriksaan atau menghambat kelancaran pemeriksaan apabila:
a. tidak memperlihatkan dan meminjamkan kertas kerja, laporan dan dokumen
lainnya yang diperlukan;
b. tidak memberikan fotokopi kertas kerja, laporan, dan dokumen lainnya yang
diperlukan;
c. tidak memberikan keterangan yang diperlukan;
d. memperlihatkan dan meminjamkan kertas kerja, laporan, dokumen lainnya
maupun memberikan keterangan yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
atau
e. tidak memenuhi panggilan.
Pasal 55
(1) Pemeriksa menyampaikan simpulan sementara hasil pemeriksaan secara tertulis
kepada Akuntan Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin
Cabang KAP yang diperiksa.
(2) Akuntan Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang
KAP yang diperiksa dapat memberikan tanggapan tertulis atas simpulan sementara
hasil pemeriksaan sebelum pembahasan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
(3) Pemeriksa melakukan pembahasan hasil pemeriksaan dengan Akuntan Publik dan/
atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KAP yang diperiksa
sebelum berakhirnya surat tugas pemeriksaan.
(4) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam risalah
pembahasan hasil pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa, Akuntan
Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KAP
yang diperiksa.
(5) Dalam hal Akuntan Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau
Pemimpin Cabang KAP yang diperiksa tidak bersedia menandatangani risalah
pembahasan hasil pemeriksaan, maka yang bersangkutan harus membuat surat
pernyataan penolakan beserta alasan bukti pendukungnya.
(6) Pemeriksa menandatangani secara sepihak risalah pembahasan hasil pemeriksaan
apabila Akuntan Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin
Cabang KAP yang diperiksa tidak bersedia atau tidak hadir untuk menandatangani
risalah pembahasan hasil pemeriksaan.
Pasal 56
(1) Pemeriksa wajib membuat berita acara pemeriksaan.
(2) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditandatangani
oleh Akuntan Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin
Cabang KAP yang diperiksa.
(3) Dalam hal Akuntan Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau
Pemimpin Cabang KAP yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita acara
pemeriksaan, maka yang bersangkutan harus membuat surat pernyataan penolakan
beserta alasan bukti pendukungnya.
(4) Surat pernyataan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dipertimbangkan dalam menetapkan hasil pemeriksaan.
(5) Pemeriksa menetapkan secara sepihak berita acara pemeriksaan dalam hal Akuntan
Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KAP
yang diperiksa tidak bersedia atau tidak hadir untuk menandatangani berita acara
pemeriksaan.
Pasal 57
Sekretaris Jenderal menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada Akuntan Publik
dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KAP yang diperiksa
paling lama 60 (enam puluh) hari sejak pemeriksaan berakhir.
Bagian Ketiga
Asosiasi Profesi
Pasal 58
Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang diakui oleh Pemerintah adalah Institut Akuntan
Publik Indonesia (IAPI).
Pasal 59
(1) IAPI wajib melaporkan rencana penyelenggaraan Pendidikan Profesional
Berkelanjutan (PPL) kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat yang paling sedikit
mencakup silabus dan metode PPL yang akan dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun
pada setiap akhir bulan Oktober sebelum periode penyelenggaraan PPL.
(2) IAPI wajib melaporkan daftar nama peserta PPL dan jumlah satuan kredit PPL
untuk periode 1 (satu) tahun paling lambat pada setiap akhir bulan Februari tahun
berikutnya kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat.
(3) IAPI wajib melaporkan pengakuan dan penyetaraan jumlah SKP terhadap PPL yang
diselenggarakan oleh selain IAPI kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat.
Pasal 60
(1) Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf b diselenggarakan oleh IAPI.
(2) IAPI wajib melaporkan rencana penyelenggaraan USAP kepada Sekretaris Jenderal
u.p. Kepala Pusat yang mencakup silabus, metode penilaian kelulusan, susunan
panitia penyelenggara, waktu dan tempat penyelenggaraan, serta frekuensi
penyelenggaraan ujian yang akan dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun pada setiap
akhir bulan Oktober sebelum periode penyelenggaraan USAP.
(3) IAPI wajib melaporkan daftar nama lulusan USAP untuk periode 1 (satu) tahun
paling lambat pada setiap akhir bulan Februari tahun berikutnya kepada Sekretaris
Jenderal u.p. Kepala Pusat.
(4) Menteri u.p. Sekretaris Jenderal melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
pelaksanaan USAP.
Pasal 61
(1) IAPI menyusun dan menetapkan SPAP.
(2) Menteri u.p. Sekretaris Jenderal melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
SPAP.
BAB VII
SANKSI
Pasal 62
(1) Pelanggaran terhadap Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi peringatan,
pembekuan izin, atau pencabutan izin.
(2) Menteri mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Akuntan
Publik, KAP, atau Cabang KAP.
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal atas
nama Menteri.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak harus dikenakan secara
berurutan.
(5) Sanksi berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(6) Sanksi peringatan dan sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat disertai dengan suatu kewajiban atau rekomendasi tertentu.
Pasal 63
(1) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dilakukan
berdasarkan berat ringannya pelanggaran, yaitu:
a. sanksi peringatan dikenakan terhadap pelanggaran ringan;
b. sanksi pembekuan izin dikenakan terhadap pelanggaran berat;
c. sanksi pencabutan izin dikenakan terhadap pelanggaran sangat berat.
(2) Pelanggaran ringan adalah pelanggaran yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. pelanggaran yang bersifat administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (3), Pasal 12 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 16 ayat (5), Pasal 20 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 24, Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 31, Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36 ayat (1) sampai dengan ayat (5), Pasal 37, Pasal
38 ayat (1) sampai dengan ayat (4), Pasal 39 ayat (1), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44 ayat (4), Pasal 45 ayat (3), Pasal 46 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal
47, Pasal 48, atau Pasal 74.
b. pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 40 yang tidak berpengaruh signifikan
terhadap laporan auditor independen dan/atau hasil dalam bentuk lainnya dari
penugasan yang bersangkutan.
(3) Pelanggaran berat adalah pelanggaran yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3;
b. pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 40 yang berpotensi berpengaruh cukup
signifikan terhadap laporan auditor independen dan/atau hasil dalam bentuk
lainnya dari penugasan yang bersangkutan;
c. pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 44 ayat (1) sampai dengan ayat (3);
d. pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 54; atau
e. pelanggaran yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (2) dan/atau Pasal 72.
(4) Pelanggaran sangat berat adalah pelanggaran yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 40 yang berpotensi berpengaruh signifikan
terhadap laporan auditor independen dan/atau hasil dalam bentuk lainnya dari
penugasan yang bersangkutan;
b. pelanggaran yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
ayat (3); atau
c. pelanggaran terhadap Pasal 7 ayat (1) sampai dengan ayat (3), dan/atau Pasal 32
dan/atau Pasal 73 huruf a.
Pasal 64
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pasal 12
ayat (3) dan ayat (4), Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal
35, Pasal 44 ayat (2), Pasal 45 ayat (3), Pasal 46 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal
48, Pasal 54, serta Pasal 72 dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62 ayat (1) kepada Akuntan Publik.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (5), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
24, Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 31 ayat (3), Pasal
36 ayat (1) sampai dengan ayat (5), Pasal 37, Pasal 38 ayat (1) sampai dengan ayat
(4), Pasal 39 ayat (1), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, Pasal 54, serta Pasal 73
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) kepada KAP dan/
atau Cabang KAP.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (3), Pasal 3, Pasal 40, Pasal 44 ayat (1),
ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 54 dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 62 ayat (1) kepada Akuntan Publik dan/atau KAP.
Pasal 65
Pelanggaran oleh Cabang KAP terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 dan/atau Pasal 44 ayat (1) dan (3) dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud Pasal
62 ayat (1) kepada KAP yang bersangkutan.
Pasal 66
(1) Sanksi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) diberikan paling
banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu paling lama 48 (empat puluh delapan)
bulan terakhir.
(2) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang telah dikenakan sanksi peringatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi pembekuan izin atas
pelanggaran ringan berikutnya.
Pasal 67
(1) Sanksi pembekuan izin dikenakan paling tinggi 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) diberikan
paling banyak 2 (dua) kali.
(3) Dalam hal Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP telah dikenakan sanksi
pembekuan izin yang kedua, terhadap pelanggaran berat berikutnya dikenakan
sanksi pencabutan izin.
Pasal 68
(1) Akuntan Publik yang dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
berakhirnya masa pembekuan izin tidak melakukan pengajuan permohonan
persetujuan untuk memberikan jasa kembali, dikenakan sanksi pencabutan izin.
(2) KAP yang dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berakhirnya masa
pembekuan izin usaha, tidak melakukan pengajuan permohonan persetujuan untuk
memberikan jasa kembali, dikenakan sanksi pencabutan izin usaha.
(3) Cabang KAP yang dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berakhirnya
masa pembekuan izin pembukaan Cabang, tidak melakukan pengajuan permohonan
persetujuan untuk memberikan jasa kembali, dikenakan sanksi pencabutan izin
pembukaan Cabang.
(4) Apabila KAP dan/atau cabang KAP setelah masa pengenaan sanksi pembekuan
izin berakhir akan ditutup, maka pemimpin atau pemimpin rekan wajib memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3).
Pasal 69
(1) KAP yang tidak melaporkan bubarnya dan/atau putusnya hubungan dengan KAPA
atau OAA dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, dikenakan sanksi
pembekuan izin.
(2) Sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenakan kepada KAP dan Pemimpin, atau Pemimpin Rekan KAP.
Pasal 70
Izin Cabang KAP:
a. dibekukan apabila izin usaha KAP yang bersangkutan dibekukan;
b. dicabut apabila izin usaha KAP yang bersangkutan dicabut;
c. dicabut apabila KAP yang bersangkutan menutup kegiatan usahanya; atau
d. dicabut apabila KAP menutup kegiatan cabang KAP yang bersangkutan.
Pasal 71
(1) Izin usaha KAP yang berbentuk usaha perseorangan:
a. dibekukan apabila izin Akuntan Publik yang bersangkutan dibekukan;
b. dicabut apabila izin Akuntan Publik yang bersangkutan dicabut;
c. dicabut apabila Akuntan Publik yang bersangkutan menjalani penghentian
pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) KAP yang berbentuk usaha persekutuan dibekukan izin usahanya apabila izin
Akuntan Publik seluruh rekan KAP yang bersangkutan dibekukan.
(3) Izin Akuntan Publik, Pemimpin, atau Pemimpin rekan KAP dibekukan, apabila izin
usaha KAP dibekukan.
Pasal 72
Akuntan Publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin dilarang:
a. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
b. menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang.
Pasal 73
KAP yang sedang dikenakan sanksi pembekuan izin dilarang:
a. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
b. mengajukan permohonan penutupan KAP.
Pasal 74
Akuntan Publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin:
a. wajib mengikuti PPL paling sedikit berjumlah 30 (tiga puluh) SKP dalam periode
1 (satu) tahun terakhir sebelum berakhirnya masa pembekuan izin dengan paling
sedikit berjumlah 15 (lima belas) SKP diantaranya di bidang auditing dan akuntansi
dan paling sedikit berjumlah 4 (empat) SKP berkaitan dengan pembinaan dan
pengawasan Akuntan Publik; dan
b. tidak dibebaskan dari tanggung jawab atas jasa-jasa yang telah selesai diberikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 75
(1) Akuntan Publik dapat dikenakan:
a. sanksi peringatan apabila Akuntan Publik yang bersangkutan mendapat sanksi
peringatan keanggotaan dari IAPI;
b. sanksi pembekuan izin apabila Akuntan Publik yang bersangkutan mendapat
sanksi pembekuan keanggotaan dari IAPI; atau
c. sanksi pencabutan izin apabila Akuntan Publik yang bersangkutan mendapat
sanksi pemberhentian keanggotaan dari IAPI.
(2) Akuntan Publik dan/atau KAP dapat dikenakan sanksi peringatan, pembekuan izin,
atau pencabutan izin apabila Akuntan Publik dan/atau KAP tersebut dikenakan
sanksi oleh instansi pemerintah lainnya.
(3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak menghapuskan
kewenangan Menteri untuk melakukan pemeriksaan terhadap Akuntan Publik
dan/atau KAP yang bersangkutan apabila terdapat keberatan dari masyarakat
terhadap sanksi yang dikenakan dan/atau terdapat informasi yang layak untuk
ditindaklanjuti.
Pasal 76
(1) Sanksi Pembekuan dan pencabutan izin Akuntan Publik, KAP atau Cabang KAP
diumumkan kepada masyarakat.
(2) Sanksi peringatan terhadap Akuntan Publik, KAP, atau Cabang KAP dapat
diumumkan kepada masyarakat.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 77
(1) Permohonan izin Akuntan Publik, izin usaha KAP, dan izin Cabang KAP yang telah
diajukan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, namun belum
memperoleh izin, wajib diajukan kembali sesuai dengan persyaratan yang diatur
dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) KAP dan Cabang KAP wajib menyesuaikan komposisi auditor sesuai ketentuan dalam
Pasal 18 ayat (1) huruf c atau Pasal 22 ayat (1) huruf c atau pasal 41 huruf b dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan.
(3) KAP wajib menyesuaikan penulisan huruf sesuai ketentuan dalam Pasal 27 ayat (2)
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan
ini.
Pasal 78
(1) KAP yang telah memperoleh persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA
bersama-sama nama KAP pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan
ini, dinyatakan telah memperoleh persetujuan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan ini.
(2) Akuntan Publik yang telah memperoleh persetujuan pemberhentian jasa Akuntan
Publik untuk sementara waktu, yang masih berlaku pada saat berlakunya Peraturan
Menteri Keuangan ini dinyatakan telah memperoleh persetujuan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Pengenaan sanksi peringatan dan/atau pembekuan izin terhadap Akuntan Publik,
KAP dan/atau Cabang KAP yang dikenakan berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003,
dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 79
Penyelenggaraan USAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e Keputusan
Menteri Keuangan nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik yang
dilaksanakan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan ini dinyatakan sah dan sertifikat tanda lulusnya memenuhi persyaratan
untuk memperoleh izin Akuntan Publik sesuai ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri
Keuangan ini.
Pasal 80
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini:
a. pemeriksaan terhadap Akuntan Publik, KAP dan/atau Cabang KAP yang sedang
berlangsung tetap dapat diteruskan dan selanjutnya tunduk kepada ketentuan
dalam Peraturan Menteri Keuangan ini;
b. pengenaan sanksi terhadap Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang
didasarkan atas hasil pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai dengan Keputusan
Menteri Keuangan nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 359/
KMK.06/2003, tunduk terhadap ketentuan Peraturan Menteri Keuangan ini;
c. Semua sanksi peringatan dan pembekuan yang telah dikenakan kepada Akuntan
Publik, KAP dan/atau Cabang KAP dinyatakan sah dan berlaku dan untuk selanjutnya
tunduk kepada ketentuan Pasal 66 dan Pasal 67 dalam Peraturan Menteri Keuangan
ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 81
(1) Akuntan Publik, Kantor Akuntan Publik dan Cabang Kantor Akuntan Publik yang
telah memiliki izin yang masih berlaku pada saat berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan ini dinyatakan telah memperoleh izin berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan ini.
(2) Akuntan yang telah memiliki Sertifikat tanda lulus USAP pada saat Peraturan
Menteri Keuangan ini ditetapkan, dinyatakan tetap diakui berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan ini.
(3) Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, semua pihak dilarang
memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 apabila tidak
memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikecualikan bagi pemeriksa
Badan Pemeriksa Keuangan yang memberikan jasa dalam lingkup kewenangannya
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 82
(1) Dengan berlakunya Peraturan M enteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003 dinyatakan tidak
berlaku lagi.
(2) Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Februari 2008
MENTERI KEUANGAN,
LAMPIRAN 11
1. TERHADAP MANAJEMEN
1.1. Mengharuskan adanya sertifikasi CEO/CFO atas laporan berkala yang
disampaikan ke SEC
1.2. Laporan Internal Control
1.2.1. Setiap laporan tahunan diharuskan untuk melampirkan laporan dari
manajemen mengenai penaksiran internal control.
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan
jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Akuntan Publik Asing adalah warga negara asing yang telah memperoleh izin
berdasarkan hukum di negara yang bersangkutan untuk memberikan jasa sekurang-
kurangnya jasa audit atas informasi keuangan historis.
3. Asosiasi Profesi Akuntan Publik adalah organisasi profesi Akuntan Publik yang
bersifat nasional.
4. Asosiasi Profesi Akuntan adalah organisasi profesi Akuntan yang bersifat
nasional.
5. Kantor Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat KAP, adalah badan usaha yang
didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dan mendapatkan
izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini.
6. Organisasi Audit Indonesia, yang selanjutnya disingkat OAI, adalah organisasi di
Indonesia yang merupakan jaringan kerja sama antar- KAP.
7. Kantor Akuntan Publik Asing, yang selanjutnya disingkat KAPA, adalah badan
usaha yang didirikan berdasarkan hukum negara tempat KAPA berkedudukan dan
melakukan kegiatan usaha sekurang-kurangnya di bidang jasa audit atas informasi
keuangan historis.
8. Organisasi Audit Asing, yang selanjutnya disingkat OAA, adalah organisasi di luar
negeri yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan di negara yang
bersangkutan, yang anggotanya terdiri dari badan usaha jasa profesi yang melakukan
kegiatan usaha sekurang-kurangnya di bidang jasa audit atas informasi keuangan
historis.
9. Pihak Terasosiasi adalah Rekan KAP yang tidak menandatangani laporan pemberian
jasa, pegawai KAP yang terlibat dalam pemberian jasa, atau pihak lain yang terlibat
langsung dalam pemberian jasa.
10. Rekan adalah sekutu pada KAP yang berbentuk usaha persekutuan.
11. Standar Profesional Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat SPAP, adalah acuan
yang ditetapkan menjadi ukuran mutu yang wajib dipatuhi oleh Akuntan Publik
dalam pemberian jasanya.
12. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang keuangan.
Pasal 2
Wilayah kerja Akuntan Publik meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
BAB II
BIDANG JASA
Bagian Kesatu
Jenis Jasa
Pasal 3
(1) Akuntan Publik memberikan jasa asurans, yang meliputi:
a. jasa audit atas informasi keuangan historis;
b. jasa reviu atas informasi keuangan historis; dan
c. jasa asurans lainnya.
(2) Jasa asurans sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan oleh
Akuntan Publik.
(3) Selain jasa asurans sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Akuntan Publik dapat
memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, dan
manajemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pembatasan Pemberian Jasa
Pasal 4
(1) Pemberian jasa audit oleh Akuntan Publik dan/atau KAP atas informasi keuangan
historis suatu klien untuk tahun buku yang berturut-turut dapat dibatasi dalam
jangka waktu tertentu.
(2) Ketentuan mengenai pembatasan pemberian jasa audit atas informasi keuangan
historis diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III
PERIZINAN AKUNTAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Izin menjadi Akuntan Publik diberikan oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun sejak
tanggal ditetapkan dan dapat diperpanjang.
(3) Apabila masa berlaku izin Akuntan Publik telah berakhir dan tidak memperoleh
perpanjangan izin, yang bersangkutan tidak lagi menjadi
Akuntan Publik dan tidak dapat memberikan jasa asurans sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1).
Bagian Kedua
Perizinan untuk Menjadi Akuntan Publik
Pasal 6
(1) Untuk mendapatkan izin menjadi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki sertifikat tanda lulus ujian profesi akuntan publik yang sah;
b. berpengalaman praktik memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
c. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
e. tidak pernah dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin Akuntan
Publik;
f. tidak pernah dipidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih;
g. menjadi anggota Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Menteri;
dan
h. tidak berada dalam pengampuan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Perizinan untuk Akuntan Publik Asing
Pasal 7
(1) Akuntan Publik Asing dapat mengajukan permohonan izin AkuntanPublik kepada
Menteri apabila telah ada perjanjian saling pengakuan antara Pemerintah Indonesia
dan pemerintah negara dari Akuntan
Publik Asing tersebut.
(2) Untuk mendapatkan izin Akuntan Publik, Akuntan Publik Asing harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. tidak pernah dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagai
akuntan publik di negara asalnya;
d. tidak pernah dipidana;
e. tidak berada dalam pengampuan;
f. mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia;
g. mempunyai pengetahuan di bidang perpajakan dan hukum dagang Indonesia;
h. berpengalaman praktik dalam bidang penugasan asurans yang dinyatakan dalam
suatu hasil penilaian oleh asosiasi profesi akuntan publik;
i. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan oleh dokter di Indonesia; dan
j. ketentuan lain sesuai dengan perjanjian saling pengakuan antara Pemerintah
Indonesia dan pemerintah negara dari Akuntan Publik Asing.
(3) Akuntan Publik Asing yang telah memiliki izin Akuntan Publik tunduk pada
Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin
Akuntan Publik Asing menjadi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Perpanjangan Izin
Pasal 8
(1) Perpanjangan izin Akuntan Publik diberikan oleh Menteri.
(2) Untuk memperpanjang izin, Akuntan Publik harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Menteri, dengan persyaratan sebagai berikut:
a. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menjadi anggota Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang ditetapkan oleh
Menteri;
c. tidak berada dalam pengampuan; dan
d. menjaga kompetensi melalui pelatihan profesional berkelanjutan.
(3) Akuntan Publik harus mengajukan permohonan perpanjangan izin paling lambat
60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) berakhir.
(4) Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan
perpanjangan izin hingga masa berlaku izin berakhir dengan dikenai sanksi
administratif berupa denda.
(5) Menteri harus menerbitkan perpanjangan izin Akuntan Publik paling lambat 30
(tiga puluh) hari setelah:
a. persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan lengkap; atau
b. persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan lengkap dan sanksi
administratif berupa denda telah dibayar bagi Akuntan Publik yang terlambat
mengajukan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Dalam hal Menteri tidak menerbitkan perpanjangan izin Akuntan Publik dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5), izin Akuntan
Publik dinyatakan telah diperpanjang.
(7) Akuntan Publik yang tidak mengajukan permohonan perpanjangan izin setelah
5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dapat mengajukan
permohonan izin baru dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) atau Pasal 7 ayat (2).
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perpanjangan izin
Akuntan Publik diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Penghentian Pemberian Jasa Asurans untuk Sementara Waktu,
Pengunduran Diri, dan Tidak Berlakunya Izin
Pasal 9
(1) Akuntan Publik dapat mengajukan permohonan penghentian pemberian jasa
asurans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk sementara waktu.
(2) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Menteri.
(3) Jangka waktu penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling lama sampai berakhir
masa berlakunya izin.
(4) Dalam masa penghentian pemberian jasa asurans untuk sementara waktu, Akuntan
Publik tidak dapat memberikan jasa asurans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penghentian pemberian
jasa untuk sementara waktu diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 10
(1) Akuntan Publik dapat mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai Akuntan
Publik
(2) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Menteri.
(3) Akuntan Publik yang telah mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat mengajukan kembali permohonan izin Akuntan Publik setelah 1 (satu)
tahun terhitung sejak tanggal persetujuan atas pengunduran diri.
(4) Syarat untuk mengajukan kembali permohonan izin Akuntan Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) atau Pasal 7 ayat (2).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengunduran diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Izin Akuntan Publik dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. Akuntan Publik meninggal dunia; atau
b. izin Akuntan Publik tidak diperpanjang.
(2) Izin Akuntan Publik dicabut dalam hal yang bersangkutan:
a. mengajukan permohonan pengunduran diri;
b. dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin;
c. dipidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun
atau lebih;
BAB IV
KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Pasal 12
(1) KAP dapat berbentuk usaha:
a. perseorangan;
b. persekutuan perdata;
c. firma; atau
d. bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik, yang
diatur dalam Undang-Undang.
(2) Menteri menetapkan bentuk usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d sebagai bentuk usaha KAP.
Bagian Kedua
Pendirian dan Pengelolaan
Pasal 13
(1) KAP yang berbentuk usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) huruf a hanya dapat didirikan dan dikelola oleh 1 (satu) orang Akuntan
Publik berkewarganegaraan Indonesia.
(2) KAP yang berbentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(1) huruf b, huruf c, dan huruf d, hanya dapat didirikan dan dikelola jika paling sedikit
2/3 (dua per tiga) dari seluruh Rekan merupakan Akuntan Publik.
(3) KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipimpin oleh Akuntan
Publik yang berkewarganegaraan Indonesia yang merupakan Rekan pada KAP yang
bersangkutan dan berdomisili sesuai dengan domisili KAP.
(4) Dalam hal terdapat Rekan yang berkewarganegaraan asing pada KAP, jumlah Rekan
yang berkewarganegaraan asing pada KAP paling banyak 1/5 (satu per lima) dari
seluruh Rekan pada KAP.
Bagian Ketiga
Rekan non-Akuntan Publik
Pasal 14
(1) Setiap orang yang akan menjadi Rekan non-Akuntan Publik pada KAP wajib
mendaftar kepada Menteri.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dengan
syarat sebagai berikut:
a. berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (S-1) atau yang setara;
b. berpengalaman kerja paling sedikit 5 (lima) tahun di bidang keahlian yang
mendukung profesi Akuntan Publik;
c. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
e. telah mengikuti pelatihan etika profesi Akuntan Publik yang diselenggarakan
Asosiasi Profesi Akuntan Publik; dan
f. tidak pernah dipidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara menjadi Rekan non-
Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 15
Rekan non-Akuntan Publik dilarang:
a. menjadi Rekan pada 2 (dua) KAP atau lebih;
b. merangkap sebagai:
1. pejabat negara;
2. pimpinan atau pegawai pada lembaga pemerintahan, lembaga negara, atau
lembaga lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan; atau
3. jabatan lain yang mengakibatkan benturan kepentingan.
c. menandatangani dan menerbitkan laporan hasil pemberian jasa melalui KAP.
Pasal 16
(1) Menteri membatalkan status terdaftar Rekan non-Akuntan Publik dalam hal Rekan
non-Akuntan Publik:
a. tidak berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. dijatuhi hukuman pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih;
c. menjadi Rekan pada 2 (dua) KAP atau lebih;
d. merangkap sebagai:
1. pejabat negara;
Bagian Keempat
Tenaga Kerja Profesional Asing
Pasal 17
(1) KAP yang mempekerjakan tenaga kerja profesional asing harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
(2) Komposisi tenaga kerja profesional asing yang dipekerjakan pada KAP paling banyak
1/10 (satu per sepuluh) dari seluruh tenaga kerja profesional untuk masing-masing
tingkat jabatan pada KAP yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Izin Usaha
Pasal 18
(1) Izin usaha KAP diberikan oleh Menteri.
(2) Syarat untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sebagai berikut:
a. mempunyai kantor atau tempat untuk menjalankan usaha yang berdomisili di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Badan untuk KAP yang berbentuk usaha
persekutuan perdata dan firma atau Nomor Pokok Wajib Pajak Pribadi untuk
KAP yang berbentuk usaha perseorangan;
c. mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang tenaga kerja profesional pemeriksa di
bidang akuntansi;
d. memiliki rancangan sistem pengendalian mutu;
Bagian Keenam
Pendirian Cabang Kantor Akuntan Publik
Pasal 19
(1) Cabang KAP hanya dapat didirikan dan dikelola oleh KAP yang berbentuk usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d.
(2) Cabang KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh 1 (satu) orang
Akuntan Publik yang berkewarganegaraan Indonesia yang merupakan Rekan pada
KAP yang bersangkutan dan berdomisili sesuai dengan domisili cabang KAP.
(3) Pemimpin cabang KAP tidak boleh dirangkap oleh:
a. pemimpin cabang lain pada KAP yang bersangkutan; atau
b. pemimpin KAP yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
Izin Pendirian Cabang Kantor Akuntan Publik
Pasal 20
(1) Izin pendirian cabang KAP diberikan oleh Menteri.
(2) Syarat untuk mendapatkan izin pendirian cabang KAP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. mempunyai kantor atau tempat untuk menjalankan usaha cabang, yang
berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Badan cabang KAP;
c. mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang tenaga kerja profesional pemeriksa di
bidang akuntansi; dan
Bagian Kedelapan
Pencabutan dan Tidak Berlakunya Izin Usaha Kantor Akuntan
Publik
Pasal 21
(1) Izin usaha KAP dicabut dalam hal:
a. pemimpin KAP mengajukan permohonan pencabutan izin usaha KAP;
b. KAP dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha KAP;
c. izin Akuntan Publik pada KAP yang berbentuk perseorangan dicabut;
d. izin seluruh Rekan Akuntan Publik pada KAP dicabut;
e. domisili KAP berubah; atau
f. terdapat dokumen palsu atau yang dipalsukan atau pernyataan yang tidak benar
yang diberikan pada saat mengajukan permohonan izin usaha KAP.
(2) Izin usaha KAP dinyatakan tidak berlaku dalam hal:
a. izin Akuntan Publik pada KAP yang berbentuk perseorangan dinyatakan tidak
berlaku; atau
b. izin seluruh Rekan Akuntan Publik pada KAP dinyatakan tidak berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan pencabutan
izin usaha KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kesembilan
Pencabutan dan Tidak Berlakunya Izin Pendirian
Cabang Kantor Akuntan Publik
Pasal 22
(1) Izin pendirian cabang KAP dicabut dalam hal:
a. izin usaha KAP dicabut;
b. tidak terdapat pemimpin cabang KAP selama 180 (seratus delapan puluh)
hari.
c. pemimpin KAP mengajukan permohonan pencabutan izin pendirian cabang
KAP;
d. cabang KAP dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin pendirian
cabang KAP;
e. domisili cabang KAP berubah; atau
f. terdapat dokumen palsu atau yang dipalsukan atau pernyataan yang tidak benar
yang diberikan pada saat pengajuan permohonan izin pendirian cabang KAP.
(2) Izin pendirian cabang KAP dinyatakan tidak berlaku jika izin usaha KAP tidak
berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencabutan izin cabang
KAP dan tidak berlakunya izin cabang KAP diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan domisili Akuntan Publik dan KAP
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB V
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak Akuntan Publik
Pasal 24
Akuntan Publik berhak untuk:
a. memperoleh imbalan jasa;
b. memperoleh perlindungan hukum sepanjang telah memberikan jasa sesuai dengan
SPAP; dan
c. memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan
pemberian jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik
Pasal 25
(1) Akuntan Publik wajib :
a. berhimpun dalam Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang ditetapkan oleh
Menteri;
b. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bagi Akuntan
Publik yang menjadi pemimpin KAP atau pemimpin cabang KAP wajib
berdomisili sesuai dengan domisili KAP atau cabang KAP dimaksud;
c. mendirikan atau menjadi Rekan pada KAP dalam jangka waktu 180 (seratus
delapan puluh) hari sejak izin Akuntan Publik yang bersangkutan diterbitkan
atau sejak mengundurkan diri dari suatu KAP;
d. melaporkan secara tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak:
1. menjadi Rekan pada KAP;
2. mengundurkan diri dari KAP; atau
3. merangkap jabatan yang tidak dilarang dalam Undang-Undang
e. menjaga kompetensi melalui pelatihan profesional berkelanjutan; dan
f. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, dan mempunyai integritas yang
tinggi.
Pasal 26
Akuntan Publik bertanggung jawab atas jasa yang diberikan.
Pasal 27
(1) KAP atau cabang KAP wajib:
a. mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang tenaga kerja profesional pemeriksa di
bidang akuntansi;
b. mempunyai kantor atau tempat untuk menjalankan usaha;
c. memiliki dan menjalankan sistem pengendalian mutu; dan
d. memasang nama lengkap kantor pada bagian depan kantor.
(2) KAP yang mempunyai Rekan warga negara asing dan/atau mempekerjakan warga
negara asing wajib menugaskan Rekan dan/atau pegawai dimaksud untuk menyusun
dan menjalankan program pengembangan profesi akuntan publik dan/atau dunia
pendidikan akuntansi secara cuma-cuma.
(3) KAP wajib menyampaikan secara lengkap dan benar paling lambat pada setiap akhir
bulan April kepada Menteri:
a. laporan kegiatan usaha dan laporan keuangan untuk tahun takwim sebelumnya;
dan
b. laporan program dan realisasi tahunan program pengembangan profesi akuntan
publik dan/atau dunia pendidikan akuntansi bagi KAP sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(4) KAP wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri:
a. perubahan susunan Rekan;
b. perubahan pemimpin KAP dan/atau pemimpin cabang KAP;
c. perubahan domisili pemimpin KAP dan/atau pemimpin cabang KAP;
d. perubahan alamat KAP;
e. berakhirnya kerja sama dengan KAPA atau OAA;
f. pencabutan izin KAPA yang melakukan kerja sama dengan KAP oleh otoritas
negara asal KAPA; atau
g. pembubaran OAA yang melakukan kerja sama dengan KAP.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 28
(1) Dalam memberikan jasa asurans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1),
Akuntan Publik dan KAP wajib menjaga independensi serta bebas dari benturan
kepentingan.
(2) Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain,
apabila:
a. Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi mempunyai kepentingan keuangan atau
memiliki kendali yang signifikan pada klien atau memperoleh manfaat ekonomis
dari klien;
b. Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi memiliki hubungan kekeluargaan dengan
pimpinan, direksi, pengurus, atau orang yang menduduki posisi kunci di bidang
keuangan dan/atau akuntansi pada klien; dan/atau
c. Akuntan Publik memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dalam periode
yang sama atau untuk tahun buku yang sama.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai benturan kepentingan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkonsultasi dengan Komite
Profesi Akuntan Publik.
Pasal 29
(1) Akuntan Publik dan/atau Pihak Terasosiasi wajib menjaga kerahasiaan informasi
yang diperolehnya dari klien.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila digunakan
untuk kepentingan pengawasan oleh Menteri.
(3) Menteri wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari Akuntan
Publik dan/atau Pihak Terasosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Larangan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik
Pasal 30
(1) Akuntan Publik dilarang:
a. memiliki atau menjadi Rekan pada lebih dari 1 (satu) KAP;
b. merangkap sebagai:
1. pejabat negara;
2. pimpinan atau pegawai pada lembaga pemerintahan, lembaga negara, atau
lembaga lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan;
atau
3. jabatan lain yang mengakibatkan benturan kepentingan.
c. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), untuk jenis jasa
pada periode yang sama yang telah dilaksanakan oleh Akuntan Publik lain, kecuali
untuk melaksanakan ketentuan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya;
d. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3)
dalam masa pembekuan izin;
e. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3)
melalui KAP yang sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan
izin;
f. memberikan jasa selain jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan
ayat (3) melalui KAP;
g. melakukan tindakan yang mengakibatkan kertas kerja dan/atau dokumen lain
yang berkaitan dengan pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya;
h. menerima imbalan jasa bersyarat;
i. menerima atau memberikan komisi; atau
j. melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau
memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan.
(2) Larangan merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dikecualikan bagi Akuntan Publik yang merangkap sebagai pimpinan atau pegawai
pada lembaga pendidikan bidang akuntansi dan lembaga yang dibentuk dengan
undang-undang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk kepentingan
profesi di bidang akuntansi.
Pasal 31
(1) KAP dilarang:
a. melakukan kerja sama dengan KAPA atau OAA yang telah melakukan kerja sama
dengan KAP lain;
b. mencantumkan nama KAPA atau OAA yang status terdaftar KAPA atau OAA
tersebut pada Menteri dibekukan atau dibatalkan;
c. memiliki Rekan non-Akuntan Publik yang tidak terdaftar pada Menteri;
d. membuka kantor dalam bentuk lain, kecuali bentuk kantor cabang; dan
e. membuat iklan yang menyesatkan.
(2) Akuntan Publik dan/atau KAP dilarang mempekerjakan atau menggunakan jasa
Pihak Terasosiasi yang tercantum pada daftar orang tercela dalam pemberian jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3).
BAB VI
PENGGUNAAN NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Pasal 32
(1) KAP yang berbentuk usaha perseorangan harus menggunakan nama dari Akuntan
Publik yang mendirikan dan mengelola KAP tersebut.
(2) KAP yang berbentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf
b, huruf c, atau huruf d, harus menggunakan nama salah seorang atau beberapa
Akuntan Publik yang merupakan Rekan pada KAP tersebut.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan nama diatur dalam Peraturan Menteri
setelah mendapat pertimbangan dari Asosiasi Profesi Akuntan Publik.
BAB VII
KERJA SAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Kerja Sama Antar-Kantor Akuntan Publik
Pasal 33
(1) KAP dapat melakukan kerja sama dengan KAP lainnya untuk membentuk suatu
jaringan yang disebut OAI.
(2) Pembentukan OAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam akta
pendirian yang dibuat oleh dan di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia yang
paling sedikit memuat:
a. tujuan OAI yang mencakup pengembangan metodologi jasa asurans dan sistem
pengendalian mutu;
b. hak dan kewajiban KAP yang menjadi anggota OAI;
c. program pendidikan dan pelatihan bagi anggota OAI; dan
d. pendirian OAI bersifat berkelanjutan.
(3) OAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada Menteri dengan
mengajukan permohonan tertulis dan melampirkan Akta Pendirian dengan
mencantumkan nama KAP yang menjadi anggota.
(4) Menteri membatalkan status terdaftar OAI sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
apabila OAI bubar.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran dan pembatalan status terdaftar OAI
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) KAP yang merupakan anggota OAI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2)
dapat mencantumkan nama OAI bersama-sama dengan nama KAP.
(2) KAP yang merupakan anggota OAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
memberikan jasa secara bersama-sama.
(3) KAP dilarang mencantumkan lebih dari 1 (satu) nama OAI.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencantuman nama OAI diatur dalam
Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Kerja Sama Kantor Akuntan Publik dengan Kantor Akuntan
Publik Asing atau Organisasi Audit Asing
Pasal 35
(1) KAP dapat melakukan kerja sama dengan KAPA atau OAA.
(2) KAP yang melakukan kerja sama dengan KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat mencantumkan nama KAPA atau OAA bersama-sama dengan
nama KAP setelah mendapat persetujuan Menteri.
(3) Kerja sama antara KAP dengan KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dituangkan dalam perjanjian kerja sama yang dibuat oleh dan di hadapan notaris
dalam bahasa Indonesia yang paling sedikit memuat:
a. bidang jasa audit atas informasi keuangan historis;
b. penggunaan metodologi yang disepakati bersama antara KAPA atau OAA dengan
KAP;
c. bagian tanggung jawab perdata KAPA atau OAA; dan
d. kerja sama bersifat berkelanjutan.
(4) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah KAP
mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan syarat:
a. KAPA atau OAA telah terdaftar pada Menteri; dan
b. KAPA atau OAA tidak sedang melakukan kerja sama dengan KAP lain.
(5) Pencantuman nama oleh KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilakukan dengan 1 (satu) nama KAPA atau OAA.
(6) KAPA atau OAA yang namanya sudah dicantumkan oleh KAP sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) tidak dapat digunakan lagi oleh KAP lain.
Pasal 36
(1) Menteri mencabut persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA apabila:
a. kerja sama antara KAP dengan KAPA atau OAA berakhir;
b. status terdaftar KAPA atau OAA dibekukan; atau
c. status terdaftar KAPA atau OAA dibatalkan.
(2) Dalam hal persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA dicabut karena status
terdaftar KAPA atau OAA pada Menteri dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf b, KAP dapat mengajukan kembali permohonan persetujuan
pencantuman nama KAPA atau OAA kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencantuman nama KAPA atau OAA,
perjanjian kerja sama, persetujuan pencantuman nama, pengajuan permohonan, dan
persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 dan Pasal 36 diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pendaftaran, Pembekuan, dan Pembatalan Status Terdaftar Kantor Akuntan
Publik Asing atau Organisasi Audit Asing
Pasal 38
(1) KAPA yang namanya akan dicantumkan dengan nama KAP harus mengajukan
permohonan pendaftaran kepada Menteri dengan syarat sebagai berikut:
a. mempunyai izin usaha yang masih berlaku dari negara asal KAPA;
b. tidak sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin dari negara
asal KAPA; dan
c. telah menjalani reviu mutu yang dilakukan oleh regulator dan/atau asosiasi
profesi negara asal KAPA.
(2) OAA yang namanya akan dicantumkan dengan nama KAP harus mengajukan
permohonan pendaftaran kepada Menteri dengan syarat sebagai berikut:
a. memiliki kompetensi dalam bidang asurans;
b. terdaftar di suatu negara;
c. mempunyai anggota KAPA;
d. mempunyai program pelatihan; dan
e. mempunyai standar reviu mutu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran KAPA atau
OAA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 39
(1) Menteri membekukan status terdaftar KAPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 ayat (1) apabila:
a. izin usaha KAPA yang bersangkutan dibekukan di negara asal KAPA; atau
b. KAP yang bekerja sama dengan KAPA dikenai sanksi administratif berupa
pembekuan izin.
(2) Menteri membekukan status terdaftar OAA apabila KAP yang bekerja sama dengan
OAA dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin.
Pasal 40
(1) Menteri membatalkan status terdaftar KAPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 ayat (1) apabila:
a. kerja sama yang dilaksanakan tidak mencakup bidang jasa audit atas informasi
keuangan historis;
b. KAPA tidak melaksanakan kerja sama secara berkelanjutan;
c. izin usaha KAPA yang bersangkutan dicabut di negara asal KAPA;
d. KAP yang bekerja sama dengan KAPA dikenai sanksi administratif berupa
pencabutan izin; atau
e. KAPA melakukan kerja sama dengan KAP lain.
(2) Menteri membatalkan status terdaftar OAA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (2) dalam hal:
a. kerja sama yang dilaksanakan tidak mencakup bidang jasa audit atas informasi
keuangan historis;
b. OAA tidak melaksanakan kerja sama secara berkelanjutan;
c. OAA bubar;
d. KAP yang bekerja sama dengan OAA dikenai sanksi administratif berupa
pencabutan izin; atau
e. OAA melakukan kerja sama dengan KAP lain.
(3) KAPA atau OAA yang status terdaftarnya pada Menteri dibatalkan tidak dapat
mengajukan kembali permohonan pendaftaran.
BAB VIII
BIAYA PERIZINAN
Pasal 41
(1) Biaya dikenakan untuk:
a. memperoleh izin Akuntan Publik;
b. memperpanjang izin Akuntan Publik;
c. memperoleh izin usaha KAP;
d. memperoleh izin pendirian cabang KAP;
e. memperoleh persetujuan pencantuman nama KAPA atau OAA bersama-sama
dengan KAP; dan
f. memperoleh persetujuan pendaftaran KAPA atau OAA.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
Penerimaan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) merupakan Penerimaan
Negara Bukan Pajak.
BAB IX
ASOSIASI PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Pasal 43
(1) Akuntan Publik berhimpun dalam wadah Asosiasi Profesi Akuntan Publik.
(2) Menteri menetapkan hanya 1 (satu) Asosiasi Profesi Akuntan Publik untuk
menjalankan kewenangan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(3) Asosiasi Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. berbentuk badan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. mempunyai anggota paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh Akuntan
Publik;
c. memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
d. mempunyai susunan pengurus yang telah disahkan oleh rapat anggota;
e. memiliki program mengenai pelatihan profesional berkelanjutan;
f. memiliki kode etik organisasi; dan
g. memiliki program reviu mutu bagi Akuntan Publik yang menjadi anggotanya.
(4) Asosiasi Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 44
(1) Asosiasi Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)
berwenang:
a. menyusun dan menetapkan SPAP;
BAB X
KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Pasal 45
(1) Menteri membentuk Komite Profesi Akuntan Publik
(2) Keanggotaan Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berjumlah 13 orang yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a. Kementerian Keuangan;
b. Asosiasi Profesi Akuntan Publik;
c. Asosiasi Profesi Akuntan;
d. Badan Pemeriksa Keuangan;
e. otoritas pasar modal;
f. otoritas perbankan;
g. akademisi akuntansi;
h. pengguna jasa akuntan publik;
i. Kementerian Pendidikan Nasional;
j. Dewan Standar Akuntansi Keuangan;
k. Dewan Standar Akuntansi Syariah;
l. Dewan SPAP; dan
m. Komite Standar Akuntansi Pemerintah.
(3) Anggota Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diangkat oleh Menteri untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang
untuk 1 (satu) masa periode berikutnya.
(4) Keanggotaan Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bersifat kolegial.
Pasal 46
(1) Ketua Komite Profesi Akuntan Publik ditetapkan dari unsur pemerintah dan wakil
ketua ditetapkan dari unsur Asosiasi Profesi Akuntan Publik.
(2) Komite Profesi Akuntan Publik bertugas memberikan pertimbangan terhadap:
a. kebijakan pemberdayaan, pembinaan, dan pengawasan Akuntan Publik dan
KAP;
b. penyusunan standar akuntansi dan SPAP; dan
c. hal-hal lain yang diperlukan berkaitan dengan profesi Akuntan Publik.
(3) Selain memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komite
Profesi Akuntan Publik juga berfungsi sebagai lembaga banding atas hasil
pemeriksaan dan sanksi administratif yang ditetapkan oleh Menteri atas Akuntan
Publik dan KAP.
(4) Keputusan Komite Profesi Akuntan Publik atas banding sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) bersifat final dan mengikat.
(5) Tata cara beracara banding ditetapkan oleh Komite Profesi Akuntan Publik.
Pasal 47
Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2)
dan ayat (3), Komite Profesi Akuntan Publik dibantu oleh sekretariat.
Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan unsur-unsur,
serta tata kerja Komite Profesi Akuntan Publik, dan sekretariat Komite Profesi Akuntan
Publik diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49
Menteri berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Akuntan Publik,
KAP, dan cabang KAP.
Bagian Kedua
Pembinaan
Pasal 50
Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Menteri
berwenang:
a. menetapkan peraturan atau keputusan yang berkaitan dengan pembinaan Akuntan
Publik, KAP, dan cabang KAP;
b. menetapkan kebijakan tentang SPAP, ujian profesi akuntan publik, dan pendidikan
profesional berkelanjutan;
c. melakukan tindakan yang diperlukan terkait dengan:
1. SPAP;
2. penyelenggaraan ujian sertifikasi profesi akuntan publik; dan
3. pendidikan profesional berkelanjutan, untuk melindungi kepentingan publik.
Pasal 51
(1) Dalam melakukan pengawasan, Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Akuntan
Publik, KAP, dan/atau cabang KAP.
(2) Menteri dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas nama Menteri untuk melakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
berwenang untuk:
a. meminta keterangan, informasi dan/atau dokumen kepada Pihak Terasosiasi;
dan
b. meminta keterangan, informasi dan/atau dokumen kepada asosiasi profesi.
(4) Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP dilarang menolak atau menghindari
pemeriksaan dan menghambat kelancaran pemeriksaan.
(5) Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP yang diperiksa wajib memperlihatkan
dan meminjamkan kertas kerja, laporan dan dokumen lainnya serta memberikan
keterangan yang diperlukan termasuk kertas kerja yang berkaitan dengan nasabah
penyimpan dan simpanannya pada bank.
(6) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) hanya dilakukan untuk memperoleh keyakinan atas kepatuhan Akuntan Publik,
KAP, dan cabang KAP terhadap Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya,
serta SPAP.
(7) Pemeriksa yang ditugasi oleh Menteri wajib menjaga kerahasiaan informasi yang
diperolehnya dari Akuntan Publik yang diperiksa.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap Akuntan Publik,
KAP, dan/atau cabang KAP diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 52
(1) Menteri mencantumkan Pihak Terasosiasi dalam daftar orang tercela,
dalam hal Pihak Terasosiasi:
a. menolak memberikan keterangan dan/atau memberikan keterangan atau
dokumen palsu atau yang dipalsukan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3);
b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1);
c. dikenai pidana karena melakukan pelanggaran atas Undang- Undang ini;
atau
d. dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun
atau lebih.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencantuman Pihak Terasosiasi dalam
daftar orang tercela diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 53
(1) Menteri berwenang mengenakan sanksi administratif kepada Akuntan Publik, KAP,
dan/atau cabang KAP atas pelanggaran ketentuan administratif.
(2) Pelanggaran ketentuan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
pelanggaran terhadap Pasal 4, Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (4), Pasal 13, Pasal 17,
Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal
31, Pasal 32, Pasal 34 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 35 ayat (5) dan ayat (6), atau Pasal
51 ayat (4) dan ayat (5).
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu;
d. pembatasan pemberian jasa tertentu;
e. pembekuan izin;
f. pencabutan izin; dan/atau
g. denda.
(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g dapat diberikan tersendiri atau
bersamaan dengan pengenaan sanksi administratif lainnya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan
besaran denda diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
Penerimaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf g dan ayat (4)
merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 55
Akuntan Publik yang:
a. melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan
data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (1) huruf j;
b. dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan
data atau catatan pada kertas kerja atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan
dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sehingga
tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya dalam rangka pemeriksaan oleh pihak
yang berwenang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 56
Pihak Terasosiasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 57
(1) Setiap orang yang memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan dokumen
palsu atau yang dipalsukan untuk mendapatkan atau memperpanjang izin Akuntan
Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (2), atau Pasal 8
ayat (2), dan/atau untuk mendapatkan izin usaha KAP atau izin pendirian cabang
KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) atau Pasal 20 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang bukan Akuntan Publik, tetapi menjalankan profesi Akuntan
Publik dan bertindak seolah-olah sebagai Akuntan Publik sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan
oleh korporasi, pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda
paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4) Dalam hal korporasi tidak dapat membayar denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), pihak yang bertanggung jawab dipidana dengan pidana penjara paling singkat
2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun.
BAB XIV
KEDALUWARSA TUNTUTAN ATAU GUGATAN
Pasal 58
(1) Akuntan Publik yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
dibebaskan dari tuntutan pidana apabila perbuatan yang dilakukan telah lewat dari
5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal laporan hasil pemberian jasa.
(2) Akuntan Publik dibebaskan dari gugatan terkait dengan pemberian jasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) apabila perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 yang dilakukan telah lewat dari 5 (lima) tahun terhitung
sejak tanggal laporan hasil pemberian jasa.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP yang telah memiliki izin Akuntan Publik,
KAP, dan cabang KAP yang masih berlaku dinyatakan tetap berlaku.
b. Akuntan Publik yang telah memiliki izin Akuntan Publik yang masih berlaku
harus memperbarui (registrasi ulang) izin Akuntan Publiknya dalam waktu paling
lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang- Undang ini dengan menyampaikan
dokumen berupa surat keterangan domisili dan Nomor Pokok Wajib Pajak.
c. Permohonan izin Akuntan Publik, izin usaha KAP dan/atau izin pendirian cabang
KAP yang telah diajukan dan sedang dalam proses, harus diajukan kembali sesuai
dengan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
d. Sertifikat tanda lulus ujian profesi yang telah diterbitkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia atau Institut Akuntan Publik Indonesia dinyatakan masih berlaku
untuk memenuhi persyaratan memperoleh izin Akuntan Publik sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a sampai ada ketentuan yang
baru.
e. Rekan non-Akuntan Publik yang telah menjadi rekan pada suatu KAP dalam waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang- Undang ini harus mendaftar
sebagai Rekan non-Akuntan Publik dengan menyampaikan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c, dan huruf d.
f. KAPA atau OAA yang namanya telah dicantumkan bersama-sama dengan nama
KAP harus mendaftar dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya
Undang-Undang ini.
g. KAP harus menyesuaikan komposisi tenaga kerja profesional dalam waktu paling
lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
h. Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang telah diakui oleh Menteri ditetapkan
kembali dengan Keputusan Menteri sebagai Asosiasi Profesi Akuntan Publik untuk
menjalankan kewenangan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
i. SPAP yang ditetapkan oleh Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang telah diakui oleh
Menteri dinyatakan tetap berlaku.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang
Pemakaian Gelar Akuntan (“Accountant”) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
705) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
Pasal 61
(1) Semua Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang- Undang ini
ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan.
(2) Semua Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksanaan Undang- Undang ini
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan
Pasal 62
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang
ini dengan penempatannya pada Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Disahkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 2011
Mei 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd ttd
Undang-Undang ini mengatur hak eksklusif yang dimiliki oleh Akuntan Publik,
yaitu jasa asurans yang hanya dapat dilakukan oleh Akuntan Publik. Dalam rangka
perlindungan dan kepastian hukum bagi profesi Akuntan Publik, juga diatur
mengenai kedaluwarsa tuntutan pidana dan gugatan kepada Akuntan Publik.
Di samping mengatur profesi Akuntan Publik, Undang-Undang ini juga mengatur
KAP yang merupakan wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasa
profesional. Hal yang mendasar mengenai pengaturan KAP antara lain mengenai
perizinan KAP dan bentuk usaha KAP. Salah satu persyaratan izin usaha KAP adalah
memiliki rancangan sistem pengendalian mutu sehingga dapat menjamin bahwa
perikatan profesional dilaksanakan sesuai dengan SPAP. Sementara itu, pengaturan
mengenai bentuk usaha KAP dimaksudkan agar sesuai dengan karakteristik profesi
Akuntan Publik, yaitu independensi dan tanggung jawab profesional Akuntan
Publik terhadap hasil pekerjaannya.
Pasal 2
Cukup jelas.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “jasa audit atas informasi keuangan historis”
adalah perikatan asurans yang diterapkan atas informasi keuangan
historis yang bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai atas
kewajaran penyajian informasi
keuangan historis tersebut dan kesimpulannya dinyatakan dalam
bentuk pernyataan positif.
Informasi keuangan historis mencakup antara lain laporan keuangan,
bagian dari suatu laporan keuangan, atau laporan yang dilampirkan
dalam suatu laporan keuangan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “jasa reviu atas informasi keuangan historis”
adalah perikatan asurans yang diterapkan atas informasi keuangan
historis yang bertujuan untuk memberikan keyakinan terbatas atas
kewajaran penyajian informasi
keuangan historis tersebut dan kesimpulannya dinyatakan dalam
bentuk pernyataan negatif.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “jasa asurans lainnya” adalah perikatan asurans
selain jasa audit atau reviu atas informasi keuangan historis. Yang
termasuk jasa asurans lainnya antara lain perikatan asurans untuk
melakukan evaluasi atas kepatuhan terhadap peraturan, evaluasi atas
efektivitas pengendalian internal, pemeriksaan atas informasi keuangan
prospektif, dan penerbitan comfort letter untuk penawaran umum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “jasa lainnya yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan,
dan manajemen” antara lain adalah jasa audit kinerja, jasa internal audit, jasa
perpajakan, jasa kompilasi laporan keuangan, jasa pembukuan, jasa prosedur
yang disepakati atas informasi keuangan, dan jasa sistem teknologi informasi.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai jumlah tahun
buku yang dapat diaudit oleh Akuntan Publik dan/atau KAP secara berturut-
turut, jenis industri, perusahaan publik atau privat, dan sanksi administratif
untuk menjaga independensi Akuntan Publik dan/atau KAP.
Pasal 5
Ayat (1)
Izin yang dimaksud adalah izin untuk berpraktik sebagai Akuntan Publik.
Ayat (2)
Perpanjangan izin dilakukan secara administratif.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perjanjian saling pengakuan” (mutual recognition
agreement) adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah
negara lain mengenai saling pengakuan kesetaraan profesi Akuntan
Publik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 12 Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik
profesi Akuntan Publik” adalah bentuk usaha yang menunjukkan adanya
independensi dan tanggung jawab yang melekat pada Akuntan Publik,
contohnya Limited Liability Partnership dan Professional Limited Liability
Company.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Jabatan yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan mengacu
pada ketentuan mengenai benturan kepentingan dalam Undang-
Undang ini.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Jabatan yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan mengacu
pada ketentuan mengenai benturan kepentingan dalam Undang-
Undang ini.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tenaga kerja profesional asing” adalah tenaga kerja
selain Rekan pada KAP yang terkait dengan pemberian jasa, misalnya staf
auditor dan tenaga ahli di bidang tertentu yang berkaitan dengan pemberian
jasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “mempunyai kantor” adalah memiliki atau menyewa
kantor.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Tenaga kerja profesional pemeriksa di bidang akuntansi paling sedikit
terdiri atas satu orang tenaga pemeriksa berpendidikan sarjana di
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
KAP yang berbentuk usaha selain perseorangan, pengajuan permohonan
pencabutan izin usaha KAP harus dengan persetujuan seluruh Rekan
pada KAP.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dokumen palsu atau yang dipalsukan atau pernyataan yang tidak benar
tersebut telah mendapat keputusan dari pihak yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pemimpin KAP mengajukan permohonan pencabutan izin pendirian
cabang KAP berdasarkan persetujuan seluruh Rekan pada KAP.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 23
Penentuan domisili tidak berkaitan dengan domisili hukum atau tempat kedudukan
hukum.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Akuntan Publik termasuk juga Akuntan Publik
Asing yang telah memperoleh izin Akuntan Publik.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kertas kerja” adalah dokumen tertulis, dokumen
elektronik, atau dokumen dalam bentuk lainnya yang menggambarkan
proses dan hasil kerja Akuntan Publik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab” adalah tanggung jawab perdata.
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “mempunyai kantor” adalah memiliki atau m
enyewa kantor.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Penyampaian laporan keuangan ditujukan untuk digunakan Menteri
dalam proses pembinaan dan pengawasan, bukan dimaksudkan sebagai
bentuk pertanggungjawaban keuangan KAP.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Ketentuan mengenai tata cara pelaporan mencakup juga format
pelaporan.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Yang termasuk dalam Pihak Terasosiasi antara lain adalah tenaga spesialis
yang dikontrak oleh Akuntan Publik atau KAP. Contoh spesialis antara lain
adalah aktuaris, penilai, ahli hukum, ahli lingkungan, dan ahli geologi.
Ayat (2)
Pengawasan oleh Menteri Keuangan mencakup antara lain pemeriksaan
kertas kerja dan permintaan keterangan untuk memperoleh keyakinan
atas kepatuhan Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP terhadap Undang-
Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, serta SPAP.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Jabatan yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan mengacu
pada ketentuan Pasal 28 ayat (3) yang diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “telah dilaksanakan oleh Akuntan Publik lain”
adalah kondisi ketika Akuntan Publik lain tersebut telah menerbitkan
laporan hasil pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1).
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “imbalan jasa bersyarat” adalah imbalan
jasa yang ditetapkan yang nilai imbalan jasa dimaksud ditentukan
berdasarkan kondisi-kondisi tertentu, misalnya berdasarkan jenis opini
yang akan diberikan.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “komisi” adalah imbalan dalam bentuk uang
atau barang atau bentuk lainnya yang bertujuan untuk memperoleh
perikatan jasa.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kerja sama” adalah kerja sama yang
mencantumkan nama KAPA atau OAA.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Iklan dianggap tidak menyesatkan apabila hanya meliputi identitas
Akuntan Publik dan/atau KAP, jenis jasa yang dapat disediakan, dan
pengalaman Akuntan Publik dan/atau KAP.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “daftar orang tercela” adalah daftar yang memuat
nama-nama orang yang dinyatakan tercela oleh otoritas tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan, misalnya oleh Menteri dan otoritas pasar
modal.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Semua bidang jasa audit atas informasi keuangan historis yang diberikan
Akuntan Publik melalui KAP harus tercantum dalam perjanjian kerja
sama dengan KAPA atau OAA.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “metodologi” termasuk akses penggunaan
segala hal yang terkait dengan hak intelektual dan hak cipta dari para
pihak yang terlibat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kerja sama bersifat berkelanjutan” adalah kerja
sama yang tidak terbatas untuk suatu penugasan tertentu.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
KAPA dan afiliasinya di berbagai negara dianggap sebagai satu KAPA.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Ketentuan ini juga berlaku dalam hal pelanggaran terjadi pada saat
KAP bekerja sama dengan KAPA dan pelanggaran tersebut baru
ditemukan setelah KAPA sudah tidak bekerja sama lagi dengan
KAP.
Ayat (2)
Ketentuan ini juga berlaku dalam hal pelanggaran terjadi pada saat KAP
bekerja sama dengan OAA dan pelanggaran tersebut baru ditemukan
setelah OAA sudah tidak bekerja sama lagi dengan KAP.
Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kerja sama berkelanjutan” adalah kerja sama
yang tidak terbatas untuk suatu penugasan tertentu.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Ketentuan ini juga berlaku bila pelanggaran yang mengakibatkan
pencabutan izin dilakukan pada saat KAPA masih bekerja sama dengan
KAP walaupun KAPA tidak bekerja sama lagi dengan KAP dimaksud
pada saat KAP dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kerja sama dengan KAP lain” adalah untuk
pencantuman nama KAPA.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf d
Ketentuan ini juga berlaku bila pelanggaran yang mengakibatkan
pencabutan izin dilakukan pada saat OAA masih bekerja sama dengan
KAP walaupun OAA tidak bekerja sama lagi dengan KAP dimaksud
pada saat KAP dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kerja sama dengan KAP lain” adalah kerja sama
yang mencantumkan nama OAA.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasa1l 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai proses penyusunan
dan penetapan SPAP serta penentuan persyaratan peserta ujian profesi
akuntan publik.
Pasal 45
Ayat (1)
Komite Profesi Akuntan Publik ini bersifat independen dalam pengambilan
keputusan dan pembentukan oleh Menteri bersifat administratif.
Komite Profesi Akuntan Publik dibentuk untuk meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas profesi dalam pembinaan, pemberdayaan, dan pengawasan
untuk melindungi kepentingan masyarakat.
Ayat (2)
Ketua dan Wakil sebagaimana dimaksud dalam ayat ini adalah bersifat
koordinasi, bukan struktural dan bertujuan untuk memfasilitasi
penyelenggaraan tugas Komite Profesi Akuntan Publik.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Standar akuntansi mencakup standar akuntansi keuangan dan standar
akuntansi syariah.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Menteri ditujukan untuk menilai ketaatan
Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP terhadap Undang- Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak lain” misalnya aparat pengawasan intern
pemerintah dan Asosiasi Profesi Akuntan Publik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Huruf a
Pihak Terasosiasi dapat menolak memberi keterangan apabila informasi
yang terkait dengan pekerjaannya dilindungi oleh Undang-Undang.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Sanksi administratif adalah sanksi atau hukuman atas pelanggaran
ketentuan administratif.
Apabila Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP berkeberatan atas
sanksi yang dikenakan oleh Menteri maka Akuntan Publik, KAP, dan/atau
cabang KAP dapat mengajukan banding sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 46 ayat (3).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b.
Yang dimaksud dengan “pihak berwenang” antara lain adalah Menteri,
kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pihak yang bertanggung jawab” adalah yang
memberi perintah untuk melakukan tindak pidana dan/atau yang bertindak
sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
SALINAN
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 38 /POJK.05/2015
TENTANG
PENDAFTARAN DAN PENGAWASAN KONSULTAN AKTUARIA,
AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN
DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENDAFTARAN
DAN PENGAWASAN KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI
YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI INDUSTRI KEUANGAN NONBANK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat LJKNB adalah lembaga
yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, termasuk
yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip
syariah.
2. Industri Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat IKNB adalah industri
keuangan yang terdiri dari LJKNB.
3. Konsultan Aktuaria adalah aktuaris yang bekerja pada kantor konsultan aktuaria
dan memberikan jasa di sektor IKNB.
4. Akuntan Publik adalah akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan memberikan jasa di
sektor IKNB.
5. Penilai adalah seseorang yang dengan keahliannya menjalankan kegiatan penilaian
aset dan memberikan jasa di sektor IKNB.
6. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan.
BAB II
RUANG LINGKUP PENDAFTARAN
Bagian Kesatu
Kewajiban Pendaftaran Konsultan Aktuaria,
Akuntan Publik, dan Penilai
Pasal 2
(1) Untuk dapat menyediakan jasa bagi LJKNB, Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik,
dan Penilai wajib terlebih dahulu terdaftar di OJK sebagai penyedia jasa di sektor
IKNB.
(2) Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jasa yang dipersyaratkan
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor IKNB atau berdasarkan
rekomendasi OJK dalam rangka pengawasan LJKNB.
Pasal 3
LJKNB dilarang menggunakan jasa yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) dari Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai yang tidak
terdaftar di OJK.
Bagian Kedua
Masa Pemberian Jasa
Pasal 4
(1) Konsultan Aktuaria dilarang memberikan jasa yang dipersyaratkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) kepada LJKNB yang sama lebih dari 3 (tiga) kali
berturut-turut.
(2) Dalam hal Konsultan Aktuaria telah memberikan jasa yang dipersyaratkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) kepada LJKNB yang sama selama 3
(tiga) kali berturut-turut, maka Konsultan Aktuaria yang bersangkutan baru dapat
memberikan kembali jasa yang dipersyaratkan kepada LJKNB yang sama setelah 1
(satu) kali tidak memberikan jasa yang dipersyaratkan.
Pasal 5
(1) Akuntan Publik dilarang memberikan jasa yang dipersyaratkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) kepada LJKNB yang sama lebih dari 5 (lima) tahun
buku berturut-turut.
(2) Dalam hal Akuntan Publik telah memberikan jasa yang dipersyaratkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) kepada LJKNB yang sama selama 5 (lima) tahun buku
berturut-turut, maka Akuntan Publik yang bersangkutan baru dapat memberikan
kembali jasa yang dipersyaratkan kepada LJKNB yang sama setelah 2 (dua) tahun
buku.
Pasal 6
BAB III
PERSYARATAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN
KONSULTAN AKTUARIA, AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI
Pasal 7
Untuk dapat terdaftar di OJK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1), Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan
Penilai harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki izin praktik dari Menteri Keuangan;
b. tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan/atau dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak memiliki kredit macet;
c. memiliki pengalaman dan kompetensi di sektor IKNB; dan
d. tidak pernah dikenakan sanksi pembatalan surat tanda terdaftar sebagai Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dari OJK.
Pasal 8
(1) Pendaftaran Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai didasarkan pada
permohonan pendaftaran.
(2) Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan yang
bersangkutan kepada OJK dan disertai dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi izin praktik dari Menteri Keuangan;
b. daftar riwayat hidup terbaru yang telah ditandatangani;
c. fotokopi ijazah pendidikan formal terakhir;
d. fotokopi nomor pokok wajib pajak;
e. fotokopi sertifikat program pelatihan di sektor IKNB;
f. surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa yang bersangkutan
tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan/atau dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana di bidang keuangan serta tidak memiliki kredit macet;
dan
g. formulir permohonan pendaftaran.
(3) Dalam hal Akuntan Publik atau Penilai telah terdaftar di OJK selain di sektor IKNB,
permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan yang
bersangkutan kepada OJK dan disertai dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi surat tanda terdaftar yang diterbitkan OJK;
Pasal 9
(1) OJK menyetujui atau menolak permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat
(1) dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan
pendaftaran diterima secara lengkap.
(2) Dalam hal permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1) tidak lengkap, OJK memberikan surat pemberitahuan kepada pemohon yang
menyatakan bahwa permohonan pendaftaran tidak lengkap dalam jangka waktu
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan pendaftaran diterima.
(3) Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan dokumen yang dipersyaratkan dalam
waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dianggap telah membatalkan permohonan pendaftaran.
(4) Dalam hal permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
disetujui, OJK menerbitkan surat tanda terdaftar kepada pemohon.
(5) Dalam hal setelah 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan pendaftaran diterima
OJK, OJK belum menerbitkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) atau surat tanda terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dapat memberikan jasa kepada LJKNB.
(6) Dalam hal setelah Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai memberikan
jasa kepada LJKNB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diketahui bahwa terdapat
kekurangan atau ketidaksesuaian dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), OJK menerbitkan surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai larangan bagi Konsultan Aktuaria,
Akuntan Publik, atau Penilai untuk memberikan jasa kepada LJKNB.
(7) OJK mengumumkan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang
memiliki surat tanda terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melalui situs
web OJK.
BAB IV
Bagian Kesatu
Penghentian Pemberian Jasa untuk
Sementara Waktu atas Permintaan Sendiri
Pasal 11
(1) Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dapat mengajukan permohonan
persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan
sendiri kepada OJK.
(2) Permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, atau Penilai yang bersangkutan secara tertulis kepada OJK dengan
melampirkan:
a. alasan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan
sendiri;
b. surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak
sedang dalam perikatan dengan LJKNB; dan
c. formulir penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan
sendiri.
(3) OJK menerbitkan persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, dan Penilai menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan
diterima secara lengkap.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara permohonan persetujuan
penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Surat Edaran OJK.
Pasal 12
Persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling singkat 1 (satu)
tahun.
Pasal 13
(1) Surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dinyatakan
tidak berlaku untuk sementara waktu oleh OJK dalam hal:
a. yang bersangkutan telah mendapat surat persetujuan penghentian pemberian
jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3);
b. yang bersangkutan memiliki persetujuan penghentian pemberian jasa untuk
sementara waktu yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan; atau
c. yang bersangkutan belum memperpanjang izin praktik dari Menteri Keuangan
dalam hal masa berlaku izin telah berakhir.
(2) Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dikecualikan dari kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) selama surat tanda terdaftar atas
nama yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku untuk sementara waktu oleh
OJK.
Pasal 14
(1) Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang akan mengakhiri masa
penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) wajib terlebih dahulu memperoleh pengaktifan kembali surat tanda
terdaftar.
(2) Untuk memperoleh pengaktifan kembali surat tanda terdaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai harus
memberitahukan kepada OJK dengan menyampaikan:
a. permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar; dan
b. bukti mengikuti program pendidikan berkelanjutan yang diikuti paling lama
1 (satu) tahun sebelum penyampaian permohonan pengaktifan kembali surat
tanda terdaftar.
(3) OJK mengaktifkan kembali surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, atau Penilai dengan memberikan surat pemberitahuan kepada Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dalam jangka waktu paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak permohonan pengaktifan kembali surat tanda terdaftar
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterima secara lengkap.
(4) OJK berwenang mencabut surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, atau Penilai yang tidak mengajukan permohonan pengaktifan kembali surat
tanda terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan berakhirnya
masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara permohonan pengaktifan
kembali surat tanda terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Surat Edaran OJK.
Pasal 15
(1) Dalam hal Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai mengakhiri masa
penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) huruf b karena memiliki surat pengaktifan kembali yang diterbitkan
oleh Menteri Keuangan, OJK menerbitkan surat yang menyatakan pengaktifan
kembali surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai
yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai mengakhiri masa
penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) huruf c karena telah memperpanjang izin praktik dari Menteri
Keuangan, OJK menerbitkan surat yang menyatakan pengaktifan kembali surat tanda
terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pengunduran Diri atas Permintaan Sendiri
Pasal 16
(1) Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dapat mengajukan permohonan
pengunduran diri atas permintaan sendiri kepada OJK.
(2) Permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai secara tertulis kepada OJK dengan
disertai dokumen sebagai berikut:
a. surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa yang bersangkutan
mengundurkan diri dan telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang berasal
dari OJK;
b. surat pernyataan yang menyatakan bahwa Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik,
atau Penilai tidak sedang dalam perikatan dengan LJKNB;
c. asli surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai;
dan
d. formulir pengunduran diri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara permohonan pengunduran
diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran OJK.
Pasal 17
(1) OJK memberikan persetujuan pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1) dengan menerbitkan surat pembatalan surat tanda terdaftar Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai.
(2) OJK menolak permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1), dalam hal yang bersangkutan:
a. sedang diperiksa oleh Kementerian Keuangan atau OJK;
b. telah dikenakan sanksi peringatan tertulis oleh OJK sebanyak 2 (dua) kali
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir terhitung sejak saat permohonan
disampaikan secara lengkap;
c. sedang menjalani kewajiban yang harus dilakukan berdasarkan rekomendasi
Kementerian Keuangan atau OJK; atau
d. sedang menjalani sanksi dari Kementerian Keuangan atau OJK.
(3) OJK menerbitkan surat pembatalan surat tanda terdaftar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
diterimanya permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1) secara lengkap.
(4) Dalam hal permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1) tidak lengkap, OJK memberikan surat pemberitahuan kepada pemohon
yang menyatakan bahwa permohonan tidak lengkap dalam jangka waktu paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima.
(5) Pemohon yang tidak melengkapi kekurangan dokumen yang dipersyaratkan
dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dianggap telah membatalkan permohonan
pengunduran diri.
Pasal 18
(1) Surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dinyatakan
tidak berlaku dalam hal:
a. OJK membatalkan surat tanda terdaftar berdasarkan permintaan sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1);
b. yang bersangkutan meninggal dunia;
c. izin Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dicabut oleh Kementerian
Keuangan;
d. yang bersangkutan dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang
keuangan; atau
e. yang bersangkutan menyampaikan dokumen palsu atau yang dipalsukan atau
pernyataan yang tidak benar pada saat pengajuan permohonan pendaftaran.
(2) OJK mengumumkan surat tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik,
atau Penilai yang tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui situs
web OJK.
BAB VI
PENGAWASAN KONSULTAN AKTUARIA,
AKUNTAN PUBLIK, DAN PENILAI
Pasal 19
(1) OJK melakukan pengawasan terhadap Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau
Penilai yang terdaftar di OJK.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK dapat
melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu terhadap Konsultan Aktuaria, Akuntan
Publik, atau Penilai.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
(4) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menilai
ketaatan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai terhadap ketentuan
dalam Peraturan OJK ini dan peraturan pelaksanaannya.
(5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan apabila terdapat
informasi baik dari internal maupun eksternal OJK yang perlu ditindaklanjuti.
(6) Dalam pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Konsultan
Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai yang diperiksa wajib:
Pasal 20
Dalam melakukan pengawasan terhadap Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau
Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), OJK dapat melakukan koordinasi
dan pertukaran informasi dengan pihak lain yang berkaitan dengan Konsultan Aktuaria,
Akuntan Publik, atau Penilai.
BAB VII
SANKSI
Bagian Kesatu
Jenis Sanksi
Pasal 21
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1),
Pasal 6 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), dan Pasal 19 ayat (6) Peraturan
OJK ini dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha; dan/atau
c. pembatalan surat tanda terdaftar.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3 Peraturan OJK ini dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha; dan/atau
c. pencabutan izin usaha.
Pasal 22
(1) Pengenaan sanksi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf
a dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu paling
lama masing-masing 30 (tiga puluh) hari.
(2) Dalam hal Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai telah dikenakan
sanksi peringatan terakhir, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah
peringatan dimaksud Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai tetap tidak
dapat mengatasi penyebab dari sanksi, Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau
Penilai yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) huruf b.
Pasal 23
(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b berlaku sejak tanggal
ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Dalam hal Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dapat mengatasi
penyebab dari sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b.
(3) Dalam hal Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai tidak dapat mengatasi
penyebab dari sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b dalam
jangka waktu sampai berakhirnya sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disimpulkan bahwa Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai tidak mampu
atau tidak bersedia mengatasi penyebab dari sanksi termaksud, OJK mencabut surat
tanda terdaftar Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai.
Pasal 24
(1) Pengenaan sanksi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf
a dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu paling
lama masing-masing 30 (tiga puluh) hari.
(2) Dalam hal LJKNB telah dikenakan sanksi peringatan terakhir, dan dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari setelah peringatan dimaksud LJKNB tetap tidak dapat
mengatasi penyebab dari sanksi, LJKNB yang bersangkutan dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b.
Pasal 25
(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b berlaku sejak tanggal
ditetapkan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Dalam hal LJKNB dapat mengatasi penyebab dari sanksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (2) huruf b dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK
mencabut sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b.
(3) Dalam hal LJKNB tidak dapat mengatasi penyebab dari sanksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b dalam jangka waktu sampai berakhirnya sanksi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disimpulkan bahwa LJKNB tidak mampu
atau tidak bersedia mengatasi penyebab dari sanksi termaksud, OJK mencabut izin
usaha LJKNB yang bersangkutan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
Selama 12 (dua belas) bulan pertama sejak Peraturan OJK ini berlaku, surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan surat tanda terdaftar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) disampaikan OJK kepada pemohon dalam jangka
waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja.
Pasal 27
Kontrak perikatan kerja pemberian jasa Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau
Penilai yang telah disepakati sebelum diundangkannya Peraturan OJK ini tetap dapat
dilaksanakan sampai dengan masa berlaku kontrak pemberian jasa berakhir.
Pasal 28
(1) Dalam hal pada saat Peraturan OJK ini berlaku, Menteri Keuangan belum
memberlakukan peraturan mengenai izin praktik Konsultan Aktuaria, dalam rangka
permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Konsultan
Aktuaria harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. menyampaikan fotokopi sertifikat Fellowship ofthe Society of Actuaries of
Indonesia (FSAI) atau yang setara pada saat mengajukan permohonan; dan
b. menyampaikan fotokopi izin praktik dari Menteri Keuangan paling lambat 6
(enam) bulan sejak Menteri Keuangan memberlakukan peraturan mengenai
izin praktik Konsultan Aktuaria.
(2) OJK menerbitkan surat tanda terdaftar sementara bagi Konsultan Aktuaria yang
telah memenuhi persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf g.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
(1) Peraturan OJK ini mulai berlaku setelah 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal
diundangkan.
(2) Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, atau Penilai dapat melakukan pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) paling cepat 6 (enam) bulan sejak
tanggal Peraturan OJK ini diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2015
ttd
MULIAMAN D. HADAD
ttd
YASONNA H. LAOLY
ttd
Sudarmaji
Yth.
1. Akuntan Publik;
2. Aktuaris; dan
3. Penilai Independen, di tempat.
SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 17/SEOJK.05/2015
TENTANG
Sehubungan dengan amanat ketentuan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 11/POJK.05/2014 tentang Pemeriksaan Langsung Lembaga Jasa
Keuangan Non-Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 198,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5576), perlu untuk mengatur
ketentuan pelaksanaan mengenai penunjukan akuntan publik, aktuaris, dan/atau
penilai independen sebagai pemeriksa lembaga jasa keuangan non-bank dalam Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank yang selanjutnya disingkat LJKNB adalah:
a. perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi,
dan perusahaan reasuransi syariah, sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di bidang perasuransian;
b. perusahaan pembiayaan, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau
sebagian usahanya dengan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan;
c. dana pensiun, termasuk yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian
usahanya dengan prinsip syariah, sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di bidang dana pensiun; dan
Ttd. Ttd.
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 10 ayat (5), Pasal 44 ayat
(2), dan Pasal 53 ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Praktik Akuntan Publik.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 51 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia 5251).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan
jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Akuntan Publik.
2. Asosiasi Profesi Akuntan Publik, yang selanjutnya disebut Asosiasi Profesi adalah
organisasi profesi Akuntan Publik yang bersifat nasional.
3. Kantor Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat KAP adalah badan usaha yang
didirikan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan mendapatkan
izin usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan
Publik.
4. Standar Profesional Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat SPAP adalah acuan
yang ditetapkan menjadi ukuran mutu yang wajib dipatuhi oleh Akuntan Publik
dalam pemberian jasanya.
5. Pendidikan Profesional Berkelanjutan adalah suatu pendidikan dan/atau pelatihan
profesi bagi Akuntan Publik yang bersifat berkelanjutan dan bertujuan untuk
menjaga kompetensi.
6. Kantor Akuntan Publik Asing, yang selanjutnya disingkat KAPA, adalah badan
usaha yang didirikan berdasarkan hukum negara tempat KAPA berkedudukan dan
melakukan kegiatan usaha sekurang- kurangnya di bidang jasa audit atas informasi
keuangan historis.
7. Organisasi Audit Asing, yang selanjutnya disingkat OAA, adalah organisasi di luar
negeri yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan di negara yang
bersangkutan, yang anggotanya terdiri dari badan usaha jasa profesi yang melakukan
kegiatan usaha sekurang-kurangnya di bidang jasa audit atas informasi keuangan
historis.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
9. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan
Publik.
BAB II
UJIAN PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
(1) Asosiasi Profesi berwenang menyelenggarakan ujian profesi Akuntan Publik.
(2) Penyelenggaraan ujian profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. menetapkan silabus dan mata ujian profesi Akuntan Publik;
b. menetapkan kriteria kelulusan peserta ujian profesi Akuntan Publik;
c. menetapkan ketentuan dan tata cara pendaftaran peserta ujian profesi Akuntan
Publik;
d. melaksanakan ujian profesi Akuntan Publik;
e. menetapkan kelulusan peserta ujian profesi Akuntan Publik;
f. menerbitkan sertifikat tanda lulus ujian profesi Akuntan Publik;
g. menetapkan sebutan profesi; dan
h. melaksanakan tugas lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan ujian profesi
Akuntan Publik.
(3) Dalam penyelenggaraan ujian profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Asosiasi Profesi dapat membentuk organ Asosiasi Profesi yang bertugas
sebagai pelaksana teknis.
(4) Keanggotaan organ Asosiasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling
sedikit terdiri dari unsur Asosiasi Profesi dan akademisi di bidang akuntansi.
Bagian Kedua
Persyaratan Mengikuti Ujian Profesi Akuntan Publik
Pasal 3
(1) Untuk mengikuti ujian profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1), seseorang harus memiliki pengetahuan dan kompetensi di bidang
akuntansi atau telah terdaftar dalam register negara untuk akuntan.
(2) Pengetahuan dan kompetensi di bidang akuntansi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diperoleh melalui:
a. program pendidikan sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) di bidang akuntansi
pada perguruan tinggi Indonesia atau perguruan tinggi luar negeri yang telah
disetarakan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. program pendidikan pascasarjana (S-2) atau doktor (S-3) di bidang akuntansi
yang diselenggarakan perguruan tinggi Indonesia atau perguruan tinggi luar
negeri yang telah disetarakan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. pendidikan profesi akuntansi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan; atau
d. pendidikan profesi Akuntan Publik sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Sertifikat Tanda Lulus Ujian Profesi Akuntan Publik
Pasal 4
(1) Untuk memperoleh sertifikat tanda lulus ujian profesi Akuntan Publik yang
diterbitkan oleh Asosiasi Profesi, seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. lulus ujian profesi Akuntan Publik;
b. lulus pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau terdaftar
dalam register negara untuk akuntan;
c. lulus penilaian pengalaman kerja di bidang akuntansi dari Asosiasi Profesi;
dan
d. terdaftar sebagai anggota Asosiasi Profesi.
(2) Seseorang yang telah memperoleh sertifikat tanda lulus ujian profesi Akuntan
Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapatkan sebutan profesi dari
Asosiasi Profesi.
Pasal 5
(1) Asosiasi Profesi dapat mengakui kesetaraan antara anggota asosiasi profesi akuntansi
lain dengan anggota Asosiasi Profesi yang disepakati dalam suatu perjanjian saling
pengakuan kesetaraan yang didasarkan pada asas-asas persamaan kualitas.
(2) Perjanjian saling pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan
jaminan bahwa mekanisme saling pengakuan dapat menghasilkan seseorang yang
memiliki kualifikasi yang setara dengan pemegang sertifikat tanda lulus ujian
profesi Akuntan Publik.
(3) Seseorang yang telah memperoleh sertifikat keprofesian dalam bidang akuntansi
yang masih berlaku baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dapat memperoleh
sertifikat tanda lulus ujian profesi Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Asosiasi
Profesi setelah memenuhi persyaratan yang terdapat dalam perjanjian saling
pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB III
PENDIDIKAN PROFESIONAL BERKELANJUTAN
Pasal 6
(1) Akuntan Publik wajib menjaga kompetensi dengan mengikuti Pendidikan
Profesional Berkelanjutan dalam jumlah satuan kredit Pendidikan Profesional
Berkelanjutan tertentu.
(2) Akuntan Publik wajib menyampaikan laporan realisasi Pendidikan Profesional
Berkelanjutan tahunan kepada Menteri paling lama pada akhir bulan Januari tahun
berikutnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah satuan kredit Pendidikan Profesional
Berkelanjutan dan tata cara pelaporan realisasi Pendidikan Profesional Berkelanjutan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 7
(1) Asosiasi Profesi berwenang menyelenggarakan Pendidikan Profesional
Berkelanjutan.
(2) Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Berkelanjutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. menentukan materi atau silabus Pendidikan Profesional Berkelanjutan;
b. menentukan metode Pendidikan Profesional Berkelanjutan;
c. melakukan verifikasi atas keikutsertaan Pendidikan Profesional Berkelanjutan;
d. melaksanakan Pendidikan Profesional Berkelanjutan;
e. menerbitkan sertifikat keikutsertaan Pendidikan Profesional Berkelanjutan;
dan
f. melaksanakan tugas lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pendidikan
Profesional Berkelanjutan.
BAB IV
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
Pasal 8
(1) Asosiasi Profesi berwenang menyusun dan menetapkan SPAP.
(2) Penyusunan dan penetapan SPAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi:
a. penyusunan draf SPAP;
b. uji publik terhadap draf SPAP;
c. penetapan dan pemberlakuan SPAP; dan
d. penerbitan SPAP.
(3) Uji publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan dengan:
a. meminta pertimbangan kepada Komite Profesi Akuntan Publik; dan/atau
b. meminta pertimbangan kepada masyarakat.
(4) Dalam penyusunan dan penetapan SPAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Asosiasi Profesi dapat membentuk organ Asosiasi Profesi yang bertugas sebagai
pelaksana teknis.
(5) Keanggotaan organ Asosiasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling
sedikit terdiri dari unsur Asosiasi Profesi dan akademisi di bidang akuntansi.
Pasal 9
(1) SPAP yang telah ditetapkan harus disosialisasikan kepada para pemangku
kepentingan oleh Asosiasi Profesi.
(2) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan bersama-sama
dengan Menteri.
BAB V
PEMBATASAN JASA AUDIT
Pasal 10
(1) Akuntan Publik memberikan jasa asurans, yang meliputi:
a. audit atas informasi keuangan historis;
b. jasa reviu atas informasi keuangan historis; dan
c. jasa asurans lainnya.
(2) Selain jasa asurans sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Akuntan Publik dapat
memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, dan
manajemen.
(3) Pemberian jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 11
(1) Pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a terhadap suatu entitas oleh seorang Akuntan Publik
dibatasi paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut.
(2) Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Industri di sektor Pasar Modal;
b. Bank umum;
c. Dana pensiun;
d. Perusahaan asuransi/reasuransi; atau
e. Badan Usaha Milik Negara;
(3) Pembatasan pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga berlaku bagi Akuntan Publik yang
merupakan Pihak Terasosiasi.
(4) Akuntan Publik dapat memberikan kembali jasa audit atas informasi keuangan
historis terhadap entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 2 (dua) tahun
buku berturut-turut tidak memberikan jasa tersebut.
BAB VI
PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGUNDURAN DIRI AKUNTAN PUBLIK
Pasal 12
(1) Akuntan Publik dapat mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai Akuntan
Publik.
(2) Permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada Menteri.
(3) Untuk memperoleh persetujuan Menteri atas permohonan pengunduran diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Akuntan Publik harus telah menyelesaikan
seluruh perikatan profesional dengan entitas.
(4) Akuntan Publik dinyatakan telah menyelesaikan seluruh perikatan profesional
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila:
a. telah menerbitkan laporan pemberian jasa;
b. mengundurkan diri dari perikatan dengan pertimbangan yang sesuai dengan
SPAP;
c. mengundurkan diri dari perikatan dan telah menyelesaikan kewajiban kepada
entitas atas pengunduran dirinya; atau
d. telah melimpahkan perikatan kepada Akuntan Publik dan/atau KAP yang lain
dengan persetujuan entitas.
Pasal 13
Persetujuan atas permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (2) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
permohonan diterima secara lengkap.
Dalam hal permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disetujui, Menteri menerbitkan keputusan pencabutan izin Akuntan Publik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan pengunduran diri sebagai
Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB VII LAPORAN
Pasal 14
1) Asosiasi Profesi menyampaikan laporan mengenai penyelenggaraan ujian profesi
Akuntan Publik, penyelenggaraan Pendidikan Profesional Berkelanjutan, serta
penyusunan dan penetapan SPAP kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri paling
sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai isi laporan dan tata cara penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VIII
KERJASAMA KAP DENGAN KAPA ATAU OAA
Pasal 15
(1) KAP dapat melakukan kerja sama dengan KAPA atau OAA.
(2) KAP yang melakukan kerja sama dengan KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat mencantumkan nama KAPA atau OAA bersama-sama dengan
nama KAP setelah mendapat persetujuan Menteri.
(3) KAP dilarang mencantumkan nama KAPA atau OAA bersama-sama dengan nama
KAP tanpa persetujuan Menteri.
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
(1) Menteri berwenang mengenakan sanksi administratif kepada Akuntan Publik, KAP,
dan/atau cabang KAP atas pelanggaran ketentuan administratif.
(2) Pelanggaran ketentuan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
pelanggaran terhadap:
a. Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (4), Pasal 13, Pasal 17, Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27,
Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34
ayat (3), Pasal 34 ayat (4), Pasal 35 ayat (5), Pasal 35 ayat (6), Pasal 51 ayat (4),
atau Pasal 51 ayat (5) Undang-Undang; atau
b. Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 11, atau Pasal 15 ayat (3) Peraturan
Pemerintah ini.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu;
d. pembatasan pemberian jasa tertentu;
e. pembekuan izin;
f. pencabutan izin; dan/atau
g. denda.
(4) Menteri mengumumkan Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP yang dikenai
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dan huruf f melalui
media.
Bagian Kedua
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif
Pasal 17
(1) Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP yang melakukan pelanggaran terhadap
Pasal 13 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), Pasal 13 ayat (3), Pasal 19, Pasal 25 ayat (1) huruf d,
Pasal 30 ayat (1) huruf f, Pasal 32, Pasal 34 ayat (3), atau Pasal 34 ayat (4) Undang-
Undang dikenai sanksi administratif berupa rekomendasi untuk melaksanakan
kewajiban tertentu.
(2) Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP yang melakukan pelanggaran terhadap
Pasal 13 ayat (4), Pasal 17, Pasal 25 ayat (1) huruf e, Pasal 27, Pasal 30 ayat (1) huruf
a, Pasal 31, Pasal 35 ayat (5), atau Pasal 35 ayat (6) Undang-Undang dikenai sanksi
administratif berupa rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu atau
peringatan tertulis.
(3) Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP yang melakukan pelanggaran terhadap
Pasal 9 ayat (4), Pasal 25 ayat (1) huruf a, Pasal 25 ayat (1) huruf b, Pasal 25 ayat (1)
huruf c, Pasal 25 ayat (1) huruf f, Pasal 25 ayat (2) huruf a, Pasal 28 ayat (1), Pasal
29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1) huruf b, Pasal 30 ayat (1) huruf c, Pasal 30 ayat (1) huruf
e, Pasal 30 ayat (1) huruf h, Pasal 30 ayat (1) huruf i, Pasal 51 ayat (4), atau Pasal 51
ayat (5) Undang-Undang dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis
atau pembekuan izin.
(4) Akuntan Publik yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 30 ayat (1) huruf
d Undang-Undang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin atau
pencabutan izin.
(5) Akuntan Publik yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 25 ayat (2) huruf b,
Pasal 25 ayat (2) huruf c, atau Pasal 30 ayat (1) huruf g Undang-Undang dikenai
sanksi administratif berupa rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu,
peringatan tertulis, pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu,
pembatasan pemberian jasa tertentu, pembekuan izin, atau pencabutan izin.
(6) Akuntan Publik yang mengajukan perpanjangan izin hingga masa berlaku izin
berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang dikenai
sanksi administratif berupa denda.
(7) KAP yang melakukan pelanggaran terhadap batas waktu penyampaian laporan
kegiatan usaha dan/atau laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (3) huruf a Undang-Undang dikenai sanksi administratif berupa denda.
Pasal 18
(1) Akuntan Publik yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 6 ayat (1) Peraturan
Pemerintah ini dikenai sanksi administratif berupa rekomendasi untuk
melaksanakan kewajiban tertentu atau peringatan tertulis.
(2) Akuntan Publik yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 6 ayat (2) Peraturan
Pemerintah ini dikenai sanksi administratif berupa rekomendasi untuk
melaksanakan kewajiban tertentu dan/atau denda.
(3) Akuntan Publik yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 11 atau Pasal 15 ayat
(3) Peraturan Pemerintah ini dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis
atau pembekuan izin.
Pasal 19
(1) Sanksi administratif berupa rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu
dikenakan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.
(2) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang tidak melaksanakan rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan
tertulis.
(3) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis dapat dikenakan untuk jangka
waktu paling lama 6 bulan untuk perbaikan.
(4) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat)
bulan.
(5) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang dalam 24 (dua puluh empat)
bulan terakhir telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebanyak
3 (tiga) kali, dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin atas pelanggaran
berikutnya.
(6) Sanksi administratif berupa pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas
tertentu dikenakan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(7) Sanksi administratif berupa pembatasan pemberian jasa tertentu dikenakan untuk
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(8) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang dalam 24 (dua puluh empat)
bulan terakhir telah dikenai sanksi administratif berupa pembatasan pemberian jasa
kepada suatu jenis entitas tertentu dan/atau pembatasan pemberian jasa tertentu
sebanyak 3 (tiga) kali, dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin atas
pelanggaran berikutnya.
(9) Sanksi administratif berupa pembekuan izin dikenakan untuk jangka waktu paling
lama 2 (dua) tahun.
(10) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang dalam 48 (empat puluh
delapan) bulan terakhir telah dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin
sebanyak 3 (tiga) kali, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin atas
pelanggaran berikutnya.
Pasal 20
(1) Nilai denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6) sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah).
(2) Nilai denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (7) sebesar Rp100.000,00
(seratus ribu rupiah) per 1 (satu) hari kerja keterlambatan dengan paling banyak
sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk masing-masing laporan.
(3) Nilai denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) sebesar Rp100.000,00
(seratus ribu rupiah) per 1 (satu) hari kerja keterlambatan dengan paling banyak
sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur
dalam Peraturan Menteri.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Akuntan Publik yang memberikan
jasa audit umum atas
laporan keuangan dari suatu entitas:
a. untuk 1 (satu) tahun buku dapat melanjutkan pemberian jasa audit secara berturut-
turut untuk 4 (empat) tahun buku berikutnya.
b. untuk 2 (dua) tahun buku secara berturut-turut dapat melanjutkan pemberian jasa
audit secara berturut- turut untuk 3 (tiga) tahun buku berikutnya.
c. untuk 3 (tiga) tahun buku secara berturut-turut dapat melanjutkan pemberian jasa
audit secara berturut- turut untuk 2 (dua) tahun buku berikutnya.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 6 April 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 6 April 2015
Ttd.
YASONNA H. LAOLY
PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2015
TENTANG
PRAKTIK AKUNTAN PUBLIK
I. UMUM
Profesi Akuntan Publik merupakan profesi yang memiliki peran strategis dalam
mendukung perekonomian yang sehat dan efisien, serta meningkatkan kualitas
dan kredibilitas informasi keuangan. Dalam hal ini profesi Akuntan Publik menjadi
salah satu pilar dalam upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas.
Dengan mempertimbangkan peran penting profesi Akuntan Publik dalam
mendukung perekonomian tersebut, telah diundangkan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Undang- Undang tersebut mengatur profesi
Akuntan Publik secara komprehensif yang memiliki tujuan utama untuk melindungi
kepentingan publik/masyarakat. Meskipun tujuan utamanya adalah perlindungan
publik, Undang-undang tersebut juga bertujuan untuk melindungi profesi Akuntan
Publik.
Peraturan Pemerintah tentang Praktik Akuntan Publik ini merupakan
salah satu peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Akuntan Publik yang merupakan pengaturan lebih lanjut atas beberapa ketentuan
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Akuntan Publik dimaksud.
Sesuai amanat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan
Publik, Peraturan Pemerintah ini mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. ujian profesi Akuntan Publik;
b. Pendidikan Profesional Berkelanjutan;
c. penyusunan dan penetapan Standar Profesional Akuntan Publik;
d. pembatasan jasa audit;
e. persyaratan dan tata tata cara pengunduran diri Akuntan Publik;
f. laporan;
g. kerjasama KAP dengan KAPA atau OAA; dan
h. sanksi administratif.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “tugas lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan
ujian profesi Akuntan Publik” antara lain adalah melakukan kerjasama
dalam penyelenggaraan ujian profesi Akuntan Publik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Lulus ujian profesi Akuntan Publik dibuktikan dengan surat keterangan
lulus dari Asosiasi Profesi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kualifikasi yang setara” mencakup antara lain
pendidikan, pengalaman, dan ujian sertifikasi profesi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemangku kepentingan” antara lain adalah Akuntan
Publik, otoritas pengatur, staf auditor, akademisi, dan pengguna jasa Akuntan
Publik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Perusahaan asuransi/reasuransi” adalah termasuk
perusahaan asuransi/reasuransi syariah.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Akuntan Publik yang merupakan Pihak Terasosiasi”
adalah Akuntan Publik yang tidak menandatangani laporan auditor independen
namun terlibat langsung dalam pemberian jasa, misal: Akuntan Publik yang
merupakan partner in charge dalam suatu perikatan audit.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “jenis entitas tertentu”, antara lain asuransi,
perbankan, pertambangan, dan telekomunikasi.
Huruf d
Yang dimaksud dengan” jasa tertentu” antara lain: audit umum atas
informasi keuangan historis dan reviu atas informasi keuangan historis.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan ”media” adalah media elektronik atau media cetak.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud pelanggaran berikutnya adalah pelanggaran yang seharusnya
dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Contoh penerapan ketentuan ini adalah seorang Akuntan Publik pada tanggal
1 November 2014 dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Pada
tanggal 30 Agustus 2015 dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis
atas pelanggaran yang berbeda, pada tanggal 30 Desember 2015 Akuntan Publik
tersebut dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis atas pelanggaran
yang lain. Pada tanggal 1 Oktober 2016 Akuntan Publik melakukan pelanggaran
yang seharusnya dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Atas
pelanggaran tersebut Akuntan Publik dikenai sanksi administratif berupa
pembekuan izin. Namun apabila Akuntan Publik melakukan pelanggaran
pada tanggal 15 November 2016, maka Akuntan Publik tidak dikenai sanksi
administratif berupa pembekuan izin melainkan peringatan tertulis. Hal ini
dikarenakan pada tanggal 15 November 2016 Akuntan Publik baru dikenai
sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali dalam 24
(dua puluh empat) bulan terakhir yaitu pada tanggal 30 Agustus 2015 dan 30
Desember 2015, sedangkan sanksi administratif berupa peringatan tertulis pada
tanggal 1 November 2014 telah lewat dari 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Yang dimaksud pelanggaran berikutnya adalah pelanggaran yang seharusnya
dikenai sanksi administratif berupa pembatasan pemberian jasa kepada suatu
jenis entitas tertentu dan/atau pembatasan pemberian jasa tertentu.
Contoh penerapan ketentuan ini adalah seorang Akuntan Publik pada tanggal
1 November 2014 dikenai sanksi administratif berupa pembatasan pemberian
jasa audit atas laporan keuangan selama 3 (tiga) bulan. Pada tanggal 30 Agustus
2015 dikenai sanksi administratif berupa pembatasan pemberian jasa audit atas
laporan keuangan selama 3 (tiga) bulan. Pada tanggal 30 Desember 2015 Akuntan
Publik tersebut dikenai sanksi administratif berupa pembatasan pemberian
jasa audit atas laporan keuangan selama 3 (tiga) bulan. Pada tanggal 1 Oktober
2016 Akuntan Publik melakukan pelanggaran yang seharusnya dikenai sanksi
administratif berupa pembatasan pemberian jasa audit atas laporan keuangan.
Atas pelanggaran tersebut Akuntan Publik dikenai sanksi administratif berupa
pembekuan izin. Namun apabila Akuntan Publik melakukan pelanggaran
pada tanggal 15 November 2016, maka Akuntan Publik tidak dikenai sanksi
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
SALINAN
KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASA R MODAL
DAN LEMBAGA KEUANGAN
NOMOR: KEP-347/BL/2012
TENTANG
PENYAJIAN DAN PENGUNGKA PAN LA PORAN KEUANGAN
EMITEN ATAU PERUSAHA AN PUBLIK
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR
MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN TENTANG PENYAJIAN
DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN EMITEN ATAU
PERUSAHAAN PUBLIK.
Pasal 1
Ketentuan mengenai penyajian dan pengungkapan laporan keuangan
Emiten atau Perusahaan Publik diatur dalam Peraturan Nomor
VIII.G.7 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 2
Kewajiban penyajian dan pengungkapan laporan keuangan sesuai
dengan Ketentuan Peraturan Nomor VIII.G.7 sebagaimana dimuat
dalam Lampiran Keputusan ini berlaku untuk laporan keuangan yang
berakhir pada atau setelah tanggal 31 Desember 2012.
Pasal 3
Penerapan lebih dini Ketentuan Peraturan Nomor VIII.G.7 sebagaimana
dimuat dalam Lampiran Keputusan ini dianjurkan.
Pasal 4
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP- 554/BL/2010 tanggal 30
Desember 2010 tentang Perubahan Keputusan Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal Nomor: KEP-06/PM/2000 tentang Perubahan Peraturan
Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan
Keputusan Ketua Bapepam Nomor KEP-06/PM/2000 tanggal 13 Maret
2000 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku sejak 31 Desember 2012.
Pasal 5
Surat Edaran Ketua Bapepam dan LK Nomor: SE- 03/BL/2011 tentang
Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten
atau Perusahaan Publik, Surat Edaran Ketua Bapepam dan LK Nomor:
SE-02/PM/2002 tentang Pedoman
Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau
Perusahaan Publik, dan Surat Edaran Ketua Bapepam dan LK Nomor:
SE-02/BL/2008 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan
Pasal 6
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 25 Juni 2012
ttd.
Nurhaida
NIP 195906271989022001
ttd.
LAMPIRAN:
Keputusan Ketua
Bapepam dan LK Nomor : Kep-347/BL/2012
Tanggal : 25 Juni 2012
A. KETENTUAN UMUM
1. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. Emiten atau Perusahaan Publik adalah entitas yang menyajikan laporan
keuangan, baik laporan keuangan satu entitas maupun Laporan Keuangan
Konsolidasian.
b. Standar Akuntansi Keuangan, yang selanjutnya disebut dengan SAK adalah
Pernyataan dan Interpretasi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK) dan Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) serta peraturan Bapepam dan LK untuk entitas yang
berada di bawah pengawasan Bepepam dan LK.
c. Tanggal Laporan Keuangan Diotorisasi untuk Terbit adalah tanggal manajemen
menyatakan bertanggung jawab atas laporan keuangan.
d. Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi, yang bergantung pada ukuran
dan sifatnya serta apabila terjadi kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan
dalam mencatat pos-pos laporan keuangan, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama, dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan
keuangan.
e. Pengendalian adalah kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan
operasional suatu entitas untuk memperoleh manfaat dari aktivitas entitas
tersebut.
f. Entitas Bertujuan Khusus, yang selanjutnya disebut EBK adalah suatu entitas
yang didirikan untuk mencapai tujuan khusus dimana pengendali memperoleh
manfaat utama dari kegiatan EBK tersebut.
g. Laporan Keuangan Konsolidasian adalah laporan keuangan suatu kelompok
usaha yang disajikan sebagai suatu entitas ekonomi tunggal yang menggabungkan
seluruh entitas yang dikendalikan oleh Emiten atau Perusahaan Publik, termasuk
EBK.
h. Kas adalah alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai
kegiatan umum Emiten atau Perusahaan Publik.
i. Setara Kas adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek, dan
dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah yang dapat ditentukan dan
memiliki risiko perubahan nilai yang tidak signifikan.
j. Ventura Bersama adalah suatu perjanjian kontraktual dimana dua atau lebih pihak
menjalankan aktivitas ekonomi yang tunduk pada pengendalian bersama.
arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi pemilik modal.
2. Peraturan ini memberikan pedoman mengenai struktur, isi, dan persyaratan dalam
penyajian dan pengungkapan laporan keuangan yang harus disampaikan oleh
Emiten atau Perusahaan Publik, baik kepada masyarakat maupun Bapepam dan
LK.
3. Peraturan ini merupakan pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan
secara umum yang wajib diterapkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik dalam
menyusun laporan keuangan. Hal-hal mengenai struktur, isi, dan persyaratan dalam
penyajian laporan keuangan dan pengungkapan yang tidak diatur dalam Peraturan
ini, harus mengikuti SAK dan praktik akuntansi lainnya yang lazim berlaku di Pasar
Modal.
4. Dalam hal terdapat perubahan dalam SAK setelah berlakunya Peraturan ini, Emiten
atau Perusahaan Publik wajib mengikuti ketentuan SAK terkini, sepanjang tidak
dinyatakan lain oleh Bapepam dan LK.
5. Laporan keuangan dalam Peraturan ini adalah sesuai dengan pengertian laporan
keuangan yang termuat dalam SAK dan terdiri dari:
a. laporan posisi keuangan pada akhir periode;
b. laporan laba rugi komprehensif selama periode;
c. laporan perubahan ekuitas selama periode;
d. laporan arus kas selama periode;
e. catatan atas laporan keuangan; dan
f. laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan saat
Emiten atau Perusahaan Publik menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara
retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan atau
ketika Emiten atau Perusahaan Publik mereklasifikasi pos-pos dalam laporan
keuangannya.
6. Dalam penyajian laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan
perubahan ekuitas, dan laporan arus kas, harus disertai dengan pernyataan bahwa
catatan atas laporan keuangan merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan
keuangan.
7. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas dan pada setiap
halaman laporan keuangan disajikan informasi sebagai berikut:
a. nama Emiten atau Perusahaan Publik;
b. cakupan laporan keuangan, yang menjelaskan entitas tunggal atau
konsolidasian;
c. tanggal akhir periode pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan
keuangan, mana yang lebih tepat bagi setiap komponen laporan keuangan;
d. mata uang penyajian; dan
e. satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan.
8. Tanggung Jawab atas Laporan Keuangan
Manajemen Emiten atau Perusahaan Publik bertanggung jawab atas penyusunan
dan penyajian laporan keuangan.
9. Bahasa Pelaporan
a. Laporan keuangan wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia.
b. Dalam hal laporan keuangan juga dibuat selain dalam Bahasa Indonesia, maka
laporan keuangan dimaksud wajib memuat informasi yang sama.
c. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran akibat penerjemahan bahasa,
maka yang digunakan sebagai acuan adalah laporan keuangan dalam Bahasa
Indonesia.
10. Mata Uang Penyajian
a. Mata uang penyajian yang digunakan oleh Emiten atau Perusahaan Publik
adalah mata uang rupiah. Mata uang penyajian selain rupiah dapat digunakan
apabila mata uang tersebut memenuhi kriteria mata uang fungsional Emiten
atau Perusahaan Publik.
b. Dalam hal mata uang penyajian berbeda dari mata uang fungsional, maka Emiten
atau Perusahaan Publik menjabarkan hasil dan posisi keuangannya dalam mata
uang rupiah dengan menggunakan prosedur sebagai berikut:
1) Aset dan Liabilitas untuk setiap laporan posisi keuangan yang disajikan
(termasuk komparatif ) dijabarkan menggunakan kurs penutup yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal laporan posisi keuangan
tersebut;
2) penghasilan dan beban untuk setiap laporan laba rugi komprehensif yang
disajikan (termasuk komparatif ) dijabarkan menggunakan kurs yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal transaksi; dan
3) semua hasil dari selisih kurs diakui dalam pendapatan komprehensif lain.
11. Periode Pelaporan
a. Periode pelaporan Emiten atau Perusahaan Publik mencakup periode satu
tahun.
b. Dalam hal periode pelaporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a berubah dan
laporan keuangan disajikan untuk periode yang lebih panjang atau lebih pendek
dari periode satu tahun, maka sebagai tambahan terhadap periode cakupan
laporan keuangan, Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan:
1) alasan penggunaan periode pelaporan yang lebih panjang atau lebih pendek
dari periode satu tahun; dan
2) fakta bahwa jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan tidak dapat
dibandingkan secara keseluruhan.
c. Tanggal pelaporan keuangan entitas anak untuk tujuan konsolidasi wajib sama
dengan tanggal pelaporan keuangan entitas induk.
d. Dalam hal tanggal pelaporan entitas anak sebagaimana dimaksud dalam huruf c
berbeda dengan tanggal pelaporan entitas induk, maka laporan keuangan entitas
anak tersebut dapat digunakan untuk tujuan konsolidasi dengan persyaratan
sebagai berikut:
1) perbedaan tanggal pelaporan tersebut tidak lebih dari 3 (tiga) bulan;
2) Emiten atau Perusahaan Publik melakukan penyesuaian atas dampak
transaksi atau peristiwa signifikan yang terjadi antara tanggal laporan
2) Liabilitas
a) Liabilitas jangka pendek, antara lain terdiri dari:
(1) utang usaha;
(2) beban akrual;
(3) utang pajak;
(4) liabilitas imbalan kerja jangka pendek;
(5) bagian lancar atas liabilitas jangka panjang;
(6) liabilitas keuangan jangka pendek lainnya;
(7) liabilitas atas pembayaran berbasis saham jangka pendek;
(8) provisi jangka pendek; dan
(9) Liabilitas terkait aset atau kelompok lepasan yang dimiliki untuk dijual.
b) Liabilitas jangka panjang, antara lain terdiri dari:
(1) utang bank dan lembaga keuangan jangka panjang;
(2) utang pihak berelasi non-usaha;
(3) utang sewa pembiayaan;
(4) utang obligasi;
(5) Sukuk;
(6) obligasi konversi;
(7) liabilitas keuangan jangka panjang lainnya;
(8) liabilitas atas pembayaran berbasis saham jangka panjang;
(9) liabilitas imbalan kerja jangka panjang;
3) Ekuitas
a) Ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk, antara lain terdiri
dari:
(1) modal saham;
(2) tambahan modal disetor (additional paid-in capital);
(3) selisih transaksi dengan pihak nonpengendali;
(4) saham treasuri;
(5) saldo laba; dan
(6) pendapatan komprehensif lainnya.
b) Kepentingan nonpengendali.
c. Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyesuaikan komponen utama
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dengan karakteristik industri Emiten atau
Perusahaan Publik, hanya apabila penyajian tersebut relevan untuk memahami
posisi keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.
d. Penjelasan Komponen Utama
1) Aset
a) Pengklasifikasian dan pengukuran Aset yang memenuhi kriteria aset
keuangan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf A angka 26 huruf a.
b) Aset diklasifikasikan sebagai aset lancar, apabila Aset tersebut memenuhi
kriteria:
(1) diharapkan akan direalisasikan, dimaksudkan untuk dijual, atau
digunakan dalam siklus operasi normal;
(2) dimiliki untuk tujuan diperdagangkan;
(3) diharapkan akan direalisasikan dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan setelah periode pelaporan; atau
(4) berupa Kas atau Setara Kas, kecuali Aset tersebut dibatasi
pertukarannya atau penggunaannya untuk menyelesaikan
Liabilitas paling kurang 12 (dua belas) bulan setelah periode
pelaporan.
c) Emiten atau Perusahaan Publik mengklasifikasikan Aset yang tidak
termasuk kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf b) sebagai aset
tidak lancar.
d) Emiten atau Perusahaan Publik tidak boleh mengklasifikasikan aset
pajak tangguhan sebagai aset lancar.
e) Aset lancar dapat diklasifikasikan antara lain sebagai berikut:
(1) Kas dan Setara Kas
(a) Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro
(demand deposit).
2. Model revaluasi
Dalam model ini, Aset Tetap dicatat pada
jumlah revaluasian, yaitu sebesar Nilai
Wajar pada tanggal revaluasi dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi
rugi penurunan nilai yang terjadi setelah
tanggal revaluasi.
ii) Aset tetap dalam pembangunan
(i) Pos ini merupakan Aset yang dibangun sendiri
dan tidak ditujukan sebagai Properti Investasi
pada saat siap dipakai.
(ii) Aset ini dinyatakan sebesar biaya yang telah
dikeluarkan.
ii. Aset Sewa Pembiayaan
i) Pos ini merupakan Aset Tetap yang diperoleh
melalui transaksi sewa pembiayaan (finance
lease). Pos ini awalnya disajikan sebesar Nilai
Wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari
pembayaran sewa minimum, apabila nilai kini
lebih rendah dari Nilai Wajar.
ii) Dalam hal pos ini diklasifikasikan sebagai aset
sewa pembiayaan yang dimiliki untuk dijual,
maka pos ini wajib direklasifikasi ke aset tidak
lancar atau kelompok lepasan yang dimiliki
untuk dijual.
(6) Aset Takberwujud
(a) Aset Takberwujud dapat diakui hanya apabila:
i. kemungkinan besar akan diperoleh manfaat ekonomi
masa depan dari Aset tersebut; dan
ii. biaya perolehan Aset tersebut dapat diukur secara
andal.
(b) Aset Takberwujud pada awalnya diakui sebesar biaya
perolehan atau jumlah yang diatribusikan ke Aset tersebut
saat pertama kali diakui, apabila dapat diterapkan.
(c) Setelah pengakuan awal, pencatatan Aset Takberwujud
dapat dibagi menjadi 2 (dua) model, yaitu:
i. Model biaya
Dalam model ini, Aset Takberwujud dicatat pada
biaya perolehan dikurangi akumulasi amortisasi dan
akumulasi rugi penurunan nilai.
ii. Model revaluasi
Dalam model ini, Aset Takberwujud dicatat pada
jumlah revaluasian, yaitu sebesar Nilai Wajar pada
(c) Pos ini disajikan sebesar selisih antara jumlah tak- terdiskonto
(undiscounted amount) atas imbalan kerja jangka pendek
yang diperkirakan untuk dibayar sebagai imbalan atas
jasa yang telah diberikan oleh pekerja kepada Emiten atau
Perusahaan Publik dengan jumlah yang telah dibayar kepada
pekerja dalam periode berjalan.
(d) Dalam hal jumlah yang telah dibayarkan lebih besar dari pada
jumlah tak-terdiskonto dari imbalan tersebut, maka Emiten
atau Perusahaan Publik wajib mengakui kelebihan tersebut
sebagai Aset (biaya dibayar dimuka) sejauh pembayaran
tersebut akan menimbulkan manfaat ekonomis di masa
mendatang.
(5) Bagian lancar atas Liabilitas Jangka Panjang
Pos ini merupakan bagian dari liabilitas jangka panjang yang jatuh
tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal laporan
posisi keuangan. Pos ini disajikan dengan rincian antara lain:
(a) utang bank dan lembaga keuangan jangka panjang;
(b) utang sewa pembiayaan;
(c) utang obligasi; dan
(d) Sukuk.
(6) Liabilitas Keuangan Jangka Pendek Lainnya
Pos ini mencakup seluruh Liabilitas keuangan yang bersifat
jangka pendek, yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam angka
(1), angka (2), dan angka (5).
(7) Liabilitas atas Pembayaran Berbasis Saham Jangka Pendek
(a) Pos ini merupakan Liabilitas yang terjadi dari transaksi
pembayaran berbasis saham yang diharapkan akan
diselesaikan dengan Kas dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan setelah akhir periode pelaporan.
(b) Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengukur barang atau
jasa yang diperoleh dan Liabilitas terkait sebesar Nilai Wajar
Liabilitas.
(8) Provisi Jangka Pendek
(a) Pos ini merupakan provisi yang diharapkan akan diselesaikan
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah akhir
periode pelaporan.
(b) Provisi diakui apabila :
i. memiliki kewajiban kini yang bersifat hukum atau
konstruktif sebagai akibat peristiwa masa lalu;
ii. kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut
mengakibatkan arus keluar sumber daya yang
mengandung manfaat ekonomi; dan
iii. terdapat estimasi yang andal.
(1) , angka (2), angka (3), angka (4), angka (5), angka (6), dan angka (11).
(8) Liabilitas atas Pembayaran Berbasis Saham Jangka Panjang Pos ini
merupakan Liabilitas yang terjadi dari transaksi pembayaran berbasis
saham yang diharapkan akan diselesaikan dengan Kas dalam jangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah akhir periode pelaporan.
(9) Liabilitas Imbalan Kerja Jangka Panjang
Pos ini merupakan Liabilitas yang terjadi dari imbalan kerja yang jatuh
tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah akhir periode pelaporan saat
pekerja memberikan jasanya.
(10) Liabilitas Pajak Tangguhan
(a) Pos ini merupakan jumlah pajak penghasilan yang terutang pada
periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena
pajak.
(b) Liabilitas pajak tangguhan wajib dikompensasi dengan aset pajak
tangguhan dan jumlah netonya disajikan pada laporan posisi keuangan
hanya apabila:
i. entitas memiliki hak yang dapat dipaksakan secara hukum untuk
saling hapus aset pajak kini terhadap liabilitas pajak kini; dan
ii. aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan terkait dengan
pajak penghasilan yang dikenakan oleh otoritas perpajakan yang
sama atas entitas kena pajak yang sama.
(11) Utang Subordinasi
Pos ini merupakan utang yang diperoleh berdasarkan suatu perjanjian
subordinasi, dimana kedudukan hak pemberi pinjaman subordinasi adalah
lebih rendah daripada kedudukan hak pemberi pinjaman lain.
(12) Provisi Jangka Panjang
Pos ini merupakan provisi yang diharapkan akan diselesaikan dalam jangka
waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah akhir periode pelaporan.
3) Ekuitas
a) Pos ini merupakan hak pemilik dalam Emiten atau Perusahaan Publik, yaitu
selisih antara Aset dan Liabilitas yang ada.
b) Pos ekuitas dalam laporan posisi keuangan wajib memisahkan:
(1) Ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk:
(a) Modal Saham Pos ini terdiri dari:
i. Modal Dasar
Pos ini menyajikan jumlah saham, nilai nominal saham, atau nilai
dari saham yang tidak memiliki nilai nominal, untuk setiap jenis
saham, sesuai dengan anggaran dasar Emiten atau Perusahaan
Publik.
ii. Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh
Pos ini menyajikan jumlah saham, untuk setiap jenis saham, yang
telah ditempatkan dan disetor penuh.
(b) Tambahan Modal Disetor (Additional Paid-in Capital)
b) kepentingan nonpengendali;
19) total laba (rugi) komprehensif periode berjalan yang dapat
diatribusikan kepada:
a) pemilik entitas induk; dan
b) kepentingan nonpengendali; dan
20) laba (rugi) per saham dasar dan dilusian.
c. Emiten atau Perusahaan Publik menggunakan metode penyajian lain
dan/ atau menyesuaikan komponen utama tersebut di atas dengan
karakteristik industri Emiten atau Perusahaan Publik, apabila penyajian
tersebut relevan untuk memahami kinerja keuangan Emiten atau
Perusahaan Publik.
d. Penjelasan Komponen Utama
1) Pendapatan
Jumlah pendapatan diukur pada Nilai Wajar imbalan yang diterima
atau dapat diterima dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat
volume.
2) Beban Pokok Penjualan
Pos ini merupakan biaya persediaan yang diakui sebagai
beban selama periode, meliputi biaya-biaya yang sebelumnya
diperhitungkan dalam pengukuran persediaan yang saat ini telah
dijual, overhead produksi yang tidak teralokasi, dan jumlah biaya
produksi persediaan yang tidak normal.
3) Beban Usaha
Pos ini merupakan beban kegiatan utama Emiten atau Perusahaan
Publik, yang dilaporkan berdasarkan fungsinya.
4) Pendapatan Lainnya
Pendapatan lainnya merupakan pendapatan yang tidak dapat
dihubungkan langsung dengan kegiatan utama Emiten atau
Perusahaan Publik.
5) Beban Lainnya
Beban lainnya merupakan beban yang tidak dapat dihubungkan
langsung dengan kegiatan utama Emiten atau Perusahaan
Publik.
6) Biaya Keuangan
Biaya keuangan pada umumnya adalah biaya bunga dan biaya
lain yang ditanggung Emiten atau Perusahaan Publik sehubungan
dengan peminjaman dana dan biaya keuangan lainnya yang terjadi
dari transaksi instrumen keuangan, antara lain amortisasi premi/
diskonto kontrak berjangka yang bertujuan untuk lindung nilai
dan amortisasi biaya perolehan pinjaman.
7) Bagian Laba (Rugi) dari Entitas Asosiasi dan/ atau Ventura
Bersama
c) Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyajikan arus kas dari aktivitas
operasi dengan menggunakan metode langsung (direct method).
d) Arus kas yang berkaitan dengan pajak penghasilan wajib diungkapkan
secara terpisah dan diklasifikasikan sebagai arus kas dari aktivitas
operasi, kecuali apabila secara spesifik dapat diidentifikasikan sebagai
aktivitas pendanaan dan investasi.
2) Arus Kas dari Aktivitas Investasi
a) Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan
pengeluaran Kas sehubungan dengan perolehan dan/atau pelepasan
sumber daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan dan arus
kas masa depan.
b) Arus kas dari aktivitas investasi antara lain berasal dari transaksi:
(1) pembelian dan penjualan Aset Tetap, Aset Takberwujud, dan aset
jangka panjang lain;
(2) pembelian dan penjualan instrumen utang atau ekuitas dan
kepemilikan dalam Ventura Bersama;
(3) pemberian dan pelunasan uang muka dan pinjaman kepada
pihak lain, kecuali uang muka dan pinjaman yang diberikan oleh
lembaga keuangan;
(4) pembayaran dan penerimaan dari kontrak future, forward, opsi,
dan swap, kecuali apabila kontrak tersebut dimiliki untuk tujuan
diperdagangkan atau diperjanjikan, atau apabila pembayaran
tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan; dan
(5) perolehan dan kehilangan Pengendalian atas entitas anak atau
bisnis lain.
3) Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan
a) Arus kas dari aktivitas pendanaan merupakan arus kas yang timbul
dari penerimaan dan pengeluaran Kas sehubungan dengan transaksi
pendanaan jangka panjang dengan penyedia modal Emiten atau
Perusahaan Publik dan kreditur.
b) Arus kas dari aktivitas pendanaan antara lain berasal dari transaksi:
(1) hasil penerbitan saham, obligasi, Sukuk dan lainnya;
(2) hasil perolehan pinjaman jangka pendek dan/atau jangka
panjang;
(3) biaya emisi saham, obligasi, Sukuk dan lainnya;
(4) penarikan atau penebusan saham;
(5) pelunasan pinjaman, obligasi, dan Sukuk; dan
(6) pembayaran sewa pembiayaan untuk mengurangi saldo
Liabilitas.
c. Arus kas dari bunga dan dividen yang diterima dan dibayarkan,
masing- masing diungkapkan secara terpisah dan diklasifikasikan
secara konsisten antar periode sebagai aktivitas operasi, investasi, atau
pendanaan.
keuangan dan informasi mengenai pos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan
dalam laporan keuangan.
c. Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyajikan catatan atas laporan keuangan
dengan urutan sebagai berikut:
1) gambaran umum Emiten atau Perusahaan Publik;
2) dasar penyusunan laporan keuangan dan ikhtisar kebijakan akuntansi signifikan
yang diterapkan;
3) informasi tambahan untuk pos-pos yang disajikan dalam laporan posisi keuangan,
laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus
kas, sesuai dengan urutan penyajian laporan dan penyajian masing-masing pos;
dan
4) pengungkapan lainnya yang antara lain meliputi:
a) informasi yang dipersyaratkan oleh SAK yang tidak disajikan di bagian
manapun dalam laporan keuangan; dan
b) informasi yang tidak disajikan di bagian manapun dalam laporan keuangan,
tetapi informasi tersebut relevan untuk memahami laporan keuangan.
d. Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyajikan catatan atas laporan keuangan
secara sistematis dan membuat referensi silang atas masing- masing pos dalam
laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan
ekuitas, dan laporan arus kas untuk informasi yang berhubungan dalam catatan
atas laporan keuangan.
e. Pengungkapan yang dipersyaratkan untuk masing-masing pos wajib diungkapkan
seluruhnya, kecuali pengungkapan tersebut tidak relevan atau tidak dapat
diterapkan pada Emiten atau Perusahaan Publik. Emiten atau Perusahaan Publik
wajib menyesuaikan pengungkapan sesuai dengan karakteristik industri apabila
pengungkapan tersebut dipersyaratkan oleh SAK atau relevan untuk memahami
laporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.
f. Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyatakan dalam bentuk nilai atau persentase
untuk menjelaskan adanya bagian dari suatu jumlah, tidak menggunakan kata
“sebagian”.
g. Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan dalam penjelasan masing-
masing pos mengenai Aset yang dijaminkan, nama pihak yang menerima jaminan,
dan alasan dijaminkan.
h. Dalam hal Aset Emiten atau Perusahaan Publik diasuransikan, wajib diungkapkan
jenis dan nilai aset yang diasuransikan, nilai pertanggungan asuransi, dan risiko
yang ditutup serta pendapat manajemen atas kecukupan pertanggungan asuransi,
apabila tidak diasuransikan wajib diungkapkan alasannya.
realisasi neto (net realizable value), Nilai Wajar (fair value) atau
jumlah yang dapat dipulihkan berdasarkan SAK yang berlaku.
b) Dasar penyusunan laporan keuangan, yaitu dasar akrual, kecuali
untuk laporan arus kas.
c) Mata uang fungsional dan mata uang penyajian yang digunakan,
meliputi:
(1) mata uang fungsional Emiten atau Perusahaan Publik dan
entitas anak;
(2) fakta dan alasan perubahan, apabila terdapat perubahan
mata uang fungsional Emiten atau Perusahaan Publik
maupun kegiatan usaha asing yang signifikan; dan
(3) alasan perubahan mata uang penyajian (jika ada).
d) Alasan perubahan periode pelaporan (jika ada).
3) Penggunaan Pertimbangan, Estimasi, dan Asumsi Signifikan oleh Manajemen
a) Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan dalam ikhtisar kebijakan
akuntansi signifikan atau bagian lain dari catatan atas laporan keuangan,
pertimbangan yang telah dibuat manajemen dalam proses penerapan
kebijakan akuntansi dan memiliki dampak yang paling signifikan terhadap
jumlah yang diakui dalam laporan keuangan.
b) Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan informasi tentang
asumsi yang dibuat mengenai masa depan, dan sumber utama dari estimasi
ketidakpastian lain pada akhir periode pelaporan, yang memiliki risiko
signifikan yang mengakibatkan penyesuaian material terhadap jumlah
tercatat Aset dan Liabilitas dalam periode pelaporan berikutnya.
c) Berkaitan dengan Aset dan Liabilitas sebagaimana dimaksud dalam huruf
b), catatan atas laporan keuangan memasukkan rincian atas sifat dan
jumlah tercatat pada akhir periode pelaporan.
4) Kebijakan Akuntansi Tertentu
Kebijakan akuntansi tertentu merupakan kebijakan akuntansi lainnya yang
diterapkan dan relevan untuk memahami laporan keuangan. Kebijakan akuntansi
tertentu meliputi, tetapi tidak terbatas pada hal- hal sebagai berikut:
a) Prinsip-prinsip konsolidasi Emiten atau Perusahaan Publik wajib
menjelaskan antara lain:
(1) ruang lingkup Laporan Keuangan Konsolidasian, yang meliputi pos-pos
entitas induk dan entitas anak;
(2) dasar dan kapan suatu entitas anak dikonsolidasikan ke dalam laporan
keuangan entitas induk;
(3) kebijakan akuntansi sehubungan dengan perubahan kepemilikan tanpa
kehilangan Pengendalian atas entitas anak;
(4) kebijakan akuntansi sehubungan dengan kehilangan Pengendalian atas
entitas anak;
(5) kebijakan akuntansi sehubungan dengan pencatatan dan penyajian
kepentingan nonpengendali; dan
(6) pernyataan bahwa saldo pos dan transaksi material antar entitas yang
dikonsolidasi telah dieliminasi.
b) Kombinasi bisnis
Emiten atau Perusahaan Publik wajib menjelaskan antara lain:
(1) metode yang digunakan dalam kombinasi bisnis, termasuk metode
yang digunakan untuk mengukur kepentingan nonpengendali;
(2) pengakuan awal untuk goodwill;
(3) pengukuran setelah pengakuan awal untuk goodwill; dan
(4) kebijakan lainnya yang relevan terkait dengan kombinasi bisnis yang
ada di Emiten atau Perusahaan Publik, antara lain:
(a) pembelian dengan diskon;
(b) akuisisi secara bertahap; dan
(c) imbalan kontinjensi.
c) Kas dan Setara Kas
Emiten atau Perusahaan Publik wajib menjelaskan antara lain kebijakan
dalam menentukan komponen Kas dan Setara Kas.
d) Instrumen keuangan
(1) Instrumen keuangan selain Sukuk
Emiten atau Perusahaan Publik wajib menjelaskan antara lain kebijakan
akuntansi untuk:
(a) pengakuan awal instrumen keuangan setiap kategori, termasuk
perlakuan atas biaya transaksi;
(b) pengukuran setelah pengakuan awal instrumen keuangan setiap
kategori;
(c) ketentuan saling hapus dari instrumen keuangan;
(d) metode yang digunakan untuk menentukan Nilai Wajar instrumen
keuangan;
(e) metode perhitungan yang digunakan untuk menentukan
penurunan nilai dari aset keuangan;
(f) ketentuan penghentian pengakuan instrumen keuangan; dan
(g) khusus instrumen keuangan derivatif dan akuntansi lindung
nilai, selain penjelasan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a),
huruf (b), huruf (c), huruf (d), huruf (e), dan huruf (f ), wajib
ditambahkan penjelasan mengenai:
i. ketentuan pemenuhan kriteria akuntansi lindung nilai,
ii. klasifikasi lindung nilai untuk tujuan akuntansi lindung nilai
atas instrumen keuangan derivatif, dan
iii. perlakuan akuntansi lindung nilai untuk tujuan akuntansi
lindung nilai.
(2) Investasi pada Sukuk
Emiten atau Perusahaan Publik wajib menjelaskan antara lain kebijakan
akuntansi untuk:
(a) klasifikasi dan reklasifikasi investasi pada Sukuk;
(e) dalam hal piutang berelasi non usaha disajikan dalam aset lancar,
hal tersebut harus dibuktikan serta diungkapkan alasannya.
(2) Investasi pada Entitas Asosiasi
Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan antara lain:
(a) nama entitas asosiasi;
(b) persentase kepemilikan dan penjelasan adanya pengaruh
signifikan, beserta alasannya;
(c) nilai tercatat dan Nilai Wajar investasi dalam entitas asosiasi yang
kuotasi harganya tersedia;
(d) ringkasan informasi keuangan entitas asosiasi termasuk jumlah
agregat Aset, Liabilitas, pendapatan, dan laba atau rugi;
(e) alasan tidak adanya pengaruh signifikan walaupun Emiten atau
Perusahaan Publik memiliki lebih dari 20% (dua puluh perseratus)
hak suara atau hak suara potensial investee secara langsung atau
tidak langsung;
(f) akhir periode pelaporan dari laporan keuangan entitas asosiasi,
ketika laporan keuangan tersebut digunakan dalam menerapkan
metode ekuitas dan tanggal atau periode yang berbeda dengan
Emiten atau Perusahaan Publik, dan alasan menggunakan tanggal
atau periode yang berbeda;
(g) sifat dan tingkatan setiap pembatasan signifikan atas kemampuan
entitas asosiasi untuk mentransfer dana kepada Emiten atau
Perusahaan Publik;
(h) bagian rugi entitas asosiasi yang tidak diakui dan alasannya,
apabila Emiten atau Perusahaan Publik menghentikan pengakuan
bagiannya atas rugi entitas asosiasi, baik untuk periode terjadinya
kerugian tersebut maupun secara kumulatif;
(i) bagian atas liabilitas kontinjensi entitas asosiasi yang terjadi
bersama-sama dengan investor lain;
(j) liabilitas kontinjensi yang terjadi karena investor berkewajiban
bersama-sama untuk semua atau sebagian Liabilitas entitas
asosiasi; dan
(k) ringkasan informasi keuangan entitas asosiasi, secara individual
atau dalam kelompok, yang tidak dicatat dengan menggunakan
metode ekuitas termasuk total Aset, total Liabilitas, Pendapatan,
dan laba atau rugi.
(3) Properti Investasi
(a) Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan antara
lain:
i. model pengukuran setelah pengakuan awal yang digunakan,
model Nilai Wajar atau model biaya;
ii. metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam
menentukan Nilai Wajar dari Properti Investasi;
(f) jumlah kompensasi dari pihak ketiga untuk Aset Tetap yang
mengalami penurunan nilai, hilang, atau dihentikan yang
dimasukkan dalam laba rugi, apabila tidak diungkapkan secara
terpisah pada laporan laba rugi komprehensif;
(g) Dalam hal Aset Tetap disajikan pada jumlah revaluasian, hal
berikut wajib diungkapkan:
i. tanggal efektif revaluasi (Tanggal Penilaian);
ii. tanggal efektif persetujuan dari Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) apabila Aset Tetap untuk perhitungan pajak
menggunakan jumlah revaluasian;
iii. nama Penilai dan tanggal laporan penilaian terakhir;
iv. metode dan asumsi signifikan yang digunakan dalam
mengestimasi Nilai Wajar aset;
v. jumlah tercatat untuk setiap Aset Tetap seandainya aset
tersebut dicatat dengan model biaya; dan
vi. surplus revaluasi atau rugi penurunan nilai, yang
menunjukkan perubahan selama periode dan pembatasan-
pembatasan distribusi saldo surplus kepada para pemegang
saham.
(h) Khusus untuk Aset Tetap dalam proses pembangunan, Emiten
atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan:
i. rincian Aset Tetap yang sedang dalam pembangunan;
ii. persentase jumlah tercatat terhadap nilai kontrak;
iii. estimasi saat penyelesaian;
iv. hambatan kelanjutan penyelesaian (jika ada);
v. jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset
tetap dalam pembangunan; dan
vi. dalam hal terdapat kapitalisasi biaya pinjaman untuk aset
yang memenuhi kriteria aset kualifikasian, maka wajib
diungkapkan:
i) jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi selama
periode berjalan; dan
ii) tarif kapitalisasi yang digunakan untuk menentukan
jumlah biaya pinjaman yang layak dikapitalisasi.
(i) Pengungkapan lainnya antara lain:
i. jumlah tercatat Aset Tetap yang tidak dipakai sementara;
ii. jumlah tercatat bruto dari setiap Aset Tetap yang telah
disusutkan penuh dan masih digunakan;
iii. jumlah tercatat Aset Tetap yang dihentikan dari penggunaan
aktif dan tidak diklasifikasikan sebagai tersedia untuk
dijual;
iv. dalam hal model biaya digunakan, Nilai Wajar Aset Tetap
apabila berbeda secara material dari jumlah tercatat;
pada tanggal laporan posisi keuangan, dan nilai kininya, untuk setiap
periode berikut:
i. sampai dengan satu tahun;
ii. lebih dari satu tahun sampai 5 (lima) tahun; dan
iii. lebih dari 5 (lima)tahun.
(c) pembayaran sewa kontinjen yang diakui sebagai beban pada periode
tersebut;
(d) total pembayaran minimum sewa-lanjut (sublease) masa depan yang
diperkirakan akan diterima dari kontrak sewa- lanjut yang tidak dapat
dibatalkan (non-cancellable sublease) pada tanggal laporan posisi
keuangan;
(e) keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya
sehubungan dengan transaksi penjualan dan penyewaan kembali (sale
and leaseback); dan
(f) penjelasan umum isi perjanjian sewa yang material, antara lain:
i. dasar penentuan utang sewa kontinjen;
ii. ada tidaknya klausul-klausul yang berkaitan dengan opsi
perpanjangan atau pembelian dan eskalasi beserta syarat-
syaratnya; dan
iii. pembatasan-pembatasan yang ditetapkan dalam perjanjian
sewa.
(4) Liabilitas Imbalan Kerja Jangka Panjang
Ketentuan pengungkapan pada program imbalan pascakerja (imbalan
pasti dan iuran pasti), imbalan kerja jangka panjang lainnya, dan pesangon
pemutusan kontrak kerja adalah sebagai berikut:
(a) imbalan Pasti
Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan:
i. gambaran umum mengenai jenis program.
ii. rekonsiliasi saldo awal dan akhir dari nilai kini kewajiban imbalan
pasti yang menunjukkan secara terpisah, pengaruhnya selama
periode berjalan yang dapat diatribusikan ke dalam:
i) biaya jasa kini;
ii) biaya bunga;
iii) iuran oleh peserta program;
iv) keuntungan dan kerugian aktuarial;
v) perubahan kurs mata uang asing pada program yang
diukur dengan mata uang yang berbeda dengan mata uang
penyajian;
vi) imbalan yang dibayarkan;
vii) biaya jasa lalu;
viii) kombinasi bisnis;
ix) curtailment; dan
x) penyelesaian.
(2) biaya keuangan lainnya yang terjadi dari transaksi instrumen keuangan
meliputi:
(a) rugi penurunan nilai dari kuotasi atas investasi tersedia untuk
dijual;
(b) rugi neto dari instrumen keuangan yang diakui pada Nilai Wajar
melalui laba rugi; dan
(c) amortisasi premi/diskonto kontrak berjangka yang bertujuan
untuk lindung nilai.
d) Bagian Laba Rugi dari Entitas Asosiasi dan/atau Ventura Bersama
Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan antara lain:
(1) bagian laba rugi dari masing-masing entitas asosiasi dan/ atau Ventura
Bersama yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas; dan
(2) bagian laba rugi dari entitas asosiasi dari operasi yang dihentikan, yang
diungkapkan secara terpisah.
7) Pendapatan Komprehensif Lain
Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan antara lain:
a) perubahan dalam surplus revaluasi Aset Tetap maupun Aset
Takberwujud;
b) keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti;
c) selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan;
d) keuntungan (kerugian) dari aset keuangan tersedia untuk dijual;
e) bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam
rangka lindung nilai arus kas; dan
f) bagian pendapatan komprehensif lain dari entitas asosiasi dan/ atau
Ventura Bersama.
d. Pengungkapan Lainnya
1) Transaksi Pihak Berelasi
a) Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan transaksi atau saldo
dengan pihak berelasi, yang jumlahnya:
(1) lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk transaksi
dengan orang atau anggota keluarga terdekat; dan/ atau
(2) lebih dari 0,5% (nol koma lima perseratus) dari modal disetor untuk
transaksi dengan entitas berelasi.
b) Pengungkapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a), dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) pengungkapan yang terkait dengan transaksi dengan orang atau
anggota keluarga terdekat meliputi nama, sifat dan hubungan dengan
pihak berelasi serta informasi tentang transaksi dan saldo dengan pihak
dimaksud;
(2) pengungkapan yang terkait dengan transaksi dengan entitas berelasi
meliputi sifat dan hubungan dengan pihak-pihak berelasi serta informasi
mengenai transaksi dan saldo, termasuk komitmen, yang diperlukan
(2) rekonsiliasi antara tarif pajak efektif rata-rata dan tarif pajak yang
berlaku, dengan mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang
berlaku;
e) penjelasan mengenai perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan
dengan tarif pajak yang berlaku pada periode akuntansi sebelumnya;
f) jumlah (dan batas waktu penggunaan, jika ada) perbedaan temporer yang
dapat dikurangkan dan rugi pajak belum dikompensasi yang tidak diakui
sebagai aset pajak tangguhan dalam laporan keuangan;
g) jumlah agregat perbedaan temporer yang terkait dengan investasi pada
entitas anak, cabang, entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam Ventura
Bersama atas liabilitas pajak tangguhan yang belum diakui;
h) rekonsiliasi fiskal dan perhitungan beban pajak kini dengan cara sebagai
berikut:
(1) laba sebelum pajak menurut akuntansi;
(2) ditambah/dikurangi koreksi positif atau negatif (dirinci);
(3) laba kena pajak;
i) perhitungan beban dan liabilitas pajak kini dengan menerapkan tarif pajak
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pajak yang berlaku;
j) pernyataan bahwa laba kena pajak hasil rekonsiliasi menjadi dasar dalam
pengisian SPT Tahunan PPh Badan;
k) setiap jenis perbedaan temporer dan setiap jenis rugi pajak yang belum
dikompensasi:
(1) jumlah aset dan liabilitas pajak tangguhan yang diakui pada laporan
posisi keuangan untuk periode sajian; dan
(2) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui dalam laba
rugi, apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari perubahan jumlah
aset atau liabilitas pajak tangguhan yang diakui dalam laporan posisi
keuangan;
l) beban pajak terkait dengan operasi yang dihentikan:
(1) keuntungan atau kerugian atas penghentian; dan
(2) laba rugi dari kegiatan normal atas operasi yang dihentikan selama
periode, bersama dengan jumlah terkait untuk setiap periode sajian;
m) jumlah konsekuensi pajak penghasilan atas dividen kepada pemegang
saham Emiten atau Perusahaan Publik yang diusulkan atau diumumkan
sebelum Laporan Keuangan Diotorisasi untuk Terbit namun tidak diakui
sebagai Liabilitas dalam laporan keuangan;
n) uraian jumlah perubahan pada jumlah pengakuan untuk aset pajak
tangguhan praakuisisi apabila Emiten atau Perusahaan Publik adalah pihak
pengakuisisi dalam suatu kombinasi bisnis;
o) peristiwa atau perubahan keadaan yang menyebabkan manfaat pajak
tangguhan wajib diakui apabila manfaat pajak tangguhan yang diperoleh
dari kombinasi bisnis tidak diakui pada tanggal akuisisi tetapi diakui setelah
tanggal akuisisi;
p) jumlah aset pajak tangguhan dan alasan atau bukti yang mendukung
pengakuan atas aset pajak tangguhan, apabila:
(1) penggunaan aset pajak tangguhan bergantung pada kondisi laba kena
pajak mendatang lebih besar dari laba pembalikan perbedaan temporer
kena pajak yang telah ada; dan
(2) entitas mengalami kerugian pada periode kini atau periode sebelumnya
yang mengakibatkan diakuinya aset pajak tangguhan terkait.
3) Penurunan Nilai Aset Nonkeuangan
a) Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan hal-hal berikut
untuk setiap rugi penurunan nilai yang diakui atau dibalik selama periode
tertentu untuk suatu aset individual, termasuk goodwill atau suatu unit
penghasil kas:
(1) peristiwa dan kondisi yang mengindikasikan pengakuan atau
pembalikan rugi penurunan nilai;
(2) jumlah rugi penurunan nilai yang diakui dalam laba rugi selama periode
tersebut dan unsur laporan laba rugi komprehensif yang didalamnya
tercakup rugi penurunan nilai;
(3) jumlah pembalikan rugi penurunan nilai yang diakui dalam laba rugi
selama periode tersebut dan unsur laporan laba rugi komprehensif yang
di dalamnya tercakup rugi penurunan nilai yang dibalik;
(4) goodwill yang telah diakui rugi penurunan nilainya;
(5) jumlah rugi penurunan nilai atas aset revaluasian yang diakui dalam
pendapatan komprehensif lain selama periode tersebut; dan
(6) jumlah pembalikan rugi penurunan nilai atas aset revaluasian yang
diakui dalam pendapatan komprehensif lain selama periode tersebut.
b) Pengungkapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilakukan
untuk setiap kelompok aset.
4) Kombinasi Bisnis
a) Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan hal-hal sebagai
berikut untuk setiap kombinasi bisnis yang terjadi selama periode pelaporan,
yaitu:
(1) nama dan penjelasan tentang pihak yang diakuisisi;
(2) tanggal akuisisi;
(3) biaya terkait akuisisi, di luar biaya penerbitan Efek utang dan Efek
ekuitas, periode berjalan, dan akumulasinya untuk masing-masing
kombinasi bisnis;
(4) persentase kepentingan ekuitas berhak suara yang diperoleh;
(5) alasan utama untuk kombinasi bisnis dan penjelasan tentang cara pihak
pengakuisisi memperoleh Pengendalian atas pihak yang diakuisisi;
(6) penjelasan kualitatif tentang faktor yang membentuk goodwill yang
diakui;
(7) Nilai Wajar pada saat tanggal akuisisi atas total imbalan yang dialihkan
dan Nilai Wajar tanggal akuisisi untuk setiap kelompok utama
imbalan;
(8) kesepakatan imbalan kontinjensi dan aset indemnifikasi:
(a) jumlah yang diakui pada tanggal akuisisi;
(b) penjelasan tentang kesepakatan dan dasar penentuan jumlah
pembayaran; dan
(c) estimasi kisaran hasil (tidak didiskonto) atau, jika apabila kisaran
tidak dapat diestimasikan maka fakta dan alasan mengapa
kisaran tersebut tidak dapat diestimasikan. Dalam hal jumlah
maksimum pembayaran tidak terbatas, maka pihak pengakuisisi
mengungkapkan fakta tersebut;
(9) Emiten dan Perusahaan Publik wajib mengungkapkan piutang yang
diperoleh berdasarkan kelompok utama piutang, misalnya pinjaman
yang diberikan, sewa pembiayaan langsung, dan kelompok piutang
lain, yaitu sebagai berikut:
(a) Nilai Wajar piutang;
(b) jumlah piutang bruto kontraktual; dan
(c) estimasi terbaik pada tanggal akuisisi atas jumlah arus kas
kontraktual yang diperkirakan tidak tertagih;
(10) jumlah yang diakui pada tanggal akuisisi untuk setiap kelompok utama
Aset yang diperoleh dan Liabilitas yang diambil alih;
(11) setiap liabilitas kontinjensi yang diakui pada Nilai Wajar:
(a) uraian mengenai karakteristik kewajiban dan perkiraan saat arus
keluar sumber daya ekonomi terjadi;
(b) indikasi ketidakpastian saat atau jumlah arus keluar tersebut.
Dalam hal diperlukan, Emiten atau Perusahaan Publik wajib
mengungkapkan asumsi utama yang mendasari prakiraan
peristiwa masa depan; dan
(c) jumlah estimasi penggantian yang akan diterima dengan
menyebutkan jumlah Aset yang telah diakui untuk estimasi
penggantian tersebut;
(12) dalam hal liabilitas kontinjensi tidak diakui karena Nilai Wajarnya tidak
dapat diukur secara andal, maka pihak pengakuisisi mengungkapkan:
(a) informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 16) huruf
b) angka (4) terkait perikatan dan kontijensi; dan
(b) alasan Liabilitas tidak dapat diukur secara andal;
(13) dalam hal pembelian dengan diskon:
(a) jumlah keuntungan yang diakui dan pos dalam laporan laba rugi
komprehensif dimana keuntungan tersebut diakui; dan
(b) penjelasan tentang alasan transaksi tersebut menghasilkan
keuntungan;
(2) arus kas neto yang dapat diatribusikan pada aktivitas operasi,
investasi dan pendanaan dari operasi yang dihentikan; dan
(3) jumlah penghasilan dari operasi yang dilanjutkan dan operasi
yang dihentikan yang dapat diatribusikan pada pemilik entitas
induk.
8) Laba (Rugi) per Saham Dasar dan Dilusian
Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan antara lain:
a) jumlah yang digunakan sebagai pembilang dalam penghitungan laba
per saham dasar dan dilusian, dan rekonsiliasi jumlah tersebut terhadap
laba atau rugi yang dapat diatribusikan kepada entitas induk untuk
periode tersebut. Rekonsiliasi tersebut mencakup dampak individual
dari setiap jenis instrumen yang mempengaruhi laba per saham;
b) jumlah rata-rata tertimbang saham biasa yang digunakan sebagai
penyebut dalam penghitungan laba per saham dasar dan dilusian,
dan rekonsiliasi penyebut tersebut. Rekonsiliasi tersebut mencakup
dampak individual dari setiap jenis instrumen yang mempengaruhi
laba per saham;
c) instrumen (termasuk saham yang dapat diterbitkan secara kontinjen)
yang berpotensi mendilusi laba per saham dasar di masa depan, namun
tidak dimasukkan dalam penghitungan laba per saham dilusian karena
instrumen tersebut bersifat antidilutif untuk periode sajian;
d) penjelasan transaksi saham biasa atau transaksi instrumen berpotensi
saham biasa, selain yang dihitung sesuai dengan SAK yang berlaku,
yang terjadi setelah periode pelaporan dan akan secara signifikan
mengubah jumlah saham biasa atau instrumen berpotensi saham
biasa yang beredar pada akhir periode tersebut seandainya transaksi
dimaksud terjadi sebelum akhir periode pelaporan; dan
e) laba per saham dasar dan dilusian untuk operasi yang dihentikan.
9) Dividen
Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan antara lain:
a) jumlah dividen dan dividen per saham yang telah dideklarasikan dan
dibayarkan sebagai distribusi kepada pemilik pada periode pelaporan;
b) jumlah utang dividen untuk:
(1) periode pelaporan, dan
(2) periode sebelumnya;
c) jumlah dividen dan dividen per saham yang diusulkan atau dideklarasikan
setelah periode pelaporan tetapi sebelum tanggal penyelesaian laporan
keuangan dan tidak diakui sebagai Liabilitas kepada pemilik pada akhir
periode pelaporan; dan
d) jumlah dividen preferen kumulatif yang tidak diakui.
10) Nilai Wajar Instrumen Keuangan
Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan untuk setiap
kelompok aset keuangan dan liabilitas keuangan:
a) Nilai Wajar setiap kelompok Aset dan Liabilitas tersebut dengan cara
yang memungkinkan untuk dapat diperbandingkan dengan nilai
tercatat dalam laporan posisi keuangan; dan
b) hierarki, metode, dan asumsi signifikan yang digunakan dalam
menentukan Nilai Wajar aset keuangan dan liabilitas keuangan.
11) Waran
Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan antara lain:
a) jenis waran dan harga pelaksanaan dari masing-masing waran;
b) dasar penentuan Nilai Wajar waran;
c) nilai waran yang belum dan tidak dilaksanakan (kadaluwarsa);
d) jumlah waran yang diterbitkan dan beredar serta dampak dilusinya;
dan
e) ikatan-ikatan yang terkait dengan penerbitan waran.
12) Instrumen Derivatif selain Derivatif Melekat
a) Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengelompokkan instrumen
derivatif sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk lindung nilai atau tujuan
lainnya (non lindung nilai), seperti untuk tujuan spekulasi;
b) Emiten atau Perusahaan Publik yang memiliki atau menerbitkan
instrumen derivatif wajib mengungkapkan untuk setiap kontrak
instrumen derivatif dalam kelompok klasifikasi lindung nilai dan
kelompok non lindung nilai:
(1) hakikat dan sifat dari transaksi, berupa transaksi berjangka dalam
bentuk valuta, bunga, komoditas atau lain-lain;
(2) pihak lawan transaksi (counterparties);
(3) tanggal jatuh tempo;
(4) nilai keseluruhan kontrak dan Nilai Wajar pada tanggal laporan
posisi keuangan;
(5) beban atau Pendapatan pada periode pelaporan;
(6) pos Aset dan/ atau Liabilitas yang dilindung nilai; dan
(7) persyaratan penting lainnya.
c) Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan:
(1) Hal-hal yang diperlukan untuk memahami tujuan transaksi
derivatif dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut;
(2) Kebijakan manajemen risiko untuk setiap klasifikasi lindung nilai,
termasuk penjelasan mengenai Aset dan/ atau Liabilitas dan jenis
transaksi yang dilindung nilai; dan
(3) Bagi instrumen yang tidak dimaksudkan sebagai suatu lindung
nilai, disebutkan tujuannya.
13) Manajemen Risiko Keuangan
a) Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan informasi yang
memungkinkan para pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi
sifat dan luas risiko yang timbul dari instrumen keuangan, serta
(c) latar belakang, isi dan status perkara dan pendapat hukum
(legal opinion); dan
(d) dampak keuangan;
(2) Peraturan Pemerintah yang berdampak terhadap Emiten
atau Perusahaan Publik, misalnya masalah lingkungan hidup,
diungkapkan uraian singkat tentang peraturan dan estimasi
dampak keuangannya;
(3) kemungkinan liabilitas pajak tambahan:
(a) jenis ketetapan atau tagihan pajak, jenis pajak, tahun pajak
serta jumlah pokok dan denda atau bunganya; dan
(b) sikap Emiten atau Perusahaan Publik terhadap ketetapan
atau tagihan pajak (keberatan atau banding);
(4) peristiwa kontinjensi lainnya, yang diungkapkan antara lain:
(a) karakteristik aset atau liabilitas kontinjensi;
(b) estimasi dari dampak keuangannya;
(c) indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah
atau waktu arus keluar sumber daya; dan
(d) kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga.
17) Segmen Operasi
Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengungkapkan hal-hal sebagai
berikut:
a) pengungkapan pada level segmen;
(1) informasi umum, yang terdiri dari:
(a) faktor-faktor yang digunakan oleh manajemen untuk
mengidentifikasi segmen dilaporkan; dan
(b) jenis produk dan jasa yang menghasilkan pendapatan dari
setiap segmen dilaporkan;
(2) informasi mengenai laba atau rugi segmen, termasuk pendapatan
dan beban tertentu, aset segmen, dan liabilitas segmen dari
segmen dilaporkan, serta dasar pengukurannya;
(3) rekonsiliasi dari total pendapatan segmen, ukuran laba atau rugi
segmen dilaporkan, aset segmen, liabilitas segmen, dan unsur
segmen material lainnya terhadap jumlah yang terkait dalam
laporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik;
b) pengungkapan pada level entitas
(1) Informasi produk dan jasa
Pendapatan dari pelanggan eksternal untuk setiap produk dan
jasa atau setiap kelompok produk dan jasa yang serupa.
(2) Informasi wilayah geografis
(a) Pendapatan dari pelanggan eksternal yang diatribusikan
kepada:
i. negara domisili Emiten atau Perusahaan Publik; dan
D. KETENTUAN PENUTUP
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam dan
LK berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap Pihak yang melanggar ketentuan
peraturan ini atau Pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran ketentuan
peraturan ini.
ttd. ttd.
LAMPIRAN : 1
Peraturan Nomor : VIII.G.7
20X2 20X1
Catatan
ASET
ASET LANCAR
Kas dan Setara Kas xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Piutang usaha
Pihak ketiga xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Pihak berelasi xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Aset keuangan lancar lainnya xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Persediaan xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Pajak dibayar dimuka xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Biaya dibayar dimuka xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Aset tidak lancar atau kelompok lepasan xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
yang dimiliki untuk dijual
Catatan atas laporan keuangan konsolidasian terlampir merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan keuangan konsolidasian secara keseluruhan.
LAMPIRAN : 1
Peraturan Nomor : VIII.G.7
20X2 20X1
Catatan
ASET
ASET LANCAR
Kas dan Setara Kas xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Piutang usaha
Pihak ketiga xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Pihak berelasi xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Aset keuangan lancar lainnya xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Persediaan xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Pajak dibayar dimuka xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Biaya dibayar dimuka xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Aset tidak lancar atau kelompok lepasan xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
yang dimiliki untuk dijual
Catatan atas laporan keuangan konsolidasian terlampir merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan keuangan konsolidasian secara keseluruhan.
20X2 20X1
Catatan
LIABILITAS DAN EKUITAS
LIABILITAS
Liabilitas Jangka Pendek
Utang usaha xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Beban akrual xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Utang pajak xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Liabilitas imbalan kerja jangka pendek xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Bagian lancar atas liabilitas jangka panjang xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Liabilitas keuangan jangka pendek lainnya xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Liabilitas atas pembayaran berbasis saham
jangka pendek xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Provisi jangka pendek xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Liabilitas terkait aset atau kelompok
lepasan yang dimiliki untuk dijual xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Total Liabilitas Jangka Pendek xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Catatan atas laporan keuangan konsolidasian terlampir merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan keuangan konsolidasian secara keseluruhan.
20X2 20X1
Catatan
EKUITAS
Catatan atas laporan keuangan konsolidasian terlampir merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan keuangan konsolidasian secara keseluruhan
LAMPIRAN : 2
Peraturan Nomor : VIII.G.7
20X2 20X1
Catatan
20X2 20X1
Catatan
Pendapatan Komprehensif Lain
Perubahan dalam surplus revaluasi xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Keuntungan (kerugian) aktuarial atas
program manfaat pasti xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Keuntungan (kerugian) dari
penjabaran laporan keuangan xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Keuntungan (kerugian) dari
pengukuran kembali aset keuangan
yang dikategorikan sebagai tersedia
untuk dijual xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Bagian efektif dari keuntungan dan
kerugian instrumen lindung nilai
dalam rangka lindung nilai arus kas xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Bagian Pendapatan Komprehensif Lain
dari Entitas Asosiasi dan/atau
Ventura Bersama xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Pajak penghasilan terkait (xx.xxx.xxx) (xx.xxx.xxx)
PENDAPATAN KOMPREHENSIF
LAIN TAHUN BERJALAN SETELAH
PAJAK xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
20X2 20X1
Catatan
LABA (RUGI) PER SAHAM
Dasar, laba tahun berjalan yang
diatribusikan kepada pemegang
saham biasa entitas induk xxx xxx
Dilusian, laba tahun berjalan yang
diatribusikan kepada pemegang
saham biasa entitas induk xxx xxx
LABA (RUGI) PER SAHAM UNTUK
OPERASI YANG DILANJUTKAN
Dasar, laba dari operasi yang
dilanjutkan yang dapat diatribusikan
kepada pemegang saham biasa
entitas induk xxx xxx
Dilusian, laba dari operasi yang
dilanjutkan yang dapat diatribusikan
kepada pemegang saham biasa
entitas induk xxx xxx
LAMPIRAN : 3
Peraturan Nomor : VIII.G.7
Saldo pada 1 Januari 20X1 xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx
Perubahan Kebijakan Akuntansi - - - - - xx.xxx - - - - - xx.xxx xx.xxx xx.xxx
Saldo yang disajikan kembali xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx
Saldo pada 31 Desember 20X1 xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx
Saldo pada 31 Desember 20X2 xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx xx.xxx
Catatan atas laporan keuangan konsolidasian terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan konsolidasian secara keseluruhan.
L-279
22/08/2017 11.07.17
AUDITING: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik
L-280 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
LAMPIRAN : 4
Peraturan Nomor : VIII.G.7
20X2 20X1
Catatan
ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
Penerimaan kas dari pelanggan xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Pembayaran kas kepada pemasok ( xx.xxx.xxx) (xx.xxx.xxx)
Pembayaran untuk beban usaha ( xx.xxx.xxx) (xx.xxx.xxx)
Pembayaran kepada karyawan ( xx.xxx.xxx) (xx.xxx.xxx)
Penerimaan bunga xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Pembayaran pajak ( xx.xxx.xxx) (xx.xxx.xxx)
Pembayaran bunga ( xx.xxx.xxx) (xx.xxx.xxx)
Penerimaan kas dari hibah pemerintah
terkait dengan penghasilan xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Penerimaan (pembayaran) lainnya xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
Arus Kas Neto dari (untuk) Aktivitas Operasi xx.xxx.xxx xx.xxx.xxx
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASA R
MODAL TENTANG
HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU.
Pasal 1
Ketentuan mengenai Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu diatur dalam Peraturan
Nomor IX.D. 1 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 2
Dengan berlakunya keputusan ini, maka Peraturan Bapepam Nomor IX.D. 1 tentang
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep
07/PM/2001 tanggal 23 Maret 2001 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
LAMPIRAN
Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal
Nomor : Kep 26/PM/2003
Tanggal : 17 Juli 2003
12. Pemegang saham yang berhak atas Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sebagaimana
dimaksud pada angka 14 huruf d peraturan ini adalah pemegang saham yang
tercatat pada Daftar Pemegang Saham 8 (delapan) hari kerja setelah Rapat Umum
Pemegang Saham.
13. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sudah dapat ditukarkan dengan Efek baru
selama periode perdagangan. Efek baru tersebut wajib sudah diterbitkan dan
tersedia dalam 2 (dua) hari kerja setelah Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
dilaksanakan.
14. Informasi penting penawaran Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu yang wajib
diumumkan sebelum Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud
dalam angka 6 peraturan ini meliputi antara lain :
a. nama lengkap Emiten atau Perusahaan Publik, alamat kantor pusat, telepon,
teleks, faksimili, E mail dan kotak pos;
b. uraian mengenai Efek yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan penerbitan
Elak Memesan Efek Terlebih Dahulu;
c. tanggal Rapat Umum Pemegang Saham;
d. tanggal pencatatan pemegang saham yang mempunyai Efak Memesan Efek
Terlebih Dahulu pada Daftar Pemegang Saham atau nomor kupon untuk
menentukan Efak Memesan Efek Terlebih Dahulu;
e. tanggal terakhir dari pelaksanaan Efak Memesan Efek Terlebih Dahulu dengan
pemberitahuan bahwa hak yang tidak dilaksanakan pada tanggal tersebut tidak
berlaku ragi dan tanggal terakhir pembayaran;
f. periode perdagangan Efak Memesan Efek Terlebih Dahulu;
g. harga pelaksanaan Efek;
h. rasio Efak Memesan Efek Terlebih Dahulu atas saham yang ada;
i. tata cara pemesanan Efek;
j. uraian mengenai perlakuan Efek yang tidak dibeli oleh yang berhak dan Efak
Memesan Efek Terlebm Dahulu dalam bentuk pecahan;
k. pernyataan mengenai tata cara pengalihan Efak Memesan Efek Terlebih
Dahulu;
l. tata cara penerbitan dan penyampaian bukti Efak Memesan Efek Terlebih Dahulu
serta Efek;
m. nama Bursa Efek tempat diperdagangkannya Efak Memesan Efek Terlebih
Dahulu dan saham yang mendasarinya tercatat (jika acfa);
n. rencana Emiten atau Perusahaan Publik untuk mengeluarkan atau tidak
mengeluarkan saham atau Efek lain yang dapat dikonversikan menjadi saham
dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal efektif;
o. nama lengkap Pihak yang bertindak sebagai pembeli siaga (jika ada);
p. dampak dilusi dari penerbitan Efek baru;
q. penggunaan dana hasil Penawaran Umum dengan Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu;
r. ringkasan analisis dan pembahasan oleh manajemen; dan
s. informasi tentang tempat Prospektus dapat diperoleh.
15. Dalam hal penerbitan hak untuk Efek utang konversi, Emiten atau Perusahaan
Publik selain sebagaimana informasi pada angka 14 wajib pula menyajikan hal hal
sebagai berikut:
a. hak para pemegang Efek;
b. sifat Efek yang dapat dikonversikan ke jenis Efek lain;
c. sifat Efek utang konversi yang memungkinkan pelunasan lebih dini atas pilihan
Emiten atau pemegang Efek;
d. harga dan tingkat suku bunga dari Efek utang konversi. Dalam hal suku bunga
ditetapkan mengambang, wajib diuraikan cara penentuan tingkat suku bunga
yang mengambang tersebut;
e. jadwal pelunasan atau cicilan termasuk jumlahnya;
f. jadwal pembayaran bunga;
g. jadwal konversi;
h. ketentuan tentang dana pelunasan atau sinking fund (jika ada);
i. denominasi mata uang yang menjadi denominasi utang dan mata uang lain
yang menjadi alternatif (jika ada) digunakan dalam penerbitan Efek utang
bersangkutan (jika ada); dan
j. nama, alamat kantor pusat dan uraian mengenai Pihak pihak yang bertindak
sebagai Wali Amanat dan Penanggung (jika ada).
b. penerbitan saham yang berasal dari kapitalisasi dari laba yang ditahan dan atau
modal disetor lainnya seperti dividen saham atau saham bonus; atau
c. pemecahan saham.
Biaya pencatatan atas Efek yang timbul sebagai akibat adanya pelaksanaan hak
tersebut wajib didasarkan pada perhitungan yang sama dengan Efek sejenis yang
berlaku.
20. Efek yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu yang berbeda dari Efek yang mendasari atas mana hak tersebut melekat dan
berbeda dari Efek lain dari perusahaan tersebut yang telah tercatat di bursa, tidak
wajib dicatatkan di bursa.
21. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu yang tercatat dapat juga diperdagangkan di
luar bursa.
22. Dalam hubungannya dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, perusahaan
wajib mengadakan alokasi Efek yang tidak dipesan, pada harga pemesanan yang
sama kepadasemua pemegang saham vang menyatakan berminat untuk membeli
Efek tambahan pada periode pelaksanaan hak dimaksud. Pembayaran untuk Efek
tambahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan angka 24 Peraturan ini. Apabila
jumlah permintaan atas Efek yang tidak dipesan melebihi Efek yang tersedia, Efek
dimaksud akan dijatahkan secara proporsional, berdasarkan atas jumlah Elak
Memesan Efek Terlebih Dahulu yang dilaksanakan oleh masing masing pemegang
saham yang meminta penambahan Efek berdasarkan harga pemesanan.
23. Dalam hal terjadi pelaksanaan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, tanda terima
wajib diberikan oleh Perusahaan sebagai bukti bahwa hak telah dilaksanakan. Tanda
terima dimaksud wajib menunjukkan apakah pemegang hak atau pemegang saham
bermaksud memesan Efek tambahan yang berasal dari hak yang tidak dilaksanakan.
Dalam hal ini perusahaan wajib menyimpan tembusan dari tanda terima yang
memuat jumlah saham atau Efek tambahan yang dipesan.
24. Penjatahan sebagaimana dimaksud dalam angka 22 peraturan ini ditetapkan dalam
1 (satu) hari kerja setelah berakhirnya pembayaran pesanan Efek tambahan. Para
pemesan Efek tambahan wajib menyerahkan pembayaran penuh kepada perusahaan
untuk Efek tambahan dimaksud dalam 2 (dua) hari kerja setelah berakhirnya
perdagangan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu.
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 Peraturan ini wajib mengembalikan
uang untuk bagian pemesanan yang tidak terpenuhi, pada 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal penjatahan.
25. Setelah penjatahan Efek sebagaimana dimaksud pada angka 24 peraturan ini selesai
dilaksanakan, maka semua dokumen vang berhubungan dengan pelaksanaan
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, termasuk tembusan tanda terima, wajib
disimpan oleh perusahaan untuk jangka waktu sekurang kurangnya 5 (lima) tahun.
Perusahaan dimaksud wajib menunjuk Akuntan yang terdaftar di Bapepam untuk
melakukan pemeriksaan khusus mengenai pelaksanaan Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu. Laporan hasil pemeriksaan mengenai kewajaran pelaksanaan tersebut
wajib disampaikan oleh perusahaan kepada Bapepam dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal penjatahan berakhir.
26. Dalam hal perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 2 peraturan ini bermaksud
untuk menambah modal dalam jumlah yang telah ditetapkan maka sebelum
dilaksanakannya penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu dimaksud,
perusahaan yang bersangkutan wajib memperoleh jaminan dari Pihak tertentu
untuk membeli Efek sekurang kurangnya pada harga penawaran atas Efek dalam
hal terdapat sisa Efek yang tidak diambil.
27. Informasi yang disyaratkan untuk diumumkan sesuai dengan peraturan ini wajib
diumumkan dalam sekurang kurangnya 1 (satu) surat kabar berbahasa Indonesia
yang berperedaran nasional. Salinan dari pengumuman tersebut wajib disampaikan
kepada Bapepam selambat lambatnya pada akhir hari kerja ke 2 (kedua) setelah
pengumuman dimaksud. Pengumuman tersebut dapat digantikan dengan cara lain
yang disetujui oleh Bapepam.
28. Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan pidana di bidang Pasar Modal,
Bapepam berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan
peraturan ini, termasuk kepada Pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran
tersebut.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 17 Juli 2003
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Herwidayatmo
NIP 060065750
LAMPIRAN 18
Perjanjian Sewa Guna Usaha ini dibuat di Palembang, pada hari Senin tanggal 19 bulan
Juni tahun 1996 ( . . . ) antara:
1. Sri. S berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta Jl. Akasia dengan kantor
cabangnya di Palembang dalam hal ini diwakili oleh:
• Sri dan Ati, masing-masing selaku Pimpinan Kantor Cabang Palembang dan
Legal Officer PT Soraya Leasing.
Selanjutnya disebut “YANG MENYEWAKAN”
• Vonny B, swasta, Pemegang KTP Pemerintah Kotamadya Dati II Palembang No.
007131247, bertempat tinggal di Palembang, beralamat di Komering Hulu RT/
RW.01/17, kelurahan Batu Ampar, Kecamatan Padasuka.
• Dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri dan juga selaku Direktur Perseroan
Terbatas Padamulia, berkedudukan di Palembang, beralamat di Jl. Mawar
Merah, Yang Anggaran Dasar Perseroan tertanggal 7/10/90, No. 15 dibuat di
hadapan Ny. Wati Notaris di Palembang. Dan belum mendapat pengesahan dari
Menteri Kehakiman RI. Dan akan mengikat Perseroan apabila telah mendapat
pengesahan dari Menteri Kehakiman RI. Untuk melakukan tindakan hukum
yang akan disebut, telah mendapat persetujuan dari Imanuela (Komisaris)
berdasarkan Persetujuan Komisaris/Komanditer/Pemegang Saham tertanggal
10 Juni 1996.
Selanjutnya disebut “(PARA) PENYEWA”
dari YANG MENYEWAKAN Barang Modal (yang dengan istilah tersebut mengandung
pengertian mencakup semua penggantian dan pembaharuan dari semua atau segala
sesuatu yang menyertainya baik yang ada sesudah atau sebelum Perjanjian Sewa Guna
Usaha ini) yang perinciannya diuraikan dalam Daftar dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Perjanjian Sewa Guna Usaha ini.
Pasal 3 (Pemilikan)
PENYEWA mengakui bahwa Barang Modal adalah dan selama seluruh jangka waktu
sewa guna usaha merupakan milik tunggal dan khusus dari YANG MENYEWAKAN, dan
PENYEWA tidak mempunyai hak, hak milik atau kepentingan atasnya, kecuali yang
dengan tegas disebutkan dalam Perjanjian ini. Untuk memberi akibat atas pemilikan
YANG MENYEWAKAN, PENYEWA setuju untuk membuat surat kuasa yang tidak dapat
dibatalkan, dicabut atau ditarik kembali dan merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari Perjanjian Sewa Guna Usaha yang bila mana perlu akan dipergunakan
oleh YANG MENYEWAKAN untuk menguasai kembali Barang Modal sebagaimana
layaknya seorang pemilik yang sah.
b. Jangka waktu (selanjutnya disebut jangka waktu baru) dari pembaharuan sewa guna
usaha akan berlangsung untuk 1 (satu) tahun segera sesudah lampaunya masa jangka
waktu permulaan (kecuali apabila para pihak secara tertulis menyetujui lain);
c. Uang sewa guna usaha sama dengan apa yang diatur pada butir 8 dalam Daftar;
d. Nilai ganti rugi yang disetujui akan seperti apa yang ditentukan pada butir 10 dalam
Daftar.
dan instruksi dari Badan Pemerintah atau dari pihak penguasa/ yang berwenang
dan/atau mematuhi semua Undang-Undang, kebijaksanaan-kebijaksanaan, serta
peraturan-peraturan lainnya yang berkenaan dengan penyimpanan, pemakaian
serta pemeliharaan Barang Modal.
4. PENYEWA akan mengikuti dengan penuh tanggung jawab dan mematuhi setiap
nasehat-nasehat atau anjuran-anjuran pabrik pembuat Barang Modal perihal
pemakaian dan perawatannya.
5. PENYEWA wajib memperbaiki Barang Modal sebaik-baiknya, mengganti bagian-
bagian yang hilang, rusak dengan suku cadang yang diberikan atau disarankan oleh
pabrik pembuat Barang Modal atau dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari
YANG MENYEWAKAN, dengan suku cadang yang mutu dan nilainya sama dengan
itu dan apabila ini diabaikan, maka YANG MENYEWAKAN berhak mengambil
Barang Modal itu supaya dapat diperbaiki, dan PENYEWA wajib mengganti penuh
segala biaya perbaikan yang dikeluarkan. YANG MENYEWAKAN mempunyai hak
untuk menahan Barang Modal tersebut sampai semua biaya tadi diganti, dengan
catatan semua pelaksanaan dari hal tersebut di atas tidak menghentikan pembayaran
uang sewa guna usaha yang berjalan.
6. PENYEWA bertanggung jawab untuk membayar tepat pada waktunya biaya
pemeliharaan dan perbaikan serta kewajiban lain termasuk penggantian suku
cadang dan peralatan Barang Modal serta menjamin agar Barang Modal bebas dari
tuntutan hukum dari yang berwenang.
7. PENYEWA berkewajiban membayar tepat pada waktunya lisensi, uang sewa
guna usaha, bunga, pajak, pungutan dan pengeluaran lain sehubungan dengan
penggunaan, pemeliharaan, penyimpanan, dan penitipan Barang Modal, dan wajib
mentaati semua peraturan. Atas permintaan YANG MENYEWAKAN, PENYEWA
wajib menyerahkan tanda terima untuk pembayaran segala biaya tersebut diatas dan
apabila PENYEWA cidera/ingkar janji maka YANG MENYEWAKAN akan membayar
semua biaya termaksud, dan PENYEWA membayar kepada YANG MENYEWAKAN
secara tunai dan sekaligus pada saat ditagih.
8. Menjamin bahwa Barang Modal dijalankan dengan cara yang baik dan pantas oleh
orang-orang yang mampu dan cakap dan jika dikehendaki oleh Undang-Undang/
peraturan lainnya untuk memiliki surat izin untuk menjalankan.
9. PENYEWA akan membayar kepada YANG MENYEWAKAN segala kerugian, biaya,
klaim termasuk biaya perkara yang dituntut kepada YANG MENYEWAKAN karena
suatu kerugian, cedera fisik atau kerusakan Barang yang diderita oleh seseorang
atau pihak lain atau kematian yang terjadi karena penempatan, penyimpanan,
pemeliharaan, penggunaan Barang Modal dan/ atau karena sebab apapun juga.
2. Apabila terjadi kehilangan atau kerusakan atas Barang Modal atau bagian-bagiannya
maka PENYEWA atas biayanya sendiri seketika akan melakukan tindakan sebagai
berikut:
a. Mengganti keseluruhan ataupun bagian yang rusak/hilang itu;
b. Memperbaikinya menjadi seperti keadaan semula dan dapat dipakai lagi dengan
baik.
3. Menyimpang dari ayat-ayat pasal ini, apabila seluruh Barang Modal hilang dan/
atau menjadi tidak bermanfaat sama sekali (termasuk tetapi tidak terbatas pada
karena rusak/tidak berguna lagi secara ekonomis) atau karena alasan apapun atau
terjadi pelanggaran atas hak kepemilikan YANG MENYEWAKAN karena sebab
apapun maka PENYEWA dengan seketika atas permintaan YANG MENYEWAKAN,
membayar nilai ganti rugi yang disetujui sebagaimana diuraikan pada butir 9 dalam
Daftar (selanjutnya disebut Nilai Ganti Rugi Yang Disetujui).
4. Apabila ayat 2 pasal ini yang berlaku, maka Perjanjian Sewa Guna Usaha ini berlaku
terus tanpa perubahan apapun, dan uang sewa guna usaha wajib dibayar terus secara
penuh.
5. Apabila ayat 3 pasal ini yang berlaku, maka Perjanjian Sewa Guna Usaha ini dianggap
berakhir pada saat dilakukannya pembayaran penuh dari Nilai Ganti Rugi Yang
Disetujui-setelah mana kedua belah pihak tidak akan saling menuntut lagi kecuali
tuntutan ganti rugi lain sebelumnya.
6. Apabila pembayaran penuh Nilai Ganti Rugi Yang Disetujui telah terjadi, maka
YANG MENYEWAKAN akan mengalihkan kepemilikan Barang Modal kepada
PENYEWA di tempat dan dalam kondisi sebagaimana adanya pada saat itu
berikut jika ada segala hak dan kewajiban yang dimiliki YANG MENYEWAKAN
terhadap pihak ketiga tanpa suatu janji dan/atau jaminan apapun juga dari YANG
MENYEWAKAN.
7. PENYEWA akan membayar kepada YANG MENYEWAKAN kerugian atau kerusakan
Barang Modal yang tidak diasuransikan sebagaimana mestinya atau ganti rugi
asuransi tidak mencukupi tanpa memperhatikan alasannya, baik yang disebabkan
oleh perbuatan, kelalaian atau kesalahan PENYEWA maupun pihak lain.
mengakhiri sewa guna usaha sesuai dengan pasal 16 Perjanjian ini - maka PENYEWA
harus membayar kepada YANG MENYEWAKAN jumlah-jumlah sampai dipenuhinya
Simpanan Jaminan yang tercantum pada butir 5 dalam Daftar, atau suatu jumlah lain
yang harus dibayar. Simpanan Jaminan tidak berbunga, Jika ditetapkan dibentuk
jaminan lain sebagai tambahan, maka jaminan tersebut dianggap menjamin semua
tuntutan YANG MENYEWAKAN dengan urutan penggunaan jaminan ditetapkan oleh
YANG MENYEWAKAN.
Pasal 13 (Asuransi)
1. Selama berlangsungnya sewa guna usaha - YANG MENYEWAKAN mensyaratkan
mengasuransikan Barang Modal pada Maskapai Asuransi yang ditunjuk oleh YANG
MENYEWAKAN, atas nama YANG MENYEWAKAN dan pembayaran premi oleh
PENYEWA.
2. YANG MENYEWAKAN berhak menentukan terhadap risiko-risiko apa Barang
Modal itu harus diasuransikan dan besarnya asuransi harus cukup untuk menutupi
Nilai Ganti Rugi Yang Disetujui sebagaimana diuraikan pada butir 9 dalam Daftar.
PENYEWA juga wajib mengasuransikan barang Modal ini terhadap tuntutan ganti
rugi dari pihak ketiga yang timbul dari penjagaan, pemeliharaan atau pemakaian
Barang Modal, sebesar jumlah yang dirasa cocok oleh YANG MENYEWAKAN.
3. PENYEWA harus membayar premi-premi asuransi yang ditentukan dalam pasal ini
serta membayar premi setiap perpanjangan pertanggungan asuransi.
4. PENYEWA boleh atas biayanya sendiri mengasuransikan Barang Modal terhadap
risiko lain yang dikehendakinya, tetapi asuransi itu tidak akan membebaskannya
dengan cara bagaimanapun juga dari semua atau setiap pertanggungan jawab
berdasarkan Perjanjian Sewa Guna Usaha ini.
5. PENYEWA dapat pula mempertanggungkan Barang Modal kepada Maskapai Asuransi
yang ditunjuknya sendiri setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari YANG
MENYEWAKAN serta menyerahkan Polis Asuransi kepada YANG MENYEWAKAN
untuk disimpan selama berlakunya Perjanjian Sewa Guna Usaha selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari setelah Polis diterima dari Maskapai Asuransi. Setiap risiko dan kerugian
yang timbul akibat kelalaian PENYEWA mempertanggungkan Barang Modal menjadi
beban dan tanggung jawab dari PENYEWA.
6. PENYEWA tidak boleh melakukan suatu tindakan atau hal yang dapat membatalkan
pertanggungan-pertanggungan asuransi-asuransi yang ditutup menurut pasal ini.
7. Bilamana ternyata, baik disengaja ataupun tidak disengaja PENYEWA melakukan
tindakan yang mengakibatkan batalnya klaim asuransi, maka PENYEWA akan
menanggung semua risiko yang telah ditutup pada Maskapai Asuransi dan mengganti
segala kerugian yang diderita oleh YANG MENYEWAKAN akibat batalnya asuransi
tersebut.
8. Kegagalan mendapatkan ganti rugi dari asuransi yang ditutup tidak akan
membebaskan PENYEWA dari pertanggungan jawabnya atas Barang Modal menurut
Perjanjian Sewa Guna Usaha ini.
setiap pelat merek dagang atau pelat tanda pengenal yang terletak pada Barang
Modal atau setiap bagiannya.
7. Membayar atau memberikan penggantian kepada YANG MENYEWAKAN
terhadap semua pajak yang dikenakan terhadap YANG MENYEWAKAN maupun
terhadap Barang Modal berdasarkan sewa guna usaha-termasuk setiap pajak baru
yang dikenakan setelah tanggal Perjanjian Sewa Guna Usaha serta pada semua
biaya pendaftaran, premi asuransi dan lain sebagainya yang berkenaan dengan
pengoperasian atau pemilikan Barang Modal.
8. Membayar, denda keterlambatan sebesar yang disebutkan pada butir 11 dalam
Daftar (sebelum maupun setelah putusan Pengadilan) atas setiap jumlah yang harus
dibayar berdasarkan Perjanjian Sewa Guna Usaha yang tidak dibayar pada tanggal
jatuh waktu.
9. Membayar semua biaya materai, biaya notaris, biaya penagihan, biaya penarikan
kembali Barang Modal, biaya hukum dan biaya-biaya lainnya (termasuk biaya
penasihat hukum YANG MENYEWAKAN) berkenaan dengan pembuatan atau
pelaksanaan Perjanjian Sewa Guna Usaha.
10. Tidak mengijinkan Barang Modal dipindahkan dari wilayah Indonesia dan tidak
boleh memindahkan tempat pendaftaran Barang Modal tanpa persetujuan tertulis
dari YANG MENYEWAKAN.
11. Semua hak yang dimiliki PENYEWA berdasarkan uang muka atau pembayaran lain
yang diberikan PENYEWA kepada PENJUAL/SUPPLIER, Pabrikan atau Pembekal
dari Barang Modal untuk pembelian Barang Modal dengan ini dialihkan kepada
YANG MENYEWAKAN.
Pasal 16 (Kelalaian)
a. Peristiwa-peristiwa berikut ini merupakan kelalaian :
i. PENYEWA lalai untuk membayar uang sewa guna usaha, sekalipun untuk 1
(satu) kali angsuran saja.
ii. PENYEWA lalai untuk melakukan pembayaran lain apabila jatuh waktu atau
Penjamin (Borg) atau PENYEWA lalai mematuhi atau melaksanakan salah satu
ketentuan Perjanjian Sewa Guna Usaha ini.
iii. Apabila YANG MENYEWAKAN dengan alasan yang cukup merasa tidak
terjamin lagi kepentingannya atau menurut pendapat yang layak dari YANG
MENYEWAKAN dengan memperhatikan semua keadaan yang bersangkutan,
telah terjadi perubahan materil yang akan merugikan keadaan keuangan atau
keadaan lainnya dari PENYEWA.
iv. PENYEWA meninggalkan Barang Modal
Dengan terjadinya suatu Kejadian Kelalaian, YANG MENYEWAKAN atas
kehendaknya sendiri dapat tanpa diperlukan pernyataan/penetapan/putusan lalai
dari pengadilan/instansi manapun juga serta tanpa keharusan menyampaikan
pemberitahuan terlebih dahulu atau mengajukan permintaan terlebih dahulu
kepada PENYEWA untuk segera atau salah satu cara, yaitu (i) menyatakan
semua pembayaran sewa guna usaha harus segera dan seketika dibayar, (ii)
melakukan tindakan hukum melalui pihak yang berwajib, instansi pemerintah
dan/atau pihak lain untuk memaksa pelaksanaan oleh PENYEWA dan untuk
mendapatkan kembali dari PENYEWA setiap atau semua kerugian dan biaya
yang diderita atau dikeluarkan oleh YANG MENYEWAKAN, dan mulai saat itu
PENYEWA harus segera menghentikan segala bentuk pemakaian Barang Modal
atau (iii) mengakhiri hak-hak PENYEWA berdasarkan Perjanjian ini, mengambil
kembali Barang Modal dengan atau tanpa bantuan Pengadilan dan/atau alat-alat
Negara dan/atau Pejabat Pemerintah dan/atau pihak lain serta berhak memasuki
tanah dan bangunan serta barang tidak bergerak lainnya yang diduga menjadi
tempat penyimpanan Barang Modal dan menuntut semua kerugian langsung
atau tidak langsung yang diderita YANG MENYEWAKAN termasuk biaya-biaya
yang dikeluarkan YANG MENYEWAKAN sehubungan dengan pengambilan
kembali Barang Modal.
b. Dalam hal YANG MENYEWAKAN menghendaki untuk mengambil kembali Barang
Modal, PENYEWA melepaskan semua hak untuk pemberitahuan sebelumnya serta
hak menuntut ganti kerugian yang ditimbulkan karena pengambilan kembali Barang
Modal tersebut dan dengan ini memberi kuasa kepada YANG MENYEWAKAN
untuk menjual atau memindah tangankan Barang Modal dimuka umum atau
dibawah tangan dengan harga yang dipandang baik oleh YANG MENYEWAKAN
tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada PENYEWA. Dengan berakhirnya
Perjanjian ini, PENYEWA atas permintaan YANG MENYEWAKAN setuju untuk
membayar kepada YANG MENYEWAKAN Nilai Ganti Rugi yang Disetujui (yang
disebutkan pada butir 9 dalam Daftar) dan setiap jumlah lain yang pada waktu itu
jatuh waktu berdasarkan Perjanjian ini, ditambah bunga keterlambatan atas setiap
pembayaran yang pada waktu itu tertunggak sampai tanggal pembayaran, dan harus
membayar seluruh kerugian serta kehilangan keuntungan YANG MENYEWAKAN
dikurangi dengan hasil bersih penjualan Barang Modal.
c. Untuk keperluan-keperluan ini, PENYEWA memberi kuasa mutlak yang seluas-
luasnya kepada YANG MENYEWAKAN dengan hak substitusi tidak dapat
dibatalkan dengan alasan apapun juga dan oleh karenanya PENYEWA dan YANG
MENYEWAKAN sepakat untuk mengabaikan/mengesampingkan PASAL 1814
KUH Perdata untuk memasuki setiap tempat dimana Barang Modal pada waktu
itu berada dan memindahkannya dari tempat tersebut apabila perlu secara paksa
tanpa suatu halangan atau gangguan dari PENYEWA dan/atau pegawai dan/atau
orang yang ditunjuk dan/atau mendapatkan perintah dari PENYEWA dan setuju
bahwa setiap pemasukan dan pengambilan kembali Barang Modal tersebut tidak
merupakan tindakan memasuki pekarangan tanpa hak. Semua hak dan upaya
hukum dari YANG MENYEWAKAN berdasarkan Perjanjian ini adalah kumulatif
dan merupakan tambahan terhadap hak-hak dan upaya-upaya hukum lainnya
yang dapat dipergunakan oleh YANG MENYEWAKAN. Kelalaian dipihak YANG
MENYEWAKAN untuk melaksanakan dan keterlambatan dalam melaksanakan
sesuatu hak, wewenang atau upaya hukum berdasarkan Perjanjian ini tidak
3. Setiap perubahan yang dilakukan menurut ayat 2 pasal ini tidak mengakibatkan
batalnya Perjanjian ini dan hak serta kewajiban PENYEWA baik para pengurus
maupun pemegang saham lama dan baru terikat pada syarat dan ketentuan yang
termuat dalam Perjanjian ini.
4. Pengurus maupun pemegang saham lama menjamin pula bahwa pengurus maupun
pemegang saham baru akan tunduk serta mematuhi seluruh ketentuan dalam
Perjanjian ini.
5. Judul pasal-pasal dalam Perjanjian ini dimaksudkan untuk mempermudah saja dan
tidak akan mempengaruhi arti, maksud dan tujuan Perjanjian ini.
Pasal 28 (Toleransi)
Toleransi YANG MENYEWAKAN dalam menegakkan ketentuan serta syarat-syarat
Perjanjian Sewa Guna Usaha ini atau dimana YANG MENYEWAKAN memberi waktu
kepada PENYEWA tidak boleh ditafsirkan sebagai mempengaruhi atau membatasi
hak-hak/wewenang YANG MENYEWAKAN, serta tidak boleh ditafsirkan bahwa bila
YANG MENYEWAKAN membiarkan suatu pelanggaran oleh PENYEWA sebagai suatu
pelepasan pelaksanaan hak dan wewenang YANG MENYEWAKAN terhadap terjadinya
pelanggaran berikutnya/lainnya dari PENYEWA atas isi Perjanjian ini.
Pasal 30 (Pemberitahuan)
Setiap pemberitahuan, permintaan atau tuntutan oleh pihak yang satu terhadap yang
lain menurut ketentuan-ketentuan Perjanjian Sewa Guna Usaha harus tertulis dan akan
dianggap telah diterima oleh pihak lainnya :
a. Apabila disampaikan langsung oleh salah satu pihak atau kuasanya atau
pengacaranya melalui pos tercatat kepada pihak lain ke alamat yang telah disebut
dalam bagian awal Perjanjian ini dan dengan demikian dianggap telah diterima oleh
yang bersangkutan dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung dari tanggal surat tersebut,
atau
b. Apabila disampaikan langsung oleh salah satu pihak atau kuasanya atau
pengacaranya ketangan pihak lain, maka dianggap telah diterima terhitung sejak
tanggal penyerahan surat tersebut.
PENYEWA harus segera memberitahukan kepada YANG MENYEWAKAN apabila
mengalami hal-hal sebagai berikut:
a. Pindah alamat/tempat tinggal domisili;
b. Yang mewakili diganti;
Pasal 31 (Definisi)
Dalam Perjanjian Sewa Guna Usaha ini berlaku:
1. Apabila dalam pengertian PENYEWA terdapat dua atau lebih pihak yang tercakup
dalam istilah PENYEWA maka tanggung jawab mereka menurut Perjanjian ini
adalah bersama-sama dan sendiri-sendiri atau tanggung jawab renteng, dan
2. Kata-kata yang menunjukkan jenis pria harus dianggap meliputi jenis wanita dan
jenis netral dan kata-kata yang menyatakan arti tunggal adalah termasuk bentuk
jamaknya dan sebaliknya.
Pasal 33 (Hukum)
Mengenai Perjanjian ini dan segala akibatnya tunduk pada dan ditafsirkan dalam segala
hal sesuai dengan hukum Republik Indonesia dan kedua belah pihak telah memilih
tempat kediaman yang tetap dan seumumnya di Kantor Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, dengan ketentuan bahwa YANG MENYEWAKAN bebas untuk
mengambil tindakan hukum dalam Pengadilan-Pengadilan di Republik Indonesia atau
ditempat lain untuk melindungi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan Perjanjian
Sewa Guna Usaha ini atau dengan cara lain mendapat pembayaran dari jumlah-jumlah
uang yang harus dibayar oleh PENYEWA berdasarkan Perjanjian ini.
yang dikeluarkan oleh yang berwenang dan/atau kebiasaan yang berlaku dan/atau
tambahan-tambahan perjanjian lain baik secara tertulis maupun lisan, sepanjang
tidak mengurangi arti, maksud dan tujuan Perjanjian Sewa Guna Usaha.
Demikian Perjanjian Sewa Guna Usaha ini dibuat dan ditanda tangani pada hari dan
tanggal tersebut diatas dalam rangkap 2 dibubuhi materai secukupnya dan masing-
masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASA R
MODAL TENTANG
HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU.
Pasal 1
Ketentuan mengenai Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu diatur dalam Peraturan
Nomor IX.D. 1 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 2
Dengan berlakunya keputusan ini, maka Peraturan Bapepam Nomor IX.D. 1 tentang
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep
07/PM/2001 tanggal 23 Maret 2001 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
LAMPIRAN
Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal
Nomor : Kep 26/PM/2003
Tanggal : 17 Juli 2003
12. Pemegang saham yang berhak atas Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sebagaimana
dimaksud pada angka 14 huruf d peraturan ini adalah pemegang saham yang
tercatat pada Daftar Pemegang Saham 8 (delapan) hari kerja setelah Rapat Umum
Pemegang Saham.
13. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sudah dapat ditukarkan dengan Efek baru
selama periode perdagangan. Efek baru tersebut wajib sudah diterbitkan dan
tersedia dalam 2 (dua) hari kerja setelah Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
dilaksanakan.
14. Informasi penting penawaran Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu yang wajib
diumumkan sebelum Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud
dalam angka 6 peraturan ini meliputi antara lain :
a. nama lengkap Emiten atau Perusahaan Publik, alamat kantor pusat, telepon,
teleks, faksimili, E mail dan kotak pos;
b. uraian mengenai Efek yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan penerbitan
Elak Memesan Efek Terlebih Dahulu;
c. tanggal Rapat Umum Pemegang Saham;
d. tanggal pencatatan pemegang saham yang mempunyai Efak Memesan Efek
Terlebih Dahulu pada Daftar Pemegang Saham atau nomor kupon untuk
menentukan Efak Memesan Efek Terlebih Dahulu;
e. tanggal terakhir dari pelaksanaan Efak Memesan Efek Terlebih Dahulu dengan
pemberitahuan bahwa hak yang tidak dilaksanakan pada tanggal tersebut tidak
berlaku ragi dan tanggal terakhir pembayaran;
f. periode perdagangan Efak Memesan Efek Terlebih Dahulu;
g. harga pelaksanaan Efek;
h. rasio Efak Memesan Efek Terlebih Dahulu atas saham yang ada;
i. tata cara pemesanan Efek;
j. uraian mengenai perlakuan Efek yang tidak dibeli oleh yang berhak dan Efak
Memesan Efek Terlebm Dahulu dalam bentuk pecahan;
k. pernyataan mengenai tata cara pengalihan Efak Memesan Efek Terlebih
Dahulu;
l. tata cara penerbitan dan penyampaian bukti Efak Memesan Efek Terlebih Dahulu
serta Efek;
m. nama Bursa Efek tempat diperdagangkannya Efak Memesan Efek Terlebih
Dahulu dan saham yang mendasarinya tercatat (jika acfa);
n. rencana Emiten atau Perusahaan Publik untuk mengeluarkan atau tidak
mengeluarkan saham atau Efek lain yang dapat dikonversikan menjadi saham
dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal efektif;
o. nama lengkap Pihak yang bertindak sebagai pembeli siaga (jika ada);
p. dampak dilusi dari penerbitan Efek baru;
q. penggunaan dana hasil Penawaran Umum dengan Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu;
r. ringkasan analisis dan pembahasan oleh manajemen; dan
s. informasi tentang tempat Prospektus dapat diperoleh.
15. Dalam hal penerbitan hak untuk Efek utang konversi, Emiten atau Perusahaan
Publik selain sebagaimana informasi pada angka 14 wajib pula menyajikan hal hal
sebagai berikut:
a. hak para pemegang Efek;
b. sifat Efek yang dapat dikonversikan ke jenis Efek lain;
c. sifat Efek utang konversi yang memungkinkan pelunasan lebih dini atas pilihan
Emiten atau pemegang Efek;
d. harga dan tingkat suku bunga dari Efek utang konversi. Dalam hal suku bunga
ditetapkan mengambang, wajib diuraikan cara penentuan tingkat suku bunga
yang mengambang tersebut;
e. jadwal pelunasan atau cicilan termasuk jumlahnya;
f. jadwal pembayaran bunga;
g. jadwal konversi;
h. ketentuan tentang dana pelunasan atau sinking fund (jika ada);
i. denominasi mata uang yang menjadi denominasi utang dan mata uang lain
yang menjadi alternatif (jika ada) digunakan dalam penerbitan Efek utang
bersangkutan (jika ada); dan
j. nama, alamat kantor pusat dan uraian mengenai Pihak pihak yang bertindak
sebagai Wali Amanat dan Penanggung (jika ada).
b. penerbitan saham yang berasal dari kapitalisasi dari laba yang ditahan dan atau
modal disetor lainnya seperti dividen saham atau saham bonus; atau
c. pemecahan saham.
Biaya pencatatan atas Efek yang timbul sebagai akibat adanya pelaksanaan hak
tersebut wajib didasarkan pada perhitungan yang sama dengan Efek sejenis yang
berlaku.
20. Efek yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu yang berbeda dari Efek yang mendasari atas mana hak tersebut melekat dan
berbeda dari Efek lain dari perusahaan tersebut yang telah tercatat di bursa, tidak
wajib dicatatkan di bursa.
21. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu yang tercatat dapat juga diperdagangkan di
luar bursa.
22. Dalam hubungannya dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, perusahaan
wajib mengadakan alokasi Efek yang tidak dipesan, pada harga pemesanan yang
sama kepadasemua pemegang saham vang menyatakan berminat untuk membeli
Efek tambahan pada periode pelaksanaan hak dimaksud. Pembayaran untuk Efek
tambahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan angka 24 Peraturan ini. Apabila
jumlah permintaan atas Efek yang tidak dipesan melebihi Efek yang tersedia, Efek
dimaksud akan dijatahkan secara proporsional, berdasarkan atas jumlah Elak
Memesan Efek Terlebih Dahulu yang dilaksanakan oleh masing masing pemegang
saham yang meminta penambahan Efek berdasarkan harga pemesanan.
23. Dalam hal terjadi pelaksanaan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, tanda terima
wajib diberikan oleh Perusahaan sebagai bukti bahwa hak telah dilaksanakan. Tanda
terima dimaksud wajib menunjukkan apakah pemegang hak atau pemegang saham
bermaksud memesan Efek tambahan yang berasal dari hak yang tidak dilaksanakan.
Dalam hal ini perusahaan wajib menyimpan tembusan dari tanda terima yang
memuat jumlah saham atau Efek tambahan yang dipesan.
24. Penjatahan sebagaimana dimaksud dalam angka 22 peraturan ini ditetapkan dalam
1 (satu) hari kerja setelah berakhirnya pembayaran pesanan Efek tambahan. Para
pemesan Efek tambahan wajib menyerahkan pembayaran penuh kepada perusahaan
untuk Efek tambahan dimaksud dalam 2 (dua) hari kerja setelah berakhirnya
perdagangan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu.
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 Peraturan ini wajib mengembalikan
uang untuk bagian pemesanan yang tidak terpenuhi, pada 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal penjatahan.
25. Setelah penjatahan Efek sebagaimana dimaksud pada angka 24 peraturan ini selesai
dilaksanakan, maka semua dokumen vang berhubungan dengan pelaksanaan
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, termasuk tembusan tanda terima, wajib
disimpan oleh perusahaan untuk jangka waktu sekurang kurangnya 5 (lima) tahun.
Perusahaan dimaksud wajib menunjuk Akuntan yang terdaftar di Bapepam untuk
melakukan pemeriksaan khusus mengenai pelaksanaan Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu. Laporan hasil pemeriksaan mengenai kewajaran pelaksanaan tersebut
wajib disampaikan oleh perusahaan kepada Bapepam dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal penjatahan berakhir.
26. Dalam hal perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 2 peraturan ini bermaksud
untuk menambah modal dalam jumlah yang telah ditetapkan maka sebelum
dilaksanakannya penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu dimaksud,
perusahaan yang bersangkutan wajib memperoleh jaminan dari Pihak tertentu
untuk membeli Efek sekurang kurangnya pada harga penawaran atas Efek dalam
hal terdapat sisa Efek yang tidak diambil.
27. Informasi yang disyaratkan untuk diumumkan sesuai dengan peraturan ini wajib
diumumkan dalam sekurang kurangnya 1 (satu) surat kabar berbahasa Indonesia
yang berperedaran nasional. Salinan dari pengumuman tersebut wajib disampaikan
kepada Bapepam selambat lambatnya pada akhir hari kerja ke 2 (kedua) setelah
pengumuman dimaksud. Pengumuman tersebut dapat digantikan dengan cara lain
yang disetujui oleh Bapepam.
28. Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan pidana di bidang Pasar Modal,
Bapepam berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan
peraturan ini, termasuk kepada Pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran
tersebut.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 17 Juli 2003
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Herwidayatmo
NIP 060065750
MEMUTUSKAN:
Menetapkan KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL TENTANG
PERUBAHAN PERATURAN NOMOR IX.D.2 TENTANG PEDOMAN
MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN
DALAM RANGKA PENERBITAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH
DAHULU.
Pasal 1
Ketentuan mengenai Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran Dalam
Rangka Penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu diatur dalam Peraturan Nomor
IX.D.2 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 2
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep 42/
PM/1998 tanggal 14 Agustus 1998 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 13 Maret 2000
Herwidayatmo
NIP 060065750
LAMPIRAN
Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal
diubah dengan Nomor :
Kep-42/PM/1998 diubah dengan
Nomor : Kep 08/PM/2000
Tanggal :13 Maret 2000
a) neraca;
b) laporan laba rugi;
c) laporan perubahan Ekuitas;
d) laporan arus kas;
e) catatan atas laporan keuangan; dan
f) laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral
dari laporan keuangan jika dipersyaratkan, seperti laporan komitmen
dan kontinjensi untuk Emiten atau Perusahaan Publik yang bergerak
dalam bidang perbankan. Dalam hal efektifnya Pernyataan Pendaftaran
melebihi 180 (seratus delapan puluh) hari dari laporan keuangan
terakhir, maka laporan keuangan tahunan terakhir harus dilengkapi
dengan laporan keuangan interim yang telah diaudit, sehingga jangka
waktu antara tanggal efektif Pernyataan Pendaftaran dan tanggal
laporan keuangan interim tidak melampaui 180 (seratus delapan puluh)
hari;
g. surat dari Akuntan (comfort letter) sehubungan dengan perubahan
keadaan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik yang terjadi setelah
tanggal laporan keuangan yang diaudit oleh Akuntan;
h. surat pernyataan dari Emiten atau Perusahaan Publik di bidang
akuntansi;
i. keterangan lebih lanjut tentang prakiraan dan atau proyeksi, jika
dicantumkan dalam
j. kebijakan dividen serta riwayat pembayaran dividen;
k. laporan pemeriksaan dan pendapat dari segi hukum (sehubungan
dengan perubahan yang terjadi setelah tanggal dikeluarkannya pendapat
hukum sebelumnya dan hal yang berkaitan dengan penggunaan dana
hasil Penawaran Umum);
l. surat pencabutan pembatasan pembatasan (negative covenant) yang
dapat merugikan kepentingan pemegang saham publik dari kreditur;
m. dokumen dokumen sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Nomor
IX.E. 1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu atau Peraturan
Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material Dan Perubahan Kegiatan
Usaha Utama Perusahaan, dalam hal penggunaan dana untuk ekspansi
termasuk pembelian aktiva;
n. pernyataan Profesi Penunjang Pasar Modal sesuai dengan Formulir
Nomor IX.C.1 -4 Lampiran 4 Peraturan Nomor IX.C.1; dan
o. informasi lain sesuai dengan permintaan Bapepam yang dipandang
perlu dalam penelaahan Pernyataan Pendaftaran, sepanjang dapat
diumumkan kepada masyarakat tanpa merugikan kepentingan Emiten
atau Perusahaan Publik.
6. Bapepam dapat memperoleh informasi lain yang tidak merupakan bagian dari
Pernyataan Pendaftaran dan tidak dimaksudkan untuk diumumkan kepada
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 13 Maret 2000
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Herwidayatmo
NIP 060065750
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
Ketentuan mengenai Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka
Penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu diatur dalam Peraturan Nomor IX.D.3
sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 2
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep 43/
PM/1998 tanggal 14 Agustus 1998 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 13 Maret 2000
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Herwidayatmo
NIP 060065750
LAMPIRAN
Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal
Nomor :Kep-59/PM/1996
diubah dengan
Nomor :Kep-43/PM/1998
diubah dengan
Nomor :Kep 09/PM/2000
Tanggal : 13 Maret 2000
Suatu Prospektus harus mencakup semua rincian dan Informasi atau Fakta Material
mengenai Penawaran Umum dari Emiten atau Perusahaan Publik, yang dapat
mempengaruhi keputusan pemodal, yang diketahui atau layak diketahui oleh Emiten
atau Perusahaan Publik. Prospektus harus dibuat sedemikian rupa sehingga jelas dan
komunikatif. Fakta fakta dan pertimbangan pertimbangan yang paling penting harus
dibuat ringkasannya dan diungkapkan pada bagian awal Prospektus. Urutan penyampaian
fakta pada Prospektus ditentukan oleh relevansi fakta tersebut terhadap masalah tertentu,
bukan urutan sebagaimana dinyatakan pada peraturan ini. Emiten atau Perusahaan Publik
harus berhati hati apabila menggunakan foto, diagram, atau tabel pada Prospektus, karena
bahan bahan tersebut dapat memberikan kesan yang menyesatkan kepada masyarakat.
Emiten atau Perusahaan Publik juga harus menjaga agar penyampaian informasi penting
tidak dikaburkan dengan informasi yang kurang penting yang mengakibatkan informasi
penting tersebut terlepas dari perhatian pembaca.
Sebagian informasi yang dicantumkan dalam peraturan ini mungkin kurang relevan
dengan keadaan Emiten atau Perusahaan Publik tertentu. Emiten atau Perusahaan
Publik dapat melakukan penyesuaian atas pengungkapan Informasi atau Fakta
Material tidak terbatas hanya pada Informasi atau Fakta Material yang telah diatur
dalam ketentuan ini. Pengungkapan atas Informasi atau Fakta Material tersebut
harus dilakukan secara jelas dengan penekanan yang sesuai dengan bidang usaha atau
sektor industrinya, sehingga Prospektus tidak menyesatkan. Emiten atau Perusahaan
Publik serta Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal bertanggung jawab untuk
menentukan dan mengungkapkan fakta tersebut secara jelas dan mudah dibaca.
Prospektus untuk penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sekurang kurangnya
harus memuat :
1. Aspek aspek penting dari penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, seperti :
a. nama lengkap Emiten atau Perusahaan Publik, alamat kantor pusat, telepon,
teleks, faksimili, E mail dan kotak pos;
b. uraian mengenai Efek yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan penerbitan
Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu;
dividen, sebagaimana yang mereka miliki pada saat itu, maka uraian mengenai
Efek dimaksud dengan penjelasan perbedaan sifat sifatnya dan alasan perbedaan
tersebut harus diungkapkan.
3. Dalam hal penerbitan hak untuk Efek utang konversi, Emiten atau Perusahaan
Publik wajib menyajikan hal hal sebagai berikut :
a. hak para pemegang Efek;
b. sifat Efek yang dapat dikonversikan ke jenis Efek lain;
c. sifat Efek utang konversi yang memungkinkan pelunasan lebih dini atas pilihan
Emiten atau Perusahaan Publik atau pemegang Efek;
d. harga dan tingkat suku bunga dari Efek utang konversi. Dalam hal suku bunga
ditetapkan mengambang, wajib diuraikan cara penentuan tingkat suku bunga
yang mengambang tersebut;
e. jadwal pelunasan atau cicilan termasuk jumlahnya;
f. jadwal pembayaran bunga;
g. jadwal konversi;
sinking fund
i. denominasi mata uang yang menjadi denominasi utang dan mata uang lain
yang menjadi alternatif (jika ada) digunakan dalam penerbitan Efek utang
bersangkutan (jika ada);
j. nama, alamat kantor pusat dan uraian mengenai Pihak pihak yang bertindak
sebagai Wali Amanat dan Penanggung (jika ada);
k. ringkasan pokok pokok perjanjian penanggungan (jika ada);
l. ringkasan pokok pokok perjanjian perwaliamanatan, termasuk tingkat senioritas
dari utang dibandingkan dengan utang Emiten atau Perusahaan Publik yang
masih ada dan utang lainnya yang mungkin diperoleh Emiten atau Perusahaan
Publik pada masa yang akan datang; dan
m. ringkasan tentang setiap tuntutan atas aktiva dari Emiten atau Perusahaan
Publik yang dijadikan agunan untuk Efek yang ditawarkan.
4. Pernyataan tentang dicatatkan atau tidaknya Efek yang bersangkutan di Bursa Efek.
Jika dicatatkan maka jumlah dan persentasenya harus diungkapkan.
5. Rincian struktur modal sebelum dan sesudah Penawaran Umum yang disajikan dalam
bentuk tabel. Informasi dalam tabel dimaksud meliputi sekurang kurangnya:
a. modal dasar, modal ditempatkan dan disetor penuh yang meliputi jumlah saham
dan nilai nominal;
b. jumlah dan nilai nominal saham yang baru diterbitkan pada saat Penawaran
Umum.
6. Uraian tentang persyaratan penting dari perjanjian pembelian sisa Efek atau
persetujuan untuk membeli Efek oleh Pihak yang disebut namanya (jika ada).
7. Uraian tentang penggunaan dana secara terinci yang diperoleh dari Penawaran
Umum dimaksud yang meliputi antara lain :
a. dalam hal penggunaan dana untuk membayar hutang wajib mengungkapkan
jumlah hutang, nama kreditur, terafiliasi atau tidak terafiliasi, penggunaan
nutang dan riwayat hutang;
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 13 Maret 2000
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Herwidayatmo
NIP 060065750
SALINAN
KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL
DAN LEMBAGA KEUANGAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN
LEMBAGA KEUANGAN TENTANG PENAMBAHAN MODAL TANPA
HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU.
Pasal 1
Ketentuan mengenai penambahan modal tanpa hak memesan Efek terlebih dahulu diatur
dalam Peraturan Nomor IX.D.4 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 2
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-44/
PM/1998 tanggal 14 Agustus 1998 tentang Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan
Efek Terlebih Dahulu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 3
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 9 Desember 2009.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 9 Desember 2009
Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan
ttd.
A. Fuad Rahmany
NIP 060063058
Salinan sesuai dengan
aslinya Kepala Bagian
Umum
ttd.
LAMPIRAN
Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor : Kep-429/BL/2009
Tanggal : 9 Desember 2009
1. KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. Perusahaan adalah Emiten yang telah melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat
Ekuitas atau Perusahaan Publik.
b. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu yang selanjutnya disebut HMETD adalah
hak yang melekat pada saham yang memungkinkan para pemegang saham yang
ada untuk membeli Efek baru, termasuk saham, Efek yang dapat dikonversikan
menjadi saham dan waran, sebelum ditawarkan kepada Pihak lain.
2. PERSYARATAN PENAMBAHAN MODAL TANPA HMETD
a. Perusahaan dapat menambah modal tanpa memberikan HMETD kepada
pemegang saham sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Nomor IX.D.1,
sepanjang ditentukan dalam anggaran dasar, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) jika dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, penambahan modal tersebut paling
banyak 10 % (sepuluh perseratus) dari modal disetor; atau
2) jika tujuan utama penambahan modal adalah untuk memperbaiki
posisi keuangan Perusahaan yang mengalami salah satu kondisi sebagai
berikut:
a) bank yang menerima pinjaman dari Bank Indonesia atau lembaga
pemerintah lain yang jumlahnya lebih dari 100% (seratus perseratus)
dari modal disetor atau kondisi lain yang dapat mengakibatkan
restrukturisasi bank oleh instansi Pemerintah yang berwenang;
b) Perusahaan selain bank yang mempunyai modal kerja bersih negatif
dan mempunyai kewajiban melebihi 80% (delapan puluh perseratus)
dari aset Perusahaan tersebut pada saat Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) yang menyetujui penambahan modal; atau
c) Perusahaan yang gagal atau tidak mampu untuk menghindari kegagalan
atas kewajibannya terhadap pemberi pinjaman yang tidak terafiliasi
dan jika pemberi pinjaman tidak terafiliasi tersebut menyetujui
untuk menerima saham atau obligasi konversi Perusahaan untuk
menyelesaikan pinjaman tersebut.
b. Penambahan modal tanpa HMETD wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan RUPS.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 9 Desember 2009
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan
ttd.
A. Fuad Rahmany
NIP 060063058
ttd.
SALINAN
KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL
DAN LEMBAGA KEUANGAN
NOMOR: KEP- 554/BL/2010
TENTANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN
LEMBAGA KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN
KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP-06/
PM/2000 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN NOMOR VIII.G.7
TENTANG PEDOMAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN.
Pasal 1
Diantara Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor:
Kep-06/PM/2000 tanggal 13 Maret 2000 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7
tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan, disisipkan satu pasal yakni Pasal 1A
sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 1A
(1) Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan berlaku
sepanjang tidak diatur atau tidak bertentangan dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan - Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK- IAI).
(2) Dalam hal terdapat ketentuan dalam Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman
Penyajian Laporan Keuangan yang bertentangan dengan PSAK yang diterbitkan
oleh DSAK-IAI, maka penyusunan dan penyajian laporan keuangan Emiten dan
Perusahaan Publik wajib mengacu pada PSAK yang diterbitkan oleh DSAK-IAI.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari
2011.”
Pasal 2
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 30 Desember 2010
Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
ttd.
A. Fuad Rahmany
NIP 195411111981121001
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Umum
ttd.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL TENTANG
PERUBAHAN PERATURAN NOMOR VIII.G.7 TENTANG PEDOMAN
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN.
Pasal 1
Ketentuan mengenai Pedoman Penyajian Laporan Keuangan diatur dalam Peraturan
Nomor VIII.G.7 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 2
Ketentuan dalam peraturan ini berlaku untuk penyusunan laporan keuangan yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2000.
Pasal 3
Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep 97/
PM/1996 tanggal 28 Mei 1996 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 4
Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Maret 2000
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Herwidayatmo
NIP 060065750
2. KHUSUS
a. Tanggung Jawab atas Laporan Keuangan
Manajemen Emiten atau Perusahaan Publik bertanggung jawab atas penyusunan
dan penyajian laporan keuangan.
b. Bahasa Pelaporan
Laporan keuangan harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Jika laporan keuangan
juga dibuat selain dalam bahasa Indonesia, maka laporan keuangan dimaksud
harus memuat informasi yang sama.
Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran akibat penerjemahan bahasa,
maka yang digunakan sebagai acuan adalah laporan keuangan dalam bahasa
Indonesia.
c. Mata Uang Pelaporan
1) Mata uang pelaporan yang digunakan oleh perusahaan di Indonesia adalah
mata uang rupiah. Perusahaan dapat menggunakan mata uang selain rupiah
sebagai mata uang pelaporan hanya apabila mata uang tersebut memenuhi
kriteria mata uang fungsional.
2) Laporan keuangan konsolidasi disajikan dalam mata uang fungsional
setelah mempertimbangkan indikator mata uang fungsional terhadap
induk perusahaan dan tiap anak perusahaan.
d. Periode Pelaporan
1) Tahun buku perusahaan mencakup periode satu tahun. Apabila, dalam
keadaan luar biasa, tahun buku perusahaan berubah dan laporan keuangan
disajikan untuk periode yang lebih panjang atau pendek dari periode
satu tahun, maka sebagai tambahan terhadap periode cakupan laporan
keuangan, perusahaan harus mengungkapkan :
a) alasan penggunaan tahun buku yang lebih panjang atau pendek dari
periode satu tahun; dan
b) fakta bahwa jumlah komparatif dalam laporan laba rugi, laporan
perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan
keuangan tidak dapat diperbandingkan.
2) Untuk tujuan konsolidasi, tanggal pelaporan keuangan anak perusahaan
pada dasarnya harus sama dengan tanggal pelaporan keuangan perusahaan
induk. Apabila tanggal pelaporan tersebut berbeda maka laporan keuangan
anak perusahaan dengan tanggal pelaporan yang berbeda tersebut dapat
digunakan untuk tujuan konsolidasi sepanjang:
a) Perbedaan tanggal pelaporan tersebut tidak lebih dari 3 (tiga) bulan;
dan
b) Peristiwa atau transaksi material yang terjadi di antara tanggal
pelaporan tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan
Konsolidasi.
Apabila laporan keuangan dengan tanggal pelaporan yang berbeda
(yang lebih dari tiga bulan) digunakan untuk tujuan konsolidasi, maka
penyesuaian yang diperlukan harus dilakukan untuk pengaruh dari
setiap peristiwa atau transaksi antar perusahaan yang signifikan, yang
terjadi antara tanggal pelaporan yang berbeda tersebut.
e. Saling ffapus (Offseting)
Pos aktiva dan kewajiban, dan pos penghasilan dan beban tidak boleh saling
hapus, kecuali diperkenankan oleh PSAK.
f. Konsistensi Penyajian
1) Penyajian dan klasifikasi pos pos dalam laporan keuangan antar periode
harus konsisten, kecuali :
a) Terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi perusahaan
atau perubahan penyajian akan menghasilkan penyajian yang lebih
tepat atas suatu transaksi atau peristiwa; atau
b) Perubahan penyajian yang diperkenankan oleh PSAK.
2) Apabila penyajian atau klasifikasi pos pos dalam laporan keuangan diubah
maka penyajian periode sebelumnya direklasiflkasi untuk memastikan
daya banding. Sifat, jumlah, serta alasan reklasifikasi harus diungkapkan.
Apabila reklasifikasi tersebut tidak praktis dilakukan, maka alasan dan sifat
perubahan seandainya dilakukan reklasifikasi harus diungkapkan.
g. Materialitas dan Agregasi
1) “Material” adalah istilah yang digunakan untuk mengemukakan sesuatu
yang dianggap wajar untuk diketahui oleh pengguna laporan keuangan dan
Bapepam. Kecuali ditentukan secara khusus, pengertian material adalah
5% dari jumlah seluruh aktiva untuk akun akun aktiva, 5% dari jumlah
seluruh kewajiban untuk akun akun kewajiban, 5% dari jumlah seluruh
ekuitas untuk akun akun ekuitas, 10% dari pendapatan untuk akun akun
laba rugi, dan 10% dari laba sebelum pajak untuk pengaruh suatu peristiwa
atau transaksi seperti perubahan estimasi akuntansi.
2) Akun akun yang material disajikan terpisah dalam laporan keuangan. Untuk
akun akun yang nilainya tidak material, tetapi merupakan komponen utama
laporan keuangan, harus disajikan tersendiri. Sedangkan untuk akun akun
yang nilainya tidak material, dan tidak merupakan komponen utama, dapat
digabungkan dalam pos tersendiri, namun harus dijelaskan sifat dari unsur
utamanya dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
3) Akun yang berbeda tetapi mempunyai sifat atau fungsi yang sama dapat
digabungkan dalam satu pos jika saldo masing masing akun tidak material.
Contoh pos hasil penggabungan antara lain Biaya Dibayar di Muka,
Pendapatan Diterima di Muka dan lain sebagainya. Jika penggabungan
beberapa akun di atas mengakibatkan jumlah keseluruhan menjadi
material, maka unsur yang jumlahnya terbesar agar disajikan tersendiri.
h. Informasi Komparatif
1) Dalam rangka penyampaian laporan berkala, laporan keuangan tahunan
harus disajikan secara perbandingan untuk 2 (dua) tahun terakhir.
Sedangkan untuk laporan keuangan interim harus disajikan secara
perbandingan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Laporan
laba rugi interim harus mencakup periode sejak awal tahun buku sampai
dengan periode interim terakhir yang dilaporkan.
2) Dalam rangka Penawaran Umum oleh perusahaan yang bukan dikategorikan
sebagai Perusahaan Menengah atau Kecil, laporan keuangan yang disajikan
adalah untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun buku terakhir atau sejak berdirinya
bagi perusahaan yang berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun buku.
3) Dalam rangka Penawaran Umum oleh perusahaan yang dikategorikan
sebagai Perusahaan Menengah atau Kecil, laporan keuangan yang disajikan
adalah untuk jangka waktu 2 (dua) tahun buku terakhir atau sejak berdirinya
bagi Perusahaan Menengah atau Kecil yang berdiri kurang dari 2 (dua)
tahun buku.
4) Dalam rangka Penawaran Umum dengan ffak Memesan Efek Terlebih
Dahulu, laporan keuangan yang disajikan adalah untuk jangka waktu 2
(dua) tahun buku terakhir. Dalam hal efektifnya Pernyataan Pendaftaran
melebihi 180 (seratus delapan puluh) hari dari laporan keuangan tahunan
terakhir, maka laporan keuangan interim harus disertakan dengan ketentuan
jangka waktu antara tanggal efektifnya Pernyataan Pendaftaran dan tanggal
laporan keuangan interim tidak melampaui 180 (seratus delapan puluh)
hari.
i. Laporan Keuangan Konsolidasi
1) Laporan keuangan konsolidasi menggabungkan seluruh perusahaan
yang dikendalikan oleh induk perusahaan. Pengendalian dianggap ada
apabila induk perusahaan memiliki baik secara langsung maupun tidak
langsung (melalui anak perusahaan), lebih dari 50% hak suara pada suatu
perusahaan. Walaupun suatu perusahaan memiliki hak suara 50% atau
kurang, pengendalian tetap dianggap ada apabila dapat dibuktikan adanya
salah satu kondisi berikut :
a) Mempunyai hak suara yang lebih dari 50% berdasarkan suatu perjanjian
dengan investor lainnya;
b) Mempunyai hak untuk mengatur dan menentukan kebijakan finansial
dan operasional perusahaan berdasarkan anggaran dasar atau
perjanjian;
c) Mampu menunjuk atau memberhentikan mayoritas pengurus
perusahaan; atau
d) Mampu menguasai suara mayoritas dalam rapat pengurus.
2) Anak pemsahaan tidak dikonsolidasikan dalam hal:
a) Pengendalian dimaksudkan untuk sementara, karena saham anak
perusahaan dibeli dengan tujuan untuk dijual atau dialihkan dalam
jangka pendek; atau
b) Anak pemsahaan dibatasi oleh suatu restriksi jangka panjang sehingga
mempengaruhi secara signifikan kemampuannya dalam mentransfer
dana kepada induk perusahaan.
3) Walaupun anak pemsahaan bergerak dalam jenis usaha yang berbeda atau
sama sekali tidak ada hubungannya dengan jenis usaha induk pemsahaan,
laporan keuangan anak perusahaan tersebut tetap harus dimasukkan dalam
penyusunan laporan keuangan konsolidasi.
4) Dalam menyusun laporan keuangan konsolidasi, laporan keuangan induk
pemsahaan dan anak perusahaan digabungkan satu per satu (line by
line basis) dengan menjumlahkan unsur unsur yang sejenis dari aktiva,
kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban.
5) Laporan keuangan konsolidasi disusun dengan menggunakan kebijakan
akuntansi yang sama untuk transaksi, peristiwa dan keadaan yang sama atau
sejenis. Apabila tidak mungkin digunakan kebijakan akuntansi yang sama
dalam menyusun laporan keuangan konsolidasi, maka harus diungkapkan
penggunaan kebijakan akuntansi yang berbeda tersebut dan proporsi unsur
yang terkait dengan kebijakan akuntansi tersebut terhadap unsur sejenis
dalam laporan keuangan konsolidasi.
j. “Pihak pihak yang mempunyai hubungan istimewa” adalah :
1) Pemsahaan yang melalui satu atau lebih perantara, mengendalikan,
atau dikendalikan oleh, atau holding companies, subsidiariesdan fellow
subsidiaries);
2) Pemsahaan asosiasi (associatedcompany);
3) Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung,
suatu kepentingan hak suara di pemsahaan pelapor yang berpengaruh
secara signifikan, dan anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut
(yang dimaksudkan dengan anggota keluarga dekat adalah mereka yang
dapat diharapkan mempengaruhi atau dipengaruhi perorangan tersebut
dalam transaksinya dengan pemsahaan pelapor);
4) Karyawan kunci, yaitu orang orang yang mempunyai wewenang dan
tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin dan mengendalikan
kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota dewan komisaris,
direksi dan manajer dari pemsahaan serta anggota keluarga dekat orang
orang tersebut; dan
5) Pemsahaan dimana suatu kepentingan substansial dalam hak suara dimiliki
baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh setiap orang yang
diuraikan dalam angka 3) atau 4), atau setiap orang tersebut mempunyai
pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut. Ini mencakup perusahaan
perusahaan yang dimiliki anggota dewan komisaris, direksi atau pemegang
saham utama dari perusahaan pelapor dan pemsahaan pemsahaan yang
mempunyai anggota manajemen kunci yang sama dengan pemsahaan
pelapor.
k. Dalam penyajian Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan
Laporan Arus Kas, harus disertai dengan pernyataan bahwa Catatan atas Laporan
Keuangan merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan keuangan.
l. Apabila perusahaan melakukan penyajian kembali (restatement) laporan
keuangan yang telah diterbitkan sebelumnya, maka keterangan “disajikan
kembali” dan nomor referensi yang mengacu kepada Catatan atas Laporan
Keuangan yang menjelaskan penyajian kembali tersebut harus disajikan pada
kolom tahun dimana laporan keuangan tersebut disajikan kembali, masing
masing di Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan
Arus Kas.
m. Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar harus diperlakukan sebagai
berikut :
1) Perubahan estimasi akuntansi
Suatu estimasi direvisi jika ada perubahan kondisi yang mendasari estimasi
tersebut, atau karena adanya informasi baru, bertambahnya pengalaman
atau perkembangan lebih lanjut. Dampak perubahan ini harus diperlakukan
secara prospektif.
2) Perubahan Kebijakan Akuntansi
Perubahan kebijakan akuntansi dilakukan hanya jika penerapan suatu
kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan
atau standar akuntansi keuangan yang berlaku, atau jika diperkirakan
bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan penyajian kejadian atau
transaksi yang lebih sesuai dalam laporan keuangan suatu perusahaan.
3) Kesalahan Mendasar
Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan
matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan
interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan
mendasar harus restatement ) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya
dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai
suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan
apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan
masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru.
khusus untuk industri tertentu, harus dirinci dan dijelaskan pada Catatan
atas Laporan Keuangan tanpa mempertimbangkan materialitasnya.
5) Untuk pos yang merupakan hasil penggabungan beberapa akun sejenis
dirinci dan dijelasKan sifat dari unsur utamanya dalam Catatan atas Laporan
Keuangan.
6) Catatan atas Laporan Keuangan harus menunjukkan secara terpisah
jumlah dari setiap jenis transaksi dan saldo dengan para direktur, pegawai,
komisaris, pemegang saham utama, dan Pihak pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf j peraturan
ini. Ikhtisar terpisah tersebut diperlukan untuk piutang, hutang, penjualan
atau pendapatan dan beban. Apabila jumlah transaksi untuk masing masing
kategori tersebut dengan Pihak tertentu melebihi Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah), maka jumlah tersebut harus disajikan secara terpisah dan
nama Pihak tersebut wajib diungkapkan.
7) Pengungkapan dengan menggunakan kata “sebagian” tidak diperkenankan
untuk menjelaskan adanya bagian dari suatu jumlah. Pengungkapan hal
tersebut harus menyatakan nilai atau persentasenya.
8) Aktiva yang dijaminkan harus diungkapkan dalam penjelasan masing
masing pos. Apabila aktiva perusahaan diasuransikan, harus diungkapkan
jenis dan nilai aktiva yang diasuransikan, nilai pertanggungan asuransi serta
pendapat manajemen atas kecukupan pertanggungan asuransi. Dalam hal
tidak diasuransikan, harus diungkapkan alasannya.
9) Peraturan ini tidak menentukan bentuk penyajian Catatan atas Laporan
Keuangan. Namun demikian, pengungkapannya mencakup tetapi tidak
terbatas pada unsur unsur yang diuraikan dalam huruf b berikut ini.
b. Unsur-unsur Catatan Atas Laporan Keuangan
1) Gambaran Umum Perusahaan ffal hal yang harus diungkapkan, antara lain
adalah :
a) Pendirian perusahaan
(1) Riwayat ringkas perusahaan;
(2) Nomor dan tanggal akta pendirian serta perubahan terakhir,
pengesahan Departemen ffukum dan Berundang undangan dan
atau nomor dan tanggal Berita Negara yang bersangkutan;
(3) Bidang usaha utama perusahaan sesuai anggaran dasar dan
kegiatan utama perusahaan pada periode pelaporan;
(4) Tempat kedudukan perusahaan dan lokasi utama kegiatan usaha;
dan
(5) Tanggal mulai beroperasinya perusahaan secara komersial.
Apabila perusahaan melakukan ekspansi atau penciutan usaha
secara signifikan pada periode laporan yang disajikan, harus
disebutkan saat dimulainya operasi komersial dari ekspansi atau
penciutan perusahaan dan kapasitas produksinya.
(c) Rata rata tertimbang nilai wajar opsi pada tanggal pemberian
kompensasi yang diberikan alam suatu periode;
(d) Jumlah dan rata rata tertimbang nilai wajar pada tanggal
pemberian kompensasi dari instrumen ekuitas selain opsi
yang diberikan dalam suatu periode;
(e) Penjelasan mengenai metode dan asumsi signifikan yang
digunakan dalam suatu periode untuk mengestimasi nilai
wajar opsi;
(f) Jumlah beban kompensasi yang diakui untuk program
kompensasi berbasis saham;
(g) Perubahan persyaratan signifikan dari program kompensasi
yang sedang berjalan; dan
(h) Rentang harga eksekusi, rata rata tertimbang harga eksekusi,
dan rata rata tertimbang sisa periode opsi.
e) Laba Rugi
(1) Penjualan Bersih / Pendapatan Usaha
Yang harus diungkapkan antara lain :
(a) Penjualan bersih kepada pihak yang mempunyai hubungan
istimewa dan pihak ketiga;
(b) Rincian jumlah dari kelompok produk/jasa utama; dan
(c) Nama pihak pembeli dan jumlah nilai penjualan yang
melebihi 10% dari pendapatan.
(2) Beban Pokok Penjualan
Yang harus diungkapkan antara lain :
(a) Beban pokok produksi yang dirinci :
Biaya bahan baku;
Biaya tenaga kerja; dan Biaya overhead
ditambah dan dikurangi saldo awal dan akhir barang jadi.
(b) Nama pihak penjual dan nilai pembelian yang melebihi 10%
dari pendapatan.
(3) Beban Usaha
Yang harus diungkapkan antara lain rincian beban penjualan, dan
beban umum dan administrasi.
(4) Penghasilan (Beban) Lain-lain
Yang harus diungkapkan antara lain :
(a) Rincian penghasilan (beban) lain lain dan jumlahnya;
(b) Rincian beban keuangan yang merupakan bagian beban lain
lain, sebagai berikut :
Jumlah beban keuangan, yang dirinci sebagai berikut :
• Bunga;
• Selisih kurs bersih atas penanaman dan pinjaman
dalam mata uang asing (sepanjang selisih kurs bersih
tersebut merupakan penyesuaian terhadap biaya
(2) Kontinjensi
Yang harus diungkapkan :
(a) Untuk perkara/sengketa hukum :
Pihak pihak yang terkait;
Jumlah yang diperkarakan; dan
Latar belakang, isi dan status perkara dan pendapat hukum
(legal oplnlon).
(b) Untuk Peraturan Pemerintah yang mengikat perusahaan
seperti: masalah lingkungan hidup, diungkapkan uraian
singkat tentang peraturan dan dampaknya terhadap
perusahaan; dan
(c) Kemungkinan kewajiban pajak tambahan :
Jenis ketetapan/tagihan pajak, jenis pajak, tahun pajak serta
jumlah pokok dan denda/bunganya; dan
Sikap perusahaan terhadap ketetapan/tagihan pajak
(keberatan, banding dsb nya).
n) Restrukturisasi Hutang Bermasalah
Yang harus diungkapkan antara lain :
(1) Penjelasan tentang pokok pokok perubahan persyaratan dan
penyelesaian hutang;
(2) Jumlah keuntungan atas restrukturisasi hutang dan dampak pajak
penghasilan yang terkait;
(3) Jumlah keuntungan atau kerugian bersih atas pengalihan aset
yang diakui selama periode tersebut; dan
(4) Jumlah hutang kontinjen yang dimasukkan dalam nilai tercatat
hutang yang telah direstrukturisasi.
o) Informasi Penting Lainnya
Yang harus diungkapkan antara lain sifat, jenis, jumlah dan dampak dari
peristiwa atau keadaan tertentu yang mempengaruhi kinerja perusahaan,
seperti peristiwa/keadaan yang mempengaruhi kelangsungan hidup
perusahaan.
p) Peristiwa setelah Tanggal Neraca
Yang harus diungkapkan adalah :
(1) Uraian peristiwa misalnya tanggal terjadinya, sifat peristiwa,
dan jumlah moneter yang mempengaruhi akun akun laporan
keuangan; dan
(2) Dalam hal terjadi peristiwa yang mempengaruhi penyajian
laporan keuangan secara keseluruhan, misalnya: merger dan
akuisisi, pelepasan segmen usaha, divestasi anak perusahaan,
maka harus disajikan informasi keuangan proforma seakan akan
transaksi tersebut telah terjadi pada tanggal neraca terakhir atau
pada awal periode laporan keuangan terakhir yang disajikan.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 13 Maret 2000
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
Herwidayatmo
NIP 060065750
PENJUALAN/PENDAPATAN USAHA Rp Rp
xxx.xxx xxx.xxx
Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang Merupakan Bagian Tak Terpisahkan dari Laporan Keuangan
Selisih penilaian X X
kembali aktiva tetap
Keuntungan (kerugian) X
belum direalisasi dr
pemilikan Efek
Penerbitan saham X X X
Saldo per 31 Desember X X X X (X) X X X
20x0
Keuntungan (kerugian) X X
belum direalisasi dr
pemilikan Efek
Penerbitan saham X X X
20x1 20x0
Catatan Rp Rp
Arus Kas dari Aktivitas Operasi
Penerimaan Kas dari pelanggan xxx.xxx xxx.xxx
Pembayaran kas kepada pemasok dan pelanggan xxx.xxx xxx.xxx
Kas yang dihasilkan operasi xxx.xxx xxx.xxx
Pembayaran bunga xxx.xxx xxx.xxx
Pembayaran Pajak Penghasilan xxx.xxx xxx.xxx
Arus kas sebelum pos luar biasa xxx.xxx xxx.xxx
Hasil dari asuransi karena kebakaran xxx.xxx xxx.xxx
Arus kas bersih dari aktivitas operasi xxx.xxx xxx.xxx
Rugi kurs