Memiliki gentong air di bagian depan untuk tempat membersihkan kaki mereka yang akan
masuk rumah. Ciri ini memiliki filosofi bahwa setiap tamu yang datang harus memiliki niat
baik.
Strukturnya rumah panggung memiliki fungsi sebagai perlindungan anggota keluarga dari
serangan binatang buas.
Memiliki tangga yang anak tangganya berjumlah ganjil, merupakan simbol tentang sifat
religius dari masyarakat suku Aceh.
Terbuat dari bahan-bahan alam; merupakan simbol bahwa masyarakat suku Aceh memiliki
kedekatan dengan alam.
Memiliki banyak ukiran dan lukisan di dinding rumah; menandakan masyarakat Aceh adalah
masyarakat yang sangat mencintai keindahan.
Berbentuk persegi panjang dan membujur dari arah barat ke timur; menandakan masyarakat
Aceh adalah masyarakat yang religius.
Rumah Adat Aceh, Sejarah, Ciri Khas dan Penjelasan Maknanya
RUMAH ADAT ACEH atau sering disebut dengan nama Rumoh Aceh adalah bentuk rumah
tinggal tradisional orang Aceh pada masa lalu.
Saat ini, Rumoh Aceh sudah semakin langkah, namun dapat dilihat di komplek Kantor
Museum Aceh di Kota Banda Aceh, dan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta,
serta Rumah Cut Nyak Dhien yang ada di Desa Lampisang, 10 km dari pusat Kota Banda
Aceh.
Jika Anda berkunjung ke Rumah Aceh yang terletak di komplek Museum Aceh banyak
terdapat barang-barang peninggalan tempo dulu yang sering digunakan oleh orang Aceh
diantaranya pedeung on jok, jingki, guci, Berandam atau Tempat menyimpan padi dll.
Jika anda ke Banda Aceh jangan lupa untuk datang mengunjungi dan saksikan keadaan
rumah Adat Aceh tempo dulu. Ciri khas rumah adat Aceh ini terdiri dari 44 tiang dan
mempunyai 2 tangga depan dan belakang.
Ruangan depan atau disebut dengan seramoe Keu (serambi depan), ruangan ini
polos tanpa kamar yang berfunsi sebagai ruang tamu laki-laki, ruang belajar
mengaji anak laki-laki pada malam atau siang hari juga tempat tidur tamu laki-
laki. dan disaat-saat tertentu seperti upacara perkawinan ruangan ini juga
berfungsi sebagai tempat jamuan makan bersama.
Ruangan tengah atau seuramoe teungoh ini bagian inti dari rumoh Aceh dan
sedikit lebih tinggi dari seramoe keu ini disebut rumoh inong (rumah induk) dan
tempat ini dianggap suci karena bersifat sangat pribadi. Diruangan tengah ini
terdapat dua bilik atau kamar yang berhadapan. Kedua kamar ini untuk tempat
tidur kepala keluarga atau pemilik rumah, bila ada anak perempuan yang baru
kawin maka dia akan menempati kamar ini dan orang tua akan pindah ke anjong.
Ruangan Belakang atau disebut dengan seramoe Likoet (serambi belakang),
ruangan ini juga polos tanpa kamar yang berfungsi sebagai ruang tamu
perempuan,yang luasnya juga sama dengan seramoe keu ruangan ini untuk kaum
perempuan juga digunakan untuk ruang belajar mengaji anak perempuan dan bila
tamu yang datang perempuan maka tempat musyawarah ataupun tempat tidur
para tamu juga tempat makan bersama untuk orang perempuan jadi di Aceh tamu
laki-laki dan perempuan tidak disatukan
Ciri Khusus rumah adat Nanggroe Aceh Darussalam yaitu terdapat beberapa motif hiasan
yang dipakai antara lain:
1. Motif hias atau ukiran-ukiran keagamaan yang diambil dari ayat-ayat al-Quran;
2. Motif Flora seperti tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun
bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi
warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah merah dan hitam. Ragam hias ini
biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok
pada bagian kap, dan jendela rumah;
3. Motif fauna yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat
dan disukai; Motif alam digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit
dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut; dan motif lainnya, seperti
rantee, lidah, dan lain sebagainya.
Bagi Masyarakat Aceh membangun rumah artinya membangun kehidupan karena untuk
membangun harus memenuhi beberapa persyaratan melalui thapan anatara lain harus
menunggu pilihan hari baik yang ditentukan oleh Teuku (ulama setempat), harus
peusijuk dengan nasi ketan, pengadaan kayu pilihan, kanduri dan lin sebagainya.
Musyawarah dengan keluarga dan bergotong royong dalam proses pembangunan
merupakan upaya menumbuhkan solidaritas antara sesama dan penghormatan kepada
adat yang berlaku. Dengn bekerja sama permaslahan dapat diatasi dan keharmonisan
tetap terjaga.maka rumah yang dibangun diharapkan dapat memberikan keamanan dan
keteraman jamani dan rohani.