Anda di halaman 1dari 7

Membedah Filosofi 'Krong Bade' Rumah Adat Aceh

Rumah Adat Aceh, Krong Bade. (Foto/statusaceh.net)


Share
LAZIMNYA seperti daerah lain, Aceh juga memiliki rumah adat. Masyarakat
setempat menyebutnya Krong Bade atau dikenal dengan nama Rumoh Aceh.
Jika dilihat dari luar bangunan, Rumah adat satu ini salah satu jenis rumah panggung.
Biasanya Krong Bade memiliki struktur tinggi tiang 2,5 sd 3 meter dari permukaan
tanah.
Layaknya rumah panggung pada umumnya, Krong Bade memiliki satu ruangan di
bawah. Biasanya, ruangan bawah dari rumah ini digunakan untuk tempat
penyimpanan bahan pangan. Selain itu, ada juga peruntukan sebagai tempat para
wanita melakukan aktivitas, misalnya menenun kain khas Aceh.
Serupa tapi tak sama, rumah adat ini terlihat terbuat dari bahan kayu, kecuali atapnya
berbahan daun rumbia atau daun enau dianyam. Untuk lantainya, Rumoh Aceh
menggunakan bahan dari bambu.
Krong Bade juga memiliki tangga di depan rumahnya. Uniknya, anak tangga di
seluruh rumah ini berjumlah ganjil. Hal ini menandakan sebagai sifat orang aceh nan
religius.
Rumah Adat Aceh, Krong Bade. (Foto/dekoruma.com)
Setelah kita menanjak menggunakan tangga, kita akan disuguhkan dengan ukiran-
ukiran unik di rumah ini. Dari ukiran tersebut kita juga bisa menentukan tingkat
ekonomi pemilik rumah.

Fungsi Tiap Ruang


Krong Bade selain berfungsi sebagai identitas budaya juga memiliki fungsi praktis
sebagai rumah tinggal masyarakat Aceh. Rumah adat ini terdiri dari tiga ruangan yang
memiliki makna dan fungsi masing-masing.
Ruang Depan atau biasa disebut seuramoë keuë. Ruangan ini berfungsi sebagai ruang
santai dan tempat beristirahat bagi seluruh anggota keluarga. Ruangan ini juga
digunakan sebagai tempat menerima tamu atau ruang tamu.

Rumah Adat Aceh, Krong Bade. (Foto/steemit.com)


Ruang Tengah atau biasa disebut seuramoë teungoh. Ruangan ini adalah ruang inti
dari sebuah rumah adat Aceh (ruang inong) dan di tandai dengan lantai yang lebih
tinggi dari ruang depan. Hal ini karena ruangan ini bersifat privat.
Ruang Belakang atau biasa disebut sebagai seurameo likot. Ruangan ini adalah
ruangan yang berfungsi sebagai tempat makan, dapur, dan tempat bercengkrama bagi
sesama anggota keluarga.Lantai ruangan ini biasanya lebih rendah dibanding lantai
rangan tengah.
Ciri Khas Krong Bade
Setiap rumah adat biasanya memiliki cirikhas masing-masing setiap daerahnya, begitu
juga dengan Krong Bade yang memiliki ciri khas dan filosofi pembuatannya. Berikut
filosofi dan ciri khas Krong Bade;

 Memiliki gentong air di bagian depan untuk tempat membersihkan kaki mereka yang akan
masuk rumah. Ciri ini memiliki filosofi bahwa setiap tamu yang datang harus memiliki niat
baik.
 Strukturnya rumah panggung memiliki fungsi sebagai perlindungan anggota keluarga dari
serangan binatang buas.
 Memiliki tangga yang anak tangganya berjumlah ganjil, merupakan simbol tentang sifat
religius dari masyarakat suku Aceh.
 Terbuat dari bahan-bahan alam; merupakan simbol bahwa masyarakat suku Aceh memiliki
kedekatan dengan alam.
 Memiliki banyak ukiran dan lukisan di dinding rumah; menandakan masyarakat Aceh adalah
masyarakat yang sangat mencintai keindahan.
 Berbentuk persegi panjang dan membujur dari arah barat ke timur; menandakan masyarakat
Aceh adalah masyarakat yang religius.
Rumah Adat Aceh, Sejarah, Ciri Khas dan Penjelasan Maknanya

RUMAH ADAT ACEH atau sering disebut dengan nama Rumoh Aceh adalah bentuk rumah
tinggal tradisional orang Aceh pada masa lalu.

Saat ini, Rumoh Aceh sudah semakin langkah, namun dapat dilihat di komplek Kantor
Museum Aceh di Kota Banda Aceh, dan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta,
serta Rumah Cut Nyak Dhien yang ada di Desa Lampisang, 10 km dari pusat Kota Banda
Aceh.

Jika Anda berkunjung ke Rumah Aceh yang terletak di komplek Museum Aceh banyak
terdapat barang-barang peninggalan tempo dulu yang sering digunakan oleh orang Aceh
diantaranya pedeung on jok, jingki, guci, Berandam atau Tempat menyimpan padi dll.
Jika anda ke Banda Aceh jangan lupa untuk datang mengunjungi dan saksikan keadaan
rumah Adat Aceh tempo dulu. Ciri khas rumah adat Aceh ini terdiri dari 44 tiang dan
mempunyai 2 tangga depan dan belakang.

1.Asal-Usul Rumah Adat Aceh


Kepercayaan individu atau masyarakat yang hidup mempunyai pengaruh signifikan
terhadap bentuk arsitektur bangunan, rumah, yang dibuat. Hal ini dapat dilihat pada
arsitektur Rumoh Aceh, Provinsi, Nanggrou Aceh Darussalam. Pada umumnya Rumoh
Aceh merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang antara 2,50 – 3 meter, terdiri
dari tiga atau lima ruang, dengan satu ruang utama yang dinamakan rambat. Rumoh
dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh dengan lima ruang memiliki
24 tiang. Modifikasi dari tiga ke lima ruang atau sebaliknya bisa dilakukan dengan
mudah, tinggal menambah atau menghilangkan bagian yang ada di sisi kiri atau kanan
rumah. Bagian ini biasa disebut seramoe likot atau serambi belakang dan seramoe
reunyeun atau serambi bertangga, yaitu tempat masuk ke Rumah yang selalu berada
di sebelah timur. Pintu utama Rumoh Aceh tingginya selalu lebih rendah dari
ketinggian orang dewasa. Biasanya ketinggian pintu ini hanya berukuran 120-150 cm
sehingga setiap orang yang masuk ke Rumoh Aceh harus menunduk. Namun, begitu
masuk, kita akan merasakan ruang yang sangat lapang karena di dalam rumah tak
ada perabot berupa kursi atau meja. Semua orang duduk bersila di atas tikar ngom
(dari bahan sejenis ilalang yang tumbuh di rawa) yang dilapisi tikar pandan. Rumoh
Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap
Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Oleh karena itu, melalui Rumoh Aceh kita dapat
melihat budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat Aceh.

Bagian-bagian dari Rumoh Aceh


Pada bagian bawah rumah disebut yubmoh yang dapat dipergunakan untuk
menyimpan berbagai macam benda, seperti Jeungki (alat penumbuk padi) berandang
(tempat menyimpan padi) dan juga difungsikan sebagai tempat bermain anak-anak
dan juga sering digunakan tempat ayunan anak-anak bayi.

 Ruangan depan atau disebut dengan seramoe Keu (serambi depan), ruangan ini
polos tanpa kamar yang berfunsi sebagai ruang tamu laki-laki, ruang belajar
mengaji anak laki-laki pada malam atau siang hari juga tempat tidur tamu laki-
laki. dan disaat-saat tertentu seperti upacara perkawinan ruangan ini juga
berfungsi sebagai tempat jamuan makan bersama.
 Ruangan tengah atau seuramoe teungoh ini bagian inti dari rumoh Aceh dan
sedikit lebih tinggi dari seramoe keu ini disebut rumoh inong (rumah induk) dan
tempat ini dianggap suci karena bersifat sangat pribadi. Diruangan tengah ini
terdapat dua bilik atau kamar yang berhadapan. Kedua kamar ini untuk tempat
tidur kepala keluarga atau pemilik rumah, bila ada anak perempuan yang baru
kawin maka dia akan menempati kamar ini dan orang tua akan pindah ke anjong.
 Ruangan Belakang atau disebut dengan seramoe Likoet (serambi belakang),
ruangan ini juga polos tanpa kamar yang berfungsi sebagai ruang tamu
perempuan,yang luasnya juga sama dengan seramoe keu ruangan ini untuk kaum
perempuan juga digunakan untuk ruang belajar mengaji anak perempuan dan bila
tamu yang datang perempuan maka tempat musyawarah ataupun tempat tidur
para tamu juga tempat makan bersama untuk orang perempuan jadi di Aceh tamu
laki-laki dan perempuan tidak disatukan

 Bangunan Rumah Aceh untuk memperkuat tidak menggunakan paku, tetapi


menggunakan bahan pengikat dari tali ijok, rotan (awe) untuk pengikat atap yang
pada umumnya dari dari rumbia dan ada juga yang menggunakan daun kelapa
dan bila didalam rumah idak pernah terasa panas sauna didalam rumah selalu
dingin dan bila hujan deraspun tidak pernah kedengaran bising. Rumah Aceh
kalaupun tidak menggunakan paku dan terbuat dari kayu namun bisa bertahan
hingga ratusan tahun.Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur
bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk
memanjang dari timur ke barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi
dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Arah Barat mencerminkan
upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan Ka’bah yang
berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada
penggunaan tiang-tiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah
ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil. Selain
sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap
lingkungannya, keberadaan rumoh Aceh juga untuk menunjukan status sosial
penghuninya. Semakin banyak hiasan pada rumoh Aceh, maka pastilah
penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan
berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada
sama sekali.Wujud dari arsitektur rumah Aceh kearifan dalam menyikapi alam dan
keyakinan regiulitas masyarakat Aceh. Arsitek rumah yang menggunakan kayu
bahan dasar dan berbentuk panggung merupakan bentuk adaptasi masyarakat
terhadap lingkungannya. Secara kolektif struktur rumah panggung memberikan
nilai positif terhadap sosial dan kenyaman tersendiri bagi penghuninya, selain itu
juga menjamin keamanan dari banjir, binatang dan ketertiban juga keselamatan.
Adanya bagian ruang yang berfungsi sebagai ruang-ruang privat, seperti rumoh
inong, ruang publik, seperti serambi depan, dan ruang khusus perempuan, seperti
serambi belakang merupakan usaha untuk menanamkan dan menjaga nilai
kesopanan dan etika bermasyarakat. Keberadaan tangga untuk memasuki rumoh
Aceh bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk naik ke dalam rumah, tetapi juga
berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh didatangi oleh tamu yang bukan
anggota keluarga atau saudara dekat. Apabila dirumah tidak ada anggota keluarga
yang laki-laki, maka (pantang dan tabu) bagi tamu yang bukan keluarga dekat
(baca: muhrim) untuk naik ke rumah. Dengan demikian, reunyeun juga memiliki
fungsi sebagai alat kontrol sosial dalam melakukan interaksi sehari-hari antar
masyarakat.

Ciri Khusus rumah adat Nanggroe Aceh Darussalam yaitu terdapat beberapa motif hiasan
yang dipakai antara lain:

1. Motif hias atau ukiran-ukiran keagamaan yang diambil dari ayat-ayat al-Quran;
2. Motif Flora seperti tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun
bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi
warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah merah dan hitam. Ragam hias ini
biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok
pada bagian kap, dan jendela rumah;
3. Motif fauna yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat
dan disukai; Motif alam digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit
dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut; dan motif lainnya, seperti
rantee, lidah, dan lain sebagainya.

Bagi Masyarakat Aceh membangun rumah artinya membangun kehidupan karena untuk
membangun harus memenuhi beberapa persyaratan melalui thapan anatara lain harus
menunggu pilihan hari baik yang ditentukan oleh Teuku (ulama setempat), harus
peusijuk dengan nasi ketan, pengadaan kayu pilihan, kanduri dan lin sebagainya.
Musyawarah dengan keluarga dan bergotong royong dalam proses pembangunan
merupakan upaya menumbuhkan solidaritas antara sesama dan penghormatan kepada
adat yang berlaku. Dengn bekerja sama permaslahan dapat diatasi dan keharmonisan
tetap terjaga.maka rumah yang dibangun diharapkan dapat memberikan keamanan dan
keteraman jamani dan rohani.

Rumah Adat Aceh dan Keunikannya


Keunikan rumah Aceh terletap pada atapnya, untuk pengikat tali hitam atau tali ijuk
mempunyai yang untuk penahan atap yang diikat tidak bersambung mempunyai
kegunaan yang sangat berati, misalnya saat terjadi musibah kebakaran pada bagian atap
maka pemilik rumah hanya memotong satu tali saja sehingga seluruh atap rumah yang
terhubung atau terpusat pada tali ijok langsung jatuh atau roboh jadi terhindar dari
kebakaran kayu dan dapat meminimalisir dampk dari musibah yang terjadi. Pembanguna
rumah Aceh harus menghadap utara dan selatan ini dimaksudkan agar sinar cahaya
nmatahari mudah masuk kekamar baik yang berada disisi timur ataupun sisi barat, jika
ada rumah Aceh yang menghadap kearah barat atau timur maka akan mudah roboh
karena menentang arah angin. Namun saat ini, seiring perkembangan zaman yang
menuntut semua hal dikerjakan secara efektif dan efisien serta semakin mahalnya biaya
pembuatan dan perawatan rumoh Aceh, maka lambat laun semakin sedikit orang Aceh
yang membangun rumah tradisional ini. Akibatnya, jumlah rumoh Aceh semakin hari
semakin sedikit.Masyarakat lebih memilih untuk membangun rumah modern berbahan
beton yang pembuatan dan pengadaan bahannya lebih mudah dari pada rumoh Aceh
yang pembuatannya lebih rumit, pengadaan bahannya lebih sulit, dan biaya
perawatannya lebih mahal. Namun, ada juga orang-orang yang karena kecintaannya
terhadap arsitektur warisan nenek moyang mereka ini membuat rumoh Aceh yang
ditempelkan pada rumah beton mereka.Sumber Masyarakat Aceh,pemandu Museum
Aceh.
Tag : Aceh

Anda mungkin juga menyukai