Anda di halaman 1dari 14

2016

Modul Validasi Peta


Rencana Tata Ruang

MODUL VII
PETA RENCANA POLA RUANG
I. LATAR BELAKANG
Dalam Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang,
khususnya pada pasal 14, disebutkan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai
tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah”.
Pasal inilah yang pertama mengamanatkan perlunya suatu peraturan perundang-
undangan yang mengatur perpetaan di penataan ruang. Peta rencana tata ruang
wilayah merupakan bagian tidak terpisahkan dari dokumen rencana tata ruang dan
Peraturan Daerah (Perda).
Dalam hal ini peta bukan hanya merupakan lampiran, akan tetapi merupakan
model yang menjelaskan isi dokumen dan Perda. Begitu pentingnya peran peta
dalam rencana tata ruang wilayah sehingga diperlukan suatu aturan yang jelas
dalam aspek teknisnya.
Dengan disahkannya Undang-undang nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial, maka peranan peta atau informasi geospasial dalam pembangunan
menjadi semakin besar. Undang-undang ini bertujuan mendorong penggunaan IG
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan dalam penyelenggaraan
Informasi Geospasial, khususnya Informasi Geospasial Tematik Tata Ruang,
seperti yang tercantum dalam pasal 57 Undang-Undang IG. Salah satu pembinaan
tersebut bisa dilakukan dengan membuat pedoman atau tata cara seperti ini.
Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana
Tata Ruang merupakan pedoman dalam pelaksanaan pemetaan tata ruang
wilayah. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diamanatkan bahwa Peta Rencana
Tata Ruang wajib dikonsultasikan kepada BIG. Sebelum menyusun Peta Rencana
(Struktur dan Pola), tentu diperlukan Sumber Data, Peta Dasar, dan Peta Tematik
sebagai bahan analisis. Untuk itu pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh dari
Sumber Data sampai dengan Peta Rencana.
Pedoman merupakan lanjutan dari pedoman-pedoman sebelumnya yang
mengatur mengenai aturan tata cara verifikasi pembuatan Peta Rencana Tata
Ruang. Pada bagian ini khusus berfokus pada verifikasi Peta Rencana Tata
Ruang, spesifiknya adalah pada Peta Rencana Pola Ruang.

II. PENJELASAN SINGKAT TENTANG PETA RENCANA POLA


RUANG
Tata Ruang secara terjemahan kata adalah Tata Spasial, yang tentunya
aspek spasial sangat dominan dalam pembuatannya. Peta adalah hal yang tidak
terpisahkan dalam Rencana Tata Ruang.
Rencana Pola Ruang merupakan salah satu dari Peta Rencana Tata Ruang,
yang merupakan rencana distribusi secara spasial mengenai ketetapan
peruntukan fungsi ruang (area) dalam wilayah, yang meliputi rencana peruntukan
ruang untuk fungsi lindung, dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Rencana Pola Ruang wilayah berfungsi sebagai rencana alokasi ruang untuk
berbagai kegiatan sosial, ekonomi masyarakat, dan kegiatan pelestarian
lingkungan dalam sebuah wilayah. Selain itu juga digunakan untuk mengatur
keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang, sebagai dasar penyusunan
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh)
tahun, dan juga sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang pada suatu
wilayah.
Peta Rencana Pola Ruang dirumuskan berdasarkan beberapa aspek berikut:
• Aspek arahan pembangunan dari level di atasnya, seperti RPJMN,
arahan Presiden (Nawacita), atau arahan Gubernur / Bupati / Walikota.
• Aspek ketetapan peruntukan area yang telah ditetapkan dalam keputusan
/ peraturan perundang-undangan lain. Misal, terkait dengan rencana tata
ruang pada hirarki di atasnya, penetapan kawasan kehutanan, penetapan
kawasan lahan pertanian baku (LP2B), ketetapan perijinan tambang dan
perkebunan, dan sebagainya.
• Aspek ketentuan peraturan perundang-undangan terkait ruang,
lingkungan, permukiman, industri, dan sebagainya.
• Aspek analisis spasial kesesuaian lahan, atau dalam artian aspek kajian
teknis akademis yang dapat menunjukkan kesesuaian / kecocokan
seperti apa seharusnya peruntukan penggunaan lahan pada area-area
yang sedang direncanakan.
• Aspek kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi
dan lingkungan.
• Aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
• Aspek penggunaan lahan eksisting saat ini.
Untuk mengakomodir banyaknya aspek tersebut tentunya pekerjaan
pembuatan Peta Rencana Pola Ruang seharusnya adalah pekerjaan yang
kompleks, multidata, multidisiplin, dan perlu banyak pertimbangan matang, bukan
hanya sekedar pekerjaan mudah melakukan deliniasi area saja berdasarkan
keadaan eksisting saat ini yang ada, karena sungguh terdapat aspek ketetapan
hukum yang akan mengikat fungsi ruang (area) dalam 20 tahun mendatang.
Pada dasarnya untuk mengakomodir semua hal tersebut adalah hal yang
rumit, perlu adanya kesepakatan bersama, karena pada intinya Rencana Tata
Ruang adalah sebuah kesepakatan bersama yang disusun pemerintah yang
didiskusikan antar stakeholder (pemangku kepentingan), yang harus dijalani dan
ditaati bersama dalam 20 tahun ke depan.
Dengan dipahaminya kompleksnya penyusunan tersebut, akan menjadi salah
satu dasar aspek-aspek apa saja yang perlu diverifikasi dalam pembuatan peta
Rencana Pola Ruang. Maksud dari verifikasi ini adalah untuk menjaga kualitas dan
ketelitian peta Rencana Tata Ruang yang akan dihasilkan oleh Pemerintah
Daerah, karena dokumen ini adalah dokumen yang akan berkekuatan hukum,
tentunya proses verifikasi juga harus dilakukan secara baik dan teliti.
III. LINGKUP VERIFIKASI PETA RENCANA POLA RUANG
1. Pengecekan struktur database
2. Kesesuaian dengan Peta Dasar
3. Standarisasi klasifikasi Rencana Pola Ruang
4. Memastikan kepentingan stakeholder terpenuhi
5. Pengecekan topologi
6. Kesesuaian dengan Rancangan Peraturan Daerah

IV. VERIFIKASI PETA RENCANA POLA RUANG


1. Pengecekan Struktur Database
Dikarenakan belum selesainya dan belum disepakatinya struktur
database Rencana Pola Ruang dalam KUGI versi 4 pada seluruh level
Rencana Tata Ruang, struktur database dari Rencana Pola Ruang ini
masih berisifat longgar namun tetap terdapat beberapa hal yang harus
ditaati untuk memudahkan konversi ke dalam KUGI ke depannya, yaitu:
a. Penamaan shapefile / feature class harus jelas, mencerminkan tiga
hal penting: (1) nama level perencanaan, (2) nama area
perencanaan, (3) serta rentang tahun perencanaan.
b. Hanya terdapat satu shapefile / feature class, tidak diperkenankan
untuk memisah-misah klasifikasi Rencana Pola Ruang menjadi
shapefile/featureclass tersendiri.
c. Tidak diperkenankan memilki banyak versi file, data yang
diserahkan adalah data yang final, bukan data pengerjaan, atau
analisis.
d. Setidaknya terdapat field (kolom) utama dalam data atribut
shapefile/featureclass tersebut, yaitu kolom yang menerangkan
fungsi kawasan.
e. Isi dari field yang dimaksud dalam point (c) harus mengacu dari
peraturan perundangan yang ada, tidak diperkenankan untuk
membuat atau mengada-adakan klasifikasi Rencana Pola Ruang
sendiri di luar aturan yang sudah baku berikut ini:
• Permen PU 15/2009 untuk RTRW Provinsi
• Permen PU 16/2009 untuk RTRW Kabupaten
• Permen PU 17/2009 untuk RTRW Kota
• Permen PU 20/2011 untuk RDTR
f. Tidak diperkenankan menambahkan field/kolom atribut yang dapat
menimbulkan keraguan, dalam artian field mengenai klasifikasi
pola ruang harus benar-benar field yang menunjukkan bahwa itu
adalah klasifikasi final, dan hanya terdapat satu kolom, dilarang
untuk membuat beberapa field yang bisa menimbulkan keraguan.
2. Kesesuaian dengan Peta Dasar
Sesuai UU no 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial,
diamanatkan bahwa Peta Tematik, termasuk Peta Rencana Tata Ruang,
harus mengacu pada Informasi Geospasial Dasar (IGD) dalam hal ini
adalah Peta Dasar, dan dalam undang-undang tersebut juga disebutkan
bahwa tidak diperkenankan membuat skala Peta Tematik lebih besar
daripada skala Peta Dasar yang diacu.
Peta Dasar telah dilakukan pengecekan/verifikasinya pada
pertemuan-pertemuan sebelumnya sebelum beranjak ke verifikasi
Rencana Pola Ruang ini. Pada intinya dalam pengecekan kali ini adalah
untuk melakukan cek kesesuaian Peta Rencana Pola Ruang dengan Peta
Dasar yang sebelumnya sudah dihasilkan dan dinyatakan baik. Dari
dasar tersebut dapat ditarik beberapa verifikasi yang harus dilakukan,
yaitu:
a. Lingkup area Rencana Pola Ruang harus sesuai dengan batas
administrasi / batas BWP yang sudah disepakati untuk dipakai
dalam Peta Dasar.
b. Kenampakan fisik wilayah harus sesuai antara Pola Ruang dan
Peta Dasar, seperti Garis Pantai, Sungai, dan Danau/Waduk.
c. Memastikan secara umum, kedetailan deliniasi Pola Ruang
seharusnya adalah deliniasi pada skala yang sama dengan skala
Peta Dasar yang diacu.
3. Standarisasi Klasifikasi Rencana Pola Ruang
Selama ini terdapat permasalahan pada peta-peta Rencana Tata
Ruang yang dikeluhkan oleh banyak pihak, yaitu terkait klasifikasi yang
tidak standar.
Walau sudah terdapat peraturan perundangan yang mengatur secara
rinci mengenai klasifikasi Rencana Pola Ruang pada tiap level
perencanaan, dan kelengkapan unsur dari Rencana Struktur Ruang,
masih saja didapati klasifikasi yang tidak sesuai, berbeda
nomenklaturnya, atau bahkan mengada-adakan klasifikasi sendiri.
Hal ini bermasalah saat rencana tata ruang ditampilkan secara
keseluruhan antar wilayah, terdapat variasi-variasi klasifikasi dan
menyulitkan bagi Kementerian di Pusat atau pernah terjadi sebagai
contoh kasus yaitu di saat Presiden ingin melihat tata ruang secara luas,
namun terdapat kesulitan karena sangat beragamnya klasifikasi Pola
Ruang. Untuk itu perlu diperketat mengenai penerapan klasifikasi yang
sebenarnya sudah dijelaskan nomenklaturnya dalam peraturan
perundangan.
a. Klasifikasi dalam Permen PU 15/2009 (RTRW Provinsi)
Kelas I Kelas II Kelas III
Kawasan Hutan Lindung
Kawasan Hutan Lindung
Kawasan PerlindunganKawasan Bergambut
Bawahan Kawasan Resapan Air
Kawasan Sempadan Pantai
Kawasan Sempadan Sungai
Kawasan Perlindungan
Kawasan Sempadan Danau/Waduk
Setempat
Kawasan Sempadan Mata Air
Kawasan Spiritual dan Kearifan Lokal
Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lain
Kawasan Suaka Margasatwa dan Margasatwa Laut
Kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut
Kawasan Pantai berhutan bakau
Kawasan Suaka Alam
Kawasan Taman Nasional dan Taman Nasional Laut
Kawasan Taman Hutan Raya
Kawasan Lindung Kawasan Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Kawasan Rawan Tanah Longsor
Kawasan Rawan
Kawasan Rawan Gelombang Pasang
Bencana Alam
Kawasan Rawan Banjir
Kawasan Cagar Alam Geologi
Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi
Kawasan Perlindungan terhadap air tanah
Kawasan Cagar Biosfer
Kawasan Lindung Kawasan Ramsar
Geologi Kawasan Taman Buru
Kawasan Perlindungan Plasma-Nutfah
Kawasan Pengungsian Satwa
Kawasan Terumbu Karang
Kawasan Koridor bagi Jenis Satwa atau Biota Laut yang Dilindungi
Kawasan Hutan Produksi Terbatas
Kawasan Hutan
Kawasan Hutan Produksi Tetap
Produksi
Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi
Kawasan Hutan Rakyat Kawasan Hutan Rakyat
Kawasan Pertanian Lahan Basah
Kawasan Pertanian Kawasan Pertanian Lahan Kering
Kawasan Hortikultura
Kawasan Perkebunan Kawasan Perkebunan Komoditas X
Kawasan Perikanan Tangkap
Kawasan Perikanan Kawasan Budi Daya Perikanan
Kawasan Pengolahan Ikan
Kawasan Mineral dan Batubara
Kawasan Minyak dan Gas Bumi
Kawasan Kawasan Panas Bumi
Pertambangan Kawasan Air Tanah di Kawasan Pertambangan
Kawasan Budidaya
Kawasan Industri Kecil/Rumah Tangga
Kawasan Industri Agro
Kawasan Industri Ringan
Kawasan Industri Berat
Kawasan Industri
Kawasan Industri Petrokimia
Kawasan Industri Lainnya
Kawasan Wisata Alam
Kawasan Wisata Budaya
Kawasan Pariwisata
Kawasan Wisata Buatan/Taman Rekreasi
Kawasan Wisata Lainnya
Kawasan Permukiman Perdesaan
Kawasan Permukiman
Kawasan Permukiman Perkotaan
Kawasan Instalasi Pembangkit Energi Listrik
Kawasan Lainnya Kawasan Instalasi Militer
Kawasan Instalasi Lainnya
b. Klasifikasi dalam Permen PU 16/2009 (RTRW Kabupaten)
Kelas I Kelas II Kelas III
Kawasan Hutan LindungKawasan Hutan Lindung
Kawasan Perlindungan Kawasan Bergambut
Bawahan Kawasan Resapan Air
Kawasan Sempadan Pantai
Kawasan Perlindungan Kawasan Sempadan Sungai
Setempat Kawasan Sekitar Mata Air
Kawasan Lindung Spiritual dan Kearifan Lokal
Kawasan Suaka Alam
Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya
Kawasan Suaka Margasatwa
Kawasan Suaka Margasatwa Laut
Kawasan Suaka Alam,
Kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut
Pelestarian Alam dan
Kawasan Pantai Berhutan Bakau
Cagar Budaya
Kawasan Taman Nasional dan Taman Nasional Laut
Kawasan Taman Hutan Raya
Kawasan Lindung
Kawasan Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Laut
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Kawasan Rawan Tanah Longsor
Kawasan Rawan
Kawasan Rawan Gelombang Pasang
Bencana Alam
Kawasan Rawan Banjir
Kawasan Cagar Alam Geologi
Kawasan Lindung
Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi
Geologi
Kawasan Perlindungan Air Tanah
Kawasan Cagar Biosfer
Kawasan Ramsar
Kawasan Taman Buru
Kawasan Lindung
Kawasan Perlindungan Plasma-Nuftah
Lainnya
Kawasan Pengungsian Satwa
Kawasan Terumbu Karang
Kawasan Koridor Satwa dan Biota yang Dilindungi
Kawasan Hutan Produksi Terbatas
Kawasan Peruntukan
Kawasan Hutan Produksi Tetap
Hutan Produksi
Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi
Kawasan Hutan Rakyat Kawasan Hutan Rakyat
Kawasan Pertanian Lahan Basah
Kawasan Pertanian Kawasan Pertanian Lahan Kerin
Kawasan Pertanian Hortikltura
Kawasan Perkebunan Kawasan Perkebunan Komoditas X
Kawasan Perikanan Tangkap
Kawasan Perikanan Kawasan Budidaya Perikanan
Kawasan Pengolahan Ikan
Kawasan Pertambangan Mineral dan Batubara
Kawasan Budidaya Kawasan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Kawasan Pertambangan
Kawasan Pemanfaatan Panas Bumi
Kawasan Air Tanah di Kawasan Pertambangan
Kawasan Industri Besar
Kawasan Industri Kawasan Industri Sedang
Kawasan Industri Rumah Tangga
Kawasan Pariwisata Budaya
Kawasan Pariwisata Kawasan Pariwisata Alam
Kawasan Pariwisata Buatan
Kawasan Permukiman Perkotaan
Kawasan Permukiman
Kawasan Permukiman Perdesaan
Kawasan Peruntukan
Kawasan Peruntukan Lainnya
Lainnya
c. Klasifikasi dalam Permen PU 17/2009 (RTRW Kota)
Kelas I Kelas II Kelas III
Hutan Lindung Hutan Lindung
Kawasan Perlindungan Kawasan Bergambut
Bawahan Kawasan Resapan Air
Kawasan Sempadan Pantai
Kawasan Perlindungan Kawasan Sempadan Sungai
Setempat Kawasan Sekitar Danau / Waduk
Kawasan Sekitar Mata Air
Kawasan Taman RT
Kawasan Ruang Terbuka Kawasan Taman RW
Kawasan Lindung
Hijau Kawasan Taman Kota
Kawasan Permakaman
Kawasan Suaka Alam Kawasan Suaka Alam
dan Cagar Budaya Kawasan Cagar Budaya
Kawasan Rawan Tanah Longsor
Kawasan Rawan
Kawasan Rawan Gelombang Pasang
Bencana Alam
Kawasan Rawan Banjir
Kawasan Lindung
Kawasan Lindung Lainnya
Lainnya
Kawasan Perumahan Kepadatan Tinggi
Kawasan Perumahan Kawasan Perumahan Kepadatan Sedang
Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah
Kawasan Pasar Tradisional
Kawasan Perdagangan
Kawasan Pusat Perbelanjaan
Jasa
Kawasan Toko Modern
Kawasan Perkantoran Pemerintahan
Kawasan Perkantoran
Kawasan Perkantoran Swasta
Kawasan Industri Rumah Tangga/Kecil
Kawasan Industri
Kawasan Industri Ringan
Kawasan Pariwisata Budaya
Kawasan Pariwisata
Kawasan Pariwisata Alam
Kawasan Ruang Terbuka
Kawasan Budidaya Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau
Non Hijau
Kawasan Ruang
Kawasan Ruang Evakuasi Bencana
Evakuasi Bencana
Kawasan Kegiatan
Kawasan Kegiatan Sektor Informal
Sektor Informal
Kawasan Pertanian
Kawasan Pertambangan
Kawasan Pelayanan Pendidikan
Kawasan Peruntukan Kawasan Pelayanan Kesehatan
Lainnya Kawasan Pelayanan Peribadatan
Kawasan Pelayanan Keamanan dan Keselamatan
Kawasan Militer
Kawasan Lain yang spesifik dengan peran dan fungsi Kota
d. Klasifikasi dalam Permen PU 20/2011 (RDTR)
Kawasan (I) Zona (II) Sub Zona (III)
Hutan Lindung Hutan Lindung
Perlindungan Bawahan Perlindungan Bawahan
Perlindungan Setempat Perlindungan Setempat
Kawasan Lindung
Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau
Suaka Alam dan Cagar BudayaSuaka Alam dan Cagar Budaya
Rawan Bencana Alam Rawan Bencana Alam
Rumah Kepadatan Sangat Tinggi
Rumah Kepadatan Tinggi
Zona Perumahan Rumah Kepadatan Sedang
Rumah Kepadatan Rendah
Rumah Kepadatan Sangat Rendah
Perdagangan dan Jasa Tunggal
Zona Perdagangan dan Jasa Perdagangan dan Jasa Kopel
Perdagangan dan Jasa Deret
Perkantoran Pemerintah
Zona Perkantoran
Perkantoran Swasta
Industri Kimia Dasar
Industri Mesin dan Logam Dasar
Zona Industri
Industri Kecil
Aneka Industri
Kawasan Budidaya Pelayanan Pendidikan
Pelayanan Transportasi
Pelayanan Kesehatan
Zona Sarana Pelayanan Umum
Pelayanan Olahraga
Pelayanan Sosial Budaya
Pelayanan Peribadatan
Peruntukan Pertanian
Zona Peruntukan Lainnya Peruntukan Pertambangan
Peruntukan Pariwisata
Peruntukan Pertahanan dan Keamanan
Zona Peruntukan Khusus Peruntukan Tempat Pembuangan Akhir
Peruntukan Instalasi Pembuangan Air Limbah
Campuran Perumahan - Perdagangan Jasa
Zona Peruntukan Campuran Campuran Perumahan - Perkantoran
Campuran Perkantoran - Perdagangan Jasa

Harus diklasifikasikan sampai dengan Level-III, harus rinci


sedemikian rupa seperti yang dijelaskan dalam Permen PU.
4. Memastikan Kepentingan Stakeholder Terpenuhi
Seperti yang dijelaskan dalam Bab II, bahwa perencanaan tata ruang
adalah sebuah bentuk kesepakatan bersama yang kemudian akan ditaati
bersama. Untuk itu dalam pembuatannya perlu dipastikan apakah
beberapa aspek berikut ini sudah terpenuhi kepentingannya:
a. Aspek perencanaan pada hirarki di atasnya
• Perencanaan tata ruang juga berkesinambungan antar level
perencanaannya. Harus dilakukan pengecekan sinkronisasi
antar level perencanaan wilayah.
• Misalkan, Rencana Pola Ruang pada RTRW Kabupaten
harus sinkron dengan RTRW Provinsi yang sudah ditetapkan.
• Namun sebagai catatan dikarenakan perbedaan kedetailan
skala, pengecekan ini dilakukan secara umum, untuk
mengetahui ada atau tidaknya Rencana Pola Ruang yang
terlalu bertentangan.
b. Aspek arahan pembangunan dan investasi
• Pemerintah Daerah perlu untuk diingatkan apakah sudah
mengakomodir arahan pembangunan level nasional pada
daerahnya, yang tercantum dalam RPJMN dan Nawacita.
• Selain itu diingatkan pula pada level lokal, di Provinsi atau
Kab/Kota tersebut sudahkah mengakomodir arahan dari
kebijakan Gubernur / Bupati / Walikota.
• Hal ini juga termasuk memasukkan area-area pembangunan-
pembangunan dan investasi yang sedang atau akan berjalan.
c. Ketetapan SK Kehutanan
• Kementerian Kehutanan memiliki peta ketetapan Kawasan
Hutan, yang dalam pembuatan Pola Ruang, alokasi ruang
untuk kehutanan ini perlu untuk dikomunikasikan bersama
dengan Dinas Kehutanan (atau SKPD terkait kehutanan) di
daerah.
• Ketetapan tersebut harus terakomodir dikarenakan untuk
menghindari permasalahan-permasalahan hukum yang akan
timbul di kemudian hari.
d. Ketetapan Lahan Baku Pertanian (LP2B)
• Seperti halnya kawasan kehutanan, Kementerian Pertanian
juga memiliki kepentingan penetapan area yang harus
diakomodir, tentang lahan baku sawah.
• Penetapan area tersebut mengenai sawah abadi (Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan) yang tidak diperkenankan
untuk dialihfungsikan, untuk itu dalam Rencana Pola Ruang
ini perlu untuk ditetapkan supaya mengikat secara hukum.
e. Ijin Kawasan Pertambangan
• Pemerintah Daerah yang sebelumnya pernah mengeluarkan
area ijin Pertambangan, jika perlu untuk ditetapkan secara
khusus sebagai Kawasan Pertambangan selama 20 tahun
mendatang, maka areanya perlu untuk diakomodir.
f. Ijin Kawasan Perkebunan
• Seperti Kawasan Pertambangan, jika Pemerintah Daerah
sebelumnya pernah mengeluarkan area ijin untuk
perkebunan, jika perlu untuk ditetapkan secara khusus
sebagai Kawasan Perkebunan selama 20 tahun mendatang
maka areanya perlu untuk diakomodir.
g. Permukiman / lahan terbangun eksisting saat ini
• Perlu untuk diingatkan kepada Pemerintah Daerah, jika
terdapat permukiman atau lahan terbangun yang sudah
terlanjur terbangun pada area-area yang dalam Rencana Pola
Ruang diarahkan sebagai fungsi lainnya, terutama fungsi
Lindung.
• Perlu diingatkan supaya Pemerintah Daerah dapat menyusun
strategi untuk penyelesaian masalah tersebut, atau mengatur
penyesuaian masalah tersebut dalam peraturan zonasi.
h. Aspek analisis perencanaan keruangan
• Penyusunan Rencana Pola Ruang dalam penyusunannya
juga memperhatikan aspek kajian teknis akademis mengenai
kesesuaian / cocok atau tidaknya suatu area untuk fungsi
kawasan tertentu.
• Jika terjadi ketidaksesuaian antara kajian dengan Rencana
Pola Ruang, yang signifikan dan berdampak lingkungan dan
bencana, perlu untuk diingatkan, supaya Pemerintah Daerah
dapat menyesuaikannya pada Peraturan Zonasi.
i. Penyesuaian pada Peraturan Zonasi
• Secara singkat, maksud dari Peraturan Zonasi adalah
peraturan yang mengatur secara lebih rinci mengenai tiap
klasifikasi Rencana Pola Ruang.
• Dalam Peraturan Zonasi ini dapat memberikan kelonggaran
atau fleksibilitas yang dapat menjadi win-win solution terkait
permasalahan munculnya pemenuhan kebutuhan beberapa
kepentingan pada sebuah Kawasan.
• Contohnya adalah sebagai berikut: Pada klasifikasi Rencana
Pola Ruang Kawasan Pertanian Lahan Kering, dalam
Peraturan Zonasinya terdapat klausul yang menyatakan
bahwa pada Kawasan Pertanian Lahan Kering tersebut masih
boleh untuk dibangun perumahan atau industri, kemudian
dirinci batasan-batasan kelonggarannya.
• Pada intinya terjadinya tumpang tindih kepentingan dalam
suatu kawasan pasti terjadi, dan Peraturan Zonasi dapat
menjadi solusi dengan merinci seberapa jauh kelonggaran
yang diberikan, asalkan tidak merubah fungsi utamanya.
5. Pengecekan Topologi
Cek topologi dilakukan dengan menerapkan aturan hubungan antar
objek spasial (titik, garis, poligon) dari suatu unsur geografis. Cek topologi
diperlukan untuk menjaga integritas dan kualitas data geospasial supaya
dapat dipertanggungjawabkan.
Pengecekan topologi ini secara spesifik dilakukan untuk menghindari
kesalahan-kesalahan luasan yang tidak konsisten, dan munculnya dua
atau lebih fungsi Kawasan dalam satu area. Dimana hal ini bisa terjadi
karena adanya kesalahan menumpuknya dua atau lebih poligon dalam
satu area.
Aturan cek topologi yang dilakukan pada Peta Rencana Pola Ruang:
a. Tidak ada objek yang menumpuk jadi satu pada posisi yang sama
(must not overlap)
b. Tidak ada kesalahan ruang kosong di dalam poligon (must not
have gaps)
Mengenai Sungai, Waduk, dan Jalan yang berbentuk poligon, perlu
untuk tetap dimasukkan ke dalam area Rencana Pola Ruang, dan
diberikan keterangan Sungai, Danau, atau Jalan dalam data atributnya,
supaya tidak menghasilkan gaps atau area yang kosong.

6. Kesesuaian dengan Rancangan Peraturan Daerah


Peta dan Peraturan Daerah (Perda) adalah satu kesatuan yang tidak
terpisahkan, Perda seharusnya mendeskripsikan isi Peta yang dibuat.
Ketidaksesuaian antar keduanya merupakan salah satu masalah klasik
dalam kualitas Peta Rencana Tata Ruang.
Ketidaksinkronan ini menimbulkan ambiguitas dalam menjalankan
fungsi Rencana Tata Ruang sebagai dokumen pengendalian ruang di
lapangan.
Seringkali Perda sangat detail merinci ketentuan-ketentuan kawasan
dan rencana pembangunan yang ada, namun secara spasial tidak dapat
dipertanggungjawabkan / tidak dapat diketahui lokasinya. Misalnya
Terdapat kawasan-kawasan yang dilarang untuk pengembangan
budidaya namun secara lokasi pasti tidak diketahui lokasi dan batas-
batasnya. Hal ini menimbulkan ketidakpastian secara hukum bagi
masyarakat dan stakeholder terkait.
Perlu dilakukan perunutan naskah dalam Rancangan Peraturan
Daerah (Ranperda) yang terkait dengan hal berikut supaya disesuaikan
kenyataannya dengan apa yang ada di peta.
• Arah mata angin, penunjukan / penyebutan lokasi, luasan
• Rincian tiap klasifikasi Rencana Pola Ruang yang dijelaskan dalam
Ranperda apakah sudah tergambarkan dalam peta, atau
sebaliknya yaitu apakah yang ada dalam peta sudah dijabarkan
dalam Ranperda.
V. FORMULIR QUALITY CONTROL (QC)
Formulir QC PR-POLA
QC Kualitas Peta Rencana Pola Rung
Nama Rencana Tata Ruang : QC ke- .....

QC PR-POLA
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan:
Tanggal: Nama Petugas QC:

NO PENGECEKAN DETAIL SESUAI/TIDA KETERANGAN


Penamaan shapefile/featureclass jelas. Setidaknya
memuat jenis, nama wilayah, dan rentang tahun
perencanaan
Hanya terdapat satu shapefile/featureclass untuk
semua klasifikasi, tidak melakukan pemisahan pada
tiap klasifikasi
Pengecekan Struktur
1 Hanya terdapat satu versi Rencana Pola Ruang, tidak
Database
banyak versi/file yang menimbulkan keraguan
Terdapat kolom yang menerangkan Fungsi Kawasan
Isi dari field Fungsi Kawasan mengacu dari peraturan
klasifikasi Pola Ruang yang ada
Field jelas, hanya ada field-field penting dan tidak
terdapat field yang menimbulkan ambiguitas

Lingkup area Pola Ruang sama dengan Batas


Administrasi yang dipakai dalam Peta Dasar

Kesesuaian dengan Peta Kenampakan fisik wilayah sesuai dengan Peta Dasar,
2
Dasar seperti Garis Pantai, Sungai, dan Danau/Waduk

Secara umum, kedetailan deliniasi Pola Ruang yang


dideliniasi pada skala yang sama dengan skala Peta
Dasar yang diacu
Pembagian Klasifikasi Rencana Pola Ruang mengikuti
Standarisasi Klasifikasi
Permen PU
3
Rencana Pola Ruang Nomenklatur Klasifikasi Rencana Pola Ruang
mengikuti Permen PU
Aspek perencanaan pada hirarki di atasnya
Aspek arahan pembangunan dan investasi
Ketetapan SK Kehutanan
Memastikan /
Ketetapan Lahan Baku Pertanian (LP2B)
Mengingatkan supaya
3 Ijin Kawasan Pertambangan
Kepentingan Stakeholder
Ijin Kawasan Perkebunan
Terpenuhi
Permukiman / lahan terbangun eksisting saat ini
Aspek analisis perencanaan keruangan
Penyesuaian pada Peraturan Zonasi
Tidak ada objek yang menumpuk jadi satu pada posisi
yang sama (must not overlap )
Tidak ada kesalahan ruang kosong di dalam poligon
4 Pengecekan Topologi
(must not have gaps)
Waduk, Sungai, Jalan yang berbentuk poligon telah
masuk ke dalam area Rencana Pola Ruang
Arah mata angin, Penunjukan / penyebutan lokasi,
Luasan
Kesesuaian dengan Rincian tiap klasifikasi Rencana Pola Ruang dalam
5 Rancangan Peraturan Ranperda telah tergambarkan dalam peta
Daerah
Unsur dan detail yang tergambarkan dalam peta
Rencana Pola Ruang telah dijelaskan dalam Ranperda

Hasil Penilaian Tim QC : Diterima / Ditolak *)

CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)

Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC :

Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang no 4 Tahun 2011 tentang Informasi


Geospasial. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2013. Peraturan Pemerintah no 8 Tahun 2013 tentang
Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 15 Tahun 2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi. Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta.
Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 16 Tahun 2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten. Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta.
Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 17 Tahun 2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.
Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai