Dosen Pembimbing
Ir. Endang Purwanti S.T., MT.
Pembimbing Lapangan
Sri Nugroho, ST
DEPARTEMEN KIMIA
SURABAYA
2017
PENGUJIAN KUALITAS AIR BAKU DAN AIR LIMBAH DOMESTIK OLEH
PT. SUCOFINDO
KERJA PRAKTIK
Disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah kerja praktik program S-1
Di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Prof. Dr. Didik Prasetyoko, S.Si., M.Sc. Ir. Endang Purwanti S., MT.
NIP. 19710616 199703 1 002 NIP. 19560110 198503 2 001
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Prof. Dr. Didik Prasetyoko, S.Si., M.Sc. Ir. Endang Purwanti S., MT.
NIP. 19710616 199703 1 002 NIP. 19560110 198503 2 001
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik yang
berjudul “Pengujian Kualitas Air Baku Dan Air Limbah Domestik Oleh PT.
Sucofindo Surabaya”. Tulisan ini tidak akan bisa terwujud tanpa bantuan, dukungan,
doa serta dorongan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ir. Endang Purwanti, M.ST. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan selama proses penyusunan laporan kerja praktik ini.
2. Prof. Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. selaku Kepala Departemen Kimia FMIPA ITS
3. Budi Utomo, M.Sc selaku Kepala Bidang Pengujian dan Konsultasi Laboratorium
Lingkungan PT. Sucofindo Surabaya yang telah memberikan izin untuk
melaksanakan kerja praktik.
4. Sri Nugroho, ST. selaku pembimbing lapangan yang telah membantu pada saat
pelaksanaan kerja praktik.
5. Seluruh Karyawan PT. Sucofindo Surabaya atas semangat dan bantuannya selama
PKL belangsung dan dalam penyusunan laporan.
6. Orang tua yang selalu memberi dukungan, doa, serta semangat.
7. Semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kerja praktik ini tidak lepas dari
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dengan
tujuan perbaikan. Semoga laporan kerja praktik ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis maupun pembaca.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
2.8.1 Laboratorium Umum dan Lingkungan......................................................... 10
3.6.1 pH ................................................................................................................. 22
vii
3.10 Standar Baku Mutu Air Limbah Domestik......................................................... 25
3.12.4 pH ............................................................................................................... 28
viii
4.5.4 pH ................................................................................................................. 48
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 Lampiran III No. 4 tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik ................................................................. 25
Tabel 5.8 Hasil Analisa Jumlah Zat Padat Tersuspensi (TSS) ...................................... 67
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
parameter baik kimia, fisika, dan mikrobiologi perlu dilakukan untuk mengetahui
standar kualitas air dan air limbah.
Standar kualitas air bersih dan air limbah merupakan nilai batasan yang
digunakan untuk menunjukkan sifat-sifat air yang tidak sesuai standar, tidak secara
higienis maupun tidak layak dikonsumsi. Standar semacam ini digunakan oleh
industri atau pemerintah, baik secara kriteria yang dianjurkan atau sebagai alat
pengukur yang dirancang untuk menjaga kesehatan masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas perlu adanya pengujian kualitas air baku dan air
limbah domestik yang sesuai dengan peraturan dan parameter tertentu, sehingga
layak digunakan sebagai input pengolahan air minum serta analisa pada hasil limbah
domestik cair yang tidak berbahaya bagi lingkungan.
2
a. Analisa kadar Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)
b. Analisa Jumlah Zat Padat Tersuspensi (TSS) dengan metode
gravimetri
c. Analisa Minyak dan Lemak dengan metode gravimetri
d. Analisa pH dengan metode elektrometrik
1.4 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Kerja Praktik di PT. Sucofindo Surabaya adalah
sebagai berikut:
1. Memperoleh pengalaman kerja dan mendapatkan peluang untuk dapat
berlatih mengenai permasalahan di dalam suatu perusahaan.
2. Mengetahui perkembangan teknologi dan sistem atau metode
pemeriksaan terbaru terkait pengujian air bersih dan air limbah.
3. Mengetahui pemahaman yang komprehensif akan dunia kerja melalui
learning by doing.
4. Menambah pengetahuan serta wawasan mengenai Teknik pengujian
kualitas air baku dan air limbah di PT. Sucofindo Surabaya.
5. Meningkatkan, memperluas dan mengembangkan kemampuan serta
ketrampilan mahasiswa terhadap aspek-aspek pemeriksaan dalam
laboratorium sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja sesuai dengan
bidang studi yang dipilih.
6. Meningkatkan kerjasama antara perguruan tinggi yang dalam hal ini
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dengan instantsi PT.
Sucofindo Surabaya dengan tujuan meningkatkan mutu Pendidikan dan
penelitian.
7. Memenuhi beban satuan kredit semester (SKS) yang mendukung
penelitian Tugas Akhir.
3
BAB II
PROFIL INSTANSI
4
kelautan, perikanan, pemerintah, transportasi, sistem informatika dan energi
terbarukan.
Misi
Menciptakan nilai ekonomi kepada para pemangku kepentingan
terutama pelanggan pemegang saham dan karyawan melalui layanan jasa
inspeksi, pengujian, sertifikasi, konsultasi serta jasa terkait lainnya untuk
menjamin kepastian berusaha.
Nilai Perusahaan
1. Integritas, yakni mengedepankan kejujuran, dapat dipercaya dan tidak
berpihak
2. Fokus Pelanggan, yakni mengutamakan pelanggan dalam melaksanakan
dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan, terutama dalam hal
kualitas dan nilai tambah yang ditawarkan
3. Inovasi, yakni secara berkesinambungan melakukan perbaikan dan
pembaharuan yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan dan
perusahaan sehingga dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak lain
yang berkepentingan
4. Kerjasama, yakni mengedepankan kerja Tim dalam melaksanakan dan
menyelesaikan pekerjaan sehingga pada akhirnya dapat memberikan
manfaat bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan
5
5. Peduli, yakni tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri tetapi
kepentingan kelompok serta selalu peduli terhadap orang lain dan
lingkungan
6
2.5.1 Layanan Inspeksi dan Audit
Kegiatan inspeksi dan audit krusial diperlukan untuk melindungi seluruh
pihak yang berhubungan dalam suatu transaksi, misalnya untuk memastikan
kualitas dan standar teknis suatu produk/jasa telah terpenuhi, atau memastikan
kemampuan dan kapasitas calon pemasok. PT. Sucofindo menyediakan
layanan inspeksi kualitas dan kuantitas produk, mulai dari komoditas pertanian,
kehutanan, kelautan dan perikanan, pangan olahan, industri, pertambangan,
minyak dan gas, hingga produk konsumen. Contoh layanan inspeksi dan audit
diantaranya, adalah inspeksi produk batubara, verifikasi integritas fasilitas
industri, inspeksi produk konsumen dan audit sistem manajemen pengamanan
berdasarkan Peraturan Kapolri nomor 24 tahun 2007 tentang Sistem
Manajemen Keamanan.
7
layanan sertifikasi diantaranya, sertifikasi ISO 9001:2008, sertifikasi Good
Manufacturing Practices, sertifikasi HACCP, dan sertifikasi produk.
8
Gambar 2.1 Logo PT. Sucofindo (Persero)
1. Tiga Bola
Melambangkan kegiatan dengan ruang lingkup internasional, menyatukan
tiga unsur wawasan, meliiputi darat, laut dan udara.
2. Warna Biru
Melambangkan kelanggengan, aman dan teerpercaya, berkesan jernih dan
luas, mencerminkan ketertiban dan keluasan jangkauan.
3. Gradasi Warna
Menunjukkan manusia yang melambangkan sikap orientasi pada
perkembangan dan kemajuan masyarakat, cermin daripada peran PT.
Sucofindo sebagai “Agent of Development” dalam masyarakat.
4. Logo Tipe
Makrogama memiliki kesan tegas, kuat, luas, stabil, kesan ini dapat
menimbulkan citra sesuai dengan sifat sesuatu usaha yang bersungguh-
sungguh dalam setiap komitmen dengan semua pihak.
9
Direktur Komersial
II
Divisi Regional
Timur
Cabang Utama
Surabaya
QSHE &
Risk
Bidang Inpeksi dan Pengujian Bidang Pengujian dan Bidang Dukungan Operasi dan
MINERBA (MIN, BTBR) Konsultasi (LAB, SERCO) Bisnis
10
Analisa komoditi bahan kimia, pestisida, produk petrokimia,
pupuk, gas, minyak pelumas dan minyak mentah
Produk hasil hutan seperti : rotan, damar, kayu, getah, dan lain
sebagainya
Produk perkebunan seperti : kopi, karet, teh, coklat, kacang
mente, kopra dan lain sebagainya
Produk pertanian seperti : beras, lada, jagung, kedelai, gaplek,
bungkil, minyak sawit dan lain sebagainya
2.8.1.2 Laboratorium Lingkungan
Laboratorium lingkungan mempunyai peran penting dalam upaya
pengelolaan lingkungan bagi dunia industri yang ada dan berkembang di
Surabaya. Laboratorium lingkungan PT. Sucofindo Surabaya
memberikan pelayanan jasa antara lain:
Sampling dan analisa air minum, air bersih, air badan, Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK), air laut, air limbah (industri,
perumahan, rumah sakit dan lain-lain), Bahan Beracun dan
Berbahaya (B3)
Sampling dan analisa udara ambient, kualitas udara ruang
(indoor), emisi sumber bergerak dan tidak bergerak, kebisingan,
pencahayaan, getaran dan lain – lain.
Monitoring lingkungan yang meliputi Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UKL)- Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UPL) dan proyek-proyek monitoring lingkungan
lainnya.
11
Sampling dan analisa non Coal (batuan) seperti : gipsum, semen, batu
kapur, pasir silika, feldspar, zeolit, kapur dan produk-produk industri
dan bahan tambang lainnya
Monitoring mutu logam dan lainnya
Pekerjaan sampling dan preparasi lapangan untuk komoditi bahan
tambang mineral
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Air
Air merupakan zat cair yang dinamis bergerak dan mengalir melalui siklus
hidrologi yang abadi. Dalam UU RI No.7 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002, disebutkan beberapa pengertian terkait dengan
air, yaitu sebagai berikut:
1. Sumber daya air adalah air, dan daya air yang terkandung didalamnya.
2. Air adalah semua air yang terdapat pada diatas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan.
3. Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
telah dimasak.
4. Air Minum (drinking water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.
5. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
6. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.
7. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat
pada, diatas, ataupun di bawah permukaan tanah.
(Sutrisno, 2004)
13
bahwa air baku yang dapat diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM)
adalah:
1. Kekeruhan, maksimal 600 NTU (nephelometric turbidity unit) atau 400 mg/l
SiO2
2. Kandungan warna asli (appearance colour) tidak lebih dari 100 Pt Co
3. Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku air sesuai PP No. 82 tahun 2000
tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
4. Air sungai pada daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi, dan atau
bahan organik melebihi syarat tersebut di atas tetapi kekeruhan rendah (<50
NTU) maka digunakan IPAM dengan sistem DAF (Dissolved Air Flotation)
atau sistem lainnya (Fardiaz, 1992).
Pemilihan sumber air baku untuk perencanaan bangunan pengolahan air minum
yang digunakan adalah air sungai. Oleh sebab itu, beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah:
1. Kualitas air baku dan volume air baku.
2. Kondisi iklim di daerah sumber air baku.
3. Lokasi sumber air baku harus tetap, tidak mengalami kemungkinan pindah.
4. Konstruksi intake yang memenuhi syarat dan kesulitan kecil.
5. Kemungkinan perluasan dimasa yang akan datang.
6. Elevasi muka air sumber mencukupi.
7. Kemungkinan timbulnya pencemar dimasa yang akan datang.
8. Fasilitas, biaya operasional, dan perawatan yang tersedia mencukupi.
(Darmono, 2001).
14
3.3 Standar Baku Mutu Air Minum
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.492/MenKes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Air minum
aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan kimia, fisika, mikrobiologis dan
radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan (Permenkes
RI No.492, 2010).
Tabel 3.1 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.492/MenKes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
Kadar Maksimum
No Jenis Parameter Satuan
yang diperbolehkan
1 Parameter yang langsung berhubungan dengan kesehatan
a. Parameter Mikrobiologi
1. E. Coli Jumlah per 0
100 ml sampel
2. Total Baktersi Coliform Jumlah per 0
100 ml sampel
b. Kimia Anorganik
1. Arsen (As) mg/L 0,01
2. Fluorida (F) mg/L 1,5
3. Total Cromium (Cr) mg/L 0,05
4. Kadmium (Cd) mg/L 0,003
5. Nitrit (sebagai NO2-) mg/L 3
6. Nitrat (sebagai NO3-) mg/L 50
7. Sianida (CN) mg/L 0,07
8. Selenium (Se) mg/L 0,01
2 Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan
a. Parameter Fisika
1. Bau Tidak Berbau
2. Warna TCU 15
3. Jumlah Zat Padat Terlarut mg/L 500
(TDS)
15
4. Kekeruhan NTU 5
5. Rasa Tidak Berasa
6. Suhu °C Suhu Udara ±
b. Parameter Kimia
1. Aluminium (Al) mg/L 0,2
2. Besi (Fe) mg/L 0,3
3. Kesadahan mg/L 500
4. Klorida (Cl) mg/L 250
5. Mangan (Mn) mg/L 0,4
6. pH 6,5-8,5
7. Seng (Zn) mg/L 3
8. Sulfat (SO4) mg/L 250
9. Tembaga (Cu) mg/L 2
10. Amonia (NH3) mg/L 1,5
16
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukan titik akhir titrasi telah
dicapai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indikator azo dengan warna
yang spesifik pada berbagai perubahan pH.
Titik ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara
stokiometri antara zat yang dianalisis dengan larutan standar. Titik akahir titrasi
adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indikator yang menunjukan titik
ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dengan larutan standar.
Metode titrimetri dapat dibagi atas:
1. Titrasi Asam Basa (Netralisasi)
Asidimetri adalah cara-cara untuk metode analisa volumetri untuk
menetapkan kadar contoh yang bersifat basa dengan menggunakan
larutan asam
Alkalimetri cara-cara untuk metode analisa volumetri untuk
menetapkan kadar contoh yang bersifat asam dengan menggunakan
larutan basa.
2. Titrasi Redoks (Reduksi-Oksidasi)
Permanganometri adalah metode analisa volumetri berdasarkan reaksi
redoks, zat yang ditetapkan bersifat reduktor dengan menggunakan
larutan standar KMnO4.
3. Titrasi Iodometri dan Iodimetri
Iodometri adalah metode analisa volumetri berdasarkan reaksi redoks
dimana zat yang ditetapkan bersifat oksidator dengan menggunakan
larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
Iodimetri adalah metode analisa volumetri berdasarkan reaksi redoks
dimana zat yang ditetapkan bersifat reduktor dengan menggunakan
larutan standar.
4. Titrasi Argentometri
Titrasi argentometri adalah metode analisa volumetri berdasarkan
reaksi pengendapan dengan menggunakan larutan standar perak nitrat
(AgNO3), contoh pengujian yang bisa ditetapkan menggunakan metode ini
diantaranya, bromida, klorida dan iodida.
17
5. Kompleksiometri
Kompleksometri adalah metode analisa volumetri berdasarkan
pembentukan senyawa kompleks dengan menggunakan larutan standar
Ethylene diamine tetra acetic acid (NED).
𝐼𝑡
𝐴 = − Log 𝑇 = −𝐿𝑜𝑔 𝐼𝑜
𝐴 = 𝑎. 𝑏. 𝑐 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐴 = . 𝑏. 𝑐
(Sri Suyono, 2013)
Dimana
It : Cahaya yang telah melewati sampel
Io : Cahaya yang datang
T : Transmittan
A : Absorbansi (nm)
18
b : Tebal kuvet (cm)
c : Konsentrasi larutan yang diukur
ε : Tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur
dalam molar)
a : Tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam
ppm)
19
3.5.2 Warna
Banyak air permukaan khususnya yang berasal dari daerah rawa-rawa,
seringkali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk
keperluan rumah tangga maupun keperluan industri tanpa dilakukannya
pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut. Warna digunakan sebagai
salah satu standar persyaratan kualitas air minum.
3.5.4 Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan
organik yang terkandung di dalam air seperti lumpur lempung, zat organik,
plankton dan bahan yang dihasilkan oleh bangunan industri. Kekeruhan
disebabkan oleh adanya partikel-partikel kecil dan koloid yang berukuran 10 nm
sampai 10 μm. Kekeruhan merupakan sifat optis dari suatu larutan, yaitu
hamburan dan absorbsi cahaya yang melaluinya.Kekeruhan dapat mengganggu
penitrasi sinar matahari sehingga mengganggu fotosintesa tanaman air.Nilai
20
numeric yang menunjukkan kekeruhan didasarkan pada turut bercampurnya
bahan – bahan yang tersuspensi pada jalannya sinar matahari melalui sampel.
Nilai ini tidak secara langsung menunjukkan banyaknya bahan yang tersuspensi,
tetapi dia menunjukkan kemungkinan penerimaan konsumen terhadap air
tersebut.
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan turbiditas, yang setara dengan 1 mg/L
SiO2.Turbiditas diukur menggunakan turbidimeter dengan satuan 1 JTU, dapat
juga diukur dengan Nephelometric. Kekeruhan dapat dihilangkan dengan
menambahkan bahan kimia yang disebut flokulan.Flokulan tersebut adalah
tawas, namun dapat juga dengan garam Fe (III), atau salah satu polielektrolit
organis.Setelah penambahan flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok
terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid
tersebut (bertumbukan) dan kemudian bersama-sama mengendap (Alaerts,
1987). Partikel tersebut dapat bergabung satu sama lain sehingga membentuk
agregat. Agregasi partikel dapat dikenal juga sebagai koagulasi dan flokulasi
(Gregory, 2006).
3.5.5 Rasa
Air biasanya dirasakan dengan lidah. Air yang terasa pahit,asam,manis
atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin
disebabkan adanya garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam
disebabkan oleh adanya asam organik maupun anorganik. Rasa dapat
ditimbulkan oleh adanya zat organik atau bakteri unsur lain yang masuk ke air
(Permenkes No.492/Menkes/PER/VI/2010).
3.5.6 Temperatur
Air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara
(20-260C). Air yang secara mencolok mempunyai temperatur di atas atau di
bawah temperatur udara, berarti mengandung zat-zat tertentu (misalnya fenol
yang terlarut didalam air cukup banyak) atau sedang terjadi proses tertentu
(proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan
energi) yang mengeluarkan atau menyerap energi air. Secara umum kenaikan
21
suhu pada air dapat mengakibatkan kenaikan aktivitas biologi sehingga akan
membentuk O2 lebih banyak lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu air antara lain volume air, lokasi
badan air, kedalaman badan air, dan iklim. Air yang selalu mendapatkan
pencahayaan dari matahari memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan
dengan air yang tidak mendapatkan pencahayaan.Semakin dalam air maka suhu
air semakin rendah.Suhu air yang rendah mengakibatkan kandungan oksigen
sedikit karena oksigen semakin sulit untuk larut dalam air (Manahan, 1994).
22
banyak di dalam air sadah akan bereaksi dengan sabun untuk membentuk
presipitat atau anion-anion yang ada sehingga membentuk kerak.
Ditinjau dari kesadahannya, air dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu
air keras atau air sadah dan air lunak. Air lunak merupakan air dengan
kandungan mineral rendah, sedangkan air keras (hard water) atau air sadah
merupakan air dengan kadar mineral sangat tinggi. Biasanya air sadah terlihat
keruh dan tidak menghasilkan buih ketika ditambah sabun. Namun air lunak
akan menghasilkan banyak buih ketika ditambah sabun
Penentuan kesadahan air dapat dilakukan dengan metode titrasi EDTA
atau disebut titrasi kompleksometri. Kesadahan total (ion Ca2+ dan Mg2+) dapat
ditentukan melalui titrasi dengan EDTA sebagai titran dan penambahan
indikator EBT atau kalmagit. EDTA membentuk kompleks kelat yang dapat
larut ketika ditambahkan ke suatu larutan dengan kandungan kation logam
tertentu. Ketika indikator EBT (Eriochrom Black T) atau kalmagit ditambahkan
pada larutan yang mengandung ion kalsium dan magnesium pada pH 10±0,1,
larutan akan berubah menjadi merah muda. Jika EDTA ditambahkan sebagai
satu titran, maka kalsium dan magnesium akan menjadi suatu kompleks dan
larutan akan berubah menjadi merah muda menjadi biru yang menandakan titik
akhir titrasi (Harjadi, 1993).
23
3.7 Limbah dan Air Limbah
Berdasarkan UU RI No. 23 Tahun 1997, limbah adalah sisa suatu usaha atau
kegiatan. Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan, yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya baik secara
langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya (Mahida, 1984).
Air limbah adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah, bisnis dan
industri (Poerwadarminta, 2002). Sedangkan pengertian limbah cair menurut
Sugiharto (2008) adalah Air limbah adalah kotoran yang berasal dari masyarakat,
rumah tangga, industri, air tanah, air permukaan, dan air buangan lainnya. Air
buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum.
24
adalah air limbah yang berasal dari usaha dana tau kegiatan pemukiman (real estate),
rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama.
Air Limbah domestik merupakan pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus
dan dapur. Kotoran-kotoran itu merupakan campuran dari zat-zat bahan mineral dan
organik dalam banyak bentuk, termasuk partikel-partikel besar dan kecil, benda
padat, sisa-sisa bahan-bahan larutan dalam keadaan terapung dan dalam bentuk
koloid san setengah koloid (Martopo, 1987).
Mukhtasor (2007) membagi air limbah domestik menjadi dua bagian yaitu
pertama adalah air limbah domestik yang berasal dari cucian seperti sabun, deterjen,
minyak dan lemak, serta shampo. Kedua adalah air limbah domestik yang berasal
dari kakus seperti tinja dan air seni.
Tabel 3.2 Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 Lampiran III
No. 4 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK
Volume Limbah Cair Maximum 120 L/ (orang.hari)
Kadar Maksimum
Jenis Parameter
yang diperbolehkan
Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) 30 mg/L
Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) 50 mg/L
Jumlah Zat Padat Tersuspensi (TSS) 50 mg/L
Minyak dan Lemak 10 mg/L
pH 6-9
25
3.11 Parameter Uji Fisika
3.11.1 Jumlah Zat Padat Tersuspensi (TSS)
Jumlah zat padat tersuspensi (TSS) adalah jumlah dari padatan
tersuspensi yang berukuran lebih besar dari 10-3 mm yang terkandung dalam air
(Effendi, 2003). Padatan tersuspensi adalah padatan yang tidak larut, tidak dapat
mengendap langsung dan menyebabkan kekeruhan air. Padatan tersuspensi
misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan
sebagainya. Selain mengandung padatan tersuspensi, air buangan juga sering
mengandung bahan-bahan yang bersifat koloid, misalnya protein. Padatan
tersuspensi dapat mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga
mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis (Fardiaz, 1992).
O2 dalam air
Zat organik CO2 + H2O + Sel-sel bakteri baru
Bakteri
Semakin banyak zat organik yang diuraikan maka semakin banyak pula
pemakaian oksigen didalam air, akibatnya akan menuju keadaan yang anaerobik
26
kemudian menyebabkan bau kurang enak karena timbulnya gas-gas. Adapun
prosesnya adalah sebagai berikut:
Zat organik CO2 + H2S + NH3 + Sel-sel bakteri baru
Bakteri
3.12.2 Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)
Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) adalah jumlah oksigen yang
diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui
reaksi kimia (Wardhana, 2004). Uji COD biasanya menghasilkan nilai
kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari BOD karena banyak bahan yang stabil
terhadap reaksi biologi dapat teroksidasi. Persamaan yang digunakan dalam uji
COD yaitu :
27
dapat dioksidasikan melalui proses kimiawi, dan mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut di dalam air (Alaerts dan Santika, 1987).
3.12.4 pH
Derajat keasaman adalah nilai negatif logaritma dari konsentrasi ion
hidrogen. Yang dapat dinyatakan dengan rumus:
pH = - log [H+]
Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau basa suatu zat, larutan atau benda yang berkaitan dengan aktifitas
ion hidrogen. Air netral memiliki pH = 7. Apabila ditambahkan asam ke dalam
air murni, maka konsentrasi ion H+ lebih besar daripada ion OH-, maka air
tersebut bersifat asam (pH < 7). Apabila ditambahkan alkali, maka konsentrasi
OH- lebih besar daripada ion H+, maka air tersebut bersifat basa (pH > 7) (Adil,
2006).
28
pH dalam air limbah berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme
dan proses pengolahan air limbah. Air limbah dengan konsentrasi air limbah
yang tidak netral akan mengganggu pertumbuhan mikroorganisme dan dapat
mengganggu proses penjernihan pada air limbah tersebut. Secara umum, pH
yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme antara 6,00 – 8,00 (Sugiharto,
2008).
29
BAB IV
RINCIAN PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
30
Sampling dan analisa udara ambient, kualitas udara ruang (indoor), emisi
sumber bergerak dan tidak bergerak, kebisingan, pencahayaan, getaran
dan lain – lain.
31
Pengasaman dengan HCl 1N dirancang untuk mencegah konsentrasi
dari hidroksida atau karbonat mencapai 1000 mg CaCO3/L. Klorida
tidak berpengaruh terhadap penetapan
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis terkalibrasi,
pipet mohr 10 mL terkalibrasi, dan labu ukur 50 mL terkalibrasi. Bahan
yang digunakan adalah akuades, HCl 1 N, dan larutan sampel uji
Prosedur Kerja
a. Pembuatan pereaksi
Larutan HCL 1 N
Sebanyak 41,6 mL Asam Klorida pekat dimasukan kedalam labu
ukur 500 mL. Kemudian ditambahkan akuades hingga batas tera.
b. Pembuatan Larutan standar
Pembuatan kurva kalibrasi dari larutan standar kalibrasi nitrat
menggunakan metode pengenceran bertingkat dari larutan induk CRM
nitrat 200 ppm dengan konsentrasi 1 ; 2 ; 3 ; 4 dan 5 mg/L
c. Preparasi sampel
Pipet 50 mL sampel yang telah disaring lalu dimasukan kedalam labu
ukur 50 mL. Tambahkan 1 mL HCL 1N kedalam larutan standar,
sampel serta blanko akuades. Dilakukan pengukuran dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 212 nm.
Perhitungan
(Absorbansi spl−Intersep)
NO3- (mg/L) = x Fp
Slope
Keterangan:
Fp = Faktor pengenceran
32
Prinsip Kerja
Prinsip pengukuran kadar nitrit adalah berdasarkan pembentukan warna
kemerah-merahan yang terjadi bila mereaksikan nitrit dengan asam
sulfanilat dan N-(1-naftil etilen diamin dihidroklorida) pada pH 2,0
sampai pH 2,5
Alat dan Bahan
Spektrofotometer sinar tunggal atau sinar ganda yang mempunyai
kisaran panjang gelombang 190 nm - 900 nm dan lebar celah 0,2 nm -
2 nm terkalibrasi, labu 50 mL yang terkalibrasi, pipet volumetri 10 mL
yang terkalibrasi, sulfanilamide dan N-(1-naftil)-etilendiamin
dihidrokhlorida (NED) dan larutan sampel uji
Prosedur Kerja
a. Pembuatan pereaksi
Larutan asam sulfaniat
Sebanyak 5 gram sulfanilamid ditambahkan dengan 50 mL HCL
pekat. Kemudian dilarutkan dengan 300 mL air suling di dalam gelas
piala 500 mL dan ditambahkan air suling sampai volume 500 mL.
Larutan naftil etilendiamin dihidroklorida
Sebanyak 500 mg N-(1-naftil etilendiamin dihidroklorida)
dilarutkan dengan 100 mL air suling di dalam gelas piala 500 mL.
Kemudian diencerkan dengan air suling sehingga volumenya
menjadi 500 mL. Larutan disimpan di dalam botol berwarna gelap
dan larutan ini harus diganti setiap bulan atau bila warna larutan
menjadi coklat tua
b. Pembuatan larutan standar
Pembuatan kurva kalibrasi dari larutan standar kalibrasi nitrit
menggunakan metode pengenceran bertingkat dari larutan induk CRM
nitrit 40 ppm dengan konsentrasi 0,02 ; 0,05 ; 0,10 ; 0,30 ; dan 0,50
mg/L
c. Preparasi Sampel
Pipet 50 mL sampel yang telah disaring lalu dimasukan kedalam labu
ukur 50 mL. Ditambahkan 1 mL sulfanilamide dan 1 mL NED kedalam
33
larutan standar, sampel uji dan blanko akuades. Didiamkan 2 menit
kemudian absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 520 nm
Perhitungan
(Absorbansi spl−Intersep)
NO2- (mg/L) = × Fp
Slope
Keterangan:
Fp = Faktor pengenceran
34
b. Pembuatan larutan pembanding
Pipet 5 mL larutan SPADNS ke dalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan
9 mL HCl (1:1) dan ditepatkan sampai tanda tera menggunakan air
suling. Kemudian dihomogenkan
d. Preparasi Sampel
Sebanyak 5 mL SPADNS dipipet ke dalam labu ukur 50 mL.
Ditambahkan larutan sampel uji yang telah disaring sampai tanda batas.
Larutan dihomogenkan dan diukur menggunakan spektrofotometer
UV-Vis dengan panjang gelombang 570 nm
Perhitungan
(Absorbansi blk-Absorbansi spl) – Intersep)
Fluorida (mg/L) = x Fp
Slope
Keterangan:
Fp = Faktor pengenceran
35
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu larutan buffer B, kristal barium
klorida (BaCl2.2H2O) dan akuades
Prosedur Kerja
a. Pembuatan Pereaksi
Larutan buffer B
Sebanyak 30 gram MgCl2.6H2O; 5 gram CH3COONa.3H2O; 1 gram
KNO3; 0,111 gram Na2SO4 dan 20 mL asam asetat (99 %) dilarutkan
dalam 500 mL akuades. Kemudian ditambahkan akuades sampai
tanda tera dan dihomogenkan
b. Pembuatan larutan standar
Pembuatan kurva kalibrasi dari larutan standar kalibrasi sulfat
menggunakan metode pengenceran bertingkat dari larutan induk CRM
sulfat 800 ppm dengan konsentrasi 1; 2 ; 3 ; 4 ; 5 dan 10 mg/L
c. Preparasi Sampel
Pipet 50 mL sampel yang telah disaring lalu dimasukan kedalam labu
ukur 50 mL. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan buffer B dan
padatan barium klorida. Larutan dihomogenkan dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm menggunakan
spektrofotometer sinar tampak.
Perhitungan
(Absorbansi spl – Intersep)
SO4 (mg/L) = x Fp
Slope
Keterangan :
Fp = Faktor pengenceran
36
Prinsip Kerja
Fenol alkali dan hipoklorit beraksi dengan amonia membentuk biru
indo fenol yang merupakan kandungan konsentrasi amonia. Warna biru
terbentuk secara cepat dengan natrium nitro prusida
Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan diantaranya spektrofotometer UV-Vis
terkalibrasi, labu ukur 25 mL dan 50 mL terkalibrasi, pipet mohr 10 mL
terkalibrasi. Bahan yang digunakan larutan fenol, larutan natrium nitro
prusida, larutan oksidator yang dibuat dari campuran larutan alkali sitrat
dan natrium hipoklorit dengan perbandingan 4:1
Prosedur Kerja
a. Pembuatan Pereaksi
Larutan Fenol
Fenol cair (≥ 89%) sebanyak 11,1 mL diencerkan dengan etil alkohol
95% dalam labu takar 100 mL. Larutan tersebut kemudian ditera
dan dihomogenkan
Larutan Natrium Nitroprussida 0,5%
Natrium nitroprussida sebanyak 0,125 gram dimasukkan ke labu
takar 25 mL, dan dilarutkan dengan akuades. Larutan tersebut
kemudian ditera dengan akuades dan dihomogenkan
Larutan Alkali Sitrat
Trinatrium sitrat sebanyak 10 gram dan 0,5 gram natrium hidroksida
ditimbang, kemudian dilarutkan dengan akuades dan dimasukkan ke
labu takar 50 mL. Larutan tersebut kemudian ditera dengan akuades
dan dihomogenkan
Larutan Pengoksidasi
Lautan alkali sitrat sebanyak 40 mL dicampurkan dengan 10 mL
natrium hipoklorit ke dalam botol gelap
b. Pembuatan larutan standar
Pembuatan kurva kalibrasi dari larutan standar kalibrasi amonia
menggunakan metode pengenceran bertingkat dari larutan induk CRM
amonia 50 ppm dengan konsentrasi 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; dan 0,5 mg/L
37
c. Preparasi Sampel
Pipet 25 mL sampel uji tanpa penyaringan lalu masukan kedalam labu
ukur 50 mL, berturut-turut ditambahkan 1 mL fenol, 1 mL larutan
natrium nitro prusida dan 2,5 mL larutan oksidator. Kemudian sampel
ditutup dan ditempatkan ditempat yang terhidar dari cahaya minimal 1
jam dan larutan ini stabil dalam 24 jam. Kemudian sampel diukur pada
panjang gelombang 640 nm
4. Perhitungan
(Absorbansi spl−Intersep)
NH3 (mg/L) = x Fp
Slope
Keterangan:
Fp = Faktor pengenceran
38
Prosedur Kerja
a. Pembuatan Pereaksi
Indikator kalium kromat (K2CrO4 5 %)
Sebanyak 50 g kalium kromat (K2CrO4) dilarutkan dalam sedikit air.
Kemudian ditambahkan larutan perak nitrat (AgNO3) sampai
terbentuk endapan merah. Dibiarkan selama 12 jam kemudian
disaring dan diencerkan dengan air suling menjadi 1 L
Larutan standar perak nitrat (AgNO3) 0,01 N
Sebanyak 2,395 g perak nitrat (AgNO3) dilarutkan dalam air suling
dan diencerkan sampai volume 1000 mL. Kemudian larutan standar
AgNO3 disimpan di dalam botol berwarna coklat
b. Preparasi Sampel
Sebanyak 50 mL larutan uji yang telah homogen dimasukkan ke dalam
labu ukur 50 mL. Ditambahkan 5 tetes indikator K2CrO4. Kemudian
dititrasi dengan larutan standar perak nitrat 0,01 N sampai berwarna
kuning kemerah-merahan. Dilakukan pula penetapan blanko
Perhitungan
(V titran (spl - blk) x Kons. AgNO3 x BM Cl X 1000)
Cl (mg/L) = x Fp
Volume contoh
Keterangan:
Fp = Faktor pengenceran
39
atau kalmagite dalam jumlah sedikit kedalam latutan yang mengandung
ion kalsium dan magnesium pada pH 10 ± 0,1, larutan menjadi merah
keunguan. Jika EDTA ditambahkan sebagai titran, kalsium dan
magnesium akan berubah menjadi kompleks dan berbah warna menjadi
biru yang menandakan titik akhir titrasi
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu buret 50 mL berwarna coklat terkalibrasi,
labu ukur 50 mL terkalibrasi, erlenmeyer 250 mL. Bahan yang
digunakan yaitu indikator EBT, buffer pH 10, larutan standar EDTA,
dan larutan sampel uji
Prosedur Kerja
Sebanyak 50 mL larutan uji yang telah homogen dimasukkan ke dalam
labu ukur 50 mL. Ditambahkan 2 mL buffer pH 10 dan sedikit indikator
EBT. Kemudian dititrasi dengan larutan standar EDTA sampai
berwarna biru.
Perhitungan
(V titran spl x mg EDTA x 1000)
Jumlah Kesadahan (mg/L) = x Fp
Volume contoh
Keterangan:
Fp = Faktor pengenceran
40
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu pinggan penguap, penangas air, desikator,
neraca analitik, gelas ukur, piala gelas, corong, kertas saring Whatman
no. 42, dan oven pengering untuk dioperasikan pada 180C
Prosedur Kerja
Larutan sampel uji disaring. Sebanyak 50 mL filtrat yang diperoleh
dimasukkan ke dalam pinggan penguap yang telah dioven dan diketahui
bobot awalnya. Pinggan penguap dimasukkan ke dalam oven bersuhu
105°C selama 24 jam. Pinggan penguap didinginkan dan ditimbang
sebagai bobot akhir. Selisih bobot penimbangan kemudian ditetapkan
sebagai jumlah padatan terlarut
Perhitungan
(W isi – W kosong) x 1000000
Kadar TDS (mg/L) =
Vsampel uji
41
Prosedur Kerja
a. Pembuatan Pereaksi
Larutan baku asam oksalat 0,01 N
Sebanyak 6,3020 g asam oksalat dilarutkan dengan 200 mL air
suling di dalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan air suling sampai
tepat tanda tera. Kemudian dipipet sebanyak 10 mL larutan asam
oksalat tersebut yang mempunyai normalitas 0,1 N ke dalam labu
ukur 100 mL dan ditambahkan air suling sampai tanda tera
Larutan baku kalium permanganat 0,01 N
Sebanyak 3,1600 g KMnO4 dilarutkan dengan 500 mL air suling di
dalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan air suling sampai tepat tanda
tera. Kemudian dipipet sebanyak 10 mL larutan induk kalium
permanganat tersebut yang mempunyai normalitas 0,1 N ke dalam
labu ukur 100 mL dan ditambahkan air suling sampai tanda tera
b. Preparasi Standar
Sebanyak 10 mL asam oksalat 0,01 N (sebagai Vb). Ditambah dengan
1 ml H2SO4 pekat. Larutan di homogenkan lalu dipanaskan. Kemudian
sampel dititrasi dengan KMnO4 0,01 N. volume permanganat dicatat
sebagai volume standar.
c. Preparasi Sampel
Sebanyak 100 mL sampel yang sudah dikocok dimasukan ke dalam
erlenmeyer, kemudian ditambahkan 1 mL H2SO4 pekat dan 10 mL
KMnO4 0,01 N (sebagai Va) dipanaskan ke dalam penangas selama 10
menit, setelah itu ditambahkan 10 mL larutan H2C2O4 0,01 N dan
ditunggu hingga larutan tidak berwarna. Sampel dititrasi ketika kondisi
panas dengan larutan KMnO4 0,01 N hingga berwarna merah muda
bertahan kira-kira 30 detik, dicatat volume larutan permanganat yang
digunakan sebagai nilai Vtitran spl.
Perhitungan
a. Standarisasi Larutan KMnO4 0,01 N
Vb ×Nb
Normalitas KMnO4 =
Vstandar
42
b. Pengujian Zat Organik (mg/L)
[((Va+Vtitran spl)xNa)−(Vb x Nb)]x Bst KMnO4 x 1000
=
Volume contoh
x Fp
Keterangan:
Va = Volume KMnO4
Na = Normalitas KMnO4
Vb = Volume H2C2O4
Nb = Normalitas H2C2O4
Fp = Faktor pengenceran
43
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah erlenmeyer 250 ml bertutup asah, buret 25
ml, pipet volume 25 ml, pipet volume 10 ml, COD reaktor dan tabung
COD. Bahan yang digunakan adalah sampel air limbah, ferro
ammonium sulfat atau FAS (Fe(NH4)2(SO4)2) 0,25 N, kalium dikromat
(K2Cr2O7) 0,25 N, serbuk merkuri sulfat (HgSO4), H2SO4.Ag2SO4 dan
indikator feroin.
Prosedur Kerja
a. Pembuatan Pereaksi
Larutan Ferro Amonium Sulfat (FAS)
Ferro Amonium Sulfat sebanyak 39,2 gram ditimbang, ditambahkan
20 mL Asam Sulfat pekat. Larutan tersebut kemudian ditera dengan
akuades dan dihomogenkan pada labu takar 1000 mL.
b. Larutan Standar 60 ppm
Sebanyak 0,425 gram kalium hidrogen phthalat, ditera dengan air
suling dan dihomogenkan pada labu takar 1000 mL. Larutan ini
mempunyai kadar COD 500 mg/L. Kemudian dari larutan tersebut,
dibuat menjadi larutan yang mempunyai kadar COD 100 mg/L yaitu
dengan mengambil 50 mL dari larutan tersebut, dimasukkan kedalam
labu ukur 250 ml, ditera dengan air suling dan dihomogenkan. Dari
larutan dengan kadar COD 100 mg/L dibuat menjadi larutan dengan
kadar COD 60 mg/L yaitu dengan mengambil 15 mL larutan tersebut
dan dimasukkan kedalam tabung COD. Ditambahkan 10 mL air suling
dan dihomogenkan. Ditambahkan serbuk HgSO4 sampai berwarna
kuning. Kemudian ditambahkan 10 mL larutan kalium dikromat 0,25 N
dan 25 mL larutan H2SO4.Ag2SO4. Direfluks selama 2 jam dengan suhu
150 oC, didinginkan dan dimasukkan kedalam erlenmeyer asah 250 mL.
Ditambahkan 3 tetes indikator feroin dan dititrasi dengan larutan FAS
0,1 N. perubahan warna yang terjadi mulai dari kuning-hijau-biru
kemudian titik akhir titrasi adalah merah coklat.
44
c. Standarisasi Larutan FAS 0,1 N
Pipet 10 mL larutan kalium dikromat 0,25 N ke dalam tabung COD.
Ditambahkan serbuk HgSO4 sampai larutan berwarna kuning.
Kemudian ditambahkan 10 mL larutan kalium dikromat 0,25 N dan 25
mL larutan H2SO4.Ag2SO4. Direfluks selama 2 jam dengan suhu 150
o
C, didinginkan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah 250 mL.
DItambahkan 3 tetes indikator feroin dan dititrasi dengan larutan FAS
0,1 N. perubahan warna mulai dari kuning-hijau-biru kemudian titik
akhir titrasi adalah merah-coklat.
d. Preparasi Sampel
Pipet 25 mL sampel ke dalam tabung COD. Ditambahkan serbuk
HgSO4 sampai larutan berwarna kuning. Kemudian ditambahkan 10
mL larutan kalium dikromat 0,25 N dan 25 mL larutan H2SO4.Ag2SO4.
o
Direfluks selama 2 jam dengan suhu 150 C, didinginkan dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah 250 mL. DItambahkan 3 tetes
indikator feroin dan dititrasi dengan larutan FAS 0,1 N. perubahan
warna mulai dari kuning-hijau-biru kemudian titik akhir titrasi adalah
merah-coklat.
Perhitungan
a. Standarisasi Larutan FAS 0,1 N
Normalitas larutan ferro ammonium sulfat atau FAS dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
V K2Cr2O7 × 0,25 N
N Fe(NH4)2(SO4)2 =
V titrasi blanko (mL)
Keterangan:
N : molaritas (mmol/mL)
V : volume (mL)
0,25 N : konsentrasi K2Cr2O7
b. Pengujian COD
(VFAS Blanko – VFAS sampel air limbah) × N FAS × 8000
Kadar COD (mg/L) =
V sampel air limbah (mL)
45
Keterangan:
V : volume (mL)
N : normalitas (mgrek/mL)
8000 : bilangan ekivalen dari O2 x 1000 mL/L
46
Keterangan:
A = Berat kertas saring kosong
B = Berat kertas saring setelah penyaringan
47
Keterangan:
A = Berat gelas piala kosong
B = Berat gelas piala setelah dikeringkan
4.5.4 pH
Metode Analisa
Elektrometri (Referensi: SM 4500 H+_B, 22 Ed, 2012)
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui derajat keasaman air limbah.
Prinsip Dasar
pH diukur secara potensiometri dengan elektroda gelas hidrogen
sebagai standar primer dan elektroda atau klorin sebagai pembanding.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pH meter yang telah dikalibrasi dengan
buffer pH 4, 7, dan 10, gelas piala 100 ml yang telah dikalibrasi. Bahan
yang digunakan adalah sampel air limbah dan akuades.
Prosedur Kerja
Sampel dihomogenkan dengan cara dikocok. Kemudian dipindahkan ke
gelas piala 100 mL yang telah dibilas dengan akuades sebanyak 3 kali
dan dikeringkan dengan tisu. pH meter dicelupkan pada larutan sampel
selama kurang lebih 1 menit hingga nilai pH contoh pada display pH
meter konstan.
48
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisa Air Baku
Air baku adalah air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah
dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku
untuk air minum. Tidak semua air baku dapat diolah, maka dari itu dibuat standar
kualitas air baku yang dapat diolah. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.492/MenKes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum. Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika,
mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan
parameter tambahan (Tabel 5.1).
Pengaturan syarat kualitas air diperlukan untuk mengatur batasan konsentrasi
dalam rentang tertentu yang dianjurkan dan diperbolehkan untuk berbagai parameter,
baik parameter biologi, kimia maupun fisika. Apabila konsentrasi diatas rentang
tertentu didalam air akan menimbulkan pengaruh atau efek negatif bagi kesehatan
maupun segi pemakaian yang lain.
Sehingga untuk menentukan kualitas air baku yang layak digunakan sebagai
input pengolahan air minum, perlu dilakukan pengujian terhadap kualitas air baku.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah air baku tersebut sesuai dengan baku
mutu standart air minum yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/IV/2010. Berikut ini merupakan
hasil analisa dari air baku dari ketiga sampel yang berbeda yang dilakukan di PT.
Sucofindo Surabaya.
Tabel 5.1 Hasil Analisa Air Baku
Hasil Kadar
Parameter Satuan Metode
0521 0848 1096 Maksimum
Jumlah Zat
Padat Terlarut mg/L 401 116 340 500 SNI 3554:2015 Item 3.5
(TDS)
Total
Kesadahan, mg/L 238,1 84,5 191 500 SM 2340 C, 22nd Ed 2012
CaCO3
Klorida (Cl) mg/L 4,9 3,0 33,5 250 SNI 3554:2015 Item 3.12
Sulfat (SO4) mg/L 27,44 14,79 35,9 250 SNI 3554:2015 Item 3.11
49
Amonia (NH3) mg/L <0,03 <0,03 <0,03 1,5 SNI 3554:2015 Item 3.10
Florida (F) mg/L 0,08 0,20 0,12 1,5 SNI 3554:2015 Item 3.13
Nitrit (NO2-) mg/L 0,01 <0,003 0,005 3 SNI 3554:2015 Item 3.9
Nitrat (NO3-) mg/L 0,82 <0,16 3,3 50 SNI 3554:2015 Item 3.8
Zat Organik
mg/L 1,09 0,14 3,8 10 SNI 3554:2015 Item 3.6
(KMnO4)
2.000
1.500
1.000
0.500
0.000
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Konsentrasi
50
karena adanya peningkatan konsentrasi yang sebanding dengan peningkatan pada
absorbansi, sesuai dengan hukum Lambert Beer A= abc.
Dengan menggunakan persamaan garis yang telah didapatkan dari larutan
standar, maka dapat ditentukan konsentrasi dari sampel uji dengan mensubtitusikan
hasil absorbansi ke persamaan garis kurva kalibrasi. Sehingga konsentrasi nitrat
pada sampel dapat diketahui, sebagai contoh hasil perhitungan kadar nitrat pada
sampel uji dengan nomer Lab. SBL/1010/01096/7/2017 adalah:
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖−𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
Konsentrasi NO3- (mg/L) =
𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
1,631−0,0321
= = 3,348
0,47763
51
Dibawah ini merupakan gambar Kurva kalibrasi Nitrit (NO2-).
1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60
Konsentrasi
Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat (nitrifikasi) dan
antara nitrat dengan gas nitrogen (denitrifikasi). Oleh karena itu nitrit bersifat tidak
stabil oleh adanya oksigen. Nitrit yang dijumpai pada air minum dapat berasal dari
bahan inhibitor korosi yang dipakai di pabrik yang mendapatkan air dari sistem
distribusi PDAM. Nitrit juga dapat bersifat racun karena dapat bereaksi dengan
hemoglobin dalam darah sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen.
52
5.1.3 Analisa Fluorida (F)
Berdasarkan Permenkes No. 492/MENKES/PER/IV/2010 menyatakan
bahwa standar fluorida maksimal yang diperbolehkan untuk air yang layak
konsumsi sebesar 1,5 mg/L. Adapun hasil pengujian pada ketiga sampel yang
berbeda dengan nomer Lab. SBL/1010/00521/3/2017, SBL/1010/00848/5/2017
dan SBL/1010/01096/7/2017 menunjukan kadar fluoride yang nilainya dibawah
baku mutu Permenkes No. 492/MENKES/PER/IV/2010 yaitu secara berurutan
sebesar 0,08 ; 0,20 dan 0,12 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa air baku tersebut
memenuhi standar baku kualitas air minum.
Dibawah ini merupakan gambar Kurva kalibrasi Fluorida (F).
0.300
0.200
0.100
0.000
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Konsentrasi
53
(𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖−𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)−𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
Konsentrasi F (mg/L) =
𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
(0.,464−0,499)−0,0093
= = 0,125
0,2061
54
Kurva Kalibrasi Sulfat
0.200
0.180
0.160 y = 0,017x + 0,0036
0.140 R² = 0,9983
Absorbansi
0.120
0.100
0.080
0.060
0.040
0.020
0.000
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
Konsentrasi
Reagen BaCl2 yang ditambahkan bereaksi dengan ion sulfat dalam suasana
asam membentuk BaSO4 yang mempunyai kelarutan kecil sehingga membentuk
endapan putih koloid. Suatu sampel uji akan semakin berwarna keruh siring dengan
meningkatnya ion sulfat yang bereaksi dengan padatan BaCl2 membentuk endapan
putih BaSO4.
55
Ion sulfat adalah salah satu anion yang banyak terjadi pada air alam. Sulfat
merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena merupakan bentuk oksida
paling tinggi dari unsur belerang. Sulfat dapat dihasilkan dari oksida senyawa
sulfida oleh bakteri. Sulfida tersebut adalah antara lain sulfida metalik dan senyawa
organosulfur. Sebalikya oleh bakteri golongan heterotrofik anaerob, sulfat dapat
direduksi menjadi asam sulfida. Secara kimia sulfat merupakan bentuk anorganik
daripada sulfida didalam lingkungan aerob.
Sulfat didalam lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari
aktivitas manusia, misalnya dari limbah industri dan limbah laboratorium.
Pencemaran utama berasal dari air limbah cucian yang berasal dari detergen dimana
detergen mengandung Na2SO4. Kadar sulfat yang tinggi dalam air ditandai dengan
bau dan rasa tidak enak. Hal ini disebabkan karena sulfat direduksi membentuk gas
asam sulfida yang berbau tidak enak.
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60
KOnsentrasi
56
Dari kurva tersebut didapatkan persamaan garis linier yang dapat digunakan
untuk menentukan amonia dalam sampel yaitu y= 1,0541x – 0,0001 dengan nilai
regresi (R2) sebesar 0,9991. Nilai R merupakan linieritas hasil pengukuran. Ketika
nilai R2 semakin mendekati 1 maka hasil pengukuran tersebut semakin linier dan
dapat dinyatakan bahwa pengukuran dan pembuatan larutan standar telah baik
karena adanya peningkatan konsentrasi yang sebanding dengan peningkatan pada
absorbansi, sesuai dengan hukum Lambert Beer A= abc.
Dengan menggunakan persamaan garis yang telah didapatkan dari larutan
standar, maka dapat ditentukan konsentrasi dari sampel uji dengan mensubtitusikan
hasil absorbansi ke persamaan garis kurva kalibrasi. Sehingga konsentrasi amonia
pada sampel dapat diketahui, sebagai contoh perhitunagn kadar ammonia pada
sampel uji dengan nomer Lab. SBL/1010/01096/7/2017 adalah:
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖−𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
Konsentrasi NH3 (mg/L) =
𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
0.000−0.0001
= = 0.000
1.0541
57
Tabel 5.2 Hasil Analisa Klorida
Kode sampel
Keterangan
0521 0848 1096
V Titran sampel (mL) 1,0 0,8 3,9
V Titran blanko (mL) 0,5 0,5 0,5
N AgNO3 (mgrek/mL) 0,0139 0,0139 0,0139
BM Cl (mg/mgrek) 35,45 35,45 35,45
V sampel (mL) 50 50 50
Pengenceran 1 1 1
Berdasarkan data pada tabel 5.2 maka dapat ditentukan konsentrasi klorida
dalam sampel, sebagai contoh perhitungan kadar klorida pada sampel uji dengan
nomer Lab. SBL/1010/01096/7/2017 adalah sebagai berikut:
(V titran (spl - blk) x Kons. AgNO3 x BM Cl X 1000)
Klorida (mg/L) = x Fp
Volume contoh
(3,9-0,5) x 0,0139 x 35,45 x 1000)
= x1
50
= 33,51
Pengaruh klorida terhadap air berhubungan dengan kualitas air yang
dihasilkan. Keberadaan klorida dalam jumlah besar dalam air membuat air terasa
asin. Semakin asin air tersebut maka semakin banyak klorida yang terdapat dalam
air yang berarti air tersebut tidak sehat dan tidak layak untuk dikonsumsi.
58
Berdasarkan hasil analisa pada ketiga sampel yang berbeda didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 5.3 Hasil Analisa Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS)
Kode sampel
Keterangan
0521 0848 1096
Bobot kosong (g) 52,7863 61,0152 61,0080
Bobot isi (g) 52,8063 61,0210 61,0250
Volume contoh (mL) 50 50 50
Berdasarkan data pada tabel 5.3 dapat ditentukan kadar TDS dalam sampel,
sebagai contoh perhitungan kadar TDS pada sampel uji dengan nomer Lab.
SBL/1010/01096/7/2017 adalah sebagai berikut:
(W isi – W kosong) x 1000000
Kadar TDS (mg/L) =
Vcontoh
(61,0250 - 61,0080) x 1000000
=
50
= 340
Analisa TDS menyatakan konsentrasi jumlah kation dan anion yang ada
dalam air. Sumber utama TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian,
limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum adalah kalsium,
fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida. Kandungan yang berbahaya dalam TDS
adalah pestisida yang timbul dari aliran permukaan.
59
Berdasarkan hasil analisa pada ketiga sampel yang berbeda didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 5.4 Hasil Analisa Jumlah Kesadahan
Kode sampel
Keterangan
0521 0848 1096
V Titran sampel (mL) 11,62 4,32 9,74
mg CaCO3 (mgrek/mL) 1,0246 0,9785 0,9785
V sampel (mL) 50 50 50
Pengenceran 1 1 1
60
SBL/1010/01096/7/2017 menunjukan kadar zat organik yang nilainya dibawah
baku mutu Permenkes No. 492/MENKES/PER/IV/2010 yaitu secara berurutan
sebesar 1,09 ; 0,14 dan 3.8 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa air baku tersebut
memenuhi standar baku kualitas air minum.
Berdasarkan hasil analisa pada ketiga sampel yang berbeda didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 5.5 Hasil Analisa Zat Organik
Kode sampel
Keterangan
0521 0848 1096
V Titran sampel (mL) 0,65 0,45 1,65
V KMnO4 (mL) 10 10 10
Normalitas KMnO4 (mgrek/mL) 0,0099 0,0099 0,0098
V Asam Oksalat (mL) 10 10 10
N Asam Oksalat (mgrek/mL) 0,01 0,01 0,01
BST KmnO4 (mg/mgrek) 31,6 31,6 31,6
V sampel (mL) 100 100 100
61
zat organik lain yang dapat mengganggu penetapan nilai kalium permanganat
adalah ion – ion reduktor seperti ferro, sulfida dan nitrit.
Beberapa sumber kesalahan pada titrasi permanganometri antara lain terletak
pada :
1. Larutan peniter KMnO4 pada buret
Apabila analisa dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada
buret yang terkena sinar matahari akan terurai menjadi MnO2 sehingga
pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan yang berwarna merah muda
2. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat
Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada sampel uji yang telah
ditambahkan larutan H2C2O4 dan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung
menyebabkan reasksi antara MnO4- dan Mn2+
2 MnO4- + 3 Mn2+ + 2H2O 5 MnO2 + 4H+
3. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat
Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada sampel uji yeng telah
ditambahkan larutan H2C2O4 dan H2SO4 dan telah dipanaskan
memungkinkan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida
yang terurai menjadi air
H2C2O4 + O2 H2O2 + 2 CO2 ↑
H2O2 H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan
untuk titrasi yang pada akhirnya akan menyebabkan kesalahan dalam titrasi
permanganometri yang dilakukan.Reaksi yang terjadi dalam analisa zat organik
adalah sebagai berikut:
2 MnO4- + 5 C2O42- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
Nilai zat organik yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan
dan bau tidak sedap pada air. Zat organik yang ada dalam air dapat berasal dari alam
yang berupa asam humat dari pembusukan dedaunan dan senyawa nitrogen yang
berasal dari pembusukan organisme serta berasal dari kegiatan manusia yang
menghasilkan limbah berupa cair, padat dan gas baik berasal dari limbah rumah
tangga, industri maupun pertanian.
62
5.2 Analisa Air Limbah
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dana tau kegiatan
pemukiman (real estate), rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan,
apartemen, dan asrama. Untuk dapat dibuang ke perairan maka air limbah domestik
harus memenuhi persyaratan tertentu.
Persyaratan air limbah domestik khususnya limbah rumah tangga sudah diatur
dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 Lampiran III No. 4.
Pengaturan syarat kualitas air limbah domestik rumah tangga diperlukan untuk
mengatur batasan konsentrasi dalam rentang tertentu yang dianjurkan dan
diperbolehkan untuk berbagai parameter, baik parameter biologi, kimia maupun
fisika. Apabila konsentrasi diatas rentang tertentu didalam air limbah akan
menimbulkan pengaruh atau efek negatif bagi kesehatan.
Parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air limbah domestik rumah
tangga di laboratorium PT Sucofindo Surabaya sesuai dengan Peraturan Gubernur
Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 Lampiran III No. 4, meliputi pH, Kebutuhan Oksigen
Biologi (BOD), Kebutuhan Oksigen Kimia (COD), Jumlah Zat Padat Tersuspensi
(TSS), Minyak dan Lemak. Adapun hasil pengujian sampel air limbah domestik
rumah tangga pada ketiga sampel yang berbeda dengan nomer Lab.
SBL/1010/00926/05/2017, SBL/1010/00946/06/2017 dan SBL/1010/01027/06/2017
adalah sebagai berikut.
Tabel 5.6 Hasil Analisa Limbah Domestik Rumah Tangga
Hasil Kadar
Parameter Satuan Metode
0926 0946 1027 Maksimum
Kebutuhan Oksigen SM 5220 B, 22nd
mg/L 43,6 23,7 47,7 50
Kimia (COD) Ed 2012
Jumlah Zat Padat SM 2540 D,
mg/L 9,4 2,8 13,0 50
Tersuspensi (TSS) 22nd Ed 2012
SM 5520 B, 22nd
Minyak dan Lemak mg/L 0,40 <0,2 0,40 10
Ed 2012
SM 4500 H+ B,
pH - 8,2 8,2 7,15 6-9
22nd Ed 2012
63
5.2.1 Analisa Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)
Menurut peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 Lampiran III
No. 4 menyatakan bahwa standar maksimal Kandungan Oksigen Kimia (COD) air
limbah domestik rumah tangga adalah 50 mg/L. Hasil pengujian COD pada ketiga
sampel yang berbeda dengan nomer Lab. SBL/1010/00926/05/2017,
SBL/1010/00946/06/2017 dan SBL/1010/01027/06/2017 menunjukan kadar COD
yang nilainya dibawah baku mutu peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun
2013 Lampiran III No. 4 yaitu secara berurutan sebesar 43,6 ; 23,7 dan 47,7 mg/L.
Hal ini menunjukkan bahwa sampel air limbah domestik tersebut membutuhkan
oksigen yang tidak cukup tinggi untuk mengoksidasi bahan organik yang
terkandung didalamnya. Berdasarkan hasil analisa pada ketiga sampel yang berbeda
didapatkan hasil sebagai berikut:
Kode Sampel
Keterangan
0926 0946 1027
V Titran Sampel (mL) 23,40 24,55 22,90
V Titran Blanko (mL) 24,75 25,30 24,35
N FAS (mgrek/mL) 0,1010 0,0988 0,1027
V sampel (mL) 25 25 25
Pengenceran 1 1 1
Berdasarkan data pada tabel 5.7 dapat ditentukan konsentrasi larutan fero
amonium sulfat (FAS) dan kadar COD, sebagai contoh perhitungan konsentrasi fero
amonium sulfat (FAS) dan kadar COD pada sampel uji dengan nomer Lab.
SBL/1010/00946/06/2017 adalah sebagai berikut:
V K2Cr2O7 × 0,25 N
N Fe(NH4)2(SO4)2 =
V titrasi blanko (mL)
10 ml × 0,25 N
=
25,30 ml
= 0,0988 N
64
(VFAS Blanko – VFAS sampel air limbah) × N FAS × 8 × 1000
Kadar COD (mg/L) =
V sampel air limbah
= 23,712 mg/L
Analisa COD dipengaruhi beberapa faktor, antara lain analis, reagen dan
kalibrasi alat. Untuk mengetahui kesalahan pada analisa COD, maka dilakukan
perhitungan terhadap larutan standar yang digunakan. Dalam hal ini menggunakan
larutan standar COD 60 mg/L yang didapatkan dari hasil pengenceran larutan induk
dengan konsentrasi 500 mg/L. Apabila hasil teori dengan hasil perhitungan
didapatkan nilai kurang dari 5%, maka analisa dengan kadar COD dikatakan baik.
Sebagai contoh perhitungan larutan standar COD yang digunakan
V K2Cr2O7 × 0,25 N
N Fe(NH4)2(SO4)2 =
V titrasi blanko (mL)
10 mL × 0,25 N
=
26,7 mL
= 0,0936 N
= < 5%
65
Reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sebagai berikut:
CaHbOc + Cr2O72- + 14 H+ CO2 + 2 Cr3+ +7H2O
(Wardhana, 2004)
Reaksi tersebut perlu penambahan pemanasan dan penambahan asam sulfat
(H2SO4) yang mengandung perak sulfat (Ag2SO4) sebagai pemberi suasana asam
dan juga sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Penambahan merkuri sulfat
(HgSO4) untuk menghilangkan gangguan klorida yang ada, karena klorida akan ikut
teroksidasi oleh kalium dikromat. Dengan penambahan merkuri sulfat (HgSO4)
pada sampel, ion merkuri akan bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri
klorida sehingga konsentrasi ionklorida menjadi sangat kecil dan tidak mengganggu
oksidasi organik dalam uji COD. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Hg2+ + 2 Cl- HgCl2
(Wardhana, 2004)
Proses refluks bertujuan supaya semua zat organik dan anorganik habis
teroksidasi oleh zat pengoksidasi. Pengoksidasi atau K2Cr2O7 yang tersisa di dalam
larutan tersebut digunakan untuk menentukan jumlah oksigen yang terpakai
(Alaerts dan Santika, 1987). Sisa pengoksidasi tersebut ditentukan melalui titrasi
dengan lautan fero amonium sulfat (FAS), sehingga reaksi yang berlangsung
sebagai berikut:
6 Fe2+ Cr2O72- + 14 H+ 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O
(Wardhana, 2004)
Indikator feroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi dengan
perubahan warna menjadi merah bata. Larutan fero amonium sulfat (FAS) perlu
distandarisasi dikarenakan larutan fero amonium sulfat (FAS) memiliki sifat
higroskopik sehingga mampu menyerap air dan udara yang mengakibatkan
konsenytrasi menjadi tidak stabil.
66
mutu peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 Lampiran III No. 4 yaitu
secara berurutan sebesar 9,4 ; 2,8 dan 13,0 mg/L. Hal ini menunjukkan sampel
tersebut tidak memiliki padatan tersuspensi yang cukup besar. Berdasarkan hasil
analisa pada ketiga sampel yang berbeda didapatkan hasil sebagai berikut:
Kode Sampel
Keterangan
0926 0946 1027
Berdasarkan data pada tabel 5.8 dapat ditentukan kadar TSS dalam sampel,
sebagai contoh perhitungan kadar TSS pada sampel uji dengan nomer Lab.
SBL/1010/00946/06/2017 adalah sebagai berikut:
(B-A) × 1000000
Kadar TSS (mg/L) =
V sampel (mL)
= 2,8
Jumlah zat padat tersuspensi (TSS) yang tinggi akan mempengaruhi biota di
perairan yaitu menghalangi dan mengurangi penetrasi cahaya kedalam badan air,
sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air
lainnya serta kekeruhan air juga akan meningkat. Hal ini akan mengurangi pasokan
oksigen terlarut dalam air. Oleh karena itu penentuan padatan tersuspensi sangat
berguna dalam analisa air limbah domestik yang tercemar.
67
SBL/1010/00946/06/2017 dan SBL/1010/01027/06/2017 menunjukan kadar
minyak dan lemak yang nilainya dibawah baku mutu peraturan Gubernur Jawa
Timur No. 72 Tahun 2013 Lampiran III No. 4 yaitu secara berurutan sebesar 0,4; <
0,2 dan 0,4 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut tidak memiliki
kandungan minyak dan lemak. Berdasarkan hasil analisa pada ketiga sampel yang
berbeda didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5.9 Hasil Analisa Minyak dan Lemak
Kode Sampel
Keterangan
0926 0946 1027
Berdasarkan data pada tabel 5.9 dapat ditentukan kadar minyak dan lemak
dalam adalah sebagai berikut:
(B-A) × 1000 × 1000
Kadar Minyak dan lemak (mg/L) =
V sampel (mL)
(35,8244 - 35,8244) × 1000 × 1000
=
250
=0
Minyak dan lemak adalah senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak
larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Minyak dan lemak juga bersifat
sukar diuraikan bakteri (Ginting, 2007). Limbah yang mengandung minyak dan
lemak dapat menyebabkan terbentuknya lapisan pada permukaan air karena berat
jenisnya yang lebih kecil dari air. Hal ini mengakibatkan terbatasnya oksigen
masuk dalam air dan terjadi ketidakseimbangan rantai makanan dalam air
(Nugroho, 2006). Kadar minyak dalam air merupakan salah satu indikator kualitas
air
5.2.4 Analisa pH
Menurut peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 Lampiran III
No. 4 menyatakan bahwa standar maksimal pH air limbah domestik rumah tangga
68
adalah 6-9. Hasil pengujian pH pada ketiga sampel yang berbeda dengan nomer
Lab. SBL/1010/00926/05/2017, SBL/1010/00946/06/2017 dan
SBL/1010/01027/06/2017 menunjukan pH yang nilainya dibawah baku mutu
peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 Lampiran III No. 4 yaitu secara
berurutan sebesar 8,2 ; 8,2 dan 7,15. Derajat keasaman atau pH adalah ukuran untuk
menentukan sifat asam dan basa.
Perubahan keasaman pada air limbah baik kearah basa (pH naik) maupun
kearah asam (pH turun), akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan dan
fauna air lainnya. Selain itu air limbah yang memiliki pH sangat rendah bersifat
korosif dan sering mengakibatkan pipa besi menjadi berkarat (Darsono, 1994)
69
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa kualitas air baku untuk air minum dan air limbah domestik
khususnya limbah sisa rumah tangga di PT. Sucofindo Surabaya terdapat beberapa
parameter uji fisika, kimia, maupun mikrobiologi.
1. Untuk analisa air baku terhadap tiga macam sampel uji yang berbeda
dilakukan analisa dengan parameter yang meliputi analisa kadar Nitrat,
Nitrit, Fluorida, Sulfat, Amonia, Klorida, Jumlah Zat Padat Terlarut, Jumlah
kesadahan, dan Zat Organik. Parameter uji yang dilakukan di Laboratorium
Sucofindo Surabaya antara lain: Warna, Bau, pH, Kekeruhan, Jumlah Zat
Padat Terlarut, Nitrit, Nitrat, Fluorida, Sulfat, Amonia, Klorida, Jumlah
Kesadahan, Zat Organik, dan analisa logam berat dengan menggunakan
AAS/ICP. Hasil analisa berdasarkan baku mutu Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.492/MenKes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum menunjukan hasil analisa pada ketiga
sampel uji dengan nomer Lab. SBL/1010/00521/3/2017,
SBL/1010/00848/5/2017 dan SBL/1010/01096/7/2017 masih memenuhi
standar maksimal sehingga air baku tersebut layak digunakan sebagai input
pengolahan air minum.
2. Untuk analisa limbah domestik cair terhadap tiga macam sampel uji yang
berbeda dilakukan analisa dengan parameter yang meliputi analisa
Kebutuhan Oksigen Kimia (COD), Jumlah Zat Padat Tersuspensi (TSS),
Minyak dan Lemak, dan pH. Hasil analisa berdasarkan Keputusan Gubernur
Jatim No.72 Tahun 2013 Lampiran III No. 4 tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik menunjukkan hasil analisa pada ketiga sampel uji dengan nomer
Lab. SBL/1010/00926/05/2017, SBL/1010/00946/06/2017 dan
SBL/1010/00946/06/2017 masih memenuhi standar maksimal sehingga
termasuk limbah yang ramah lingkungan.
6.2 Saran
Adapun saran yang diberikan kepada PT. Sucofindo Surabaya khususnya bagian
Laboratorium Lingkungan adalah lebih sering melakukan pengecekan terhadap
70
larutan standar yang digunakan agar menghasilkan kualitas hasil pengujian yang
akurat. Perlengkapan Alat Pelindung Diri di Laboratorium Lingkungan harus lebih
sering digunakan apabila melakukan analisa.
71
DAFTAR PUSTAKA
Adil, R. 2006. Klasifikasi Kinerja Tingkat Keasaman dan Berat Jenis pada Uji coba Susu
Hewani Segar Berbasis PC. Seminar Ilmiah Nasional Komputer. Teknik
Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Alaerts, G., S. S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Indonesia.
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Penugelolaan Sumber Daya Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Fessenden, R. J., Fessenden, J. S. 1999. Kimia Organik. Jilid 1. Edisi ketiga. Penerbit
Jakarta: Erlangga
Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung: Yrama
Widya.
Lenore, S. C dkk. 2012. Standard Methods for Examination of Water and Waste Water,
22nd Ed. Washington DC: APHA, AWWA, WEF
Mahida, U. N. 1984. Pencemaran air dan pemanfaatan limbah industri. Jakarta: CV.
Rajawali
72
Martopo, S. 1987. Dampak Limbah Terhadap Lingkungan. Bahan Diskusi Kursus
Singkat Penanganan Limbah Secara Hayati. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Menteri Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 Tahun
2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Peraturan Gubernur Jawa Timur. 2013. SK GUB Nomor 72 Tahun 2013 tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya. Surabaya.
Poerwadarminta WJS. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesi. Jakarta: Balai Pustaka.
Sukmadewa, Yoga. 2007. Analisa Status dan Trend Kualitas Air Sungai Ciliwung di
Daerah DKI Jakarta 2000-2005. Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian. Bandung: ITB.
Sutrisno, Totok dkk. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta. Jakarta.
Umaly, R.C dan Ma L.A.Cuvin. 1988. Limnology: Laboratory and field guide, Physico-
chemical factors, Biological factors. Metro Manila: National Book Store, Inc.
73