Anda di halaman 1dari 11

STATUS KEPEMILIKAN KAPAL

NAMA : CHANDRA RESTU W

NIT : 1703002

KPNK - A

POLITEKNIK ILMU PELAYARAN BALIKPAPAN


2019
KEPEMILIKAN DAN KEBANGSAAN KAPAL
Kepemilikan Kapal
Yang dimaksud dengan kapal Indonesia adalah kapal yang telah diberikan bukti kebangsaan
Indonesia atau satu ijin sebagai penggantinya, kecuali jika ijin itu sudah tidak berlaku.
Menurut Beslit pasal 2 ayat (1) “Kapal laut Indonesia” adalah kapal laut yang dimiliki oleh :
-seorang atau lebih Warga Negara Indonesia (WNI).
-Sedikitnya dua pertiga bagian milik seorang atau lebih warga negara Indonesia, sedangkan
selebihnya dimiliki oleh seorang atau lebih penduduk Indonesia, dengan syarat bahwa
pemegang buku haruslah WNI yang bertempat tinggal di Indonesia.

Sementara untuk bukti kebangsaan kapal laut Indonesia dapat dilihat dari 2 (dua) peraturan
yaitu :
-Beslit Surat Laut dan Pas Kapal 1934, dan
-Ordonansi Surat Laut dan Pas Kapal 1935.
Beslit Surat Laut dan Pas Kapal 1934 pasal 3 ayat (1) berbunyi : Kepada kapal laut Indonesia
dapat diberikan bukti kebangsaan dalam bentuk : Surat Laut, Pas Kapal, Surat Laut Sementara,
dan Surat Ijin Berlayar.
Bagi kapal yang sedang dibangun, maka KUHD pasal 312 menetapkan bahwa kapal yang
sedang dibangun di Indonesia dianggap sebagai kapal Indonesia hingga saat diserahkannya
kapal tersebut kepada pemiliknya, atau hingga pada saat kapal tersebut digunakan sendiri oleh
pembuatnya untuk suatu pelayaran. Namun demikian kebangsaan kapal dapat diketahui setelah
kapal selesai dibangun, apakah nantinya didaftarkan sebagai kapal berkebangsaan Indonesia
atau kapal milik rang asing dengan kebangsaan kapal sesuai dengan kebangsaan pemiliknya.

Kepemilikan Kapal Indonesia dan Nama Kapal

Yang berhak memiliki kapal Indonesia ialah orang atau badan hukum yang termasuk dalam
kebangsaan Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan Beslit pasa 2. yang dapat memilik kapal
Indonesia ialah :
a.Warga Negara Indonesia (WNI) ;
b.Persekutuan firma atau persekutuan komanditer yang tempat pusat menjalankan kegiatannya
di dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan semua sekutu yang bertanggung jawab
secara pribadi untuk keseluruhan adalah WNI ;
c.Perseroan Terbatas, yang pusat menjalankan segala kegiatannya di dalam wilayah Republik
Indonesia dan didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indoesia.
Terkait dengan saham kepemilikan perusahaan, maka agar perseroan terbatas tersebut
berkebangsaan Indonesia adalah :
oSaham : sekurang-kurangnya 2/3 modal perseroan dimiliki oleh WNI ;
oPengurus : Direksi dan Dewan Komisaris harus WNI dan bertempat tinggal di
Indonesia. Atau semua Direksi harus WNI dan sekurang-ku rangnya ¾ - nya tinggal
di Indonesia
d.Perkumpulan yang berstatus Badan Hukum dan Yayasan, disirikan berdasarkan peraturan
yang brlaku di Indonesia, berkedudukan di Indonesia, semua direksi adalah WNI, dan
sekurang-kurangnya ¾ -nya harus bertempat tinggal di Indonesia.

Sedangkan untuk nama kapal, secara tegas tidak disebutkan dalam Undang-undang. Namun
keharusan memberi nama kapal tidak langsung tersirat sebagaimana Beslit Pasal 9 ayat (1) sub
c, yang menyatakan :
“Bahwa suatu tanda bukti kebangsaan menjadi gugur dengan berubahnya nama kapal. Nama
dan tempat tinggal kapal adalah hal penting bagi pendaftaran kapal, sebagaimana dalam akta
pendaftaran kapal yang tercantum dan harus diisi. Tempat tinggal kapal adalah tempat kapal
itu didaftarkan, yaitu tempat pendaftaran kapal yang pertama”.

Pendaftaran Kapal

Secara umum terdapat 2 (dua) unsur yang mengharuskan kapal didaftrakan, yaitu :
kapal laut Indonesia dan berukuran (isi kotor) 20 m3 atau lebih. Kapal yang telah didaftarkan
dianggap sebagai benda tetap.
KUHD Pasal 314 alinea 1) berbunyi : “Kapal Indonesia yang berukuran paling sedikit 20 m3
isi kotor, dapat dibukukan dalam suatu register kapal menurut ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan dalam suatu ordonansi tersendiri “. Ordonansi tersebut adalah Ordonansi
Pendaftaran Kapal (OPK).
Setelah kapal didaftarkan, maka agar kapal dapat melakukan pelayaran dengan aman
dan bebas di laut, perlu sekali kapal tersebut dapat mengibarkan bendera kebangsaannya,
supaya mendapatkan perlakuan yang baik dari kapal-kapal pengawas pantai dari suatu negara
maupun perlakuan yang baik dari para pelaut asing. Karena biasanya, jika pengawas pantai
melihat ada kapal tanpa bendera kebangsaan, maka akan dianggap sebagai kapal liar/kapal
musuh atau perompak. Jika hal tersebut terjadi, maka akan segera diburu dan ditembak yang
selanjutnya ditahan, diperiksa dan diadili.
Kapal dapat mengibarkan bendera kebangsaan, apabila mempunyai surat bukti
kebangsaan, yaitu Surat Laut, dan sejenisnya. Bukti-bukti kebangsaan kapal tersebut dapat
diperoleh dengan mengajukan kepada Menetri Perhubungan dengan melampiri beberapa surat,
diantaranya gross pendaftaran kapal yang bersangkutan.

Jenis-jenis Pelayaran di Indonesia

1.Pelayaran dalam negeri, digolongkan dalam beberapa jenis pelayaran, yaitu :


a.Pelayaran Nusantara, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan antar
pelabuhan Indonesia tanpa memandang jurusan yang ditempuh ;
b.Pelayaran Lokal, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan antar pelabuhan
Indonesia, yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelayaran nusantara dan
pelayaran luar negeri dengan menggunakan kapal-kapal berukuran 500 m3 (175 BRT)
atau kurang ;
c.Pelayaran Rakyat, yaitu pelayaran nusantara dengan menggunakan perahu-perahu layar ;
d.Pelayaran Pedalaman, terusan dan sungai, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha
pengangkutan di perairan darat ;
e.Pelayaran penundaan laut, yaitu pelayaran nusantara dengan menggunakan tongkang-
tongkang yang ditarik oleh kapal-kapal tunda.

2.Pelayaran Luar Negeri, digolongkan dalam 2 (dua) jenis pelayaran, yaitu :


a.Pelayaran Samudera Dekat, yaitu pelayaran ke pelabuhan-pelabuhan negara tetangga
yang tidak melebihi jarak 3000 (tiga ribu) mil laut dari pelabuhan terluar Indonesia,
tanpa memandang jurusan ;
b.Pelayaran Samudera, yaitu pelayaran ke dan dari luar negeri yang bukan merupakan
pelayaran samudera dekat.

3.Pelayaran Khusus, yaitu pelayaran dalam dan luar negeri dengan menggunakan kapal-kapal
pengangkut khusus untuk pengangkutan hasil industri, pertambangan dan hasil usaha
lainnya yang bersifat khusus seperti : minyak bumi, batu bara, biji besi, kayu, dan benda
curah/cair lainnya. =

Referensi :
- Capt. HR Soebekti. Hukum Perkapalan dan Pengangkutan Laut (Untuk Mualim dan Ahli
Mesin Kapal Pelayaran Niaga).
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) 1935.
- Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
STATUS HUKUM KAPAL
(Pengukuran, Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal)

I. PENDAHULUAN
Pelayaran di laut banyak mengandung resiko dan menyangkut hubungan internasional. Untuk
mewujudkan ketertiban lalu lintas pelayaran internasional, maka setiap kapal yang berlayar di
laut harus :
1. Memiliki identitas yang jelas (aspek status hukum).
2. Memenuhi syarat untuk dilayarkan (aspek keselamatan)
3. Dijalankan oleh orang yang memiliki kompetensi untuk melayarkan kapal (aspek
pengawakan).
Kapal yang memenuhi persyaratan ini disebut “Laik Laut”.
Identitas kapal secara fisik diperlihatkan dengan bendera kebangsaan kapal.
Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (KHI 1982/UNCLOS 1982) yang diratifikasi
dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 1985 mengatur :
1. Setiap negara baik berpantai atau tak berpantai dapat jadi negara bendera/flag state (Psl.90).
2. Harus ada hubungan yang sungguh-sungguh antara negara bendera dengan kapal yang
mengibarkan benderanya sebagai bendera kebangsaan, karena itu harus menetapkan
persyaratan pendaftaran dan pemberian kebangsaan pada kapal. (Psl.91 ayat (1) ).
3. Negara bendera harus memberikan kepada kapal dokumen yang memberikan hak untuk
mengibarkan benderanya sebagai bendera kebangsaan kapal (Psl.91 ayat (2)).
4. Kapal hanya boleh berlayar dibawah bendera suatu negara saja, kecuali ditentukan secara
khusus dalam konvensi ini atau suatu perjanjian international (Psl.92 ayat (1)).
5. Perobahan atau penggantian bendera kebangsaan kapal hanya boleh dilakukan berdasarkan
perpindahan pemilikan yang nyata atau perpindahan pendaftaran. (Psl.92 (1) ).
6. Kapal yang berlayar dibawah bendera 2 (dua) negara atau lebih dan menggunakannya
berdasarkan kemudahan dapat dianggap sebagai kapal tanpa kebangsaan. (Psl.92 ayat (2) ).
7. Setiap negara bendera harus melaksanakan secara efektif yurisdiksi, dan pengawasannya
dalam bidang administratif teknis dan sosial atas kapal yang mengibarkan benderanya sebagai
bendera kebangsaan. (Psl.94).

II. Aliran/Sistem Pendaftaran Kapal.


Sesuai dengan KHL 1982 pengaturan lebih lanjut mengenai pendaftaran kapal menjadi
wewenang masing-masing negera bendera yang didasarkan kepada sistem atau aliran
pendaftaran kapal yang dianut didunia maritim yaitu :
1. The National School
Aliran ini menganut peraturan registrasi yang keras (rigid), contohnya Portugal
Kapal yang dapat didaftar di negara ini adalah :
a. Kapal yang dibuat di negara pendaftar,
b. dimiliki oleh warga dari negara tersebut,
c. nakhoda dan ABK nya harus warga negara dari negara pendaftar.
Aliran ini dapat disebut sistem pendaftaran tertutup yang kaku (rigid closed registry).
2. The School of The Relaxed Law
Aliran ini dianut oleh Panama, Liberia, Honduras, Costarica dan sebagainya yang sering
dihubungkan dengan “Flag of Convenience” karena mereka mengizinkan registrasi atas kapal-
kapal yang dimiliki oleh pihak asing tanpa syarat apapun dan seringkali atas dasar perlakuan
yang sama seperti kepada kapal-kapal dari warga negaranya sendiri (open registry).
Aliran ini mengaburkan prinsip “genuine link” yang diatur dalam KHI 1982.

3. The Balanced School


Aliran ini mendasarkan terutama kepada pemilikan kapal untuk menerbitkan adanya hubungan
yang sungguh-sungguh (genuine link) antara negara bendera dan kapal yang mengibarkan
benderanya sebagai bendera kebangsaan. Sebagai contoh adalah Inggris dan India.
Penganut aliran ini mensyaratkan pendaftaran kapal kepada kepemilikan oleh warga negaranya
atau badan hukum negara dan berkedudukan di wilayah negara pendaftar serta seluruh atau
sebagian pengurus dan kepemilikan sahamnya oleh warga negara pendaftar.
Aliran ini dapat disebut system pendaftaran tertutup (closed registry) yang luwes.

III. Akibat Hukum Pendaftaran Kapal.

Sistem pendaftaran apapun yang dianut oleh suatu negara, semuanya mempunyai akibat hukum
yang luas, baik secara nasional maupun internasional, antara lain :

1. Hanya kapal yang telah didaftarkan saja yang dapat memperoleh hak untuk mengibarkan
bendera kebangsaan (maritime flag) dari negara pendaftar sebagai bendera kebangsaan kapal.
2. Kapal yang telah didaftarkan diberi surat tanda kebangsaan kapal sebagai legalitas untuk
mengibarkan bendera kebangsaan kapal.
3. Kapal berhak mendapatkan perlindungan hukum dari negara bendera (flag state).
4. Negara bendera wajib melaksanakan yurisdiksi dan pengawasan yang efektif terhadap kapal
yang mengibarkan benderanya sebagai bendera kebangsaan, melalui peraturan perundang-
undangan nasional dibidang administratif, terknis dan sosial.
5. Timbulnya hubungan hukum antara negara dengan kapal melalui bendera kapal dan surat
tanda kebangsaan kapal.
6. Kapal yang telah didaftarkan diberlakukan sebagai benda tidak bergerak.

IV. Aspek Dalam Bendera Kapal.


Dalam bendera kapal terkandung beberapa aspek yaitu : Aspek yuridis, aspek ekonomi dan
aspek politis.
1. Aspek Yuridis.
Kewajiban masing-masing negara untuk menetapkan dalam hukum nasionalnya syarat-syarat
pendaftaran dan pemberian bendera kapal serta melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan
pengawasan dalam bidang administratif, teknis dan sosial terhadap kapal-kapal yang
mengibarkan benderanya.

2. Aspek Ekonomis.
Karena kapal yang terdaftar merupakan asset nasional, karenanya ia harus diupayakan agar
mendapatkan alokasi muatan yang wajar (fair share) dalam angkutan perdagangan dalam
maupun luar negeri. Peran pemerintah sangat penting untuk menciptakan kondisi yang
menguntungkan bagi armada nasional, antara lain pengaturan mengenai preferensi muatan
(cargo preference), pengaturan azas cabotage dan lain-lain.

3. Aspek Politis
Karena kapal merupakan asset nasional maka ia harus mendapatkan perlindungan dari negara
dan negara berkewajiban untuk mengembangkan potensi armada niaga nasional serta menjaga
agar bendera kapal tidak disalahgunakan.

V. PENGUKURAN KAPAL
1. Dasar hukum
a. Undang Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
b. Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2002 tentang Perkapalan
c. Keputusan Presiden No.5 Tahun 1989 tentang Ratifikasi
Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal 1969 (TMS 1969)
d. Peraturan Menteri Perhubungan No.6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal.

2. Tujuan
Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilaksanakan pengukuran oleh ahli ukur untuk
memperoleh identitas fisik kapal berupa :
a. Panjang (P)
b. Lebar (L)
c. Dalam (D)
d. Tonase kotor (GT) dan
e. Tonase bersih (NT),
yang akan digunakan untuk :
a. Memenuhi persyaratan pendaftaran dan penerbitan surat tanda kebangsaan kapal.
b. Menetapkan pesyaratan keselamatan yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal.

3. Metode Pengukuran :
a. Metode pengukuran dalam negeri untuk kapal yang berukuran kurang dari 24 meter.
b. Metode pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran 24 meter atau lebih.
c. Pengukuran khusus untuk kapal yang akan melalui terusan tertentu (Panama dan Suez).

4. Dokumen yang disyaratkan


a. Bukti pemilikan
b. Identitas pemilikan
c. Gambar rancang bangun kapal

5. Pelaksanaan Pengukuran
Pengukuran kapal dilakukan oleh Ahli Ukur Kapal dari kantor pusat Dijen Hubla atau Kantor
Adpel/Kanpel sesuai keberadaan kapal yang akan diukur.

6. Penetapan Tonase Kapal


Tonase Kotor (GT) dan Tonase Bersih (NT) ditetapkan melalui Daftar Ukur yang disusun oleh
Ahli Ukur berdasarkan hasil pengukuran fisik kapal.

7. Surat Ukur.
a. Berdasarkan hasil pengukuran fisik dan penetapan tonase kapal diterbitkan surat ukur untuk
kapal dengan tonase kotor sekurang-kurangnya GT.7.
b. Surat ukur diterbitkan oleh Kantor Adpel atau Kantor Pelabuhan yang telah memiliki kode
pengukuran.

8. Tanda Selar
Pada kapal yang telah diukur dan mendapat surat ukur wajib dipasang tanda selar dengan baik
dan mudah dibaca.
Contoh : GT. 165 No,1650/Ba.
GT : Singkatan dari Gross Tonnage
165 : Angka tonase kotor kapal
No. : Singkatan dari Nomor
1650 : Nomor Surat Ukur
Ba : Kode pengukuran dari pelabuhan yang menerbitkan Surat Ukur (Ba adalah kode pengukuran
pelabuhan Tanjung Priok).

VI. PENDAFTARAN KAPAL


1. Dasar Hukum
a. Pasal 314 KUHD
b. Peraturan Pendaftaran kapal Stbl. 1933 No.48
c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
d. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2002 tentang Perkapalan
e. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem
dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan /Penggantian Bendera Kapal.
f. Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS 1982) yang diratifikasi dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 1985.
Pendaftaran kapal pada dasarnya adalah pendaftaran hak milik atas kapal. Hak milik
merupakan bagian dari hukum benda dalam kerangka hukum perdata. Karena itu dasar hukum
utama dari pendaftaran kapal adalah Pasal 314 KUHD yang merupakan “lex spesialis” dari
KUH Perdata dan Stbl 1933 No. 48 sebagai peraturan pelaksanaannya. Karena pendaftaran
kapal merupakan bagian dari status hukum kapal dalam kerangka kelaiklautan kapal, maka UU
No.17/2008 dan PP. 51/2002 juga mengatur tentang pendaftaran kapal, tetapi hanya terbatas
kepada pesyaratan dan tata cara pendaftaran kapal atau aspek hukum publiknya saja.

2. Ruang Lingkup
Pendaftaran kapal meliputi :
a. Pendaftaran hak milik,
b. Pembebanan hipotek
c. Pencatatan hak kebendaan lainnya atas kapal.
Pembebanan hipotek dan hak kebendaan lainnya atas sebuah kapal baru dapat dilakukan bila
hak milik atas kapal dimaksud telah didaftarkan.

3. Tujuan
a. Mewujudkan hubungan yang sungguh-sungguh antara kapal dengan Indonesia sebagai negara
bendera, agar dapat memperoleh surat tanda kebangsaan kapal sebagai legalitas mengibarkan
bendera Indonesia sebagai bendera kebangsaan kapal.
b. Memberikan identitas yang jelas (fisik dan pemilik) kepada kapal sehingga dapat dibedakan
satu sama lain.
c. Mencatat dan mengikuti terus menerus beban-beban, hak-hak tanggungan dan sebagainya
yang melekat pada kapal yang bersangkutan.
d. Mencatat dan mengikuti terus menerus setiap perubahan yang terjadi atas kapal yang
bersangkutan, baik nama, mesin maupun badan kapal.
e. Dapat dijadikan jaminan hutang (hipotek).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendaftaran kapal dimaksudkan agar kapal yang
bersangkutan selalu dapat diidentifikasikan sepanjang umur operasinya, karena itu setiap
perubahan atas nama, pemilikan, ukuran dan spesifikasinya, tanda-tanda lain dari kapal harus
secara jujur dilaporkan kepada pejabat pendaftaran kapal ditempat kapal didaftarkan.
4. Aspek Hukum
a. Hukum Perdata
1) Pendaftaran kapal pada dasarnya adalah pendaftaran hak milik atas kapal.
2) Kapal yang telah didaftarkan dapat dijadikan jaminan atas hutang dengan cara pembebanan
hipotek atas kapal.
3) Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hak kebendaan lainnya.
b. Hukum Publik
1) Kapal yang telah didaftarkan dapat memperoleh Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia.
2) Kapal yang telah memperoleh Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia wajib memenuhi
persyaratan kelaiklautan kapal baik nasional maupun internasional sesuai ukuran dan daerah
pelayaran.

5. Sistem Pendaftaran
Sesuai dengan ketentuan Pasal 314 KUHD dan Pasal 158 UU.17/2008 tentang Pelayaran, kapal
yang dapat didaftarkan di Indonesia adalah kapal yang berukuran tonase kotor GT.7 atau lebih
dan dimiliki oleh :
a. Warga negara Indonesia (WNI), atau
b. Badan Hukum Indonesia (BHI), atau
c. Badan Hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki
oleh warga negara Indonesia.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas berarti pendaftaran kapal di Indonesia menganut sistem
pendaftaran tertutup (closed registry).
Sistem ini sejalan dengan asas cabotage yang secara tegas telah dimuat dalam UU.17/2008
Pasal 8 dan menunjang pemberdayaan industri pelayaran nasional, karena kapal yang
berbendera Indonesia benar-benar milik WNI atau BHI.
Berdasarkan ketentuan Pasal 314 KUHD dan Pasal 158 UU.No.17/2008 Indonesia tidak dapat
menerima pendaftaran kedua (second registry) seperti yang dilakukan beberapa negara tertentu
terhadap kapal yang dicarter kosong (bareboat carter) karena pendaftaran kapal di Indonesia
berdasarkan kepemilikan.
Walaupun Indonesia menganut sistem pendaftaran tertutup (closed registry), tetap terbuka
kesempatan bagi investor asing untuk memiliki kapal berbendera Indonesia dengan cara
mendirikan usaha patungan dengan syarat mayoritas saham dimiliki oleh WNI atau BHI.

6. Keuntungan sistem pendaftaran tertutup


a. Total tonase kapal yang terdaftar benar-benar asset nasional
b. Mudah melakukan Pengawasan dan penegakan hukum karena pemilik kapal berkedudukan di
Indonesia.
c. Kapal berbendera Indonesia tidak dianggap oleh negara lain sebagai kapal yang substandard
seperti kapal-kapal yang terdaftar di negara yang menganut sistem pendaftaran terbuka (open
registry) yang biasa disebut negara bendera kemudahan (flag of convenience).
d. Dalam keadaan darurat atau perang semua kapal berbendera Indonesia dapat dengan mudah
dimobilisasi karena semuanya benar-benar asset nasional.
e. Iuran yang harus dibayar sebagai anggota IMO yang besarnya sesuai dengan total tonase kapal
yang terdaftar di Indonesia benar-benar untuk kapal milik nasional.
f. Setiap kebijaksanaan pemerintah untuk kapal berbendera Indonesia yang berupa subsidi
insentif, harga BBm dan biaya pelabuhan betul-betul dinikmati oleh kapal milik nasional.

7. Konsekuensi sistem pendaftaran tertutup


a. Jumlah kapal berbendera Indonesia di pelayaran internasional tidak signifikan, karena kapal-
kapal milik WNI/BHI sebagian besar hanya berlayar didalam negeri dan sekitar asia tenggara,
sehingga kapal berbendera Indonesia tidak begitu dikenal dalam pelayaran internasional.
b. Tidak bisa membuka lebih banyak kesempatan bagi pelaut Indonesia untuk bekerja dikapal
Indonesia.

8. Asas Spesialitas
Pendaftaran hak milik atas kapal harus secara spesifik menunjukan kapalnya, untuk
membedakan satu dengan yang lain melalui nama dan identitas fisik kapal berupa :
- Panjang (P)
- Lebar (L)
- Dalam (D)
- Tonase kotor (GT)
- Tonase bersih (NT)

9. Asas Publisitas
Keadaan hukum dan catatan-catatan atas sebuah kapal yang telah didaftarkan terbuka untuk
dilihat dan diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

10. Stelsel Negatif


Sesuai dengan memorie van toelichting dan ketentuan Pasal 4 STBL 1933 No.48 beserta
penjelasannya, pendaftaran kapal di Indonesia menganut Stelsel Negative, yang pengertiannya
sebagai berikut :
a. Apa yang disuratkan dalam akte pendaftaran oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nama
kapal adalah benar, tetapi tidak membuktikan sedikitpun kebenarannya.
b. Pendaftaran kapal tidak memberikan hak milik atas kapal kepada siapapun, tetapi hanya
melakukan pendaftaran hak milik atas kapal sesuai dengan bukti pemilikan yang disampaikan.
c. Pejabat pendaftar dan pencatat baliknama kapal meneliti dokumen yang disampaikan oleh
pemilik hanya sebatas formilnya saja, keabsahan dokumen adalah tanggung jawab pemilik.
d. Bila ada pihak lain yang mengaku sebagai pemilik atas kapal yang telah didaftarkan maka,
untuk membuktikan kepemilikan tersebut ia harus mengajukan gugatan kepemilikan kepada
Pengadilan Negeri. Pemilik yang sesungguhnya atau yang sah atas kapal tersebut ditetapkan
berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri yang telah berkekuatan hukum tetap Pejabat Pendaftar
dan Pencatat Baliknama kapal harus menyesuaikan pendaftaran kapal tersebut dengan Putusan
Pengadilan Negeri dimaksud.

11. Tempat Pendaftaran Kapal


a. Pendaftaran kapal dilaksanakan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Cq.
Direktorat Perkapalan dan Kepalautan atau disalah satu dari 43 (empat puluh tiga) pelabuhan
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2006 tentang
Penyederhanaan Sistem Dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan/Penggantian Bendera
Kapal.
b. Pemilik bebas memilih salah satu sari tempat yang telah ditetapkan untuk mendaftarkan hak
milik atas kapalnya.
c. Pendaftaran hak milik atas kapal yang telah dilakukan tidak dapat dipindahkan ketempat
pendaftaran lainnya di Indonesia.
d. Pendaftaran hak milik atas kapal tidak memerlukan kehadiran kapalnya secara fisilk ditempat
pendaftaran kapal, cukup dengan melengkapi dokumen yang disyaratkan.

12. Pejabat Pendaftaran Kapal


a. Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama Kapal ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.
b. Pejabat Pendaftar dan Pencatat Bailiknama Kapal dibantu oleh Pegawai Pembantu
Pendaftaran dan Baliknama Kapal.
c. Pejabat Pendaftar dan Pencatat Bailiknama kapal beserta Pegawai Pembantu Pendaftaran dan
Baliknama Kapal adalah Pejabat Umum (Pejabat Publik) karena diangkat dan diberhentikan
oleh pemerintah dan diberi wewenang serta kewajiban untuk melayani umum untuk membuat
akta tertentu (dalam hal ini Akta Pendaftaran Kapal).

13. Dokumen yang disyaratkan


a. Surat Ukur
b. Bukti Pemilikan
c. Identitas Pemilik
d. Bukti pelunasan BBN (untuk kapal yang tidak dikomersilkan)
e. Deletion Certificate (eks kapal asing).

14. Cara Pendaftaran Kapal


a. Pendaftaran kapal dilakukan dengan membuat akta oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat
Baliknama kapal disalah satu tempat pendaftaran kapal yang dipilih oleh pemilik kapal.
b. Akta pendaftaran ditanda tangani oleh pemilik, Pejabat Pendaftar dan Pencatat Bailiknama
Kapal dan Pegawai Pembantu Pendaftaran Baliknama Kapal.

15.Grosse Akta Pendaftaran


a. Sebagai bukti pendaftaran hak milik atas kapal kepada pemilik diberikan Grosse Akta
Pendaftaran, yang merupakan salinan dari minut (asli) Akta Pendaftaran setelah tanda
pendaftaran dipasang di kapal.
b. Grosse Akta Pendaftaran dapat ditanda tangani oleh Pegawai Pembantu Pendaftaran dan
Baliknama Kapal.
c. Grosse Akta Pendataran adalah Akta Otentik karena dibuat dan diresmikan dalam bentuk
menurut hukum oleh Pejabat Umum yang berwenang membuat akta dimaksud.
d. Grosse Akta Pendaftaran bukan dokumen kapal, jadi tidak harus ada di atas kapal.

16.Tanda Pendaftaran
Pada kapal yang telah didaftar wajib di pasang Tanda Pendaftaran dengan baik dan mudah di
baca.
Contoh : 2008 Ka No.165/L
2008 : Tahun Pendaftaran
: Kode Pengukuran tempat kapal didaftarkan, dalam hal ini Kantor Adpel Tanjung Perak, Surabaya.
: Singkatan dari nomor
: Nomor akta pendaftaran
: Kode Kategori pendaftaran, L untuk kapal laut N untuk kapal nelayan dan P untuk kapal yang hanya
berlayar di sungai atau danau.

17.Daftar Kapal Indonesia.


Pendaftaran kapal didokumentasikan dalam Daftar Kapal Indonesia yang terdiri dari
a. Daftar Harian
b. Daftar Induk
c. Daftar Pusat.
Daftar Harian dan Daftar Induk diselenggarakan disetiap tempat pendaftaran kapal. Daftar
Pusat diselenggarakan di Direktorat Perkapalan dan Kepelautan berdasarkan tembusan Daftar
Induk yang diterima dari setiap tempat pendaftaran kapal.
Berdasarkan Daftar Pusat dapat diimformasikan tempat sebuah kapal didaftarkan.
Informasi tentang keadaan hukum dan catatan-catatan yang dilakukan atas sebuah kapal yang
telah didaftarkan dapat diperoleh dari Daftar Induk.

Anda mungkin juga menyukai