BAB I
PENDAHULUAN
Komponen pencemar udara berdasarkan Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999 adalah
partikulat berukuran 10 µm (PM10), karbon monoksida (CO), oksidan dalam bentuk ozon
(O3), nitrogen dioksida (NO2), dan sulfur dioksida (SO2).
Gas SO2 (sulfur dioksida), merupakan gas polutan yang banyak dihasilkan dari pembakaran bahan
bakar fosil yang mengandung unsur belerang seperti minyak, gas, batubara, maupun kokas. Selain
SO2, pembakaran bahan bakar fosil juga menghasilkan gas SO3. Kedua gas tersebut dikenal
sebagai gas SOx atau sulfur oksida (Wiharja, 2002 dalam Yunita, 2017).
Gas SO2 sulit dideteksi karena merupakan gas tidak berwarna. Gas SO2 dapat menyebabkan
gangguan pernafasan, pencemaran, sakit kepala, sakit dada, dan dapat menyerang saraf manusia.
Pada kadar yang melebihi ambang batas dapat menyebabkan kematian (Setiawan, 2013 dalam
Yunita, 2017).
Metode yang digunakan untuk pengujian kadar gas SO2 adalah pararosaniline-spectrofotometri.
Cara kerja dari metode ini adalah SO2 di udara diserap/diabsoprsi oleh larutan kalium
tetrakloromercurate (absorbent) dengan laju flowrate 1 liter/menit. Gas SO2 bereaksi dengan
kalium tetrakloromercurat membentuk senyawa komplek dikloro-sulfitomercurat (Arief, 2015
dalam Yunita, 2017).
Laboratorium Lingkungan II (RTL 3233P)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SO2 mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara. Gas SO2 yang ada di
udara dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan kenaikan sekresi mukosa. Dengan
konsentrasi 500 ppm SO2 dapat menyebabkan kematian pada manusia (Siregar, 2015).
Berdasarkan sifat kimia, sulfur dioksida adalah gas yang tidak dapat terbakar, berbau tajam, dan
tidak berwarna. Konsentrasi untuk deteksi indera perasa adalah 0.3-1 ppm di udara dan ambang
bau adalah 0.5 ppm. Gas ini merangsang pedas (pudgent) dan bersifat iritan (Sarudji, 2010
dalam Ertika, 2013).
2.3.2 Sumber
Sulfur dioksida berasal dari dua sumber yakni sumber alamiah dan buatan. Sumber-sumber
SO2 alamiah adalah gunung-gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba dan
reduksi sulfat secara biologis. Sumber-sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar
minyak, gas dan batubara yang mengandung sulfur tinggi (Slamet, 2009 dalam Ertika, 2013).
Sekitar 99% dari gas SO2 di udara merupakan sumber penting timbulnya gas SO2 yang diakibatkan
dari hasil aktivitas manusia dan kegiatan industri (Reddy et al., 2010; Sakazaki et al., 2013).
SO2 adalah pencemar dari sumber industri yang berperan sebagai perkusor asam sulfat (H2SO4),
komponen partikel aerosol yang mempengaruhi deposisi asam, iklim global, dan lapisan ozon
global. Sumber utama dari SO2 adalah pembangkit listrik tenaga batu bara, pembakaran bahan
bakarfosil, dan gunung berapi (Jacobson, 2002 dalam Cahyono, 2011).
yang dapat mengganggu pernafasan, SO2 ini dapat membuat penderita bronchitis, emphisemia
dan penderita penyakit saluran pernafasan lain-lain menjadi lebih parah keadaannya (Depkes,
1994 dalam Ertika, 2013).
Dampak negatif dari bahan pencemar SO2 pada manusia ialah iritasi saluran pernapasan dan
penurunan fungsi paru dengan gejala batuk, sesak napas, dan meningkatkan penyakit asma
(Muziansyah, et al., 2015 dalam Masito, 2018).
Berdasarkan informasi Material Safety Data Sheet, pajanan gas SO2 dapat menyebabkan iritasi
mata, hidung, tenggorokan, sinus, edema paru, bahkan berujung pada kematian (Sulfur dioxide
MSDS, 2016 dalam Masito, 2018).
SOx yang mudah menjadi asam dapat menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan, dan
saluran nafas yang lain sampai ke paru-paru. Iritasi pada saluran pernafasan dapat menyebabkan
pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat terhenti, sehingga tidak dapat membersihkan
saluran pernafasan, hal ini dapat meningkatkan produksi lendir dan penyempitan saluran
pernafasan. Akibatnya terjadi kesulitan bernafas, sehingga benda asing termasuk bakteri/
mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini memudahkan
terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2002 dalam Ertika, 2013).
temperatur, kelembaban dan penyinaran. Penambahan konsentrasi pencemar ke udara dapat secara
langsung mempengaruhi pertumbuhan dari pada tanaman itu sendiri.
Beberapa contoh kerusakan yang terjadi pada gangguan nutrisional dan gangguan atraksional
biologis adalah terjadinya penurunan tingkat kandungan enzim, gangguan pada respon fisiologis
adalah perubahan pada system fotosintesia, sedangkan visual adalah chorosis (perusakan zat
hijau daun/menguning), flecking (daun berbintik-bintik), reduced crop yield (penurunan hasil
panen) (Budiyono, 2001).
Dampak lain pencemaran SO2 adalah timbulnya karat pada permukaan logam, yang menyebabkan
terlepas dan hilangnya kemampuan elektris logam. Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
kecepatan perkaratan (corrotion) pada logam, yaitu kelembaban, tipe/jenis pencemar dan
temperatur (Budiyono, 2001).
Pengaruh pencemaran udara terhadap batuan adalah terbentuknya noda/kotoran (soiling) dan
pelapukan (deterioration) batuan kapur yang biasa digunakan sebagai bahan bangunan dan
pemahatan marmer. Pengaruh pemaparan SO2 terhadap bahan kulit dan kertas akan menyebabkan
terjadinya pelapukan. SO2 akan diserap oleh kulit dan dikonversi menjadi asam sulfuric yang
merusak struktur kulit dan kertas.Jika pemaparan ini terus menerus terjadi retakan akan semakin
besar dan kulit/kertas akan hancur (Budiyono, 2001).
BAB III
PROSEDUR PRAKTIKUM
Keterangan gambar :
A adalah botol penyerap 30 ml
𝑏 × 1000 × 𝑉1
𝑁=
35,67 × 250 × 𝑉2
dengan pengertian:
N adalah konsentrasi larutan natrium tiosulfat dalam grek/L ( N);
b adalah bobot KIO3 dalam 250 ml air suling (g);
V1 adalah volum KIO3 yang digunakan dalam titrasi (ml);
V2 adalah volum larutan natrium tiosulfat hasil tirasi (ml);
35,67 adalah bobot ekivalen KIO3 (BM KIO3/6);
250 adalah volum larutan KIO3 yang dibuat dalam labu ukur 250 ml;
1000 adalah konversi liter (L) ke ml
Dengan pengertian :
C adalah konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5 (µg/ml);
Vb adalah volum natrium tio sulfat hasil titrasi blanko (ml);
Vc adalah volum natrium tio sulfat hasil titrasi larutan induk Na2S2O5 (ml);
N adalah normalitas larutan natrium tio sulfat 0,01 N (N);
Va adalah volum larutan induk Na2S2O5 yang dipipet (ml);
1000 adalah konversi gram ke µg;
32,03 adalah berat ekivalen SO2 (BM SO2/2)
CATATAN: Melalui rumus di atas dapat diketahui jumlah (µg) SO2 tiap ml larutan induk
Na2S2O5, sedangkan jumlah (µg) SO2 untuk tiap ml larutan standar dihitung
dengan memperhatikan faktor pengenceran.
3.4 Perhitungan
3.4.1 Volume contoh Uji udara yang diambil
Volume contoh uji udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal (250C, 760 mmHg) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
𝐹1 + 𝐹2 𝑃𝑎 298
𝑉= 𝑥𝑡𝑥 𝑥
2 𝑇𝑎 760
Dengan pengertian:
V adalah volume udara yang dihisap (L)
F1 adalah laju alir awal (L/menit);
F2 adalah laju alir akhir (L/menit);
t adalah durasi pengambilan sampel (menit);
Pa adalah tekanan barometer rata-rata slama pengambilan sampel (mmHg);
Ta adalah temperature rata-rata selama pengambilan sampel (oK);
298 adalah konversi temperature pada kondisi normal (25oC) menjadi Kelvin;
760 adalah tekanan udara standar (mmHg).
BAB IV
4.1 Hasil
Berikut adalah hasil percobaan yang telah didapatkan pada praktikum analisa SO2 yang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
4.2 Perhitungan
4.2.1 Kurva Kalibrasi
Diketahui larutan induk nitrit (SO2) dengan konsentrasi 1640 mg/L dan volume 10 mgL akan
dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL.
V1×N1 = V2×N2t
10 mL×1640 mg/L = 1000 mL×N2
N2 = 16,4 mg/L
a. Untuk 0,1 mL
V1×N1 = V2×N2
0,1 mL×16,4 mg/L = 25 mL×N2
N2 = 0,0656 mg/L
b. Untuk 0,2 mL
V1×N1 = V2×N2
0,2 mL×16,4 mg/L = 25 mL×N2
N2 = 0,1312 mg/L
c. Untuk 0,4 mL
V1×N1 = V2×N2
0,4 mL×16,4 mg/L = 25 mL×N2
N2 = 0,2624 mg/L
d. Untuk 0,6 mL
V1×N1 = V2×N2
0,6 mL×16,4 mg/L = 25 mL×N2
N2 = 0,3936 mg/L
Absorbansi
0,25
0,2
0,15
Konsentrasi
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
-0,05
Absorbansi
= 58,2 Nm3
𝑥 = 0,2 µg
4.3 Analisis
Konsentrasi gas tersebut masih berada di bawah baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Karena berdasarkan PP tersebut,
konsentrasi minimum yang diperbolehkan untuk gas SO2 adalah 900 μg/m3untuk waktu 1 jam,
sedangkan untuk waktu 24 jam adalah sebesar 365 μg/m3, dan 60 μg/m3 untuk waktu 1 tahun.
Kecilnya nilai konsentrasi gas pencemar tersebut didapatkan dapat menjadi indikator bahwa
kualitas udara di depan gedung Shafeera Enviro Laboratorium masih bersih dan belum tercemar.
Hal tersebut dikarenakan sumber penghasil emisi tersebut masih sedikit pengaruhnya terhadap
konsentrasi SO2
BAB V
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1. Prinsip percobaan praktikum ini Gas sulfur dioksida diserap dalam larutan penyerap
tetrakloromercurat membentuk suatu senyawa kompleks diklorosulfonatomerkurat. Dengan
menambahkan larutan pararosanilin dan formaldehida kedalam senyawa
diklorosulfaonatomerkurat maka terbentuk senyawa pararosanilin metil sulfonat yang
berwarna ungu. Konsentrasi larutan di ukur pada panjang gelombang 550 nm;
2. Nilai konsentrasi SO2 yang didapat setelah dilakukan sampling pada pada hari Sabtu, 11 Mei
2019 pukul 15.30 – 16.30 di halaman kantor Shafeera Enviro laboratorium untuk 1 jam,
3. Kecilnya nilai konsentrasi gas pencemar tersebut didapatkan dapat menjadi indikator bahwa
kualitas udara di depan gedung Shafeera Enviro laboratorium masih bersih dan belum
tercemar. Hal tersebut dikarenakan sumber penghasil emisi tersebut masih sedikit
pengaruhnya terhadap konsentrasi SO2.
5.2 Saran
Adapun saran dari percobaan ini adalah:
1. Sebaiknya praktikan lebih memahami cara pengambilan sampel yang tepat
2. Sebaiknya praktikan lebih hati - hati saat melakukan percobaan
3. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam melakukan perhitungan.
4. Sebaiknya praktikan melaksanakan praktikum sesuai dengan prosedur yang tepat dan
ketentuan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, Afif. 2001. Pencemaran Udara:Dampak Pencemaran Udara Pada
Lingkungan.Berita Dirgantara. Vol 2, No 1.
Cahyono, Waluyo E. 2011. Kajian Tingkat Pencemaran Sulfur Dioksida Dari Industri Di
Beberapa Daerah Di Indonesia. Berita Dirgantara. Vol 12, No 4.
Ertika, Rizka F., dkk. 2013. Analisis Kadar Gas Sulfur Dioksida (So2) Di Udara Ambien
Pada Industri Makanan Ringan Yang Menggunakan Briket Batubara Dan Keluhan
Saluran Pernafasan Pada Masyarakat Di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang
Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. FKM USU.
Masito, Ani. 2018. Analisis Risiko Kualitas Udara Ambien (No2 Dan So2) Dan Gangguan
Pernapasan Pada Masyarakat Di Wilayah Kalianak Surabaya.Jurnal Kesehatan
Lingkungan. Vol 10, No 4.
Siregar, Novitasari. Dkk. 2015. Studi Spasial Kadar Co Dan So2 Di Terminal Baruga Di
Kota Kendari Tahun 2015. FKM Universitas Halu Oleo.
Wiharja. 2002. Identifikasi Kualitas Gas So2 Di Daerah Industri Pengecoran Logam Ceper.
Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol 3, No 3.
Yunita, Ria D. dan Kiswandono, Agung A., 2017. Kajian Indeks Standar Pencemar Udara
(Ispu) Sulfur Dioksida (So2) Sebagai Polutan Udara Pada Tiga Lokasi Di Kota
Bandar Lampung.Analit. Vol 2, No 1
Peraturan Pemerintah RI No. 41tahun 1999.