Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

ANALISIS UNSUR INSTRINSIK DAN EKSTRINSIK


PROSA
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Konsep Dasar Bahasa Indosesia II
Dosen pengampu : Dr. Rukayah, M.Pd

Disusun oleh:
Dhita Murdaya
K7117054

Kelas 3 A

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
Analisis Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik Novel Berjudul “Rentang Kisah”, karya Gita
Savitri Devi

Sinopsis

Buku yang berjudul Rentang Kisah karya Gita Savitri ini bercerita tentang masa
kecil Gita Savitri dan berbagai fenomena kehidupan dengan banyak pelajaran berharga
bagi Gita. Gita kecil bukanlah sosok yang senang dengan orang tua. Terutama ibunya.
Gita kecil melihat ibunya sebagai sosok diktator dan menakutkan. Segala arahan dari
ibu harus selalu ia turuti. Kalau tidak, ibunya bisa marah besar. Kemarahan itu yang
membuat Gita kecil takut sekaligus membenci ibunya. Terkadang, Gita iri dengan
teman-teman sebayanya yang bisa terlihat harmonis dan akrab dengan kedua orang tua
mereka. Gita tidak bisa demikian. Satu-satunya hal bisa Gita lakukan adalah menuruti
semua perintah ibunya. Alhasil, Gita sudah disibukkan dengan berbagai macam kursus
sesuai arahan sang ibu. Kegiatan kursus Gita tersebut selalu diantar jemput oleh ibunya.
Jarang bagi Gita untuk bisa nongkrong cantik bersama teman-temannya.

Suatu saat, Gita sudah lulus SMA. Dunia perkuliahan sudah menanti di depan
mata. Gita yang sampai saat itu masih belum memiliki cita-cita, merasa bingung
dengan jurusan apa yang ingin ia tempuh. Ia bukan tipe rajin belajar. Bahkan, Gita
merasa bahwa dirinya tidak tahu bagaimana cara belajar yang benar. Akhirnya ia
mengikuti pendapat orang yaitu memilih jurusan kuliah berdasarkan passion yang
dimiliki. Walaupun, Gita lagi-lagi bingung dengan apa passion yang dia sukai
sekarang.

Setelah perenungan panjang, Gita memutuskan untuk mengambil jurusan


desain grafis di ITB melihat hobinya yang senang menggambar. Gita memfokuskan
diri dengan belajar soal-soal latihan masuk perguruan tinggi. Setelah belajar keras dan
mengikuti seleksi nasional, Gita berhasil mendapatkan kampus impiannya.
“Kamu mau kuliah di ITB atau di Jerman?” tanya ibu setelah mengetahui pengumuman
hasil seleksi. Gita terkejut. Setelah ia bersusah payah belajar untuk masuk universitas
serta setelah Gita menentukan pilihannya, ibu justru bereaksi lain. Bukan diberi
selamat atau apa kek. Padahal udah susah-susah belajar. Gerutu Gita dalam hati.

Gita kembali dilanda kebingungan. Ibunya memberi pilihan yang sulit. ITB
sudah di depan mata. Sedangkan Jerman terlihat menarik untuk dicoba. Melihat ayah
dan ibunya yang dahulu juga tinggal di Jerman, Gita memilih Jerman dan melepaskan
ITB. Sayangnya, nasib Gita tidak sebaik itu. Ibunya telah memperoleh informasi dari
sales X tentang perkuliahan di Jerman yang menerima mahasiswa minimal berusia 18
tahun. Saat itu usia Gita baru menginjak 17 tahun. Sebenarnya Jerman menerima
mahasiswa di bawah usia 17 tahun tapi segala bentuk persetujuan administrasi harus
atas nama wali atau penanggung jawab dari mahasiswa. Akan merepotkan jika apa-apa
harus minta tanda tangan ayah. Padahal ayahnya sedang sibuk bekerja di luar negeri.
Keputusan akhirnya, Gita harus menelan pil pahit dengan menunggu selama setahun di
rumah sebelum benar-benar berangkat ke Jerman. Waktu senggang selama setahun
sempat Gita keluhkan. Lambat laun, Gita mulai menerima waktu senggangnya. Ia
menghabiskan waktu untuk bersantai dan nongkrong bersama teman-temannya. Waktu
senggang yang dulu tidak bisa ia rasakan karena disibukkan dengan kursus ini-itu.

Setahun berlalu. Gita benar-benar berangkat ke Jerman. Gita


mengalami culture shock berupa sistem pendidikan di Jerman. Sistem pendidikan di
Jerman memang berbeda dengan yang ada di Indonesia. Di Jerman, calon mahasiswa
harus menempuh Studienkolleg beserta tes tulisnya selama dua tahun sebagai syarat
masuk perkuliahan di Jerman. Pelajaran yang ditempuh di Studienkolleg antara lain
materi pelajaran SMA. Bedanya, di Jerman kita dituntut untuk menguasai konsep dan
alasan bagaimana suatu rumus dapat terbentuk. Jadi, pelajaran nampak luar biasa sulit
bagi Gita. Gita banyak melahap latihan soal selama di Jerman karena jika tes
Studienkolleg-nya tidak lulus, bukan hanya ia tidak diterima masuk perkuliahan di sana
melainkan dipulangkan ke Indonesia. Mengapa harus menghafalkan banyak rumus
kalau beberapa rumus berasal dari satu turunan yang sama?

Masalah lain yang dihadapi Gita ketika kali pertama di Jerman adalah
penguasaan bahasa Jerman. Gita memang sudah mengenal bahasa Jerman semenjak
kelas 2 SMA dengan mengikuti kursus bahasa Jerman. Tapi hal itu tidak membantu
Gita ketika benar-benar terjun ke bumi Jerman. Alhasil, di samping mengikuti program
Studienkolleg, Gita berlatih keras untuk menguasa bahasa Jerman. Di samping
kebutuhan sosial dan pembelajaran, bahasa Jerman juga menjadi syarat bagi mahasiswa
baru untuk berkuliah di Jerman karena bahasa pengantar kuliah di Jerman adalah
bahasa Jerman sendiri. Pada akhirnya, Gita dapat melalui beberapa tes dengan nilai
sangat baik. Di samping itu, Gita berhasil masuk universitas paling bergengsi di Jerman
yaitu Freie Universität Berlin jurusan Kimia Murni.

Kisahnya di Jerman terus berlanjut hingga tak terasa tujuh tahun berlalu.
Banyak pengalaman serta pelajaran yang Gita dapatkan selama tujuh tahun di tanah
rantai. Semua pengalaman itu tentunya mampu mengubah Gita menjadi pribadi yang
matang dan lebih baik. Tidak seperti dulu.
A. Unsur Instrinsik
1. Tema
Tema yang terdapat dalam novel tersebut adalah “Perjalanan Hidup”
Karena, dalam novel tersebut, menceritakan mengenai cerita kehidupan si
pengarang, Gita Savitri Devi dari mulai ia kecil, hingga ia duduk di bangku
perkuliahan. Dari seorang Gitasav yang egois dan selalu memaksakan
keinginannya, menjadi Gitasav yang selalu menikmati setiap proses
kehidupan, dan selalu mensyukuri semua yang diberikan oleh Allah Swt.
2. Alur
Dalam novel ini, menggunakan alur campuran. Karena, penulis dalam novel
ini menceritakan mengenai perjalanan hidupnya mulai dari ia masih kecil,
hingga saat ia berkuliah di Jerman. Dimana, dalam hal ini, sesekali sang
penulis saat menceritakan dirinya ketika kuliah, juga menceritakan kembali
kehidupannya di saat ia sedang duduk di bangku kuliah, seakan-akan sang
penulis membandingkan dirinya ketika duduk di bangku SMA dengan
dirinya yang telah duduk di bangku perkuliahan.
3. Latar / Setting
a. Latar Tempat
1) Rumah
Bukti :
“Mi, biso ke rumah, dak? Di lehernyo Gita ado benjolan besak.
Tolong diperikso pacak?” jelas ibu pakai Bahasa Palembang.
Nggak lama setelah itu, Tante dating dan langsung memeriksaku.
Leher kiri ditekan-tekan. “Sakit, nggak?” tanyanya
2) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Bukti :
Seperti yang direncanakan, keesokan harinya aku dan Ibu ke Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo, tempat tanteku bekerja.
3) Kolam renang Stadion Senayan
Bukti :
Sabtu itu, sesperti Sabtu sebelumnya, aku ada latihan renang di
kolam renang Stadion Senayan, menyusuri kolam sepanjang 25
meter dengan gaya bebas.
4) Pameran pendidikan
Bukti :
Sementara, Ibu setelah mengantarku , langsung meuju pameran
pendidikan yang juga sedang berlangsung di Senayan.
5) Jalan Asia-Afrika
Bukti :
Akhirnya aku bisa jalan-jalan ke daerah-daerah gaul yang biasanya
didatangi anak Jakarta, dan bisa menikmati Jalan Asia-Afrika yang
ternyata indah kalua udah malam.
6) Berlin
Bukti :
Jalanan berlin nggak seramai Jakarta.
7) Studienkolleg
Bukti :
Di Studienkolleg sebenarnya hanya mengulang perlajaran yang
sudah pernah dipelajari di SMA.
8) Di depan ruang lecture di gedung kimia organic
Bukti :
Saai itu aku sedang menunggu kelas pagi di depan ruang lecture di
gedung kimia organic, aku membaca buku yang sebenarnya udah
pernah kubaca sebelumnya, biografi Nabi Muhammad Saw.
9) Masjid Palestina
Bukti :
Sabtu siang, 14 Februari di Masjid Palestina, terlihat banyak jmaah
pria dan wanita yang datang mendengarkan suatu ceramah.
b. Latar Waktu
1) Bulan Ramadhan
Bukti :
Saat itu, Bulan Ramadhan. Aku merasakan badanku jadi gampang
lemas.
2) Sore hari
Bukti :
Di suatu sore, saat lagi santai sambal nonton TV- lebih tepatnya
main hape ditemani suara TV, ada sebuah program biografi seorang
tokoh internasional
3) Minggu malam, 14 Juni 2009
Bukti :
Minggu malam, 14 Juni 2009. Aku nggak bisa tidur, jantung ini deg-
degan.
4) 31 Oktober 2010
Bukti :
31 Oktober 2010, untuk kali pertama aku menginjakkan kai di
negara yang sudah kubayangkan setahun lamanya.
5) Jumat, 13 Februari 2015
Bukti :
Jumat, 13 Februari 2015. Aku melihat Paulus sudah terlalu siap
untuk menjadi seorang muslim.
6) Sabtu siang, 14 Februari
Sabtu siang, 14 Februari di Masjid Palestina, terlihat banyak jmaah
pria dan wanita yang datang mendengarkan suatu ceramah.
c. Latar Suasana
1) Menegangkan
Bukti :
Jantungku deg-degan, sudah kayak lagi naik roller-coaster ketika
mendengar langkah kakinya menuju kamarku
2) Menyengkan
Bukti :
Perjuangan nggak sia-sia. Rasanya senang bukan main. Ini adalah
pembuktianku kepada diri sendiri.
3) Mengecewakan
Bukti :
Mendengar hal itu aku langsung bete. Aku yang lulus SMA umur
17 tahun berarti nggak bisa langsung terbang ke Jerman untuk
melanjutkan pendidikan.
4) Sedih
Sedihnya luar biasa karena apa yang telah kami jalani selama ini
nggak ada gunanya.
5) Membingungkan
Bukti :
Tapi di tiga tahun itu juga, aku merasa hubungan kami nggak akan
berujung ke mana-mana. Beberapa teman-temanku sebenarnya
udah mengingatkan di awal hubungan, beda agama itu ujungnya
akan pahit.
6) Mengharukan
Bukti :
Aku terbawa suasana. Menatap Paulus dan ustaz berdiri di depanku
dengan hape di tangan kanan yang mengambil detik demi detik
momen indah ini. Tanpa sadar air mata sudah mengalir ke pipiku
yang langsung cepat-cepat ku seka karena aku benci menangis di
depan orang lain.
7) Menggembirakan
Suatu kegembiraan bagiku melihat orang yang kusayang memeluk
agama yang dirahmati Allah Swt.
4. Tokoh dan Penokohan
a. Gita
Watak :
1) Tempramen
Bukti :
Aku yang memang agak tempramen ini, merasa nggak terima
karena selalu aja ada halangan tiap kali mau melakukan sesuatu
yang kuinginkan.
2) Gampang marah
Bukti :
Aku gampang naik darah hanya karena hal-hal sepele.
3) Mengandalkan akal dan logika
Bukti :
Aku adalah tipe orang yang selalu mengandalkan akal dan logika.
4) Gigih
Bukti :
Gue harus selalu muter otak gimana caranya gue bisa dapet duit.
Entah itu kerja di pabrik, di kafe, atau kayak sekarang nih, gue
menjadikan You Tube sebagai source income.
5) Introvert
Bukti:
Yes, I am introvert. Untuk orang-orang yang tahu kalua gue seorang
introvert, mungkin mereka bingung melihat bagaimana gue mem-
portray diri gue di media social.
6) Bijak
Bukti :
Balik lagi, aku harus selalu sadar, pada dasarnya hidup yang aku
miliki ini bukan diisi dengan mengejar ini danitu, tapi untuk
menghadapi dan menikmati keseruan yang dikasih sama Allah.
b. Ibu Gita
Watak :
1) Jutek
Bukti:
Raut juteknya dengan mudah menciutkan nyaliku.
2) Sayang dengan anaknya
Bukti:
Ibu bilang, dia lebih rela capek fisik ketimbang meperkerjakan laki-
laki asing untuk mengantar anaknya ke mana-mana. Waktunya,
energinya, pikirannya, dan seluruh hidupnya didedikasikan untuk
aku dan adikku.
3) Penganut Islam yang kuat
Bukti:
Keluargaku adalah penganut Islam yang kuat. Dari dulu aku udah
diwanti-wanti oleh ibuku supaya berhati-hati dalam memilih
pasangan.
c. Ayah Gita
1) Penganut Islam yang kuat
Bukti:
Keluargaku adalah penganut Islam yang kuat.
2) Pekerja keras
Bukti:
Dalam novel tersebut diceritakan bahwa Ayah Gita bekerja diluar
negeri, berpisah dan jarang bertemu dengan keluarganya, untuk
menghidupi keluarganya.
d. Paulus
Watak :
1) Pendiam
Bukti :
Setelah berkenalan, aku tahu Paulus orangnya pendiam. Dia lebih
banyak mendengar ketimbang ngomong.
2) Sabar dan lemah lembut
Selama ini aku melihat bagaimana sabarnya dia, bagaimana
lembutnya hati dan tutr katanya.
3) Taat beragama
Bukti :
Bagaimana dengan Paulus? Dia juga penganut Kristen yang taat.
5. Sudut Pandang
Dalam novel tersebut, menggunakan sudut pandang orang pertama, dimana
pengarang yaitu Gita Savitri Devi sebagai pelaku. Sehingga dalam novel
tersebut menggunakan kata “aku”. Karena, novel tersebut menceritakan
tentang perjalan hidup seorang Gita Savitri Devi.
6. Amanah
a. Sekeras apa pun cobaan yang akan dihadapi nanti, sekeruh apapun
lingkungan di masa depan, harus tetap bisa berada di ruang tenang yang
sudah dibangun dengan susah payah.
b. Menikmati proses dan menikmati apapun yang hidup ini berikan.
c. Diri kita ada untuk disayang, untuk dirawat, untuk dijaga, diberi ilmu,
ditinggikan derajatnya. Bukan untuk dipecut dan disiksa oleh diri
sendiri.
d. Harus selalu disadari, pada dasarnya hidup yang dimiliki bukan hanya
diisi dengan mengejar ini dan itu, tapi untuk menghadapi dan menikmati
keseruan yang diberikan Allah Swt.
B. Unsur Ekstrinsik
1. Latar Belakang Pengarang
Gita Savitri Devi, dia adalah salah satu orang inspiratif yang saya
kagumi sejak awal menjadi mahasiswa baru. Sebenarnya siapakah dia?
Gitasav yaitu sapaannya, ia hanyalah seorang gadis biasa lahir pada tanggal
28 Juli 1992, di Indonesia. Saat ini di umur 25 tahun ia tumbuh menjadi
salah satu Youtuber paling sukses di Indonesia. Sebagian besar konten di
saluran youtube-nya melibatkan pendapatnya tentang isu-isu politik, dan
vlog yang menarik.
Dia dikenal karena kepribadiannya yang pintar. Sebelum dia kuliah di
Jerman, dia sudah diterima di FSRD ITB, tetapi dia lebih memilih
melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Pada 30 Oktober 2010, dia pergi
ke Berlin untuk pertama kalinya. Kalian mungkin bertanya-tanya
bagaimana dia beradaptasi di negara asing, kan? Dari pengalamannya di
sana, ia menyatakan bahwa orang Jerman di kampusnya cukup anti-sosial,
tetapi kunci untuk beradaptasi adalah dengan bersikap ramah. Dia
mengatakan bahwa penting untuk mengatur waktu, karena dia harus
membagi waktu untuk bekerja, dan kuliah pada saat yang sama, karena
menurutnya kuliah di Jerman itu tidak gratis. Tidak jarang, banyak
mahasiswa yang keteteran menyeimbangkan waktu untuk kuliah dan
bekerja demi membiayai hidup di Jerman.
Gitasav memilih jurusan Kimia di Freie University, dan akhirnya
meraih gelar sarjana kimia pada tahun 2017. Sekarang, dia masih tinggal di
Jerman untuk melanjutkan gelar masternya di bidang Kimia. Meskipun dia
begitu sibuk menjadi mahasiswa, ia mengisi waktu luangnya dengan
sesuatu yang bermanfaat bagi orang-orang, dan memilih untuk membuat
video di channel youtube-nya.
Gita Savitri mulai menjadi pencipta konten sejak 2010. Namun, dahulu
kontennya hanya tentang musik, dan cover lagu saja. Kemudian, kontennya
bervariasi seiring berjalannya waktu, dan ia mendapatkan lebih banyak
penonton (viewers) sejak saat itu. Sekarang, Gitasav tidak memiliki
pekerjaan paruh waktu lagi, karena dia sudah mendapat keuntungan dari
youtube. Dia memperoleh sekitar 100 juta rupiah setiap bulan dari videonya
tersebut. Selain itu, dia juga menulis artikel di blognya 'A Cup Of Tea'
tentang pandangannya mengenai hidup maupun isu-isu yang sedang viral
di Indonesia maupun di luar negeri belakangan ini.
Gitasav juga merupakan penyanyi yang berbakat. Dia telah membuat
single pertamanya dengan Paul kekasihnya yang berjudul 'Seandainya' pada
Mei 2017. Karena alasan dia menikmati menulis sebagai metode untuk
berbagi prespektifnya, dia menerbitkan buku pertamanya "Rentang Kisah"
pada tahun 2017 di Indonesia yang menjadi salah satu buku terbaik di
Gramedia. Buku itu berisikan tentang kisah pengalaman hidupnya dari kecil
hingga saat ini. Namanya mulai banyak dilirik berkat vlog da blog-nya yang
banyak menginspirasi banyak orang. Seringkali ia diundang ke beberapa
negara seperti Turki, Singapura, Dubai, dll dari beberapa sponsor
kecantikan lokal dan direkrut oleh perusahaan Youtube di acara
pengumpulan Kreator untuk Perubahan (creators for change gathering
event).
Ia seorang wanita yang tidak pernah menyerah. Meskipun ia tinggal di
Jerman dan menjadi minoritas karena ia adalah seorang muslim, ia tetap
mengenakan jilbabnya, dan tetap mempertahankan imannya. usahanya
untuk mencapai pendidikan di Jerman, karena untuk bisa kuliah disana
tidaklah mudah, banyak tantangan dan kesulitan yang harus dihadapi. Ia
juga tetap bisa bertahan walaupun dalam tahun pertama kuliahnya selalu
jatuh bangun. Sehingga dia harus hidup sendiri dan menjadi wanita mandiri.
Menurutnya kuiah atau tinggal di luar negeri adalah salah satu cara ideal
untuk mengasah mental.
2. Latar Belakang Budaya
Kehidupan warga negara saat itu telah memasuki budaya modern.
Dimana, teknologi sudah mulai berkembang dengan sangat pesat.
Masyarakat sudah mulai memanfaatkan sepenuhnya teknologi tersebut.
Namun, pemanfaatan teknologi tersebut dilakukan dengan atau untuk hal-
hal positif, tetapi banyak juga yang menyalahgunakan adanya teknologi
yang telah berkembang tersebut.
Masyarakat juga telah mengenal budaya toleransi. Dimana, di dalam
kehidupan, dapat saling bergandengan bersama walaupun dengan beragam
agama, ras, dan suku bangsa.
3. Situasi Sosial ketika cerita tersebut ditulis atau dikarang
Kehidupan social saat novel tersebut ditulis yaitu, masih banyak orang
Indonesia yang termakan berita hoax dan akhirnya rebut-ribut dengan
strangers di internet. Indonesia mudah sekali dibuat bersekutu dengan
berita provokatif. Jangankan memilih berita, mencari berita saja ora
Indonesia malas. Akibatnya banyak orang-orang yang memanfaatkan
ketidakpedulian netizen Indonesia dengan cara berpikir “portal berita” tidak
jelas dan menyebarkan berita-berita nya di Facebook atau media social
lainnya.
Selain itu, kebanyakan masyarakat terlalu memikirkan dan terlalu ikut
campur dengan urusan orang lain. Mereka selalu memberikan asumsi sesuai
dengan anggapan mereka, tanpa tahu menahu mengenai hal apa yang
sebenarnya terjadi

Anda mungkin juga menyukai