Anda di halaman 1dari 2

Ketika Professor di Gugat Sang Putri

Guru besar hukum Universitas Indonesia dan Universitas Padjajaran, Prof. Mr. Dr.
Sudargo Gautama (80 tahun) di gugat oleh putri kandungnya, Abigail Gautama yang
merupakan anak hasil perkawinannya dengan Constantina Setiono. Abigail menilai
bahwa ayahnya sudah pikun sehingga tak mampu mengelola keuangan dan harta
bendanya. Untuk itu, ia mengajukan diri sebagai pengampu kepada pengadilan. Jika
pengadilan menyetujui, Abigail berwenang mengurus kepentingan ayahnya, termasuk
mengatur dan mengelola harta benda milik sang ayah. Kabarnya, sang ayah memiliki
harta dan sejumlah properti yang tersebar di Indonesia dan Australia. Namun, pada 6
Maret lalu ketua Mahkamah Agung Bagir Manan membatalkan penetapan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa Prof. Sudargo berada dibawah
pengampuan (curatele).
Sebelumnya, hubungan Sudargo dengan Abigail sangatlah harmonis. Setelah lulus dari
Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1974, Abigail bekerja sebagai
advokat di kantor milik ayahnya di kawasan Gambir, Jakarta Pusat. Abigail sangat fasih
berbicara bahasa Inggris dan Belanda. Ia juga memiliki keahlian dalam bidang hukum
hak cipta, merek dagang, dan hak atas kekayaan intelektual.
Namun, sayangnya Abigail harus menerima kenyataan pahit bahwa ibunya mengajukan
permohonan cerai kepada ayahnya, yang disetujui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
pada 2 Desember 1998. Tetapi tak lama menduda, Sudargo menikahi perempuan
asal Australia, Yvonne E. Clark. Setelah menikah, Sudargo lebih sering berada
di Australia sedangkan Abigail tetap berdomisili di Indonesia.
Belakangan, Abigail mulai mencemaskan kondisi kesehatan ayahnya yang telah sakit-
sakitan. Ayahnya diketahui pernah melakukan operasi di bagian kepala setelah
sebelumnya sempat mengalami pendarahan otak pada Oktober 2005. Abigail mulai
merasa bahwa ayahnya sudah tak mampu mengurus harta bendanya. Jika dibiarkan, ia
khawatir harta milik ayahnya akan habis sia-sia karena itulah ia berinisiatif untuk
mengajukan diri sebagai pengampu ayahnya.
Ia mendaftarkan permohonan itu di State Administrative Tribunal (SAT) Western
Australia awal 2007 dengan pertimbangan ayahnya berada disana. Pada tanggal 28
Agustus 2007 permohonan tersebut disetujui dengan adanya bukti penting yaitu
dokumen hasil analisis kesehatan yang dibuat oleh dokter spesialis geriatri (manula),
yang menyimpulkan bahwa Sudargo tidak mempunyai kemampuan mengelola
keuangan dan kehidupannya.
Melalui kuasa hukumnya, Sudargo mengajukan permohonan banding yang didaftarkan
di Supreme Court of Western Australia. Namun, berbekal kemenangannya di
pengadilan Australia, Abigail melayangkan permohonan pengampuan ke Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan pada 3 September 2007 dengan saksi: teman, suami, dan

1
anaknya yang dengan serentak mereka menyatakan bahwa Sudargo telah mengalami
kepikunan. Berdasarkan pada kemenangan sebelumnya dan saksi-saksi yang ada
maka pada 25 September 2007 pengadilan menetapkan bahwa Sudargo berada
dibawah pengampuan Abigail. Pihak Sudargo menolak keputusan tersebut dan
kemudian mengajukan perlawanan. Ia memakai sederet dalil hukum antara lain Pasal
439 KUH Perdata yang mengamanatkan bahwa pengadilan harus meminta keterangan
pihak yang akan diminta pengampuan karena faktanya selama proses persidangan
pihak Sudargo belum pernah dihadirkan di persidangan. Selain itu, mengacu pada buku
Hukum Perdata Internasional, berdasarkan atas kedaulatan territorial, putusan
pengadilan asing tidak dapat dilaksanakan di wilayah hukum Negara Indonesia.
Setelah diperiksa oleh Mahkamah Agung, dalil yang diajukan Sudargo dalam gugatan
perlawanan diterima oleh Mahkamah Agung. Disebutkan bahwa Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan tidak memenuhi ketentuan Pasal 349 KUH Perdata. Maka,
pemeriksaan dianggap tidak sah dan penetapannya dinyatakan batal demi hukum.
Penetapan Mahkamah Agung menyatakan bahwa Sudargo tidak berada dibawah
pengampuan siapa pun dan berhak melakukan tindakan hukum apapun.
Namun, meskipun telah ada penetapan Mahkamah Agung nampaknya perseteruan itu
akan terus berlanjut. Pihak Abigail menyatakan bahwa mungkin ia akan mengajukan
perlawanan.

Pertanyaan:

1. Apakah kasus ini kasus HPI? Jelaskan dan berikan dasar hukumnya.

2. Kalau anda hakimnya, kasus ini anda kualifikasi sebagai kasus hukum apa?
Jelaskan dan berikan dasar hukumnya.

3. Apakah menurut anda tepat pertimbangan “kedaulatan territorial” digunakan


dalam kasus ini ? Jelaskan dan berikan dasar hukumnya.

4. Bagaimana menurut anda kalau terjadi perbedaan putusan antara pengadilan


Australia dan Pengadilan Indonesia? Jelaskan dan berikan dasar hukumnya.

Anda mungkin juga menyukai