Anda di halaman 1dari 86

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 1

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 2

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 2

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 3

1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 48

2.1 Definisi Ekologi Arsitektur .......................... Error! Bookmark not defined.

2.2 Definisi Menurut Ahli .................................. Error! Bookmark not defined.

2.3 Prinsip Ekologi dalam Perancangan Arsitektur .......... Error! Bookmark not
defined.

2.4 Prinsip Desain Setting .................................................................................... 68

2.5 Prinsip Desain Konteks .................................................................................. 69

2.6 Pengertian Setting dan Konteks .................................................................. 75

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 84

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 84

3.2 Saran ............................................................................................................ 84

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 86

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekologi dalam arsitektur merupakan suatu interaksi antara bangunan dengan
lingkungan sekitarnya. Seperti yang kita ketahui di jaman sekarang ini banyak terdapat
bangunan yang sudah tidak ramah lingkungan atau tidak mementingkan kelestarian di
lingkungan sekitarnya oleh karena itu sebagai calon arsitek di masa yang akan
mendatang sangat penting mengetahui tentang bangunan yang ramah lingkungan pada
lingkungan sekitarnya. Hal ini dikarenakan agar terciptanya bangunan yang tidak
merusak kondisi alam namun dapat bersahabat dengan lingkungan sekitarnya.

Dalam dunia arsitektur terdapat prinsip desain yang disebut setting and
contexts (desain yang tumbuh dari daerah itu sendiri) dimana lingkungan dan
konteksnya sudah diatur sesuai dengan ketentuan dari tempatnya berada. Dalam
ekologi, setting dalam pemecahan-pemecahan disain yang tumbuh dari tempat
itu sendiri diatur berdasarkan budaya tradisional, pengetahuan lokal, dan
peraturan- peraturan yang berlaku di tempatnya.

Prinsip desain ini merupakan suatu prinsip yang memperhatikan lingkungan


sekitarnya karena dengan suatu desain yang memang berasal dan tumbuh di suatu
daerah pastinya sudah mempertimbangkan dengan baik-baik bagaimana suatu desain
yang bersahabat dengan lingkungannya sehingga lingkungan yang akan dibangun
nantinya oleh seorang Arsitek harus bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya
dari daerah itu sendiri. Mengikuti desain yang ada dalam daerah itu sendiri merupakan
suatu desain yang sangat erat kaitannya untuk menyeimbangkan antara bangunan
dengan lingkungan. Dalam menciptakan bangunan seperti ini maka suatu desain akan
dapat dihuni dengan nyaman oleh penghuninya sendiri
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian dari ekologi dalam arsitektur ?
2. Apa itu setting dalam Ekologi Arsitektur ?
3. Apa itu konteks dalam Ekologi Arsitektur ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan ini dari rumusan masalah di atas diharapkan agar,
1. Untuk dapat mengetahui apa itu pengertian ekologi dalam Arsitektur
2. Untuk dapat memahami apa itu setting dalam Ekologi Arsitektur
3. Untuk dapat memahami apa itu konteks dalam Ekologi Arsitektur

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut,
1. Agar dapat mengetahui apa itu pengertian ekologi dalam Arsitektur
2. Agar dapat memahami apa itu setting dalam Ekologi Arsitektur
3. Agar dapat memahami apa itu konteks dalam Ekologi Arsitektur.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Arsitektur

Berdasarkan kamus, kata arsitektur (architecture) berarti seni dan ilmu


membangun bangunan. Menurut asal kata yang membentuknya, yaitu Archi = kepala,
dan techton = tukang, maka architecture adalah karya kepala tukang. Arsitektur dapat
pula diartikan sebagai suatu pengungkapan hasrat ke dalam suatu media yang
mengandung keindahan.

Dalam mendefinisikan arsitektur, memang bukan sesuatu yang mudah untuk


dilakukan. Sudah banyak buku yang membahas mengenai topik tersebut dan sudah
banyak pula perdebatan yang dilakukan untuk membahasnya, tetapi tidak ada satu pun
yang dapat menjawab dengan pasti apa itu arsitektur. Hal tersebut disebabkan karena
begitu kompleksnya arsitektur.

Menurut Y.B. Mangunwijaya dalam bukunya ( Wastu Citra, 1988 : 34) beliau
menyebutkan bahwa berarsitektur adalah beraktivitas, termasuk di antranya bertukang,
sesuatu yang buat sebagian orang dianggap tidak setinggi mendesain, dan masalah
arsitektur memang bukan hanya soal statika bangunan agar menjadi kokoh dan tidak
roboh apabila ada gempa, bukan cuma harus nikmat ventilasinya dan elok efek
psikologis interpenetrasi ruang-ruangnya, bukan pula hanya menyakngkut masalah
pragmatic denah pemukiman, penyusunan ekonomis zona industry, zona bisnis, dan
sebagainya. Akan tetapi, dia menyentuh dimensi yang telah disentuh pula oleh alam
raya, yakni yang menunjuk kepada sesuatu yang transendens, yang memberi makna.

Makna ini sendiri bisa diwancanakan sebagai “spirit “atau semangat yang menjiwai
suatu bentuk hasil karya, yang menggugah dan mempesona sanubari. Ibarat garis-garis
dan tekstur pada sebuah lukisan yang menggelarkan bahasa citranya.Dalam suatu
pertunjukkan kesenian tari, tabuh maupun teater ada yang dikenal dengan sebutan taksu
atau imaji yang memancarkan misteri kharismatis suatu adegan atau tetarian yang
dilakoni, ataupun berupa kekuatan dan nilai-nilai yang diekspresikan “ menyihir
“ decak kagum penontonnya.

Menurut I Nyoman Gde Suardana dalam bukunya” Arsitektur Bertutur” ( tahun 2005 )
sejatinya, arsitektur bukan sekadar bentuk atau hanya fisik semata, melainkan perlu
dimaknai secara holistik dengan “ keindahan” hati manusia selaku bagian dari segenap
ciptaan Tuhan. Sekaligus menyadari akan korelasinya dengan alam lingkungan dan
mahluk hidup lainnya. Lantaran arsitektur, selain memberikan ruang bagi setiap
aktifitas fisik kehidupan manusia, pun didambakan mampu memberi kenyamanan dan
kenikmatan kepada manusia, pengguna arsitektur.

I. Menurut Sumber Buku

Menurut Y.B. Mangunwijaya dalam bukunya ( Wastu Citra, 1988 : 3-4)


beliau menyebutkan bahwa berarsitektur adalah beraktivitas, termasuk di
antranya bertukang, sesuatu yang buat sebagian orang dianggap tidak
setinggi mendesain, dan masalah arsitektur memang bukan hanya soal
statika bangunan agar menjadi kokoh dan tidak roboh apabila ada gempa,
bukan cuma harus nikmat ventilasinya dan elok efek psikologis
interpenetrasi ruang-ruangnya, bukan pula hanya menyakngkut masalah
pragmatic denah pemukiman, penyusunan ekonomis zona industry, zona
bisnis, dan sebagainya. Akan tetapi, dia menyentuh dimensi yang telah
disentuh pula oleh alam raya, yakni yang menunjuk kepada sesuatu yang
transendens, yang memberi makna.

Makna ini sendiri bisa diwancanakan sebagai “spirit “atau semangat yang
menjiwai suatu bentuk hasil karya, yang menggugah dan mempesona
sanubari. Ibarat garis-garis dan tekstur pada sebuah lukisan yang
menggelarkan bahasa citranya.Dalam suatu pertunjukkan kesenian tari,
tabuh maupun teater ada yang dikenal dengan sebutan taksu atau imaji yang
memancarkan misteri kharismatis suatu adegan atau tetarian yang dilakoni,
ataupun berupa kekuatan dan nilai-nilai yang diekspresikan “ menyihir
“ decak kagum penontonnya.

Selain itu, Y.B. Mangunwijaya juga berpendapat apabila berasitektur yang


diibaratkan membuat puisi. Dimana komponen-komponen pembentuknya
sebagai teks dalam untaian kata. Teks- teks yang terangkai memiliki nuansa,
getaran, dan citra seperti puisi yang mewarta dan bermakna. Hal ini dapat
disimpulan sebagai berikut: Permenungan dalam proses penciptaan sebuah
puisi yang dianalogikan dengan proses melahirkan sebuah karya arsitektur.

Menurut I Nyoman Gde Suardana dalam bukunya” Arsitektur Bertutur”


( tahun 2005 ) sejatinya, arsitektur bukan sekadar bentuk atau hanya fisik
semata, melainkan perlu dimaknai secara holistik dengan “ keindahan” hati
manusia selaku bagian dari segenap ciptaan Tuhan. Sekaligus menyadari
akan korelasinya dengan alam lingkungan dan mahluk hidup lainnya.
Lantaran arsitektur, selain memberikan ruang bagi setiap aktifitas fisik
kehidupan manusia, pun didambakan mampu memberi kenyamanan dan
kenikmatan kepada manusia, pengguna arsitektur.

Dalam arti yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun
keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari tingkatan mikro yaitu desain bangunan,
desain perabot rumah tangga, hingga ke tingkatan makro yaitu perencanaan tata ruang
kota, perancangan perkotaan, dan arsitektur lansekap.

2.2. Pengertian Ekologi

Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara


makhluk hidup dengan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh
Haeckel, seorang ahli biologi, pada pertengahan dasawarsa 1860-an. Ekologi berasal
dari bahasa Yunani, oikos yang berarti rumah, dan logos yang berarti ilmu, sehingga
secara harafiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (Philip
Kristanto, 2002).
Pengertian ekologi menurut para ahli :

 Pengertian Ekologi Menurut Miller (Essentials of Ecology, 1975) adalah suatu


ilmu mengenai hubungan timbal balik diantara organisme serta sesamanya dan
juga dengan lingkungannya.

 Pengertian Ekologi Menurut Otto Soemarwoto Ekologi Lingkungan Hidup


dan Pembangunan, 1997) adalah suatu ilmu mengenai hubungan timbal balik
di antara makhluk hidup dengan lingkungan sekitarnya.

 Pengertian Ekologi Menurut C. Elton (The Ecology of Invasions by Animals


and Plants, 1958) adalah suatu ilmu yang mengkaji sejarah alam atau juga
perkehidupan alam dengan secara ilmiah.

 Pengertian Ekologi Menurut Resosoedarmo (Pengantar Ekologi, 1986) adalah


suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan lingkungan.

 Pengertian Ekologi Menurut Andrewartha adalah suatu ilmu yang membahas


penyebaran dan juga kemelimpahan organisme.

 Pengertian Ekologi Menurut Krebs, ekologi adalah suatu ilmu pengetahuan


yang mengkaji suatu interaksi yang menentukan adanya penyebaran dan juga
kemelimpahan organisme.

 Pengertian Ekologi Menurut Eugene P. Odum (Fundamentals of Ecology,


1953) ekologi adalah suatu kajian terstruktur serta fungsi alam, tentang suatu
struktur dan juga interaksi diantara sesama organisme dengan lingkungannya.

2.3.Definisi Ekologi Arsitektur

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam arti yang lebih
luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan,
mulai dari tingkatan mikro yaitu desain bangunan, desain perabot rumah tangga, hingga
ke tingkatan makro yaitu perencanaan tata ruang kota, perancangan perkotaan,
arsitektur lansekap. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan
tersebut. Sedangkan ekologis yaitu ilmu interaksi antara segala jenis makhluk hidup
dan lingkungannya. Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos rumah tangga atau cara
bertempat tinggal, dan logos yang berarti ilmu atau ilmiah. Sehingga ekologi dapat di
definisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dan lingkungannya.
Jadi pengertian ekologi arsitektur adalah perancangan arsitektur baik dalam skala
besar maupun skala kecil yang menjadi kebutuhan hidup manusia yang
mempertimbangkan keberadaan dan kelestarian alam di sekitar tanpa harus merusak
sebagai hubungan timbal balik antara manusia dengan alam.
Menurut Johannes Eugenius Bülow Warming (3 November 1841 - 2 April
1924), dikenal sebagai Eugen Warming, adalah seorang botanis Denmark dan tokoh
disiplin serta pendiri ilmu ekologi. Warming menulis pertama buku (1895) yaitu
ekologi tumbuhan, mengajarkan kursus Universitas pertama dalam ekologi dan
memberikan konsep yang arti dan isinya.
Definisi Ekologi Arsitektur Menurut Para Ahli :
a. Menurut Heinz Frick
Heinz Frick (Arsitektur Ekologis, 1998) berpendapat bahwa, eko-arsitektur
tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur, karena
tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar. Namun mencakup
keselarasan antara manusia dan alam. Eko-arsitektur mengandung juga
dimensi waktu, alam, sosio-kultural, ruang dan teknik bangunan. Oleh
karena itu eko-arsitektur adalah istilah yang menandung arti sangat luas.
Menurut Heinz Frick ada beberapa prinsip bangunan ekologis yang antara
lain seperti:
 Penyesuaian bentuk bangunan terhadap lingkungan alam setempat
 Menghemat sumber daya alam baik yang dapat diperbaharui maupun
tidak dapat diperbaharui
 Memelihara sumber lingkungan yaitu udara, air dan tanah.
 Mengurangi ketergantungan kepada sistem pusat energi (listrik, air)
dan limbah (air limbah dan sampah).
 Memanfaatkan sumber daya alam sekitar kawasan perencanaan untuk
sistem bangunan, baik yang berkaitan dengan material bangunan
maupun untuk utilitas bangunan

b. Menurut Metallinou (2006)


Menurut Metallinou, ekologi pada rancangan arsitektur merupakan
rancangan bangunan bangunan yang menekankan pada suatu kesadaran
untuk memutuskan konsep rancangan bangunan yang menghargai
pentingnya keberlangsungan ekositim di alam. Konsep rancangan arsitektur
seperti ini diharapkan mampu melindungi alam dari kerusakan.
c. Menurut Yeang (2006)
Yeang berpendapat bahwa ecological design is bioclimatic design, design
with the climate of the locality, and low energy design. Yeang menekankan
pada kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi tapak,
program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap pada iklim,
penggunan energi yang rendah, diawali dengan upaya perancangan dengan
mempertimbangkan bentuk, konfigurasi, fasad, orientasi bangunan,
vegetasi, ventilasi alami, dan warna. (Ken Yeang, 2006)

Jadi pengertian ekologi arsitektur adalah perancangan arsitektur baik


dalam skala besar maupun skala kecil yang menjadi kebutuhan hidup manusia
yang mempertimbangkan keberadaan dan kelestarian alam di sekitar tanpa
harus merusak sebagai hubungan timbal balik antara manusia dengan alam
(Putro Arif W., 2014).
Atas dasar pengetahuan dasar-dasar ekologi yang telah diuraikan, maka
perhatian pada arsitektur sebagai ilmu teknik dialihkan kepada arsitektur
kemanusiaan yang memperhitungkan juga keselarasan dengan alam dan
kepentingan manusia penghuninya. Pembangunan rumah atau tempat tinggal
sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal balik dengan
lingkungan alamnya dinamakan arsitektur ekologis atau eko-arsitektur.

2.4. Pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur


Ada 3 buah prinsip ekologi arsitektur yang sangat berpengaruh terhadap
bangunan ekologi yaitu:
1. Flutuasi (Flutuation)
Prinsip flutuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan
sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Dalam hal
ini bangunan harus dapat mencerminkan proses alami yang terjadi di lokasi
dan tidak menganggap suatu penyajian berasal dari proses melainkan proses
benar-benar dianggap sebagai proses. Flutuasi juga bertujuan agar manusia
dapat merasakan hubungan atau koneksi dengan kenyataan yang terjadi
pada lokasi tersebut. Jadi, flutuasi dapat diartikan bila seorang perancang
akan membangun di suatu tempat, perancang tersebut harus merancang
bangunan tanpa merusak lahan sekitar.
2. Stratifikasi (Stratifiction)
Stratifikasi bermaksud untuk memunculkan interaksi dari perbedaan
bagian-bagian dan tingkat-tingkat, bermaksud untuk melihat interaksi
antara bangunan dan lingkungan sekitar.
3. Saling Ketergantungan (Interdependence)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah
hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya
lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan
antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur
bangunan. Contoh dari prinsip misalkan pada suatu bangunan, kita dapat
mengimbangi antara lahan yang terbangun dan tidak terbangun (KDB)
sehingga tidak semua lahan tertutup dengan bangunan dan tidak
menyebabkan air susah untuk masuk ke dalam tanah. Maka dari itu prinsip
saling ketergantungan dari masalah ini yatu bangunan tidak akan merasa
sesak dan panas karena tidak adanya lahan hijau, dan tanah pun juga tidak
akan mengalami kerusakan karena air masuk ke dalam tanah dengan lancar
dan tidak akan menyebabkan banjir (Heinz Frick, 1998).

Adapun ekologi arsitektur trdiri dari 4 unsur pokok yaitu udara, api,
air dan bumi.
(Dikutip dari Buku : Frick, Heinz dan FX Bambang Suskiyanto. 1998.
Dasar-Dasar Eko Arsitektur. Yogyakarta: Kansius).

Pola perencanaa eko-arsitektur suatu bangunan selalu memanfaatkan


peredaran alam sebagai berikut:
 Menciptakan kawasan penghijauan diantara kawasan pembangunan
sebagai paru-paru hijau.
 Menggunakan bahan bangunan alamiah, dan intensitas energi yang
terkandung dalam bahan bangunan maupun yang digunakan pada saat
pembangunan harus seminimal mungkin.
 Bangunan sebaiknya diarahkan menurut orientasi timur-barat dengan
bagian utara/selatan menerima cahaya alam tanpa kesilauan.
 Kulit (Dinding dan atap) sebuah bangunan sesuai dengan tugasnya,
harus melindungi dirinya dari panas, angina, dan hujan. Dinding
bangunan harus memberi perlindungan terhadap panas, daya serap
panas dan tebalnya dinding harus sesuai dengan kebutuhan iklim ruang
dalamnya. Bangunan yang memperhatikan penyegaran udara secara
alami bias menghemat banyak energi.
 Menghindari kelembaban tanah naik ke dalam konstruksi bangunan
memajukan sistem konstruksi bangunan kering.
 Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa
pakai bahan bangunan dan struktur bangunan.
 Memperhatikan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan harmonikal.
 Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak menimbulkan
masalah lingkungan dan membutuhkan energi sedikit mungkin.
 Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat
dimanfaatkan oleh semua penghuni (termasuk anak-anak, orang tua
maupun orang cacat tubuh)
(Dikutip dari paper: Sukawi. 2008. Ekologi Arsitektur: Menuju perancangan
arsitektur hemat energi dan berkelanjutan. Semarang. Simposium Nasional
RAPI VII 2008,).

- Pemahaman terhadap Alam.


Dalam lingkungan alam, terdapat berbagai ekosistim dengan masing-
masing siklus hidupnya, dimana siklus hidup setiap mahmuk hidup
mempunyai hubungan timbal balik dengan yang organik dan anorganik,
demikian juga dengan manusia. Manusia untuk kelangsungan hidupnya juga
membutuhkan penunjang kehidupaan yang organik dan anorganik. Yang
organik adalah semua yang berasal dari alam dan dapat kembali kealam, tetapi
yang menjadi masalah adalah yang anorganik, yaitu penunjang dalam bentuk
fisik, seringkali tidak selaras dengan sistim alamiah. Ketidak selarasan dengan
sistim yang alamiah dapat memicu berbagai macam perubahan di alam. Oleh
karena itu perlu adanya suatu sikap memahami perilaku alam yaitu
memperhatikan bagaimana ekosistim - ekosistim dialam bersuksesi. Sistim-
sistim di alam pada umumnya mempunyai siklussiklus tertutup dan apabila
dari siklus tersebut mengalami gangguan sampai batas tertentu masih mampu
untuk beradaptasi. Tetapi bila sudah melampau batas kemampuan adaptasi,
maka akan terjadi perubahan-perubahan, transformasi dan sebagainya.
Perubahan siklus di alam akan berdampak pada kualitas hidup manusia.
Gambar 1: Rangkaian akibat kegiatan manusia pada alam
Sumber: Heinz Frick

Kebutuhan hidup manusia dalam bentuk fisik seringkali


memanfaatkan sumber daya alam, seperti energi dan bahan bangunan tetapi
juga memberikan dampak yang seringkali tidak dapat diterima oleh alam.
Apalagi dengan jumlah populasi manusia yang berkembang pesat dan
kemajuan teknologi yang makin canggih. Hal ini mempercepat turunya
kualitas alam dan rusaknya siklus ekosistim didalamnya. Dari sekian banyak
kebutuhan manusia dalam bentuk fisik salah satunya adalah bangunan serta
sarana dan prasarna sebagai wadah berlindung dan beraktivitas.

Bangunan didirikan berdasarkan rancangan yang dibuat oleh manusia


yang seringkali lebih menekankan pada kebutuhan manusia tanpa
memperhatikan dampaknya terhadap alam sekitarnya. Seharusnya manusia
sadar betapa pentingnya kualitas alam sebagai penunjang kehidupan, maka
setiap kegiatan manusia seharusnya didasarkan pada pemahaman terhadap
alam termasuk pada perancangan arsitektur. Pemahaman terhadap alam
pada rancangan arsitektur adalah upaya untuk menyelaraskan rancangan
dengan alam, yaitu melalui memahami perilaku alam., ramah dan selaras
terhadap alam. Keselarasan dengan alam merupakan upaya pengelolaan
dan menjaga kualitas tanah, air dan udara dari berbagai kegiatan manusia,
agar siklus-siklus tertutup yang ada pada setiap ekosistim, kecuali energi
tetap berjalan untuk menghasilkan sumber daya alam.

Manusia harus dapat bersikap transenden dalam mengelola alam, dan


menyadari bahwa hidupnya berada secara imanen dialam. Akibat kegiatan
atau perubahan pada kondisi alamiah akan berdampak pada siklus-siklus di
alam. Hal ini dimungkinkan adanya perubahan dan transformasi pada
sumber daya alam yang dapat bedampak pada kelangsungan hidup manusia
Pemikiran rancangan arsitektur yang menekankan pada ekologi, ramah
terhadap alam, tidak boleh menghasilkan bangunan fisik yang
membahayakan siklus-siklus tertutup dari ekositim sebagai sumber daya
yang ada ditanah, air dan udara.

Didalam ranah arsitektur ada pula konsep arsitektur yang


menyelaraskan dengan alam melalui menonjolkan dan melestarikan
potensi, kondisi dan sosial budaya setempat atau lokalitas, disebut dengan
arsitektur vernacular. Pada konsep ini rancangan bangunan juga
menyelaraskan dengan alam, melalui bentuk bangunan, struktur bangunan,
penggunaan material setempat, dan sistim utilitas bangunan yang alamiah
serta kesesuaian terhadap iklim setempat. Sehingga dapat dikatakan
arsitektur vernacular, secara tidak langsung juga menggunakan pendekatan
ekologi. Menurut Anselm (2006), bahwa arsitektur vernacular lebih
menonjolkan pada tradisi, sosial budaya masyarakat sebagai ukuran
kenyamanan manusia. Oleh karena itu arsitektur vernacular mempunyai
bentuk atau style yang sama disuatu tempat tetapi berbeda dengan ditempat
yang lain, sesuai tradisi dan sosial budaya masyarakatnya. Contohnya
rumah-rumah Jawa dengan bentuk atap yang tinggi dan bangunan yang
terbuka untuk mengatasi iklim setempat dan sesuai dengan budaya yang
ada, kayu sebagai material setempat dan sedikit meneruskan radiasi
matahari.

Gambar 2: Arsitektur Vernacular


Sumber: Google Image

Arsitektur vernacular keselarasan terhadap alam sudah teruji dalam


kurun waktu yang lama, sehingga sudah terjadi keselarasan terhadap alam
sekitarnya. Pada arsitektur vernacular, wujud bangunan dan keselarasan
terhadap alam lahir dari konsep social dan budaya setempat.
Ada berbagai cara yang dilakukan dari pendekatan ekologi pada perncangan
arsitektur, tetapi pada umumnya mempunyai inti yang sama , antara lain Ken
Yeang (2006), mendefinisikannya sebagai: Ecological design, is bioclimatic
design, design with the climate of the locality, and low energy design. Yeang
menekankan pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro,
kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap pada
iklim, penggunan energi yang rendah, diawali dengan upaya perancangan
secara pasif dengan mempertimbangkan bentuk, konfigurasi, fasad, orientasi
bangunan, vegetasi, ventilasi alami, warna. Integrasi tersebut dapat tercapai
dengan mulus dan ramah, melalui 3 tingkatan; yaitu yang pertama integrasi
fisik dengan karakter fisik ekologi setempat, meliputi keadaan tanah, topografi,
air tanah, vegetasi, iklim dan sebagainya. Kedua, integrasi sistem-sistem
dengan proses alam, meliputi: cara penggunaan air, pengolahan dan
pembuangan limbah cair, sistim pembuangan dari bangunan dan pelepasan
panas dari bangunan dan sebagainya. Yang ketiga adalah, integrasi penggunaan
sumber daya yang mencakup penggunaan sumber daya alam yang
berkelanjutan. Aplikasi dari ketiga integrasi tersebut, dilakukannya pada
perancangan tempat tinggalnya, seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Aplikasi ketiga integrase pada rumah Ken Yeang

(Sumber gambar : archnet.org)

Menurut Metallinou (2006), pendekatan ekologi pada rancangan arsitektur


atau eko arsitektur bukan merupakan konsep rancangan bangunan hi-tech yang
spesifik, tetapi konsep rancangan bangunan yang menekankan pada suatu
kesadaran dan keberanian sikap untuk memutuskan konsep rancangan
bangunan yang menghargai pentingnya keberlangsungan ekositim di alam.
Pendekatan dan konsep rancangan arsitektur seperti ini diharapkan mampu
melindungi alam dan ekosistim didalamnya dari kerusakan yang lebih parah,
dan juga dapat menciptakan kenyamanan bagi penghuninya secara fisik, sosial
dan ekonomi.

Pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur, Heinz Frick (1998),


berpendapat bahwa, eko-arsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya
terjadi dalam arsitektur, karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai
standar atau ukuran baku. Namun mencakup keselarasan antara manusia dan
alam. Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam, sosio-kultural,
ruang dan teknik bangunan. Ini menunjukan bahwa eko arsitekur bersifat
kompleks, padat dan vital. Eko-arsitektur mengandung bagian bagian arsitektur
biologis (kemanusiaan dan kesehatan), arsitektur surya, arsitektur bionik
(teknik sipil dan konstruksi bagi kesehatan), serta biologi pembangunan. Oleh
karena itu eko arsitektur adalah istilah holistik yang sangat luas dan
mengandung semua bidang.
Gambar 2.2. Perbandingan siklus energi, materi pada rumah biasa dan rumah
ekologis

(Sumber gambar : Heinz Frick,1998)

Mendekati masalah perancangan arsitektur dengan konsep ekologi, berarti


ditujukan pada pengelolaan tanah, air dan udara untuk keberlangsungan
ekosistem. Efisiensi penggunaan sumber daya alam tak terperbarui (energi)
dengan mengupayakan energi alternatif (solar, angin, air, bio). Menggunakan
sumber daya alam terperbarui dengan konsep siklus tertutup, daur ulang dan
hemat energi mulai pengambilan dari alam sampai pada penggunaan kembali,
penyesuaian terhadap lingkungan sekitar, iklim, sosialbudaya, dan ekonomi.
Keselarasan dengan perilaku alam, dapat dicapai dengan konsep perancangan
arsitektur yang kontekstual, yaitu pengolahan perancangan tapak dan bangunan
yang sesuai potensi setempat. termasuk topografi, vegetasi dan kondisi alam
lainnya.

Material yang dipilih harus dipertimbangkan hemat energi mulai dari


pemanfaatan sebagai sumber daya alam sampai pada penggunaan di bangunan
dan memungkinkan daur ulang (berkelanjutan) dan limbah yang dapat sesuai
dengan siklus di alam. Konservasi sumberdaya alam dan keberlangsungan
siklus-siklus ekosistim di alam, pemilihan dan pemanfaatan bahan bangunan
dengan menekankan pada daur ulang, kesehatan penghuni dan dampak pada
alam sekitarnya, energi yang efisien, dan mempertahankan potensi setempat.
Keselarasan rancangan arsitektur dengan alam juga harus dapat menjaga
kelestarian alam, baik vegetasi setempat maupun mahluk hidup lainnya, dengan
memperluas area hijau yang diharapkan dapat meningkatkan penyerapan CO2
yang dihasilkan kegiatan manusia, dan melestarikan habitat mahluk hidup lain.
Ukuran kenyamanan penghuni secara fisik, sosial dan ekonomi, dicapai
melalui : penggunaan sistim-sistim dalam bangunan yang alamiah, ditekankan
pada sistim-sistim pasif, pengendalian iklim dan keselarasan dengan
lingkungannya. Bentuk dan orientasi bangunan didasarkan pada selaras dengan
alam sekitarnya, kebutuhan penghuni dan iklim, tidak mengarah pada bentuk
bangunan atau style tertentu, tetapi mencapai keselarasan dengan alam dan
kenyamanan penghuni dipecahkan secara teknis dan ilmiah.

Untuk mendapatkan hasil rancangan yang mampu selaras dan sesuai dengan
perilaku alam, maka semua keputusan dari konsep perancangan harus melalui
analisis secara teknis dan ilmiah Pemikiran dan pertimbangan yang dilakukan
memerlukan pemikiran yang interdisiplin dan holistic karena sangat kompleks
dan mencakup berbagai macam keilmuan.
Gambar 2.3. Integrasi sistim di alam dan sistim bangunan

(Sumber gambar: Google Image)

Mendekati masalah perancangan arsitektur dengan konsep


ekologi, berarti ditujukan pada pengelolaan tanah, air dan udara untuk
keberlangsungan ekosistim. Efisiensi penggunaan sumber daya alam tak
terperbarui (energi) dengan mengupayakan energi alternatif (solar,
angin, air, bio). Menggunakan sumber daya alam terperbarui dengan
konsep siklus tertutup, daur ulang dan hemat energi mulai pengambilan
dari alam sampai pada penggunaan kembali, penyesuaian terhadap
lingkungan sekitar, iklim, sosialbudaya, dan ekonomi. Keselarasan
dengan perilaku alam, dapat dicapai dengan konsep perancangan
arsitektur yang kontekstual, yaitu pengolahan perancangan tapak dan
bangunan yang sesuai potensi setempat. termasuk topografi, vegetasi
dan kondisi alam lainnya.

Material yang dipilih harus dipertimbangkan hemat energi mulai


dari pemanfaatan sebagai sumber daya alam sampai pada penggunaan di
bangunan dan memungkinkan daur ulang (berkelanjutan) dan limbah
yang dapat sesuai dengan siklus di alam. Konservasi sumberdaya alam
dan keberlangsungan siklus-siklus ekosistim di alam, pemilihan dan
pemanfaatan bahan bangunan dengan menekankan pada daur ulang,
kesehatan penghuni dan dampak pada alam sekitarnya, energi yang
efisien, dan mempertahankan potensi setempat. Keselarasan rancangan
arsitektur dengan alam juga harus dapat menjaga kelestarian alam, baik
vegetasi setempat maupun mahluk hidup lainnya, dengan memperluas
area hijau yang diharapkan dapat meningkatkan penyerapan CO2 yang
dihasilkan kegiatan manusia, dan melestarikan habitat mahluk hidup lain.

Ukuran kenyamanan penghuni secara fisik, sosial dan ekonomi,


dicapai melalui :
penggunaan sistim-sistim dalam bangunan yang alamiah,
ditekankan pada sistim-sistim pasif, pengendalian iklim dan keselarasan
dengan lingkungannya. Bentuk dan orientasi bangunan didasarkan pada
selaras dengan alam sekitarnya, kebutuhan penghuni dan iklim, tidak
mengarah pada bentuk bangunan atau style tertentu, tetapi mencapai
keselarasan dengan alam dan kenyamanan penghuni dipecahkan secara
teknis dan ilmiah.

Untuk mendapatkan hasil rancangan yang mampu selaras dan


sesuai dengan perilaku alam, maka semua keputusan dari konsep
perancangan harus melalui analisis secara teknis dan ilmiah Pemikiran
dan pertimbangan yang dilakukan memerlukan pemikiran yang
interdisiplin dan holistic karena sangat kompleks dan mencakup berbagai
macam keilmuan.
Gambar 5: Integrasi sistim di alam dan sistim bangunan
Sumber: Google Image

Dari berbagai pendapat pada perancangan arsitektur dengan


pendekatan ekologi, pada intinya adalah, mendekati masalah
perancangan arsitektur dengan menekankan pada keselarasan bangunan
dengan perilaku alam, mulai dari tahap pendirian sampai usia bangunan
habis. Bangunan sebagai pelindung manusia yang ketiga harus nyaman
bagi penghuni, selaras dengan perilaku alam, efisien dalam
memanfatkan sumber daya alam, ramah terhadap alam. Sehingga
perencanaannya perlu memprediksi kemungkinankemungkinan ketidak
selarasan dengan alam yang akan timbul dimasa bangunan didirikan,
beroperasi sampai tidak digunakan, terutama dari penggunaan energi,
pembuangan limbah dari sistim-sistim yang digunakan dalam
bangunan. Semua keputusan yang diambil harus melalui pertimbangan
secara teknis dan ilmiah yang holistik dan interdisipliner. Tujuan
perancangan arsitektur melalui pendekatan arsitektur adalah upaya ikut
menjaga keselarasan bangunan rancangan manusia dengan alam untuk
jangka waktu yang panjang. Keselarasan ini tercapai melalui kaitan dan
kesatuan antara kondisi alam, waktu, ruang dan kegiatan manusia yang
menuntut perkembangan teknologi yang mempertimbangkan nilai-kilai
ekologi, dan merupakan suatu upaya yang berkelanjutan.

Dari berbagai pendapat pada perancangan arsitektur dengan pendekatan


ekologi, pada intinya adalah, mendekati masalah perancangan arsitektur dengan
menekankan pada keselarasan bangunan dengan perilaku alam, mulai dari
tahap pendirian sampai usia bangunan habis. Bangunan sebagai pelindung
manusia yang ketiga harus nyaman bagi penghuni, selaras dengan perilaku
alam, efisien dalam memanfatkan sumber daya alam, ramah terhadap alam.
Sehingga perencanaannya perlu memprediksi kemungkinankemungkinan
ketidak selarasan dengan alam yang akan timbul dimasa bangunan didirikan,
beroperasi sampai tidak digunakan, terutama dari penggunaan energi,
pembuangan limbah dari sistim-sistim yang digunakan dalam bangunan.
Semua keputusan yang diambil harus melalui pertimbangan secara teknis dan
ilmiah yang holistik dan interdisipliner.

2.5.Kriteria –Kriteria Bangunan Sehat dan Ekologis


Berikut ini adalah kriteria bangunan sehat dan ekologis berdasarkan
buku arsitektur ekologis versi Heinz Frick, antara lain :
1. Menciptakan kawasan hijau diantara kawasan bangunan.
Tujuan dari diciptakannya kawasan hijau adalah sebagai salah satu
upaya untuk mencegah global warming . Berikut adalah contoh
sebagai bentuk menciptakan kawasan hijau disekitar kawasan
pembangunan :
a. Menciptakan taman ekologis disekitar bangunan
Taman ekologis berfungsi sebagai salah satu pencegahan global
warming dan juga sebagai view yang menarik bagi siapa saja
yang melihat. Prinsip-prinsip pembangunan taman ekologis
yang dapat diterapkan:
 Pembentukan jalan setapak dengan bentuk yang beraneka
ragam
 Penciptaan sudut yang nyaman, sejuk serta teduh
 Menggunakan penghijauan pada pagar atau dinding taman
 Pemilihan tanaman tertentu
 Pemilihan tanaman yang sesuai dengan tempat dan mudah
dalam perawatannya.
b. Urban Farming ( urban agriculture)
Urban farming merupakan cara untuk penghiajuan sekitar
bangunan fungsi dari urban farming yaitu untuk :
 mengurangi pemansan global
 menciptakan view yang menarik
 memperbaiki kesuburan tanah
 penghematan karena bahan makanan nabati dapat dihaslkan
sendiri
2. Memilih tapak bangunan yang sesuai.
Tapak yang digunakan sesuai dengan proyek yang dihasilkan, tetapi
tetap dengan melihat kesinambungan antara lingkungan dan
gedung. Pada lahan yang akan digunakan untuk membangun sebuah
gedung, Berikut adalah hal-hal yang sebaiknya diperhatikan dalam
membangun sebuah bangunan :
• hal pertama yang seharusnya dipertimbangkan adalah
apakah kesuburan tanah itu dapat dibuat tandus oleh
gedung. Tanah yang sangat subur sebaiknya dipertahankan
sebagai lahan tanaman dan bukan digunakan sebagai
tempat parkir, lahan bangunan ataupun jalan.
• hal kedua kedahan lahan yang ditumbuhi oleh tanaman
yang sudah ada misalnya pohon peneduh, semak, dan
bunga sebaiknya tanaman tersebut dipertahankan sebanyak
mungkin.
 hal ketiga adalah pertimbangkan tanaman yang akan
direalisasikan.
3. Menggunakan bahan bangunan buatan lokal.
Sekarang ini mulai banyak perkembangan bahan bangunan,
munculnya pekembangan bahan bangunan dikarenakan adanya
kesadaran masyarakat terhadap ekologi lingkungan dan fisika
bangunan. Bahan bangunan yang alami tidak mengandung zat yang
dapat merusak kesehatan manusia maka berikut ini merupakam
penggolongan bahan bangunan menurut bahan mentah dan tingkat
transformasinya :
Bahan banguan yang ekologis seharusnya memenuhi syarat-syarat
berikut :
1. Produksi bahan banguanan menggunakan energis sesedikit
mungkin.
2. Tidak mengalami perubahan bahan yang dapat
dikembalikan ke alam.
3. Eksploitasi, pembuatan (produksi), penggunaan bahan
bangunan sesedikit mungkin mencemari lingkungan.
4. Bahan bangunan berasal dari sumber lokal.
4. Menggunakan ventilasi alam dalam bangunan.
Ventilasi berfungsi untuk pertukaran udara, hal yang berkaiatan
dengan arsitektur ekologis tentunya yang berkaiatan dengan unsur
alam salah satunya yaitu penggunaan ventilasi dari alam. ventilasi
berkaitan dengan kualitas di dalam ruangan. 2 hal yang berkaitan
dengan kualitas udara yaitu penghawaan dan pencahayaan,
penghawaan oleh angin dan pencahayaan oleh sinar matahari.
5. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang
mampu mengalirkan uap air.
Permukaan dinding dan lapisan langit – langit ruang termasuk dalam
upaya penghijauan rumah . upaya untuk penghijauan dilakukan
untuk mengatur tata air, suhu, pencemaran udara dan juga unntuk
perlindungan terhadap lingkungan sekitar.
6. Menjamin bahwa bangunan tidak menimbulkan permasalahan
lingkungan.
Bangunan yang baik adalah bangunan yang tidak merugikan
lingkungan. Memang saat bangunan tersebut dibangun sudah
mengurangi komunitas hewan yang sebelumnya ada di lahan
tersebut, tetapi kita sebagai manusia yang bijak dan peduli akan
lingkungan seharusnya mengganti lahan yang menjadi komunitas
mereka dengan cara melakukan penghijauan disekitar bangunan .
berbagai macam cara yang digunakan yaitu:
1. Melakukan penghijauana pada bangunan
2. Mendesain taman
7. Menggunakan energi terbarukan.
Energi terbarukan merupakan energi yang dapat dihasilkan sendiri.
8. Menciptakan bangunan yang dapat digunakan semua umur.
Bangunan yang baik merupakan bangunan yang dapat digunakan
disegala usia baik anak-anak mauapun orang tua, selain itu
digunakan juga bagi orang yang cacat tubuh, orang sakit, maupun
orang dewasa yang sehat misalnya diberikan jalur bagi mereka yang
menggunakan kursi roda. Banyak bangunan saat ini yang tidak
memperhatikan hal – hal tersebut antara lain perbedaan tingi lantai
yang menyusahkan orang yang sudah tua maupun anak-anak, tanda
orientasi ruang kurang jelas, tidak ada kursi untuk beristirahat, dan
masih banyak lagi.
I. Menciptakan kawasan hijau di antara kawasan bangunan
Tujuan dari diciptakannya kawasan hijau adalah sebagai salah satu
upaya untuk mencegah global warming . Berikut adalah contoh
sebagai bentuk menciptakan kawasan hijau disekitar kawasan
pembangunan :
a. Menciptakan taman ekologis disekitar bangunan
Taman ekologis berfungsi sebagai salah satu pencegahan
global warming dan juga sebagai view yang menarik bagi siapa
saja yang melihat .
Prinsip- prinsip-prinsip pembangunan taman ekologis
yang dapat diterpakan:
1. Pembentukan jalan setapak dengan bentuk yang beraneka
ragam
2. Penciptaan sudut yang nyaman, sejuk serta teduh
3. Menggunakan penghijauan pada pagar atau dinding taman
4. Pemilihan tanaman tertentu
5. Pemilihan tanaman yang sesuai dengan tempat dan mudah
dalam perawatannya.
b. Urban Farming ( urban agriculture)
Urban farming merupakan cara untuk penghiajuan sekitar
bangunan fungsi dari urban farming yaitu untuk
1. mengurangi pemansan global,
2. menciptakan view yang menarik
3. memperbaiki kesuburan tanah
4. penghematan karena bahan makanan nabati dapat dihaslkan
sendiri
Berikut 2 contoh pengaplikasian urban farming yang dapat
diterapkan :
1. Kebun sayur oragnik yang berada di lahan yang luas:
Kebun sayur organik ini menggunakan pergiliran atau rotasi
tanama untuk melestarikan keseimbangan alam , misalnya :
a) Bagian 1 : buncis, selesdri, cabe dan kacang
Fungsi : sebagai pemupuk tanah
b) Bagian 2 : tomat, jagung ,selada
Fungsi : sebagai penguras tanah lebat
c) Bagian 3 : bawang merah, bwang putih dan wortel
Fungsi : sebagai penguras tanah ringan
d) Bagian 4 : kentang
Fungsi : sebagai penggembur tanah

Gambar 6: Kebun sayur organic di kota


Sumber: Frick, 2006

2. Kebun sayur oragnik yang berada di lahan yang sempit :


Kebun sayur organik ini berada di dalam kota dengan lahan yang
terbatas maka pengolahan lahan tidak sempurna seperti kebun
organik yang berada di lahan yang luas. Berikut adalah
pembagian lahan tanaman pada kebun organik dilahan terbatas:
1. Bagian 1 : petak tanaman rendah yang menghasilkan sayur say 2.
Bagian 2 : petak tanaman tinggi untuk pekerjaan menabur biji adan
memindahkan bibit
3. Bagian 3 : semak buh yang tahan lama
4. Bagian 4 : kerangka untuk tanaman merambaturan sehari-hari
Gambar 7: Lahan tanaman kebun organic di lahan terbatas
Sumber: Frick, 2006

II. Memilih tapak bangunan yang sesuai dengan perencanaan yang


berkarakter ekologis
Tapak yang digunakan sesuai dengan proyek yang dihasilkan ,
tetapi tetap dengan melihat kesinambungan antara lingkungan dan
gedung. Pada lahan yang akan digunakan untuk membangun
sebuah gedung ,
Berikut adalah hal – hal yang sebaiknya diperhatikan dalam
membangun sebuah bangunan :
1. hal pertama yang seharusnya dipertimbangkan adalah apakah
kesuburan tanah itu dapat dibuat tandus oleh gedung. Tanah yang
sangat subur sebaiknya dipertahankan sebagai lahan tanaman dan
bukan digunakan sebagai tempat parkir, lahan bangunan ataupun
jalan.kedua.
2. hal kedua kedahan lahan yang ditumbuhi oleh tanaman yang
sudah ada misalnya pohon peneduh, semak, dan bunga sebaiknya
tanaman tersebut dipertahankan sebanyak mungkin.
3. Hal ketiga adalah pertimbangkan tanaman yang akan
direalisasikan.
III. Menggunakan bahan bangunan buatan lokal
Sekarang ini mulai banyak perkembangan bahan bangunan
,munculnya pekembangan bahan bangunan dikarenakan adanya
kesadaran masyarakat terhadap ekologi lingkungan dan fisika
bangunan. Bahan bangunan yang alami tidak mengandung zat yang
dapat merusak kesehatan manusiamaka berikut ini merupakam
penggolongan bahan bangunan menurut bahan mentah dan tingkat
transformasinya :

abel 3.1. penggolongan bahan bangunan menurut bahan mentah dan


tingkat transformasinya.

Penggolongan ekologis Contoh Bahan bangunan

Bahan bangunan yang regneratif Kayu, bambu, rotan, rumbia,

alang-ang, serabut kepa, kulit

kayu, kapas ,kapuk, kulit

binatang dan wol

Bahan bangunan yang dapat digunakan Tanah, tanah liat, lempung, tras,

kembali kapur, batukali, batu alam.

Bahan bangunan recyaling Limbah, potongan, sampah,


ampas, bahan kemasan, serbuk

kayu, potongan kaca.

Bahan bangunan aklam yang Batumerah, genting tanah liat,

mengalami tranformasis sederhana batako, conblok, logam, kaca ,

semen

Bahan bangunan alam alam yang Plastik, Bahan Sintesis


mengalami beberapa tingkat perubahan

transformasi

Bahan banguann komposit Beton bertulang, pelat serat

semen, beton komposit, cat

kimia, perekat.

Sumber: Frick, Heinz., dan Tri Hesti M., (2006), Arsitektur

Ekologis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Bahan banguan yang ekologis seharusnya memenuhi syarat-syarat


berikut :
1. Produksi bahan banguanan menggunakan energis esedikit
mungkin.
2. Tidak mengalami perubahan bahan yang dapat dikembalikan
ke alam.
3. Eksploitasi , pembuatan (produksi), penggunaan bahan
bangunan sesedikit mungkin mencemari lingkungan.
4. Bahan bangunan berasal dari sumber lokal.

IV. Menggunakan ventilasi alam dalam bangunan

Ventilasi berfungsi untuk pertukaran udara . uahl yang


berkaiatan dengan arsitektur ekologis tentunya yang berkaiatan
dengan unsur alam salah satunya yaitu penggunaan ventilasi dari
alam. ventilasi berkaitan dengan kualitas di dalam ruangan . 2 hal
yang berkaitan dengan kualitas udara yaitu penghawaan dan
pencahayaan . penhawaana oleh angin dan pencahayaan oleh sinar
matahari . berikut ini adalah penjelasan tentang kualitas dalam
ruangan yang baik dan benar beradsaarkan buku arsitektur
ekologis versi heinz frick .
1. Penghawaan

Pada daerah yang beriklim tropis kelembapan udara dan suhu


juga tinggi .angin sedikit bertiup dengan arah yang
berlawanan pada musim hujan dan musim kemarau..pengaruh
angin dan lintasan matahari terhadap bangunan dapat
dimanfaatkan dengan
a) gedung yang dibuat secraa terbuka dengan jarak yang
cukup diantara bangunan tersebut agar gerak udara
terjamin
b) .orientasi banguanan ditempatkan diantara lintasan
matahari dan angin sebagai kompromi antara letak
gedung berarah dari timur ke barat, dan yang terletak
tegak lurus terhadap arah angin ,
c) gedung yang baik sebaiknya berbentuk persegi
panjang yang nantinya berguna untuk ventilasi silang

d) ruang disekitar bngunan sebaiknya dilengkapi pohon


peneduh.
e) menyiasaka minimal 30% lahan banguanan terbuka
untuk penghijauan dan tanaman

2. Pencahayaan
Cahaya sangat penting bagi makhluk hidup , terutama
untuk manusia , cahaya digunakan untuk megenali
lingkungan sekitar dan juga untuk menjalankan aktivitas.
a) Cahaya dari permukaaan atap dan dinding
Cahaya berasal dari sinar matahari yang masuk ke
dalam ruangan melalui lubang atap dan / atau lubang
dinding. Berbgai macam variasi bentuk tergantung
dari bentuk dan arah matahari terhadap bangunan itu
sendiri . pelubangan bangunan untuk cahaya alam
berdampak pada kesilauan bila bentuk dan arah lubang
tidak tepat dalam pengguanaanya.

b) Perlindungan terhadap silau matahari


Intensitas matahari terkadang juga berlebihan , cahaya
yang berlebihan menyaebabkan silau . silau akibat
sinar matahri yang berlebihan akan menyebakan
ketidaknyamanan visual dan dapat melelahkan mata .
Untuk mengatasi hal tersebut berbagai macam cara
untuk menghindari atau mengurangi silau tersebut
menurut buku dasar-dasar arsitektur ekologis heinz
frick adalah:

1) Penyediaan selasar disamping bangunan


2) Pembuatan atap tritisan atau pemberian
sirip/kanopi pada jendela
3. Pewarnaan

Masing –masing warna memiliki ciri khusus yaitu :

a) Sifat warna
b) Sifat cahaya (intensitas cahaya yang refleksi)
c) Kejenuhan warna (intensitas sifat warna)

Warna memilki sifat-sifat terntentu, warna tidak hanya


berpengaruh pada kenyamanan manusia, tetapi juga
berpengaruh pada suasan dan kesan pada suatu ruang,
berikut adalah berbagai macam warna yang berpengaruh
pda manusia:

1) Kuning: Menunjukan pengalaman dasar psikis: matahari


dan kehangatan, pemancaran, berarti : terang,
cerah,lincah, meluaskan kesadaran
2) Orange Berati : menanti, mengubah,
menggembirakan, menguatkan.
3) Merah Berati : kuat, berapi –api,
merangsang, menggairahkan.

4) Ungu :Agung. Memurnikan, gaib .

5) Merah bungur :Agung, luhur, khidmat


6) Biru: Ketenangan , dingin, sepi,
memengakan ,memantapka , pasif.

7) Pirus: Kreatif, komunikatif, teknis,jelas.

8) Hijau: Pasif, alamiah, menengakan ,


melepaskan, damai, menyelaraskan.

9) Cokelat: Konservatif, tanah berbobot, pasrah

10) Abu-abu: Sedih, pasif, diam .

11) Hitam: Sedih, suram, sepi

12) Putih: Ternag, bersih, dingin

13) Kuning muda: Lembut, tentram, hangat, terang.

14) Merah muda kekuningan: Tentram, lembut,


berkasihan, bersuasana damai.
15) Biru muda: Halus, sejuk, surgawi

16) Hijau kekuningan: Lembut,


terlindung,menggairahkan,mel
epaskan.
Letak warna dalam suatu ruang mempunyai arti yang
bermacam-macam , karena peletakan warna itu sendiri
ebrada ditempat yang berbeda yaitu berada pada lantai,
dinding ata langit-langit. Berikut ini adalah contoh warna
yang berada pada bagian terntentu dan arti dari warna itu
sendiri.

1) Putih
Pada lantai : menolak bersentuhan

Pada dinding : memperkuat kontras, bersifat netral

Pada langit-langit : kosong, hampa

2) Merah muda kekuningan


Pada lantai : mengakatkan (berkesan ringan)

Pada dinding : menggiatkan, menggairahkan

Pada langit-langit : merangsang, metal

3) Pirus
Pada lantai : merangsang, bergerak jalan

Pada lantai : sejuk, membaewa meluaskan kesadaran

Pada langit-langit : mencerahkan , meningkatkan

4) Kayu alamiah (coklat)


Pada lantai : hangat berciri khas tanah

Pada dinding : menyenangkan , nyaman

Pada langit – langit : mempengapkan, menggelapkan.


V. Menggunakan energi terbarukan

Energi terbarukan merupakan energi yang dapat dihasilkan


sendiri .berikut ini adalah beberapa macam alat yang adapa t
digunakan untuk meciptakan energi snediri yang diambil dari
buku arsitektur ekologis jilid 2 heinz frick hal 142

1. Energi surya

Tabel 3.2. Tabel Energi Kolektor Surya

No Kolektor surya Daya kerja Penyimpanan

1 Menghasilkan uap Dengan menggunakan


(untuk mesin uap, alat penyimpanan
yang membangkitkan panas, dengan bahan
listrik),memasak, air pelarut (air)atau
panas untuk mencuci, massa(batu-batuan)
mesin pendingin
absorbsi.

2 Menghasilkan air Dengan menggunakan


panas untuk mandi dan alat penyimpan panas,
mencuci, dengan bahan pelarut
menghasilkan udara (air) atau massa (batu-
panas. batuan)

Sumber: Frick, Heinz., dan Tri Hesti M., (2006),


Arsitektur Ekologis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Tabel 3.3. Tabel Energi Sel Surya

No Sel surya Daya kerja Penyimpanan

1 Membangkitkan listrik Tenaga listrik sulit


12 V arus searah disimpan, kecuali
(dengan dengan mengisis aki
mengguanakan perata (biasanya 12 V arus
arus dan transformer searah.
terdapat 220 V arus
bolak balik)

Sumber: Frick, Heinz., dan Tri Hesti M., (2006),


Arsitektur Ekologis, Penerbit Kanisius,Yogyakarta

2. Energi air

Energi air secara tradisional digunakan kincir air

a) Dengan pukulan ke atas

b) Dengan pukulan bawah

c) Untuk membangkitakan listrik iguanaakn turbin


3. Energi angin

Energi angin dapat dimanfaatkan dengan menggunakan


kincir angin sesuai kebutuhan tenaga. Energi geotermal
memanfaatkan panas bumi untuk menghasilkan uap yang
dapat digunakan untuk membangkitkan tenaga .
pembangkit listrik dengan menggunakab panas
(uap)merupakan sistem yang kurang efisien (faktor
efisiensi< 27%)

VI. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang


mampu mengalirkan uap air.

Permukaan dinding dan lapisan langit – langit ruang


termasuk dalam upaya penghijauan rumah . upaya untuk
penghijauan dilakukan untuk mengatur tata air, suhu,
pencemaran udara dan juga unntuk perlindungan terhadap
lingkungan sekitar. Menurut buku eckb ,1964 dan fakuaea,1987
yang ditulis dalam buku arsitektur ekologis hal 108 fungsi
penghijauan pada dinding dan atap rumah adalah sebagai
berikut :

1. Tanaman sebagai penghijauan rumah dalam


pertumbuhannya menghasilkan O2 yang diperlukan bagi
makhluk hidup untuk bernapas.

2. Sebagai pengtaur lingkungan (mikro), vegetasi akan


menimbulkan hawa lingkungan setempat sejuk,nyaman
dan segar.
3. Pencipta lingkungan hidup (ekologis). Penghijauan dapat
menciptakan ruang hidup bagi makhluk hidup di alam.
Penyeimbangan alam (adaptis) merupakan pembentukan
tempat-tempat hidup bagi stawa yang hidup disekitarnya
4. Perlindungan (protektif) terhadap kondisi fisik alami
sekitarnya (air hujan, angin kencang dan terik matahari)

5. Keindahan (estetika) . dengan terdapatnya unsur-unsur


penghijauan yang direncanakan secara akan menciptakan
kenyamanana visual.

6. Kesehatan (hygiene), untuk terapi mata karena


penghijauan mengikat gas dan debu.

7. Mengurangi kebisisngan di dalam gedung, terutamam pada


atap bertanam yang menambah bobot (massa) sebagai
penanggulangna suara/bising.

8. Rekreasi dan pendididkan (edukatif). Jalur hijau dengan


aneka vegetasi mengandung nilai-nilai ilmiah

9. Sosial politik ekonomi.

VII. Menjamin bahwa bangunan tidak menimbulkan permasalahn


lingkungan

Bangunan yang baik adalah bangunan yang tidak merugikan


lingkunagan . memang saat banguanan tersebut dibangun sudah
mengurangi komunitas hewan yang sebelumnya ada dilahan
tersebut . tetapi kita sebagai manusia yang bijak adan peduli
akan lingkungan seharusnya mengaganti lahan yang menjadi
komunitas mereka dengan cara melakukan penghijauan
disekitar bangunan . berbagai macam cara yang digunakan
yaitu:
1. Melakuakan penghijauana pada bangunan

2. Mendesain taman

VIII. Menciptakan bangunan bebas hamtan (dapat digunakan semua


umur) Banguan yang baik merupakan bangunan yang dapat
digunakan disegala usia baik anak-anak mauapun orang tua ,
selain itu diguanakan juga bagi orang yang cacat tubuh,orang
sakit , maupun orang dewasa yang sehat misalnya diberikan
jalur bagi mereka yang menggunakan kursi roda .banyak
hambatan bagi bangunan saat ini yang tidak memperhatikan hal
– hal tersebut antara lain perbedaan tingi lantai yang
emnyusahkan orang yang sangat tua maupun anak-anak , taanda
orientasi ruang kurang jelas, tidak ada kursi untuk beristiarhata,
dan masih banyak lagi .

Berikut ini adalaha prinsip –prinsip banguanan diambil


dari frick, heinz/widmer, petra. Membangun, membentuk,
menghuni. Yogyakarta: kanisius, 2006.halaman 51-53:

1. Pilihlah perlengkapan yang bebas hambatan jika biaya


tidak lebih mahal daripada pelrengkapan yang tidak
bebeas hambatan .
2. Dalam gedung umum, hindarilah konstruksi tangga. Jika
harus dibuat tangga, pilih tangga yang lurus dilengkapi
dengan jalan landai <8% atau lift.
3. Lebar semua pintu harus memadai kebutuhan kursi roda (>80
cm)
4. Sediakan cukup banyak tempat yang ebbas hambatan
sehingga kursi roda dapat dikemudikan dan dilangsir
dengan mudah.
5. Ukuran huruf pada tulisan informasi harus jelas dibaca,
pemasangannya setinggi mata manusia , dengan
penerangan yangs esuai dengan kemampuan orang yang
melihatnya (juga yang kemah penglihatannya)
6. Semua leemn pelayanan pada telepon umum,lift dan
sebagainya harus dipasang pada tinggi yang optimal
7. Kamar mandi/ wc dibentuk sedemikian rupasehingga dapat
digunakan sendiri oleh pengguna kursi roda tanpa bantuan
orang lain.

8. Pintu sorong dapat dibuka lebih mudah oleh pengguan


kursi roda dibandingkan dengan pintu sayap biasa .

2.6 Prinsip Ekologi dalam Perancangan Arsitektur


Arsitektur ekologi merupakan perancangan arsitektur yang ekologis atau biasa disebut
dengan arsitektur yang berwawasan lingkungan. Proses pendesainan dilakukan dengan
pendekatan dengan alam, alam sebagai dasar dalam desain si arsitek. Proses
pendekatan ini menggabungkan teknologi dengan alam. menggunakan alam sebagai
basis design, strategi konservasi, perbaikan lingkungan, dan bisa diterapkan pada
semua tingkatan dan skala untuk menghasilkan suatu bentuk bangunan, lansekap,
permukiman dan kota yang revolusioner dengan menerapkan teknologi dalam
perancangannya. Perwujudan dari desain ekologi arsitektur adalah bangunan yang
berwawasan lingkungan yang sering disebut dengan green building.
Ada 3 buah prinsip ekologi arsitektur yang sangat berpengaruh terhadap
bangunan ekologi yaitu,
1. Flutuasi (Flutuation)
Prinsip flutuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan sebagai
tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Dalam hal ini bangunan harus
dapat mencerminkan proses alami yang terjadi di lokasi dan tidak menganggap suatu
penyajian berasal dari proses melainkan proses benar-benar dianggap sebagai proses.
Flutuasi juga bertujuan agar manusia dapat merasakan hubungan atau koneksi dengan
kenyataan yang terjadi pada lokasi tersebut. Jadi, flutuasi dapat diartikan bila seorang
perancang akan membangun di suatu tempat, perancang tersebut harus merancang
bangunan tanpa merusak lahan sekitar.
2. Stratifikasi (Stratifiction)
Stratifikasi bermaksud untuk memunculkan interaksi dari perbedaan bagian-
bagian dan tingkat-tingkat, bermaksud untuk melihat interaksi antara bangunan dan
lingkungan sekitar.
3.Saling Ketergantungan ( Interdependence )
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah
hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak
dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan
bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur bangunan. Contoh dsri prinsip
misalkan pada suatu bangunan, kita dapat mengimbangi antara lahan yang terbangun
dan tidak terbangun (KDB) sehingga tidak semua lahan tertutup dengan bangunan dan
tidak menyebabkan air susah untuk masuk ke dalam tanah. Maka dari itu prinsip saling
ketergantungan dari masalah ini yatu bangunan tidak akan merasa sesak dan panas
karena tidak adanya lahan hijau, dan tanah pun juga tidak akan mengalami kerusakan
karena air masuk ke dalam tanah dengan lancar dan tidak akan menyebabkan banjir.

DASAR-DASAR EKOLOGI ARSITEKUR

1. HOLISTIK
Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai satu
kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar kumpulan bagian. Eko-Arsitektur
mengandung bagian-bagian; arsitektur biologis (arsitektur kemnusiaan yang
memperhatikan kesehatan), arsitektur alternatif, arsitektur matahari (dengan
memanfaatkan energi surya), arsitektur bionic (teknik sipil dan konstruksi yang
memperhatikan kesehatan manusia), serta biologi pembangunan. Maka istilah eko-
arsitektur adalah istilah holistik yang sangat luas dan mengandung semua bidang.

2. MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN

Penggunaan material-material yang ramah lingkungan akan sangat bermanfaat bagi


alam dan manusia. Membuat keseimbangan yang sangat baik. Seorang arsitek tidak
bisa mengesampingkan bahan atau material yang akan digunakan karena sangat
berpengaruh terhadap alam, mulai dari dampak yang akan terjadi jika menggunakan
bahan yang akan merusak alam di masa depan.

Gambar : Material Bambu Ramah Lingkungan

Sumber : https://cari-kos.com/blog/bambu-material-alternatif-yang-ramah-
lingkungan/
Adapun prinsip-prinsip ekologis dalam penggunaan bahan bangunan :

• Menggunakan bahan baku, energi, dan air seminimal mungkin.

• Semakin kecil kebutuhan energi pada produksi dan transportasi, semakin kecil
pula limbah yang dihasilkan.

• Bahan-bahan yang tidak seharusnya digunakan sebaiknya diabaikan.

• Bahan bangunan diproduksi dan dipakai sedemikian rupa sehingga dapat


dikembalikan kedalam rantai bahan (didaur ulang).

• Menggunakan bahan bangunan harus menghindari penggunaan bahan yang


berbahaya (logam berat, chlor).

• Bahan yang dipakai harus kuat dan tahan lama.

• Bahan bangunan atau bagian bangunan harus mudah diperbaiki dan diganti.

3. HEMAT ENERGI

Penggunaan bahan energi yang semakin mengkhawatirkan. Manusia cenderung


memanfaatkan energi yang tidak dapat diperbaharui. Penggunaan energi untuk seluruh
dunia diperkirakan 3×1014 MW per tahun, yang berarti bahwa bahaya bagi manusia
bukan hanya terletak pada kekurangan energi tetapi juga pada kebanyakan energi yang
dibakar dan mengakibatkan kelebihan karbondioksida di atsmosfer yang mempercepat
efek rumah kaca dan pemanasan global.
Gambar : Efek Dari Rumah Kaca

Sumber : http://dika76309.blogspot.com/2015/02/efek-rumah-kaca.html

4. PEKA TERHADAP IKLIM

Pengaruh iklim pada bangunan. Bangunan sebaiknya dibuat secara terbuka dengan
jarak yang cukup diantara bangunan tersebut agar gerak udara terjamin. Orientasi
bangunan ditepatkan diantara lintasan matahari dan angin sebagai kompromi antara
letak gedung berarah dari timur ke barat, dan yang terletak tegak lurus terhadap arah
angin. Gedung sebaiknya berbentuk persegi panjang yang menguntungkan penerapan
ventilasi silang.
Gambar : Ventilasi untuk hunian sehat

Sumber : http://www.jual-apartemen.com/blog/4309/mengenal-4-
jenis-sistem-ventilasi-untuk-hunian-sehat/
BAB III

PEMBAHASAN
2.1 Setting

Setting adalah lingkungan dan isinya yang sudah diatur sesuai ketentuan
dimana lokasi atau tempatnya. Menurut Rapoport (1982), setting merupakan
tata letak dari suatu interaksi antara manusia dengan lingkungannya, setting
mencakup lingkungan tempat manusia (komunitas) berada (tanah, air,
ruangan, udara, pohon, dll) yaitu untuk mengetahui tempat dan situasi dengan
apa mereka berhubungan sebab situasi yang berbeda mempunyai tata letak
yang berbeda pula. Dalam konteks ruang, setting dapat dibedakan atas setting
fisik dan setting kegiatan/ aktifitas.
Berdasarkan elemen pembentuknya, setting dapat dibedakan atas
(Rapoport, 1982) :
1. Elemen fixed, merupakan elemen yang pada dasarnya tetap atau
perubahannya jarang. Secara spasial elemen-elemen ini dapat di
organisasikan ke dalam ukuran, lokasi, urutan dan susunan. Tetapi
dalam suatu kasus fenomena, elemen-elemen ini bisa dilengkapi
oleh elemn-elemen yang lain, meliputi : bangunan dan perlengkapan
jalan yang melekat.
2. Elemen semi fixed, merupakan elemen-elemen agak tetap tapi tetap
berkisar dari susunan dan tipe elemen, seperti elemen jalan, tanda
iklan, etalase toko dan elemen-elemen urban lainnya. Perubahannya
cukup cepat dan mudah. Meliputi : PKL, Parkir dan sistem penanda.
3. Elemen non fixed, merupakan elemen yang berhubungan langsung
dengan tingkah laku atau perilaku yang di tujukan oleh manusia itu
sendiri yang selalu tidak tetap, seperti posisi tubuh dan postur tubuh
serta gerak anggota tubuh. Meliputi, pejalan kaki, pergerakan
kendaraan motorise dan non motorise.

Menurut Setiawan (1995) penggunaan istilah setting dipakai dalam


kajian arsitektur lingkungan (fisik) dan perilaku, yang menunjuk pada
hubungan integrasi antara ruang (lingkungan fisik secara spasial)
dengan segala aktivitas individu/sekelompok individu dalam kurun
waktu tertentu.
“The context and environment in which something is set” Dimana
lingkungan dan konteksnya sudah diatur sesuai dengan ketentuan dari
tempatnya berada. Dalam ekologi arsitektur, setting dalam pemecahan
- pemecahan desain yang tumbuh dari tempat itu sendiri diatur
berdasarkan budaya tradisional, pengetahuan lokal, dan peraturan -
peraturan yang berlaku di tempatnya. Prinsip-prinsip keberlanjutan
dalam budaya tradisional dilatar belakangi oleh beberapa tata nilai
ruang Arsitektur Bali. Tata nilai ruang tersebut dapat berpengaruh
dengan alam dimana masyarakat harus tetap bisa mempertahankan
eksistensi alam. Seringkali prinsip-prinsip menghargai dan
menghormati alam kurang dicerminkan karena tuntutan fungsi
bangunan yang lebih mengutamakan kepuasan manusia.
Dalam pemecahan desain ekologi, setting tumbuh dari tempat itu
sendiri dan diatur dari unsur – unsur:
 Lingkungan dan Budaya
Dalam setting perancangan sebuah objek arsitektural harus
bisa menghargai dan menghormati lingkungan sosial budaya
yang ada di sekitar objek. Tidak lupa juga lingkungan juga
mencakup topografi dan unsur unsur yang terdapat dalam
lingkungan tersebut seperti kondisi air, tanah, dan lain-lain.
Gambar 2.4. Kondisi Topografi Suatu Wilayah
(Sumber gambar : petatematikindo.wordpress.com)

 Pengetahuan Lokal
Pengetahuan lokal akan didapatkan dari perkembangan
budaya pada lingkungan sekitar tempat objek itu berada,
kumpulan unsur historis, dan pengetahuan lokal yang
mendasar bagaimana menjaga lingkungan sekitar.

Gambar 2.5. Arsitektur Tradisional Bali sebagai


Pengetahuan Lokal
(Sumber gambar: wacana.co)
 Peraturan yang Berlaku di Tempatnya
Dalam merancang sebuah bangunan, tentunya pemerintah
akan memiliki aturan aturan yang difungsikan sebagai
batasan seorang perancang untuk merancang. Misal ada
peraturan untuk mengharuskan pemilik bangunan untuk
tetap memberikan ruang hijau dalam tapak bangunan yang
diatur dalam Perda (Peraturan Daerah)

Prinsip-prinsip keberlanjutan dalam budaya tradisional dilatar


belakangi oleh beberapa tata nilai ruang Arsitektur Bali. Tata nilai ruang
tersebut dapat berpengaruh dengan alam dimana masyarakat harus tetap
bisa mempertahankan eksistensi alam. Pada objek, prinsip-prinsip
menghargai dan menghormati alam kurang dicerminkan karena tuntutan
fungsi bangunan yang lebih mengutamakan kepuasan manusia.
Dalam pemecahan desain ekologi, setting tumbuh dari tempat itu sendiri
dan diatur dari unsur – unsur:
1. Lingkungan dan Budaya
Dalam setting perancangan sebuah objek arsitektural harus bisa
menghargai dan menghormati lingkungan sosial budaya yang
ada di sekitar objek. Tidak lupa juga lingkungan juga mencakup
topografi dan unsur unsur yang terdapat dalam lingkungan
tersebut seperti kondisi air, tahah, dll.
Gambar 8: Lingkungan dan Budaya
Sumber: Google Image

2. Pengetahuan Lokal
Pengetahuan lokal akan didapatkan dari perkembangan budaya
pada lingkungan sekitar tempat objek itu berada, kumpulan
unsur historis, dan pengetahuan lokal yang mendasar bagai
mana menjaga lingkunga sekitar.

Gambar 9: Pengetahuan Lokal


Sumber: Google Image

3. Peraturan yang Berlaku di Tempatnya


Dalam merancang sebuah bangunan, tentunya pemerintah akan
memiliki aturan aturan yang difungsikan sebagai batasan
seorang perancang untuk merancang. Misal ada peraturan untuk
mengharuskan pemilik bangunan untuk tetap memberikan ruang
hijau dalam tapak bangunan yang diatur dalam Perda (Peraturan
Daerah)

Gambar 10: Perda


Sumber: Google Image

Dalam perancangan bangunan, pemerintah daerah sudah


membuat aturan- aturan yang difungsikan sebagai batasan
dalam perancangan bangunan. Contoh perda yang telah
dikeluarkan yakni :
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali
Tahun 2009-2029
Menimbang : a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan hidup
yang bersifat terbatas dan tidak terperbaharui yang
harus dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai satu
kesatuan ruang dalam tatanan yang dinamis
berlandaskan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh
Agama Hindu sesuai dengan falsafah Tri Hita
Karana;
b. bahwa perkembangan jumlah penduduk yang
membawa konsekuensi pada perkembangan di segala
bidang kehidupan, memerlukan pengaturan tata ruang
agar pemanfaatan dan penggunaan ruang dapat
dilakukan secara maksimal berdasarkan nilai-nilai
budaya;
c. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3
Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Bali yang masa berlakunya sampai dengan
Tahun 2010 sudah tidak sesuai lagi dengan kebijakan
tata ruang nasional sebagaimana diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali;
Peraturan tersebut mengharuskan pemilik bangunan untuk tetap
memberikan ruang alam dalam bentuk ruang hijau dalam tapak bangunan.
(Dikutip dari : Lembaran Peraturan Daerah Provinsi Bali Tahun
2009 Nomor 16).

Gambar 2.5. Contoh Perda Bali tentang maksimal


ketinggian bangunan
2.2 Konteks

Konteks merupakan batasan yang berkaitan erat dengan lokasi sebuah


obyek arsitektural, karena arsitektur bisa didesain sesuai atau tidak dengan
konteks. Konteks penting karena pengguna rancangan adalah mereka yang
terelasikan oleh konteks arsitektural. Konteks arsitektural bisa berarti sejarah,
lokasi, arkeologi maupun ekologi disekitar lokasi arsitektur. Konteks
mendefinisikan hubungan antara arsitektur dan lokasi serta waktu. Baik
disadari ataupun tidak, arsitektur memiliki hubungan dengan keseluruhan
lingkungannya serta selalu memberikan dampak. Arsitektur menjadi penting
menyangkut seberapa jauh perancang mengerti tentang hubungan arsitektur dan
lingkungannya, untuk mengerti konteks adalah langkah awal dari sebuah
desain.

Gambar 11: Konteks arsitektural


Sumber: Google Image
Konteks dapat diartikan sebagai “situation in which an event happens”
(Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2008). Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, konteks dapat diartikan sebagai bagian suatu uraian
atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; situasi
yang ada hubungannya dengan suatu kejadian. Selain itu, terdapat sumber lain
yang mengartikan konteks sebagai “the part of a text or statement that
surrounds a particular word or passage and determines its meaning; the
circumstances in which an event occurs; a setting; discourse that surrounds a
language unit and helps to determine its interpretation” (Context-Definition
of Context by The Free Online Dictionary, Thesaurus and Encyclopedia).
Menurut Anthony C. Antoniades dalam buku Poetics of Architecture:
“Kontekstual merupakan suatu hubungan antara arsitektur dan sitenya,
berkaitan dengan lingkungan sekitarnya dengan memperhatikan kondisi
bangunan sekitar, dimana masyarakat, budaya, area, dan materialnya berasal
dari tempat arsitektur itu akan dibangun” (Anthony C. Antoniades:1992)

Pada teori Gesalt terdiri dari 6 hukum utama yang sering dijumpai yaitu:
a. Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
Hukum ini menjelaskan bahwa benda-benda yang berdekatan akan
saling membentuk satu kesatuan.
b. Hukum Kesamaan (Law of Similiarity)
Hukum ini menjelaskan bahwa benda-benda yang memiliki
kesamaan akan membentuk satu kumpulan bentuk.
c. Hukum Kontinuitas (Law of Good Continuation)
Hukum ini menjelaskan bahwa manusia cenderung
mempersepsikan suatu gerak bentuk yang berkelanjutan dalam
suatu pola yang unik.
d. Hukum Ketertutupan (Law of Closure)
Hukum ini menjelaskan bahwa manusia cenderung akan mengisi
kekosongan pada pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap
dengan mempersepsikannya sebagai suatu bentuk yang lengkap
atau utuh.
e. Hukum Pragnanz (Law of Pragnanz)
Hukum ini menjelaskan bahwa manusia cenderung untuk
menyederhanakan bentuk yang kompleks menjadi gabungan
bentuk-bentuk sederhana yang mudah dipahami.
f. Hukum Figure/Ground (Law of Figure/Ground)
Hukum ini menjelaskan bahwa setiap bidang pengamatan dapat
dibagi menjadi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang.
Penampilan suatu objek seperti ukuran, potonga, warna, dan
sebagainya membedakan figure dari latar belakang. (Sumber:
Hermando Firgus, Pengaruh Konteks Terhadap Desain Arsitektur
Kontekstual, 2010)

Merupakan suatu konsensus bahwa arsitektur sebaiknya berdampak


positif bagi lingkungannya, menaikkan nilai lingkungan melalui keberadaan
arsitektur. Terdapat beberapa prioritas yang sebaiknya diperhatikan saat
mendesain arsitektur berdasarkan konteks:
a. Memperkuat komunitas local
Untuk meyakinkan bahwa pengembangan bangunan yang
direncanakan akan memperkuat dan bukan memperlemah
komunitas lokal serta mendukung proyek yang sukses bagi
perancang, pemilik maupun masyarakat dan lingkungan. Arsitektur
tidak bisa berdiri sendiri seperti sebuah tiang yang angkuh dan tidak
berdaya guna, sebaiknya arsitektur sedapat mungkin memiliki
fungsi meningkatkan komunitas lokal, yang berarti manusia dalam
lingkungan tersebut. Apabila dapat mewujudkan arsitektur
kontekstual yang memperhatikan lokalitas serta partisipasi
masyarakat, akan menjadi arsitektur yang berguna bagi lebih
banyak orang dan lingkungannya. Misalnya adalah pembangunan
sebuah hotel atau villa yang dapat menambah lapangan pekerjaan
bagi masyarakat di sekitar hotel atau villa tersebut dibangun.
Gambar 2.6. Keberadaan hotel yang dapat membuka lapangan
pekerjaan baru
(Sumber gambar : Google Image)

b. Menciptakan arsitektur yang berkarakter


Mendapatkan inspirasi dari arsitektur lokal bisa membawa kita
kepada arsitektur yang ‘berkarakter lokal’, mungkin sebuah
pilihan yang bisa diambil bila dibandingkan jenis arsitektur non
kontekstual yang sifatnya ‘internasional’ dan ‘bisa ditempatkan
dimana saja’. Karakter lokal bisa didapatkan dari tradisi, nilai lokal,
kontemplasi tempat ataupun material lokal, yang pada akhirnya
mendapatkan karakter yang bisa dihubungkan dengan lingkungan.
Saat ini metode perancangan yang diajarkan melalui dunia akademis
masuk melalui tunnel ‘modern’ yang minim nilai-nilai lokal, namun
disaat yang sama arsitek dapat mengadaptasi konteks lokal dalam
karakter arsitektural.
Gambar 2.7. Penerapan Arsitektur Tradisional Bali pada
Bangunan Villa
(Sumber gambar : Google Image)

c. Memperhatikan potensi dalam site


Dengan mengenal konteks lahan, maka arsitek dapat menggali
potensi dalam lahan yang berupa topografi, view, drainase, energi
matahari dan angin, air, dan sebagainya untuk memperoleh
arsitektur yang berkelanjutan.
d. Integrasi dengan infrastruktur dalam lingkungan
Menemukan integrasi dengan lingkungan menggunakan material,
bentuk dan elemen landskap yang memperhatikan lokalitas, jalan-
jalan tembusan dan jalan setapak, jalan raya dan jalan kampung
yang berkaitan dengan lokasi dan struktur arsitektur. Dengan
memperhatikan lebih detail bagaimana pencapaian ke arah site,
kemudian memperkirakan ulang saat bangunan sudah terbangun
agar selaras dengan infrastruktur yang ada.

e. Memperhatikan faktor ekonomi


Sebuah bangunan dengan arsitekturnya seharusnya direncanakan
dengan memperhatikan aspek ekonomi sehingga dapat terbangun
dan memenuhi persyaratan pembangunan. Namun dalam
memperhatikan faktor ekonomi seyogyanya tidak melupakan faktor
estetika dalam perancangannya.
f. Memiliki sebuah Visi
Isi yang diemban rancangan arsitektur berfokus pada aspirasi
komunitas, serta menyediakan tujuan jangka panjang yang
mengandung strategi masa depan.
Dalam mendesain arsitektur dengan konteks, sebaiknya desain yang
dihasilkan bisa merangsang tumbuhnya lingkungan yang lebih baik,
dimana akan membutuhkan apresiasi terhadap kebiasaan hidup
masyarakat lokal yang ditingkatkan. Komunitas masyarakat dalam
skala lokal selalu memiliki cara pandang tertentu berkaitan dengan
tradisi apabila masih dipegang teguh ataupun sebagian. Pada
masyarakat yang lebih modern tradisi lokal kurang diperhatikan karena
mengadopsi nilai-nilai yang lebih universal.
Gambaran akan arsitektur lokal biasanya muncul dari tradisi dan
cara membangun vernakular, dimana terdapat bahasa tertentu untuk
arsitektur lokal ini yang bisa diadaptasi baik sebagai pelengkap ataupun
keseluruhan konsep arsitektur yang kontekstual. Arsitektur bisa
didesain untuk melengkapi tradisi lokal yang ada sehingga dapat
melengkapi identitas budaya lokal. Namun terkadang arsitektur
tradisional bisa juga diteruskan dengan mengangkat unsur lokal seperti
material dan cara membangun, bisa juga unsur lainnya seperti hierarki,
bentukan, dan nilai filsafatnya. Keseluruhannya masih bisa dikatakan
sebagai konteks lokal’ apabila masih memiliki karakter tertentu yang
diteruskan meskipun merupakan ‘re-imaging’.

Dalam mendesain arsitektur dengan konteks, sebaiknya desain yang


dihasilkan bisa merangsang tumbuhnya lingkungan yang lebih baik, dimana akan
membutuhkan apresiasi terhadap kebiasaan hidup masyarakat lokal yang
ditingkatkan. Komunitas masyarakat dalam skala lokal selalu memiliki cara
pandang tertentu berkaitan dengan tradisi apabila masih dipegang teguh ataupun
sebagian. Pada masyarakat yang lebih modern tradisi lokal kurang diperhatikan
karena mengadopsi nilai-nilai yang lebih universal.

Gambaran akan arsitektur lokal biasanya muncul dari tradisi dan cara
mem- bangun vernakular, dimana terdapat bahasa tertentu untuk arsitektur lokal
ini yang bisa diadaptasi baik sebagai pelengkap ataupun keseluruhan konsep
arsitektur yang kontekstual. Arsitektur bisa didesain untuk melengkapi tradisi
lokal yang ada sehingga dapat melengkapi identitas budaya lokal. Namun
terkadang arsitektur tradisional bisa juga diteruskan dengan mengangkat unsur
lokal seperti material dan cara membangun, bisa juga unsur lainnya seperti
hierarki, bentukan, dan nilai filsafatnya. Keseluruhannya masih bisa dikatakan
sebagai konteks lokal’ apabila masih memiliki karakter tertentu yang diteruskan
meskipun merupakan ‘re-imaging’.
Masyarakat sebaiknya dilibatkan dalam penentuan kebijakan untuk
menentukan desain arsitektur terutama bagi bangunan publik / pemerintahan /
konservasi cagar budaya. Terlebih bagi arsitektur yang melayani banyak orang
seperti gedung pemerintahan, nilai lokal adalah kebanggaan yang sebaiknya dan
setidaknya menjadi sebuah tolak ukur akan penghargaan terhadap budaya
lokalnya sendiri. Masyarakat perlu dimintai pertimbangan dalam keputusan
desain agar dapat lebih aspiratif, antara lain dengan cara mengumpulkan
pendapat menjadi sebuah saran bagi desain arsitektur yang akan dibuat.

Tabel Penentuan Kebijakan


Dalam menentukan kebijakan akan bangunan terutama
bangunan publik, sebaiknya diperhatikan beberapa subyek berikut:

Area subyek: Pertimbangan:


Profil komunitas - Pemilik Proyek

- Pandangan lokal, aspirasi

- Struktur organisasi

- data statistik

- karakter budaya

- faktor keamanan
Kebijakan lokal - Desain

- pandangan strategis

- Rencana Tata Guna Lahan (RTH)

- Rencana transportasi

- Peraturan Daerah

- Peraturan dalam lahan Konservasi

- Area konservasi

- bangunan konservasi

- monumen / peninggalan

- Arkeologi

- situs menarik

- obyek alam/ ekologis

- flora dan fauna yang dilindungi


area konservasi, cagar alam
kebijakan dan inisiatif lain.
- Petunjuk perencanaan

* framework pengembangan

* Petunjuk mendesain

* peraturan penggunaan
lahan

- Perda yang relevan

- Peraturan untuk swasta lain

- inisiatif lokal

Melihat banyaknya unsur yang mungkin terlibat dalam penentuan


kebijakan menyangkut arsitektur yang kontekstual, bisa kita pahami bahwa
merupakan kebutuhan untuk memiliki sebuah identitas lokal bahkan dalam
skala terkecilnya, terkecuali bagi bangunan - bangunan yang diharapkan
menjadi non konvensional dengan tujuan prestise, identitas lokal sebaiknya
ditunjukkan untuk memberi ciri khas akan ‘akar’ suatu tempat yang kuat.
Dengan memperhatikan bahwa perubahan sangat mungkin ada,
maka konteks lokalitas akan merujuk pada unsur-unsur arsitektur
maupun nilai - nilai yang dapat dipertahankan pada bangunan lama dan
bangunan baru.
(Dikutip dari Jurnal : Probo Hindarto - Astudio Indonesia. 2011. Arsitektur
Konstektual dan Faktor Penentu Kebijakan).
Pengaplikasian Pada Arsitektur Ekologis

Arsitektur merupakan bidang ilmu yang selain kompleks juga dinamis. Hal ini
dikarenakan arsitektur dapat dihubungkan dengan masa lalu, kemudian membentuk masa
sekarang, dan berpengaruh pada masa depan. Sehingga, arsitektur yang belajar dari
masa lalu, dapat membentuk arsitektur pada masa sekarang dan dampaknya dapat
dirasakan dimasa depan. Salah satu nilai yang dapat di pelajari dari masa lalu, sebagai
salah satu bentuk alternatif solusi, yang dapat membentuk arsitektur masa sekarang dan
berpengaruh pada masa depan adalah nilai kearifan lokal. Peran manusia sangat penting
untuk menjaga lingkungan alam dan menghasilkan wujud fisik arsitektur yang memiliki
nilai kearifan serta selaras dengan alam. Maka perlu adanya harmonisasi hubungan
timbal balik diantara ketiganya, yakni antara manusia, alam, dan arsitektur.
LOKAL

ALAM

ARSITEKTUR

SOSIAL
BUDAYA

Pengetahuan lokal berguna dalam memberikan informasi-informasi


yang spesifik tentang iklim, tumbuh - tumbuhan, aliran air, binatang dan
lainya. Pengetahuan lokal juga berguna dalam memberikan informasi-
informasi yang spesifik tentang iklim, tumbuh -tumbuhan, aliran air, binatang
dan lainya Pengamatan aktivitas dari komunitas lokal seperti para pembangun,
peternak, petani, pedagang, dan lain-lain merupakan rekaman yang penting
dalam memberikan solusi pada disain. Kumpulan-kumpulan histori dari
orang-orang yang pernah tinggal ditempat itu akan memberi gambaran yang
kuat tentang batasan beserta kemungkinannya dalam disain. Keberlanjutan
ditanamkan dalam proses - proses yang terjadi sejak dahulu kala dan itu tidak
selalu jelas dalam penampakan.
Desain ekologis tidak sekedar menutupi tempat yang diperoleh melalui
hati dan pikiran penduduk, tapi aplikasi desain sebagai kebutuhan yang dapat
dipenuhi atas potensi lansekap dan kemampuan yang terwujud dalam sebuah
komunitas. Sehingga desain yang ekologis didukung oleh : orang yang
mempunyai komitmen dan pengetahuan lokal yang tumbuh ditempat itu.
Pengetahuan lokal adalah prasyarat dalam usaha menjaga/memelihara
kebudayaan, berbagai biologis baik pada lingkungan Tanpa pengetahuan lokal,
tempat sebagai wilayah aktivitas budaya akan terkikis.
Untuk lokal di Bali dikenal dengan adanya Arsitektur tradisional bali
yaitu Arsitektur tradisional sebagai bagian dari kebudayaan kelahirannya dilatar
belakangi oleh norma - norma agama, adat kebiasaan setempat dan dilandasi
oleh keadaan alam setempat. Arsitektur Bali dapat dikatakan adalah arsitektur
yang dipertahankan dan berkembang di Bali, yaitu:

- Arsitektur Kuno

- Arsitektur Tradisional Bali

- Arsitektur Non Tradisional yang bergaya Tradisional Bali

Sedangkan pengertian arsitektur menurut Hindu, sebagai Ialah segala


hasil perwujudan manusiadalam bentuk bangunan, yang mengandung
keutuhan/ kesatuan dengan agama (ritual) dankehidupan budaya masyarakat.
Yang tercakup dalam bangunan yaitu kemam- puan merancang, dan
membangun. Mewujudkan seni bangunannya menurut bermacam - macam
prinsip seperti : bentuk, konstruksi, bahan, fungsi dan keindahan Adapun
pengertian arsitektur bali yaitu setiap bangunan yang berdasarkan tattwa
(falsafah) Agama Hindu.
Gambar 14: rumah tradisional bali
sumber: Google Image

Arsitektur tradisional Bali merupakan salah satu pengetahuan lokal


tentang membangun rumah dengan mementingkan norma, fungsi dan
keselarasan dengan lingkungan, dan juga menghargai bangunan sebagaimana
menghargai mahluk hidup disitu kita diajarkan untuk mengadakan upacara
terhadap bangunan sebagaimana dilakukan kepada manusia, mulai dari
penentuan hari untuk membangun, upacara saat mulai membangun, upacara saat
bangunan selesai sampai saat bangunan itu dihancurkan.
Arsitektur tradisional Bali juga merupakan arsitektur tahan gempa dengan
sistem pasak yaitu kaitan antara balok dan kolom, sehingga tahan terhadap gaya
geser sehingga kalau ada gempa dan bangunan bergoyang maka tidak akan
sampai roboh, hal ini merupakan pengetahuan lokal yang ada di Bali sejak dahulu
sejak bangunan bali mulai dibuat. Pengetahuan yang bersifat ekologis dan
tingkat perhatian yang dibutuhkan untuk melakukan monitoring dan kontrol
secara langsung mempunyai keterbatasan dalam pengamatan. Management
mengatur dan meningkatkan peran serta masyarakat (community participatory)
dalam melakukan monitoring dan kontrol terhadap wilayahnya, hal ini sangat
membantu dan lebih efektif karena masyarakat sekitar lebih mengetahui
wilayahnya seperti apa.
Kompleksitas partisipasi pada semua tingkat untuk mengambil keputusan
secara bersama-sama. Diperlukan pertimbangan desain – desain : batas - batas
ekosistem dan pemahaman manusia. Hal ini akan memberi lahirnya bentuk-bentuk
yang tepat dari pengetahuan lokal juga memberi informasi pada proses
perancangan, menyediakan tingkat kepekaan yang tinggi serta ketepatannya.
Tanggung jawab arsitek terletak pada rancangan bangunan, yaitu ruang
tertutup untuk kegiatan manusia. Tetapi, bangunan tidak berada dalam
keterpencilan, mereka berada dalam konteks ruang, perilaku dan persepsi.
Perencanaan tapak (site planning) adalah seni menata lingkungan buatan manusia
dan lingkungan alam guna menunjang kegiatan - kegiatan manusia .Pengkajian
perencanaan tapak sering tersusun dalam dua komponen yang berhubungan yaitu
:
Konsep Ekologi Arsitektur merupakan paduan antara ilmu lingkungan dan
ilmu arsitektur yang berorientasi pada model pembangunan dengan
memperhatikan keseimbangan lingkungan alam dan lingkungan buatan.
(Dikutip dari Jurnal : Sri Yuliani. 2012. Paradigma Ekologi Arsitektur Sebagai
Metode Perancangan Dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Surakarta.
Architecture Department, Faculty of Engineering Sebelas Maret University).

1. Lingkungan Alam, dibayangkan sebgai suatu sistem ekologi dari air, udara,
energi, tanah, tumbuhan (vegetasi). Kegiatan manusia merupakan bagian
penting dari sistem ekologi ini.
2. Lingkungan buatan manusia, terdiri dari bentuk - bentuk kota yang
dibangun, struktur fisik dan pengaturan ruangnya serta pola - pola perilaku
sosial, politik, dan ekonomi yang membentuk lingkungan fisik tersebut.
(Dikutip dari Buku : Ir. Heinz Frick. 1996. Arsitektur dan Lingkungan.
Yogyakarta: Kansius)
Seringkali lingkungan buatan meliputi suatu pelanggaran lingkungan
alam yang disengaja. Umpamanya kota-kota meliputi sistem infrastruktur
yang meluas untuk air, tenaga, pengangkutan, saluran pembuangan air hujan
dan saniter, dsbnya. Konteks tapak dapat digolongkan sebagai :

- exurban ( di luar pinggiran kota )

- suburban ( pinggiran kota )

- urban ( perkotaan )

Tugas desainer yang ekologis adalah untuk membuat kembali


pemecahan-pemecahan rancangan yang mengadaptasi tempat secara teliti.
Pelajaran atau teori desain setempat maupun melalui kecakapan
penggunaan teknologi baru yang ramah lingkungan merupakan langkah
disain yang sangat penting.
Desain yang ekologis dimulai dari faktor-faktor kekhususan tempat, yaitu:
iklim, topografi, tanah, air, tumbuh-tumbuhan, binatang, material, dan faktor
lainnya. Tugas selanjutnya, bagaimana faktor-faktor ini diintegrasikan menjadi
Mengenal kekhususan tempat dapat dimulai dengan merumuskan problem yang
ada serta apa yang dapat dikerjakan dengan pengintegrasian ekologis di tempat
ini, bagaimana kita menyediakan energi di daerah ini, bagaimana menyediakan
air tanpa mempengaruhi siklus hidrologis, dan bagaimana kita menyediakan
perlindungan/shelter tanpa merusak lingkungan atau alam.

2.4 Prinsip Desain Setting

Pengertian Setting adalah lingkungan dan isinya yang sudah diatur sesuai
ketentuan dimana lokasi/tempatnya.
“The context and environment in which something is set”
Dimana lingkungan dan konteksnya sudah diatur sesuai dengan
ketentuan dari tempatnya berada. Dalam ekologi arsitektur, setting dalam
pemecahan - pemecahan desain yang tumbuh dari tempat itu sendiri diatur
berdasarkan budaya tradisional, pengetahuan lokal, dan peraturan - peraturan
yang berlaku di tempatnya.
Prinsip-prinsip keberlanjutan dalam budaya tradisional dilatar belakangi
oleh beberapa tata nilai ruang Arsitektur Bali. Tata nilai ruang tersebut dapat
berpengaruh dengan alam dimana masyarakat harus tetap bisa mempertahankan
eksistensi alam. Pada objek, prinsip-prinsip menghargai dan menghormati alam
kurang dicerminkan karena tuntutan fungsi bangunan yang lebih mengutamakan
kepuasan manusia.
Dalam pemecahan desain ekologi, setting tumbuh dari tempat itu sendiri dan diatur
dari unsur – unsur:
1. Lingkungan dan Budaya
Dalam setting perancangan sebuah objek arsitektural harus bisa menghargai dan
menghormati lingkungan sosial budaya yang ada di sekitar objek. Tidak lupa juga
lingkungan juga mencakup topografi dan unsur unsur yang terdapat dalam lingkungan
tersebut seperti kondisi air, tahah, dll.
2. Pengetahuan Lokal
Pengetahuan lokal akan didapatkan dari perkembangan budaya pada lingkungan
sekitar tempat objek itu berada, kumpulan unsur historis, dan pengetahuan lokal yang
mendasar bagai mana menjaga lingkunga sekitar.
3. Peraturan yang Berlaku di Tempatnya
Dalam merancang sebuah bangunan, tentunya pemerintah akan memiliki aturan
aturaN yang difungsikan sebagai batasan seorang perancang untuk merancang. Misal
ada peraturan untuk mengharuskan pemilik bangunan untuk tetap memberikan ruang
hijau dalam tapak bangunan yang diatur dalam Perda (Peraturan Daerah). Dalam
perancangan bangunan, pemerintah daerah sudah membuat aturan- aturan yang
difungsikan sebagai batasan dalam perancangan bangunan.

2.5 Prinsip Desain Konteks


Pengertian Konteks merupakan batasan yang berkaitan erat dengan lokasi
sebuah obyek arsitektural, karena arsitektur bisa didesain sesuai atau tidak dengan
konteks. Konteks penting karena pengguna rancangan adalah mereka yang
terelasikan oleh konteks arsitektural. Konteks arsitektural bisa berarti sejarah,
lokasi, arkeologi maupun ekologi disekitar lokasi arsitektur. Konteks
mendefinisikan hubungan antara arsitektur dan lokasi serta waktu. Baik disadari
ataupun tidak, arsitektur memiliki hubungan dengan keseluruhan lingkungannya
serta selalu memberikan dampak. Arsitektur menjadi penting menyangkut
seberapa jauh perancang mengerti tentang hubungan arsitektur dan
lingkungannya, untuk mengerti konteks adalah langkah awal dari sebuah desain.

Menurut Anthony C. Antoniades dalam buku Poetics of Architecture:


“Kontekstual merupakan suatu hubungan antara arsitektur dan sitenya,
berkaitan dengan lingkungan sekitarnya dengan memperhatikan kondisi
bangunan sekitar, dimana masyarakat, budaya, area, dan materialnya berasal
dari tempat arsitektur itu akan dibangun”.Merupakan suatu konsensus bahwa
arsitektur sebaiknya berdampak positif bagi lingkungannya, menaikkan nilai
lingkungan melalui keberadaan arsitektur. Terdapat beberapa prioritas yang
sebaiknya diperhatikan saat mendesain arsitektur berdasarkan konteks :
1. Memperkuat komunitas lokal

Untuk meyakinkan bahwa pengembangan bangunan yang direncanakan akan


memperkuat dan bukan memperlemah komunitas lokal serta mendukung proyek
yang sukses bagi perancang, pemilik maupun masyarakat dan lingkungan.
Arsitektur tidak bisa berdiri sendiri seperti sebuah tiang yang angkuh dan tidak
berdaya guna, sebaiknya arsitektur sedapat mungkin memiliki fungsi
meningkatkan komunitas lokal, yang berarti manusia dalam lingkungan tersebut.
Apabila dapat mewujudkan arsitektur kontekstual yang memperhatikan lokalitas
serta partisipasi masyarakat, akan menjadi arsitektur yang berguna bagi lebih
banyak orang dan lingkungannya.

2. Menciptakan arsitektur yang berkarakter


Mendapatkan inspirasi dari arsitektur lokal bisa membawa kita kepada ar-
sitektur yang ‘berkarakter lokal’, mungkin sebuah pilihan yang bisa diambil
bila dibandingkan jenis arsitektur non kontekstual yang sifatnya ‘internasional’
dan ‘bisa ditempatkan dimana saja’. Karakter lokal bisa didapatkan dari tradisi,
nilai lokal, kon- templasi tempat ataupun material lokal, yang pada akhirnya
mendapatkan karakter yang bisa dihubungkan dengan lingkungan. Saat ini
metode perancangan yang di- ajarkan melalui dunia akademis masuk melalui
tunnel ‘modern’ yang minim nilai- nilai lokal, namun disaat yang sama arsitek
dapat mengadaptasi konteks lokal dalam karakter arsitektural.

3. Integrasi dengan infrastruktur dalam lingkungan

Menemukan integrasi dengan lingkungan menggunakan material, bentuk dan


elemen landskap yang memperhatikan lokalitas, jalan-jalan tembusan dan jalan
setapak, jalan raya dan jalan kampung yang berkaitan dengan lokasi dan
struktur arsitektur. Dengan memperhatikan lebih detail bagaimana pencapaian
ke arah site, kemudian memperkirakan ulang saat bangunan sudah terbangun
agar selaras dengan infrastruktur yang ada.

Dalam mendesain arsitektur dengan konteks, sebaiknya desain yang


dihasilkan bisa merangsang tumbuhnya lingkungan yang lebih baik, dimana akan
membutuhkan apresiasi terhadap kebiasaan hidup masyarakat lokal yang
ditingkatkan. Komunitas masyarakat dalam skala lokal selalu memiliki cara
pandang tertentu berkaitan dengan tradisi apabila masih dipegang teguh ataupun
sebagian. Pada masyarakat yang lebih modern tradisi lokal kurang diperhatikan
karena mengadopsi nilai-nilai yang lebih universal.
Masyarakat sebaiknya dilibatkan dalam penentuan kebijakan untuk
menentukan desain arsitektur terutama bagi bangunan publik / pemerintahan /
konservasi cagar budaya. Terlebih bagi arsitektur yang melayani banyak orang
seperti gedung pemerintahan, nilai lokal adalah kebanggaan yang sebaiknya dan
setidaknya menjadi sebuah tolak ukur akan penghargaan terhadap budaya
lokalnya sendiri. Masyarakat perlu dimintai pertimbangan dalam keputusan
desain agar dapat lebih aspiratif, antara lain dengan cara mengumpulkan
pendapat menjadi sebuah saran bagi desain arsitektur yang akan dibuat.
Melihat banyaknya unsur yang mungkin terlibat dalam penentuan kebijakan
menyangkut arsitektur yang kontekstual, bisa kita pahami bahwa merupakan
kebutuhan untuk memiliki sebuah identitas lokal bahkan dalam skala terkecilnya,
terkecuali bagi bangunan - bangunan yang diharapkan menjadi non konvensional
dengan tujuan prestise, identitas lokal sebaiknya ditunjukkan untuk memberi ciri khas
akan ‘akar’ suatu tempat yang kuat. Dengan memperhatikan bahwa perubahan
sangat mungkin ada, maka konteks lokalitas akan merujuk pada unsur-unsur
arsitektur maupun nilai - nilai yang dapat dipertahankan pada bangunan lama dan
bangunan baru.
Arsitektur merupakan bidang ilmu yang selain kompleks juga dinamis.
Hal ini dikarenakan arsitektur dapat dihubungkan dengan masa lalu, kemudian
membentuk masa sekarang, dan berpengaruh pada masa depan. Sehingga,
arsitektur yang belajar dari masa lalu, dapat membentuk arsitektur pada masa
sekarang dan dampaknya dapat dirasakan dimasa depan. Salah satu nilai yang
dapat di pelajari dari masa lalu, sebagai salah satu bentuk alternatif solusi, yang
dapat membentuk arsitektur masa sekarang dan berpengaruh pada masa depan
adalah nilai kearifan lokal. Peran manusia sangat penting untuk menjaga
lingkungan alam dan menghasilkan wujud fisik arsitektur yang memiliki nilai
kearifan serta selaras dengan alam. Maka perlu adanya harmonisasi hubungan
timbal balik diantara ketiganya, yakni antara manusia, alam, dan arsitektur.
Pengetahuan lokal berguna dalam memberikan informasi-informasi
yang spesifik tentang iklim, tumbuh - tumbuhan, aliran air, binatang dan lainya.
Pengetahuan lokal juga berguna dalam memberikan informasi-informasi yang
spesifik tentang iklim, tumbuh -tumbuhan, aliran air, binatang dan lainya
Pengamatan aktivitas dari komunitas lokal seperti para pembangun, peternak,
petani, pedagang, dan lain-lain merupakan rekaman yang penting dalam
memberikan solusi pada desain. Kumpulan-kumpulan histori dari orang-orang
yang pernah tinggal ditempat itu akan memberi gambaran yang kuat tentang
batasan beserta kemungkinannya dalam disain. Keberlanjutan ditanamkan
dalam proses - proses yang terjadi sejak dahulu kala dan itu tidak selalu jelas
dalam penampakan.
Desain ekologis tidak sekedar menutupi tempat yang diperoleh melalui hati
dan pikiran penduduk, tapi aplikasi desain sebagai kebutuhan yang dapat dipenuhi
atas potensi lansekap dan kemampuan yang terwujud dalam sebuah komunitas.
Sehingga desain yang ekologis didukung oleh : orang yang mempunyai komitmen
dan pengetahuan lokal yang tumbuh ditempat itu. Pengetahuan lokal adalah
prasyarat dalam usaha menjaga/memelihara kebudayaan, berbagai biologis baik
pada lingkungan Tanpa pengetahuan lokal, tempat sebagai wilayah aktivitas budaya
akan terkikis.
Untuk lokal di Bali dikenal dengan adanya Arsitektur tradisional bali yaitu
Arsitektur tradisional sebagai bagian dari kebudayaan kelahirannya dilatar
belakangi oleh norma - norma agama, adat kebiasaan setempat dan dilandasi oleh
keadaan alam setempat. Arsitektur Bali dapat dikatakan adalah arsitektur yang
dipertahankan dan berkembang di Bali.
Kompleksitas partisipasi pada semua tingkat untuk mengambil keputusan
secara bersama-sama. Diperlukan pertimbangan desain – desain : batas - batas
ekosistem dan pemahaman manusia. Hal ini akan memberi lahirnya bentuk-bentuk
yang tepat dari pengetahuan lokal juga memberi informasi pada proses
perancangan, menyediakan tingkat kepekaan yang tinggi serta ketepatannya.
Tanggung jawab arsitek terletak pada rancangan bangunan, yaitu ruang
tertutup untuk kegiatan manusia. Tetapi, bangunan tidak berada dalam
keterpencilan, mereka berada dalam konteks ruang, perilaku dan persepsi.
Perencanaan tapak (site planning) adalah seni menata lingkungan buatan manusia
dan lingkungan alam guna menunjang kegiatan - kegiatan manusia .Pengkajian
perencanaan tapak sering tersusun dalam dua komponen yang berhubungan yaitu :
Konsep Ekologi Arsitektur merupakan paduan antara ilmu lingkungan dan
ilmu arsitektur yang berorientasi pada model pembangunan dengan
memperhatikan keseimbangan lingkungan alam dan lingkungan buatan.
1. Lingkungan Alam, dibayangkan sebgai suatu sistem ekologi dari air,
udara, energi, tanah, tumbuhan (vegetasi). Kegiatan manusia merupakan
bagian penting dari sistem ekologi ini.
2. Lingkungan buatan manusia, terdiri dari bentuk - bentuk kota yang
dibangun, struktur fisik dan pengaturan ruangnya serta pola - pola
perilaku sosial, politik, dan ekonomi yang membentuk lingkungan fisik
tersebut.
Seringkali lingkungan buatan meliputi suatu pelanggaran lingkungan
alam yang disengaja. Umpamanya kota-kota meliputi sistem infrastruktur yang
meluas untuk air, tenaga, pengangkutan, saluran pembuangan air hujan dan
saniter, dsbnya. Konteks tapak dapat digolongkan sebagai :
1. exurban ( di luar pinggiran kota )
2. suburban ( pinggiran kota )
3. urban ( perkotaan )
Tugas desainer yang ekologis adalah untuk membuat kembali
pemecahan-pemecahan rancangan yang mengadaptasi tempat secara teliti.
Pelajaran atau teori desain setempat maupun melalui kecakapan penggunaan
teknologi baru yang ramah lingkungan merupakan langkah disain yang sangat
penting.
Desain yang ekologis dimulai dari faktor-faktor kekhususan tempat,
yaitu: iklim, topografi, tanah, air, tumbuh-tumbuhan, binatang, material, dan
faktor lainnya. Tugas selanjutnya, bagaimana faktor-faktor ini diintegrasikan
menjadi Mengenal kekhususan tempat dapat dimulai dengan merumuskan
problem yang ada serta apa yang dapat dikerjakan dengan pengintegrasian
ekologis di tempat ini, bagaimana kita menyediakan energi di daerah ini,
bagaimana menyediakan air tanpa mempengaruhi siklus hidrologis, dan
bagaimana kita menyediakan perlindungan/shelter tanpa merusak lingkungan
atau alam.
2.6 Pengertian Setting dan Konteks
Dari penjabaran tentang Setting dan Konteks dalam masing-masing bagian,
dapat diambil pengertian tentang setting dan konteks yaitu tata cara mendesain
bangunan ataupun kawasan sesuai dengan fungsi bangunan tersebut dan dapat
memberikan solusi terhadap lingkungan untuk meminimalisir dampak-dampak negatif
yang ada, baik itu terhadap lingkungan alam maupun makhluk hidup.
Prinsip –prinsip desain Setting dan konteks yang berhubungan dalam
merancang sebuah bangunan mencakup beberapa hal seperti :
1. Tata Letak Massa Bangunan dan aksesibilitasnya
Adalah tata letak adalah dimana bangunan tersebut berada dan aksesibilitas
yang berarti kemudahan pencapaian terhadap bangunan tersebut, misal melalui
jalan setapak dengan berjalan, atau jalan besar dengan kendaraan
2. Ruang Luar dan Orientasi Massa
Adalah keadaan luar bangunan baik itu lingkungan alam (misal vegetasi, view,
iklim) dan lingkungan makhluk hidup (civitas) di daerah tersebut. Jadi
bangunan tersebut harus memikirkan solusi dan penyesuaian terhadap
lingkungannya.
Orientasi massa adalah pengaruh arah hadap bangunan terhadap peredaran
matahari, arah angin, dan arah view terbaik.
3. Tampilan dan Material Bahan
Adalah ketersesuaian tampilan bangunan terhadap lingkungan dimana itu
dibangun. Penting karena setiap daerah memiliki peraturan masing – masing misal di
Bali tinggi maksimal bangunan 15m dan menggunakan atap limasan ataupun ornamen-
ornamen Bali.Untuk material bahan ada baiknya dalam mendesain bisa memanfaatkan
unsur unsur alam ataupun mencerminkan dimana bangunan tersebut dibangun.
Kualitas arsitektur biasanya sulit diukur, garis batas antara arsitektur yang
bermutu dan yang tidak bermutu. Kualitas arsitektur biasanya hanya memperhatikan
bentuk bangunan dan konstruksinya, tetapi mengabaikan yang dirasakan sipengguna
dan kualitas hidupnya. Apakah pengguna suatu bangunan merasa tertarik.

Pola Perencanaan Eko-Arsitektur selalu memnfaatkan alam sebagai berikut :


Dinding, atap sebuah gedung sesuai dengan tugasnya, harus melidungi sinar panas,
angin dan hujan. Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan yang
digunakan saat pembangunan harus seminal mungkin. Bangunan sedapat mungkin
diarahkan menurut orientasi Timur-Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima
cahaya alam tanpa kesilauan Dinding suatu bangunan harus dapat memberi
perlindungan terhadap panas. Daya serap panas dan tebalnya dinding sesuai dengan
kebutuhan iklim/ suhu ruang di dalamnya. Bangunan yang memperhatikan penyegaran
udara secara alami bisa menghemat banyak energi.

Apabila Ekologi tidak diterapkan dalam dunia Arsitektur

Salah satu aspek penting dalam disain arsitektur yang semakin hari semakin
dirasakan penting adalah penataan energi dalam bangunan. Krisis sumber energi tak
terbaharui mendorong arsitek untuk semakin peduli akan energi dengan cara beralih ke
sumber energi terbaharui dalam merancang bangunan yang hemat energi. Konsep
penekanan desain ekologi arsitektur didasari dengan maraknya issue global warming.
Diharapkan dengan konsep perancangan yang berdasar pada keseimbangan alam ini,
dapat mengurangi pemanasan global sehingga suhu bumi tetap terjaga. Kebanyakan
arsitek hanya mementingkan desain pada bangunan itu sendiri dan tidak melihat
disekeliling dampak pada lingkungan tersebut. Apabila tidak diterapkan ekologi dalam
arsitektur maka akan terjadi :

- Apabila bangunan terbuat dari kaca akan terjadi pemanasan global dan seharusnya di
perbanyak vegetasi pada bangunan dan lingkungan tersebut

- Apabila bangunan tersebut termasuk penghambat arah lajur perairan maka akan
menghambat air-air bekas hujan sehingga mengakibatkan banjir.
Berikut adalah beberapa sistem dan elemen terapan yang dapat diaplikasikan dalam
bangunan untuk mendukung konsep ekologi arsitektur :

Optimalisasi Vegetasi

Unsur hijau yang diidentikkan dengan vegetasi ditunjukkan dengan menambahkan


elemen-elemen penghijauan tidak hanya pada lansekap saja tetapi juga dalam
bangunan, seperti pemberian roof garden, pemberian vegetasi rambat pada dinding
bangunan dan lain sebagainya

Gambar : Pemberian Tanaman rambat pada dinding building

Sumber : http://rudimayastoro.blogspot.com/2015/02/konsep-bangunan-hijau-green-
building.html
Gambar : green roof pada building

Sumber : http://furnizing.com/article/eco-house

Memilih atap hijau/ green roof akan menjadikan rumah lebih atraktif dan juga ramah
lingkungan. Menggunaka sistem ini pada atap akan memberikan insulasi untuk rumah
yang membantu mengurangi pemakaian energi dalam rumah. Untuk atap hijau ini bisa
diterapkan di keseluruhan atap atau pun hanya beberapa bagian saja. Atap hijau tidak
hanya berdasarkan pada atap dengan rerumputan, tetapi bisa juga dengan mengontrol
sistem saluran pembuangan air. Adapun sistem yang menampung air hujan yang
nantinya dapat digunakan kembali untuk keperluhan rumah tangga seperti mencuci,
menyiram toilet, menyiram tanaman, dan irigasi landscape.

Sistem Pencahayaan Alami

Secara umum perletakan jendela harus memperhatikan garis edar matahari, sisi utara
dan selatan adalah tempat potensial untuk perletakan jendela (bukaan), guna
mendapatkan cahaya alami.
Gambar : pencahayan alami pada rumah

Sumber : http://desaininterior.me/2012/05/skylight-menerangi-rumah-dengan-cahaya-
alami/

Untuk mengetahui jatuhnya sinar matahari saat masuk dalam ruangan tersebut sudah
banyak program komputer yang dapat membantu simulasi efek cahaya matahari
terhadap disain selubung bangunan. Konsep disain fasade untuk tujuan efisiensi energi
tergantung dengan posisi geografis dan iklim setempat. Permasalahannya banyak
bangunan di Indonesia yang meniru bangunan yang ada di Eropa tanpa disesuaikan
dengan kondisi geografis dan iklim di Indonesia, misal : jendela yang tanpa dilengkapi
tabir matahari (sun screen).

Fasade Kaca Pintar

merupakan suatu konsep teknologi mutakhir dinding tirai kaca yang mempertemukan
kepentingan ekologi maupun ekonomi bagi bangunan perkantoran bertingkat tinggi
yang dikondisikan sepenuhnya (fully air-conditioned). Ia mampu mengurangi pantulan
panas matahari dari bangunan bangunan kaca tinggi yang menyebabkan meningkatnya
temperatur lingkungan diperkotaan (heat-island effect ) maupun efek rumah kaca pada
atmosfer bumi (house effect). Fasade kaca pintar pada umumnya adalah konstruksi
dinding kaca ganda (double-skin construction) dengan rongga udara antara 35cm-
50cm antara kaca luar dan kaca dalam.

Gambar : double-skin construction

Sumber : http://www.fachadavariable.cl/2015/12/13/double-skin-facades-technology-
and-innvation-in-architecture-learning-from-20-years-of-experience-in-germany/

Dinding kaca luar ketebalan 12mm dari jenis kaca dengan transmisi tinggi (umumnya
kaca bening), sedangkan kaca dalam ketebalan 6-8mm dari jenis high performance
glass. Terdapat rongga udara menerus sehingga merupakan cerobong kaca (glass-shaft)
dengan ketinggian meliputi beberapa lantai sesuai dengan studi analisis yang
dilakukan.

Penghalang Sinar Matahari (shading device)


Pengontrolan terhadap panas karena sinar matahari dapat dilakukan dengan pengunaan
solar shading yang akan menghalau sinar matahari langsung masuk ke bangunan serta
memberikan pembayangan yang dapat mengurangi panas.

Gambar : Penghalang Sinar Matahari (shading device)

Sumber : http://www.2030palette.org/shading-devices/

Penerapan Pengontrol AC

VRV (Variable refrigerant volume) yaitu suatu sistem pengontrolan kapasitas mesin
AC dengan cara langsung mengatur laju aliran refrigerantnya, di dalam indoor unit,
electronic expansion valve yang dikendalikan oleh komputer akan mengubah laju
aliran refrigerant secara terus menerus sebagai reaksi atas terjadinya perubahan beban.
Komponen dari VRV sama dengan AC split, hanya pengendaliannya saja yang berbeda
sehingga VRV lebih presisi dan efisien.
Gambar : VRV (Variable refrigerant volume

Sumber : https://www.hpac.com/air-conditioning/school-district-does-its-homework-
chooses-variable-refrigerant-volume

Pemakaian Enegi Matahari (Photovoltaic)

Photovoltaic adalah merupakan piranti yang mampu mengubah energi sinar matahari
secara langsung menjadi energi listrik. PV (Photovoltaic) terdiri dari dua layer semi-
konduktor yang memiliki karakteristik elektrik yang berbeda, sehingga saat terkena
sinar matahari terjadi beda potensial di antara keduanya dan menimbulkan aliran listrik.
Gambar : Photovoltaic

Sumber : https://www.ecmweb.com/green-building/highs-and-lows-photovoltaic-
system-calculations

Penghawaan Alami

Merupakan sistem pengoptimalisasian penghawaan dengan metode pengaliran udara


yang terencana dengan baik. Untuk Indonesia yang terletak di sekitar khatulistiwa
dengan kondisi iklim tropis lembab. Sistem penghawaan yang baik adalah melalui
ventilasi silang (cross ventilation) baik secara horizontal maupun vertikal, sehingga
akumulasi panas dan lembab di dalam ruangan dapat dikendalikan. Pada arsitektur
tradisional penerapan sistem penghawaan alami sudah sangat baik, sehingga sering
diaplikasikan pada bangunan kontemporer.
Gambar : ventilasi silang (cross ventilation)

Sumber : https://www.designingbuildings.co.uk/wiki/Cross_ventilation

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ekologi arsitektur adalah perancangan arsitektur baik dalam skala besar


maupun skala kecil yang menjadi kebutuhan hidup manusia yang
mempertimbangkan keberadaan dan kelestarian alam di sekitar tanpa harus
merusak sebagai hubungan timbal balik antara manusia dengan alam. Sesuai
dengan materi ekologi arsitektur tentang setting dan konteks yaitu Dimana
lingkungan dan konteksnya sudah diatur sesuai dengan ketentuan dari
tempatnya berada. Dalam ekologi, setting dalam pemecahan - pemecahan
desain yang tumbuh dari tempat itu sendiri diatur berdasarkan budaya
tradisional, pengetahuan lokal, dan peraturan - peraturan yang berlaku di
tempatnya.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah agar di masa yang akan
datang diharapkan sebagai penghuni bumi kita dapat mempertimbangkan segala
aspek dalam membangun agar desain bangunan yang tercipta dapat memberikan
dampak yang baik dalam lingkungan. Diharapkan juga untuk calon Arsitek dimasa
mendatang agar tidak egois dalam membangun suatu lahan.
DAFTAR PUSTAKA

Cowan, Stuart dan Sim Van der Ryn. 2007. Ecological Design: 10th Anniversary
Edition.

Frick, Heinz dan FX Bambang Suskiyanto. 1998. Dasar-Dasar Eko Arsitektur.


Yogyakarta: Kansius.

Ir. Heinz Frick. 1996. Arsitektur dan Lingkungan. Yogyakarta: Kansius.

Sri Yuliani. 2012. Paradigma Ekologi Arsitektur Sebagai Metode Perancangan Dalam
Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Surakarta. Architecture Department,
Faculty of Engineering Sebelas Maret University.

Probo Hindarto. 2011. Arsitektur Konstektual dan Faktor Penentu Kebijakan. Astudio
Indonesia.

Putro Arif W. 2014. Arsitektur Lingkungan. Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas


Teknik, Universitas Pandanaran.

Anda mungkin juga menyukai