Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Periodontitis Apikalis Kronis (PAK)

2.1.1 Definisi

Menurut Walton9, periodontitis apikalis kronis (PAK) merupakan penyakit gigi

yang berkembang setelah terjadinya nekrosis pulpa dan infeksi akibat karies, trauma,

atau prosedur iatrogenik. Periodontitis apikalis kronis tidak menunjukkan gejala atau

hanya ketidaknyaman yang ringan dan dapat diklasifikasikan sebagai periodontitis

apikalis asimtomatik. Gigi dengan periodontitis apikalis kronis tidak memberi respon

terhadap rangsangan elektrik ataupun termal. Pada pemeriksaan perkusi terdapat

sedikit nyeri atau tidak sama sekali.

Secara radiografis, periodontitis apikalis kronis menunjukkan perubahan

gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari penebalan ligamentum

periodontal dan resopsi lamina dura kemudian terjadi destruksi tulang periapikal.9

2.1.2 Etiologi

Pulpa dan penyakit periapikal berkembang secara alami dan karenanya tanda dan

gejala, beserta temuan klinis dan radiografi akan bervariasi berdasarkan keparahan

pada waktu pemeriksaan. Saluran akar terinfeksi menjadi tempat yang baik untuk

pertumbuhan bakteri dan memicu respons inflamasi pada apikal. Reaksi inflamasi

apikal yang terjadi ditujukan untuk menghilangkan bakteri, dan untuk mencegah
invasi bakteri ke jaringan periapikal. Jika tidak ada intervensi perawatan yang

dilakukan, penyakit periapikal dapat berkembang menjadi periodontitis apikalis akut

atau kronis, abses apikalis akut atau kronis, kista bahkan bisa terjadi selulitis.10

2.2. Klasifikasi Penyakit Periapikal

Menurut WHO10, penyakit periapikal diklasifikasikan menjadi 5 kategori, antara

lain 1. Periodontitis apikal akut yang berasal dari pulpa, 2. Periodontitis apikal

kronis, 3. Abses periapikal yang disertai dengan sinus, 4. Abses periapikal dengan

sinus, dan 5. Kista radikular.

Klasifikasi ini tidak komprehensif karena tidak memasukkan aspek struktural

lesi periapikal. Pada tahun 1997, Nair (cit Abbott) mengajukan klasifikasi yang lain

berdasarkan histopatologi dan dinamika dengan kriteria yang tegas dari lesi. Kriteria

Nair termasuk distribusi dan tipe sel inflamatori dalam lesi, ada tidaknya sel epitel,

apakah lesi telah bertransformasi menjadi kista, dan jika ada hubungan bagaimana

antara kista dan kavitas pada foramen apikal pada gigi yang terinfeksi. Klasifikasi

penyakit periapikal menurut Nair (cit Abbott) , antara lain 1. Periodontitis apikalis

akut, 2. Periodontitis apikalis kronis, 3 .Apikal abses, 4. Kista periapikal.10

Beberapa penelitian menunujukkan bahwa tidak mungkin melakukan diagnosa

kondisi histologist pulpa dan periapikal secara klinis karena gejalanya berbeda-beda

tergantung dari tahapan penyakit pada waktu pasien datang untuk perawatan. oleh

sebab itu, Abbort menawarkan alternatif berdasarkan temuan klinis dan klasifikasi

Nair, antara lain 1. Jaringan periapikal/periradikuler normal, 2. Periodontitis apikalis

6
akut : primer dan sekunder (atau eksaserbasi akut) dan kronis : granuloma atau

condensing osteitis, 3. Kista periapikal yang terdiri dari true cyst dan pocket cyst,

4. Abses periapikal akut : primer atau sekunder dan abses periapikal kronis, 5. Facial

cellulitis, 6. Infeksi ekstraradikuler, 7. Foreign body reaction, 8. Periapical scar,

9. Resorbsi akar eksternal terdiri dari a. Permukaan, b. Ortodontik, c. Inflamatori, d.

Fisiologis, e. Replacement, f. Invasive, g. Tekanan.

2.2.1 Peridontitis Apikalis Akut

Periodontitis apikalis akut dikategorikan juga sebagai periodontitis apikalis

simtomatik. Pada kasus simtomatik, infeksi terjadi pada saluran akar yang telah

mencapai jaringan periapikal. Iritannya meliputi mediator inflamasi dari pulpa yang

terinflamasi secara ireversibel atau toksin bakteri dari pulpa nekrotik, zat-zat kimia

(seperti irigan atau disinfektan), restorasi yang hiperoklusi, over instrumentasi, dan

keluarnya material obturasi ke jaringan periapikal.9,11

Gigi dengan periodontitis apikal akut primer ditandai dengan adanya rasa sakit

saat diperkusi dan palpasi pada gigi tersebut. Gambaran radiografi periodontitis

apikal akut primer, ruang ligamentum periodontal dan lamina dura terlihat normal

atau terdapat sedikit penebalan pada ruang ligamentum dan kehilangan beberapa

lamina dura di sekitar apeks gigi. Gigi tersebut kemungkinan goyang dan rasa

sakitnya tidak terduga. Pasien merasakan sangat sakit, sakit saat menggigit dan terasa

tertekan di bagian periapikal.10

7
Pasien dengan periodontitis apikal akut sekunder dapat merasakan gejala sakit

yang sama pada pasien dengan periodontitis apikal akut primer, akan tetapi terdapat

lebih banyak tanda klinis dan radiografi untuk menentukan diagnosis karena

merupakan suatu eksaserbasi akut dari lesi periondontitis apikalis kronis. Pasien

riwayat gejala sakit dan ketidaknyamanan sebelumnya tetapi tidak diingat lagi oleh

pasien. Secara radiografi, lamina dura telah hilang dan biasanya ada radiolusen pada

gigi yang bersangkutan. Ukuran radiolusensi bergantung pada berapa lama

periodontitis apikalis kronis telah terjadi. 10

2.1.2 Periodontitis Apikalis Kronis

Periodontitis apikalis kronis berkembang setelah meredanya fase akut dan infeksi

sebagai akibat dari karies, trauma, dan prosedur iatrogenik. Lingkungan saluran akar

nekrosis kondusif untuk perkembangan mikrobiota yang didominasi oleh bakteri

anaerob. Profil bakteri pada setiap individu berbeda bergantung pada nutrient yang

ada pada mikrobiota itu sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa periodontitis

apikalis memiliki etiologi yang heterogen dan tidak ada satu spesies yang dianggap

sebagai patogen utama. Infeksi primer periodontitis apikalis kronis didominasi oleh

bakteri anaerob.1,11

Secara histologik, lesi periodontitis apikalis kronis diklasifikasikan sebagai

granuloma atau kista. Granuloma periapikal terdiri atas jaringan granulomatosa yang

terdiri dari sel mast, makrofag, limfosit, sel plasma, dan juga leukosit neutrofil

polymorphonuclear (PMN).9

8
Kista apikalis (radikuler) adalah granuloma yang mempunyai kavitas sentral yang

berisi cairan eosinofil atau material semisolid dan dibatasi oleh epitel berlapis gepeng

(skuamosa) yang dikelilingi jaringan ikat dan mengandung semua elemen seluler,

seperti yang ditemukan pada granuloma periapikal. Epitel yang membatasi kista

apikalis adalah sisa-sisa dari sel epitel Hertwig, sel Malassez yang berproliferasi

akibat inflamasi.9

2.1.4 Abses Apikalis Akut

Abses apikalis akut atau abses alveolar akut adalah suatu kumpulan nanah pada

apeks gigi setelah pulpa mengalami nekrosis, dengan infeksi yang meluas melalui

foramen apikal ke jaringan periapikal.12 Abses apikalis akut ditandai dengan adanya

rasa sakit pada tekanan ringan, menggigit, sentuhan, dan perkusi serta adanya nanah

dan pembengkakan, terkadang disertai manifestasi sistemik seperti demam, malaise,

dan keterlibatan limfa nodus.10,12 Tes stimulasi elektrik atau panas tidak memberikan

respon.12

Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif terdiri

banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel serta eksudat purulen. Pada

gambaran radiografis, terlihat penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada

jaringan periapikal akibat adanya inflamasi periodontal dan cairan yang menumpuk

mengakibatkan ekstrusi gigi dari posisi normal di dalam soket.9,10

9
2.1.5 Abses Apikalis Kronis (Peridontitis Apikalis Supuratif)

Abses apikalis kronis diklasifikasikan juga sebagai peridontitis apikalis supuratif.

Abses apikalis kronis terjadi akibat lesi dengan rentan waktu lama yang telah

menyebabkan abses yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan.9

Patogenesis abses apikalis kronis sama dengan abses apikalis akut, yaitu

disebabkan oleh nekrosis pulpa. Penyakit ini biasanya diasosiasikan dengan

periodontitis apikalis kronis yang telah membentuk abses. Abses telah menyebar

melalui tulang dan jaringan lunak untuk membentuk saluran sinus (sinus tract) pada

mukosa oral atau kadang-kadang hingga ke kulit wajah. Pada drainase abses apikalis

kronis dapat ke dalam sulkus melalui periodontium dan dapat menyerupai abses

periodontium atau pocket.9

Abses apikalis kronis biasanya asimtomatik kecuali jika alur sinusnya tertutup

sehingga menimbulkan nyeri. Gambaran klinis, radiografis, dan histologik abses

apikalis kronis sama dengan periodontitis apikalis kronis tetapi terdapat saluran

sinus, yang mungkin dibatasi sebagian atau seluruhnya oleh epitel dan dikelilingi

oleh jaringan ikat yang terinflamasi.9

2.3 Jenis-Jenis Bakteri Pada Periodontitis Periapikal Kronis

Beberapa jenis bakteri yang terdapat pada periodontitis apikalis akut maupun

periodontitis apikalis kronis, antara lain:

10
Bakteri Gram negatif yang terdapat pada periodontitis apikalis kronis antara lain

a. Fusobacterium sp; b. Dialister sp; c. Porphyromonas sp; d. Prevotella sp;

e. Tannerella sp; f. Treponema sp; g. Campylobacter sp; h. Veillonella sp.11

Bakteri gram positif yang terdapat pada periodontitis apikalis kronis antara lain

a. Parvimonas sp; b. Filifactor sp; c. Pseudoramibacter sp; d. Olsenella sp;

e. Actinomyces sp; f. Peptostreptococcus sp; g. Streptococcus sp;

h. Propionibacterium sp; i. Eubacterium sp.

2.4 Preparasi Saluran Akar

Triad endodontic dikenal sebagai perawatan endodontik yang terdiri dari tiga

tahap pokok, yaitu preparasi, sterilisasi, dan pengisian saluran akar. Pada tahap

preparasi, dilakukan pembersihan dan pembentukan saluran akar yang meliputi

instrumentasi dengan alat-alat endodontik dan juga diperlukan bahan irigasi saluran

akar yang bertujuan untuk menghilangkan jaringan nekrotik, tumpukan serpihan

dentin dan membasahi saluran akar gigi. Pembersihan saluran akar secara

menyeluruh merupakan faktor yang penting karena sisa jaringan yang tertinggal

(debris) dapat menjadi tempat bagi tumbuhnya bakteri dan dapat menyebabkan

peradangan periapikal.3-4,13

11
2.5 Irigasi Saluran Akar

2.5.1 Sodium Hypochlorite (NaOCl) sebagai Larutan Irigasi Endodontik

Sodium hypochlorite (NaOCl) digunakan sebagai larutan irigasi luka sejak tahun

1915 dan sebagai larutan irigasi endodontik pada awal tahun 1920. Larutan tersebut

menjadi semakin popular karena efektif dan murah. Sejak saat itu, irigasi NaOCl

menjadi faktor utama keberhasilan perawatan saluran akar.13,14

Tujuan utama dilakukan irigasi saluran akar sebelum, selama dan sesudah

dilakukan preparasi biomekanik adalah mengeluarkan debris yang lepas dan

menghilangkan secara kimiawi zat-zat organik dan anorganik dari saluran akar.

Larutan irigasi ideal adalah larutan yang bersifat steril, dapat membunuh dan

menghilangkan bakteri yang terdapat pada pulpa nekrotik, melarutkan zat organik

dan anorganik, dan tidak mengiritasi jaringan periapikal. 7,15

Sodium hypochlorite (NaOCl) yang digunakan dalam perawatan endodontik

dapat melarutkan jaringan nekrotik dan efektif menghilangkan bakteri, spora, jamur

dan virus, viskositas rendah dan jangka waktu penyimpanan yang lama. Konsentrasi

larutan NaOCl yang digunakan dalam perawatan endodontik bervariasi antara 0,5-

5,25%.5,7,13

Larutan NaOCl memiliki kekurangan, dapat merusak semua jaringan hidup

kecuali keratin ephitelia, sangat korosif terhadap logam, bersifat alkalis, hipertonik,

dan memiliki rasa yang sangat tidak nyaman. Pada perawatan saluran akar,

kekurangan tersebut dapat diminimalkan dengan membatasi larutan hypochlorite

12
pada ruang pulpa dan saluran akar, penggunaan rubber dam dan teknik irigasi yang

tepat.13

2.5.2 Sifat Kimia Sodium Hypochlorite (NaOCl)

Sodium hypochlorite (NaOCl) secara tradisional diproduksi dengan mendidihkan

gas chlorine dan larutan sodium hydroxide (NaOH), menghasilkan sodium

hypochlorite (NaOCl), garam (NaCl), dan air (H2O), seperti yang terlihat pada

gambar 1 :14

Cl2 + 2NaOH NaOCl + NaCl + H2O

Gambar 1. Reaksi Kimia NaOCl


Sumber : A case report on sodium hypochlorite accident during root canal
therapy (Lee & Boyce,2012).14

Sodium hypochlorite (NaOCl) pH 11-12,5, dapat mengoksidasi, hidrolisa, dan

secara osmotik mengeluarkan cairan. Kombinasi seperti ini memungkinkannya

digunakan sebagai agen disinfeksi yang baik. Larutan ini merupakan agen

antimikroba spektrum luas, efektif terhadap bakteri Gram positif, bakteri Gram

negatif, fungi, spora, dan virus termasuk HIV. Sifat-sifat tersebut membuat NaOCl

menjadi larutan irigasi ideal untuk perawatan saluran akar, yaitu melarutkan jaringan

organik seperti debris pulpa nekrotik dan efektif sebagai agen antimikroba pada

bakteri rongga mulut.14

13
Oksidasi dan hidrolisis, merusak jaringan organik termasuk jaringan nekrotik dan

jaringan yang tidak diinginkan juga jaringan sehat yang dapat mengakibatkan terjadi

inflamasi, dekstruksi seluler dan hemolisis, terjadinya nekrosis jaringan vital (tidak

termasuk epitel keratinasi). Kerusakan yang terjadi dapat bersifat sementara atau

permanen tergantung pada konsentrasi, pH, dan durasi paparan NaOCl pada jaringan

vital.14

2.5.3 Mekanisme Kerja Sodium hypochlorite (NaOCl)

Pecora et al melaporkan bahwa NaOCl membentuk suatu keseimbangan dinamik

seperti ditunjukkan pada reaksi di bawah ini:16

NaOCl + H2O NaOH + HOCl + Na+ + OH- + H+ + OCl-

Gambar 2. NaOCl membentuk keseimbangan dinamik


Sumber : A case report on sodium hypochlorite accident during root canal
therapy (Lee & Boyce,2012).14

NaOCl bertindak sebagai pelarut organik dan lemak yang mengurai asam lemak

menjadi garam asam lemak (sabun) dan gliserol (alkohol) yang disebut saponifikasi,

yang mengurangi tegangan sisa larutan. NaOCl menetralkan asam amino membentuk

air dan garam, dengan keluarnya ion hidroksil terjadi penurunan pH. 16

Asam hypochlorous yang terkandung dalam larutan NaOCl akan menjadi pelarut

apabila berkontak dengan jaringan organik, melepaskan klorin yang bergabung

14
dengan gugus amino protein membentuk chloramine. Asam hypochlorous dan ion

hypochlorite menyebabkan degradasi dan hidrolisa asam amino. 16

Reaksi kloraminasi antara klorin dan gugus amino membentuk kloramin yang

memecahkan metabolism sel. Klorin merupakan oksidan kuat yang memberikan sifat

antibakteri yang menghambat enzim-enzim bakteri dengan membentuk gugus SH

(Sulphydryl) yang ireversibel.16

2.5.4 Efek Sodium hypochlorite (NaOCl)

Paparan NaOCl pada jaringan vital melalui irigasi terhadap jaringan periapikal

dapat menimbulkan efek merugikan pada pasien. Selain nekrosis pada jaringan vital,

NaOCl mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vaskuler dan pelepasan mediator

kimia seperti histamin, yang ,menyebabkann rasa sakit hebat, edema, dan

perdarahan.14

Bergantung pada konsentrasi dan durasi paparan NaOCl, komplikasi lebih jauh

dapat muncul dalam beberapa hari, seperti meningkatnya edema dan hematoma

akibat rusaknya pembuluh darah, dan secara klinis tampak sebagai ekimosis intra

atau extra oral. Penurunan sirkulasi darah dapat menyebabkan terjadinya infeksi

sekunder dan pada akhirnya menjadi osteonekrosis. Komplikasi lainnya dapat terjadi

cedera pada saraf seperti demielinasi, menyebabkan parastesia atau paralisis.14

15

Anda mungkin juga menyukai