KESEHATAN TERNAK
Dosen pengampu:
- Dr. Drh. Rudi Rawendra,M Ap
- drh. Isyunani, M.Agr
- drh. Nurdianti
Mansur ( 04.03.18.207 )
KEMENTERIAN PERTANIAN
2019
JUDUL : PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA AYAM PETELUR
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang dimanfaatkan di berbagai sektor
seperti perikanan, peternakan, industri dan jasa, perkebunan. Salah satu sektor yang
berperan penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia adalah sektor peternakan. Hewan
ternak mamalia seperti sapi, kambing, kerbau dan unggas seperti ayam dan bebek memiliki
peran penting salah satunya untuk kebutuhan pangan. Faktor utama yang menyebabkan
penurunan jumlah produksi ternak salah satunya yaitu gangguan kesehatan. Gangguan
kesehatan biasanya dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit berupa ektoparasit dan
endoparasit (Fadilah, 2005).
Endoparasit merupakan parasit yang hidup di dalam tubuh inang. Pada umumnya
endoparasit terdiri atas berbagai jenis cacing, arthropoda, bakteri, protozoa, dan virus (Hadi
dan Soviana, 2000). Endoparasit dapat ditemukan pada otak, hati, paru-paru, jantung, ginjal,
kulit, otot, darah, dan saluran pencernaan. Hewan ternak yang terinfeksi endoparasit
biasanya lesu, pucat, kondisi tubuh menurun bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Endoparasit yang sering menginfeksi unggas peliharaan seperti
bebek, ayam, dan itik adalah kelas Nematoda (Soekardono, 1986).
Invasi parasit dapat menurunkan jumlah produk peternakan seperti telur dan daging
serta menurunkan kualitas ayam produksi. Parasit yang berada pada tubuh suatu hewan,
misalnya ayam, dapat menyebabkan kerusakan organ hewan tersebut. Ayam yang terserang
parasit dapat mengalami penurunan berat badan sehingga ayam menjadi kurus. Ayam dapat
terinfeksi oleh endoparasit salah satunya, yaitu melalui makanan. Endoparasit dapat
ditularkan melalui makanan, yaitu melalui makanan yang kurang bersih sehingga mudah
terinfeksi parasit. Selain melalui makanan, penyebaran endoparasit dapat melalui air serta
peralatan ternak (Parede et al., 2005).
Nutrisi yang baik dan seimbang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan
perkembangan ayam pedaging maupun petelur. Berbagai macam nutrisi yang dibutuhkan
yaitu karbohidrat, lemak, protein, asam amino, vitamin, dan mineral. Protein yang dibutuhkan
ayam pedaging dan petelur berbeda, pada ayam pedaging kebutuhan protein berkisar antara
lebih kurang 2800 sampai 3400 kkal energi metabolis per kg ransum. Sedangkan pada ayam
petelur membutuhan protein berkisar 3500 kkal energi metabolis per kg ransum (Anggorodi,
1985).
1. Alat dan Bahan
a) Alat
1. Tabung reaksi, tabung sentribus
2. Obyek Glass dan dek/cover glass
3. Mikroskop
4. Sentrifuge 3000rpm
b) Bahan
1. Feces ayam dan sapi
2. Larutan gula garam jenuh,
3. Aquadest
4. Methylene blue
5. ATK dan gambar jenis-jenis telur cacing/endoparasit pada ternak
2. Organisasi
1. Mahasiswa bergabung membentuk kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok
terdiri dari 4-6 orang. Setiap kelompok pilihlah seorang ketua dan seorang
sekretaris.
2. Lakukan dan biasakan untuk berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
praktek.
3. Lakukan kegiatan ini dengan cermat, teliti, sungguh-sungguh, hati-hati, jujur, dan
penuh tanggung jawab.
3. Prosedur Kerja
a. Metode Flotasi
1. Metode flotasi digunakan untuk jenis telur cacing parasite yang dapat
mengapung dengan mengunakan larutan gula garam jenuh.
2. Sampel feses sapi ditimbang sebanyak 3 gram dan dimasukkan dalam tabung.
Kemudian tabung tersebut diisi 5 ml larutan gula garam jenuh, dihomogenkan
dan diisi kembali dengan larutan gula garam jenuh hingga cembung,
didiamkan selama 45 menit.
3. Selanjutnya pada mulut tabung ditutup dengan kaca penutup, kaca penutup
diangkat lalu diletakkan di atas objek gelas dan diamati di bawah mikroskop
(Shaikenov et, al, 2004).
b. Metode Sedimentasi
1. Metode sedimentasi digunakan untuk jenis telur cacing parasit yang
mengendap bersama feses.
2. Sampel feses sapi diambil sebanyak 3 gram dimasukkan dalam tabung reaksi
diisi akuades 30 ml diaduk sampai homogen.
3. Filtrat disaring sebanyak dua kali menggunakan kertas saring ke dalam tabung
sentrifus.
4. Filtrat disentrifus selama tiga menit dengan kecepatan 3000 rpm. Kemudian
supernatan yang terbentuk dibuang perlahan sehingga menyisakan endapan.
5. Endapan diberi metilen blue dan diteteskan pada objek gelas dan ditutup
dengan cover gelas lalu endapan diamati di bawah mikroskop (Murray, 1996)
c. Setelah selesai, bersihkan peralatan yang anda gunakan dan kembalikan ke tempat
semula
HASIL PENGAMATAN
inilah yang menjadi pembawa sumber infeksi yang sangat potensial ( Retnani
& Hadi, 2007 ).
Cacing ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak sepanjang
usus. Ciri – ciri organ yang terifeksi yaitu ditemukan adanya bungkul –
bungkul berwarna putih dan jelas terlihat di luar ususnya. Menurut referensi
yang diperoleh, diketahui bahwa bungkul – bungkul tersebut terdiri dari
jaringan nekrotik dan darah putih.
Parasit – parasit di daerah tropika seperti di Indonesia, banyak macam dan
jumlahnya. Dengan mengenal parasit cacing dan dimana tempat ditemukan, serta
cara penularannya dan beberapa keterangan lainnya, maka dapat dilakukan
pertolongan pertama sebelum ada ahli yang membantu. Berikut ini adalah
berbagai macam parasit yang sering menyerang saluran pencernaan unggas :
1. Trichostrongylus tenuis
Ciri – ciri : Panjang cacing jantan 5,5-9 mm. lebar pertengahan 48
mikron. Panjang cacing betina 6,5-11 mm. lebar didaerah
vulva 77-100 mm. telur berdinding tipis.
Lokasi : Cecum dan usus halus
Nematoda
2.Heterakis gallinarum
Ciri – ciri : Panjang cacing jantan 7 – 13 mm. Panjang cacing betina 10 –
15 mm. Telur berdinding licin dan tebal, berukuran 65 – 80 x
35 – 46 mikron.
Lokasi : Cecum
Penularan : Secara langsung yaitu dengan makan telur cacing yang
infektif. Menyebabkan penyakit diare pada burung pegar (
Pheasant).
Postmortem : Ceca meradang dan dindingnya menebal. Pendarahan pada
mukosa cecum (typhlytis) noduler.
3. Ascaridia galli
Ciri – ciri : Panjang cacing jantan 50 – 76 mm. Panjang cacing betina 76
– 116 mm. Cacing ini mempunyai 3 bibir. Telurnya tak
bersegmen waktu keluar bersama tinja dan dindingnya licin,
berukuran 73 – 92 x 45 -57 mikron.
Lokasi : Usus halus bagian tengah.
Penularan : Secara langsung yaitu dengan makan telur cacing yang
infektif. Menyebabkan penyakit Ascariosis.
Postmortem : Radang usus yang bersifat haemorrhagic ( terdapat
pendarahan ) dan larva cacing berukuran kira – kira 7 mm.
Dapat ditemukan dalam selaput lendir usus. Bangkai kurus,
kurang darah atau anemia dan cacing dewasa ditemukan
5.Strongyloides avium
Ciri – ciri : Cacing ini panjangnya 2,2 mm. Panjang oesophagus 0,7 mm. telur
berukuran 52 – 56 x 36 – 40 mikron.
Lokasi : Usus halus dan cecum.
Penularan : Generasi yang bersifat parasitik dapat menembus kulit induik
semang, menuju trakea, lalu ke pharinx dan selanjutnya ke
usus. Infeksi melalui paruh ( per os ) juga dapat terjadi.
Postmortem : Vulva cacing betina terletak di pertengahan badannya dan
oesophagusnya panjang (seperti silinder, filariform)
Cestoda
6.Raillietina tetragona
Ciri – ciri : Panjang cacing ini sampai 25 cm. Alat penghisap cacing berbentuk
bulat panjang dan dilengkapi dengan ikat – ikat yang kecil.
Lokasi : Usus halus ayam, ayam mutiara dan burung merpati
Penularan : Lalat rumah, Musca dometica dan semut sebagai induk
semang – antara. Menyebabkan penyakit Cestodosis pada
ayam.
Postmortem : Terdapat radang usus halus.
7. R. echinobothrida
Ciri – ciri : Panjangnya kira – kira sampai dengan 25 cm. Bentuk dan
ukurannya mirip dengan R. tetragona.
Lokasi : Usus halus ayam
Penularan : Semut sebagai induk semang – antara. Menyebabkan
penyakit cestodosis pada ayam.
Postmortem : Terdapat bungkul – bungkul pada usus halus dan jelas terlihat
bila kita lihat ususnya dari luar. Bungkul itu terdiri dari
jaringan nekrotik dan darah putih.
Gammbar 5. Bagian Kepala, Ruas yang masak, dan Kait pada Raillietina
echinobothrida
http://www.msstate.edu/dept/poultry/pics/anatomy.jpg
B. Mekanisme Infeksi Cacing ke Dalam Tubuh Unggas
Mekanisme infeksi cacing ke dalam tubuh unggas berkaitan erat
dengan siklus hidup cacing tersebut. Berbagai faktor yang mempengaruhi
pola infeksi tersebut adalah populasi cacing stadium efektif di dalam inang
antara, dan pola penyebarannya, kekhasan inang / habitat serta pola
makannya ( Lawson & Gemmel, 1983 ). Sedangkan kelangsungan hidup
cacing stadium efektif di alam sangat ditentukan oleh interaksi antara kondisi
alam yaitu suhu, kelembaban, dan curah hujan yang setiap jenis cacing
mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda ( Charmichael, 1993; Ridwan et
all., 1996 )
Cacing biasanya menginfestasi ke dalam tubuh ayam melalui
beberapa cara, diantaranya melalui telur cacing atau larva cacing yang
termakan oleh ayam, memakan induk semang antara ( semut ) yang
mengandung telur atau larva cacing, telur atau larva cacing yang terbawa
oleh petugas kandang / peternak melalui sepatu dan pakaian kandangnya,
atau bisa juga karena ransum atau air minum yang tercemar telur cacing.
Cacing pita merupakan cacing yang menginfeksi ayam dan memerlukan
serangga sebagai inang antaranya (Soulsby 1982). Peluang kontak ayam
terhadap inang antara yang paling potensial adalah keberadaan dan volume
tinja, sedangkan kondisi lingkungan dan manejemen peternakan merupakan
faktor pendukung.
Sisterkoid
Skolek
Semut
Proglotid gravid
.Anonimus. 2007. Waspada Cacing Pita pada Unggas. diakses tanggal 7 Mei
2009. www.poultryindonesia.com
Beriajaya, dkk. 2009. Masalah Ascariasis Pada Ayam ( Lokakarya Nasional Inovasi
Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing). Bogor :
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Noble, Elmer R dan Glenn A Noble. 1989. Parasitologi : Biologi Parasit Hewan.
Jakarta : Gramedia
Sujana, Arman. 2007. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta : Mega Aksara.
Suprijatna, Edjeng, dkk. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Bandung : Penebar
Swadaya.http://info.medion.co.id/index.php/artikel/hewan-
besar/penyakit/cacingan-pada-sapi