Anda di halaman 1dari 3

ANTARA HUKUM DAN REALITAS

Oleh : Rustam Umar


Pengurus PB dJAMAN Maluku Utara

Hukum tidak boleh buta dalam melihat realitas, hukum juga tidak boleh tuli dalam
mendengar suara masyarakat, tetapi hukum harus berlari kencang untuk menyapa
masyarakat serta komunitas dan hukum harus mampu berdiri tegak diatas tembok keadilan.
SARIFUDDIN SUNDING

Negara adalah alat bagi penguasa untuk menindas rakyat, begitulah stegmen yang di
sampaikan oleh seorang filsuf jerman Karl Marx, yang mengartikan Negara sebagai
kekuasaan untuk mengeksploitasi hak-hak rakyat, sehingga nasib rakyat semakin terpuruk
sedangkan para penguasa semakin berkuasa diatas tahta kekuasaan. Sebab secara historis
rakyat telah menyerahkan kewenangan serta kedaulatanya kepada seorang penguasa melalui
sebuah perjanjian yang dinamakan oleh Jhon Luck sebagai contrack social, Sehingga
membuat para penguasa bisa berbuat sewenang-wenang dan bahkan menindas rakyat demi
mewujudkan kepentingannya melalui kebijakan yang dilakukan atas nama negara.

Maka sesungguhnya kekuasaan harus dibatasi agar tidak terjadi penyelewenangan


kekuasaan yang orentasinya pada penderitaan dan kesengsaraan rakyat, untuk itulah harus
ada hukum yang mengatur tentang ketertiban dalam masyarakat serta membatasi diri dari
pada suatu kekuasaan, tetapi hukum juga tidak bisa dipisahkan dengan kekuasaan karna
hukum tanpa kekuasaan bagaikan macan ompong yang tidak memiliki kekuatan untuk
mengatur kehidupan masyarakat.

Dari narasi singkat diatas, mengajarkan kepada kita bahwa dalam sebuah negara,
harus adanya instrumen hukum yang digunakan sebagai rambu-rambu lalu lintas yang
mengatur jalanya pemerintahan yang terhindar dari berbagai kecurangan, diskriminasi serta
pengeksploitasian hak-hak rakyat, sehingga masyarakat bisa merasakan kesejahteraan dan
ketentraman hidup.

Begitu pentingnya hukum dalam suatu negara, sehingga dalam konstitusi negara
indonesia, UUD 1945 pasal 1 ayat 3 tercantum bahwa negara indonesia adalah negara
hukum, hal ini berarti bahwa setiap tindakan dan kebijakan negara harus berdasar atas
hukum, hal ini juga memberikan isyarat bahwa hanya hukum yang mampu diandalkan untuk
mengatasi berbagai persoalan dalam negara. Karena pada hakekatnya hukum telah menguasai
kehidupan manusia, mulai dari sebelum dilahirkan hingga setelah meninggal duniapun,
manusia masih diatur oleh hukum, itulah sebabnya ketertiban dalam masyarakat dan negara
merupakan cita-cita hukum.

Namun hukum negara indonesia, mengutip kata sarifuddin sunding, telah dirasuki
oleh roh Hans Kelsen yang melihat hukum sebagai peraturan tertulis atau hukum positivistik
yang cenderung menganggap hukum hanyalah gejala normative, dengan mengabaikan
pertimbangan-pertimbangan dari sudut pandang ilmu sosiologi, Sehingga seorang nenek
minah yang mencuri cokelat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya harus dimasukan dalam
jeruji besi, seorang anak kecil yang mencuri sandal politisi dipenjarakan tanpa belas kasihan,
14 masyarakat Gebe yang datang menagih janjinya dipihak perusahan, justru di pidana demi
menegakkan Hukum dan keadilan, serta kasus-kaus lainnya, sedangkan seorang pejabat
negara yang mencuri uang negara (Korupsi) dibiarkan bebas demi melindungi hak-hak
demokrasinya, yakni hak-haknya untuk merampas dan menikmati uang negara . sungguh
ironis hukum d negri ini, tetapi beginilah faktanya, hukum telah diperjual belikan oleh para
penguasa, dan dijadikan “prajurit” untuk menjaga istana “kerajaanya”.

Pada titik inilah, maka mau tak mau kita harus sepakat bahwa ada semacam
penekanan dalam internal hukum yang memperdaya bahkan memperlemah penegakan hukum
sehingga tujuan hukum menjadi absurd. Absurditas hukum terjadi karena banalitas kuasa,
atau kekuasaan tanpa batas yang mengintervensi ataupun mengendalikan hukum untuk
mengikuti logika kekuasaan yang berkuasa, maka hukum dianggap sebagai parasit yang
cenderung membatasi hasrat sang penguasa, sehingga hukum harus dikendalikan agar tak ada
lagi yang mencekal setiap kepentingan penguasa, meskipun kepentingan busuk yang
terselubung sekalipun. seperti yang kita ketahui bahwa setiap kekuasaan sarat akan
kepentingan,

Berkaitan dengan kondisi seperti ini, saya teringat akan sebuah tulisan yang ditulis
oleh Margarito kamis dalam salah satu tulisannya untuk mendiskripsikan fenomena hukum,
pak ito menulis, Hukum bukanlah soal Ekonomi, bukan juga soal perdagangan, tetapi dalam
dunia para Bandit yang haus akan jabatan dan Harta, maka Hukum menjadi ladang yang
sangat menguntungkan lagi menggiurkan, tak perlu panjat pohon kelapa dan tak perlu tarik
gerobak, cukup kuasai hukum maka uang akan datang dengan sendirinya.

Walaupun cukup lama kita telah bernegara dan juga telah bersepakat secara
konstitusional serta mengakui bahwa negara hukum adalah sistem ketatanegaraan kita,
namun masih banyak yang harus diperbaiki, baik dari sisi sistem,struktur dan kultur
hukumnya, sebab empat kali telah dilakukan perubahan UUD dan dengan berbagai produk
UU yang telah diterbitkan, tetapi proses penegakan hukum masih jauh dari harapan, semacam
supremasi hukum hanya menjadi slogan belaka tanpa makna, lihatlah betapa bersemangatnya
pemimpin kita yang berorasi tentang pencegahan korupsi, tidak ketinggalan pihak kepolisian
hadir dengan slogan melawan korupsi, bahkan pembentukan lembaga KPK yang diberikan
kewengan khusus untuk memeberantas korupsi sampai dibentuknya pengadilan yang khusus
menangani tindak pidana korupsi namun kasus korupsi bukannya berkurang tetapi malah
menjalar kemana-mana. Sangat menggelikan,.ibarat seorang yang sikapnya menentang
korupsi dengan watak yang korup. Padahal wataklah yang menentukan sikap.

Untuk membenahi hukum di Indonesia, maka perlu ada perhatian serius secara
saksama terhadap masalah perilaku dan karakter bangsa. Kehidupan bangsa tidak hanya
menyangkut urusan teknis tentang tata cara berhukum, seperti pendidikan hukum, tetapi
menyangkut soal pendidikan dan pembinaan perilaku individu-individu dan soal yang lebih
luas, karna bangsa Indonesia selama ini masih berurusan dengan aspek perilaku, hal ini
dapat kita lihat dari masih banyaknya sebagian orang yang belum ada kesadaran tentang
hukum. untuk itulah pengetahuan hukum dan kesadaran hukum menjadi sangat penting
dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan, negara sebagai mana kata Cicero, “Salus Populu
Suprema Lex Exto”, Hendaknya kesejahteraan Rakyat menjadi Hukum yang tertinggi
dinegeri ini.
Dari sinilah, maka sangat dibutuhkan para penegak hukum yang memiliki integritas
dan kesadaran hukum demi tegaknya “Equality Before The Law” dalam negara hukum yang
beriklim demokrasi, yang mampu menumbuhkan kebenaran dan menebarkan keadilan yang
dikubur hidup-hidup oleh rezim totaliter pada zaman orde lama ke orde baru serta para
penguasa dijaman reformasi ini, sehingga mampu membawa negara indonesia berlabuh ke
dermaga yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, sebagaimana tujuan hukum yaitu
menciptakan keadilan ,kemanfaatan dan ketertiban dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai