Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN SPONDYLIOSIS LUMBALIS

PENDAHULUAN

Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis
lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas
bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan
jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang
terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior
dan inferior vertebra centralis (corpus). 1,2

Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis.Di Amerika
Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami spondilosis
lumbalis, meningkat dari 3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di dunia, spondilosis lumbal
dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan mungkin tidak dapat
dihindari, bersamaan dengan usia. Kira-kira 84% pria dan 74% wanita mempunyai osteofit
vertebralis, yang sering terjadi setinggi T9-10. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita berusia 55-
64 tahun mempunyai osteofit lumbalis. Kira-kira 20% pria dan 22% wanita berusia 45-64
tahun mengalami osteofit lumbalis.2

Rasio jenis kelamin pada keadaan ini bervariasi, namun hampir sama secara
bermakna. Spondilosis lumbalis ini sendiri muncul sebagai fenomena penuaan yang tidak
spesifik. Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara spondilosis
dengan gaya hidup, berat badan, tinggi badan, massa tubuh, aktivitas fisik, merokok dan
konsumsi alkohol, atau riwayat reproduksi. 2

Spondilosis lumbalis sering bersifat asimtomatis, sehingga kita sebagai dokter sangat
perlu untuk mengetahui patogenesis, gejala klinis yang sering tampak serta pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan penunjang untuk dapat menegakkan diagnosa dan memberikan
penanganan yang tepat.
ANATOMI

Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk
bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna vertebra cervical, 12
columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4
columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx
pada umur 20 sampai 25 tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal
cord. Spinal cord merupakan struktur yang Sangat sensitif dan penting karena
menghubungkan otak dan sistem saraf perifer. 3

Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau corpus
vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di posterior oleh
lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di lateral
di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis. 2

Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di pinggir
processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian dari facet joint.
Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian tersempit. Setelah melengkung secara
lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di bagian terbuka yang lebih lebar dari
canalis spinalis di lateral, yaitu foramen intervertebralis. Dinding anterior dari recessus
lateralis dibatasi oleh discus intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di
bagian inferior. 2

Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi oleh
processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian kecil dari
lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit recessus lateralis, dinding
dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus lateralis, dan perubahan degeneratif di
daerah inilah mengakibatkan kebanyakan penekanan akar saraf pada stenosis spinalis
lumbalis. 2

Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura
setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari canalis spinalis
satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini dapat terjadi
penekanan. 2
Gambar 1. Columna Vertebralis

Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal


PENGERTIAN

Spondylosis adalah sejenis penyakit rematik yang menyerang tulang belakang (spine
osteoarthritis) yang disebabkan oleh proses degenerasi sehingga mengganggu fungsi dan
struktur tulang belakang. Spondylosis dapat terjadi pada level leher (cervical), punggung
tengah (thoracal), maupun punggung bawah (lumbal). Proses degenerasi dapat menyerang
sendi antar ruas tulang belakang, tulang dan juga penyokongnya (ligament).

Spondylosis lumbal adalah kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya


struktur dan fungsi normal spinal. Proses penuaan adalah penyebab utama tapi lokasi dan
percepatan degenerasi bersifat individual. Proses degenerative pada region cervical, thorak
atau lumbal dapat mempengaruhi discus intervertebral dan sendi faset (Kalim, 1996)

Spondylosis ini termasuk penyakit degeneratif yang proses terjadinya secara umum
disebabkan oleh berkurangnya kekenyalan discus yang kemudian menipis dan diikuti
dengan lipatan ligamen disekeliling corpus vertebra, seperti ligamentum longitudinal.
Selanjutnya pada lipatan ini terjadi pengapuran dan terbentuk osteofit. Spondylosis
kebanyakkan menyerang pada usia diatas 40 tahun (Appley, 1995).

ETIOLOGI

Tidak ada yang tahu persis apa yang menyebabkan pada seseorang terjadi proses degenerasi
pada sendi tersebut sedangkan orang lain tidak. Tapi ada beberapa faktor resiko yang dapat
memperberat atau mencetuskan penyakit ini. Faktor usia dan jenis kelamin salah satunya,
semakin tua semakin banyak penderita spondylosis. Dari temuan radiografik (Holt, 1966)
kejadiannya 13% pada pria usia 30-an, dan 100% pada pria usia 70-an. Sedangkan pada
wanita umur 40-an 5% dan umur 70-an 96%. Faktor lain yang turut meningkatkan kejadian
spondylosis adalah faktor trauma, ’wear and tear’ alias pengausan, dan genetik. Perlu
diingat bahwa tulang punggung adalah penahan berat, jadi tentunya berhubungan dengan
pekerjaan dan obesitas. Misalnya orang yang mempunyai pekerjaan sering mengangkat
beban berat maka kecenderungan terkena spondylosis lebih tinggi, dan orang yang gemuk
dengan sendirinya juga memberi beban lebih pada sendi di ruas tulang punggung sehingga
meningkatkan kemungkinan terkena spondylosis. Merokok juga dilaporkan merupakan
faktor resiko penyakit ini.

PATOGENESIS DAN KLASIFIKASI

Spondilosis muncul sebagai akibat pembentukan tulang baru di tempat dimana ligament
anular mengalami ketegangan.

Verbiest pada 1954, menganggap sebagai penyakit yang asalnya tidak diketahui, dengan
kelainan genetik, dimana efek patologis secara keseluruhan hanya muncul saat
pertumbuhan sudah lengkap dan vertebra sudah mencapai ukuran maksimal. Kebanyakan
ahli menerima teori yang menjelaskan stenosis spinalis lumbalis terjadi melalui perubahan
degeneratif yang menjadi instabilitas dan penekanan akar saraf yang menimbulkan masalah
jika anatomi canalis spinalis seseorang tidak baik.

Faktor perkembangan dan kongenital termasuk beberapa variasi anatomis yang


memberikan ruang lebih sempit untuk jalannya saraf, sehingga bahkan hanya dengan
perubahan osseus minor dapat berkembang menjadi penekanan akar saraf: canalis spinalis
yang dangkal, canalis dengan bentuk trefoil, atau anomali dari akar saraf.

Variasi anatomis facet joint dalam hal orientasi, bentuk, atau asimetrisitas membuat
degenerasi lebih mudah terjadi yang berkembang menjadi penekanan akar saraf. Degenerasi
lebih sering menyebabkan gejala penekanan akar saraf pada canalis spinalis yang sempit,
dibandingkan dengan yang lebar bahkan spondilosis atau spondiloartrosis yang berat tidak
memberikan tanda-tanda klinis. Bentuk trefoil dari canalis spinalis adalah variasi anatomis
dari canalis spinalis, yang disebabkan oleh orientasi dari lamina dan facet joint. Paling
sering ditemukan setinggi L3 sampai L5. Kondisi ini dianggap sebagai faktor predisposisi
berkembangnya stenosis recessus lateralis melalui perubahan degeneratif dari facet joint.

Kelainan-kelainan akar saraf (akar yang berhimpit, akar yang ukurannya melebihi normal,
akar yang melintang) juga dapat berperan dalam berkembangnya gejala. Disproporsi antara
ukuran recessus lateralis dan diameter akar yang di luar normal dapat menimbulkan gejala
yang sesuai.
Facet joint yang asimetris dapat mempercepat degenerasi discus, facet joint dengan orentasi
ke frontal memungkinkan ruang yang lebih lebar untuk membengkok ke lateral dan oleh
karena itu juga mempunyai akibat negatif terhadap integritas discus. Pada saat yang sama,
juga terdapat ruang yang lebih sempit di recessus lateralis. Orientasi sendi ke sagital
memungkinkan mudahnya pergeseran ke sagital dari vertebra-yaitu berkembangnya
spondilolistesis degeneratif. Faktor yang didapat yaitu termasuk semua perubahan
degeneratif yang berkembang menjadi penekanan akar saraf baik osseus maupun non-
osseus.

Secara morfologis, bentuk-bentuk perlekatan struktur saraf berikut ini dapat muncul
secara tunggal atau kombinasi dapat digolongkan sebagai stenosis spinalis lumbalis :

- stenosis spinalis centralis


- stenosis recessus lateralis
- penyempitan foramen intervertebralis
- penekanan akar saraf osseus

GEJALA DAN MANIFESTASI KLINIK

Spondilosis lumbalis biasanya tidak menimbulkan gejala. Ketika terdapat keluhan nyeri
punggung atau nyeri skiatika, spondilosis lumbalis biasanya merupakan temuan yang tidak
ada hubungannya. Biasanya tidak terdapat temuan apa-apa kecuali munculnya suatu
penyulit.

Pasien dengan stenosis spinalis lumbalis sebagian besar mengalami keluhan saat
berdiri atau berjalan. Gejala atau tanda yang mncul saat berjalan berkembang menjadi
claudicatio neurogenik. Dalam beberapa waktu, jarak saat berjalan akan bertambah pendek,
kadang-kadang secara mendadak pasien mengurangi langkahnya. Gejala yang muncul
biasanya akan sedikit sekali bahkan pada pasien yang dengan kasus lanjut. 2

Gejala dan tanda yang menetap yang tidak berhubungan dengan postur tubuh
disebabkan oleh penekanan permanen pada akar saraf. Nyeri tungkai bawah, defisit sensorik
motorik, disfungsi sistem kemih atau impotensi seringkali dapat ditemukan. 2
Gejala dan tanda yang intermiten muncul ketika pasien berdiri, termasuk nyeri
pinggang bawah, nyeri alih, atau kelemahan pada punggung. Gejala-gejala ini berhubungan
dengan penyempitan recessus lateralis saat punggung meregang. Oleh karena itu, gejala-
gejala akan dipicu atau diperburuk oleh postur tubuh yang diperburuk oleh lordosis lumbal,
termasuk berdiri, berjalan terutama menuruni tangga atau jalan menurun, dan termasuk
juga memakai sepatu hak tinggi. 2

Nyeri pinggang bawah adalah keluhan yang paling umum muncul dalam waktu yang
lama sebelum munculnya penekanan radikuler. Kelemahan punggung merupakan keluhan
spesifik dari pasien dimana seolah-olah punggung akan copot, kemungkinan akibat sensasi
proprioseptif dari otot dan sendi tulang belakang. Kedua keluhan, termasuk juga nyeri alih
(nyeri pseudoradikuler) disebabkan oleh instabilitas segmental tulang belakang dan akan
berkurang dengan perubahan postur yang mengurangi posisi lordosis lumbalis : condong ke
depan saat berjalan, berdiri, duduk atau dengan berbaring. Saat berjalan, gejala permanen
dapat meluas ke daerah dermatom yang sebelumnya tidak terkena atau ke tungkai yang
lain, menandakan terlibatnya akar saraf yang lain. Nyeri tungkai bawah dapat berkurang,
yang merupakan fenomena yang tidak dapat dibedakan. Karena pelebaran foramina secara
postural, beberapa pasien dapat mengendarai sepeda tanpa keluhan, pada saat yang sama
mengalami gejala intermiten hanya setelah berjalan dengan jarak pendek

Claudicatio intermiten neurogenik dialami oleh 80% pasien, tergantung kepada


beratnya penyempitan canalis spinalis. Tanda dan gejala yang mengarahkan kepada hal
tersebut adalah defisit motorik, defisit sensorik, nyeri tungkai bawah, dan kadang-kadang
terdapat inkontinensia urin. Beristirahat dengan posisi vertebra lumbalis yang terfleksikan
dapat mengurangi gejala, tapi tidak dalam posisi berdiri, berlawanan dengan claudicatio
intermiten vaskuler. Claudicatio intermiten neurogenik disebabkan oleh insufisiensi suplai
vaskuler pada satu atau lebih akar saraf dari cauda equina yang terjadi selama aktivitas
motorik dan peningkatan kebutuhan oksigen yang berhubungan dengan hal tersebut.
Daerah fokal yang mengalami gangguan sirkulasi tersebt muncul pada titik tempat
terjadinya penekanan mekanik, dengan hipereksitabilitas neuronal yang berkembang
menjadi nyeri atau paresthesia Demielinasi atau hilangnya serat saraf dalam jumlah besar
akan berkembang menjadi kelemahan atau rasa kebal. Efek lain dari penekanan mekanik
adalah perlekatan arachnoid yang akan memfiksasi akar saraf dan menganggu sirkulasi CSF
di sekitarnya dengan akibat negatif pada metabolismenya.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan komplikasi.
Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-energy absorptiometry scan [DEXA])
memastikan tidak ada osteofit yang terdapat di daerah yang digunakan untuk pengukuran
densitas untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit menghasilkan gambaran massa tulang
yang bertambah, sehingga membuat hasil uji densitas tulang tidak valid dan menutupi
adanya osteoporosis.
Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk
menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina intervertebralis
dan facet joint, menunjukkan spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan
spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat
ditentukan dengan metode ini.

Mielografi (tidak dilakukan lagi) bermanfaat dalam menentukan derajat dan kemiringan
besarnya stenosis karena lebih dari sati titik penekanan tidak cukup.

CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat yang
sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran dan
bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi discuss
intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat.

MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus dan
saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis. Disamping itu, di
luar dari penampakan degradasi diskus pada T2 weighted image, biasanya tidak dilengkapi
informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan
adanya perkembangan pemakaian MRI yang cepat yang merupakan metode non invasif,
peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan bertambah. Khususnya kemungkinan untuk
melakukan rangkaian fungsional spinal lumbalis akan sangat bermanfaat.
Sangat penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-gejala,
karena penyempitan asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering ditemukan baik
stenosis dari segmen yang asimptomatik atau pasien yang sama sekali asimptomatik dan
seharusnya tidak diperhitungkan.

Gambar 3. Spinal canal stenosis-Sagittal MRI

Gambar 4. Lumbar Spondylosis


PENGOBATAN

Pengobatan harus disesuaikan dengan pasien, usia dan tujuan. Pada kebanyakan pasien dapa
dicapai perbaikan yang nyata atau berkurangnya gejala-gejala. Gejala-gejala radikuler dan
claudicatio intermitten neurogenik lebih mudah berkurang dengan pengobatan daripada
nyeri punggung, yang menetap sampai pada 1/3 pasien.

Pengobatan konservatif

Pengobatan ini terdiri dari analgesik dan memakai korset lumbal yang mana dengan
mengurangi lordosis lumbalis dapat memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak saat
berjalan. Pada beberapa kelompok pasien, perbaikan yang mereka rasakan cukup
memuaskan dan jarak saat berjalan cukup untuk kegiatan sehari-hari.

Percobaan dalam 3 bulan direkomendasikan sebagai bentuk pengobatan awal kecuali


terdapat defisit motorik atau defisit neurologis yang progresif. Terapi konservatif untuk
stenosis spinalis lumbalis dengan gejala-gejala permanen jarang sekali berhasil untuk waktu
yang lama, berbeda dengan terapi konservatif untuk herniasi diskus.

Terapi medis dipergunakan untuk mencari penyebab sebenarnya dari gejala nyeri
punggung dan nyeri skiatika.

- Jangan menyimpulkan bahwa gejala pada pasien berhubungan dengan osteofitosis.


Carilah penyebab sebenarnya dari gejala pada pasien.
- Jika muncul gejala terkenanya akar saraf, maka diindikasikan untuk bed rest total
selama dua hari. Jika hal tersebut tidak mengatasi keluhan, maka diindikasikan untuk
bedah eksisi.
- Pengobatan tidak diindikasikan pada keadaan tanpa komplikasi.

TERAPI PEMBEDAHAN

Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejala-
gejala permanen khususnya defisit mototrik. 2 Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan
tanpa komplikasi.
Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya persinggungan dengan
nervus skiatika yang tidak membaik dengan bed rest total selama 2 hari.

- Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit yang mungkin terjadi
hanya jika sebuah neuroforamen ukurannya berkurang 30% dari normal.
- Reduksi tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau tinggi foramen sampai
kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis kompresi saraf yang diinduksi osteofit.
- Jika spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis spinalis adalah
komplikasi yang mungkin terjadi.
- Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta. Aneurisma aorta dapat
menyebabkan erosi tekanan dengan vertebra yang berdekatan. Jika osteofit muncul
kembali, tanda yang pertama muncul seringkali adalah erosi dari osteofit-osteofit
tersebut, sehingga tidak nampak lagi.
- Terdapat kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang menekan duodenum.

Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian karena
pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur
operasi yang dapat dilakukan anatara lain:2

 Operasi dekompresi
 Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil
 Operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil
Prosedur dekompresi adalah: dekompresi kanalis spinalis, dekompresi kanalis spinalis
dengan dekompresi recessus lateralis dan foramen intervertebralis, dekompresi selektif dari
akar saraf.

Dekompresi kanalis spinalis

Laminektomi adalah metode standar untuk dekompresi kanalis spinalis bagian


tengah. Keuntungannya adalah biasanya mudah dikerjakan dan mempunyai angka
kesuksesan yang tinggi. Angka kegagalan dengan gejala yang rekuren adalah ¼ pasien
setelah 5 tahun. Terdapat angka komplikasi post operatif non spesifik dan jaringan parut
epidural yang relatif rendah.

Secara tradisional, laminektomi sendiri diduga tidak menganggu stabilitas spina


lumbalis, selama struktur spina yang lain tetap intak khususnya pada pasien manula. Pada
spina yang degeneratif, bagian penting yang lain seperti diskus intervertebaralis dan facet
joint seringkali terganggu. Hal ini dapat menjelaskan adanya spodilolistesis post operatif
setelah laminektomi yang akan memberikan hasil yang buruk.

Laminektomi dikerjakan pada keadaan adanya spondilolistesis degeneratif atau jika


terdapat kerusakan operatif dari diskus atau facet joint. Terdapat insiden yang tinggi dari
instabilitas post operatif. Dengan menjaga diskus bahkan yang sudah mengalami degenerasi,
nampaknya membantu stabilitas segmental (Goel, 1986). Untuk alasan inilah maka
discectomy tidak dianjurkan untuk stenosis spinalis lumbalis dimana gejalanya ditimbulkan
oleh protrusio atau herniasi, kecuali diskus yang terherniasi menekan akar saraf bahkan
setelah dekompresi recessus lateralis.

Jaringan parut epidural muncul setelah laminektomi dan kadang-kadang berlokasi di


segmen yang bersebelahan dengan segmen yang dioperasi. Jika jaringan parut sangat nyata,
hal ini disebut dengan “membran post laminektomi”. Autotransplantasi lemak dilakukan
pada epidural oleh beberapa ahli bedah untuk mengurangi fibrosis. Walaupun beberapa
telah berhasil, pembengkakan lemak post operatif dapat mengakibatkan penekanan akar
saraf.

Dekompresi harus dilakukan pada pasien dengan osteoporosis. Sebaiknya dilakukan dengan
hati-hati karena instabilitas post operatif sangat sulit diobati.

Laminektomi dengan facetectomy parsial adalah prosedur standar stenosis


laminektomi tunggal cukup untuk stenosis kanalis spinalis, sehingga biasanya digabungkan
dengan beberapa bentuk facetectomy parsial. ”Unroofing” foramen vertebralis dapat
dikerjakan hanya dari arah lateral sebagaimana pada herniasi diskus foramina.
Kemungkinan cara yang lain dikerjakan adalah prosedur laminoplasti dengan memindahkan
dan memasukkan kembali lengkung laminar dan processus spinosus.
Dekompresi selektif akar saraf

Kecuali terdapat penyempitan diameter sagital kanalis spinalis, dekompresi selektif akar
saraf sudah cukup, khususnya jika pasien mempunyai gejala unilateral. Facetectomy medial
melalui laminotomi dapat dikerjakan. Biasanya bagian medial facet joint yang membungkus
akar saraf diangkat.

Komplikasi spesifik prosedur ini antara lain insufisiensi dekompresi, instabilitas yang
disebabkan oleh pengangkatan 30-40% dari facet joint, atau fraktur fatique dari pars
artikularis yang menipis.

Dekompesi dan stabilisasi

Laminektomi dapat digabungkan dengan berbagai metode stabilisasi. Sistem terbaru


menggunakan skrup pedikuler, sebagaimana pada sistem yang lebih lama seperti knodt
rods, harrington rods dan Luque frame dengan kawat sublaminer.

Laminektomi spondilolistesis degeneratif dan penyatuan prosesus intertranvesus


dengan atau tanpa fiksasi internal adalah prosedur standar. Untuk alternatifnya dapat
dilakukan penyatuan interkorpus lumbalis posterior atau penyatuan interkorpus anterior.
Beberapa ahli mengatakan, laminektomi dengan penyatuan spinal lebih baik daripada
laminektomi tunggal karena laminektomi tunggal berhubungan dengan insiden yang tinggi
dari spondilolistesis progresif.

Komplikasi prosedur stabilisasi termasuk di dalamnya kerusakan materi


osteosintetik, trauma neurovaskuler, fraktur prosesus spinosus, lamina atau pedikel,
pseudoarthrosis, ileus paralitik, dan nyeri tempat donor graft iliakus. Degenerasi dan
stenosis post fusi dapat muncul pada segmen yang bersebelahan dengan yang mengalami
fusi yang disebabkan oleh hipermotilitas. Walaupun hasil percobaan mendukung teori ini,
efek klinis dari komplikasi ini masih belum dapat diketahui.
Berbeda dari spondilolistesis degeneratif dimana dekompresi dan stablisasi adalah
prosedur yang dianjurkan, tidak terdapat konsensus bahwa hal ini merupakan pengobatan
yang paling efektif. Stenosis spinalis lumbalis diterapi dengan pembedahan dalam rangkaian
operasi yang banyak dengan hasil jangka pendek yang baik. Namun demikian, setelah lebih
dari 40 tahun, penelitian dna pengalaman dalam terapi, etiologinya masih belum dapat
dimengerti secara jelas dan juga, definisi dan klasifikasi masih belum jelas karena derajat
stenosis tdak selalu berhubungan dengan gejala-gejalanya.

Protokol pembedahan yang dianjurkan antara lain:

 Pada pasien dengan gejala-gejala permanen yang bertambah saat berdiri atau
menyebabkan claudicatio intermitten neurogenikà dekompresi dan stabilisasi
 Pada pasien tanpa gejala-gejala yang permanen tapi dengan gejala intermitten yang
jelas berhubungan dengan posturà dilakukan prosedur stabilisasi, terutama jika
keluhan membaik dengan korset lumbal
Penurunan berat badan dan latihan untuk memperbaiki postur tubuh dan menguatkan otot-
otot abdominal dan spinal harus dikerjakan bersama dengan pengobatan baik konservatif
maupun pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

Ayu konsita. Spondylosis Lumbalis. 2007


http://www.scribd.com/doc/44834841/Spondylosis-Lumbalis Akses tgl 20 april 2011.

Darryl Virgiawan Tanod. Low back pain lbp kausa spondilosis


http://darryltanod.blogspot.com/2008/03/low-back-pai-n-lbp-e-kausa-spondilosis.html
akses tanggal 22 april 2011

http://malindofm.com/tag/spondilosis

Anonim. Anatomy of the Vertebral Column with Typical Cervical and Lumbar Vertebrae -
Medical Illustration_files. 2004. In : http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd.

Anonim. Lumbar Spine Stenosis A Common - Medical Illustration_files. 1998. In :


http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd.

Anda mungkin juga menyukai