PPID2 Modul Pelatihan Menangkap Inovasi Desa Capturing 2018
PPID2 Modul Pelatihan Menangkap Inovasi Desa Capturing 2018
Modul Pelatihan
Menangkap Inovasi Desa
(Capturing)
Modul Pelatihan
Menangkap Inovasi
Desa
(Capturing)
iv| Modul Pelatihan Menangkap Inovasi Desa (Capturing) untuk TAPM
PROGRAM INOVASI DESA
MODUL PELATIHAN
MENANGKAP INOVASI DESA (CAPTURING)
Panduan Pelatihan Menangkap Inovasi Desa (Capturing) untuk
Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelaksanaan
Program Inovasi Desa
TIM PENULIS: Lingga kartika Suyud, Ikhwan Maulana, Wahjudin Sumpeno, Octaviera
Herawati, Ludiro Prajoko, Lendy Wibowo, Didik Faryanto, Ismail Zainury, Nurulhadi,
Hasan Rofiky, Rusdin M. Nur, Roni Budi Sulistyo, Idham Arsyad, Joko Wiryanu, Nurul
Hadi, Yossy Suparyo, M. Zaeni, Usman Rauf, Susi Maniez, Riza Surya Kusuma, Adang,
Ratih Dewi, Fuad, Borni Kurniawan, Rospita.
Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Web: www.kemendesa.go.id
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan
di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan
Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis.
6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan
masyarakat.
7. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan
guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
8. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.
9. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,
dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa
yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
10. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah
Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara
kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.
11. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa.
12. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
13. Perencanaan pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya Desa dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan Desa.
14. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah dokumen
perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah pembangunan
Desa, arah kebijakan keuangan Desa, kebijakan umum dan program Satuan Kerja
Perangkat (OPD) atau lintas OPD, dan program prioritas kewilayahan disertai
dengan rencana kerja.
15. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk
periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat
rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan Desa, rencana
kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
Pemerintah Desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa.
16. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari
RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah
Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme
perencanaan pembangunan Daerah.
17. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
18. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau
perolehan hak lainnya yang syah.
19. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah
rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
20. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan
dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
Kata Sambutan
Direkturat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Bismillahirrahmanirrahiim
Atas berkat rahmat Alloh SWT, Kami panjatkan puji dan syukur Alhamdulillah yang
telah memberikan kekuatan lahir dan bathin sehingga Modul Pelatihan Program
Inovasi Desa (PID) TA 2018 dapat digunakan sebagai panduan peningkatan kapasitas
pemangku kepentingan Prgram Inovasi Desa baik di tingkat pusat dan daerah.
Modul Pelatihan PID TA 2018 diinisiasi oleh Direktorat Program Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD), Direktur Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Program
Inovasi Desa hadir sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan Dana
Desa dengan memberikan rujukan inovasi pembangunan Desa serta merevitalisasi
peran pendamping dan pelaku lainnya dalam mendukung pembangunan Desa. Melalui
Program Inovasi Desa diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan pertukaran
pengetahuan secara partisipatif. Program Inovasi Desa merupakan salah satu bentuk
dukungan kepada Desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan Dana Desa
sebagai investasi dalam peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.
Modul pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pemangku
kepentingan yang terlibat agar memahami secara filosofis, teknis serta memandu
pendamping dan pelaku lainnya untuk memfasilitasi proses pelaksanaan kegiatan PID.
Jika diperlukan penambahan dan pengayaan terkait topik-topik pembahasan dapat
diskusikan bersama agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan Modul Pelatihan PID TA 2018 ini. Semoga Alloh
SWT senantiasa memberkati dan membimbing kita semua. Amien.
DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA
Taufik Madjid
Daftar Isi
Panduan Menggunakan
Modul Pelatihan
A. Latar Belakang
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID), Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban untuk melakukan
Pendampingan Desa dalam rangka pembangunan, pemberdayaan masyarakat desa.
Salah satunya adalah menyangkut kesiapan pemerintah baik dalam menyiapkan tata
kelola dan penyesuaian kerja birokrasi, maupun dalam melakukan pendampingan
masyarakat Desa. Pendampingan yang dilakukan pemerintah sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi 2015 bertujuan; (a) Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas
Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa; (b) Meningkatkan prakarsa, kesadaran
dan partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif; (c)
Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor; dan (d)
Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 128
huruf (2) dijelaskan bahwa secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat
daerah kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader
pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga. Khusus untuk tenaga
pendamping profesional, diantaranya: Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang
bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Salah satu upaya dalam meningkatkan kompetensi tenaga pendamping di
tingkat Kabupaten/Kota, khususnya Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM)
dalam memfasilitasi Program Inovasi Desa (PID) dilakukan dengan memberikan
pelatihan sesuai kerangka acuan tugas dan tanggungjawabnya. Rancangan kebutuhan
pengembangan kompetensi Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) yang
dirumuskan dalam kurikulum sesuai dengan kebutuhan tugas dan kondisi lapangan
serta mendorong pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID) khusunya dibidang
penangkapan inovasi desa (capturing).
Persoalan kualitas pelatih dan penyelenggraan termasuk manajemen pelatihan
seringkali menjadi penting dalam mendukung pencapian tujuan peningkatan kapasitas
Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM). Oleh karena itu, keseluruhan unsur
dalam pengelolaan pelatihan harus diperhatikan secara seksama baik perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian kegiatan pelatihan penangkapan inovasi desa (capturing)
oleh penyelenggara pelatihan.
Diharapkan melalui pelatihan Program Inovasi Desa (PID) ini, Tenaga Ahli
Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) sebagai pendamping profesional di tingkat
Kabupaten/Kota memiliki wawasan, keterampilan dan sikap yang memadai dalam
mendorong pemerintah daerah khususnya unit kerja sektoral (OPD) mendukung
Pemerintah Desa dalam memfasilitasi kegiatan inovasi Desa dan sekaligus memperkuat
pengelolaan pengetahuan dan inovasi dalam mendukung pembangunan desa, dan
kemandirian secara berkelanjutan.
Modul Pelatihan menangkap inovasi desa (capturing) merupakan salah satu
bahan pelatihan bagi Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) yang akan
bertugas atau ditempatkan di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka mendampingi
pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID). Secara khusus, modul pelatihan ini disusun
sebagai acuan bagi pelatih dalam memfasilitasi kegiatan pelatihan menangkap inovasi
desa (capturing) sebagai bagian penting dari proses pengelolaan pengetahuan dan
inovasi desa untuk tahun anggaran 2018. Calon pelatih diharapkan memiliki
pengetahuan tentang tujuan, hasil dan alur pembelajaran termasuk kompetensi praktis
dalam memfasilitasi pelatihan yang akan diselenggarakan di 5 (lima) hari efektif.
TPID Tahun Anggaran 2018 dalam rangka pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID)
sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Secara umum modul pelatihan ini dimaksudkan untuk memberikan panduan
dalam penyelengaraan pelatihan menangkap inovasi desa (capturing) untuk Tenaga
Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) dalam rangka pengelolaan pengetahuan dan
inovasi desa. Secara khusus modul pelatihan ini bertujuan;
(1) Menyamakan persepsi dan konsep peningkatan kapasitas Tenaga Ahli
Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) dalam memfasilitasi kegiatan pelatihan
bimbingan teknis menangkap inovasi desa (capturing);
(2) Menyelaraskan materi, modul dan metode pelaksanaan pelatihan menangkap
inovasi desa (capturing) sesuai dengan kondisi wilayah kerjanya;
(3) Melakukan pembagian tugas dan pelaksanaan pelatihan menangkap inovasi
desa (capturing) untuk Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) di wilayah
kerja masing-masing;
(4) Menyusun Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) pelaksanaan pelatihan atau
bimbingan teknis pelaku program dalam menangkap inovasi desa (capturing).
D. Sasaran Pengguna
Secara khusus, modul pelatihan ini ditujukan bagi Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat (TAPM) di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka memandu
penyelenggaraan pelatihan menangkap inovasi desa (capturing). Namun, dalam
prakteknya, modul pelatihan ini juga dapat dimanfaatkan bagi pemangku kepentingan
lain dalam memfasilitasi kebutuhan pelatihan sejenis bagi tenaga ahli dengan latar
belakang pendidikan dan kapasitas yang beragam mulai dari fasilitator, pemandu,
petugas lapang, kelompok perempuan dan kelompok masyarakat lain.
Harapan lain melalui modul pelatihan ini dapat memberikan kontribusi bagi para
penggerak pembangunan dan pemberdayaan masyarakat agar mampu memfasilitasi
dan menyelenggarakan pelatihan atau bimbingan teknis dalam menangkap inovasi
(capturing) secara sederhana sesuai kondisi yang ada. Beberapa komunitas dan
organisasi lain diharapkan juga mendapatkan manfaat dari modul pelatihan ini
terutama untuk melatih para pendamping desa. Modul pelatihan ini dapat dibaca oleh
kalangan yang lebih luas baik pemerintah, kelompok masyarakat, lembaga pendidikan,
pusat pelatihan, LSM, serta lembaga lain yang memberikan perhatian terhadap
pengelolan pengetahuan dan inovasi desa.
agar berjalan sesuai dengan standar pembelajaran dan kerangka acuan program yang
telah ditetapkan.
Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) adalah sebuah team ahli yang
ditempatkan di setiap Kabupaten/Kota untuk memfasilitasi proses pendampingan
Program Inovasi Desa (PID). Secara khusus peran utama TAPM dalam memfasilitasi
pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa diuraikan sebegai berikut:
a. Memfasilitasi proses perencanaan dan pelaksanaan Bursa Inovasi di Kabupaten;
b. Memfasilitasi TIK melakukan identifikasi, memverifikasi, mendokumentasikan
praktek inovasi desa;
c. Membantu TIK dalam mengelola pertukaran pengetahuan (knowledge sharing)
dari inovasi-inovasi terbarukan yang terjadi di wilayah kerjanya atau antar daerah;
d. Memfasilitasi pembentukan TIK dan TPID;
e. Berkoordinasi dan melaporkan perkembangan PID kepada pemerintah daerah
secara berkala;
f. Membantu TIK menganalisa praktek-inovasi desa khususnya pada PID dan
potensial lokasi prioritas program Kementerian Desa, PDTT;
g. Memfasilitasi proses pemberian informasi inovasi desa, prioritas program
Kementerian Desa,PPDT kepada masyarakat melalui musyawarah antar desa atau
media lainnya;
h. Membantu TIK memfasilitasi pengelolaan dan memferifikasi Penyedia
Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD)
i. Melakukan koordinasi dengan stakeholder (Government dan Corporate) serta
pendamping program lainnya.
j. Memberikan peningkatan kapasitas TPID, PD, dan PLD.
F. Ruang Lingkup
Materi Pelatihan dirumuskan berdasarkan hasil kajian terhadap kompetensi dasar yang
harus dimiliki Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) sesuai kerangka acuan
kerja yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat. Selanjutnya hasil analisis terhadap kompetensi TAPM disusun sesuai
tingkat penguasaan kompetensi yang terdiri (K1) pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3)
Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom dan Kartwohl (2001) dengan
indikator kedalaman materi sebagai berikut:
KOMPETENSI JP
No POKOK BAHASAN SUBPOKOK BAHASAN
K1 K2 K3
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Dinamika Kelompok Bina Suasana, Perkenalan dan 2 2 90’
dan Pengorganisasi- Kontrak Belajar
an Peserta Alur Proses Pelatihan 2 4
2. Inovasi Pembangunan Konsep Dasar Inovasi Desa 2 2 90’
Desa Konsep Dasar Menangkap 2 2 90’
Inovasi Desa (Capturing)
Pengelolaan Pengetahuan dan 4 4 2 90’
Inovasi Desa dalam Program
Inovasi Desa (PID)
3. Peran Pelaku dalam Peran TIK dan TPID dalam 4 4 3 90’
Menangkap Inovasi Menangkap Inovasi Desa
Desa (Capturing)
Peran TAPM dalam Fasilitasi 4 4 3 90’
Menangkap Inovasi Desa
(Capturing)
4. Keterampilan Identifikasi Inovasi Desa 6 4 4 180’
Menangkap Inovasi Verifikasi Inovasi Desa 6 4 4 180’
Desa (Capturing) Menangkap Inovasi Desa 6 4 4 450’
(Capturing)
Validasi Inovasi Desa 6 4 4 180
Mengemas dan Memformat 6 4 4 180
Inovasi Desa
5. Peningkatan Kapasitas Strategi Peningkatan Kapasitas 4 4 3 180
Pelaku dalam Pelaku (TIK dan TPID)
Menangkap Inovasi Bimbingan Teknis Menangkap 4 4 3 180
Desa (Capturing) Inovasi Desa (Capturing)
KOMPETENSI JP
No POKOK BAHASAN SUBPOKOK BAHASAN
K1 K2 K3
(1) (2) (3) (4) (5)
6. Praktek Lapangan; Praktek Lapangan; Menangkap 6 4 4 675’
Menangkap Inovasi Inovasi Desa (Capturing)
Desa (Capturing)
7. Evaluasi Pelatihan dan Evaluasi Penyelenggaraan 5 4 2 45’
Rencana Kerja Tindak Pelatihan
Lanjut Rencana Kerja Tindak Lanjut 5 4 2 45’
TOTAL
Secara rinci struktur materi modul pelatihan ini digambarkan dalam gambar
sebagai berikut:
H. Skema Pelatihan
Modul pelatihan menangkap inovasi desa (capturing) disajikan sesuai alur mekanisme
pelatihan mulai dari penyiapan GMT, MT, TOT, dan Pelatihan Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat (TAPM). Pelatihan ini tentunya diarahkan untuk mempersiapkan pelaku
Program Inovasi Desa (PID) dalam melaksanakan tugas pendampingan sesuai dengan
kewenangannya sekaligus memberikan pembekalan keterampilan menangkap inovasi
desa (capturing).
I. Cara Menggunakan Modul Pelatihan
Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan dalam memahami dan menggunakan
Modul pelatihan ini. Dalam setiap bagian atau pokok bahasan terdiri dari beberapa
subpokok bahasan atau modul dengan topik yang beragam dan dapat dipelajari secara
mandiri sesuai dengan materi yang diperlukan. Masing-masing subpokok bahasan
dalam modul ini menggambarkan urutan kegiatan pembelajaran dan hal-hal pokok
yang perlu dipahami tentang materi yang dipelajari serta keterkaitannya dengan topik
lainnya.
Dalam setiap subpokok bahasan dilengkapi dengan panduan pelatih yang
membantu dalam mengarahkan proses, media dan sumber belajar, lembar kerja,
lembar evaluasi dan lembar informasi atau bahan bacaan. Masing-masing disusun
secara kronologis yang agar memudahkan bagi pengguna dengan memberikan
alternatif dalam memanfaatkan setiap subpokok bahasan secara luas dan fleksibel.
Setiap pokok bahasan dilengkapi dengan lembar informasi pendukung yang
dapat dibagikan secara terpisah dari panduan pelatihan agar dapat dibaca peserta
sebelum pelatihan di mulai. Pelatih juga diperkenankan untuk menambah atau
memperkaya wawasan untuk setiap subpokok bahasan berupa artikel, buku,
juklak/juknis dan kiat-kiat yang dianggap relevan.
Disamping itu, pembaca di berikan alat bantu telusur berupa catatan diberikan
termasuk ikon-ikon yang akan memandu dalam memahami karakteristik materi dan
pola penyajian yang harus dilalukan dalam pelatihan.
Pokok Bahasan 1
DINAMIKA KELOMPOK DAN
PENGORGANISASIAN PESERTA
Tujuan:
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan mampu:
1. Melakukan perkenalan antar peserta latih dan pelatih;
2. Memahami alur proses orientasi dan menyepakati tata tertib orientasi.
Waktu
2 JP (90 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Saling mengenal antara pelatih dan peserta serta peserta
dengan peserta;
2. Membentuk kepengurusan kelas;
3. Mengungkapkan harapan dan kontrak belajar.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Permainan, refleksi diri, pengisian biodata peserta
Media
• Media tayang 1.1.1:
• Lembar Permainan 1.1.1: Zip – Zap
• Lembar Permainan 1.1.2: Air Mengalir
• Lembar Kerja 1.1.1: Kontrak Belajar
• Lembar Kerja 1.1.2: Lembar Biodata Peserta Pelatihan
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi
perkenalan antara pelatih, panitia dan peserta;
2. Lakukan pembukaan acara pelatihan ini secara informal dengan
mengucapkan salam dan selamat datang;
3. Jelaskan tentang latar belakang pelaksanaan pelatihan bagi pelatih
(trainining of trainers) kepada peserta pendamping teknis kabupaten
sebagai salah satu bentuk peningkatan kapasitas Pendamping Desa
dalam rangka implementasi Undang-Undang Desa;
4. Jelaskan secara singkat tentang tujuan, pokok bahasan, agenda dan
target pelatihan. Gunakan media yang telah disediakan;
5. Berikan kesempatan kepada panitia, penanggungjawab atau
penyelenggara untuk memberikan sambutan.
Proses Permainan:
(1) Pelatih meminta seluruh peserta untuk berdiri dan membentuk lingkaran;
(2) Jelaskan kepada peserta tentang tujuan, manfaat, da aturan permainan bahwa:
ZIP berarti yang ditunjuk harus menyebutkan nama dan asal peserta di sebelah
kirinya sedangkan ZAP berarti yang ditunjuk harus menyebutkan nama dan asal
peserta di sebelah kanannya;
(3) Untuk memperjelas aturan main, pelatih dapat memandu contoh permainan
sekali;
(4) Mulailah permainan dengan mengucapkan ZIP ZAP berkali-kali, kemudian
menunjuk salah seorang peserta sambil mengucapkan ZIP ZAP;
(5) Bila yang ditunjuk tidak dapat menyebutkan nama sesuai perintah, persilahkan
dia saling berkenalan ulang;
(6) Ulangi proses 4 dan 5 berkali-kali dengan menunjuk peserta yang berbeda;
(7) Tingkat aturan, yakni:
• ZIP berarti 2, 3, 4 dan seterusnya nama di sebelah kiri.
• ZAP berarti 2, 3, 4 dan seterusnya nama di sebelah kanan.
(8) Lakukan proses 4 dengan menggunakan aturan tersebut;
(9) Pisahkan peserta yang tidak dapat menyebutkan nama sesuai perintah. Setelah
cukup 2, 3 atau 4 orang, ajaklah peserta memberikan hukuman;
(10) Akhirilah permainan setelah melihat semua peserta sudah saling kenal;
(11) Ajaklah peserta merefleksikan permainan tersebut dengan menngunakan
pertanyaan pemicu untuk memancing peserta memberikan komentar atau
tanggapan;
Proses Permainan:
(1) Setiap komandan (fasilitator) memberikan aba-aba “air mengalir,“ maka semua
peserta akan bertanya secara serempak “mengalir kemana?”;
(2) Fasilitator/komandan akan menjawab jawaban misal, mengalir ke rumah orang
yang berkaca mata. Maka bagi peserta yang memakai kaca mata harus bergeser
pindah ke tempat lain dengan meninggalkan kertas yang dianggap sertifikat di
atas dan fasilitator ikut bergeser mencari tempat pada lingkaran peserta. Dengan
demikian akan ada 1 peserta yang kehilangan tempat dan mereka akan berganti
bertindak sebagai komandan. Sebagai mana komandan yang pertama mereka
juga mengatakan “air mengalir” dan peserta balik bertanya “mengalir kemana?”
dan komandan akan menjawab dengan tipe jawaban yang sama dengan jawaban
sebelumnya dengan mengambil ciri-ciri spesifik yang ada pada peserta misalnya
mengalir ke rumah yang memakai jam tangan, berambut keriting, berbaju kotak-
kotak, dll;
(3) Setelah semua peserta memahami aturan mainnya, mulailah bermain dengan
suasana yang riang paling tidak 7 kali putaran.
(3) Tanyakan kepada peserta “apa saja yang biasanya dijadikan alasan oleh pembuat
kebijakan bagi mereka yang kehilangan haknya tadi,” pastikan dari jawaban
peserta ada yang mengarah pada pernyataan masyarakat susah diatur, susah
diajak maju.
(4) Tanyakan kepada peserta benarkah masyarakat susah diajak maju dan susah
diatur. Tanyakan pula kalau masyarakat dianggap tidak bisa diajak maju mengapa
hal ini terjadi?
(5) Jelaskan bahwa pada dasarnya masyarakat ingin maju, tidak ada satupun
masyarakat yang tidak ingin maju, persoalannya adalah apakah benar masyarakat
telah diajak berfikir untuk maju melalui pelibatan dalam proses pembangunan.
Dengan kata lain apakah masyarakat selama ini sudah DIBERDAYAKAN?
(6) Sebelum mengkhiri permainan ini jelaskan kepada peserta bahwa TAPM sebagai
bagian dari pendamping/fasilitator pemberdayaan masyarakat memegang
amanat untuk terselenggaranya pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat
akan memahami hak-hak dan kewajibannya dalam pembangunan dan tidak
menjadi korban pembangunan sebagai akibat kebijakan yang proses
pembuatannya tidak melibatkan peran serta masyarakat.
Kontrak Belajar
1. Waktu/Jadwal : ...............................................................................
2. Penggunaan HP : ...............................................................................
3. Merokok : ...............................................................................
6. Ngantuk : ...............................................................................
7. Terlambat : ...............................................................................
BIODATA PESERTA
1. Nama lengkap :
2. Jenis Kelamin : Pria/ wanita *)
3. Tempat tanggal Lahir :
4. Status : Kawin /Tidak kawin *)
5. Agama :
6. Alamat tempat tugas :
Telp: Fax:
Telp :Fax:
8. Pendidikan ( Lulusan):
9. Pelatihan yang pernah dikuti terkait dengan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa:
a. (tahun ...... )
b. (tahun ...... )
c. (tahun ...... )
d. (tahun ...... )
e (tahun ...... )
Pembuat Biodata,
…………………………………………….
Tanda tangan dan Nama Terang
Alur Pelatihan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan alur
prose pelatihan menangkap inovasi desa (capturing) untuk Tenaga Ahli
Pemberdayaan Masyarakat (TAPM).
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Pemaparan, tanya jawab dan pleno
Media
• Media tayang 1.2.1: Aur Pelatihan Menangkap Inovasi Desa
(Capturing) untuk Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM).
• Lembar Informasi 1.2.1: Kerangka Acuan Pelatihan Menangkap Inovasi
Desa (Capturing) untuk Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
Alat Bantu
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus
Proses Penyajian
Kegiatan: Alur Pelatihan
1. Jelasakan tujuan, hasil dan proses pembahasan kegiatan
pembelajaran tentang tentang Alur Pelatihan Menangkap Inovasi
Desa (Capturing) untuk Tenaga Ahli Pemberdayaam Masyarakat
(TAPM) dengan mengkaitkan kegiatan pembelajaran sebelumnya;
2. Lakukan pemaparan tentang alur proses pelatihan yang akan diikuti
peserta selama 5 (lima) hari;
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan
memberikan tanggapannya;
4. Buatlah catatan dan penegasan terkait alur proses pelatihan
Menangkap Inovasi Desa (Capturing) untuk Tenaga Ahli
Pemberdayaam Masyarakat (TAPM);
5. Pada akhir sesi ditutup dengan kesimpulan.
Pokok Bahasan 2
INOVASI PEMBANGUNAN DESA
POKOK BAHASAN 1
POKOK BAHASAN
MENANGKAP INOVASI (CAPTURING)
DALAM PEMBANGUNAN DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami pengertian, tujuan, hasil dan ruang lingkup menangkap
inovasi desa (capturing);
2. Memahami kerangka kerja Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi
Desa dalam Program Inovasi Desa (PID);
Waktu
6 JP (270 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. menjelaskan konsep dasar inovasi Desa secara benar.
2. Menyepakati unsur-unsur dalam kegiatan inovasi Desa.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah pendapat, pemaparan, dan pleno.
Media
• Media Tayang 2.1.1: Konsep Inovasi Desa
• Lembar Informasi 2.1.1: Konsep Dasar Inovasi Desa
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Konsep Dasar Inovasi
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan belajar tentang Konsep Dasar Inovasi Desa;
2. Mengawali pembahasan dengan melakukan curah pendapat untuk
menggali pemahaman awal tentang konsep inovasi dalam
pembangunan Desa dengan mengajukan beberapa pertanyaan
pemicu sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud inovasi Desa?
b. Mengapa inovasi diperlukan dalam pembangunan Desa?
c. Manfaat apa saja manfaat yang diperoleh dari kegiatan inovasi
Desa?
d. Kendala apa saja yang dihadapi dalam melakukan inovasi Desa?
e. Hal-hal positif apa saja yang dapat mendorong kegiatan inovasi
Desa?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menjawab dan
berpendapat. Jika terdapat hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut,
pelatih dapat memberikan penjelasan dilengkapi pemaparan media
tayang yang telah disediakan;
4. Buatlah catatan dari hasil curah pendapat dan lakukan pembulatan
terkait pemahaman tentang konsep inovasi Desa;
5. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dengan
mengkaitkan pembahasan selanjutnya.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. menjelaskan konesp dasar berupa latar belakang, tujuan, hasil dan
ruang lingkup kegiatan menangkap inovasi desa (capturing).
2. Menguraikan tahapan kegiatan menangkap inovasi desa (capturing)
dalam Program Inovasi Desa.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah pendapat, diskusi kelompok, pemaparan, dan pleno.
Media
• Media Tayang 2.1.1: Menangkap Inovasi Desa (capturing)
• Lembar Informasi 2.1.1: Konsep Dasar Menangkap Inovasi
Desa (capturing)
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Konsep Dasar Menangkap Inovasi Desa
(Capturing)
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan belajar tentang Konsep Dasar Menangkap Inovasi Desa
(Capturing);
2. Mengawali pembahasan dengan melakukan curah pendapat untuk
menggali pemahaman awal tentang konsep menangkap inovasi desa
(capturing) dalam pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID) dengan
mengajukan beberapa pertanyaan pemicu sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud menangkap inovasi desa (capturing)?
b. Mengapa menangkap inovasi desa (capturing) diperlukan dalam
pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID)?
c. Manfaat apa saja manfaat yang diperoleh dari kegiatan
menangkap inovasi desa (capturing)?
d. Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam menangkap
inovasi desa (capturing)?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menjawab dan
berpendapat. Jika terdapat hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut,
pelatih dapat memberikan penjelasan dilengkapi pemaparan media
tayang yang telah disediakan;
4. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah dilakukan, jika
diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang isu-isu pokok
terkait konsep menangkap inovasi (capturing) dengan menuliskannya
di kertas plano atau whiteboard;
5. Lakukan pemaparan sebagai penegasan dengan menggunakan
media yang telah disediakan;
6. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dengan
mengkaitkan pembahasan selanjutnya.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. menggali gagasan tentang berbagi pengetahuan (knowledge sharing)
dalam Program inovasi Desa (PID);
2. merefleksikan pengalaman TAPM dalam memfasilitasi Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID) dalam pelaksanaan Program
Inovasi Desa (PID).
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Refleksi pengalaman, curah pendapat, dan pleno.
Media
• Media Tayang 2.3.1: Pengantar Berbagi Pengetahuan dan
Inovasi dalam Program Inovasi Desa (PID);
• Lembar Kerja 2.3.1: Matrik Diskusi Hambatan dan Tantangan
Fasilitasi PPID Program Inovasi Desa (PID) Tahun Sebelumnya;
• Lembar Informasi 2.3.1: Fasilitasi Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi
Desa (PPID) dalam Program Inovasi Desa.
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Berbagi Pengetahuan dan Inovasi dalam Program Inovasi
Desa (PID)
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Berbagi Pengetahuan dan Inovasi Desa
dalam Program Inovasi Desa (PID);
2. Lakukan curah pendapat untuk menggali pemahaman awal tentang
beberapa terminologi yang digunakan terkait berbagi pengetahuan
(knowladge sharing) dengan mengajukan beberapa pertanyaan
pemicu sebagai berikut:
a. Apa pengetahuan itu?
b. Apa yang dimaksud tentang berbagi pengetahuan (knowladge
sharing) dalam pembangunan Desa?
c. Mengapa berbagi pengetahuan (knowladge sharing) penting
dalam mendukung pembangunan Desa?
d. Manfaat apa saja manfaat yang diperoleh dari kegiatan berbagi
pengetahuan (knowladge sharing)?
3. Berikan kesempatan diantara peserta untuk menanggapi, meng-
ungkapkan pendapat dan pengalamannya berpendapat.
4. Buatlah catatan dari hasil curah pendapat dan lakukan penegasan
terkait pemahaman tentang konsep bebagi pengetahuan
(knowladge sharing). Gunakan materi tayang untuk menjelaskan
tentang proses berbagi pengetahuan yang efektif;
bagi desa lain bila didokumentasikan dengan baik dan disebarkan untuk
direplikasi.
Berikan ilustrasi di mana peserta berada di kamar hotel ketika alarm
berbunyi dan mereka harus menentukan jalan keluar apa yang akan
mereka pilih. Tunjukkan 3 pilihan jalan keluar: studi kasus kebakaran
hotel dalam bentuk buku, rencana evakuasi darurat hotel yang
ditempelkan pada pintu kamar hotel, atau nomor telepon teman yang
adalah anggota pemadam kebakaran. Tanyakan kepada peserta jalan
keluar mana yang akan mereka tempuh dan mengapa.
Catatan:
(1) Buatlah beberapa kolom yang berisi uraian tentang Tahapan Kegiatan
Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID). Dalam menuliskan setiap
tahapan kegiatan PPID Kelompok dapat menggunakan rujukan Panduan Teknis
Operasional PID terkait mekanisme PPID;
(2) Lakukan penelaahan terkait pengalaman proses fasilitasi yang telah dilakukan
oleh pendamping untuk masing-masing tahapan tersebut secara rinci;
(3) Lakukan penelaahan terkait kemungkinan hambatan dan tantangan yang
dihadapi pendamping pada tahun sebelumnya dalam setiap tahapan tersebut;
(4) Rumuskan saran berupa beberapa alternatif solusi untuk mengatasi hambatan
dan kendala tersebut;
(5) Hasil diskusi kelompok dicatat dan dibahas dalam pleno untuk mengklarifikasi,
mengelompokkan dan menyepakati hasilnya.
Pokok Bahasan 3
PERAN PELAKU PROGRAM INOVASI
DESA (PID) DALAM MENANGKAP
INOVASI DESA (CAPTURING)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami peran Tim Inovasi Kabupaten (TIK-PID) dan Tim
Pengelola Inovasi Desa (TPID) untuk menangkap inovasi desa
(capturing) dalam Program Inovasi Desa (PID);
2. Memahami peran Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM)
dalam memfasilitasi pelaku untuk melaksanakan kegiatan
menangkap inovasi desa (capturing);
Waktu
4 JP (180 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan peran Tim Inovasi Kabupaten (TIK-PID) dalam
menangkap inovasi desa (capturing) di tingkat Kecamatan;
2. Menjelaskan peran Tim Pengelola Inovasi Desa (TPID) dalam
menangkap inovasi desa (capturing) di tingkat Kecamatan;
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, curah pendapat, diskusi kelompok, dan pleno.
Media
• Media Tayang 3.1.1: Peran Peran Tim Inovasi Kabupaten (TIK) dan Tim
Pengelolan Inovasi Desa (TPID) dalam Menangkap Inovasi Desa
(Capturing) ;
• Lembar Informasi 3.1.1: Panduan Teknis Operasional Program Inovasi
Desa (PID) terkait Tugas dan Tanggung Jawab Tim Inovasi Kabupaten
(TIK) dan Tim Pengelola Inovasi Desa (TPID);
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Tugas dan Tanggung Jawab Tim Inovasi
Kabupaten (TIK) dan Tim Pengelolan Inovasi Desa (TPID) dalam
Menangkap Inovasi Desa (Capturing)
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Peran Tim Inovasi Kabupaten (TIK) dan Tim
Pengelolan Inovasi Desa (TPID) dalam Menangkap Inovasi Desa
(Capturing);
2. Mintalah peserta membentuk dua kelompok untuk mendiskusikan
tentang Peran Tim Inovasi Kabupaten (TIK) dan Tim Pengelolan
Inovasi Desa (TPID);
3. Pembagian topik untuk masing-masing kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok 1: Peran Tim Inovasi Kabupaten (TIK) dalam
Menangkap Inovasi Desa (Capturing)
b. Kelompok 2: Peran Tim Pengelola Inovasi Desa (TIPD) dalam
Menangkap Inovasi Desa (Capturing)
4. Selanjutnya pelatih meminta masing-masing kelompok untuk
mendalami uraian tugas dan tanggung jawab TPID sesuai Panduan
Teknis Operasional (PTO) yang telah ditetapkan.
5. Berikan kesempatan kepada kelompok untuk mendiskusikan dengan
menggunakan Lembar Kerja Kelompok 3.1.1 dan 3.1.2. Hasilnya
kemudian dituliskan dalam kertas plano dan di tempelkan di dinding
agar dapat diamati oleh peserta lain;
6. Mintalah 1 atau 2 kelompok untuk memaparkan hasilnya dalam pleno.
7. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk bertanya, mengajukan
pendapat, gagasan, dan saran terkait paparan yang telah dilakukan;
8. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan gagasan
utama dari hasil pembahasan yang dilakukan dengan menuliskan
dalam kartu meta plan sebagai pegangan bagi pelatih.
3. Menangkap Inovasi
(capturing)
5. Mengemas dan
memformat Inovasi
Desa
Matrik Diskusi Peran Peran Tim Pengelola Inovasi Desa (TPID) dalam
Menangkap Inovasi Desa (Capturing)
3. Menangkap Inovasi
(capturing)
5. Mengemas dan
Memformat Inovasi
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan peran
TAPM dalam fasilitasi menangkap inovasi desa (capturing) dalam
mendukung pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID).
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Curah pendapat, pemaparan, dan pleno.
Media
• Media Tayang 1.3.1: Peran TAPM dalam Fasilitasi Program
Inovasi Desa;
• Lembar Informasi 1.3.1: Tugas dan Tanggung Jawab TAPM
dalam Menangkap Inovasi Desa (capturing);
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan: Peran TAPM dalam Fasilitasi Pelaku Menangkap Inovasi
Desa (Capturing)
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang “Peran TAPM dalam fasilitasi pelaku Program
Inovasi Desa (PID) terkait kegiatan menangkap inovasi desa
(capturing)” dengan mengkaitan topik sebelumnya;
2. Berdasarkan isu-isu pokok yang dijelaskan dalam kegiatan sebelumnya
mintalah peserta untuk membahas tentang peran TAPM dalam
memfasilitasi pelaku Program Inovasi Desa (PID) terkait kegiatan
menangkap inovasi desa (capturing) sesuai dengan kewenangannya,
dengan mengajukan pertanyaan pemicu, sebagai berikut:
a. Bagaimana peran TAPM terkait kegiatan fasilitasi pelaku dalam
menangkap inovasi desa (capturing)?
b. Hal-hal apa saja yang perlu menjadi perhatian bagi TAPM dalam
mendorong pelaku dalam menangkap inovasi desa (capturing)?
c. Hambatan/kendala apa saja yang mungkin dihadapi TAPM
dalam fasilitasi pelaku menangkap inovasi desa (capturing)?
3. Berikan kesempatan kepada peserta dalam kelompok untuk
mendiskusikan beberapa pertanyaan di atas. Hasilnya kemudian
dituliskan dalam Lembar Kerja Kelompok 3.2.1 untuk dipaparkan
dalam pleno;
4. Mintalah masing-masing wkail kelompok untuk memaparkan hasil
diksuinya dalam pleno;
5. Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi,
mengkritisi dan mengklarifikasi hal-hal yang perlu pendalam lebih
lanjut;
6. Buatlah catatan dari proses pembahasan yang telah dilakukan.
Hasilnya ditempelkan di kertas plano atau whiteboard;
7. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan menegas-
kan hal-hal pokok terkait dengan peran TAPM dalam fasilitasi dalam
menangkap inovasi desa (capturing).
3. Menangkap Inovasi
(capturing)
5. Mengemas dan
memformat Inovasi
Desa
Pokok Bahasan 4
KETERAMPILAN MENANGKAP
INOVASI DESA (CAPTURING)
POKOK BAHASAN
KETERAMPILAN MENANGKAP
INOVASI DESA (CAPTURING)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menerapkan keterampilan mengidentifikasi inovasi desa dalam
Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID);
2. Menerapkan keterampilan memverifikasi inovasi desa berdasarkan
hasil identifikasi inovasi desa yang telah dilakukan;
3. Menerapkan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing)
berdasarkan hasil identifikasi dan verifikasi inovasi desa yang telah
dilakukan;
4. Menerapkan keterampilan memvalidasi inovasi desa berdasarkan
hasil penangkapan inovasi desa (capturing) yang telah dilakukan;
5. Menerapkan keterampilan mengemas dan memformat inovasi desa
berdasarkan hasil validasi dan rekomendasi dari TIK-PID;
Waktu
20 JP (900 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan, hasil, proses dan ruang
lingkup kegiatan identifikasi inovasi desa;
2. Mengidentifikasi inovasi desa berdasarkan kartu komitmen dan
Kartu inovasi desaku dalam pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID).
Waktu
2 JP ( 90 menit)
Metode
Curah pendapat, praktek identifikasi Inovasi desa, kerja kelompok,
pemaparan dan pleno.
Media
• Media Tayang 4.1.1: Identifikasi Inovasi Desa;
• Lembar Kerja 4.1.1: Formulir Kartu Komitmen
• Lembar Kerja 4.1.2: Formulir Kartu Inovasi desaku
• Lembar Kerja 4.1.3: Formulir Rekapitulasi Hasil Identifikasi Kegiatan
Inovasi Desa
• Lembar Informasi 4.1.1: Buku Kecil itu Indah: Kumpulan Kisah inspiratif
Lapangan;
• Lembar Informasi 4.1.2: Menangkap Inovasi (Capturing) dalam
Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID).
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan1: Mengidentifikasi dan Menyortir Inovasi Desa
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Mengidentifikasi dan Menyortir Inovasi Desa
dalam Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID);
2. Ingatkan kembali kepada peserta bahwa pendokumentasian
(penangkapan inovasi (capturing)) pengetahuan dan inovasi desa itu
harus melalui sejumlah tahapan atau prosedur sebelum disebarkan
kepada masyarakat atau khalayak umum;
3. Lakukan curah pendapat dengan peserta terkait pemahaman tentang
ruang lingkup kegiatan identifikasi inovasi desa dengan mengajukan
pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan kegiatan identifikasi inovasi desa?
b. Mengapa identifikasi inovasi desa harus dilakukan?
c. Siapa pelaku yang terlibat dalam proses identifikasi inovasi desa?.
4. Ajak juga peserta untuk merefleksikan (terutama yang sudah
melakukan penangkapan inovasi (capturing)) bagaimana cara
mengidentifikasi inovasi desa yang selama ini dilakukan;
5. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
kritik dan saran;
6. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah dilakukan, jika
diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang isu-isu pokok
terkait kegiatan identifikasi inovasi desa dengan menuliskannya di
kertas plano atau whiteboard;
7. Lakukan pemaparan sebagai penegasan tentang proses meng-
identifikasi dan menyortir inovasi desa dengan menggunakan media
yang telah disediakan;
8. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dengan
mengkaitkan pembahasan selanjutnya.
Kecamatan :
Kabupaten :
Catatan:
(1) Jelas
(2) Tuliskan nama kegiatan inovasi sesuai Kartu inovasi desaku (yang
diusulkan oleh desa)
(3) Tuliskan nama lokasi (nama desa/dusun/RT/RW)
(4) Tuliskan secara jelas harapan dan perubahan yang diharapkan dari kegiatan
inovasi desa tersebut
(5), (6) dan (7) Tuliskan dengan memberikan tanda centang (√) sesuai jenis kegiatan
(8) Tuliskan jumlah besaran biaya yang digunakan untuk kegiatan tersebut
………, …………………………..
Ketua ,
(______________________________)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan, hasil, proses dan ruang
lingkup kegiatan verifikasi inovasi desa;
2. Memverifikasi kegiatan inovasi desa berdasarkan hasil identifikasi
inovasi yang telah dilakukan sesuai tahapan Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID).
Waktu
3 JP ( 135 menit)
Metode
Curah pendapat, praktek verifikasi inovasi desa, kerja kelompok,
pemaparan dan pleno.
Media
• Media Tayang 4.2.1: Verifikasi Inovasi Desa;
• Lembar Kerja 4.2.1: Checklist Kegiatan Inovasi Desa;
• Lembar Kerja 4.2.2: Daftar Rekapitulasi Hasil Verifikasi Inovasi Desa-
Tim Pengelola Inovasi Desa (TPID);
• Lembar Kerja 4.2.3: Rekomendasi Hasil Verifikasi Inovasi Desa-Tim
Inovasi Kabupaten (TIK-PID);
• Lembar Informasi 4.2.1: Verifikasi Inovasi Desa dalam Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID).
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan1: Memverifikasi Inovasi Desa
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Memverifikasi Inovasi Desa dalam Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID) berdasakan hasil kajian yang
setelah dilakukan pada topik sebelumnya;
2. Awali dengan menggali pengalaman peserta untuk merefleksikan
(terutama yang telah melakukan verifikasi inovasi desa) yang pernah
dilakukan. Mintakan kepada peserta untuk menceritakan
pengalaman-nya dalam melakukan verifikasi inovasi di desa;
Kecamatan :
Kabupaten :
………, …………………………..
Ketua ,
(______________________________)
*) usulan kegiatan yang inovatif/kreatif minimal memenuhi kriteria sebagai berikut: (a)
mengandung gagasan yang baru (novelty), (b) memecahkan masalah yang dihadapi
oleh Desa, (c) memiliki tujuan, dan (d) terencana.
Kecamatan : …………………………..
Kabupaten : …………………………..
Hasil Catatan
No Kegiatan Lokasi Pemanfaat Biaya
Verifikasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Catatan:
(1) Jelas
(2) Tuliskan nama kegiatan inovasi sesuai Kartu inovasi desaku (yang diusulkan oleh desa)
(3) Tuliskan nama lokasi (nama desa/dusun/RT/RW)
(4) Tuliskan pemanfaat langsung atau tidak langsung dari kegiatan inovasi desa tersebut
(5) Tuliskan jumlah besaran biaya yang digunakan untuk kegiatan tersebut
(6) Tuliskan hasil verifikasi (layak/tidak layak) yang telah dilakukan oleh TPID berdasarkan
formulir verifikasi
(7) Tuliskan catatan hasil verifikasi untuk setiap kegiatan inovasi desa yang
diusulkan untuk di tangap (capture)
………, …………………………..
Ketua ,
(______________________________)
Kabupaten : …………………………..
Catatan:
(1) Jelas
(2) Tuliskan nama kegiatan inovasi sesuai Kartu inovasi desaku (yang diusulkan oleh desa)
(3) Tuliskan nama lokasi (nama kecamatan/desa/dusun/RT/RW)
(4) Tuliskan sejauhamana kesesuaian usulan kegiatan inovasi desa tersebut dengan
kebijakan pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) dengan
memberikan angka (1 – rendah, 2 – sedang, 3 – tinggi)
(5) Tuliskan sejauhamana dampak usulan kegiatan inovasi desa tersebut bagi kelompok
tertentu, masyarakat desa, masyarakat lebih luas dengan memberikan angka (1 –
rendah, 2 – sedang, 3 – tinggi)
(6) Tuliskan sejauhamana tingkat keberlanjutan usulan kegiatan inovasi desa tersebut
ditinjau dari kemampuan untuk direplikasi, ramah lingkungan, ketersediaan sumber
daya dengan memberikan angka (1 – rendah, 2 – sedang, 3 – tinggi)
(7) Tuliskan rekomendasi layak atau tidak di tangkap (capture)
………, …………………………..
Ketua ,
(______________________________)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan, hasil, proses dan ruang
lingkup kegiatan menangkap inovasi desa (capturing);
2. Menjabarkan beberapa metode menangkap inovasi desa (capturing)
baik yang berisfat individu maupun kelompok;
3. Menerapkan beberapa metode menangkap inovasi desa (capturing)
dalam Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID).
Waktu
5 JP ( 225 menit)
Metode
Curah pendapat, praktek menangkap inovasi desa (capturing), kerja
kelompok, pemaparan dan pleno.
Media
• Media Tayang 4.3.1: Menangkap Inovasi Desa (Capturing);
• Lembar Kerja 4.3.1: Matrik Kajian Metode Menangkap Inovasi Desa
(Capturing) dalam Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID);
• Lembar Kerja 4.3.2: Format Struktur Dokumen Inovasi dan Bahan
Pembelajaran Hasil Penangkapan Inovasi Desa (capturing);
• Lembar Informasi 4.2.1: Metode Menangkap Inovasi Desa (Capturing)
dalam Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID).
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan1: Keterampilan Dasar dalam Menangkap Inovasi Desa
(Capturing)
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Ruang Lingkup Kegiatan Menangkap Inovasi
Desa dalam Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID)
dengan mempelajari kembali hasil belajar SPB 2,2 tentang konsep
dasar menangkap inovasi desa (capturing);
2. Awali dengan menggali kemampuan peserta untuk merefleksikan
pengalamannya (terutama yang telah melakukan kegiatan
menangkap inovasi desa (capturing) yang telah dilakukan. Ajukan
beberapa pertanyaan pokok sebagai berikut:
a. Berdasarkan pengalaman Anda dalam melakukan penangkapan
inovasi desa (capturing) kesulitan apa saja yang dihadapi?
Terutama dalam aspek apa saja?
b. Keterampilan apa saja yang secara teknis dibutuhkan untuk
mendukung kegiatan (capturing) di lapangan?
c. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengembangkan
keterampilan tersebut?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menceritakan
pengalaman-nya dalam melakukan verifikasi inovasi di desa;
4. Catatlah hal-hal penting yang berkembang dalam pembahasan
dengan menuliskannya pada kartu metaplan atau kertas plano;
5. Lakukan penegasan tentang keterampilan dasar yang harus dimiliki
oleh pelaku PID dalam menangkap inovasi desa.
6. Tutuplah kegiatan dalam sesi ini dengan kesimpulan.
[penulis utama]
[nama desa]
Ringkasan Umum
Tuliskan ulasan singkat tentang kegiatan inovasi yang telah didokumentasikan
maksimal 2 paragraf singkat atau 10 baris
Hasil
Tuliskan informasi tentang perubahan yang terjadi atau hasil yang telah dicapai akibat upaya-
upaya yang dijelas dalam proses menjawab tantangan/masalah.
Pembelajaran
Tuliskan di sini mengenai apa yang akan dilakukan narasumber jika dia kembali mengalami
situasi yang sama. Mengapa? Bagaimana? Dsb. Tambahkan gambar jika dibutuhkan.
Sampaikan hal-hal penting (pembelajaran) yang dapat diambil atau dijadikan rujukan bagi
proses pembelajaran selanjutnya atau untuk perbaikan inovasi terkait ke depan berdasarkan
proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan. Hal ini dapat menyangkut cara/sistem kerja,
manajemen waktu atau manusia, dan lain-lain.
Rekomendasi
Apa yang disarankan oleh narasumber untuk dilakukan bila desa lain mengalami situasi yang
sama? Apa yang tidak disarankan? Bagaimana supaya masalah seperti ini dapat dihindari di
masa depan? Kesulitan apa saja yang mungkin dihadapi saat menjalankan kegiatan inovasi
tersebut. Dsb. Tambahkan gambar jika dibutuhkan.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan, hasil, proses dan ruang
lingkup kegiatan validasi inovasi desa dalam Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID);
2. Memvalidasi inovasi desa dalam Pengelolaan Pengetahuan dan
Inovasi Desa (PPID).
Waktu
3 JP ( 135 menit)
Metode
Curah pendapat, praktek validasi inovasi desa, kerja kelompok, pemaparan
dan pleno.
Media
• Media Tayang 4.4.1: Validasi Inovasi Desa;
• Lembar Kerja 4.4.1: Format Validasi Inovasi Desa;
• Lembar Informasi 4.4.1: .
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Konsep dan Ruang Lingkup Kegiatan Validasi
Inovasi Desa
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Konsep dan Ruang lingkup Kegiatan Validasi
Inovasi Desa dengan mengkaitkan kegiatan belajar sebelumnya;
2. Lakukan curah pendapat terkait pemahaman awal dan pengalaman
peserta dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang kegiatan validasi inovasi desa?
b. Mengapa kegiatan validasi inovasi desa penting dilakukan?
c. Bagaimana peran TIK–PID melakukan validasi inovasi hasil
penangkapan inovasi desa (capturing) yang telah dilakukan oleh
TPID?
d. Hal-hal apa saja yang pelu diperhatikan oleh TIK-PID dan TPID
dalam kegiatan validasi inovasi hasil penangkapan inovasi desa
(capturing)?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
4. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah dilakukan, jika
diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang isu-isu pokok
terkait kegiatan validasi inovasi desa yang dilakukan oleh TIK-PID
dengan menuliskannya di kertas plano atau whiteboard;
5. Lakukan pemaparan sebagai penegasan tentang kegiatan validasi
inovasi dalam pelaksanaan Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi
Desa (PPID) dengan menggunakan media tayang yang telah
disediakan;
6. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dengan
mengkaitkan pembahasan selanjutnya.
NO URAIAN YA TIDAK
Rekomendasi
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan, hasil, proses dan ruang
lingkup kegiatan mengemas inovasi desa dalam Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID);
2. Menjelaskan tentang pengertian, tujuan, hasil, proses dan ruang
lingkup kegiatan memformat inovasi desa dalam Pengelolaan
Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID);
3. Mengemas dan memformat inovasi desa berdasarkan rekomendasi
TIK-PID.
Waktu
5 JP ( 225 menit)
Metode
Curah pendapat, praktek mengemas dan memformat inovasi desa, kerja
kelompok, pemaparan dan pleno.
Media
• Media Tayang 4.5.1: Mengemas dan Memformat Inovasi Desa;
• Lembar Kerja 4.5.1: Kajian Kebutuhan Pengembangan Kemasan Inovasi
Desa;
• Lembar Kerja 4.5.2: Daftar Pertanyaan Persiapan Memformat Inovasi
Desa;
• Lembar Kerja 4.5.3: Checklist Persiapan Memformat Inovasi Desa;
• Lembar Kerja 4.5.4: Formulir untuk Memformat Inovasi Desa;
• Lembar Informasi 4.5.1: .
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Konsep dan Ruang Lingkup Kegiatan
Mengemas dan Memformat Inovasi Desa
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
topik bahasan tentang Konsep dan Ruang lingkup Kegiatan Validasi
Inovasi Desa dengan mengkaitkan kegiatan belajar sebelumnya;
2. Lakukan curah pendapat terkait pemahaman awal dan pengalaman
peserta dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang kegiatan mengemas dan
memformat inovasi desa?, jelaskan perbedaan mendasar dari
keduanya?
b. Mengapa kegiatan mengemas dan memformat inovasi desa
penting dilakukan?
c. Bagaimana peran pelaku khususnya TPID dalam melakukan
pengemasan dan pemformatan inovasi hasil penangkapan
inovasi desa (capturing) yang telah dilakukan?
d. Kendala apa saja yang mungkin dihadapi dalam membuat
kemasan dan memformat inovasi desa?
e. Faktor-faktor apa saja yang pelu diperhatikan oleh TPID dalam
mengemas dan memformat inovasi hasil penangkapan inovasi
desa (capturing)?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
4. Buatlah catatan dari proses curah pendapat yang telah dilakukan, jika
diperlukan beberapa pokok pikiran penting tentang isu-isu pokok
terkait kegiatan mengemas dan memformat inovasi desa yang
No Langkah-Langkah Uraian
Pengembangan Kemasan (Penjelasan Hasil Kajian)
1. Mendaftar dan mengidentifikasi 1.
tujuan. 2.
3.
2. Menganalisis Kebutuhan Informasi
Pemakai
(memeriksa atau mensurvei profil
atau karakteristik pemakai yang akan
memanfaatkan kegiatan inovasi dan
kebutuhan informasinya).
3. Memilih sumber informasi yang
relevan dengan inovasi yang akan
dikemas.
4. Menilai validitas dan reliabilitas
sumber informasi
(memeriksa kembali informasi
rujukan yang akan digunakan untuk
mendukung kemasan yang akan
dikembangkan).
5. Mereview informasi dan pilihan jenis
dokumen
(menganalisis, mensintesis dan
mengekstrak informasi ke dalam
pilihan bentuk atau jenis dokumen
pembelajaran yang lebih efektif dan
efisien bagi pemakai).
Catatan:
4. Apa bentuk atau jenis format yang akan digunakan untuk dokumen pembelajaran
inovasi yang telah ditangkap (capture)?
Judul:
Deskripsi singkat:
Kata kunci:
Material terkait:
Sumber (referensi):
Narasumber:
Catatan:
Validasi oleh:
Tanggal validasi:
Pokok Bahasan 5
PENINGKATAN KAPASITAS PELAKU
DALAM MENANGKAP INOVASI DESA
(CAPTURING)
POKOK BAHASAN 7
POKOK BAHASAN
PENINGKATAN KAPASITAS PELAKU
DALAM MENANGKAP INOVASI DESA
(CAPTURING)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengembangkan strategi peningkatan kapasitas Pelaku Program
Inovasi Desa (PID) khususnya TIK-PID dan TPID dalam menangkap
inovasi desa (capturing);
2. Menerapkan keterampilan dalam melakukan bimbingan teknis kepada
TIK-PID dan TPID dalam menangkap inovasi desa (capturing).
Waktu
4 JP (180 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Merumuskan strategi peningkatan kapasitas TIK-PID dan TPID dalam
Menangkap Inovasi Desa (Capturing);;
2. Merumuskan rencana kegiatan pengembangan kapasitas TIK-PID dan
TPID dalam Menangkap Inovasi Desa (Capturing);.
Waktu
2 JP (90 menit)
Metode
Pemaparan, Diskusi Kelompok, Simulasi Rencana Pengembangan Kapasitas
TIK-PID dan TPID dalam menangkap inovasi desa (capturing), dan Pleno.
Media
• Media Tayang 5.1.1: Peningkatan Kapasitas TIK-PID dan TPID dalam
Menangkap Inovasi Desa (Capturing);
• Lembar Kerja 5.1.1: Matrik Diskusi Alternatif Pengembagan Kapasitas
TIK-PID dan TPID Dalam Menangkap Inovasi Desa (Capturing);
• Lembar Kerja 5.1.2: Matrik Diskusi Rencana Pengembagan Kapasitas
TIK-PID dan TPID dalam Menangkap Inovasi Desa (Capturing);
• Lembar Informasi 5.2.1: Pengembangan Kapasitas Pelaku Program
Inovasi Desa (PID) dalam menangkap inovasi desa (capturing)
Alat Bantu
Flipt chart, metaplan, spidol, laptop, LCD, Whiteboard
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Memahami Strategi Pengembangan Kapasitas TIK-
PID dan TPID dalam Menangkap Inovasi Desa (capturing)
1. Menjelaskan tentang tujuan, proses, dan hasil yang diharapkan dari
subpokok bahasan tentang Strategi Pengembangan Kapasitas TIK-
PID dan TPID dalam menangkap inovasi desa (capturing) yang
difasilitasi oleh Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM);
2. Lakukan pemaparan dalam pleno tentang konsep dan tahapan
penyusunan Rencana Pengembangan Kapasitas TIK-PID dan TPID
dalam menangkap inovasi desa (capturing). Gunakan lembar tayang
yang telah disediakan;
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, mengajukan
pendapat, gagasan, dan saran terkait paparan yang telah dilakukan;
4. Buatlah catatan berupa pokok-pokok pikiran atau rumusan gagasan
utama terkait strategi peningkatan kapasitas TIK-PID dan TPID dalam
menangkap inovasi desa (capturing) dengan menuliskan dalam kartu
sebagai pegangan bagi pelatih;
5. Pada akhir sesi, pelatih memberikan penegasan dan kesimpulan
tentang materi yang telah dibahas.
Peserta: TIK-PID/TPID*)
Catatan:
(1) Permasalahan merupakan kesenjangan antara tujuan yang diharapkan dengan
kemampuan atau keterampilan nyata yang ditunjukkan oleh TIK-PID dan TPID
selama melaksanakan tugas menangkap inovasi desa (capturing). Permasalahan
dapat dirumuskan berdasarkan catatan kelemahan yang dihadapi dalam
melakukan penangkapan inovasi desa (capturing) baik oleh TIK-PID dan TPID.
(2) Alternatif solusi merupakan pilihan tindakan yang diambil oleh TAPM dalam
rangka mendukung peningkatan keterampilan teknis dalam melaksanakan
penangkapan inovasi desa (caturing) baik dalam bentuk pelatihan atau non-
pelatihan seperti: bimbingan teknis, asistensi, konsultasi, turial, OJT/IJT, studi
silang, kunjungan, observasi, laboraturium dan lain-lain.
B. Non-Pelatihan
1.
2.
3.
dst
Catatan:
(1) Format di atas hanya sebagai panduan diskusi saja, masing-masing kelompok
dapat memberikan tambahan atau menyesuaikan sesuai kebutuhan;
(2) Hasilnya dicatat dan dipaparkan dalam pleno.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan konsep, ruang lingkup dan teknis bimbingan
penangkapan inovasi desa (capturing);
2. Mempratekkan beberapa teknis dalam melakukan pembimbingan
kepada TIK-ID dan TPID dalam menangkap inovasi desa (capturing);
3. Memberikan umpan balik untuk meningkatkan keterampilan
bimbingan teknis kepada TIK-ID dan TPID dalam menangkap inovasi
desa (capturing)
Waktu
5 JP (225 menit)
Metode
Curah pendapat, pemaparan, Latihan Pembimbingan, dan pleno
Media
• Media Tayang 5.2.1: Bimbingan Teknis dalam Menangkap Inovasi
Desa (Capturing)
• Lembar Penilaian 5.2.1: Format Penilaian Keterampilan
Menjadi Pembimbing;
• Lembar Penilaian 5.2.2: Format Pengamatan Keterampilan
Menjadi Pembimbing;
• Lembar Informasi 5.2.1: Bimbingan Teknis dalam Program
Pengembangan SDM.
Alat Bantu
Kertas Plano, plano, spidol, Lakban, LCD, Laptop, dan WhiteBoard
Proses Pembelajaran
Kegiatan 1: Konsep dan Ruang Lingkup Bimbingan Teknis dalam
Menangkap Inovasi Desa (Capturing)
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan, proses dan hasil yang
diharapkan dari topik pembelajaran tentang konsep dan ruang
lingkup kegiatan bimbingan teknis sebagai bagian dari upaya
meningkatkan keterampilan TIK-PID dan TID dalam menangkap
inovasi desa (capturing);
2. Lakukan curah pendapat terkait pemahaman awal dan pengalaman
peserta dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa yang Anda pahami tentang bimbingan teknis bagi pelaku PID
khususnya TIK-PID dan TPID dalam menangkap inovasi desa?
b. Mengapa kegiatan bimbingan teknis bagi TIK-PID dan TPID
dalam menangkap inovasi desa penting dilakukan?
c. Siapa saja yang dapat dilibatkan dalam melakukan bimbingan
teknis kepada TIK-PID dan TPID dalam menangkap inovasi desa
(capturing)?
d. Faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan oleh TAPM dalam
melakukan bimibingan teknis kepada TIK-PID dan TPID dalam
menangkap inovasi desa (capturing)?
3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan,
bertanya, berpendapat dan masukan;
b. Pelaksanaan
12. Pada tahapan ini masing-masing kelompok melakukan praktik
metode atau tekni bimbingan menangkap inovasi desa (capturing)
yang telah dipersiapkan sesuai rencana bimbingan;
13. Selanjutnya, mintalah setiap kelompok untuk melakukan praktek
sesuai dengan tugasnya. Pada saat yang sama teman sejawatnya
bertindak sebagai peserta sekaligus mengamati proses penerpaan
teknik bimbingan yang digunakan. Adapun rinciannya pembagian
peran sebagai berikut:
• Membaca dengan teliti setiap sikap dan keterampilan yang seharusnya dikuasai
oleh seorang pembimbing yang baik.
• Membaca lembar pengamatan.
• Mencermati semua gerak-gerik “tim pembimbing” dan melakukan penilaian
selama teman sejawat, secara satu per satu, memberi dan melaksanakan sesi
bimbingan teknis.
• Mengisi lembar pengamatan dan memberi masukkan kepada “tim pembimbing”
berdasarkan hasil pengamatannnya dalam sesi umpan balik.
• Mengembalikan lembar pengamatan kepada pelatih atau panitia.
• Setiap peserta atau kelompok akan mempresentasikan satu metode dan teknik
pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) yang telah
ditetapkan.
• Mempelajari alokasi waktu setiap peserta sebagai pembimbing dalam praktek
membimbing penangkapan inovasi desa (caturing)
• Mengatur saat mulai dan berakhirnya sesi praktik pembimbingan.
• Mengingatkan (tapi tidak mengganggu “Tim Pembimng” secara mencolok) sisa
waktu tersedia.
Evaluator/Pelatih
(……………………………..)
Catatan:
Catatan: Lembar ini digunakan sebagai panduan penilaian yang dilakukan oleh pelatih
(evaluator) untuk memberikan penilaian terhadap penilaian dilengkapi catatan atau
saran kepada kelompok atau tim pembimbing yang sedang melakukan praktek
pembimbingan menangkap inovasi desa (capturing).
3. Keterampilan menguasai
dan menjelaskan materi
bimibingan
4. Keterampilan penggunaan
metode/pendekatan dan
strategi bimbingan
5. Keterampilan penggunaan
media dan alat bantu
pendukung kegiatan
bimbingan
6. Keterampilan
berkomunikasi efektif
7. Keterampilan mencatat
proses bimbingan
8. Performance (Penampilan)
9. Ketepatan penggunaan
bahasa
Pengamat
( …………………………….. )
Pokok Bahasan 6
PRAKTEK LAPANGAN
POKOK BAHASAN 7
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menerapkan
keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) berdasarkan
pentahapannya dalam situasi nyata di masyarakat.
Waktu
15 JP (675 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan mampu:
1. Membuat persiapan kegiatan dalam menangkap inovasi desa
(capturing)
2. Melaksanakan kegiatan penangkapan inovasi desa (capturing);
3. Mengevaluasi hasil penangkapan inovasi desa yang telah
dilaksanakan.
Waktu
15 JP (675 menit)
Metode
Praktek Lapangan.
Media
• Lembar Kerja Praktek 6.1.1: Formulir Informasi Kegiatan Penangkapan
Inovasi Desa (Capturing)
• Lembar Kerja Praktek 6.1.2: Format Dokumen Pembelajaran Hasil
Menangkap Inovasi Desa Menangkap Inovasi Desa (Capturing).
• Lembar Informasi 6.1.1: Panduan Menangkap Inovasi Desa (Capturing).
Alat Bantu
Kamera/HP, VTR atau Video, laptop, Flipt chart, metaplan, dan spidol.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Persiapan
1. Berilah penjelasan kepada peserta maksud, hasil dan proses dari
kegiatan persiapan praktek lapangan.
2. Ingatkan kembali bahwa materi pembelajaran sebelumnya terkait
dengan metode penangkapan inovasi desa yang menjadi dasar dari
kegiatan praktek lapangan ini.
3. Tampilkan Media Tayang “Bekal Menangkap Inovasi.” Tanyakan
kepada peserta apakah sudah mengingat dan memahaminya.
Berikan waktu kepada peserta untuk menanyakan kembali atau
men-diskusikannya jika perlu;
4. Ingatkan kepada peserta untuk mengerahkan berbagai metode
menangkap inovasi, serta mengusung definisi inovasi, unsur-unsur
yang harus ada dalam inovasi, dan tahapan menangkap inovasi
(capturing) untuk mengurangi hambatan dalam menemukan dan
menggali inovasi di lapangan. Pelatih dapat menayangkan kembali
media tayang “Keahlian Dasar” sebagai bahan refleksi.
5. Selanjutnya bagilah peserta dalam 5 - 6 kelompok kecil untuk
kegiatan praktek lapangan. Mintalah peserta untuk menunjuk 1
orang anggotanya sebagai koordinator kelompok.
6. Pelatih menjelaskan hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh kelompok
untuk melaksanakan praktek lapangan, antara lain:
a. Menentukan tema kegiatan penangkapan inovasi (capturing)
didasarkan pada bidang/cakupan PID (Kewirausahaan dan
Pengmebangan Ekonomi Lokal, Pengembangan Sumber Daya
Manusia dan Infrastruktur).
b. Menentukan metode yang akan dipilih untuk menangkap
inovasi sesuai dengan karakterisktik tema yang sudah
ditentukan oleh kelompok..
c. Menentukan lokasi yang akan dikunjungi.
d. Menentukan pelaku atau informan yang akan ditemui.
e. Menentukan agenda kegiatan yang akan dilakukan.
f. Menyiapkan instrumen untuk mengumpulkan informasi dan
data terkait dengan inovasi yang akan ditangkap (capture),
misalnya: daftar pertanyaan wawancara, catatan observasi dan
catatan diskusi (FGD).
g. Menyiapkan media dan alat bantu yang akan digunakan untuk
menangkap inovasi, misalnya: kamera, handphone, audio
recording dan buku catatan.
Tema :
Metode :
Lokasi :
Catatan :
[penulis utama]
[nama desa]
Ringkasan Umum
Tuliskan ulasan singkat tentang kegiatan inovasi yang telah didokumentasikan
maksimal 2 paragraf singkat atau 10 baris
Hasil
Tuliskan informasi tentang perubahan yang terjadi atau hasil yang telah dicapai akibat upaya-
upaya yang dijelas dalam proses menjawab tantangan/masalah.
Pembelajaran
Tuliskan di sini mengenai apa yang akan dilakukan narasumber jika dia kembali mengalami
situasi yang sama. Mengapa? Bagaimana? Dsb. Tambahkan gambar jika dibutuhkan.
Sampaikan hal-hal penting (pembelajaran) yang dapat diambil atau dijadikan rujukan bagi
proses pembelajaran selanjutnya atau untuk perbaikan inovasi terkait ke depan berdasarkan
proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan. Hal ini dapat menyangkut cara/sistem kerja
manajemen waktu atau manusia, dan lain-lain.
Rekomendasi
Apa yang disarankan oleh narasumber untuk dilakukan bila desa lain mengalami situasi yang
sama? Apa yang tidak disarankan? Bagaimana supaya masalah seperti ini dapat dihindari di
masa depan? Kesulitan apa saja yang mungkin dihadapi saat menjalankan kegiatan inovasi
tersebut. Dsb. Tambahkan gambar jika dibutuhkan.
Pokok Bahasan 7
EVALUASI PELATIHAN DAN RKTL
POKOK BAHASAN 7
POKOK BAHASAN
EVALUASI PELATIHAN DAN RKTL
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memberikan penilaian terhadap penyelenggaraan pelatihan
menangkap inovasi desa (capturing) untuk TAPM;
2. Menyusun Rencana Kerja Tindak Lanjut.
Waktu
2 JP (90 menit)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Merangkum kembali pokok-pokok isi materi pelatihan menangkap
inovasi desa (capturing) untuk TAPM mulai SPB 1 hingga SPB 6
dengan benar;
2. Menilai penyelenggaraan kegiatan pelatihan menangkap inovasi
desa (capturing) untuk TAPM.
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Evaluasi
Media
• Lembar Kerja 7.1.1: Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan Menangkap
Inovasi Desa (Capturing) untuk TAPM;
• Lembar Kerja 7.1.2: Evaluasi Materi Pelatihan Inovasid Desa
(Capturing) untuk TAPM dalam Pelaksanaan Program Inovasi Desa
(PID)
Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop, dan WhiteBoard.
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Resume Hasil Pelatihan
1. Sebelum kegiatan dimulai, pelatih atau penyelenggara
membagikan lembar penilaian penyelenggaraan kegiatan dan
materi pelatihan (Lembar Kerja 7.1.1 dan 7.1.2) kepada peserta
untuk diisi dan dan diserahkan kepada panitia;
2. Setelah mengisi lembar evaluasi pelatihan, selanjutnya pelatihan
menjelaskan kepada peserta tentang tujuan, proses dan hasil dari
penyusunan resume pokok-pokok isi materi pelatihan meangkap
inovasi desa (capturing);
3. Pelatih memberikan rangkuman dan menjelaskan tentang:
a. Rangkuman materi dan kaitan materi yang satu dengan yang
lainnya.
b. Tujuan pelatihan selama proses pelatihan.
c. Bagan proses pelatihan.
d. Penjelasan untuk memenuhi harapan yang belum terpenuhi.
e. Penjelasan hasil evaluasi individu praktek melatih.
4. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan materi
yang belum jelas;
5. Buatlah pembulatan dan kesimpulan akhir dari keseluruhan materi
pelatihan menangkap inovasid desa (capturing).
1. Tim Pelatih
Kemampuan
Fasilitasi
Penguasaan Materi
Kerjasama Tim
2. Dinamika Peserta
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
3. Sarana dan
Prasarana
4. Bahan Pelatihan
5. Akomodasi
6. Pelayanan Panitia
7. Dan lain-lain
KOMPETENSI*)
No POKOK BAHASAN SUBPOKOK BAHASAN KET
1 2 3 4
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Inovasi Konsep Dasar Inovasi Desa
Pembangunan Desa Konsep Dasar Menangkap
Inovasi Desa (Capturing)
Pengelolaan Pengetahuan
dan Inovasi Desa dalam
Program Inovasi Desa (PID)
2. Peran Pelaku dalam Peran TIK dan TPID dalam
Menangkap Inovasi Menangkap Inovasi Desa
Desa (Capturing)
Peran TAPM dalam Fasilitasi
Menangkap Inovasi Desa
(Capturing)
3. Keterampilan Identifikasi Inovasi Desa
Menangkap Inovasi Verifikasi Inovasi Desa
Desa (Capturing) Menangkap Inovasi Desa
(Capturing)
Validasi Inovasi Desa
Mengemas dan Memformat
Inovasi Desa
4. Peningkatan Strategi Peningkatan
Kapasitas Pelaku Kapasitas Pelaku (TIK dan
dalam Menangkap TPID)
Inovasi Desa Bimbingan Teknis
(Capturing) Menangkap Inovasi Desa
(Capturing)
Catatan:
1 = Rendah
2 = Cukup
3 = Baik
4 = Baik Sekali
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi tahapan kegiatan menangkap inovasi Desa
(Capturing) dalam Program Inovasi Desa (PID);
2. Menyusun rencana dan jadwal kerja pembimbingan bagi pelaku PID
(TIK dan TPID) dalam menangkap inovasi Desa (capturing) pada
tahun anggaran 2018
Waktu
1 JP (45 menit)
Metode
Rencana Kerja Tindak Lanjut.
Media
• Lembar Kerja 7.2.1: Matrik Diskusi Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL);
• Lembar Kerja 7.2.1: Format Laporan Pelaksanaan Pelatihan.
Alat Bantu
Kertas plano, metaplan, spidol dan Lakban, LCD, Laptop, dan
WhiteBoard
Proses Penyajian
Kegiatan: Mengidentifikasi Tagapan Kegiatan Fasilitasi Menangkap
Inovasi Desa (Capturing) dalam Program Inovasi Desa (PID)
Catatan:
(1) Tabel ini sebagai acuan umum saja, peserta diskusi dapat memodifikasi sesuai
kebutuhan dengan menambah penjelasan atau aspek kajian lain tentang rencana
tindak lanjut pasca pelatihan menangkap inovasi desa (capturing) dalam rangka
peningkatan kapasitas TIK-PID dan TPID dalam pelaksanaan Program Inovasi
Desa (PID);
(2) Jelaskan proses atau uraian kegiatan dan hasil yang hendak dicapai di setiap
aspek yang perlu ditindaklanjuti;
(3) Identifikasikan pelaku yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam penyelenggaraan pelatihan di Kabupaten/Kota;
(4) Tetapkan perkiraan waktu masing-masing tahapan yang telah direncanakan.
BAB 1: Pendahuluan
1. Latar Belakang.
2. Maksud dan Tujuan
3. Hasil yang diharapkan
4. Ruang Lingkup Materi
5. Pelaksana
6. Waktu dan tempat
2. Proses Pelatihan
(a) Metode: menjelaskan pendekatan/metode yang digunakan dalam
menyampaikan materi pelatihan;
(b) Media dan Sumber Belajar: menjelaskan tentang pemanfaatan
media dan sumber belajar pendukung pelatihan;
(c) Fasilitasi Proses: menyajikan data/informasi mengenai tata urut
penyajian materi dan proses interkasi pelatih dan peserta;
BAB 5: Penutup
Lampiran :
• Jadwal latihan
• Hasil Rekapitulasi Evaluasi Peserta
• Hasil Evaluasi Pelaksanaan Latihan
• Foto dokumentasi Kegiatan
Modul Pelatihan
Menangkap Inovasi Desa
Capturing
Lembar Informasi
A. Pendahuluan
Secara etimologi inovasi berasal dari bahasa Latin “innovare” atau “innovatio” yang
kemudian diserap ke dalam bahasa inggris “innovation” yang berarti pembaharuan
atau perubahan. Kata kerjanya “innovo” yang artinya memperbaharui dan mengubah.
Inovasi ialah suatu perubahan yang baru menuju ke arah perbaikan, yang lain atau
berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana
(tidak secara kebetulan). Menurut kamus Merrian-Webster, innovation (inovasi) berarti
melakukan sesuatu dengan cara yang baru; memiliki ide/gagasan yang baru mengenai
bagaimana sesuatu dilakukan/ dikerjakan. Sedangkan para tokoh pembaharu memiliki
konsepsi yang beragam mengenai makna dari inovasi sebagai berikut. Menurut Everett
M. Rogers dalam Udin Saefudin (2008), inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktek atau
objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang
atau kelompok untuk diadopsi.
Andrew H Van de Ven, inovasi adalah pengembangan dan implementasi
gagasan-gagasan baru oleh orang dimana dalam jangka waktu tertentu melakukan
transaksi-transaksi dengan orang lain dalam suatu tatanan organisasi. Sedangkan
menurut Kuniyoshi Urabe (1988), inovasi bukan merupakan kegiatan satu kali tindakan
saja (one time phenomenon), melainkan suatu proses yang panjang dan kumulatif yang
meliputi banyak proses pengambilan keputusan di dan oleh organisasi dari mulai
penemuan gagasan sampai implementasinya di pasar.
Stephen Robbins (1994) mendefinisikan inovasi sebagai suatu gagasan baru yang
diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa.
Berdasarkan pengertian tersebut, Robbins lebih memfokuskan pada tiga hal utama yaitu:
(1) Gagasan baru yaitu suatu olah pikir dalam mengamati suatu fenomena yang
sedang terjadi, termasuk dalam bidang pendidikan, gagasan baru ini dapat
berupa penemuan dari suatu gagasan pemikiran, Ide, sistem sampai pada
kemungkinan gagasan yang mengkristal;
(2) Produk dan jasa yaitu hasil langkah lanjutan dari adanya gagasan baru yang
ditindak lanjuti dengan berbagai aktivitas, kajian, penelitian dan percobaan
sehingga melahirkan konsep yang lebih konkret dalam bentuk produk dan jasa
yang siap dikembangkan dan dimplementasikan termasuk hasil inovasi dibidang
pendidikan;
(3) Upaya perbaikan yaitu usaha sistematis untuk melakukan penyempurnaan dan
melakukan perbaikan (improvement) yang terus menerus sehingga buah inovasi
itu dapat dirasakan manfaatnya.
Zaltman dan Duncan (1973) menjelaskan bahwa inovasi adalah perubahan sosial
yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dan diamati sebagai suatu yang baru
bagi sekelompok orang. Tetapi perubahan sosial belum tentu Inovasi. “An innovation is
an idea, practice, or material artifact perceived to be new by the relevant unit of
adoption. The innovation is the change object”. Dalam hal ini Schumpeter menyebutkan
bahwa “carrying out innovations is the only function which is fundamental in history”.
Teori pembangunan ekonomi, Schumpeter menjelaskan bahwa pembangunan
sebagai proses historis dan perubahan struktural, secara substansial didorong oleh
inovasi. Dimana inovasi disini dibagi menjadi lima jenis dalam pembagian yang
dilakukan oleh Schumpeter, yaitu: (1) meluncurkan produk baru atau jenis baru dari
produk yang sudah dikenal sebelumnya; (2) aplikasi metode produksi atau penjualan
yang baru; (3) membuka pasar yang baru; (4) mendapatkan sumber baru dari supply
bahan baku atau barang setengah jadi; (5) struktur industri baru semacam penciptaan
atau pemusnahan posisi monopoli yang sudah ada.
Desa Sahabat Anak; Desa Ramah Lingkungan Alam; Desa Wirausaha; Desa Aman
Bencana; Desa KB; dan Desa Gaul.
Daftar Pustaka
A. Latar Belakang
Banyak kegiatan inovatif di desa yang dapat menjadi inspirasi pembangunan bagi desa
lain yang selama ini belum terdokumentasi dan dikelola secara sistematis dengan baik
sebagai bahan pembelajaran untuk peningkatan kualitas pembangunan di desa. PPID
dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan dana desa dengan
memberikan contoh kegiatan inovasi desa melalui pendokumentasian dan
penyebarluasan kegiatan inovasi pembangunan desa.
Tahapan PPID tahun 2018 didasarkan atas hasil pelaksanaan tahapan yang telah
dilaksanakan pada tahun 2017. Alur tahapan pelaksanaan PPID terdiri atas 2 tingkatan
yaitu: (1). kegiatan di tingkat kabupaten yang dilakukan oleh TIK, dan (2) kegiatan di
tingkat kecamatan dan Desa yang dilakukan oleh TPID.
2 orang). MAD 1 juga melibatkan perwakilan UPTD tingkat kecamatan yang relevan
seperti Puskesmas, UPTD Pendidikan, PU kecamatan, dan lain-lain.
Tujuan MAD-1:
1. Sosialisasi konsep PID dan penggunaan Bantuan Pemerintah PPID, termasuk
kebutuhan Desa akan jasa layanan teknis;
2. Diseminasi informasi kegiatan-kegiatan inovasi yang sudah teridentifikasi
sebelumnya, baik yang ada di lokasi dampingan maupun tempat lain;
3. Pembentukan TPID (bagi yang belum atau ada pergantian pengurus). Pengurus
TPID disyahkan oleh Camat;
4. Kesepakatan pokok-pokok kegiatan yang akan dibiayai melalui dana operasional
kegiatan (Kebijakan umum penggunaan dana diatur dalam Petunjuk Teknis
Penggunaan DOK PPID).
2. Rapat TPID
Rapat TPID dilakukan untuk menyusun proposal dan Rencana Anggaran Biaya
(RAB) penggunaan Bantuan Pemerintah PPID. Sebelum merumuskan kegiatan
dan RAB, TPID mendapatkan pelatihan terlebih dahulu dari TAPM
Kabupaten/Kota dan atau PD. TPID mengadakan pertemuan untuk menyusun
detail proposal kegiatan dan RAB berdasarkan hasil keputusan MAD. Selanjutnya
Camat menerbitkan Surat Penetapan Camat (SPC) yang berdasarkan Berita Acara
MAD dan hasil rapat perumusan kegiatan.
E. Identifikasi Inovasi
Identifikasi inovasi dilakukan untuk memetakan kegiatan-kegiatan yang sudah berjalan
di masyarakat dan desa pada bidang infrastruktur, pengembangan sumber daya
manusia, serta kewirausahaan dan pengembangan ekonomi lokal berdasarkan kriteria
yang termasuk dalam kategori inovatif. Identifikasi dibedakan pada dua kategori lokasi
berdasarkan pelaksanaan PID tahun 2017, yaitu:
1. Lokasi yang sudah tersedia Kartu inovasi desaku melalui Bursa Inovasi Desa pada
tahun sebelumnya
Pada lokasi ini identifikasi inovasi didasarkan atas Kartu inovasi desaku yang
sudah tersedia, yaitu dengan mengumpulkan seluruh Kartu inovasi desaku hasil
bursa dan mengelompokkan ide-ide tersebut ke dalam 3 bidang, yaitu bidang
infrastruktur, kewirausahaan dan pengembangan ekonomi lokal, serta
pengembangan sumber daya manusia. Tahapan ini dilakukan oleh Pokja PPID
pada TIK dengan difasilitasi oleh TAPM. Pengelompokan dilakukan melalui
pemilahan ide inovasi mana saja yang memenuhi kriteria kategori inovatif.
2. Lokasi yang belum tersedia Kartu inovasi desaku atau yang belum melakukan
Bursa Inovasi Desa
Pada lokasi ini, TPID terutama yang menangani bidang PPID dengan dibantu
difasilitasi oleh PD, melakukan identifikasi ke desa-desa atas beberapa kegiatan
di bidang infrastruktur, kewirausahaan dan pengembangan ekonomi lokal, serta
pengembangan sumber daya manusia, yang sudah dilakukan dan dinilai
berpotensi sebagai kegiatan yang inovatif sesuai kriteria. Kegiatan ini dilakukan
dengan melakukan kunjungan ke desa-desa dan melakukan pengamatan dan
wawancara dengan pelaku-pelaku pembangunan desa dan pemberdayaan
J. Pendokumentasian Inovasi
TPID terutama bidang PPID, dengan didukung oleh PD dan PLD melakukan proses
pendokumentasian kegiatan-kegiatan yang telah diverifikasi oleh TIK dan
direkomendasikan sebagai kegiatan inovatif yang bisa dilakukan capturing.
1. Proses “capturing”
Hasil identifikasi dari masing-masing desa terutama yang masuk kriteria kegiatan
inovatif dan direkomendasikan oleh TIK, selanjutnya didokumentasikan dalam
bentuk media visual/ video, album photo, artikel/tulisan dan media cetak lainnya.
TIK dan TPID akan diberi pelatihan terkait metode capturing terlebih dahulu
sebelum proses capturing dilakukan.
2. Penyusunan Dokumen Pembelajaran
Hasil capturing yang sudah dilakukan, selanjutnya dilakukan proses analisa sesuai
dengan kearifan lokal untuk disusun sebagai dokumen pembelajaran atas praktik
cerdas di wilayah lokasi sasaran. Dokumen pembelajaran tersebut menjelaskan
petunjuk dan proses langkah demi langkah terhadap praktik cerdas atau inovasi
yang telah terjadi.
d. Anak usia SD dan SMP yang tidak bersekolah, yaitu anak yang pada saat
pendataan berusia minimum 8 tahun dan maksimal 14 tahun tidak bersekolah
SD atau SMP, termasuk mereka yang masuk kategori berkebutuhan khusus;
e. Anak usia SD atau SMP (8 s/d 14 tahun) yang putus sekolah, termasuk yang
berkebutuhan khusus.
f. Tingkat pendidikan pelaku pengembangan usaha ekonomi desa
g. Anak usia 3 s/d 6 tahun yang tidak terdaftar di PAUD
h. Jumlah pengangguran di Desa
i. Tingkat urbanisasi masyarakat
2. Bidang Infrastruktur:
a. Akses masyarakat dalam mendapatkan listrik (prosentase masyarakat
menggunakan listrik)
b. Akses masyarakat dalam mendapatkan air bersih (prosentase masyarakat
menggunakan air bersih)
c. Akses masyarakat dalam sanitasi (prosentase penggunaan jamban atau MCK)
d. Akses masyarakat dalam irigasi pertanian dan perikanan
e. Akses masyarakat terhadap ruang public dan sarana olah raga
f. Akses prasarana terhadap perekonomian desa
g. Akses komunikasi dan informasi Desa
h. Keberadaan perumahan yang tidak layak huni (Jumlah rumah tidak layak huni)
3. Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi Lokal
a. Data potensi unggulan Desa
b. Data kegiatan BUMDesa
c. Data kelompok usaha ekonomi masyarakat dan kewirausahaan
d. Akses masyarakat ke lembaga keuangan
Alur pelaksanaan Bursa Inovasi Desa adalah sebagai berikut:
a. TPID menggelar rapat untuk persiapan penyelenggaraan bursa inovasi desa;
b. Dalam rapat persiapan ini, akan disiapkan dokumen pembelajaran kegiatan
inovasi yang telah direkomendasikan oleh TIK. Dokumen pembelajaran ini dalam
bentuk video dan atau tulisan atas kegiatan-kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan, di bidang pengembangan
ekonomi lokal, sumberdaya manusia dan prasarana infrastruktur;
c. Lokasi yang belum menyelenggarakan BID, dokumen pembelajaran yang
digunakan sebagai rujukan adalah sebanyak 50 inovasi yang telah disiapkan dan
diverifikasi sesuai kriteria inovatif.
Kunjungan Mengirim atau mengundang praktisi atau pakar khusus dari sebuah
pakar desa/ kabupaten/ organisasi penyedia pengetahuan ke sebuah
desa/ kabupaten/ organisasi yang membutuhkannya untuk menilai
kondisi riil saat ini dan memberikan bimbingan dalam penyelesaian
masalah atau tantangan yang dihadapi
Studi tur Kunjungan atau serangkaian kunjungan, baik oleh individu atau
group, ke satu atau lebih desa/ kecamatan/ kabupaten atau tempat-
tempat di kecamatan/ kabupaten yang sama, dengan tujuan untuk
mempelajari dan mendalami hal/ bidang khusus secara langsung
dari sumbernya, misalkan bagaimana satu hal dapat dilaksanakan
dengan baik dan berhasil
A. Pendahuluan
Pada umumnya pengelolaan pengetahuan diarahkan untuk tujuan organisasional
seperti peningkatan kinerja, memacu inovasi, mempertahankan atau mengembangkan
keuntungan komparatif, serta berbagi informasi dan pengetahuan dalam organisasi.
Intinya adalah bahwa jika pengetahuan orang-orang dalam organisasi, baik secara
perseorangan maupun bersama-sama merupakan modal suatu organisasi, maka
sebaiknya pengetahuan itu dikelola dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di sejumlah lokasi, banyak pengetahuan
dan kegiatan inovatif yang telah dilakukan atas inisiatif masyarakat, Pemerintah Desa
maupun Kabupaten dalam menjawab sebuah tantangan atau dalam menjalankan
kegiatan pembangunan. Pertukaran pengetahuan dan pembelajaran antar-desa
maupun dengan kabupaten pun telah terjadi. Inisiatif tersebut dilakukan berdasarkan
kebutuhan masyarakat dan mendapat dukungan dari berbagai program.
Meski demikian, seiring berhentinya sebuah program, tidak sedikit inisiatif yang
hilang. Untuk itu, perlu ada sistem pengelolaan inisiatif yang memiliki nilai-nilai inovasi.
Selain untuk menjamin keberlanjutan inisiatif tersebut, pengelolaan yang baik dapat
memungkinkan pihak lain mengakses informasi terkait inisiatif atau inovasi tersebut,
menjadikan inspirasi atau bahkan rujukan bagi penyelesaian masalah mereka atau
pengayaan kegiatan pembangunan yang lebih efektif dan inovatif.
B. Pengertian
Pengelolaan pengetahuan adalah upaya yang sadar dan sengaja untuk mengelola
informasi dan pengetahuan sebagai aset, menjaga keberlanjutan keberadaan
pengetahuan itu dalam kehidupan masyarakat di Desa, termasuk didalamnya upaya
mengembangkan dan menangkap (knowledge generation dan knowledge capture)
pengetahuan, pembelajaran dan pengalihan pengetahuan (knowledge transfer), serta
pemanfaatan pengetahuan itu. Upaya itu mencakup pula identifikasi tacit knowledge
(pengetahuan tersirat), yang kerakali tidak diketahui si pembawa pengetahuan sendiri,
untuk menjadikannya pengetahuan yang tersurat (explicit knowledge) agar dapat
didokumentasikan dan diteruskan kepada pihak lainnya.
Inovasi tidak sama dengan praktik cerdas (best practice). Inovasi disini merujuk
pada cara atau pendekatan yang berbeda dari biasanya (apakah itu cara baru atau cara
yang dikembangkan dari yang sudah ada sebelumnya) yang ditempuh oleh (kelompok)
masyarakat atau instansi, dalam menjawab suatu masalah/tantangan yang dihadapi
atau dalam mengerjakan sesuatu, aplikatif dan terbukti berhasil.
C. Kriteria
Kriteria Inovasi adalah segala bentuk inisiatif atau “gebrakan” dari masyarakat,
kelompok, satuan kerja, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
keberlanjutan pembangunan sebagai akibat dari intervensi Program Inovasi Desa
maupun aktivitas lainnya. Kriteria yang ditetapkan sebagai berikut:
a. Sangat Dibutuhkan (ada permintaan) di masyarakat
b. Terdefinisi dengan baik
c. Dapat direkam
d. Dapat/layak untuk dibagikan
e. Dapat diulang dan dikembangkan
f. Relevan.
D. Katagori
Kategori inovasi Desa sebagai berikut:
a. Kegiatan pembangunan di bidang pengembangan ekonomi lokal dan
kewirausahaan, pengembangan sumber daya Manusia, dan infrastruktur Desa
yang memberi manfaat secara luas bagi masyarakat dan diketahui oleh
masyarakat;
b. Upaya yang berhasil mendorong terwujudnya kegiatan pembangunan
berkualitas, serta mendorong partisipasi dan kegotongroyongan masyarakat
dalam pembangunan;
(6) Penentuan minimal satu inovasi per kecamatan untuk diajukan, diverivikasi dan
dikelola oleh Tim Inovasi Kabupaten/Kota.
Bidang Infrastruktur
(1) Akses masyarakat dalam mendapatkan listrik (prosentase masyarakat
menggunakan listrik)
(2) Akses masyarakat dalam mendapatkan air bersih (prosentase masyarakat
menggunakan air bersih)
(3) Akses masyarakat dalam sanitasi (prosentase penggunaan jamban atau MCK)
(4) Akses masyarakat dalam irigasi pertanian dan perikanan
(5) Akses masyarakat terhadap ruang public dan sarana olah raga
(6) Akses prasarana terhadap perekonomian desa
(7) Akses komunikasi dan informasi Desa
(8) Keberadaan perumahan yang tidak layak huni (Jumlah rumah tidak layak huni)
Hasil dari BID adalah: Kartu Komitmen sebagai wujud keseriusan desa untuk
melakukan replikasi dan Kartu inovasi desaku untuk menyampaikan bahwa di desa-
desa mereka juga terdapat kegiatan yang inovatif namun belum terdokumentasikan.
TPID akan mendata daftar usulan dari Kartu Komitmen dan Kartu inovasi desaku untuk
ditindaklanjuti. Lebih lanjut tentang BID dapat dilihat dalam Panduan Penyelenggaraan
Bursa Inovasi Desa.
G. Media
Berikut ini diberikan beberapa contoh media yang data digunakan sebagai sarana
sosialisasi, promosi, publikasi dan pelatihan di Desa yang dapat digunakan sesuai
kebutuhan dalam memfasilitasi kegiatan inovasi Desa.
1) Baliho/backwall 9) Buletin
2) Backdrop 10) Website
3) Spanduk 11) Cerita bergambar
4) Banner 12) Infografik
5) Brosur/flier 13) Videografik/animasi/dokumenter
6) Poster 14) Buku Pembelajaran
7) Press release 15) Dll
8) Infokit
9. Identifikasi adalah langkah pertama, dan mungkin paling penting, tapi juga
paling sulit dalam metodologi penangkapan pengetahuan. Dalam langkah ini kita
mengidentifikasi apa yang layak ditangkap, berdasarkan pada daftar kriteria (lihat
“1.1 Identifikasi Pengetahuan: Checklist” dalam dokumen ini). Tantangan terbesar
adalah memformulasikan berbagai pertanyaan yang berbeda yang merangkum
tantangan tertentu yang dihadapi satu kelompok pemangku kepentingan tertentu.
10. Sebuah aset pengetahuan (knowledge asset) adalah sebuah dokumen digital
unik atau koleksi media yang memuat pengetahuan yang terkait dengan
pertanyaan atau tantangan tertentu. Aset pengetahuan umumnya pendek,
memiliki target tertentu dan berorientasi pada pembelajar (learner oriented). Aset
pengetahuan menyajikan pembelajaran tertentu dari pengalaman operasional
dan memberikan dukungan bagi pengambilan-keputusan pada satu tantangan
tertentu. Aset pengetahuan menyajikan alur cerita yang konklusif dan informasi
tentang (i) konteks dan tantangan, (ii) tindakan yang diambil untuk menangani
tantangan, (iii) hasil yang dicapai melalui aksi tersebut, (iv) pembelajaran dari
pengalaman, dan (v) rekomendasi yang bisa dialihkan untuk replikasi
pembelajaran yang ada pada konteks lain. Aset pengetahuan ditangkap
menggunakan template yang terstandarisasi. Aset ini divalidasi dan diformat
sehingga memuat data kualifikasi sehingga bisa dengan mudah dicari dan
ditemukan dalam penyimpanan pengetahuan yang besar.
11. Pertukaran pengetahuan/Knowledge exchange memungkinkan pengetahuan
dibagi atau ditransfer antara berbagai orang dan organisasi. Seperti halnya
manajemen pengetahuan, pertukaran pengetahuan bertujuan untuk
mengorganisasikan, membuat, menangkap, dan mendistribusikan pengetahuan
dan memastikan ketersediaannya bagi pengguna di masa depan. Pertukaran
pengetahuan bisa dilakukan secara satu-arah di mana satu orang atau kelompok
berbagi dengan pihak lain yang ingin belajar. Namun demikian, lazimnya
pertukaran pengetahuan adalah proses saling berbagi dua-arah di mana kedua
belah pihak saling belajar. Pertukaran pengetahuan adalah sesuatu yang lebih
dari sekedar komunikasi seperti memorandum, email, atau rapat. Pertukaran
pengetahuan lebih kompleks lagi, karena pengetahuan dimiliki anggota
organisasi, perangkat, tugas, dan jejaring mereka dan banyak pengetahuan
organisasi berbentuk implisit atau sulit diartikulasikan. Satu bentuk pertukaran
pengetahuan adalah pertukaran pengetahuan Selatan-Selatan yang merupakan
pertukaran pengetahuan antara rekanan dan kolega di berbagai negara
berkembang dan emerging economies.
12. Manajemen pengetahuan/Knowledge management (KM) adalah proses
menangkap, mengembangkan, membagi, dan menggunakan pengetahuan organisasi
secara efektif. Istilah ini merujuk pada pendekatan multi-disiplin untuk mencapai
tujuan organisasi dengan memanfaatkan pengetahuan dengan sebaik-baiknya.
Upaya manajemen pengetahuan biasanya terfokus pada tujuan organisasi seperti
peningkatan kinerja, keuggulan kompetitif, inovasi, berbagi pembelajaran, integrasi,
dan peningkatan berkelanjutan dari organisasi. Upaya KM tumpang tindih dengan
pembelajaran berbasis lembaga (organizational learning) dan bisa
17. Proses validasi: Validasi dapat terjadi dalam berbagai cara, dari proses kajian
formal yang paling ketat dengan satu atau lebih tahap persetujuan hingga
feedback informal dari seorang rekan. Bergantung pada budaya organisasi dan
kebijakan komunikasi dan manajemen pengetahuannya, sebuah proses validasi
yang layak harus dibuat sejak awal.
18. Metodologi validasi: Walaupun ada berbagai cara validasi, empat yang paling
lazing untuk aset pengetahuan adalah (i) menguji pada setting sungguhan, (ii)
mengadakan sebuah ruang untuk peninjauan (review space), (iii) memeriksa
berdasarkan kriteria validasi, dan (iv) melakukan verifikasi pada ahli atau penulis
awal untuk memastikan bahwa aset pengetahuan sudah dijabarkan dengan tepat.
19. Kriteria validasi: Mungkin pertanyaan yang paling kritis dalam proses validasi
adalah tentang kriteria yang digunakan untuk memvalidasi isi. Organisasi perlu
hati-hati dalam menentukan dan mempertajam kriteria validasi dan bobot
kepentingan masing-masing kriteria. Beberapa kriteria umum yang digunakan
pada evaluasi obyek pengetahuan disajikan dalam daftar di bagian “3. Validasi”
dalam dokumen ini.
A. Pendahuluan
Pengetahuan eksperiensial dan pembelajaran bisa ditangkap dengan berbagai metode.
Memilih metode akan bergantung pada kebijakan organisasi, ketersediaan anggaran
dan alat pendukung, selera individu, dan keterampilan penangkap pengetahuan. Dua
jenis kegiatan untuk menangkap pengalaman operasional dan pembelajaran: yang
dilakukan oleh individu dan yang dilakukan berkelompok. Kegiatan menangkap inovasi
(capturing) dapat dilakukan secara langsung, namun bisa juga dilakukan secara online.
Beberapa kegiatan menangkap inovasi (capturing), seperti ruang kerja bersama
dan wiki, menggabungkan penangkapan dengan berbagi pengetahuan, sehingga
pengetahuan didokumentasikan dan dibagikan pada waktu yang sama. Disamping itu,
kegiatan tersbeut menuntut kemampuan atau keterampilan khusus serta persiapan
yang cukup matang untuk memperoleh hasil yang baik.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menagkap inovasi (capturing)
diantaranya: (1) Wawancara; (2) Bercerita; (3) Observasi; (4) Blog; (5) Kajian
pascapelaksanaan; (6) FGD/Kelompok diskusi terfokus; (7) Wiki; (8) Ruang Kerja
Bersama; (8) Webinar; (9) Forum online; dan (10) Komunitas praktisi
B. Wawancara
Cara tercepat untuk mencari tahu pengetahuan seseorang adalah dengan bertanya
langsung kepadanya. Wawancara adalah metode yang paling sering digunakan untuk
menggali pengetahuan. Pewawancara mengajukan pertanyaan untuk menemukan fakta
dan opini yang terkait dengan pengalaman. Wawancara empat-mata yang terstruktur dan
terencana akan membantu memberikan informasi seputar observasi, pengetahuan tentang
latar belakang, sikap, dan kepercayaan seputar pengalaman tertentu. Untuk mendapatkan
hasil yang sebaik-baiknya, pewawancara perlu melakukan persiapan total, idealnya
menyusun daftar pertanyaan secara cermat berdasarkan urutan tertentu, terutama jika ada
lebih dari satu orang yang akan diwawancarai secara berurutan tentang kejadian yang
sama. Daftar pertanyaan menjamin setiap peserta mendapatkan pertanyaan yang sama
dengan cara yang kurang lebih sama sehingga mengurangi bias.
Wawancara juga bisa dilakukan secara tertulis di kertas, dengan perekam suara,
atau dengan kamera video. Wawancara lazimnya dilakukan tatap muka, meskipun
wawancara melalui telepon atau konferensi video juga bisa dilakukan di era digital ini,
terutama bila narasumber dan pewawancara tidak bisa melakukan pertemuan atau
sebagai tindak lanjut atas wawancara yang telah dilakukan.
1. Tahapan Wawancara
Wawancara terdiri atas empat tahap: pengaturan, persiapan, wawancara, dan
rekonstruksi.
(1) Pengaturan
Proses wawancara yang mulus mensyaratkan pengaturan logistik dan komunikasi yang
cukup canggih.
(1) Buat perjanjian dengan target yang akan diwawancara dan jelaskan tujuannya.
(2) Jika ada beberapa orang yang harus diwawancarai, wawancarai sang pelaku
utama terakhir kali.
(3) Susun jadwal wawancara dan pesan tempat yang tenang dengan gangguan
minimal.
(4) Kirim undangan dengan perincian wawancara (tempat, waktu, topik, durasi, dan
lain-lain).
(5) Telepon responden sehari sebelum wawancara untuk mengingatkan dan
mengkonfirmasi-kan janji.
(2) Persiapan
Cara memandu wawancara dan mengajukan pertanyaan berdampak besar bagi
kualitas informasi yang akan diperoleh. Berikut beberapa kiat yang dapat disiasati:
• Awali persiapan sebaik-baiknya sebelum hari wawancara.
• Tentukan hal yang Anda ingin dapatkan dari wawancara.
• Tentukan target terwawancara Anda dan pertimbangkan matang-matang alasan
memilihnya.
• Tentukan jenis wawancaranya (survei, mendalam, terpandu, atau percakapan).
• Pelajari peristiwa, fakta, atau pengalaman sebisa mungkin sebelum wawancara.
• Susun pengantar yang tepat untuk disampaikan ketika wawancara dimulai.
• Susun daftar topik yang merinci topik sekaligus pertanyaan spesifik yang ingin Anda
ajukan sepanjang wawancara. Topik-topik ini bisa berkaitan dengan perilaku, opini
atau nilai, perasaan, pengetahuan, indera (semua yang dilihat, didengar, diamati, dan
lain-lain), latar belakang baku atau pertanyaan demografis.
• Dalam menjaga spontanitas, pewawancara jangan membocorkan pertanyaan
kepada terwawancara sebelum wawancara dimulai.
• Pastikan semua persoalan yang ingin digali informasinya telah tercakup.
• Gunakan pertanyaan 5W-1H (apa, mengapa, siapa, kapan, di mana, dan
bagaimana) sebagai panduan ketika membuat daftar pertanyaan dan sepanjang
jalannya wawancara.
(4) Rekonstruksi
Setelah wawancara, tuangkan informasinya ke dalam format tertentu--mungkin berupa
dokumen atau presentasi yang menggambarkan pemahaman dari wawancara--yang
nantinya dapat Anda bagikan dan gunakan dalam proses memformat.
• Segera setelah wawancara, baca ulang catatan Anda sepanjang wawancara dan
rangkum pikiran serta pertimbangan Anda, meskipun Anda juga menggunakan
perekam. Jika tidak, ingatan Anda akan hilang, bahkan selang satu hari sekalipun,
dan beberapa catatan penting bisa saja kehilangan maknanya.
• Buat transkrip wawancara.
• Buat laporan wawancara. Jika Anda melakukan beberapa wawancara (yang
memang dianjurkan), Anda dapat menggunakan laporan wawancara pertama ini
sebagai sarana pembanding dan pembeda hasil-hasil Anda.
• Rangkum temuan dalam bentuk poin-poin kunci dan gunakan kutipan untuk
menggambarkan dan mendukung temuan Anda.
menjelaskan hal yang terjadi dalam peristiwa tertentu. Wawancara juga dapat
memberikan pemahaman tentang interpretasi, persepsi, pikiran, dan perasaan
responden, yang bisa saja terungkap lewat isyarat-isyarat sosial semisal intonasi dan
bahasa tubuh.
Kelemahan wawancara diantaranya pada saat merekrut orang dan membuat
perjanjian untuk wawancara bisa jadi terasa berat. Dibutuhkan tempat dan waktu yang
sesuai dan mungkin juga harus mengatur banyak jadwal. Pewawancara bisa saja lupa
mengajukan pertanyaan pokok, atau jawaban mungkin memicu pertanyaan-pertanyaan
baru nantinya. Namun sekali wawancaranya sudah selesai, tentunya sulit untuk
menindaklanjuti topik yang tertinggal. Kadang-kadang segunung informasi berhasil
dikumpulkan, yang ujung-ujungnya membuat pengolahan data sangat menyita waktu.
C. Storytelling (Bercerita)
Bercerita merupakan salah satu metode penelitian dan cara yang efektif untuk berbagi
informasi dan membangun pemahaman. Dalam mencari solusi, storytelling dapat
menjadi alat untuk menciptakan suatu desain kerja sama sehingga membuka
kesempatan bagi para pelaku mencari solusi atas suatu masalah. Bercerita semakin
1. Riset Naratif
(1) Domain: identifikasi isu/masalah yang berfokus pada isu personal atau sosial
(2) Demografi: identifikasi individu yang memiliki cerita yang dapat dikumpulkan
melalui wawancara, pendokumentasian, observasi, dll.
(3) Membangun cerita: berikut adalah langkah-langkah dalam membangun sebuah
cerita
• Berbagi cerita pribadi seseorang;
• Tambahkan cerita dari jurnal atau photo, dsb;
• Ceritakan kembali dalam suatu forum dan sempurnakan berdasarkan input
dari pendengar;
• Kemas kembali cerita berdasarkan langkah-langkah sebelumnya dan
informasi tambahan yang telah diperolah;
• Simulasikan sebuah cerita dalam kelompok sehingga peserta dapat melihat
sendiri cerita yang telah dibuatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan
memasangkan peserta yang membuat sebuah cerita dari gabungan
keduanya, lalu digabungkan dengan pasangan lainnya hingga
menghasilkan sebuah cerita kelompok.
(4) Pencatatan: menceritakan kembali kisah-kisah ke dalam urutan kronologis,
termasuk komponen konteks dan penekanan pada tema-tema khusus (contoh:
TED Talks);
(5) Analisis: tematik/analisa konten (menyortir konten ke dalam pola/kategori);
analisa diskors (review terhadap bahasa yang digunakan); analisa struktural
(analisa terhadap struktur cerita untuk menelusuri pengalaman). Dalam proses
analisa, selalu cek kembali kepada narasumber untuk memastikan bahwa
interpretasi cerita tetap akurat.
2. Desain Storytelling
Ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam mengembangkan cerita
sehingga menghasilkan kisah yang bagus dan bagaimana seorang desainer/periset
dapat membantu prosesnya. Berikut beberapa elemen cerita yang dapat digunakan:
• Tokoh-tokoh yang dijelaskan sehingga pembaca/pendengar berempati kepada-
nya;
• Seting yang kaya dan sarat konteks;
• Memiliki tujuan tentang apa yang ingin dihasilkan dan mengapa;
• Ada sebab-akibat; dan
• Ada hambatan, masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan.
3. Teknik bercerita
Jika Anda sedang bercerita, ingatlah saran-saran berikut untuk melahirkan
pengetahuan yang bernilai:
• Tentukan pesan inti dari cerita Anda.
• Bangun suasana yang kondusif untuk bercerita.
• Bangun ceritanya berdasarkan pengalaman Anda sendiri: gunakan kata-kata
kunci bilamana perlu untuk memandu cerita dan menjaganya agar tetap terarah.
• Awali dengan memberikan konteks yang diperlukan, dan akhiri dengan pelajaran
yang bisa diambil dan saran, jika ada.
• Amati pendengar saat bercerita.
D. Observasi
Semua mungkin mengenal nama Sherlock Holmes, pernah membaca bukunya atau
menonton filmnya. Bagi yang pernah membaca seri bukunya, tentu sangat mengagumi
keahlian Sherlock Holmes dalam mengamati jejak-jejak atau petunjuk yang akhirnya
membantu menyelesaikan kasus pembunuhan. Tentunya kita tidak akan mengamati
sebuah kasus pembunuhan, tetapi hal yang akan kita bahas adalah bagaimana kita dapat
melakukan observasi secara rinci terhadap kegiatan di desa seperti Sherlock Holmes
mengamati petunjuk suatu kasus.
Banyak pengetahuan dapat diperoleh murni dengan mengamati seorang
pakar/narasumber yang sedang mengerjakan tugasnya karena observasi memberikan
penjelasan umum tentang kepakaran atau pengalaman khusus mereka yang dapat kita
lihat langsung. Observasi dapat menumbuhkan pemahaman dasar tentang
pengetahuan yang sedang terjadi sekaligus hambatan atau persoalan lainnya.
Idealnya observasi berlangsung di lingkungan kerja sang pakar/narasumber, atau
di desa tempat sang narasumber tinggal dan bekerja bila dalam konteks PID, sehingga
pengamat dapat melihat kegiatan yang sebenarnya secara langsung. Namun tidak
semua pengalaman yang relevan, seperti kecelakaan atau peristiwa tak terduga,
apalagi yang telah terjadi, dapat diamati. Metodologi observasi bervariasi tergantung
pada subyek observasi, peran yang dilakukan oleh pengamat (partisipatif atau pasif),
dan metode perekaman (tulisan, foto, audio, video). Dalam observasi, biasanya tidak
ada percakapan dengan narasumber yang sedang diamati. Di bawah ini dijelasakan
tujuh fenomena kegiatan yang dapat diobservasi:
Fenomena Contoh
Perilaku atau kegiatan - Pola gerakan pekerja di sebuah pabrik
manusia - Pengamat melakukan observasi terhadap kegiatan
role-play atau wawancara dalam FGD dari balik
kaca; pengamat melihat interaksi antara para
pelaku dan mendengarkan percakapan yang terjadi
- Kegiatan fisik (pola kerja, menonton TV)
Perilaku lisan Pernyataan yang dibuat oleh pelancong yang hendak
mengantri masuk pesawat; sikap dalam sebuah
percakapan di salah satu ruang kantor
Perilaku ekspresif Ekspresi wajah, nada bicara, dan bentuk bahasa tubuh
lainnya; sikap bicara yang berekspresi seperti nada
bicara atau raut wajah
Hubungan tata ruang / Jarak tempuh kantor manajer ke kantor direktur;
spasial hubungan dan lokasi ruang; jarak fisik antara rekan kerja
atau pola lalu lintas
Pola temporal Berapa lama pekerja melakukan tugasnya; waktu yang
digunakan untuk berbelanja atau menyelesaikan tugas
Obyek-obyek fisik Berapa banyak kerja didaur ulang oleh staf kantor;
inventarisasi barang
Catatan lisan dan gambar Berapa banyak ilustrasi muncul di buku pelatihan; isi
catatan
E. Blog
Blog adalah situs web yang dibuat oleh perorangan atau kelompok dan dapat diakses
publik maupun anggota komunitas tertutup. Blog terdiri atas kontribusi teks ("kiriman
blog") oleh orang atau kelompok yang membuat situs tersebut; blog berfungsi
layaknya buku harian, yang memungkinkan pemilik blog menuliskan pengalamannya
secara informal, sekaligus berfungsi sebagai saluran komunikasi langsung (tanpa
suntingan) dengan khalayak.
Kelebihan metode Blog dalam menangkap inovasi (capturing) diantaranya:
(1) Pembuatan dan penggunaan blog cukup mudah, bahkan bagi orang-orang yang
tidak terlalu paham teknologi digital sekalipun.
(2) Blog biasanya tidak menelan biaya sepeser pun.
(3) Publikasi kiriman blog biasanya bersifat kilat karena blog tidak memiliki penerbit
atau pengurus konten (meskipun pembuat blog dapat memantau komentar
pembaca untuk menilai kepantasannya atau sekalian melarangnya).
(4) Blog memuat teks, gambar, video, dan tautan ke halaman web atau blog lain.
(5) Blog mudah diperbarui.
(6) Blog mudah diakses, asalkan ada koneksi internet.
(7) Blog mendorong bercerita sebagai sarana bagi transfer pengetahuan.
(8) Pembaca dapat memberikan masukan, dengan begitu bisa berinteraksi dengan
pemilik blog.
Sedangkan kelemahan metode Blog dalam menangkap inovasi (capturing) diantaranya:
(1) Blog bisa bias atau mengandung ketidakakuratan.
(2) Menulis blog bisa jadi memakan banyak waktu.
(3) Pengunjung bisa saja memberikan komentar yang tidak pantas.
(4) Pemilik blog tidak mempromosikan keberadaan blognya secara luas, sehingga
membuat pembaca blog tidak sebesar atau seberagam yang seharusnya.
F. Kajian Pascapelaksanaan
Kajian pascapelaksanaan (after-action review/AAR) dilakukan oleh moderator dengan
sebuah tim segera setelah ia mengalami pekerjaan atau peristiwa. Target akhirnya
adalah memberi kesempatan anggota tim untuk bercermin dari tindakan yang diambil
agar mereka bisa melakukannya dengan lebih baik kemudian hari.
AAR idealnya dilakukan tidak lama setelah kejadian. Pada momen tersebut,
ingatan masih segar dan autentik (artinya, belum tersaring oleh interpretasi atau
penilaian susulan) dan orang-orang yang ikut terlibat dalam pengalaman tersebut
masih ada. AAR lazimnya dilakukan secara tatap-muka, namun juga dapat dilakukan
secara virtual.
Seorang moderator memimpin tinjauan, dengan mengajukan pertanyaan semisal:
• Apa saja yang direncanakan? Apa yang seharusnya terjadi?
• Apakah kejadian sebenarnya berbeda dari yang direncanakan? Di sini yang
dikehendaki adalah fakta, bukan penilaian.
• Mengapa terjadi perbedaan?
• Apakah hal-hal yang berjalan baik dan alasannya?
• Apa yang dapat diperbaiki dan bagaimana? Apa yang bisa dilakukan secara
berbeda pada masa datang?
Keunikan AAR berupa kesempatan yang ada untuk memperoleh pengetahuan
kualitatif tepercaya pada saat masih segar-segarnya. Kunci kesuksesan AAR terletak
pada penyelenggaraan diskusi terbuka yang membuat semua orang paham bahwa
target akhir AAR adalah untuk mempelajari dan memecahkan masalah, bukan
menyalahkan. Oleh karena itu, AAR dilakukan tanpa satu pun penonton. Para peserta
harus merasa bebas berinteraksi dan mengekspresikan diri tanpa memandang jenjang
formal.
Orang sering mencatat diskusi AAR ke dalam flip chart sepanjang tinjauan, baru
kemudian mengolah catatan menjadi objek pembelajaran dan pencerahan bagi orang
lain di dalam organisasi atau tempat lain.
biasanya diadakan secara tatap muka, namun kadang-kadang perlu dilakukan juga
melalui telepon atau konferensi video.
FGD biasanya digunakan ketika suatu permasalahan memerlukan pemahaman
yang lebih dalam dibanding survei biasa. Dalam melakukan capturing terhadap inovasi
desa, FGD dapat digunakan untuk mengkonfirmasi informasi yang telah dikumpulkan.
FGD memberikan nilai tambah terhadap pengetahuan yang telah diperoleh, atau
terhadap pertanyaan “apa” dan “bagaimana” dari suatu pengetahuan. Sebuah survei
dapat memberikan informasi bahwa mayoritas masyarakat menyukai kegiatan A. Tetapi
sebuah FGD dapat memberikan tambahan informasi tentang mengapa masyarakat
tersebut menyukai kegiatan A atau bahkan ternyata menyukai kegiatan lain.
1. Persiapan
Tingkat persiapan Anda akan banyak menentukan nilai dari hasil-hasil FGD. Jika Anda
telah menyusun rencana pelaksanaan FGD tersebut dengan anggota tim yang telah
Anda tentukan, termasuk untuk tindak lanjutnya, Kesuksesan FGD ditentukan oleh
tujuan yang jelas, melibatkan peserta yang dipilih secara cermat, dan mengikuti
sederet pertanyaan dan topik yang sudah disiapkan. FGD idealnya didukung oleh satu
atau dua moderator dan seorang pengamat yang bertugas membuat catatan atau
merekam jalannya diskusi serta hasilnya. Jika dikehendaki dan tersedia, gunakan
peralatan audio atau video untuk merekam diskusi FGD. Untuk memperoleh manfaat
maksimal dari FGD, pertimbangkan masing-masing aspek berikut secara cermat.
(1) Tujuan. Tentukan hal-hal yang ingin dicatat.
(2) Partisipasi.
• Tetapkan besarnya kelompok (idealnya 10 peserta) dan undang peserta (1-2
minggu sebelum sesi kelompok terfokus).
• Tetapkan komposisi FGD Anda (beragam/seragam).
• Jumlah undangan dapat dilebihi untuk mengantisipasi pembatalan kehadiran.
• Pertimbangkan keseimbangan kehadiran antara pria dan wanita, peserta
dengan variasi usia yang jauh, maupun hirarki jabatan.
(3) Penetapan waktu dan tempat.
• Susun jadwal untuk FGD dan pesan tempat.
• Telepon masing-masing peserta sehari sebelum FGD sebagai pengingat dan
konfirmasi.
• Durasi FGD idealnya antara 60 – 90 menit untuk mendapatkan hasil diskusi
yang optimal.
(4) Topik
• Susun daftar topik yang ingin dibahas sepanjang FGD.
• Untuk sesi 1,5 jam, rencanakan untuk mengajukan 5 atau 6 (atau tidak lebih
dari 10) pertanyaan yang jawabannya bisa memberikan pemahaman tentang
tujuan yang hendak Anda raih.
• Buat daftar pertanyaan dengan singkat agar mudah dimengerti karena
pertanyaan tidak untuk dibagikan kepada peserta.
• Pastikan topik dan pertanyaan harus dijawab dengan penjelasan, tidak hanya
dengan jawaban “Ya” atau “Tidak.” Gunakan kata tanya “Mengapa” dan
“Bagaimana” untuk menjaring jawaban yang lebih lengkap dari peserta.
Contoh pertanyaan:
Seberapa kenal Anda dengan program ini?
Seberapa sering Anda terlibat dalam program
ini? Apa yang Anda sukai dari program ini?
Apa yang paling Anda sukai dan tidak sukai dari kegiatan A? Kegiatan B?
Apa yang memengaruhi Anda untuk hadir atau tidak hadir dalam suatu
kegiatan?
Apakah ada hal lain yang ingin Anda sampaikan tentang program ini?
(5) Fasilitasi. Rekrut dua moderator, salah satunya bertugas membuat notulensi.
Sebagai pilihan, rekrut seorang pengamat atau staf dari tim Anda untuk
membuat notulensi agar kedua moderator lebih terfokus pada interaksi dari FGD.
Pastikan bahwa moderator dapat bersikap netral, mampu menjaring informasi
dari peserta yang sulit berbicara atau malu, sanggup menangani peserta yang
dominan, dapat merangkum pernyataan peserta yang kurang jelas atau panjang,
dan bisa bersikap spontan bila diperlukan.
(6) Teknologi. Jika menggunakan perekam, setel dan ujilah terlebih dahulu sebelum
FGD dimulai serta persiapkan dukungan teknis untuk mengantisipasi kesalahan
fungsi.
(7) Logistik. Atur perabotan di ruangan, termasuk flip chart atau papan tulis; pasang
papan nama; siapkan makanan ringan.
2. Pelaksanaan FGD
FGD Anda harus terjaga penggunaan waktunya agar mengikuti jadwal yang sudah
ditetapkan berikut alokasi waktu untuk memperkenalkan topik, peserta, dan
metodologi. Moderator dan (jika ada) notulen saling bekerja sama untuk memastikan
pembahasan semua pertanyaan, agar diskusi tetap terfokus pada topik, semua peserta
bisa turut serta, dan jadwal diikuti dengan baik. Target akhir FGD adalah untuk
mengumpulkan informasi yang bermanfaat, sehingga penting sekali agar peserta
merasa opininya dihargai. Berikut ini langkah-langkah kunci bagi moderator:
(1) Jika menggunakan perekam, awali perekaman persis pada saat peserta tiba.
(2) Seperti diuraikan sebelumnya untuk sesi wawancara, sambutlah peserta dengan
baik, perkenalkan diri Anda berikut moderator dan pengamat/notulen jika sudah
hadir. Awali dengan komentar-komentar santai untuk menciptakan suasana yang
kondusif dan buat peserta merasa senyaman mungkin.
(3) Moderator memberikan penjelasan umum tentang topik, pemanfaatan hasil-hasil
dari FGD, dan menggarisbawahi tidak diperkenankan adanya pencantuman nama
dalam laporan akhir meskipun FGD tersebut direkam.
(4) Pastikan semua peserta telah menandatangani formulir surat kesepakatan
(informed consent).
(5) Moderator menjelaskan aturan-aturan dasar sesi, seperti suarakan opini, jangan
saling menyela, matikan ponsel, dan sebagainya.
(6) Moderator meminta semua peserta untuk memperkenalkan diri lalu mulai
mengajukan pertanyaan terkait tujuan FGD.
(7) Berikan waktu secukupnya kepada masing-masing peserta untuk memberi
tanggapan sebelum membuka diskusi kelompok tentang satu pertanyaan atau
topik. Penting sekali bagi moderator untuk menyimak beragam sudut pandang
peserta.
(8) Satu staf yang ditunjuk membuat catatan, mencermati waktu, dan memeriksa
bilamana semua topik sudah terbahas.
(9) Jika sebuah topik atau persoalan memicu diskusi tak terduga, kiranya tidak
masalah membiarkan peserta memberikan tanggapan sepanjang topiknya
berkaitan erat dengan tujuan akhir FGD.
(10) Pada akhir acara, moderator merangkum poin-poin utama yang dilontarkan oleh
peserta, meminta konfirmasi bahwa rangkumannya akurat, dan mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak atas keterlibatan mereka.
(11) Moderator memberikan insentif dan/atau imbalan.
(12) Setelah peserta meninggalkan tempat, moderator dan notulen perlu langsung
meluangkan waktu untuk membahas dan mendalami poin-poin yang telah
dibahas dalam FGD agar masih segar dalam ingatan.
3. Analisis
Sebagaimana kebanyakan metode penangkapan pengetahuan lainnya, kumpulkan dan
tinjau semua materi yang dibuat oleh FGD sesegera mungkin, idealnya pada hari yang
sama. Target akhirnya adalah untuk melahirkan sebuah analisis FGD yang bisa
dibagikan dengan para rekan kerja yang tidak ikut hadir. Pemahaman yang diperoleh
dari analisis ini harus jelas dan didukung oleh rekaman atau catatan yang dibuat
sepanjang acara. Berikut ini beberapa langkah yang perlu diambil:
(1) Jika acaranya direkam secara elektronis, tinjau rekaman dan catatan Anda.
Transkrip utuh rekaman bisa memberikan rujukan bagi tinjauan berikutnya.
(2) Dalam laporan, bandingkan dan bedakan hasilnya berdasarkan kategori FGD
individu jika kategorinya merupakan bagian dari satu rangkaian. Secara khusus
FGD akan sangat membantu jika pelaksanaannya lebih dari satu. Kemampuan
untuk membandingkan dan membedakan hasil bisa berfungsi sebagai konfirmasi
atas pemahaman yang sepintas lalu tampak keliru. Namun demikian, hal ini
bergantung pula pada anggaran dan waktu yang tersedia.
(3) Gunakan kutipan dari rekaman FGD untuk menjelaskan temuan-temuan Anda.
H. Wiki
Wiki adalah halaman web internal atau eksternal yang memungkinkan orang bekerja
bersama-sama pada dokumen atau kumpulan dokumen yang sama melalui peramban
web. Wiki bisa menjadi sarana yang efektif untuk menangkap pengetahuan secara
bersama-sama dengan orang lain. Peserta dapat menyunting teks, menambahkan
gambar dan media, serta membuat tautan antarlaman. Aksesibilitas wiki bisa dibatasi.
Kelebihan metode Wiki dalam menangkap inovasi (capturing), diantaranya:
(1) Sebagian besar orang dapat membuat dan menyunting konten wiki dengan
bimbingan ala kadarnya.
(2) Publikasi di wiki lazimnya bersifat kilat karena wiki tidak memiliki penerbit atau
pengurus konten.
(3) Akses ke dokumen rahasia bisa dibatasi meskipun tetap mengizinkan kelompok
terdaftar untuk membuat dan menyuntingnya.
(4) Pengguna dapat mengerjakan dokumen yang sama tanpa memandang lokasinya.
(5) Perangkat lunak wiki memungkinkan kembali ke penulisan ulang artikel
sebelumnya.
(6) Sebagian wiki menyediakan artikel wiki versi cetak.
(7) Banyak aplikasi wiki hadir sebagai perangkat lunak gratis sumber-terbuka (open-
source).
Sedangkan kelemahan metode Wiki dalam menangkap inovasi (capturing), diantaranya:
(1) Wiki perlu dikelola agar dapat menjaga kualitas konten sesuai keinginan.
(2) Wiki juga perlu dikelola agar bisa menjaga keteraturan isinya, terutama ketika
situs wiki menjadi sangat besar.
masing-masing yang lantas dapat dikomentari, diberi catatan, atau didiskusikan secara
online oleh pengguna lain.
Kelebihan metode Ruang Kerja Bersama dalam menangkap inovasi (capturing),
diantaranya:
(1) Kini sudah banyak hadir ruang kerja bersama yang berbeda, dengan
fungsionalitas yang sangat bervariasi.
(2) Sebagian besar ruang kerja bersama dapat dikonfigurasi sesuai dengan
fungsionalitas yang dikehendaki pengguna, dan fungsi-fungsi baru bisa
ditambahkan bilamana perlu.
(3) Interaksi antarorang dengan jenis dan tingkat pengetahuan yang berbeda-beda
bisa sangat bermanfaat bagi organisasi; ruang kerja bersama dapat menjadi
wahana bagi transfer pengetahuan secara sistematis.
(4) Ruang kerja bersama memungkinkan penyimpanan jangka panjang objek-objek
pengetahuan dalam bentuk dokumen, diskusi, dan catatan yang langsung datang
dari peserta.
Sedangkan kelemahan metode Ruang Kerja Bersama dalam menangkap inovasi
(capturing), diantaranya:
(1) Ruang kerja bersama tidak terlalu ramah pengguna.
(2) Ruang kerja bersama sering kali mensyaratkan pengenalan diri agak dalam dan
tingkat literasi digital dasar.
(3) Peserta dengan kemampuan komunikasi atau kecakapan bahasa asing yang
rendah sering kali merasa tersisih dan bisa memilih keluar.
(4) Ruang kerja bersama mensyaratkan moderasi aktif, yang bisa menghalangi
sebagian peserta.
J. Webinar
Perangkat konferensi berbasis-web memungkinkan banyak peserta untuk berbagi
kombinasi sajian video, audio, dan teks secara bersamaan tanpa memandang lokasi
mereka (sepanjang ada koneksi internet). Webinar luas digunakan untuk pertemuan,
diskusi, presentasi, perkuliahan, dan acara pelatihan.
Kelebihan metode Webinar dalam menangkap inovasi (capturing), diantaranya:
(1) Peralatan konferensi sering berdasarkan prinsip "tampil-dan-bicaralah". Peralatan
konferensi tidak banyak menuntut kapasitas atau upaya dari peserta, yang
membuatnya mudah sekali diakses.
(2) Peralatan konferensi cocok dengan gaya belajar yang berbeda-beda (aural, visual,
teksual).
(3) Peralatan konferensi memudahkan kerja sama waktu nyata lintas jarak jauh.
(4) Peralatan konferensi bisa menjadi pengganti bagi pertemuan tatap muka,
sehingga menghemat biaya.
(5) Peralatan konferensi menjadikan pertukaran pikiran berlangsung lebih akrab
daripada konferensi fisik.
Sedangkan kelemahan metode Webinar dalam menangkap inovasi (capturing)
diantaranya:
(1) Sebagian besar layanan konferensi web mahal biayanya. Layanan gratis biasanya
terbatas dari segi fungsionalitas atau kapasitasnya.
(2) Layanan gratis mensyaratkan koneksi internet yang baik dan perangkat keras
khusus.
(3) Kualitasnya sangat bervariasi bergantung pada koneksi internetnya. Gangguan
bisa muncul tanpa diduga.
K. Forum Online
Forum online memungkinkan komunitas terlibat aktif dalam diskusi. Dimana setiap
orang dapat berinteraksi dan berbagi infomasi melalui perangkat internet dan media
online untuk mendiskusikan suatu topik atau isu-isu yang menarik bagi anggota forum.
Kelebihan metode Forum Online dalam menangkap inovasi (capturing), diantaranya:
(1) Forum online membolehkan tingkat fleksibilitas yang tinggi. Forum online dapat
diakses sewaktu-waktu dan dari mana pun sepanjang ada koneksi internet.
(2) Forum online memungkinkan pengguna mengekspresikan diri secara bebas
dalam diskusi tersasar. Forum online mendorong kesetaraan antarpengguna
karena setiap pesan berbobot sama.
(3) Forum online mendorong penyampaian pandangan dan opini yang berbeda-
beda terhadap topik yang sudah ditetapkan lebih dulu.
(4) Forum online bisa menampilkan diskusi berkualitas tinggi karena pengguna
memiliki waktu untuk merenung dan meneliti topik/komentar yang tengah
dibahas.
(5) Forum online bisa mengarah kepada pembentukan komunitas online yang
berusia lama di seputar topik-topik yang menjadi minat peserta.
Sedangkan kelemahan metode Forum Online dalam menangkap inovasi
(capturing), diantaranya:
(1) Forum publik dan tanpa moderasi itu rawan penyalahgunaan.
(2) Forum online sangat bergantung teks sehingga tidak terlalu cocok untuk audio
dan video.
(3) Para penutur bahasa bahasa asing bisa merasa kurang nyaman untuk ikut serta
dalam diskusi.
(4) Forum online sering sangat bergantung pada moderator atau kontributor
tertentu. Moderator atau narasumber mungkin harus bekerja keras untuk
menjaga keterlibatan aktif peserta dalam diskusi.
L. Komunitas Praktis
Komunitas praktisi (CoP) mengelola praktisi atau pakar di wilayah tertentu. Komunitas
praktisi memberikan kesempatan untuk mendokumentasikan pengetahuan lewat
proses bertukar pengalaman antarorang yang sama-sama memiliki minat serupa.
Peserta terlibat aktif satu sama lain di dalam proses pembelajaran kolektif teman
sebaya. Untuk mendukung pembuatan dan berbagi pengetahuan, komunitas praktisi
idealnya disusun berdasarkan target akhir belajar. Komunitas praktisi sering
memfasilitasi beragam interaksi berbagi pengetahuan, seperti obrolan, forum, diskusi,
dan konferensi. Interaksinya bisa dilakukan online atau tatap muka.
Kelebihan metode Komunitas Praktis (CoP) dalam menangkap inovasi (capturing),
diantaranya:
(1) Komunitas praktisi menyediakan ruang berkumpul berdasarkan kesamaan minat
atau kepakaran.
(2) Komunitas praktisi online memungkinkan anggota untuk membaca, mengajukan,
dan menerima nasihat serta masukan dari komunitas berdasarkan pertanyaan
yang dikirimkan.
(3) Tergantung tingkat partisipasinya, dari yang menerima bulat-bulat hingga sangat
interaktif, para peserta bisa memperoleh pengetahuan dan kecakapan dari
anggota komunitas yang lebih berpengalaman.
(4) Komunitas praktisi bermanfaat bagi pemula, yang antusias untuk belajar dari
rekan kerja berpengalaman, namun belajar dengan rekan sebaya antarspesialis
juga bisa terjadi.
(5) Komunitas praktisi memungkinkan keterlibatan peserta sesuai dengan waktu dan
tempat yang lebih disukai.
(6) Komunitas praktisi menjaga sumber daya, ide, dan diskusi sehingga bisa
melahirkan arsip kepakaran di bidang teknik tertentu.
(7) Pengetahuan kelompok membantu menopang para praktisi profesional secara
perorangan, yang sering melahirkan rasa sekomunitas.
Sedangkan kelemahan metode Komunitas Praktis (CoP) dalam menangkap
inovasi (capturing), diantaranya:
(1) Jika komunitas dibangun secara online, aspek teknologi bisa menjadi kendala
bagi peserta yang kurang melek digital.
(2) Perlu upaya gigih untuk membangun rasa sekomunitas yang efektif bagi
komunitas praktisi online. Kurangnya isyarat visual dan emosional, misalnya
bahasa tubuh, bisa menyulitkan upaya mendorong interaksi yang penuh makna.
(3) Pengguna bisa merasa tersisih atau tersingkir jika tanpa membangun komunitas
atau moderasi yang proaktif.
(4) Peserta bisa merasa kewalahan jika tidak melebur secara hati-hati ke dalam
komunitas, atau tetap pasif akibat kurangnya stimulasi.
(5) Komunitas praktisi bisa saja mensyaratkan moderasi intensif agar bisa saling
menghubungkan antara pencari pengetahuan dengan kontributor.
(6) Komunitas praktisi bisa berkembang terlalu cepat atau berubah haluan
sedemikian rupa sehingga tidak bisa diikuti oleh anggota, yang menimbulkan
penurunan tajam aktivitas.
Daftar Pustaka
1. https://faculty1.coloradocollege.edu/~afenn/web/EC303_8_04/FALL07/READINGS
/Observation.pdf
2. https://blog.socialcops.com/academy/resources/conduct-successful-focus-
group-discussion/
3. https://www.chsalliance.org/files/files/Resources/Tools-and-guidance/Belfrage-
and-Wigley_Guidelines-for-Focus-Group-Discussions.pdf
Dalam menangkap pengetahuan dan inovasi desa tidak hanya dengan menuliskan
informasi dari para pakar dan pemangku kepentingan ke atas kertas. Namun,
penambahan materi audiovisual bisa memperkaya catatan tertulis dan membuatnya
lebih mudah diingat. Teknik membuat video pada dasarnya perlu ahli khusus untuk
menjelaskan. Namun bahan bacaan ini bisa digunakan sebagai petunjuk sederhana
yang merangkum pelajaran teknis yang diperoleh di kelas bersama ahli. Meski
demikian, hal ini tidak berarti bahwa kita harus menguasai peralatan audiovisual yang
sangat rumit. Kamera video digital kecil merekam liputan dengan hasil yang
menakjubkan (usahakan untuk menggunakan kamera digital yang menggunakan chip
berharga murah demi lebih banyak kenyamanan dalam penggunaanya). Sebagian
besar ponsel cerdas bahkan sudah memiliki kamera canggih yang bisa merekam video
wawancara atau peristiwa penting. Jika mampu menggunakan kamera ponsel dengan
benar, Anda akan takjub dengan kualitas gambarnya yang bagus. Anda hanya perlu
memberi perhatian khusus pada kualitas suara jika menggunakan kamera video kecil
atau ponsel cerdas. Apa pun peralatan yang Anda gunakan, ikuti saran berikut untuk
mendapatkan hasil audiovisual yang optimal.
A. Suara
Pilih tempat yang tenang untuk merekam
Suara yang bagus biasanya lebih penting ketimbang video yang bagus, apalagi saat
Anda mewawancarai orang, atau merekam diskusi dan presentasi. Pilih tempat untuk
merekam dengan cermat: Pastikan tempatnya benar-benar tenang sehingga Anda
tidak akan terganggu. Sebisa mungkin hindari suara latar belakang: tutup jendela dan
pintu, kalau perlu matikan pengatur suhu ruangan yang bising .
Gunakan mikrofon eksternal
Mikrofon bawaan pada ponsel cerdas dan kamera video yang murah cenderung
menangkap banyak suara bising latar belakang. Untuk mendapat kualitas suara yang
lebih baik, pasang mikrofon eksternal di alat perekam Anda, dan letakkan dekat
dengan terwawancara.
Headset kecil (earbuds) bisa berfungsi sebagai mikrofon eksternal jika Anda merekam
satu orang: colokkan kabelnya ke kamera atau ponsel cerdas Anda, lalu jepitkan
earbuds ke baju terwawancara dengan penjepit kertas. Langkah Anda masih jauh untuk
membingkai gambar secara tepat, dan suara hampir selalu lebih berisik jika
dibandingkan dengan penggunaan mikrofon yang terpasang di dalam kamera itu
sendiri.
Apa pun kendalanya, periksa kualitas suaranya langsung di lokasi dengan mencolokkan
kabel headset atau earbud ke peralatan Anda dan putar ulang rekaman uji coba; Anda
mungkin merasa perlu mengambil tindakan ekstra atauganti lokasi untuk
mendapatkan suara yang cukup bagus.
B. Gambar
Perhatikan posisi kamera
Posisikan obyek wawancara sedemikian rupa sehingga cahaya menerangi wajahnya--
jika cahaya datang dari belakang, obyek wawancara akan tampak gelap; hindari latar
belakang yang bisa mengalihkan perhatian penonton. Cek posisi Anda sendiri supaya
yakin Anda berada di tempat yang aman. Untuk mendapatkan gambar yang stabil,
topang perangkatnya: jika memegang ponsel cerdas, sandarkan lengan Anda ke
dinding atau letakkan di atas meja atau kursi; jika menggunakan kamera, letakkan di
atas tripod atau meja, apabila memungkinkan.
cerdas), minta kolega untuk membuat catatan. Catatan tentang poin-poin khusus
bisa membantu Anda mengingat inti pengalaman dan memungkinkan Anda
membangun dokumen pembelajaran meski rekamannya gagal.
Sepanjang wawancara
• Pastikan agar catatan poin-poin kunci membuat Anda bisa merekonstruksi
wawancara seandainya perekamannya tidak sempurna atau hilang.
• Mulai dan hentikan perekaman untuk tiap-tiap pertanyaan untuk membuat klip-
klip terpisah, yang memudahkan penyuntingan.
• Sering-seringlah memeriksa kinerja peralatan Anda (dan ingatlah untuk menekan
tombol "rekam"). Dengan seringnya mengecek, hanya satu dua pertanyaan yang
perlu diulang (mungkin inilah satu-satunya kesempatan Anda untuk mendapat
jawaban!) ketika masalahnya selesai.
• Tindak lanjuti pertanyaan yang jawabannya terasa kurang memadai, beri atau
usulkan kesempatan bagi aset pengetahuan yang baru.
Setelah wawancara
• Simak kembali semua jawaban dan kenali potensi timbulnya kesenjangan
pengetahuan.
• Lakukan perbaikan ulang yang diperlukan untuk mengisi kesenjangan
pengetahuan, mungkin dengan menelepon obyek wawancara untuk meminta
klarifikasi atau penjadwalan wawancara yang lain.
• Sunting semua segmen lebih dari satu pertanyaan dan jawaban menjadi klip-klip
terpisah.
• Buang materi yang tak ada kaitannya dari tiap-tiap klip.
• Manfaatkan alat editing apa saja yang ada untuk memperbaiki kendala suara
atau pencahayaan.
C. Pendahuluan
Program Inovasi Desa (PID) mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan
kualitas pembangunan desa melalui strategi pertukaran pengetahuan dan inovasi yang
dikenal dengan Pengelolaan Pengetuan dan Inovasi Desa (PPID). Program ini
memberikan peluang kesempatan kepada masyarakat untuk belajar dari kegiatan
inovasi yang dilakukan oleh berbagai pihak melalui pemanfaatan dokumen
pembelajaran sesuai dengan karakteristik pengguna dan daya jangkau informasi agar
mudah dilakukan replikasi. Dalam pelaksanaan PID, para pelaku di tingkat
Kabupaten/Kota dan Kecamatan akan membantu proses pengelolaan pertukaran
pengetahuan dan inovasi desa dalam bentuk sajian informasi telusur dan pemanfaatan
media sebagai bahan pembelajaran penting bagi masyarakat. Koleksi informasi berupa
pengetahuan, pengalaman dan praktek inovasi akan dikemas dan dikeleksi dengan
mempertimbangkan jenis dokumen, sistem telusur, hingga layanan pemanfaatan
dokumen sesuai dengan karakteristik pengguna. Desa diharapkan dapat mengakses
koleksi dokumen pembelajaran yang telah dikemas sesuai dengan karakteristik
pengguna yang lebih spesifik baik dalam bentuk tulisan, artikel, publikasi buku, laporan
teknik, prosiding, audio-visual, e-book, presentasi, dan sejenisnya.
Pada tahap awal, kemasan dokumen inovasi lebih diarahkan agar dapat
dumanfaatkan secara tertutup (close access system) khususnya diaerah yanh tidak
memiliki akses internet, meskipun ada beberapa layanan informasi di daerah yang
menggunakan sistem layanan terbuka (open access system). Masyarakat desa sebagai
pemanfaat langsung (actual user) dari inovasi yang dikebangkan membutuhkan
informasi seputar kegiatan inovasi yang dilakukan oleh desa atau lembaga lainnya.
Oleh karena itu hasil inovasi sebagai bahan pertukaran iinformasi pembelajaran perlu
dikemas dalam bentuk yang mudal diakses. Koleksi dokumen pembelajaran yang telah
dihasilkan dari serangkaian prosedur validasi yang dilakukan sejatinya diperuntukkan
untuk masyarakat luas khususnya di Desa agar dapat dijadikan bahan replikasi dan
adaptasi inovasi.
Namun kerapkali kemasan informasi yang disajikan justru menyulitkan pengguna
dalam mendapatkan dan memanfaatkannya. Hal ini disebabkan informasi tidak
disajikan dalam bentuk dan jenis kemasan yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan,
lebih bersifat akademis, kurang populis, sulit dipahami, dan sulit dioperasikan. Dalam
mengemas pesan atau bahan pembelajaran perlu dilihat dari aspek tujuan penyajian,
karekteristik materi, dan kemudahan mengakses dokumen. Beraneka ragam informasi
setiap tahun akan bertambah di setiap desa. Berbagai jenis dokumen inovasi terus
menerus bertambah dan perlu segera dikelola, diolah, disebarkan guna kepentingan
masyarakat. Banyaknya dokumen inovasi bukan tidka mungkin akan mengakibatkan
mengemas informasi tentang subjek tertentu dalam rangka efektifitas dan efisiensi
waktu, tenaga, biaya yang semua diperuntukkan bagi pengguna. Merujuk beberapa
literatur terkait tujuan kemas informasi inovasi dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1) Memudahkan untuk memperoleh dan mendapatkan informasi atau dokumen
pembelajaran inovasi desa;
(2) Mempercepat penelusuran dan penemuan kembali informasi dan dokumen
pembelajaran inovasi desa;
(3) Mengevaluasi dan memberikan penafsiran seberapa jauh tingkat pemanfaatannya;
(4) Memberikan kepuasan kepada pemakai;
(5) Mengawetkan koleksi, khususnya jika dikemas dari bentuk tercetak ke bentuk
digital;
(6) Memudahkan pengelola pengetahuan dan inovasi desa mengatur koleksi yang
semakin bertambah banyak;
(7) Menghemat ruang dan rak untuk menyimpan koleksi tercetak;
(8) Memudahkan penelusuran informasi setelah dientri dalam pangkalan data;
(9) Mudah dibawa dan ditransfer dalam jejaring sistem informasi dan media lainnya
untuk sharing dan transfer pengetahuan maupun pengalaman;
Berbagai kemasan informasi dibuat sesuai dengan kebutuhan informasi bagi
pemakai khususnya masyarakat desa. Kemasan informasi inovasi dapat dikemas dalam
bentuk seperti: Brosur, Newsletter, Majalah Kesiagaan Informasi, Majalah Abstrak dan
Indeks, Bibliografi, Karangan Baru, Presentasi Lisan, disajikan dalam web, Tinjauan
Perkembangan Inovasi, Tinjauan Literatur, Monografi, Prosiding Konferensi, Laporan
Teknis, Laporan Bisnis atau Laporan Manajemen, Buku Panduan, Direktori, Katalog,
Majalah Primer Media dengar pandang.
7. Mentransfer informasi dalam bentuk tercetak (printed out) maupun basis data
baik ke disket, CD-R/RW, CD-ROM, flash disk/USB untuk keperluan penyebaran
kepada masyarakat luas;
8. Mendistribusikan, menyebarkan, mendiseminasikan, memasarkan kemasan
informasi dengan cara promosi maupun pendidikan pemakai. Menyampaikan
kemasan informasi berupa paket maupun lembar informasi kepada pengguna.Hal
ini bisa dilakukan baik secara langsung (face to face, door to door), telepon, via
surat/pos, email, faksimil maupun media lainnya.;
9. Evaluasi produk dan proses pembuatannya. Evaluasi terhadap kemasan informasi
bertujuan untuk mengetahui manfaat informasi bagi pengguna serta efektivitas
media yang digunakan. Evaluasi terhadap proses pembuatan juga penting,
terutama berkaitan dengan efisiensi waktu, tenaga, dan biaya. Evaluasi kegiatan
kemas ulang informasi. Dilakukan secara terus menerus, dan berkelanjutan dalam
suatu periode tertentu untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan
sudah tercapai dan memenuhi target.
Bibliografi
Bibliografi (dari bahasa Yunani βιβλιογραφία, bibliographia, secara harfiah "penulisan
buku"), sebagai sebuah praktik, adalah buku studi akademis seperti fisik, benda-benda
budaya, dalam pengertian ini, juga dikenal sebagai bibliology (dari bahasa Yunani-
λογία,-logia) . Secara keseluruhan, bibliografi tidak peduli dengan isi buku-buku sastra,
melainkan lebih kepada "bookness" buku.
Sebuah bibliografi, produk dari praktik bibliografi, adalah daftar sistematis buku
dan karya-karya lain seperti artikel jurnal. Bibliografi berkisar dari "karya dikutip" daftar
di akhir buku dan artikel untuk menyelesaikan, publikasi independen. Sebagai karya-
karya yang terpisah, mereka mungkin dalam volume terikat seperti yang ditunjukkan di
sebelah kanan, atau terkomputerisasi database bibliografis. Sebuah katalog
Sari Karangan
Sari karangan, biasanya memuat keterangan seperti latar belakang, tujuan, sasaran,
metode, kesimpulan dan saran yang terdapat pada dokumen aslinya. Jenis sari karangan
yang dibuat bisa sari karangan indikatif maupun sari karangan informatif. Bentuk ringkas
dari karangan yang masih memperlihatkan sosok dasar dari aslinya. Inti tidak
meninggalkan urutan dasar yang melandasinya. Dengan kata lain memangkas hal-hal yang
lebih kecil yang meliputi gagasan utama bacaan, kerangka dasar masih tampak jelas.
Ringkasan merupakan bentuk penyajian karangan atau peristiwa yang panjang dalam
bentuk yang singkat dan efektif. Ringkasan adalah sari karangan tanpa hiasan. Ringkasan
itu dapat merupakan ringkasan sebuah buku, bab, ataupun artikel. Fungsi sebuah ringkasan
adalah memahami atau mengetahui sebuah buku atau karangan. Dengan membuat
ringkasan, kita mempelajari cara seseorang menyusun pikirannya dalam gagasan-gagasan
yang diatur dari gagasan yang besar menuju gagasan penunjang, melalui ringkasan kita
dapat menangkap pokok pikiran dan tujuan penulis.
Multi Media
Satu lagi inovasi dalam bidang pendokumentasian informasi yaitu multi media.
Multimedia adalah penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan
teks, suara, gambar, animasi, audio dan video dengan alat bantu (tool) dan koneksi
(link) sehingga pengguna dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkarya dan
berkomunikasi. Multimedia sering digunakan dalam dunia informatika. Selain dari
dunia informatika, multimedia juga diadopsi oleh dunia game, dan juga untuk
membuat website.
Pada awalnya multimedia hanya mencakup media yang menjadi konsumsi indra
penglihatan (gambar diam, teks, gambar gerak video, dan gambar gerak rekaan/ animasi),
dan konsumsi indra pendengaran (suara) dan juga berupa ( berwujud). Dalam
perkembangannya multimedia mencakup juga kinetik (gerak) dan bau yang merupakan
konsumsi indra penciuman. Multimedia mulai memasukkan unsur kinetik sejak
diaplikasikan pada pertunjukan film 3D yang digabungkan dengan gerakan pada kursi
tempat duduk penonton. Kinetik, dan film 3 dimensi membangkitkan sense realistis.
Media pandang dengar ini dapat berupa company profile, program pendidikan
pemakai serta media promosi jasa layanan teknis. Sasaran pengguna pada bentuk
pengemasan multi media umumnya adalah kelompok. Misalnya apabila ada pameran
jasa layanan teknis (P2KTD), pengunjung disuguhkan beragam informasi mengenai jasa
layanan teknis serta cara mengaksesnya. Demikian juga dalam pengelolaan
pengetahuan dan inovasi pembanguan desa dapat menggunakan multi media sebagai
sarana program pendidikan dan pelatihan bagi pemakai (user education program).
Multimedia dimanfaatkan juga dalam dunia pendidikan dan bisnis. Di dunia
pendidikan, multimedia digunakan sebagai media pengajaran, baik dalam kelas
maupun secara sendiri-sendiri atau otodidak. Di dunia bisnis, multimedia digunakan
sebagai media profil perusahaan, profil produk, bahkan sebagai media kios informasi
dan pelatihan dalam sistem e-learning.
Brosur/leaflet
Leaflet atau brosur banyak dibuat oleh berbagai lembaga untuk memperkenalkan hasil
produk atu jasa yang dapat diberikan kepada pengguna. Bagi perpustakaan
pembuatan Leaflet atau brosur khususnya dapat dimanfaatkan untuk penyebaran
informasi mengenai beberapa hal seperti pedoman perpustakaan, daftar bacaan
tertentu, koleksi khusus produk setempat, bahan arsip, pengenalan terhadap
minat/studi, kegiatan atau peristiwa di lingkungan sekitar. Suatu unit atau pusat
informasi harus selalu menerbitkan brosur dan leaflet.
Brosur promosi bertujuan mengumumkan keberadaan unit kerja tersebut, tujuan
dan program-programnya, layanannya dan informasi lain yang berkaitan. Brosur bisa
juga membuat kuesiner ringkas mengenai perolehan advis, tanggapan dan minat
masyarakat informasi. Umpan balik akan menandakan respon dari pengguna. Brosur
ditulis secara ringkas dan jelas dengan penyajian yang menarik. Brosur informatif
bermanfaat untuk memperkenalkan dan mempromosikan topik/subyek yang dicakup
suatu unit informasi. Bahasa yang digunakan dalam brosur sebaiknya sederhana, dan
mudah dipahami masyarakat.
Leaflet diterbitkan untuk memberitahukan adanya terbitan baru. Harus dijelaskan
secara ringkas mengenai isinya, ukuran, harga dan cara memperolehnya. Bila terbitan
jumlahnya banyak dapat diterbitkan brosur kumulatif yang memberikan rincian semua
terbitan.
Langkah-langkah pembuatan Leaflet atau brosur yaitu:
1. Pemilihan dan penetapan subyek;
2. Menentukan format yang akan digunakan;
3. Buat desain;
4. Proses cetak;
5. Distribusi dan sebarluaskan.
Newsletters
Newsletter merupakan terbitan yang penting karena lebih fleksibel dalam hal topik
yang dicakupnya dan bentuk isi atau kandungannya. Terbitan ini dimaksudkan untuk
memberikan berbagai jenis informasi yang tidak dimuat dalam terbitan lain dari pusat
informasi. Newsletter biasanya berisi aktivitas pusat informasi itu sendiri, berita proyek
yang sedang berjalan, laporan pertemuan yang baru selesai diselenggarakan, bisa
ditambah publikasi terbaru peneliti, info buku dan jurnal baru.
tersebut memacu dan menjadi tantangan perpustakaan untuk lebih kreatif dan inovatif
dalam upaya menjadi profit centre.
Perlu dipikirkan dalam menerapkan komersialisasi informasi pembangunan desa
terkait dengan layanan inovasi hendaknya dipilah layanan mana yang akan
dikomersialisasikan dan yang mana yang tidak. Hal-hal yang menjadi kepentingan publik
secara umum perlu dibebaskan dari aspek komersial termasuk untuk kepentingan
pembelajaran dan peningkatan kapasitas masyarakat desa. Beberapa hal yangdapat
dikomersialkan terutama untuk kepentingan pembiayaan operasional layanan unit atau
pusat layanan informasi diantaranya; inter unit information loan (pinjam antar unit
informasi), penelusuran terpasang (on-line), layanan referensi, bibliografi, salinan bahan
(fotocopi), layan antar bahan koleksi dan jasa kesiagaan informasi.
Sudarmini dan Mansjur (2001) menyatakan tujuh elemen atau unsur yang menunjang
keberhasilan pemasaran di bidang komersial dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan
pertukaran pengetahuan dan inovasi atau pusat informasi. Tujuh unsur tersebut yaitu: (1)
product (termasuk jasa penyediaan informasi juga jasa informasi terbaru); (2) price
(informasi ditentukan harganya); (3) place (informasi yang ditawarkan harus selalu tersedia
di perpustakaan atau dimanapun dan selalu siap dibutuhkan); (4) promotion (pameran
koleksi baru, brosur perpustakaan, penyebaran bibliografi, abstrak, daftar judul artikel
majalah dan informasi terseleksi); (5) process (informasi perlu diolah agar pengguna dapat
memperolehnya dengan mudah bila membutuhkan; (6) people (sumber daya manusia
merupakan unsure kekuatan dalam pemasaran, baik ia pemberi informasi, pengguna sesuai
segmennya maupun orang lain yang terlibat didalamnya);
(7) physical evidence (produk yang dipasarkan harus bersifat kasat mata, dalam hal ini
dituliskan, dicetak, direkam dan diterbitkan sehingga manfaatnya dapat dirasakan).
Hal yang perlu ditekankan dalam menerapkan sistem perpustakaan yang
komersial pihak pengelola perpustakaan perlu memperhatikan aspek-aspek penting,
seperti; bentuk permintaan pemakai yang sering diminta, sistem keamanan informasi
pribadi anggotanya, kecanggihan sistem automasi perpustakaan, hingga studi
kelayakan kepuasan pemakai (lebih pada user studies).
Pengemasan informasi berpotensi mendatangkan fulus bagi perpustakaan. Berbagai
bentuk kemasan tidak saja memudahkan pengguna dalam memperoleh informasi tetapi
juga menjadi nilai tambah bagi perpustakaan. Mengubah image bahwa perpustakaan
hanya menyediakan informasi tanpa mampu mengemasnya menjadi menarik.
Mempercantik kemasan informasi yang akan disajikan, akan menarik pengguna dalam
memanfaatkan informasi di dalamnya. Tidak cukup sampai disitu, jika orang bilang, jangan
melihat sesuatu dari kulit luarnya saja, itu berlaku pula dalam hal layanan pengemasan
informasi. Bahwa informasi yang terkandung didalamnyapun harus betul-betul berbobot,
tepat sasaran dan pengguna tidak akan merasa kecewa karenanya.
Daftar Pustaka
Mulida Djamarin (2016). Pengemasan Informasi. Universitas Negeri Padang. UPT
Perpustakaan, Padang
A. Latar Belakang
Pengembangan kapasitas bagi pelaku Program Inovasi Desa (PID) tentu tidak hanya
berorientasi pada kemampuan pendamping saja, namun mencakup keseluruhan
lingkup sistem dan kelembagan yang terdiri dari struktur penataan organisasi atau
sering dikenal dengan sistem manajemen, kebijakan, target capaian, strategi
pencapaian, dan peraturan operasional. Hal demikian mengisyaratkan adanya tingkat
pengembangan kapasitas (capacity development) yang berarti mengembangkan
kemampuan yang sudah ada (existing capacity), dan pengembangan kapasitas yang
mengedepankan proses kreatif untuk membangun kapasitas yang belum terlihat atau
constructing capacity.
Pengembangan kapasitas merupakan suatu proses untuk melakukan sesuatu,
atau serangkaian kegiatan untuk melakukan perubahan multilevel pada diri individu,
kelompok, organisasi, dan sistem guna memperkuat kemampuan penyesuaian individu
dan organisasi dalam menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Oleh karena itu
peningkatan kapasitas pendamping dapat dilakukan melalui proses menganalisis
lingkungan, mengidentifikasi masalah, menemukenali kebutuhan pengembangan diri,
isu-isu strategis dalam masyarakat dan peluang yang dapat diperankan pendamping,
membuat formulasi strategi dalam proses mengatasi masalah, serta merancang sebuah
rencana aksi agar dapat dilaksanakan guna pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam The Capacity Building For Local Government Toward Good Governance
bahwa peningkatan kapasitas perlu memperhatikan tiga aspek yaitu. Pertama,
pengembangan SDM melalui pelatihan, sistem rekruitmen yang transparan, pemutusan
pegawai secara profesional, dan updating pola manajerial dan teknis. Kedua,
pengembangan kelembagaan yang mencakup pada aspek menganalisis postur
struktur organisasi berdasarkan peran dan fungsi, proses pengembangan SDM, dan
gaya manajemen organisasi. Ketiga, pengembangan jejaring kerja (networking) yang
dilakukan melalui penguatan koordinasi, memperjelas fungsi jejaring, serta interaksi
formal dan informal antarkelembagaan.
D. Kompetensi Pelaku
Pelaku Proram Inovasi Desa (PID) baik OPD, TIK-PID, TPID dan Pendamping Desa yang
berkualitas dan handal dicirikan antara lain oleh kinerja yang tinggi, khususnya
kompetensi teknis bidang khusus misalnya penangkapan inovasi desa (capturing),
kompetensi berinteraksi dengan masyarakat, mengelola pemangku kepentingan dan
kompetensi kewirausahaan (entrepreneurship), serta memiliki daya fisik yang sehat.
Sebelum dan selama berkiprah melakukan kegiatan pembimbingan teknis kepada
pelaku dan masyarakat, maka kompetensi tertentu yang dimiliki oleh seorang
pembimbing di luar kemampuan teknisnya perlu lebih ditajamkan dan ditingkatkan
sedemikian rupa, sehingga memiliki penampilan sederhana, low profile, berjiwa kritis,
arif, terbuka, berkepribadian tinggi, ramah, kooperatif, mampu bekerja dalam tim,
menghargai dan menghormati orang-orang lain, memiliki daya penguasaan dan
pengendalian diri yang kuat.
Merujuk pada gagasan Rotwell, maka tenaga pembimbing, tutor atau fasilitator
dituntut memiliki empat kompetenasi, yaitu:
1. Kompetensi Teknis (Technical Competence), yaitu kompetensi mengenai bidang
yang menjadi tugas pokok dalam mendampingi masyarakat;
2. Kompetensi Manajerial (Managerial Competence) adalah kompetensi yang
berhubungan dengan berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam
menangani tugas organisasi atau tim kerja;
3. Kompetensi Sosial (Social Competence) yaitu kemampuan melakukan komunikasi
yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam pelaksanaan tugas pokoknya;
4. Kompetensi lntelektual/Strategik (Intelectual/Strategic Competence) yaitu
kemampuan untuk berpikir secara stratejik dengan visi jauh ke depan.
Mengingat masyarakat senantiasa dinamis seiring dengan perkembangan jaman,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta persaingan global, maka pengembangan
kompetensi merupakan suatu hal yang harus dilakukan secara terencana dan
berkelanjutan. Artinya setiap pengembangan kompetensi harus didasarkan pada hasil
analisis kebutuhan pekerjaan atau tugas dan analisis jabatan, sehingga pengembangan
kapasitas tepat sasaran dan berdayaguna dalam meningkatkan kinerja.
Dengan demikian, pengembangan kompetensi personil bukan sebagai beban
organisasi, akan tetapi menjadi alat strategis untuk meningkatkan kinerja individu dan
organisasi secara keseluruhan. Pada hakekatnya, pengembangan kompetensi
Pendamping Desa dapat dikelompokkan dalam dua katagori, yaitu:
1. Kompetensi Umum (General Competency), artinya, meskipun pendamping
memiliki posisi atau jabatan dan tugas pokoknya berbeda dalam tingkatan
organisasi, namun jenis kemampuan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
bersifat dasar yang dibutuhkan akan disamakan. Misalnya, Tenaga Ahli
Instruksional Umum dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus), serta Kerangka Acuan dari
program yang akan diselenggarakan. Semua kegiatan ini dilandaskan kepada materi
pembelajaran sesuai dengan upaya peningkatan kompetensi khusus.
Efektivitas dan efisiensi proses belajar hendaklah dijadikan pedoman di dalam
upaya meningkatkan kapasitas dan kualitas Pendamping Desa. Oleh karena itu, semua
pihak terkait, yakni OPD, Pemerintah Kabupaten/Kota, pakar perguruan tinggi, LSM
dan sukarelawan terkait serta lembaga penyandang dana (donor), perlu sepakat dan
mendukung gagasan pengembangan kapasitas yang lebih bersifat bottom-up
program planning.
F. Pemberdayaan Pendamping
Pemberdayaan pendamping sebagai bagian dari investasi SDM (Empowerment of
Human Resources), merupakan aspek manajemen yang sangat strategis, karena
pendamping diharapkan dapat menjadi penggerak dan daya terhadap sumber-sumber
lainnya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di Desa. Apabila pendamping
tidak dapat menunjukkan daya dan memberikan daya terhadap sumber lainnya, maka
dapat dipastikan pembangunan dan pemberdayaan tidak berjalan secara efektif dan
efisien.
Dalam pemberdayaan pendamping ada dua istilah yang perlu dipahami yaitu
“pemberdayaan” dan “pendamping”. Dua kata ini memiliki makna yang sangat
strategis terkait upaya memperkuat posisi dan peran dalam masyarakat.
Pemberdayaan mengandung makna bahwa terjadi perubahan dinamis dan
berkelanjutan dari ketidakmampuan menuju kesuksesan atau kemandirian. Sedangkan,
kata pendamping bermakna subjek dan objek yang memiliki peran, kemampuan
(competency) dan mandat dalam mendukung pembangunan dan pemberdayaan Desa.
Upaya peningkatan merupakan serangkaian tindakan sistematis dalam
membangun kepribadian pendamping yang mampu bertindak dan bekerja secara
profesional, adaptif, berjiwa sukarela, kreatif dan siap menghadapi berbagai tantangan
dan perubahan yang terjadi. Pendamping adalah mental dan cara pandang bukan
identitas yang melekat dalam diri seseorang yang bersifat kontraktual, tetapi sebagai
panggilan jiwa untuk bekerja bersama masyarakat dalam mencapai visi dan tujuan
bersama. Cara pemberdayaan pendamping, yaitu:
1. Memberi Peran
Setiap unit lembaga pasti ada yang ditunjuk untuk sebagai peran dalam melaksanakan
pekerjaan yang sesuai dengan tingkat yang ada dalam lembaga tersebut. Seseorang yang
diberi peran dalam pekerjaan akan merasa ada perhatian khusus dari lembaga yang dapat
mempengaruhi psikologi pelakunya dan secara langsung dia mempunyai tuntutan agar
orang lain berperilaku kepadanya yang sesuai dengan kondidi perannya. Misal seorang
guru akan bererilaku sebagai guru yang baik dalam setiap waktu. Kondisi
yang seperti itu dapat mempengaruhi dari dorongan pemberian peran. Dan jangan
sampai peran yang diberikan bertentangan dengan kompetensi yang dimiliki dan
kemauan jiwa yang dimiliki. Begitu pula peran yang diberikan tidak over load . Agar
semua bisa teratasi dengan baik diperlukan :
(a) Rancangan beban tugas harus jelas dan pas.
(b) Mempunyai tujuan peran yang jelas seperti program promosi
(c) jabatan dan lain-lainnya.
(d) Menerapkan manajemen kinerja yang efektif.
(e) Merancang sesuai dengan kebutuhan tugas pendamping.
(f) Menjelaskan keseluruhan kepada pemangku kepentingan.
(g) Membuat struktur organisasi kerja yang jelas.
Daftar Pustaka
A. Latar Belakang
Pembimbingan merupakan suatu kegiatan yang diperuntukkan untuk memberikan bantuan
yang pada umumnya berupa nasehat dan tuntunan untuk menyelesaikan
persoalan/masalah yang bersifat teknis atau membutuhkan kompetensi tertentu yang
bersifat keterampilan. Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing)
bertujuan untuk menyelesaikan berbagai kebutuhan dalam mendokumentasikan
pengalaman, praktek baik dan inovasi yang dilakukan oleh Desa sekaligus membantu
memecahkan masalah yang dihadapi oleh pelaku program, sehingga penyelesaiannya
dapat dipertanggungjawabkan sesuai standar atau ketentuan yang berlaku.
Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) dilakukan
untuk memberikan kesempatan dan pengalaman kepada Pelaku PID khususnya TIK-
PID dan TPID dalam menyelasaikan tugas dalam mengembangkan dokumen
pembelajaran yangdidasarkan pengalaman Desa dalam penyelenggaraan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Setiap pembimbing tentunya memiliki
cara yang berbeda-beda dalam memahami berbagai situasi dalam tugas termasuk
menemukan alternatif solusinya. Selama ini, pembimbingan oleh para pendamping
dilakukan secara berjenjang dan cenderung mengikuti mekanisme struktural dari atas
ke bawah. Namun terkadang persoalan yang dihadapi oleh pelaku program tidak
hanya berkaitan dengan tanggung jawab pekerjaan atau tugas manajerial saja tetapi
juga menyangkut keterampilan teknis yang komplek harus diselesaikan melalui cara-
cara yang lebih kreatif dan inovatif, termasuk melibatkan pihak-pihak yang dianggap
mampu untuk menyelesaikannya.
Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) sebagai
langkah penyiapan tenaga pelaksana khususnya dalam pelaksanaan PID dalam
memberikan dukungan teknis kepada masyarakat agar mampu memberikan layanan
informasi dan tukar informasi pembangunan di tingkat Desa, Kecamatan dan
Kabupaten/Kota serta mampu dimanfaatkan secara optimal. Bimbingan dilakukan
untuk membantu pelaku PID khususnya TIK-PID da TPID agar mampu menangkap
pnegtahuan dan infasi yang berkembang dan menjadi praktek baik dalam masyarakat.
Disisi lain pembimbingan dilakukan untuk memperkuat kinerja Tim sebagai kelompok
kerja atau gugus tugas tertentu dengan tugas utama membantu UPTD di tingkat
Kecamatan, OPD atau Dinas terkait dalam mendorong pembanguan dan
pemberdayaan masyarakat dalam kerangka pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID).
Sejalan dengan upaya tersebut, kemampuan profesional TAPM dan pelaku lainnya
perlu ditingkat secara terus-menerus melalui bimbingan, konsultasi, asistensi dan
pengarahan (coaching) sesuai kebutuhan di lapangan. Permasalahan mendasar yang
B. Tujuan
Secara umum tujuan pelaksanaan pembimbingan keterampilan menangkap inovasi
desa (capturing) bagi pelaku PID khususnya TIK-PID dan TPID diarahkan dalam
pengembangan kompetensi atau keahlian teknis, yaitu:
1. meningkatkan kemampuan dalam mengorganisir dukungan sumber daya dalam
menghasilkan keluaran terkait inovasi Desa;
2. meningkatkan keterampilan pelaku PID dalam memperkuat keterimpilan teknis
menangkap inovasi desa (capturing) di tingkat Kecamatan dan Kabupaten/Kota;
3. meningkatkan keterampilan pembimbingan dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapinnya secara kreatif dan inovatif terkait penyelesaian tugas di
lapangan;
C. Prinsip-Prinsip
Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) dilaksanakan dengan
menerapkan prinsip-prinsip seperti: berjenjang, berkelanjutan, komprehensif,
implementatif dan koordinatif.
1. Berjenjang
Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) dilaksanakan secara
berjenjang mulai dari tingkat Pusat, Provinsi atau regional (beberapa provinsi),
Kabupaten/Kota dan Desa. Tim pembina/fasilitator pusat melakukan Pembimbingan
keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) kepada tim pendamping di tingkat
Kabupaten/Kota. Tim Pembina/fasilitator Pusat bersama Provinsi melakukan
Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) kepada tim
pengembang/Tenaga Ahli Kabupaten/Kota dalam hal ini TAPM. Selanjutnya, TAPM
melakukan pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) kepada
kepada TIK-PID dan TPID. Fasilitator pusat/provinsi dalam pelaksanaan Pembimbingan
keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) dapat bertindak sebagai
pembimbing atau narasumber di lapangan. Dalam hal tertentu, pemerintah pusat dan
provinsi dapat melaksanakan Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa
(capturing) secara langsung kepada Tim Pendamping Kabupten/Kota, dan pelaku di
daeran (TIK-PID dan TPID).
2. Berkelanjutan
Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) yang dilaksanakan oleh
Tim Pembina/Tenaga Ahli baik di tingkat Pusat, Provinsi/regional maupun Kabupaten/Kota
kepada TAPM dilakukan secara sistemik, terus-menerus dan terencana. Hal ini dilakukan
agar pelaksanaan program pembimbingan yang akan diberikan kepada TIK-PID dan TPID
dapat meningkat kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.
3. Komprehensif
Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dari semua komponen kompetensi, tugas dan indikator
keterampilan menangkap inovasi desa (capturing). Dalam pelaksanaannya tidak hanya
satu komponen tertentu tetapi meliputi semua komponen dengan maksud agar
permasalahan yang dihadapi pelaku di lapangan dalam pelaksanaan tugasnya dapat
diselesaikan dengan baik, cepat, tepat sasaran dan berbasis hasil (output based).
4. Implementatif
Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) dilaksanakan dengan
menekankan praktik pengarahan (coaching/mentoring) sesuai dengan kebutuhan
pelaksanaan kerja pelaksana program di kabupaten/Kota dan Kecamatan. Substasi
Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) lebih diarahkan pada
perbaikan keterampilan menangkap gagasan pengetahuan inovasi desa dan
penyelesaian masalah yang dihadapi dan koordianasi lintas sektoral di wilayah kerjanya
masing-masing. Materi yang bersifat teori diberikan hanya untuk memperkuat
pelaksanaan tugas lapangan dengan tetap mengacu konteks regulasi daerah dan
dukungan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Desa.
5. Koordinatif
Pembimbingan keterampilan menangkap inovasi desa (capturing) dilaksanakan secara
koordinatif antara Tim Pembina/Tenaga Ahli pusat, Tim Pembina/Tenaga Ahli tingkat
provinsi dan Tenaga Ahli kabupaten/kota dalam hal ini TAPM sesuai dengan
keahliannya serta pemangku kepentingan terkait. Hal ini dilakukan untuk
memperlancar dan menyamakan visi, misi, dan tujuan serta gerak langkah bimbingan
teknis di tingkat Kabupaten/Kota yang difasilitasi oleh TIK-PID dan di tingkat
Kecamatan yang difasilitasi TPID dapat menghasilkan dokumen pembelajaran inovasi
yang siap dimanfaatkan dan disebarkan.
2. Bimbingan Karir
Bimbingan karir merupakan upaya bantuan terhadap pelaku program secara personal agar
dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerjanya, mengembang-kan
masa depannya yang sesuai dengan bentuk kehidupannya yang diharapkan. Melalui
layanan bimbingan karir, TIK-PID dan TPID mampu menentukan dan mengambil keputusan
secara tepat dan bertanggung jawab keputusan yang diambilnya sehingga secara efektif
menghasilkan berbagai hasil kerja yang dapat duandalkan dan bermanfaat bagi
masyarakat. Bimbingan karir sangat penting untuk mengarahkan para pelaku program
sesuai dengan potensi dan minat yang dimilikinya. Pemilihan karir yang tepat pada siswa,
akan memberikan kepuasan dan akan meraih hasil yang maksimal.
3. Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial merupakan upaya bantuan personal dalam memecahkan masalah-
masalah sosial yang dihadapinya secara pribadi. Hal ini menyangkut masalah hubungan
dengan sesama rekan kerja, staf, tim kerja, atasan atau penyelia dan pemnagku
kepentingan yang terlibat dalam tugasnya sebagai pendamping. Bimbingan sosial
4. Coaching
Coaching adalah pembinaan. Secara teoritis, coaching merupakan proses pengarahan
yang dilakukan atasan atau senior untuk melatih dan memberikan orientasi kepada
bawahannya tentang realitas di tempat kerja serta membantu mengatasi hambatan
dalam mencapai prestasi kerja secara optimal. Kegiatan ini sangat tepat diberikan
kepada pendamping baru atau yang menghadapi pekerjaan baru, pelaku program
yang sedang menghadapi masalah prestasi kerja atau menginginkan pembinaan kerja.
Tujuannya untuk memperkuat dan menambah keterampilan khususnya dalam
menangkap inovasi desa (capturing) yang telah berhasil atau memperbaiki
keterampilan lain yang bermasalah.
Coaching merupakan suatu cara sistematis untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan dan kapasitas setiap orang sehingga berhasil mencapai
sasaran kerjanya. Coaching dapat dilakukan kapan saja supervisor merasa perlu, tidak
bergantung pada jadwal yang ketat. Seorang coach adalah fasilitator, bukan guru.
Coach berperan menyediakan tools dan memposisikan sebagai motivator yang
mendukung tujuan pendamping dalam melaksanakan tugasnya. Coach menjadi
cermin, membantu dan memberi saran kepada pendamping untuk melakukan
pekerjaan yang dibutuhkan atau menyelesaikan tugas atau proyek tertentu.
Manfaat coaching untuk meningkatkan thereshold competency (TC) adalah
kompetensi dasar yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya tetapi
kompetensi ini belum sebagai keunggulan menjadi Differentiating Competencies (DC) yaitu
karakteristik yang dimiliki oleh orang-orang yang berkinerja tinggi (high performer)
dan yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang berkinerja rendah (low) atau kurang
(poor). Misalnya seorang pendamping yang telah menguasai keahlian khusus yang
dibutuhkan untuk memelihara jaringan. Pendamping seperti ini bisa dikatakan orang
yang berkinerja tinggi sesuai kompetensi yang dimiliki.
Beberapa metode yang digunakan dalam coaching diantaranya:
(a) Transitional Coaching, merupkan model yang dirancang untuk membantu
pendamping dalam meraih karir baru, sekaligus mengatasi tantangan yang
muncul saat pendamping berakhir tugasnya, berganti pekerjaan, beralih profesi,
atau memasuki lingkungan kerja baru.
(b) Developmental Coaching, dirancang untuk membantu pendamping mengambil
keputusan dalam proses pengembangan karir, dan membantu mereka memasuki
pekerjaan dengan tanggung jawab yang lebih besar baik dalam tim maupun
dengan perubahan tugas/pekerjaan.
(c) Remedial Coaching, merupakan metoda yang digunakan untuk membantu
pendamping memperbaiki performa atau kinerja ahgar kembali ke jalur yang
seharusnya, dengan menangani leadership style issues yang sedang dihadapi saat
ini.
5. Counseling
Counseling adalah teknik untuk meningkatkan efektifitas perilaku dan sikap mental
agar sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Konseling dilakukan apabila setelah
coaching dilakukan tidak terjadi perubahan atau peningkatan keterampilan
menangkap inovasi desa (capturing) dari bawahannya. Konseling lebih mengarah pada
aspek psikologis dari individual, sehingga untuk melaksanakan konseling seorang
manajer/supervisor perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk
memahami kebutuhan psikologis tersebut.
Dalam kegiatan pengendlian counseling, mempunyai makna sebagai hubungan
timbal balik antara dua orang individu, dimana yang seorang (konselor) berusaha
membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam
hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang
(Natawijaya, 1987).
Konseling dalam kerja pendampingan, meliputi:
(a) Penempatan Kerja. Pelayanan penempatan memberikan bantuan bagi para
pendamping baru dengan menyediakan berbagai informasi tentang analisis
pekerjaan, serta aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dari posisi tersebut. Dari
pihak lembaga kerja, peranan konselor adalah membantu organisasi memperoleh
tenaga yang terampil dan cocok dengan keperluan jenis, strata, dan struktur
pekerjaan yang ada. Dipandang dari pihak pendamping dan pengguna, konselor
berusaha membangun suasana the right man on the right place, menempatkan
pekerja secara tepat sesuai dengan kondisi pribadinya, bakat, minat, serta bidang
keahliannya. Layanan penempatan seperti ini juga berlaku bagi para pelaku
program yang menempati posisi baru dalam struktur atau penjajagan yang ada.
(b) Penyesuaian Kerja. Kepada tenaga atau tim baru atau pemula, konselor
memberikan layanan orientasi. Para pendamping baru perlu mendapat persepsi
yang tepat, wawasan yang memadai dan cara-cara yang akurat tentang bidang
kerja yang baru diampunya. Tema utamanya adalah penyesuaian diri secara
tepat dan cepat terhadap tuntutan keterampilan menangkap inovasi desa
(capturing) di tempat yang baru sebagai pendamping. Penyesuaian yang seperti
ini akan memberikan jaminan awal tentang keberhasilan kerja.
(c) Kepuasan Kerja. Keadaan yang diharapkan seseorang merasa senang bekerja,
merasa kerasan dan puas dengan kondisi yang ada. Kondisi ini akan mengantarkan
yang bersangkutan bertugas lebih lanjut dengan semangat yang cukup tinggi
bahkan semakin tinggi. Keadaan ketidakpuasan yang menimpa seorang pemula,
perlu diberikan bantuan layanan konseling karena kesulitan belajar untuk
mengembalikan semangat kerja dan sikap positif terhadap pekerjaan tersebut.
(d) Kepindahan Kerja. Kepindahan tenaga atau tim kerja diakibatkan keputusan
rotasi atau mutasi tidak hanya di latar belakangi oleh faktor ketidakpuasan
dengan posisi atau lokasi yang lama, ada kemungkinan mereka ingin pindah
karena berharap memperolah pengalaman baru atau alasan lainnya. Apapun
alasannya, proses mutasi atau rotasi sering kali memerlukan bantuan konseling
baik untuk penempatan maupun penyesuaian.
(e) Pengentasan Masalah Lainnya. Masalah-masalah pribadi berkenaan dengan
keluarga, kesehatan, sikap, dan kebiasaan sehari-hari, hobi dan waktu senggang,
hubungan sosial kemasyarakatan, dan lain-lain merupakan obyek kegiatan
konseling yang dapat dilakukan oleh atasannya. Apabila masalah ini dibiarkan
membesar, akan mempengaruhi hubungan kerja dan keterampilan menangkap
inovasi desa (capturing) pendamping dengan tim atau manajemen. Sebaliknya
apabila masalah pribadi tersebut dapat ditangani dengan baik, dampak
positifnya terhadap hubungan kerja dan keterampilan menangkap inovasi desa
(capturing) bagi pelaku program baik pendamping maupun tim pelaskana akan
dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.
6. Mentoring
Mentoring merupakan sebuah metode yang bersifat pengalaman individual yang mencoba
membagikan pengetahuan dan ketrampilan serta kompetensinya kepada seseorang yang
mempunyai pengalaman kerja lebih sedikit dengan situasi hubungan yang penuh
kepercayaan dan menguntungkan. Mentors adalah seseorang yang melalui tindakan dan
pekerjaannya membantu karyawan lain untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
Mentoring merupakan bentuk ‘Pendampingan/Buddying’ pada orang yang baru masuk
bekerja atau orang yang akan menempati posisi baru atau jabatan baru. Dalam program
mentoring perusahaan memiliki orang ahli atau orang-orang di dalam organisasi yang
berpengalaman yang dapat berbagi, membimbing dan
memberikan umpan balik yang di sebut Mentor, terhadap Mentee (orang yang di
mentoring). Seorang Mentee dapat belajar dan mempelajarinya dengan cara osmosis
yaitu dengan cara ditunjukkan dan dengan melakukannya.
Mentoring dianggap sebagai salah satu alat yang tepat bagi pengembangan dan
pemberdayaan personal karena merupakan cara yang efektif dalam membantu
pendamping untuk menemukan potensi diri serta mengembangkan karirnya dengan
lebih baik. Karakteristik mentoring yang bersifat career-focused membuat aktivitas ini
lebih efektif dibandingkan coaching karena mentoring memungkinkan para mentee
untuk mengembangkan karirnya di luar area kerja yang selama ini ditekuni. Selain itu,
inti kegiatan mentoring bersifat sharing sehingga pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh jauh lebih beragam.
Menurut Dalton dalam Thompson Career Development Model, terdapat empat
tahapan dalam pendekatan mentoring, yaitu:
(a) Tahap 1: dependence/ketergantungan. Profesional baru masih tergantung pada
mentor dan mengambil peran subordinat dimana memerlukan supervisi yang
dekat;
(b) Tahap 2: independence/mandiri. Profesional dan mentor mengembangkan
hubungan yang lebih seimbang. Profesional mengubah dari “apprentice” ke
“kolega” dan membutuhkan sedikit supervisi. Kebanyakan profesional akan
sampai tahap ini untuk sebagian besar dalam kehidupan profesional mereka;
(c) Tahap 3: supervising others/Supervisi orang lain. Menjadi mentor bagi dirinya
sendiri dan mendemostrasikan kualitas profesional sebagai mentor;
(d) Tahap 4: managing andsupervising others/mengatur dan mensupervisi orang lain.
Daftar Pustaka
Gomes, Faustino Cardoso (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Sujoko (tt). Program Mentoring Dalam Kasus Penempatan Tenaga Kerja Bermasalah Di
Perpustakaan. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Ilmu Perpustakaan dan
Informasi, Interdisciplinary Islamic Studies UIN Sunan Kalijaga.
Wahjudin Sumpeno., dkk (2016). Modul Pelatihan Pratugas Tenaga Ahli Peberdayaan
Masyarakat: Peningkatan Kapasitas Pendamping dalam Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Desa, Daerah Tertinggadal dan
Transmigrasi.
http://www.loop-indonesia.com/mentoring-di-tempat-kerja-apa-dan-mengapa-
part-1/
http://www.kompasiana.com/marhaenii/mentoring-dalam-
perusahaan-perlukah_5528bb68f17e61357f8b457b
http://evevacarol.blogspot.co.id/2013/01/konseling-kerja.html