Anda di halaman 1dari 9

PERTANIAN DI BANJAR BARAT JALAN, DESA PEGAYAMAN,

KECAMATAN SUKASADA BULELENG, BALI

OLEH :
Anis Sakinah Aryuningka 431516
Anisa Esa Safitri 431516
Dimas Putra Pangestu 431516
Herlina Salimah 431516
Mar’atush Solichah Nurbaitina 431516
Nur Khalizah 4315162454
Rindi Antikasari 431516
Rita Julia Kusnita 431516

PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Salah satu kajian dalam geografi adalah geografi pertanian. Pengertian
geografi pertanian menurut Ibery ( 1985 ) adalah geografi pertanian merupakan usaha
untuk menjelaskan variasi aktivitas pertanian secara spasial pada suatu wilayah di
permukaan bumi. Geografi pertanian mempelajari mengenai konsep dan lingkungan
geografi pertanian, faktor produksi pertanian dan karakteristik pertanian, sistem
pertanian,pembangunan pertanian dan penelitian sistem penelitian.
Geografi pertanian saat ini menjadi kajian yang sangat penting untuk dipelajari
dimanapun termasuk Indonesia. Indonesia yang notabene memiliki mega biodiversity
darat no 2 di dunia setelah Brazil pernah melakukan swasembada pangan dan dijuluki
sebagai negara agraris dengan luas sekitar 192 juta Ha.
Pertanian di Desa Pegayaman kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali,di dominasi
oleh Tanaman Cengkeh dan Kopi. Untuk Pertanian di Banjar Barat Jalan di dominasi
oleh Cengkeh dan mayoritas mata pencaharian pendudknya adalah sebagai petani
cengkeh.

b. Rumusan Masalah
 Bagaimana pertanian di Banjar Barat jalan

c. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

a. Desa Pegayaman

Gambar 2.1 Peta Desa di Kecamatan Sukasada

sumber: bps.go.id

Secara astronomis, Desa Pegayaman terletak pada 08°23’00” LS dan 115°25’55”


– 115°27’28” BT. Pegayaman terletak di lereng Bukit Gitgit, satu di antara jajaran
perbukitan yang mengitari Bali Utara dengan daerah bagian selatan. Di sebelah utara
berbatasan dengan Desa Pegadungan, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Pancasari, di sebelah barat berbatasan dengan Desa Gitgit, dan di sebelah timurnya
berbatasan dengan Desa Silangjana. Wilayah desa Pegayaman ini memiliki luas sekitar
1.584 hektare. Jaraknya hanya 12 kilometer di sebelah selatan Kota Singaraja dan
sekitar 65 kilometer dari arah Denpasar. Dulunya wilayah Pegayaman memang
merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Buleleng yang berhutan lebat.
Desa ini masuk ke dalam wilayah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.
Terletak di dataran tinggi kurang lebih 700 – 800 meter di atas permukaan laut, desa ini
sejak lama dikenal sebagai penghasil kopi dan cengkeh dengan selingan padi di musim
penghujan. Jajaran pegunungan di sebelah Timur, Selatan, dan Barat menjadikan desa
ini terisolasi dari kawasan sekitarnya, dan menjadikannya semacam benteng
persembunyian alamiah. Desa ini membentuk seperti kantung dan di tengah-tengahnya
terletak desa Pegayaman. Dari desa ini terlihat pantai utara Bali dan kawasan wisata
pantai utaranya yang baru dikembangkan, pantai Lovina. Sementara sisi Barat, Selatan,
dan Timur tertutup pegunungan terjal yang juga merupakan kebun-kebun kopi dan
cengkeh milik warga Pegayaman. Wilayah desa Pegayaman cukup luas sekitar 5600
hektar.
Ada beberapa versi kenapa desa itu disebut Pegayaman. Satu versi menyebutkan,
konon, dulu di daerah itu disebut Alas Pegatepan karena banyak ditumbuhi pohon
gatep. Gatep di Jawa biasa disebut buah gayam. Maka warga itu lantas menyebutnya
Desa Pegayaman. Versi lain, menurut Ketut Raji Jayadi, nama Pegayaman dikaitkan
dengan nama keris Pakubuwono yang saat itu berkuasa di Kerajaan Mataram. Saat
menjadi raja, Pakubuwono memiliki pusaka yang bernama Keris Gayam.
Desa Pegayaman berbatasan dengan empat desa diantaranya Desa Pegadungan
disebelah utara, Desa Pancasari di sebelah selatan, Desa Gitgit di sebelah Barat, dan
Desa Silangjana di sebelah timur. Dalam sistem pengaturan desa, Pegayaman
menerapkan sistem banjar dengan membagi desa menjadi lima banjar, yaitu Dauh
Margi (Barat Jalan), Dangin Margi (Timur Jalan), Kubu Lebah, Kubu, dan Amertasari.
Pertanian di daerah Pegayaman mengandalkan sistem subak yang bersumber dari satu
bendungan bersama, yaitu Bendungan Yeh Buus.
Dan lokasi yang dikaji adalah Banjar Barat Jalan yang memiliki penduduk kurang lebih
300 penduduk .
b. Pertanian di Banjar Barat Jalan
Banjar Barat Jalan memiliki kurang lebih 300 penduduk yang mayoritas nya adalah
petani yang menggarap lahannya sendiri maupun menggarap punya orang lain. Dan
komoditi utama pertanian di Banjar Barat Jalan adalah cengkeh. Hampir seluruh petani
mengandalkan pertanian monokultur yakni perkebunan cengkeh. Sebagian besar
penduduk Banjar Barat Jalan mengelola perkebunan cengkehnya secara tradisional dan
menggunakan pupuk organik.
Sebagian besar petani di Banjar Barat Jalan menjual hasil cengkehnya ke tengkulak.
Dan petani cengkeh di Banjar Barat jalan juga menjual hasil cengkeh dalam kondisi
basah atau baru dipetik, tetapi jika terdapat sisa ( bukan masa panen ) akan dikeringkan
lalu dijual .Terdapat perbedaan harga yang signifikan mengenai Cengkeh basah (yang
langsung dijual setelah panen) dengan yang dikeringkan. Cengkeh basah dijual dengan
harga Rp. 27.000/Kg, sedangkan Cengkeh kering dijual dengan harga Rp. 89.000/Kg.
Alasan pemilihan tanaman cengkeh dibandingkan tanaman lainnya ialah diyakini
komoditas cengkeh merupakan komoditas dengan harga paling tinggi dibandingkan
yang lain. Desa Pegayaman telah mengalami alih fungsi komoditas dari kopi dan padi
berganti menjadi Cengkeh sejak zaman Orde Baru.
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh salah satu penduduk Banjar Barat Jalan
dulu banyak kebun kopi di Pegayaman, namun saat ini sudah hampir habis, dan
mayoritas beralih ke Cengkeh. Alasannya adalah karena dahulu, harga cengkeh di pasar
tinggi. Namun karena semakin banyaknya petani cengkeh saat ini, harga cengkeh di
pasaran justru anjlok. Sayangnya banyak warga yang masih belum paham bahwa
semakin banyak barangnya, maka akan semakin murah harganya.

Petani Cengkeh di Banjar Barat Jalan rata-rata memiliki lahan perkebunan


sendiri namun ada juga yang menggarap lahan orang tua nya dan menggarap lahan
orang lain. . Berdasarkan informasi yang diberikan salah satu responden, Bapak Usman
dan istrinya, dulu banyak kebun kopi di Pegayaman, namun saat ini sudah hampir habis,
dan mayoritas beralih ke Cengkeh. Alasannya adalah karena dahulu, harga cengkeh di
pasar tinggi. Namun karena semakin banyaknya petani cengkeh saat ini, harga cengkeh
di pasaran justru anjlok. Sayangnya banyak warga yang masih belum paham bahwa
semakin banyak barangnya, maka akan semakin murah harganya.

Anda mungkin juga menyukai