Anda di halaman 1dari 12

Seminar Nasional Sains & Teknologi VI

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung


3 November 2015

OPTIMASI PRODUKSI FURFURAL DARI HIDROLISIS BAGAS TEBU


DENGAN KATALIS ASAM ASETAT

Silvia Febriani1) dan Dewi A. Iryani1)


1)
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145
Surel: silviafebriani81@gmail.com

ABSTRACT

This study aimed to optimize the conditionsfor furfural production from hydrolysis of
sugarcane bagasse using acetic acid as catalyst. The hydrolysis experiments of
sugarcane bagasse were performed in autoclave batch type reactor at variable
concentration (2-6% v/v), reaction time (1-6 hr), and temperature (140-160°C).
Conditions were further optimized by using Response Surface Methodology (RSM).
The results were then suggested that, optimum conditionfor furfural production by using
hydrolysis processesat temperature andtime of hydrolysis were 140.01°C for 5.99 hours
using acetic acid concentration of 5.99%. Under the optimal conditions, the furfural
yield reached of the concentration of furfural of 7.75g/l. Under this conditions, the
concentration of acetic acid were also increase 2 higher than the initial,due to acetyl
bond degradation of hemicellulose.

Keywords: Furfural, Hydrolysis, Optimization, RSM, Sugarcane Bagasse.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi kondisi pada produksi furfural dari
hidrolisis bagas tebu menggunakan katalis asam asetat. Hidrolisis bagas tebu dilakukan
dalam reactor autoclave tipe batch pada variasi konsentrasi katalis (2-6% v/v), waktu
reaksi (1-6 jam), dan temperature (140-160°C). Kondisi tersebut selanjutnya dioptimasi
menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Kondisi optimum yang diperoleh
pada produksi furfural dengan menggunakan proses hidrolisis pada temperatur dan
waktu hidrolisis 140,01°C dan 5,99 jam dengan konsentrasi katalis asam asetat 5,99%.
Pada kondisi optimal tersebut, diperoleh konsentrasi furfural sebesar 7,75g/l. Pada
kondisi ini, konsentrasi asam asetat meningkat sampai 2 kali lipat lebih tinggi daripada
konsentrasi asam asetat awal yang digunakan, karena terdegradasinya ikatan acetyl pada
hemiselulosa.

Kata kunci: Bagas Tebu, Furfural, Hidrolisis, Optimasi, RSM.

PENDAHULUAN

Menurut Gandana (1982), produksi gula menghasilkan bagas tebu sebesar

31,34% dari tebu yang telah diproses. Pemanfaatan bagas tebu selama ini masih terbatas

653
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board, dan untuk

bahan bakar boiler (Iryani et al., 2012). Bagas tebu merupakan limbah lignosesulosa

yang mengandung komponen kimia: selulosa 34,8%, lignin 20,2%, dan hemiselulosa

(pentosan) 28,4% (Iryani, 2007).

Kandungan pentosan yang cukup tinggi pada bagas tebu diharapkan akan

terkonversi terlebih dahulu menjadi furfural dengan penambahan katalis asam yang

tepat, sedangkan selulosa sulit terhidrolisis karena memiliki ikatan glikosidik yang

stabil. Furfural dihasilkan melalui reaksi hidrolisis pentosan. Hidrolisis merupakan

proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk memisahkan ikatan kimia

dari substansinya.

Selama ini produksi furfural dihasilkan melalui proses hidrolisis mengunakan

asam kuat. Beberapa peneliti (Aguilar et al., 2002; Andaka, 2011; Artati, 2010;

Megawati, 2009) telah melakukan penelitian hidrolisis menggunakan asam kuat H2SO4.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan temperatur

dan waktu hidrolisis mengakibatkan terjadinya peningkatan yield furfural dan asam

asetat. Berdasarkan hasil tersebut, diduga asam asetat juga berperan dalam

pembentukkan furfural. Dugaan tersebut diperjelas dengan penelitian yang telah

dilakukan Iryani (2013) tentang proses hidrolisis bagas tebuuntuk menghasilkan furfural

tanpa menggunakan katalis asam atau hanya dengan menggunakan air bertekanan.

Iryani (2013) menjelaskan bahwa asam asetat mempengaruhi perolehan furfural.

Berdasarkan studi literatur di atas, terlihat bahwa asam asetat dapat digunakan

sebagai katalis dalam proses hidrolisis. Selain itu, penggunaan asam organik relatif

lebih ramah lingkungan, bersumber dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui

(renewable natural resource) dan relatif tidak korosif terhadap alat dibandingkan

654
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

dengan menggunakan H2SO4. Sehingga, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis

adalah proses hidrolisis pentosan pada bagas tebumenjadi furfural dengan menggunakan

katalis asam asetat glasial. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi produksi

furfural dengan memvariasikan temperatur dan waktu hidrolisis, serta konsentrasi

katalis asam asetat glasial.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian

Universitas Lampung dari bulan Februari hingga Mei 2015. Bahan yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri atas bahan tanam dan bahan media kultur. Bahan tanam yang

digunakan adalah seedling anggrek Cattleya hibrida yang berumur 3 BST (bulan setelah

tanam) yang berukuran 0,7−1 cm. Bahan media kultur yang digunakan terdiri atas

pupuk lengkap Growmore (32:10:10) dan bahan-bahan addenda organik (tomat, wortel,

nanas, dan pisang ambon). Alat-alat yang digunakan adalah laminar air flow cabinet

(LAFC), magnetic stirrer, pH meter, timbangan, labu erlenmeyer, botol kultur,

petridish, keramik, gelas ukur, serta alat-alat diseksi seperti pinset, spatula, skalpel, dan

blade.

Perlakuan disusun secara faktorial 2x4. Faktor pertama adalah dua taraf

konsentrasi Growmore (32:10:10) 2 g/l dan 3 g/l yang digunakan sebagai media dasar.

Faktor kedua adalah berbagai jenis addenda organik yaitu nanas 200 g/l, tomat 200 g/l,

wortel 200 g/l, dan pisang ambon 100 g/l. Percobaan dilakukan dengan rancangan

teracak sempurna (RTS). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Setiap

ulangan terdiri atas 2 botol, dan setiap botol terdiri atas 10 seedling. Homogenitas data

diuji dengan uji Bartlett. Apabila asumsi terpenuhi, dilakukan analisis ragam.

655
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

Pemisahan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT)

pada taraf nyata 5%.

Pengamatan dilakukan pada awal subkultur dan satu bulan sekali hingga

tanaman berumur 3 bulan (4 MST, 8 MST, dan 12 MST). Variabel pengamatan melipui

jumlah tunas, jumlah akar, panjang akar, tinggi seedling, bobot basah seedling dan

persentase albino. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan

Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung dari bulan Oktober 2014 –

Agustus 2015.Bagas tebu diambil dari PT. Gunung Madu Plantation Lampung Tengah.

Mula – mula dicuci dan dikeringkan, lalu dikecilkan ukurannya sampai 18 mesh. Kadar

pentosan ditentukan dengan memasukkan 5 g bagas tebu ke dalam labu leher tiga

(rangkaian alat dapat dilihat pada Gambar 1), kemudian ditambah 100 ml HCl 3,85 N

dan 20 g NaCl. Kemudian dihidrolisis selama ±3 jam dan setiap 10 menit sekali diikuti

dengan penambahan HCl 3,85 N ke dalam labu leher tiga. Hidrolisis dihentikan sampai

diperoleh distilat sebanyak ±225ml. Distilat ditambah HCl 3,85 N sampai 250 ml.

Kemudian ditambahkan 20 ml bromata bromida, kocok dan diamkan 5 menit. Setelah

itu tambah indikator amilum dan titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N.

Proses hidrolisis dilakukan dengan mencampurkan 100 g bagas tebu dan 1000

ml asam asetat encer ke dalam autoclave (rangkaian alat dapat dilhat pada Gambar 2).

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah temperatur hidrolisis 140 – 160 oC,

waktu hidrolisis 1 – 4 jam, dan konsentrasi katalis asam asetat glasial 2 – 6 %.

Analisis dilakukan menggunakan metode volumetri. Hidrolisat sebanyak 10 ml

dilarutkan dengan larutan HCl 12% hingga volume 100 ml dalam erlenmeyer.

Kemudian 5 ml reagen (bromat bromida) dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditutup,

656
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

kemudian disimpan di tempat yang gelap selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan dengan

amilum sebagai indicator dan KI 10%, lalu dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1

N. Sebagai pembanding, dibuat blanko tanpa penambahan sampel menggunakan

prosedur yang sama (Dunlop, 1948). Residu (produk padat) dengan perolehan

konsentrasi furfural terbaik pada masing – masing konsentrasi katalis asam asetat glasial

diuji menggunakan FT-IR. Menurut Dunlop (1948), kandungan furfural dapat dihitung

dengan persamaan:

[7,5. (𝑉2 − 𝑉1 ). N] − 1
% 𝑃𝑒𝑛𝑡𝑜𝑠𝑎𝑛 = . 100% (1)
𝐵
BMfurfural
(b − a). 0,1. . 2,5 faktor pengenceran
4
Jumlah furfural dalam filtrat = (2)
10

Jumlah furfural dalam filtrat


Konsentrasi furfural = (3)
Volume filtrat

Σ furfural dalam hidrolisat = Konsentrasi furfural x Volume hidrolisat (4)

Σ pentosan dalam bagas tebu = Kadar pentosan x Berat sampel bagas tebu (5)

Jumlah total furfural dalam hidrolisat


Yield furfural = .100% (6)
Jumlah pentosan dalam bagas tebu

Keterangan:

V1 :Volume larutan baku natrium tiosulfat untuk penetapan contoh uji (ml)
V2 : Volume larutan baku natrium tiosulfat untuk penetapan blanko (ml)
N : Normalitas natrium tiosulfat Na2S2O3
B : Berat sampel
𝑎 : volume titrasi sampel
𝑏 : volume titrasi blanko

657
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

Kemudian dilakukan optimasi kondisi dengan menggunakan Response Surface

Methodology (RSM). Keunggulan optimasi dengan RSM adalah dapat diketahui

bagaimana variabel-variabel yang dioptimasi memiliki pengaruh satu sama lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis pendahuluan yang telah dilakukan dalam penelitian ini

diperoleh kadar air bagas tebu 16,42%, kadar pentosan 24,5% dan kecepatan

pengadukan 800 rpm. Analisis kualitatif dilakukan dengan uji warna menggunakan

anilin asetat. Berdasarkan hasil pengamatan uji warna furfural menunjukkan bahwa

warna yang dihasilkan pada uji tersebut sama dengan warna uji furfural secara teoritis

yaitu furfural yang semula berwarna kuning kecokelatan setelah penambahan anilin-

asetat menjadi berwarna merah tua, hal ini menunjukkan hidrolisat yang diuji

mengandung furfural.

Dari hasil titrasi tersebut diperoleh konsentrasi furfural dalam hidrolisat pada

masing-masing variabel. Diperoleh konsentrasi furfural tertinggi untuk masing – masing

konsentrasi katalis asam asetat glasial 2%; 4%; dan 6%, secara berturut – turut adalah

7,75 g/l; 7,69 g/l; dan 7,69 g/l. Semakin tinggi temperatur dan waktu hidrolisis yang

digunakan, maka semakin tinggi pula perolehan konsentrasi furfural. Temperatur dan

waktu hidrolisis berpengaruh terhadap perolehan konsentrasifurfural karena

bertambahnya temperatur dan waktu hidrolisis mengakibatkan lebih banyaknya

pentosan yang terkonversi menjadi furfural. Namun, pada temperatur hidrolisis 160 oC

terjadi penurunan konsentrasi furfural seiring bertambahnya waktu hidrolisis. Hal ini

disebabkan karena adanya suatu kondisi dimana hemiselulosa terdekomposisi menjadi

furfural. Dimana, produk berupa furfural juga ikut terdekomposisi menjadi produk lain,

658
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

yaitu hidroksimetil furfural (Parajo et al., 1995). Pengaruh variabel terhadap perolehan

konsentrasi furfural dapat dilihat pada Gambar 3.

Selain digunakan sebagai katalis dalam proses hidrolisis pentosan untuk

memperoleh furfural, asam asetat dihasilkan dari heksosan yang terkandung dalam

bagas tebu. Asam asetat adalah asam karboksilat yang ditemukan dalam hidrolisat.

Kenaikan molaritas asam asetat dikarenakan asam asetat juga merupakan produk

hidrolisis yang dibentuk dari terputusnya ikatan asetil/gula yang terdapat dalam

hemiselulosa. Kenaikan molaritas asam asetat rata-rata dua kali lipat molaritas asam

asetat awal yang digunakan.

Residu diidentifikasi komponen penyusunnya dengan menggunakan alat

spektrofotometer Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) SHIMADZU 8201-PC dengan

teknik KBr disk, di Laboratorium Kimia Organik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Spektra data FT-IR dikonfirmasi berdasarkan beberapa literatur (Kobayashi et al., 2009;

Wang et al., 2010; Iryani, 2013). Peak gugus fungsi –OH terekam pada wave number

mendekati 3300 cm-1, menurun dengan penambahan konsentrasi katalis asam asetat. Hal

ini mengindikasikan bahwa molekul air dalam residu secara bertahap menghilang dan

reaksi dehidrasi terjadi. Peak pada wave number 2916 s.d. 2974 cm-1 merupakan gugus

fungsi –CH, dan peak tersebut menurun akibat adanya penambahan konsentrasi katalis

asam asetat. Peningkatan konsentrasi katalis menyebabkan ikatan gugus fungsi

hemiselulosa terdegradasi menjadi monomer gula sederhana. Selanjutnya, monomer

tersebut melarut ke dalam air dan terdekomposisi menjadi senyawa lain seperti furfural,

asam organik, dan senyawa lain.

Peak pada wave number 1720 s.d. 1747 cm-1 mewakili gugus fungsi karbonil

(C=O) mulai bergeser, dimana komponen hemiselulosa juga menurun dengan

659
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

penambahan konsentrasi katalis asam asetat, artinya semakin banyak furfural yang

terbentuk. Peak pada wave number sekitar 1050 cm-1 menunjukkan adanya peristiwa

dekomposisi gugus fungsi hemiselulosa dan selulosa, dimana terlihat peak bervibrasi

setelah penambahan konsentrasi katalis asam asetat. Hasil analasis FT-IR seperti

ditunjukkan pada Gambar 4.

Berdasarkan optimasi yang telah dilakukan dengan Response Surface

Methodology (RSM) menggunakan Software Design Expert 7.0.0. diprediksi kondisi

optimum untuk memperoleh furfural dari proses hidrolis pentosan dalam penelitian ini
o
adalah pada temperatur dan waktu hidrolisis 140,01 C selama 5,99 jam pada

konsentrasi katalis asam asetat glasial sebesar 5,99% dengan perolehan konsentrasi

furfural sebesar 7,75 g/l pada molaritas asam asetat 2,94 mol/ml, dengan persamaan

matematis sebagai berikut:

Konsentrasi Furfural = –22,2897 + 0,18844X1 + 4,92148X2


+ 1,58429X3 – 0,0319X1X2– 0,010134X1X3
– 0,000509X2X3
Molaritas Asam Asetat = 24,188 – 0,332 X1 – 0,767 X2 + 0,0000795 X3
+ 0,00813 X1X2 + 0,0014 X1X3 + 0,0216 X2X3 +
0,001125 X12 – 0,0277 X22 + 0,000 X32
Keterangan:

Y = Konsentrasi Furfural (mg/ml)

X1 = Temperatur Hidrolisis (oC)

X2 = Waktu Hidrolisis (jam)

X3 = Konsentrasi Katalis Asam Asetat (%)

660
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Waktu dan temperatur hidrolisis, serta konsentrasi katalis asam asetat glasial yang

semakin tinggi akan menghasilkan konsentrasi furfural yang semakin tinggi.

Namun, pada temperatur hidrolisis 160 oC terjadi penurunan konsentrasi furfural

seiring bertambahnya waktu hidrolisis, karena furfural terdekomposisi menjadi

produk lain.

2. Molaritas asam asetat miningkat rata – rata 2 kali lipat dari molaritas asam asetat

awal yang digunakan.

3. Optimasi dilakukan dengan Response Surface Methodology (RSM) menggunakan

Software Design Expert 7.0.0. diprediksi kondisi optimum untuk memperoleh

furfural dari proses hidrolis pentosan dalam penelitian ini adalah pada temperatur

dan waktu hidrolisis 140,01 oC selama 5,99 jam pada konsentrasi katalis asam

asetat glasial sebesar 5,99% dengan perolehan konsentrasi furfural sebesar 7,75

g/ldan molaritas asam asetat 2,94 mol/ml.

DAFTAR PUSTAKA

Aguilar R et.al. 2002. Kinetic study of the acid hydrolysis of sugar cane bagasse. J. of
Food Engineering. 55(2002): 309–318.

Andaka G. 2011. Hidrolisis Ampas tebu menjadi furfural dengan katalisator asam
sulfat. J. Teknologi. 4(2): 180–188.

Artati. 2010. Konstanta Kecepatan Reaksi sebagai Fungsi Suhu pada Hidrolisa Selulosa
dari Ampas Tebu dengan Katalisator Asam Sulfat. Jurusan Teknik Kimia. FT
Universitas Sebelas Maret.

Dunlop AP. 1948. Furfural formation and behavior. Ind. Eng. Chem. 40: 204–209.

Gandana SG. 1982. Pengawasan Giling Cara Hawaii pada Kondisi di Indonesia.
Majalah Perusahaan Gula Th. XIV No. 2 Juni 1982. BP3G Pasuruan.

661
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

Iryani. 2007. Penentuan Kondisi Optimum Reaksi Hidrolisis Baggase (Ampas Tebu)
Menjadi Furfural. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Iryani, et. al. 2012. Overview of Indonesian Sugarcane Industry and Utilization of its
Solid Waste. Kyushu University. Japan.

Iryani, 2013. Hot compressed water treatment of solid waste material from sugar
industry for valuable chemical production. International Journal of Green
Energy.

Kobayashi, et. al. 2009. Characteristics of solid residues obtained from hot-compressed-
water treatment of woody biomass. Industrial and Engineering Chemistry
Research. 48: 373–79.

Megawati. 2009. Kinetika Reaksi Hidrolisis Ranting Kering dengan Asam Encer pada
Kondisi Non-Isotermis. D3 Teknik Kimia. FT Universitas Negeri Semarang.

Parojo JC, Alonso JL et al. 1995. On The Behavior of Lignin and Hemicelluloses
During The Acetsolv Processing of Wood. Resource Technology.

Wang B, Wang X, & Feng H. 2010. Deconstructing recalcitrant miscanthus with


alkaline peroxide and electrolyzed water. Bioresources Technology. 101: 752–
60.

Air Masuk

2 Air Keluar
Keterangan Gambar 1:
1. Konektor
3
8
2. Termometer
3. Labu Leher Tiga (500 ml)
4
4. Magnetic Stirrer
5
5. Hot Plate
6
6. Sumber Listrik
7. Kondensor
8. Tabung Erlenmeyer (250 ml).
Gambar 1. Rangkaian Alat Uji Pentosan

662
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

2
1

Keterangan Gambar 2:
00 atm
000 oC

1. Thermocouple
7
2. Pressure Gauge
3. Pemanas
6
4. Pengaduk
3
5. Motor Penggerak
8
000 oC
000 oC
6. Autoclave
4

7. Valve uap
SET

of f

on
9

5
8. Valve cairan
9. Controller
9. ml).
Gambar 2. Rangkaian Alat Hidrolis

A B
10 10

8 8
Konsentrasi Furfural (mg/ml)

Konsentrasi Furfural (mg/ml)

6 6

4 4

2 2
2% katalis asam asetat 140 o C
4% katalis asam asetat 150 o C
6% katalis asam asetat 160 o C
0 0

Temperatur Hidrolisis 160 oC Konsentrasi Katalis Asam Asetat Glasial 6%

0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7
t (jam) t (jam)

Gambar 3. Pengaruh Variabel terhadap Perolehan Konsentrasi Furfural

663
Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung
3 November 2015

-OH
Transmitance (%)
-CHn C=O C-O-C C-O Glycosidic

6% Acetic Acid Catalyst

4% Acetic Acid Catalyst

2% Acetic Acid Catalyst

Raw Material

4000 3000 2000 1000

Wave Number (1/cm)

Gambar 4. Grafik Hasil Analisis Bahan Baku dan Residu dengan Menggunakan FT-IR

Temperatur 150 oC selama 6 jam dengan Konsentrasi Katalis 2%


Temperatur 160 oC selama 1 jam dengan Konsentrasi Katalis 4%
Temperatur 160 oC selama 1 jam dengan Konsentrasi Katalis 6%
Design-Expert® Software

Konsentrasi Furfural
7.74677
Bahan Baku Bagas Tebu
4.98436

X1 = A: X1
X2 = B: X2
7.8
Actual Factor
C: X3 = 5.99
Konsentrasi Furfural

7.225

6.65

Design-Expert® Software
6.075
Konsentrasi Furfural
7.74677
5.5
160.00 4.98436
155.00
6.00 X1 = A: X1
4.75 150.00 X2 = B: X2
3.50 145.00 A: X1 7.8
2.25 Actual Factor
1.00 140.00 C: X3 = 5.99
B: X2
Konsentrasi Furfural

7.225

Gambar 5. Grafik Permukaan Respon Konsentrasi Furfural terhadap Temperatur


6.65

Hidrolisis (X1) dan Waktu Hidrolisis (X2) pada Konsentrasi Katalis Asam Asetat
6.075

Glasial Optimum (X3)


5.5

6.00
4.75
3
664
B: X2

Anda mungkin juga menyukai