Anda di halaman 1dari 44

Kelompok 4

Naurah Hanun Salsabila (1515033)


Willy Thomson (1515043)
Hendrifan Adinegoro Nainggolan (1515046)
Dinda Pangesti (1515047)

TK02 2015
Politeknik STMI Jakarta

1
POLIMERISASI SKALA
LABORATORIUM DAN PILOT PLANT
11.1. POLIMERISASI SKALA LABORATORIUM
Produk polimer diproduksi dengan skala industri dengan output puluhan bahkan ratusan
ton per harinya mengingat serapan pasar yang cukup tinggi. Namun demikian, pada tataran lain
yaitu penelitian dan pengembangan, sebagian besar produk polimer tersebut dibuat dalam skala
kecil atau skala laboratorium dengan volume hasil, 0,1 – 2 kg per batch. Meskipun volume
hasilnya sedikit, pecobaan skala laboratorium ini merupakan penelitian dasar sebelum
melangkah ke skala lebih tinggi (skala pilot plant maupun skala indusri). Berikut diilustrasikan
beberapa pembuatan polimer skala laboratorium yang pernah dilakukan.

2
11.1.1. Pembuatan Perekat Urea-Formaldehid
Produk urea-formaldehid yang merupakan perekat kayu dibuat dengan mereaksikan urea
dengan larutan buffer asam borat. Katalisator yang dipakai adalah soda api. Percobaan dilangsungkan
melalui empat tahap.
•Tahap pertama adalah pemurnian area sebagai bahan baku
•Tahap kedua proses polimerisasi secara batch dalam labu leher tiga
•Tahap Ketiga adalah proses dehidratasi guna pemekatan hasil. Proses polimerisasi berlangsung pada
suhu 90°C selama 50 menit
•Tahap keempat yaitu hasil polimer perekat selanjutnya dites atau diuji kualitasnya.

3
Bahan Baku

Bahan baku perekat urea-formaldehid dengan sifat-sifatnya diuraikan sebagai berikut.


Urea (CO(NH2)2)
Bahan ini berwujud kristal putih mudah menyerap air yang juga digunakan untuk pupuk.
Bahan disimpan dalam botol berwarna (jangan menggunakan botol bening putih) ditutup dan
dihindarkan dari sinar matahari langsung
Formaldehid (HCOH)
Digunakan larutan fomalin 35% dalam kemasan botol satu liter. Sebelum dipakai, larutan ini
perlu dianalisis kadar formaldehid dan PHnya. Bila larutan formaldehid awal bersifat asam, sebelum
digunakan untuk reaksi, larutan dinetralkan dulu dengan basa (larutan NaOH).

4
Asam borat (H3BO3)
Dipakai asam borat padat berupa kristal putih, dalam satu batch dipakai asam borat
sebanyak 5 gram. Asam borat berfungsi sebagai larutan buffer.
Larutan soda api (NaOH)
Larutan soda api dibuat dengan melarutkan NaOH flake ke dalam air (akuades) hingga
mempunyai konsenterasi 50%. Banyaknya larutan soda api yang ditambahkan ke dalam reaksi
berpatokan pada target pH sekitar 8-10.
Alkohol
Digunakan alkohol 95%. Alkohol dipakai untuk mengencerkan produk hasil perekat.
Asam oksalat ((COOH)2.2H2O)
Asam oksalat berbentuk padatan, digunakan untuk membuat suasana asam(ph<7) larutan
urea-formaldehid digunakan sebagai perekat.

5
Pemurnian Urea

Urea dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Urea dilarutkan dalam air


sebanyak mungkin (asal masih tetap larut pada suhu 90-100C (dengan pemanasan).
Setelah larut semua, larutan urea panas disaring, untuk memisahkan kotoran yang
tidak larut, menggunakan perangkat seperti pada Gambar 11.1 (corong Buchner).
Larutan urea kemudian didinginkan sampai suhu kamar, dengan sekali diaduk, agar
kristal urea yang terjadi tidak menggumpal besar. Hasil kristalisasi disaring dengan
corong Buchner.

6
7
Proses Polimerisasi

Formaldehid atau formalin dimasukkan ke dalam reaktor(labu leher tiga) diikuti asam
borat, urea, dengan jumlah mengikuti tabel 11.1. Selanjutnya air pendingin
dijalankan, pengaduk dan pemanas listrik dihidupkan hingga mencapai suhu 120C
(dengan pemanas gliserol atau pemanas listrik mantel). Saat suhu dalam reaktor
konstan 90C, masukkan katalisator larutan soda api ke dalamnya melalui pendingin
balik. Waktu reaksi selama 50 menit dihitung saat pemasukan katalisator tadi. Hasil
reaksi kemudian didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu distilasi guna proses
dehidratasi.

8
9
10
Dehidratasi

Proses ini bertujuan memekatkan cairan perekat hasil polimerisasi hingga


mencapai kekentalan yang dikehendaki. Pertama, penjepit selang ditutup.
Selanjutnya pengaduk dan pemanas gliserol dihidupkan, demikian juga dengan air
pendingin. Setelah keran manometer dibuka, tekanan dalam labu diatur 20 mmHg
dengan membuka/mengatur secara perlahan penjepit selang (no.4 dam 10). Suhu
dalam labu dipertahankan 40C. Proses dijalankan selama satu jam, hasil larutan
pekat kemudian disimpan dalam botol guna dilakukan pengujian kualitas.

11
12
Pengujian Kualitas
Pengujian kualitas produk polimer perekat meliputi penentuan konversi optimum resin
polimer, uji aplikasi, dan uji sifat-sifat fisis. Konversi ditunjukkan dengan pengukuran kadarr resin yang
terbentuk yang dinyatakan dalam persen sebagaimana disajikan pada tabel 11.2.

13
Dari tabel 11.2 terlihat bahwa kandungan resin terbanyak mencapai pada perbandingan urea
: formaldehid = 1 : 0,5.Berikutnya terlihat penambahan formaldehid justru menurunkan kadar resin.
Hal ini bisa dipahami mengingat terjadi ekses atau kelebihan formaldehid yang tidak bereaksi dan
menguap sehingga akhirnya kandungan resin menurun.

14
15
Dari tabel diatas, pada awalnya kuat geser semakin besar seiring
pertambahan formaldehid. Namun itu tidak seterusnya, pada titik tertentu akan
dicapai kondisi optimum saat perbandingan urea : formaldehid = 1 : 2. setelah titik
tersebut penambahan formaldehid justru memperlemah kuat geser. Sedangkan
pengujian sifat-sifat fisis melliputi pengaruh perbandinga pereaksi terhadap
volatilitas, spesifik grafity, dan sebagainya tidak dilakukan.

16
11.1.2 Pembuatan Poliester
Salah satu produk poliester yang terkenal adalah polietilen tereftalat (PET) dan nilon. Pembuatan nilon salah
satunya adalah berbasis proses esterifikasi dimana asam adipat direaksikan dengan etanol (alkohol) hingga
membentuk dietil adipat. Dietil adipat kemudian juga direaksikan dengan etilen glikol hingga membentuk
poliester (proses poliesterifikasi).

Bahan baku
Bahan baku yang dipergunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut :
a) Asam adipat (HOOC-(CH2)4-COOH)
Berat molekul 146,14 , kerapatan 1,36 , titik lebur 152°C , titik didih 256°C , kelarutan dalam air pada temperatur
15°C adalah 1,4g/100g
b) Etanol (C2H5OH)
Dipakai alkohol absolut dengan berat molekul 46,17, kerapatan 0,81g/mL ,titik didih 78,2°C
c) Etilen Glikol (HOCH2CH2OH)
Berat molekul 62,07 , kerapatan 1,113g/mL , titik didih 197,4°C, larut dalam air dan alkohol
d) PTSA (asam para toluen sulfonat) 17
e) Bahan-bahan lain
Bahan pelengkap lain guna analisis adalah asam perklorat, etil asetat, asetat anhidrid, natrium hidroksida, metanol,
dan sebagainya

Esterifikasi
Pada mulanya asam adipat dimasukkan ke labu leher tiga, kemudian diikuti katalisator PTSA. Pengaduk
dijalankan, pemanas dan pengatur suhu juga dijalankan. Setelah suhu reaksi tercapai, etanol masuk kedalam labu.
Pada akhir waktu reaksi, campuran didinginkan. Campuran reaksi dipisahkan dengan etanol sisa menggunakan
sistem distilasi hampa. Campuran hasil dietil adipat dan PTSA dipisahkan dengan penambahan air kloroform. Air
akan melarutkan PTSA dan asam adipat sisa, sedangkan dietil adipat larut dalam kloroform. Campuran dietil
adipat dan kloroform sebagai lapisan bawah dipisahkan memakai corong pemisah. Selanjutnya dicuci kembali
dengan air guna memisahkan kemungkinan adanya asam adipat dan PTSA sisa lalu dipisahkan lagi. Terakhir
campuran dietil adipat dan kloroform dipisahkan melalui distilasi hampa.

18
Kinetika Reaksi Esterifikasi

Dari pengambilan sampel secara perodik, analisis kadar asam adipat sisa dilakukan dengan titrasi menggunakan
larutan NaOH standar. Hasi analisis kadar asam adipat sisa (karboksilat sisa) yang didapat merupakan fungsi
waktu reaksi pada suhu reaksi tersebut.

19
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada awal reaksi terjadi perubahan reaksi yang cukup besar. Ini karena
pada awal reaksi konsentrasi reaktan konsentrasi reaktan cukup besar sehingga kecepatan reaksi sangat
tinggi. Namun, pada akhir reaksi kecepatan reaksi hampir konstan karena mendekati keadaan setimbang.
Adanya air pada awal reaksi dapat mempercepat tercapainya kesetimbangan reaksi.

20
Kecepatan laju reaksi esterifikasi didekati dengan reaksi kesetimbangan (bolak-balik) orde dua, yang dituliskan
dengan:
−𝑑𝐶𝐴
= k1CACB – k2CECW
𝑑𝑡

A = gugus –COOH, B = gugus –OH, E = gugus ester, dan W = air, k1 dan k2 adalah konstanta kecepatan reaksi.
Konstanta kesetimbangan reaksi K= k1/k2 merupakan tetapan yang digunakan untuk memperkirakan seberapa
besar konversi maksimum dapat tercapai.

21
Poliesterifikasi

Poliesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan dietil adipat hasil esterifikasi dengan etilen
glikol menggunakan katalisator PTSA. Pompa hampa dan pemanas dihidupkan, suhu dipertahankan
dengan mengatur thermocontroller. Kemudian dimasukkan etilen glikol (jumlah yang stoikiometri
dengan dietil adipat) ke dalam labu. Pada akhir waktu reaksi, hasil didinginkan, bentuknya menjadi
padatan (cairan yang sangat kental).

22
Kinetika Poliesterifikasi
Untuk keperluan kinetika reaksi poliesterifikasi, sisa gugus –OH dari etilen glikol dianalisis setiap saat.
Sampel diambil setiap 45 menit, ditimbang, lalu dilarutkan dengan kloroform atau karbon tetraklorida,
terus ditambah dengan larutan standar asetat anhidrida dalam asam asetat glasial. Contoh hasil analisis
disajikan pada tabel 11.7

Pada dasarnya, reaksi poliesterifikasi ini bersifat bolak-balik (ketimbangan):


Dietil adipat + etilen glikol glikol adipat + etanol
H5C2OOC-(CH2)4-COOC2H5 + HO-CH2-CH2-OH H5C2OOC-(CH2)4-COO-CH2-CH2-OH + C2H5-OH
Agar reaksi bergeser ke kanan (ke arah hasil poliester). Reaksi dihampakan supaya etanol hasil reaksi menguap dari campuran reaksi. Dengan
demikian, reaksi bisa dianggap searah. Persamaan kecepatan reaksinya adalah :
−𝑑𝐶𝐴
= kpCACB
𝑑𝑡

A = gugus etil ester dari dietil adipat, B = gugus –OH dari etilen glikol, dan kp adalah konstanta kecepatan reaksi. Konstanta kecepatan reaksi
diperoleh dari interpretasi data pada tabel 11.7, berdasarkan permasaan kecepatan reaksi di atas, dan diperoleh hasil yang ditunjukkan pada
tabel 11.8

23
24
11.1.3. PEMBUATAN RESIN ALKID
Alkid = salah satu jenis bahan pelapis (coating) atau cat
Tahap pembuatan resin Alkid :
1. Reaksi gliserolisis minyak kedelai (dalam bentuk trigliserida) dengan gliserol guna memperoleh
monogliserida.
2. Reaksi poliesterifekasi monogliserida dengan ftalat anhidrat untuk memperoleh resin alkid
yang termodifikasi.

25
Berikut hasil percobaan yang pernah dilakukan :
1. Bahan baku
a. Gliserol (CH2OHCHOHCH2OH)
BM= 92 g/gmol ; t.d= 290 °C ; Larut dalam air&alkohol ; kemurnian gliserol 86% dan sisanya
air.
b. Ftalat anhidra (C6H4(CO)2O)
BM= 148 g/mol ; t.d= 284,5 °C ; t.lebur= 130,8 °C ; larut dalam air&alkohol.
c. Minyak kedelai (soya bean oil)
densitas= 0,923 g/mL ; t,lebur= -23 °C ; flash point= 316,7 °C.
Minyak kedelai ini merupakan senyawa trigliserida dengan komposisi:
-Asam lemak jenuh (asam stearat 4% dan asam palmitat 10%)
-Asam lemak tak jenuh (asam lenolenat 7-10%, asam linoleat 51%, asam oleat 23%)

26
2. Proses Gliserolisis Minyak Kedelai
1. Timbang minyak kedelai dgn berat yg sudah ditentukan
2. Masukkan ke labu leher tiga, hidupkan pengaduk
3. Jalankan pemanas hingga suhu 180 °C
4. PbO sebagai katalisator sejumlah 0,2% berat minyak kedelai
5. Tambahkan gliserol dengan berat 18,4 gram kedalam labu
6. Reaksi di pertahankan pada suhu 180 °C selama 2 jam

Asumsi = BM minyak 900 g/gmol ; maka dipakai minyak = 0,05 gmol dan gliserol =0,2 gmol.
Kelebihan gliserol digunakan untuk menghindari terbentuknnya digliserida.
Gliserida memiliki 2 lapisan yaitu ; lapisan bawah (gliserol sisa dan monogliserida) dan lapisan atas
(gliserida sisa)
Kromatografi = alat untuk memisahkan dan menganalisis lapisan gliserida

27
28
29
3. Polimerisasi (Poliesterifikasi)
Proses:
1. Menambahkan ftalat anhidrida kedalam labu yg berisi monogliserida hasil proses gliserolisis.
2. Pendingin air dijalankan demikian pula dengan pemanasan dengan target suhu 200 °C
3. Proses dijalankan selama 3 jam
4. Setelah selesai, suhu diturunkan ke 120 °C, setelah itu tuang dan lakukan analisis

30
31
32
33
11.1.4 Polimerisasi Emulsi Vinil Asetat

Polivinil asetat (PVAc) banyak digunakan sebagai perekat, yang dibuat secara polimerisasi emulsi.
Produk PVAc yang digunakan tetap berbentuk emulsi, kenampakannya seperti cairan yang sangat kental,
berbau asam asetat, Prinsip polimerisasi emulsi sudah dibahas pada BAB sebelumnya. Hal yang penting di
sini adalah, monomer tidak larut dalam air dan jumlah air harus lebih banyak daripada jumlah monomer.
Resep umum yang biasa digunakan adalah : monomer 100, air 180, emulsifier/surfaktan 2-5. dan inisiator
0,1-0,5

Bahan baku
a. Monomer vinil asetat (CH3COO-CH=CH3)
Monomer ini berupa cariran bening dengan t.d 72,7 C, mempunyai rapat massa 0,9338 g/mL dan
kemurniaan 99%+.
b. Aerosol OT
Bahan ini sebagai emulsifier, seperi gel dengan rapat massa 1,09g/mL. Nama kimianya adalah
dioctyl ester of sodium sulphosuccinic acid.
c. Kalium Persulfat (K2S2O8)
Digunakan sebagai inisiator yang larut dalam air, berupa kristal putih, kemurniaan 99%+.

34
Poilmerisasi Emulsi
Rangkaian alat yang digunakan diilustrasikan pada gambar 11.8. Prinsip rangkaian alat ini sama
dengan rangkaian alat yang ditunjukan pada gambar 11.2 dan 11.4, hanya pendingin baliknya
menggunakan jenis bola, Akuades sebanyak 120mL disiapkan, sejumlah 110mL dimasukkan ke
dalam labu leher tiga, dan sisanya 10mL digunakan untuk melarutkan inisiator kalium persulfat,
Emulsifier Aerosol OT sejumlah tertentu (1-5 gram) dimasukkan ke dalam labu leher tiga, sambil
diaduk dan dipanaskan. Suhu reaksi diatur agar itu, monomer vinil asetat sebanyak 30gram
dimasukkan ke dalam labu leher tiga, pengaduk tetap dijalankan agar terjadi emulsi di dalam
campuran reakksi. Setelah emulsi terjadi dan suhu 65 C sudah tercapai, laturan K2S2O8(0,01-0,2
gram) dalam akuades yang sudah dipersiapkan sebelumnya dimasukkan ke dalam labu leher tiga.
Reaksi dijalankan selama 20-40menit, sambil dijaga suhunya tetap. Pada akhir waktu reaksi, emulsi
polivinil asetat dituangkan keluar labu leher tiga. Bila diinginkan untuk uji perekat, emulsi PVAc
tersebut dipekatkan dulu, dengan cara menguapkan air pada kondisi hampa dan suhu rendah.
Rangkaian alat yang digunakan seperti pada proses dehidratasi larutan urea-formaldehid yang
ditunjukkan pada Gambar 11.3
Hasil percobaan yang pernah dilakukan pada polimerisasi emulsi vinil asetat menunjukkan
bahwa dengan waktu reaksi 20-30 menit konversi vinil asetat berkisar 75-97%

35
36
11.1.5 Polimerisasi Suspensi Stiren
Produk polistiren (PS) mempunyai bermacam-macam bentuk. Salah satu produk Polistiren adalah EPS,
yang dibuat dengan polimerisasi suspensi. Hasilnya berbentuk butiran padatan polistiren. Monomer tidak
larut dalam air, dan inisiator yang digunakan larut dalam monomer, bukan di fase air.

Bahan yang dipergunakan


a. Monomer stiren (C6H5-CH=CH2)
Monomer ini berupa cairan dengan titik didih normal 145,15°C, kemurnian 99%+, mengandung inhibitor
tertier butyl catechol. Sebelum digunakan, lebih baik monomer stiren dimurnikan dulu dengan distilasi
hampa untuk memurnikan dari inhibitor.
b. Benzoil peroksid (C6H5COO-OOCC6H5)
Bahan ini berbentuk serbuk putih dengan kadar aktifnya 25%
c. Zinc oxide (ZnO)
Berupa serbuk putih, digunakan sebagai suspension agent
d. Amonium hidroksida (NH4OH)
Berubah larutan NH3 dalam air, yang digunakan sebagai pengatur pH campuran suspensi

37
Proses Polimerisasi Suspensi
Untuk aquades 100mL, monomer stiren yang digunakan 50 gram, benzoil peroksid 0,75-3 gram, ZnO sebanyak
0,5-2,5 gram. Akuades dan ZnO dimasukkan ke dalam labu leher tiga sambil diaduk dan dipanaskan. Campuran
diatur pH-nya dengan menambahkan larutan NH4OH agar pada pH = 10. Reaksi dijalankan pada suhu 60-90oC,
dengan mengatur suhu water bath. Setelah suhu yang diinginkan tercapai, monomer stiren dan benzoil
peroksid dimasukkan. Pengadukan harus tetap dijaga agar terjadi dispersi monomer dalam fase air. Reaksi
dijalankan sampai 5 jam. Pada akhir waktu reaksi, pemanasan dihentikan, hasil suspensi didinginkan dan
disaring. Hasil butiran polistiren yang diperoleh dicuci dengan akuades, kemudian direndam dalam larutan HCl
encer (1-5%) untuk menghilangkan ZnO yang ada di permukaan butiran. Contoh hasil polistiren suspensi
disajikan pada gambar 11.9 dan11.10. dengan waktu reaksi 5 jam, konversi stiren hanya sekitar 16% pada suhu
60oC, tetapi lebih dari 90% pada suhu 90oC. Distribusi diameter butiran PS berkisar antara 0,1-1 mm, dengan
rata-ratanya sekitar 0,2-0,6 mm. Bentuk butiran cenderung bola, seperti terlihat pada gambar 11.10, dan
terlihat bening

38
39
11.2. POLIMERISASI SKALA PILOT
PLANT
Biasa disebut “pabrik mini” karena pada dasarnya mempunyai peralatan proses dan kondisi operasi
yang mirip atau relatif sama dengan pabrik skala industri, hanya saja skalanya kecil.

Kegunaan pilot plant:


1. Untuk pengembangan proses (process development)
2. Dapat diperoleh berbagai variabel desain secara lebih akurat
3. Sebagai “jembatan” antara penelitian labolatorium dengan proses skala industri

40
41
Pertanyaan
1. Ezra
Kenapa harus dihilangkan dan apa fungsi dari ZnO pada polimerisasi suspensi stiren?
2. Zulfa
Mengapa daya serap air berbanding terbalik dengan % berat Ftalat Anhidrida?
3. Ryan
Pembuatan perekat formaldehid, apa hasil polimerisasinya?
4. Dicky
Minyak kedelai berbau tengik atau tidak?
5. Dinda Rere
Mengapa perbandingan optimum urea dengan formaldehid adalah 1 : 2 ?

42
Jawaban
1) ZnO pada polimerisasi suspensi stiren berfungsi sebagai suspensi agent, dimana suspensi
agent digunakan untuk meningkatkan viskositas sehingga ZnO harus dihilangkan agar tidak
menyebabkan suspensi sulit terkonstitusi dengan pengocokan dan sulit dituang
2) Daya serap air berbanding terbalik dengan % berat ftalat Anhidrida karena pada penentuan
daya serap air menggunakan rumus yang telah ditentukan, sehingga saat perhitungan hasil
percobaan yang didapat adalah berbanding terbalik
3) Hasil polimerisasi pembuatan perekat formaldehid adalah adhesive fenol formaldehid.
Adhesive fenol formaldehid bersifat termoset, kuat, keras, dan tidak larut. Adhesive fenol
formaldehid dibuat dengan reaksi polimerisasi kondensasi

43
4) . Minyak kedelai berbau tengik karena oksidasi pada minyak dapat menimbulkan ketengikan
(rancidity). Adanya proses penyimpananlah yang mengakibatkan terjadinya perubahan rasa dan bau
pada minyak. Kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang
disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh proses autooksidasi radikal asam lemak tidak
jenuh dalam minyak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan faktor-faktor yang dapat
mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat,
dan enzim-enzim lipoksidase. Ketengikan juga terjadi karena terbentuknya peroksida dan
hidroperoksida sebagai produk primer dan produk sekunder berupa aldehid dan keton. Oksidasi
minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau
tengik dan rasa getir. Akan tetapi Proses ketengikan pada minyak nabati ini dapat dicegah dengan
adanya penambahan antioksidan. Antioksidan merupakan zat adifit yang digunakan untuk menjaga
kestabilan dan kualitas makanan dengan menghambat proses oksidasi pada lemak, antioksidan juga
dapat menghambat proses oksidasi pada oksigen yang ada pada temperatur kamar yang bisa merusak
makanan.
5) Karena pada percobaan pengaruh rasio urea dan formaldehid dengan kuat geser mencapai kondisi
maksimum di perbadingan mol 1:2, di percobaan tersebut yang telah dilakukan beberapa kali hasil
yang didapat adalah pada perbadingan 1:2 dan saat perbadingannya lebih dari 1:2 kuat gesernya
menjadi lebih kecil.

44

Anda mungkin juga menyukai