PROPOSAL UTE - KELAYAKAN PARAMETER KIMIA KUALITAS AIR UNTUK USAHA BUDIDAYA IKAN NILA DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PASIR (STUDI KASUS KEL. KALUMEME, KEC. UJUNG BULU, KAB. BULUKUMBA).docx
PROPOSAL UTE - KELAYAKAN PARAMETER KIMIA KUALITAS AIR UNTUK USAHA BUDIDAYA IKAN NILA DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PASIR (STUDI KASUS KEL. KALUMEME, KEC. UJUNG BULU, KAB. BULUKUMBA).docx
BAHRUL ULUM
10594 0734 12
Pembimbing 1, Pembimbing 2,
Mengatahui :
wilayah dari Kelurahan Kalumeme adalah sebagai berikut: sebelah utara desa
salemba kec. Ujung loe, sebelah selatan kel. Kalumeme kec. Ujung bulu, sebelah
timur laut florest kec. Ujung bulu dan di seblah barat desa palambarae kec.
Gantarang.
tambak : 192 ha/m2, dan yang memprihatikannya dari luasan kelurahan kalumeme
secara keseluruhan, 75% menjadi lahan tidur. Contohnya saja pada lahan empang
/ tambak yang dulunya di alur fungsikan sebagai tambang pasir, seiring dengan
berjalannya waktu muncul pro dan kontra bahwa kegiatan tersebut berdampak
pada area pemukiman, sehingga lokasi tersebut tidak digunakan sama sekali,
kelurahan kalumeme.
Dari masalah tersebut lahir salah satu jalan keluar untuk mengatasi lahan
tidur tersebut, salah satu upaya untuk mengoptimalkan kembali lahan bekas
tambang pasir adalah usaha kegiatan budidaya ikan nila dengan sistem keramba
jaring apung.
Keramba jaring apung (KJA) merupakan suatu sarana pemeliharaan ikan
atau biota air yang kerangkanya terbuat dari bambu, kayu, pipa pralon atau besi
berbentuk persegi yang diberi jaring dan diberi pelampung seperti drum plastik
atau streoform agar wadah tersebut tetap terapung di dalam air. Dimana dalam
merupakan factor utama dalam keberhasilan usaha tersebut dan diantara factor
salinitas, arus dan ketersediaan nutrient (Lobban and Harrison, 1997). Oleh karena
itu factor fisika dari seuatu perairan menjadi salah satu penentu keberhasilan
usaha budidaya ikan nila sistem keramba jarring apung. Parameter lingkungan
yang menjadi penentu lokasi yang tepat untuk budidaya adalah Oksigen terlarut,
Berdasarkan studi referensi dan hasil penelitian yang ada, maka peneliti
meliputi oksigen terlarut, pH, amoniak, nitrat, fofat dan BOD pada lokasi
meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut derah tersebut serta dapat
dijadikan sebagai ajuan kualitas kimia sumber air pada pengelolaan sistem
Ekosistem tambak adalah suatu hubungan timbal balik antara unsur biotik
dengan abiotik di dalam tambak. Banyak kesamaan antara daerah tambak dengan
daerah estuarine dalam hal pasang surut, salinitas kandungan dan komposisi
tempat untuk budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Lokasi
pertambakan yang baik adalah lokasi yang mempunyai sumber daya air yang
cukup, tersediah setiap saat apabila di perlukan (Purnomo, 1992). Secara umum
bandeng, ikan nila, ikan kerapu, ikan kakap putih, dan sebagainya. Tetapi tambak
berorientasi eksport. Tingginya harga ikan nila menarik perhatian para pengusaha
untuk terjun dalam budidaya tambak ikan nila. Para pengusaha di bidang lain yang
sebelumnya belum pernah terjun dalam usaha budidaya tambak ikan nila secara
beramai-ramai membuka lahan baru tanpa memperhitungkan aturan-aturan yang
Masalah yang menonjol adalah terjadinya dehidrasi lingkungan pesisir akibat dari
membawa dampak yang sangat serius terhadap produktivitas lahan bahkan sudah
Permasalahan yang dihadapi oleh para petambak ikan nila saat ini sangat
kompleks, antara lain penurunan produksi yang disebabkan oleh berbagai macam
penyakit, adanya berbagai pungutan liar di jalan sampai pada harga ikan yang
tidak stabil. Semuanya ini merupakan dilematis bagi para petambak, padahal
sebagaoi tambak ikan nila masih cukup besar. Timbulnya permasalahn tersebut
unsur-unsur kimia di perairan. Bahan kimia yang masuk ke perairan baik yang
bersifat sebagai bahan pencemar maupun tidak, dapat dimodelkan untuk mengkaji
pola distribusi konsentrasinya. Segala jenis parameter bahan kimia yang masuk
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengukuran parameter kimia air yang
diantaranya: (1) Derajat Keasaman (pH), (2) Salinitas, (3) Oksigen Terlarut (DO),
a. Pengertian
negatif te H), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas
dalam satu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktifitas ion
hydrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen
(dalam nol per lter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH = - log (H+) (kordi
Suatu ukuran yang menunjukkan apakah air bersifat asam atau dasar dikenal
sebagai pH. Lebih tepatnya pH menunjukkan konsentrasi ion hydrogen dalam air
dan didefinisikan sebagai logaritma asam bila pH dibawah 7 dan dasar ketika pH
di atas 7. sebagian besar nilai pH ditemui jatuh antara 0 sampai 14. pH yang baik
oksida serta hasil emisi industri lainnya akan lebih meningkatkan ke asaman air
hujan. Adapun air murni bersifat netral (PH 7), pada kondisi demikian maka ion-
ion penyusunnya (H+ dan OH) akan terdisosiasi pada keadaan setimbang (Irianto,
2005).
Menurut Susanto (1991), keasaman air atau yang populer dengan istilah pH
air sangat berperan dalam kehidupan ikan. Pada umumnya pH yang sangat cocok
untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,7 – 8,6. Namun begitu, ada jenis ikan
bertahan hidup pada kisaran pH yang sangat rendah ataupun tinggi, yaitu antara
4 – 9.
mengandung asam-asam mineral bebas dan asam karbonat. Keasaman tinggi (pH
rendah) juga dapat disebabkan adanya FeS2 dalam air akan membentuk
Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif stabil dan berada dalam
kisaran yang sempit. Biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4 pH dipengaruhi olah
yang dikandungnya (Boyd, 1982, Nybakkan, 1992 dalam Irawan et al, 2009)
2.3.2. Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai berat (gram) dari garam laut terlarut pada 1 kg
air laut. Menurut pendapat Hutabarat et al., (1985), bahwa kisaran salinitas yang
masih dapat di toleransi oleh organisme perairan tambak antara 15-35 0/00.
Sedangkan menurut sachlan (1982) salinitas yang sesuai bagi fitoplankton adalah
lebih besar dari 20 yang memungkinkan fitoplankton dapat bertahan hidup,
a. Pengertian
Oksigen terlarut (Dssolved Oxigen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
juga dibutuhkan untuk oksidasi dan anorganik dalam proses aerobic (Salmin,
2005)
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti
kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa dan udara, seperti kekeruhan,
suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara, seperti arus, gelombang dan
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dari
proses fotosintesis tumbuhan air dan dari udara yang masuk ke dalam air.
Konsentrasi DO dalam air tergantung pada suhu dan tekanan udara. Pada suhu
200C tekanan udara satu atmosfer konsentrasi DO dalam keadaan jenuh 9,2 ppm
dan pada suhu 500 C (tekanan udara sama) konsentrasi DO adalah 5,6 ppm
(Manik, 2000)
2.3.4. Nitrat(NO3)
a. Pengertian
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan
nitrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah
larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi
Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam,
seperti dalam tanaman dan air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion
hitrat (ion NO3) ketiga bentuk senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama
terhadap ternak meskipun pada konsentrasi yang berbeda (Stohenow dan Lardy,
Dalam kondisi dimana konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dara terjadi
proses kebaikan dari nitrifikasi yaitu proses denitrifikasi dimana nitrat melalui
nitrit akan menghasilkan nitrogen bebas yang akhirnya akan lepas ke udara atau
dapat juga kembali membentuk ammonium / amoniak melalui proses fikasi altrat
(Barus, 2001).
Ammonia berada dalam air karena pemupukan kotoran biota budidaya dan
hasil kegiatan jasad renik did alam pembusukan bahan organik yang kaya akan
nitrogen (protein). Senyawa asam ini dapat digunakan oleh fitoplankton dan
tumbuhan air setelah diubah menjadi nitrit dan nitrat oleh bakteri dalam proses
Dalam badan perairan, fosfat berada pada bentuk fosfat terlarut dan faktor
organik yang terkandung dalam plankton. Sumber utama fosfat adalah batuan
alami yang mengandung fosfor. Salah satu bentuk fosfat yang ada di air alam
Dalam limbah, fosfat dapat berasal dari limbah domestik, pertanian maupun
industri. Di daerah pertanian, orthofosfat dapat berasal dari pupuk yang larut
bersama air hujan dan masuk ke saluran drainase. Bila kadar fosfat di perairan
terganggu, kondisi ini dinamakan oligotrof. Namun, bila kadarnya sangat tinggi
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Mei 2016
sampel dan Balai Pengembangan Budidaya Air Payau Kab. Maros untuk analisis
Adapun alat dan bahan yang akan digunakan pada saat penelitian dapat
dilihat.
tertumpah
6 Kertas saring Whatman No. 42
Bahan yang digunakan untuk
menyaring sampel.
7 Tabung Reaksi
Untuk menampung air sampel
erlenmeyer
8 Rak Tabung
Sebagai tempat untuk
sebelum di analisis
11 Batang Pengaduk
Untuk mengaduk atau
menghomogenkan
12 Labu ukur
Untuk menampung larutan
analisis.
14 Filler
Untuk mengambil air sampel
pipet
15 Air sampel
Untuk identifikasi fitoplankton
chlorofik-a
cholofil’
21 Sampel Air Untuk diuji kelayakan
pengamatan, (3) variable pengamatan, (4) pengolahan data, (5) analisis data.
3.3.1. Persiapan
Tahap ini meliputih survei lapangan dan pengumpulan informasi mengenai
kondisi umum lokasi penelitian, studi literature dan penentuan metode penelitian
purposif sampling (secara sengaja), yaitu cara penentuan stasiun pengamatan atau
pengukuran sampel air dengan melihat pertimbangan yang didasari atas tiga faktor
dilakukan pada dua kedalaman, yaitu 0,5 m dari permukaan perairan dan 0,5 m
dari dasar, dan pengambilan dan pengukuran sampel air dilakukan empat kali
yang diodifikasi dan telah diberi pemberat serta penutup botol dari styrofom dan
tali. Botol sampel tersebut dimasukan sampai pada kedalaman yang di inginkan
(0,5 m dari permukaan perairan dan 0,5 m dari dasar perairan) lalu ditarik penutup
botolnya, setelah botol sampel penuh terisi air yang ditandai dengan
sampel yang di modifikasi dan telah diberi pemberat serta penutup botol dari
styrofom dan tali. Botol sampel tersebut dimasukan sampai pada kedalaman yang
ran dan 0,5 m dari dasar perarian)lalu ditarik penutup botolnya. Setelah
botol sampel terisi air yang ditandai dengan keluarnya gelembung udara, maka
botol sampel langsung ditarik kepermukaan untuk mengisi botol sampel lain yang
2 salinitas Gram
4 Nitrat Mg/L
5 Fosfat Mg/L
Pengukuran parameter kimia air penelitian ini dilakukan secara langsung
di lab. Maros.
Data yang diperoleh dalam pengukuran parameter kimia air aakan diolah
dilakukan pada tempat yang berbeda pada waktu yang sama. Adapun tehnik
berikut :
3.4.2. Salinitas
prosedur kerja:
5. Titrasi kembali dengan larutan natrium tiosulfat, sampel yang tadinya berwarna
3.4.4. Nitrat
kerja:
2. 5 ml hasil ekstraksi dipipet kedalam tabung reaksi dan di tambahkan dengan 0,5
menit
3.4.5. Fosfat
gr karbon aktif
fosfat
4. Membuat larutan standar dengan kepekatan 0-10 ppm P2O5 dengan cara
pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data. Jadi metode ini juga
DAFTAR PUSTAKA
Beveridge, M. 1987. Cage Aquaculture. Fishing New Books Ltd, Farnhan Surrey
Boyd, C. E. 1983. Water quality in warm water fish pond. Auburnn University
Agricultura. Entertainment.Auburn
Brown, E. and F. Lichkoppler, 1980, Fish Farming Hand Book, AVI Publishing
Company INC, New York.
Dahuri, R., Rais. J., Gintin, S.P., Sitepu, M. J. 2004, Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. Hal
75-207
Dinas Kelautan Perikanan, 2004. Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak.
Direktorat Pembudidayaan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, Jepara
Effendi, H . 2003. Telah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta: Kanisius
Erlina, antic. 2006. Kualitas Perairan di sekitar BBPBAP Jepra ditinjau dari
Aspek Produktivitas Primer sebagai Landasan Operasional Pengembangan
Budidaya Ikan Dan Udang. Tesis. Program Studi Magister Manajemen
Sumberdaya Pantai. Universitas Diponegoro. Semarang
Gufran, M., H. Kordi K., dan Andi Baso Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas
Air. Jakarta: Rineka Cipta.
Hardjojo B dan Djokosetiyanto. 2005. Pengukuran dan analisis Kualitas Air Edisi
Kesatu, Modul 1 – 6. Universitas Terbuka. Jakarta.
KLH. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun
2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.Kementrian Lingkungan
Hidup Republik Indonesia
Salmin. 2005, “Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuuhan Oksigen Biologi (BOD)
sebagai salah satu Indikator untuk menentukan Kualitas Perairan”. Jurnal
oseana, 30. 21-26
pH, oksigen terlarut serta kandungan amonia dan nitrit. Salinitas (kadar garam)
merupakan salah satu sifat kualitas air yang penting, karena mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan udang. Udang yang masih muda, berumur 1-2 bulan
memerlukan kadar garam 15-25 permil (air payau) agar pertumbuhannya optimal.
Bila kadar garam lebih tinggi, pertumbuhannya akan lambat. Namun bila umurnya
sudah lewat 2 bulan, relatif tetap baik pertumbuhannya pada kadar garam lebih
tinggi dari 25 ‰ sampai 30 atau 34 ‰. Pada kadar garam lebih tinggi dari 40 ‰
udang tidak tumbuh lagi. Salinitas yang baik untuk pemeliharaan udang adalah
windu mampu hidup pada suhu 18-350C, tetapi suhu terbaik untuk udang adalah
28-300C. Bila suhu di bawah 180 C nafsu makan udang akan turun, dan bila
suhu di bawah 120 C atau diatas 400 C dapat menimbulkan kematian bagi udang.
Untuk menghindari fluktuasi suhu yang besar, maka dapat dilakukan dengan
untuk kehidupan udang adalah 7,5 – 8,5. Nilai ph air dapat menurun karena proses
fungsi darah untuk mengangkut oksigen menurun sehingga udang sulit bernapas
(BPAP, 2004).
organisme juga untuk mengoksidasi bahan organik yang ada di dasar tambak.
Kekeruhan air dapat terjadi karena plankton, suspensi , partikel tanah atau
besi, sangat berbahaya bagi udang karena partikel tersebut dapat menempel pada
dan Diatomae (warna air coklat) sehingga keseluruhan warna air menjadi coklat
muda atau coklat kehijauan akan sangat baik bagi udang. Kecerahan air identik
dengan kemampuan cahaya matahari untuk menembus air. Kecerahan air sangat
dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam air. Makin besar kecerahan air, maka
penetrasi cahaya juga semakin tinggi sehingga lapisan air untuk berlangsungnya
proses fotosintesis (akibat kandungan oksigen yang tinggi) juga semakin dalam.
Kecerahan air yang baik untuk budidaya adalah 30-35 cm dengan angka minimal
20 cm (BPAP, 2004). Amonia berasal dari kotoran udang dan sisa pakan.
Sebagian besar pakan yang dimakan dirombak menjadi daging atau jaringan
tubuh, sedang sisanya dibuang berupa kotoran padat (faeces) dan terlarut
(amonia). Kadar amonia tinggi di dalam air secara langsung dapat mematikan
(2004), kisaran optimal kadar amonia tak terionisasi (NH3-N) 0,05 – 0,1 mg/l.
Toksisitas nitrit bervariasi menurut stadia larva udang windu dan menurun selama
udang mengalami pertumbuhan dari satu stadia ke stadia berikutnya serta berbeda
menurut spesies udang. Kisaran optimal kadar nitrit pada budidaya udang windu
sehingga desain penelitian ini terdiri dari tiga kali ulangan. Pengukuran parameter
kualitas fisika air dilakukan sekali dalam seminggu dan disesuaikan dengan
prediksi pasang surut, waktu pengukuran yaitu mulai dari pagi hari sampai selesai.
Lama penelitian 5 minggu. Penentuan titik pengukuran parameter kualitas air pada