BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Wangi, dkk. (2016), salah satu dampak dari emisi gas buang terhadap
lingkungan adalah efek rumah kaca. Gas rumah kaca yang paling banyak
menimbulkan pencemaran adalah CO2, CH4, dan N2O. Pada konsentrasi tertentu gas
rumah kaca (CO2, CH4, dan N2O) dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Selain itu
gas rumah kaca (CO2, CH4, dan N2O) juga dapat menyebabkan pemanasan global.
Seiring meningkatnya angka kendaraan bermotor, berarti konsumsi bahan bakar
juga terus meningkat. Berdasarkan data dari BPPT dalam Outlook Energi Indonesia
2016, ketergantungan terhadap energi fosil, terutama minyak bumi dalam pemenuhan
konsumsi di dalam negeri masih tinggi. Pangsa kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)
tahun 2016 adalah sebesar 47,2% dengan sektor transportasi yang paling mendominasi
dengan presentase sebesar 41,9% diikuti sektor industri sebesar 35,5%.
Berdasarkan uraian di atas dan mengingat pentingnya kendaraan bermotor dalam
kehidupan sehari-hari dan ketersediaan energi di masa depan, maka dirasa sangat
penting untuk mempelajari sistem kerja motor bakar melalui praktikum Mesin
Konversi Energi (MKE). Praktikum dilakukan menggunakan motor bakar jenis bensin
4 langkah 4 silinder dengan parameter-parameter yang telah ditentukan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktikum MKE jenis motor bakar adalah sebagai
berikut.
a. Mengetahui hubungan torsi terhadap putaran Crank shaft
b. Mengetahui hubungan daya terhadap putaran Crank shaft
c. Mengetahui hubungan tekanan efektif rata-rata terhadap putaran Crank shaft
d. Mengetahui hubungan konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) terhadap putaran
Crank shaft
e. Mengetahui hubungan efisiensi terhadap putaran Crank shaft
f. Mengetahui hubungan emisi gas buang terhadap putaran Crank shaft
g. Mengetahui hubungan neraca panas terhadap putaran Crank shaft
h. Membuat diagram Sankey terhadap putaran Crank shaft
1.3 Manfaat
a. Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam bidang motor bakar bagi
mahasiswa atau praktikan
b. Hasil dari praktikum dapat menjadi acuan bagi masyarakat maupun industri dalam
merancang motor bakar
c. Luaran praktikum diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sistem lubang. Tetapi melihat konstruksinya yang lebih simpel dan murah serta
memiliki rasio daya – berat dan daya – volume yang tinggi maka motor bakar 2 langkah
cocok untuk sepeda motor dan alat-alat pemotong. (Cengel, 2015)
Dua langkah kerja motor bakar 2 langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut :
i. Langkah piston dari TMA ke TMB
Sebelum piston mencapai TMA, busi dinyalakan pada motor bensin (atau bahan
bakar dikompresikan pada motor diesel) sehingga terjadi proses pembakaran, karena
proses ini piston terdorong dari TMA menuju TMB, langkah ini merupakan langkah
kerja dari motor bakar 2 langkah. Saat menuju TMB, piston lebih dulu membuka
lubang buang sehingga gas sisa pembakaran terbuang , setelah itu dengan gerakan
piston yang menuju TMB, lubang isap terbuka, dan campuran udara bahan bakar pada
motor bensin atau udara pada motor diesel akan masuk ke dalam silinder.
ii. Langkah piston dari TMB ke TMA
Setelah piston mencapai TMB maka piston kembali menuju TMA. Dengan
gerakan ini, sebagian gas sisa yang belum terbuang akan didorong keluar sepenuhnya.
Selain itu, gerakan piston yang turun menuju TMA menyebabkan terjadinya kompresi
yang kemudian akan dilanjutkan dengan pembakaran setelah lubang isap tertutup oleh
piston
(a) (b)
Siklus diesel dapat dirancang dengan rasio kompresi yang tinggi (pada umumnya
12-24). Diagram perbandingan T-S dan P-V dilihat pada Gambar 2.2.2
(a) (b)
Neo = 𝑘 × Ne (2.4)
749 273+ θ
𝑘=𝑃 √
𝑎 −𝑃𝑤 293
Pw = φ × 𝑃𝑠
Persamaan 2.4 memiliki arti di mana
Neo = Daya efektif dalam kondisi standar JIS [PS]
k = Faktor koreksi,
Ne = Daya indikatif [PS]
Pa = Tekanan atmosfir pengukuran [mmHg]
Pw = Tekanan uap parsial [mmHg]
θ = Rata-rata temperatur ruangan saat pengujian [°C],
φ = Kelembaman udara [%], dan
Ps = Tekanan udara standar pada temperatur θ [mmHg].
Ni
ηi = x 632 x 100 % (2.7)
Qb
Ne
Ηe = x 632 x 100 % (2.8)
Qb
Ne
Ηm = x 100 % (2.9)
Ni
Gs.z.60
ηv = x 100 % (2.10)
a .n.Vd .i
Pengujian motor bakar dengan putaran mesin sebagai variabel bebas digunakan
untuk mesinmesin transportasi yang biasanya beroperasi pada putaran yang berubah
ubah. Pengujian motor bakar dengan daya efektif sebagai variabel bebas pada putaran
konstan digunakan pada motor bakar stationer yang biasanya beroperasi pada putaran
konstan terutama pada mesin penggerak generator listrik.
Rentang besar putaran dalam pengujian tersebut mulai dari putaran minimum sampai
melewati kondisi besar daya maksimum mesin.
2.4.1 Hubungan Torsi, Daya Poros dan Specific Fuel Consumption terhadap
Putaran
Gambar 2.4.1 Grafik Hubungan Putaran dengan Torsi, Daya Poros, dan Specific Fuel
Comsumption
Sumber: Arismunandar (1988)
Berdasarkan Gambar 2.4.1 hubungan putaran dengan torsi,daya poros, dan
specific fuel comsumption dapat diketahui hubungan terhadap putarannya
a. Hubungan Torsi dengan Putaran
Berdasarkan Gambar ditunjukkan bahwa dengan bertambahnya putaran (rpm)
maka torsi semakin meningkat sampai mencapai titik maksimum pada putaran tertentu.
b. Hubungan Specific Fuel Consumption terhadap Putaran
Berdasarkan Gambar 2. terlihat bahwa pemakaian bahan bakar yang dimaksud
adalah jumlah putaran/jumlah sirkulasi bahan bakar yang diperlukan untuk tenaga yang
2.4.2 Hubungan Daya Indikatif, Daya Mekanis, dan MEP terhadap Putaran
a. Hubungan Daya Indikatif terhadap Putaran
Berdasarkan Gambar hubungan daya indikasi dengan putaran terlihat bahwa
kurva yang awalnya naik setelah mencapi titik tertentu kurva tersebut akan cenderung
menurun.
b. Hubungan Daya Mekanis terhadap Putaran
Berdasarkan Gambar terlihat semakin tinggi putaran maka daya mekanis
cenderung meningkat. Meningkatnya nilai daya mekanis berdasarkan putaran yang
bernilai hampir konstan meningkat, tingkat kenaikan daya mekanis dibawah daya
indikasi dan daya efektif.
c. Hubungan Mean Effective Pressure (MEP) terhadap Putaran
Berdasarkan Gambar hubungan putaran dengan MEP terlihat bahwa grafik
mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan putaran.
dapat dikompres hingga volume paling kecil tanpa terjadi pembakaran secara spontan,
hal ini berbeda halnya dengan molekul Heptana yang bisa dengan mudah terbakar
walaupun ditekan dengan kompresi yang rendah. Beberapa nilai/angka oktan untuk
bahan bakar (Gupta, 2009) sebagai berikut.
95 → Pertamax Plus
92 → Bensin standar di Taiwan
91 → Pertamax
91 → Bensin standar di Eropa, Pertamax
88 → Bensin tanpa timbal Premium
87 → Bensin standar di Amerika Serikat
2.6 Pembakaran
Secara umum pembakaran didefinisikan sebagai reaksi kimia atau reaksi
persenyawaan bahan bakar oksigen (O2 ) sebagai oksidan dengan temperaturnya lebih
besar dari titik nyala. Mekanisme pembakarannya sangat dipengaruhi oleh keadaan dari
keseluruhan proses pembakaran dimana atom-atom dari komponen yang dapat bereaksi
dengan oksigen yang dapatmembentuk produk yang berupa gas (Sharma, S.P, 1978).
Memperoleh daya maksimum dari suatu operasi hendaknya komposisi gas
pembakaran dari silinder (komposisi gas hasil pembakaran) dibuat seideal mungkin,
sehingga tekanan gas hasil pembakaran bisa maksimalmenekan torak dan mengurangi
terjadinya detonasi. Komposisi bahan bakar dan udara dalamsilinder akan menentukan
kualitas pembakaran dan akan berpengaruh terhadap performancemesin dan emisi gas
buang. Sebagaimana telah diketahui bahwa bahan bakar bensinmengandung unsur-
unsur karbon dan hidrogen (Gupta, 2009).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
d. Tachometer
Tachometer digunakan untuk mengukur kecepatar putaran. Kecepatan putaran
pada praktikum motor bakar diambil dari pergerakan putaran crankshaft. Berikut
gambar tachometer yang digunakan pada praktikum motor bakar.
e. Barometer
Barometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tekanan atmosfer.
Tekanan yang diukur tersebut menggunakan satuan milimeter raksa (mmHg). Berikut
gambar barometer yang digunakan pada praktikum motor bakar.
g. Viscometer
Viscometer pada praktikum motor bakar digunakan untuk mengukur viskositas
fluida (bahan bakar). Viscometer tersebut dapat dilihat seperti Gambar 3.8 berikut.
h. Aerometer
Aerometer pada praktikum motor bakar digunakan untuk mengukur massa jenis
bahan bakar. Pengukuran massa jenis bahan bakar menggunakan aerometer dapat
dilihat pada Gambar 3.9 berikut.
k. Orsat Apparatus
Orsat apparatus pada praktikum motor bakar digunakan untuk mengukur
jumlah kandungan kimia pada gas buang sisa pembakaran. Kandungan kimia yang
diukur menggunakan alat tersebut diantaranya kandungan karbon monoksida (CO),
karbon dioksida (CO2), serta kandungan oksigen (O 2) pada gas buang. Orsat Apparatus
yang digunakan pada praktikum motor bakar ditunjukan pada Gambar 3.12 berikut.
Prepare Engine
Menyalakan Mesin
Pengambilan Data
Data
Diperoleh
Pengolahan Data
Finish
Flow chart tersebut menjelaskan alur dari praktikum mesin konversi energi dari
awal hingga akhir. Praktikum mesin konversi energi diawali dengan mempersiapkan
alat yang akan digunakan selama praktikum, kemudian prepare engine seperti
pengecekan oli, pengecekan bahan bakar, pengecekan baterai, sampai radiator,
kemudian proses penyalaan mesin lalu mengatur putaran mesin sehingga dapat diambil
data seperti gaya, temperature in out radiator, sampai fuel consumption, ketika ke-
empat data telah diperoleh maka data tersebut diolah, dianalisis, dan dilakukan
pembahasan hingga pada ujung pengujian mampu ditarik kesimpulan dan saran selama
dilakukannya proses pengujian motor bakar.
4. Koefisien Udara
P1 −P2
ε= (3.4)
P1
A = Faktor koreksi
Pst = Tekanan atmosfer = 760 [mmHg]
Tst = 25 ˚C
P = Tekanan udara atmosfer [mmHg]
T = Temperatur ruangan [˚C]
VO2
%O2 = × 100% (3.31)
Veg
VCO
%CO = × 100% (3.32)
Veg
VN2
%N2 = × 100% (3.33)
Veg
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Data Hasil Pengujian
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan di laboratorium FDM UM, fuel
LHV yang dihasilkan adalah 4384 kJ/kg, humidity 85% dan fuel density 720 kg/m3.
Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian
T n
Ne
716,2
5,75 × 1500
𝑁𝑒 =
716,2
𝑁𝑒 = 12,04273 PS
FC [kg/jam] Ne (PS)
2,0736 12,04273
2,3328 16,7551
2,592 21,81653
2,8512 29,4785
3,24 36,102
Neo = 𝑘 × Ne
Neo = 1,094265523 × 12,0427
Neo = 10,23632
𝑁𝑒𝑜 × 0,45 × 𝑧
𝑀𝐸𝑃 = 𝑃𝑒 =
𝑉𝑑 × 𝑖 × 𝑛
10,23632 × 0,45 × 2
𝑀𝐸𝑃 = 𝑃𝑒 =
0.000324334 × 4 × 1500
Pe = 1,18111 kg/cm²
1500 1,181113462
2000 1,232466221
2500 1,283818981
3000 1,445580172
3500 1,517474035
Ni
ηi = x 632 x 100 %
Qb
20,21
ηi = 21730,64 x 632 x 100 %
ηi = 58,786 %
Ne
ηe = x 632 x 100 %
Qb
12,04
ηe = x 632 x 100 %
21730,64
ηe = 35,024 %
FC =2,0736 kg/jam
FC [kg/jam] Qb [kkal/jam]
2,0736 21730,64786
2,3328 24446,97884
2,592 27163,30982
2,8512 29879,64081
3,24 33954,13728
γ𝑎 = 1,094095619 kg/m3
Tabel 4.10 Data Hasil Perhitungan Berat Jenis Udara
𝛄𝒘 [kg/m3] 𝛄𝒂 [kg/m3]
0,024644 1,094095619
0,024116 1,095892036
0,024248 1,095442369
0,024116 1,095892036
0,023984 1,09634208
Hasil ε yang didapat kemudian diinterpolasi dengan melihat table koefisien udara
didapatkan nilai 0,99936
Tabel 4.11 Data Hasil Perhitungan Koefisien Udara
Putaran [Rpm] 𝛆
1500 0,999328
2000 0,9995524
2500 0,999456
3000 0,99929
3500 0,99923
α. ε. π. d2
Gs = √2g. γ𝑎 (𝑃1 − 𝑃2 )
4
0,822°×0,999328×3,14×0,0482 m m kg
Gs = √2 × 9,81 × 1,094095619 m3 × 21 mmH2 O
4 s2
Gs = 0,031528 kg/s
Tabel 4.12 Data Hasil Perhitungan Massa Alir Udara Melalui Nozzle
Putaran [Rpm] 𝐏𝟏 − 𝐏𝟐 [mmH2O] 𝐆𝐬 [kg/s]
1500 21 0.031528
2000 14 0.025769
2500 17 0.028388
3000 22 0.032295
3500 24 0.033736
Gg = 0,032104066 kg/s
Tabel 4.13 Data Hasil Perhitungan Massa Alir Udara Melalui Nozzle
Putaran [Rpm] 𝐆𝐠 [kg/s]
1500 0.032104066
2000 0.026417468
2500 0.029108006
3000 0.033087258
3500 0.034636196
Q eg = 1166,017 kkal/jam
Tabel 4.14 Data Hasil Perhitungan Panas yang Terbawa Gas Buang
Rpm 𝐂𝐩𝐠 [kkal/jam.°C] 𝐐𝐞𝐠 [kkal/jam]
Tabel 4.15 Data Hasil Perhitungan Efisiensi Kerugian dalam Exhaust Manifold
Putaran [Rpm] 𝛈𝐠 [%]
1500 5,365771632
2000 4,732604483
2500 7,865131786
3000 10,34029428
3500 10,84170611
1500 1083,435
2000 1362,189
2500 1194,934
3000 1882,07
3500 3942,556
ηw =10,32642936 %
Tabel 4.17 Data Hasil Efisiensi Kerugian Panas dalam Cooling Water
Putaran [Rpm] 𝛈𝐖 [%]
1500 10,32642936
2000 15,31068532
2500 8,24641774
3000 6,606505121
3500 5,960981966
1500 49,28352103
1500 36,6416611
2000 33,12862731
2500 20,70167964
3000 15,99942763
Q f =16,57847848 kkal/jam
Tabel 4.20 Data Hasil Ekuivalen Daya Terhadap Konsumsi Bahan Bakar
Putaran [Rpm] 𝐐𝐟 [kkal/jam]
1500 16,57847848
2000 16,57806835
2500 16,57765823
3000 16,5772481
3500 16,57663291
1500 8,170457929
2000 6,074479624
2500 5,491950612
3000 3,431768795
3500 2,652166387
1500 20,21318342
2000 22,82957597
2500 27,30848231
3000 32,91026642
3500 38,75416304
1500 0,172186936
2000 0,13922928
2500 0,118808986
3000 0,096721347
3500 0,089745729
FC
SFCi =
Ni
2,0736
SFCi =
20,21345
kg
SFCi = 0,10258 PS . jam
1500 0,102586513
2000 0,102183238
2500 0,094915564
3000 0,086635579
3500 0,083603921
Q e = 632 × Ne
Q e = 632 × 12,043
Q e = 7611,002 kkal/jam
1500 7611,002513
2000 10589,22089
2500 13788,04803
3000 18630,4105
3500 22816,46188
Q pp = Q b − Q eg − Q w − Q e
Q pp = 10709,628 kkal/jam
𝐐𝐩𝐩
Putaran [Rpm]
[kkal/jam]
1500 10709,62841
2000 8957,779137
2500 8998,831678
3000 6185,587517
3500 5432,467623
N
ηi = Q i × 632 × 100%
b
20,21345
ηi = × 632 × 100%
21730,64786
ηi = 58,787 %
1500 58,78670533
2000 59,0187119
2500 63,53776815
3000 69,61023566
3500 72,13445253
Ne
ηm = × 100%
Ni
12,043
ηm = × 100%
58,787
ηm = 59,578 %
Gs . z. 60
ηv =
γ𝑎 . n. Vd . 𝑖
0,031528 X 2 X 60
ηv =
1,094095619 X 1500 X 0,0013 X 4
ηv = 44,333 %
1500 44,33316038
2000 27,13223626
2500 23,92121594
3000 22,66875291
3500 20,28896469
Gs
R= × 3600
FC
0,031528
R= × 3600
2,0736
R = 54,73623
1500 54,73623
2000 39,7677
2500 39,42779
3000 40,77684
3500 37,48466
β β
(α + 4) MO2 + 3,76 (α + 4) MN2
R o = (A/F)s =
αMC + βMH
R o = 12,952
R
λ=R
o
54,73623
λ=
12.952
λ = 4,226082865
1500 4,226082865
2000 3,070390493
2500 3,044146575
3000 3,148304533
3500 2,894121547
A = 1.067491333
Putaran [Rpm] 𝐀
1500 1,067491333
2000 1,067491333
2500 1,067491333
3000 1,067491333
3500 1,067491333
Nest = A × Ne
Nest = 12,855 PS
1500 12,85550509
2000 17,88592013
2500 23,2889585
3000 31,46804073
3500 38,53856853
Tst = A × T
1500 6,138075165
2000 6,404947998
2500 6,671820831
3000 7,512470256
3500 7,886092223
SFCe
SFCest =
A
0,17218
SFCest =
1.067491333
SFCest = 0,1613 kg/PS.jam
1500 0,161300547
2000 0,130426614
2500 0,111297377
3000 0,090606213
3500 0,084071623
VCO2
%CO2 = × 100%
Veg
100 − 70
%CO2 = × 100%
50
%CO2 = 60 %
VO2
%O2 = × 100%
Veg
70 − 65
%O2 = × 100%
50
%O2 = 10 %
VCO
%CO = × 100%
Veg
65 − 63
%CO = × 100%
50
%CO = 4 %
VCO − 50
%N2 = × 100%
Veg
63 − 50
%N2 = × 100%
50
%N2 = 26 %
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
7.5
6.5
Torsi (kg.m)
5.5
4.5
4
1300 1800 2300 2800 3300 3800
Putaran crank shaft (rpm)
Berdasarkan Gambar 5.1 Hubungan antara putaran crankshaft dan torsi. Gambar
5.1 menunjukkan torsi terbesar terletak pada putaran crankshaft terbesar, maka dapat
dilihat bahwa pengaruh putaran crankshaft memberikan trend yang proporsional, yaitu
semakin tinggi putaran crankshaft semakin besar pula torsi yang dihasilkan. Hal
tersebut disebabkan dengan semakin tingginya putaran crankshaft berarti semakin
besar gaya yang dihasilkan. Hal tersebut ditunjukkan degam semakin besarnya torsi
yang dihasilkan.
Putaran crankshaft yang berbanding lurus dengan besarnya torsi sesuai dengan
Persamaan 2.1.Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa putaran crankshaft
mempengaruhi nilai dari torsi yang dihasilkan, selain putaran crankshaft dari rumus
terebut dapat diketahui bahwa panjang lengan juga mempengaruhi nilai dari torsi yang
dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sukidjo (2011), dalam penelitiannya
bahwa torsi mesin naik seiring dengan naiknya putaran poros mesin. Torsi yang
dihasilkan oleh gaya dorong yang diterima oleh piston katikalangkah usaha. Gaya pada
piston diteruskan ke lengan engkol melalui batang penghubung (connection rod),
akibat gaya pada ujung batang penghubung tersebut.
25
20
15
10
5
0
1300 1800 2300 2800 3300 3800
Putaran crank shaft (rpm)
Ne (PS) Nf Ni
Daya indikatif (Ni) merupakan daya yang dihasilkan dari reaksi pembakaran
bahan bakar dengan udara yang terjadi di ruang bakar. Dapat dilihat pada Gambar 5.2
bahwa nilai daya indikatif meningkat seiring bertambahnya kecepatan putaran poros
engkol. Daya indikatif terrendah terdapat pada kecepatan 1500 rpm, sedangkan daya
indikatif tertinggi terdapat pada kecepatan 3500 rpm. Hal tersebut sesuai dengan
Persamaan 2.2, bahwa kecepatan putaran poros engkol sebagai penyebut, yang berarti
berbanding lurus dengan daya indikatif.
Berdasarkan Gambar 5.2 dapat diketahui daya efektif (Ne) meningkat seiring
bertambahnya putaran poros engkol (crank shaft). Hal tersebut disebabkan oleh torsi
yang juga meningkat, karena daya efektif didapatkan dari torsi dan putaran poros
engkol (Persamaan 2.3). Semakin tinggi nilai torsi dan bertambahnya putaran poros
engkol berarti daya efektif semakin tinggi.
Gambar 5.2 juga menunjukkan nilai daya friction yang terus menurun seiring
bertambahnya kecepatan putaran poros engkol (crank shaft). Berbeda dengan daya
indikatif dan daya efektif, daya friction berbanding tebalik dengan kecepatan poros.
Hal tersebut dikarenakan daya friction merupakan selisih dari nilai daya indikatif
dengan daya efektif (Persamaan 2.5). dapat dilihat pada Gambar 5.2, dimana jarak
antara daya indikatif dengan daya efektif semakin kecil seiring bertambahnya
kecepatan putaran poros, sehingga nilai daya friction pada kecepatan 1500 rpm lebih
besar dibandingkan pada kecepatan 3500 rpm.
Menurut Sugeng (2014), perbandingan perhitungan daya terhadap berbagai
macam motor tergantung pada putaran mesin dan momen putar itu sendiri, semakin
tinggi putaran mesin maka semakin besar pula daya yang dihasilkan oleh mesin.
1.5
1.4
MEP (kg/cm2)
1.3
1.2
1.1
1
1300 1800 2300 2800 3300 3800
Putaran crank shaft (rpm)
Gambar 5.3 Hubungan Tekanan Efektif Rata-Rata Terhadap Putaran Crank Shaft
Berdasarkan Gambar 5.3, dapat dilihat bahwa nilai tekanan efektif rata-rata
(MEP) meningkat seiring bertambahnya kecepatan puataran poros. Hal tersebut
disebabkan oleh nilai tekanan efektif rata-rata dipengaruhi oleh daya efektif dalam
standar JIS (Neo) sesuai Persamaan 2.6). Daya efektif dalam standar JIS digunakan
karena lebih teliti (menggunakan faktor koreksi) dibanding daya efektif (Ne). Semakin
besar nilai Neo maka semakin tinggi tekanan efektif rata-rata, dengan mep tertinggi
terdapat pada kecepatan 3500 rpm, sedangkan mep terendah terdapat pada kecepatan
1500 rpm. Tekanan efektif rata-rata mengalami peningkatan sampai maksimum,
disebabkan karena putaran mesin meningkat dengan aliran campuran bahan bakar dan
udara yang masuk dipengaruhi oleh pergerakan torak didalam ruang bakar, juga variasi
Ne yang menyebabkan turunnya tekanan efektif rata-rata (Saepuloh, 2016).
0.16
0.14
SFC (kg/PS.Jam)
0.12
0.1
0.08
0.06
1300 1800 2300 2800 3300 3800
Putaran crank shaft (rpm)
SFCe SFCi
Gambar 5.4 Hubungan Specific Fuel Consumption Terhadap Putaran Crank Shaft
Specific Fuel Consumption atau pemakaian bahan bakar yang dimaksud adalah
jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk tenaga yang dihasilkan Berdasarkan
Gambar 5.4. Specific Fuel Consumption Indicative (SFCi) menurun seiring
bertambahnya kecepatan putaran poros. Hal tersebut disebabkan oleh daya indikatif
(Ni) yang dihasilkan dari putaran poros yang semakin meningkat secara signifikan,
namun bahan bakar yang digunakan naik secara tidak signifikan
Gambar 5.4 juga menunjukkan bahwa nilai Specific Fuel Consumption Effective
(SFCe) menurun seiring bertambahnya kecepatan putaran poros. Hal tersebut
disebabkan oleh perbandingan penggunaan bahan bakar yang naik secara tidak
signifikan jika dibandingkan dengan daya efektif yang dihasilkan oleh mesin
Penurunan nilai SFCe lebih signifikan dibandingkan penurunan nilai SFC i yang
cenderung stabil. Penyebab perbedaan yang cukup signifikan tersebut adalah
perbedaan nilai daya efektif dan indikatif yang cukup besar pada kecepatan putaran
poros rendah (1500 rpm), sedangkan pada kecepatan puataran poros yang tinggi
(3000—3500 rpm), nilai SFCe dan SFCi cenderung berdekatan
Menurut Saepuloh (2016), nilai Specific Fuel Consumption (SFC) yang rendah
menyatakan nilai ekonomis yang tinggi dan nilai Specific Fuel Consumption (SFC)
yang tinggi menyatakan efisiensi yang rendah. Hal tersebut disebabkan semakin
banyak konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan dalam proses pembakaran, maka biaya
yang dikeluarkan semakin besar.
60
50
40
30
20
10
0
1300 1800 2300 2800 3300 3800
Putaran crank shaft (rpm)
ηi ηe ηm ηf ηv
Hubungan antara Putaran dan Efisiensi Thermal Indikatif (ηi) dilihat berdasarkan
grafik pada Gambar 5.5 yang menunjukkan bahwa efisiensi thermal indikatif
cenderung meningkat secara konstan seiring dengan bertambahnya kecepatan
40000
35000
Neraca panas (kkal/jam)
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Putaran crank shaft (rpm)
Qb Qe Qeg Qw Qpp
kecepatan poros. Panas hasil pembakaran yang diubah menjadi daya efektif (Qe)
berbanding lurus dengan daya efektif (Ne) dan kecepatan putaran poros, sesuai
Persamaan 3.18.
Panas yang terbawa gas buang (Qeg) juga meningkat seiring bertambahnya
kecepatan putaran poros seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.6. Penyebab
meningkatnya nilai Qeg adalah massa alir gas buang (Gg) yang semakin tinggi ketika
kecepatan putaran poros bertambah. meningkatnya nilai Qeg dapat dibuktikan dengan
suhu/temperatur gas buang yang juga semaking tinggi seiring bertambahnya kecepatan
putar poros.
Berdasarkan Gambar 5.6 nilai Q b, Qe dan Qeg terus meningkat seiring
bertambahnya kecepatan poros. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nasiki, dkk.
(2001), bahwa panas yang dihasilkan lebih tinggi untuk putaran poros yang lebih
tinggi. Penyebabnya adalah jumlah reaktan yang bereaksi pada putaran poros yang
tinggi juga semakin banyak, sehingga panas yang dihasilkan semakin banyak.
Kerugian panas pendinginan (Q w) cenderung menurun seiring bertambahnya
kecepatan putaran poros, meskipun sempat mengalami kenaikan pada kecepatan 2000
rpm (Gambar 5.6). Hal ini disebabkan karena nilai Qw dipengaruhi oleh debit aliran air
pendingin (Ww) dimana pada saat putaran mesin semakin tinggi, debit aliran air
pendinginan akan semakin meningkat, maka panas yang dihilangkan juga akan
semakin besar.
Berdasarkan Gambar 5.6. Panas yang hilang karena sebab lain (Q pp) menurun
seiring bertambahnya kecepatan putaran poros. Qpp merupakan kehilangan/kerugian
panas yang dapat disebabkan oleh panas hasil pembakaran juga diserap oleh semua
elemen mesin yang terdapat pada motor bakar, termasuk dinding dan bagian dalam
silinder (Yulianto dan Muliawan, 2016).
100
90
80
70
Gas buang (%)
60
50
40
30
20
10
0
1300 1800 2300 2800 3300 3800
putaran crank shaft (rpm)
N2 CO2 O2 CO
Hubungan antara Putaran dan gas buang CO2 dilihat berdasarkan grafik pada
Gambar 5.7 yang menunjukkan bahwa gas uang CO2 cenderung meningkat secara
konstan seiring dengan bertambahnya kecepatan putaran.. Hal tersebut karena CO2
merupakan hasil dari reaksi pembakaran yang sempurna. Karena pada setiap kenaikan
putaran pembakaran yang terjadi semakin sempurna maka nilai CO 2 semakin
meningkat.
Hubungan antara Putaran dan gas buang O2 dilihat berdasarkan grafik pada
Gambar 5.7 yang menunjukkan bahwa grafik O2 semakin menurun secara konstan
seiring dengan bertambahnya kecepatan putaran. Hal tersebut dikarenakan O2
kebutuhan mesin untuk mengkonsumsi O2 pada saat putaran yang tinggi akan semakin
sedikit, dan semakin sedikit gas buang yang berupa O2 maka pembakaran yang terjadi
semakin sempurna, karena terbakarnya gas O2 yang bercampur dengan bahan bakar di
dalam ruang bakar.
Hubungan antara Putaran dan gas buang CO dilihat berdasarkan grafik pada
Gambar 5.7 yang menunjukkan bahwa grafik CO konstan atau tidak mengalami
kenaikan maupun penurunan seiring bertambahnya kecepatan. Hal tersebut
dikarenakan gas CO merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna, maka dari
itu pembakaran yang terjadi tidak sempurna. Hasil dari perhitungan secara teoritis
kadar CO sebesar 4% pada tiap putaran, namun kadar CO yang dihasilkan pada saat
eksperimen lebih besar dari konsentrasi kesetimbangan, hal tersebut dikarenakan CO
didapat dari hasil pembakaran yang tidak sempurna dimana jumlah udara pada rasio
udara-bahan bakar/ Air Fuel Ratio (AFR) atau pada waktu pembakaran tidak tepat,
(Rosid, 2016).
Keterangan:
Qb = 27163.30982 kkal/jam
Qe = 13788.04803 kkal/jam
Qpp = 8998.831678 kkal/jam
Qw = 2240 kkal/jam
Qeg = 7646.237 kkal/jam
Putaran = 2500 rpm
Gambar 5.8 juga menjelaskan untuk nilai (Qw) pada putaran 2500 rpm sebesar
2240 kkal/jam (8,2%), sedangkan menurut Pesyridis (2013) presentase nilai (Q w)
antara 18—42%. Terlihat nilai Q w pada hasil praktikum terjadi penyimpangan, hal
tersebut disebabkan pada proses praktikum, pada kecepatan putaran 2500 rpm aliran
fluida pendingin belum bekerja secara maksimal. Penyebab lain menyimpangnya hasil
Qw pada praktikum adalah penggunaan mesin yang terus menerus, meskipun praktikum
dimulai dengan kecepatan poros rendah, namun sebenarnya mesin telah mengalami
kerja pada putaran tinggi pada praktikum oleh kelompok sebelumnya.
Berdasarkan Gambar 5.8, nilai Qeg pada putaran 2500 rpm sebesar 2136.43
kkal/jam (28,15%), yang berarti sesuai dengan nilai teoritis menurut Pesyridis (2013),
yaitu 22—46%. Gambar 5.8 juga menunjukkan nilai (Q pp) sebesar 8998.831678
kkal/jam (12,85%) yang berarti tidak sesuai dengan nilai persentase teoritis menurut
Pesyridis (2013) yaitu sebesar 4—11%. Hal tersebut menjelaskan bahwa nilai Qeg
berada pada ambang batas normal suatu mesin pembakaran dalam, sedangkan
penyimpangan pada nilai Qe, Qpp dan Qw terjadi akibat kondisi aktual mesin tersebut.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari praktikum motor bakar dan berdasar analisa
grafik,dapat diambil kesimpulan bahwa kenaikan putaran berpengaruh pada:
1. Torsi yang terus bertambah secara konstan seiring dengan bertambahnya putaran.
4. Penurunan pada SFCi (Specific Fuel Consumption indicative) disebabkan oleh daya
indicative (Ni) yang dihasilkan dari putaran poros yang semakin meningkat secara
signifikan, namun bahan bakar yang digunakan naik secara tidak signifikan.
Penurunan nilai pada SFCe (Specific Fuel Consumption effective) disebabkan oleh
perbandingan penggunaan bahan bakar yang naik secara tidak signifikan jika
dibandingkan dengan daya effective (Ne) yang dihasilkan oleh mesin.
putaran maka nilai Ni dan Ne akan semakin besar pula, meskipun nilai Ni dan Ne
berbanding terbalik.
d. Efisiensi volumetrik cenderung menurun akibat semakin tingginya putaran yang
berbanding lurus dengan semakin cepatnya pergerakan katup hisap, maka aliran
udara kedalam ruang bakar semakin sedikit.
e. Nilai Efisiensi Friction menurun secara konstan seiring dengan bertambahnya
kecepatan putaran. Hal ini disebabkan karena efisiensi friction dipengaruhi oleh
nilai ηg, ηw, ηe yang semakin besar menyebabkan nilai ηf akan semaki kecil.
8. Diagram sankey menjelaskan bahwa nilai Q eg dan Qpp berada pada ambang batas
normal suatu mesin pembakaran dalam, sedangkan penyimpangan pada nilai Qe dan
Qw terjadi akibat kondisi aktual mesin tersebut.
6.2 Saran
1. Diharapkan alat dan mesin yang ada pada labolatorium dipersiapkan sedemikian
rupa agar hasil pengujian yang didapat lebih valid.
2. Asisten lab diharapkan memberi gambaran yang jelas tentang materi yang
diberikan, dan memberikan buku referensi untuk praktikan.