Anda di halaman 1dari 80

1

OVERHOUL ENGINE COLT DIESEL

Makalah Penelitian Kerja Praktek


Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kurikulum Dalam Menyelesaikan

Pendididkan Strata 1 Pada Program Studi Teknik Mesin

Disusun Oleh :

M.Nur Satrio

1422110021

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANG

2019
2

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkambangan dunian industri terutama dunia otomotif semangkin

meningkat. Hal ini menyebabkan persaingan dunia otomotif semakin maju.

Sehingga semua pemerintah di berbagai negara khusunya di negara indonesia

berusaha memajukan dunia pendidikan dalam bidang otomotif sehingga sumber

daya manusia di indonesia bisa bersaing di dunia internasional

Universitas tridinanti palembang salah satu lembaga pendidikan tinggi

yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan calon penerus bangsa yang handal

dan profesional di segala bidang.

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki engine colt diesel perbaikian

atau rekondisi yang dilakukan yaaitu pada sistem utama mesin colt diese ini juga

dimaksud untuk melengkapi sarana belajar di bengkel universitas tridinanti

palembang.

Penulis berharap dengan adanya laporan ini penulis dapat menambah

wawasan mengenai dunia industri bahan insdustri teknik mesin walaupun penulis

menyadari akan segala kekurangan dikarenakan pengalaman dalam penyusunan

dan penguasaan materi. Namun berkat dorongan, dan motivasi dari berbagai pihak

baik secara langsung maupun secara tidak langsung maka alhamdulillah laporan

kerja penelitian ini dapat diselesaikan.


3

Maksud dan Tujuan

Adapun tujuan mahasiswa melaksanakan penelitian antara lain sebagai berikut

1. Untuk mengetahui cara mengindentifikasi kerusakan yang terjadi pada

mekanisme katup, kepala silinder, mekanisme engkol dan blok silinder

engine colt diesel .

2. Untuk melaksanakan proses overhoul kerusakan yang terjadi pada

mekanisme katup, kepala silinder, mekanisme engkol dan blok silinder

engine colt diesel.

3. Untuk mengetahui kenerja engine colt diesel setelah di overhoul.

Batasan Masalah

Dengan adanya keterbatasan waktu dalam pelaksanaan penelitian ini, maka

penulis hanya mencoba membahas tentang cara overhoul engine colt diesel.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam menyusun laporan

ini adalah dengan melakukan wawancara (interview) kepada karyawan-karyawan

yang bersangkutan serta melihat dari buku-buku referensi mengenai data-data yang

diperlukan sesuai dengan obyek pembahasan. Dalam melakukan pengumpulan data

tersebut, penulis mencoba menyesuaikan antara apa yang telah didapat dalam teori

dengan keadaan dilapangan yang sesungguhnya tanpa melanggar dan menyalahi

kopetensi.
4

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Praktek langsung salah satu untuk memperoleh data dengan cara pelaksanaan

penelitian itu sendiri.

2. Dapat dijadikan sumber referensi ilmiah bidang teknik mesin, khususnya dalam

pengembangan dunia otomotif.


5

BAB II

COLT DIESEL ENGINE

Siklus Kerja Motor Diesel

Siklus kerja motor diesel ada tiga macam, yaitu:

1. Siklus ideal

2. Siklus aktual

3. Siklus gabungan

Dalam pembahasan ini penulis menggunakan siklus gabungan yaitu

gabungan antara siklus ideal dan siklus aktual untuk melakukan perhitungan pada

motor diesel.

Untuk menjelaskan makna dari diagram p-v pada motor torak terlebih dahulu

perlu kita pakai beberapa idealisasi, sehingga prosesnya dapat dipahami secara lebih

mudah. Proses yang sebenarnya (aktual) berbeda dengan proses yang ideal tersebut,

dimana perbedaan tersebut menjadi semakin besar jika idealisasi yang digunakan itu

terlalu jauh menyimpang dari keadaan yang sebenarnya, proses siklus yang ideal itu

biasa disebut dengan siklus udara, dengan beberapa idealisasi sebagai berikut:

1. Fluida kerja dalam silinder adalah udara, dimana udara

dianggap sebagai gas ideal dengan konstanta kalor yang

konstan.

2. Proses ekspansi dan kompresi berlangsung secara isentropik.

3. Proses pembakaran dianggap proses pemanasan fluida kerja.

4. Pada akhir proses ekspansi, yaitu saat piston mencapai TMB, fluida
kerja didinginkan sehingga tekanan dan suhunya turun mencapai
tekanan dan suhu udara luar (atmosfer).
6

5. Tekanan fluida kerja di dalam silinder selama langkah buang dan

langkah hisap adalah konstan dan sama dengan tekanan dan suhu udara

luar.

Pada gambar di bawah (Gambar : 3.1) menunjukkan siklus tekanan konstan,

yang dianggap sebagai siklus dasar dari setiap mesin empat langkah.

Gambar 3.1 Diagram p-v siklus diesel ideal

(Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal 18)


61

Pada waktu piston berada pada TMB (titik a) udara dalam kondisi atmosfer. Gerakan

piston dari TMB ke TMA (titik c) menyebabkan udara pada kondisi atmosfer

tersebut mengalami kompresi isentropik hingga piston mencapai TMA. Pada waktu

piston berada pada posisi TMA udara dipanasi pada tekanan konstan sehingga

menyebabkan suhu dan volume udaranya naik, proses ini berakhir pada titik (z).

Selanjutnya, gerakan piston dari TMA ke TMB merupakan proses ekspansi

isentropik. Pada saat piston mencapai posisi TMB (titik b) udara didinginkan hingga

pada kondisi atmosfer (titik a). Gerakan piston selanjutnya dari TMB ke TMA yaitu

dari titik a-r adalah langkah buang pada tekanan konstan. Sedangkan gerakan piston

yang berikutnya dari TMA ke TMB, yaitu dari titik r-a adalah langkah hisap pada

tekanan konstan yang sama dengan tekanan buang. Jika siklus kerja motor

berdasarkan idealisasi 3 dan 4, maka sebenarnya tak perlu diadakan penggantian

fluida kerja.

Pada siklus aktual hambatan hidraulik (rugi-rugi gesekan fluida) yang timbul

pada sistem pemasukan akan menurunkan tekanan udara yang masuk ke dalam ruang

bakar. Karena gerakan piston yang tidak seragam menyebabkan proses pengisian

ruang bakar juga bervariasi. Tampak pada gambar 3.2 langkah pengisapan ( r-a)

kurva mengalami penurunan tekanan di bawah garis atmosfer.

Gambar 3.2 Diagram p-v siklus diesel


aktual

(Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal 18)


Kompresi udara pada siklus aktual diikuti dengan pertukaran panas antara

dinding silinder dengan udara. Oleh karena itu garis kompresi pada diagram p-v

bukan garis adiabatik, tetapi ditunjukkan oleh kurva berlangsung secara politropik

dengan eksponen politropik yang bervariasi.

Karena campuran udara dan bahan mengisi silinder selama periode

pembakaran sampai mendekati TMA. Sehingga tekanan gas pada proses ini tidak

bergerak naik menurut garis vertikal seperti pada pembakaran yang terjadi dalam

volume konstan, tetapi mengikuti kurva yang semakin menjauhi sumbu-y. Setelah

TMA, pembakaran berlangsung dengan diikuti kenaikan volume.

Proses ekspansi pada siklus aktual disertai dengan afterburning dan

perpindahan panas antara gas hasil pembakaran dengan dinding silinder. Oleh karena

itu proes ekspansi tidak berlangsung secara adiabatik, tetapi berlangsung secara

politropik dengan harga koefisien politropik yang bervariasi.

3.1 Perbedaan Utama Mesin Diesel Dan Mesin Bensin

Motor diesel dan motor bensin mempunyai beberapa perbedaan utama, bila

ditinjau dari beberapa item di bawah ini, yaitu (lihat Tabel 1)


Tabel 1. Perbedaan utama motor diesel dan motor bensin

Motor Diesel Motor Bensin

Item

1. Siklus Pembakaran Siklus Sabathe Siklus Otto

2. Rasio kompresi 15-22 6-12

3. Ruang bakar Rumit Sederhana

4. Percampuranbahan Diinjeksikan pada akhir Dicampur dalam

bakar langkah karburator

5. Metode penyalaan Terbakar sendiri Percikan busi

6. Bahan bakar Solar Bensin

7. Getaran suara Besar Kecil

8. Efisiensi panas (%) 30-40 22-30

Motor diesel juga mempunyai keuntungan dibanding motor bensin, yaitu:

a. Pemakaian bahan bakar lebih hemat, karena efisiensi panas lebih baik, biaya

operasi lebih hemat karena solar lebih murah.

b. Daya tahan lebih lama dan gangguan lebih sedikit, karena tidak menggunakan

sistem pengapian

c. Jenis bahan bakar yang digunakan lebih banyak


d. Operasi lebih mudah dan cocok untuk kendaraan besar, karena variasi momen

yang terjadi pada perubahan tingkat kecepatan lebih kecil.

Secara singkat prinsip kerja motor diesel 4 tak adalah sebagai berikut:

a. Langkah isap, yaitu waktu torak bergerak dari TMA ke TMB. Udara diisap

melalui katup isap sedangkan katup buang tertutup.

b. Langkah kompresi, yaitu ketika torak bergerak dari TMB ke TMA dengan

memampatkan udara yang diisap, karena kedua katup isap dan katup buang

tertutup, sehingga tekanan dan suhu udara dalam silinder tersebut akan naik.

c. Langkah usaha, ketika katup isap dan katup buang masih tertutup, partikel

bahan bakar yang disemprotkan oleh pengabut bercampur dengan udara

bertekanan dan suhu tinggi, sehingga terjadilah pembakaran. Pada langkah ini

torak mulai bergerak dari TMA ke TMB karena pembakaran berlangsung

bertahap.

d. Langkah buang, ketika torak bergerak terus dari TMA ke TMB dengan katup

isap tertutup dan katup buang terbuka, sehingga gas bekas pembakaran

terdorong keluar.
Gambar 2. Prinsip kerja motor diesel 4 tak

Proses pembakaran mesin diesel

Proses pembakaran dibagi menjadi 4 periode:

a) Periode 1: Waktu pembakaran tertunda (ignition delay) (A -B) Pada periode

ini disebut fase persiapan pembakaran, karena partikel-partikel bahan bakar

yang diinjeksikan bercampur dengan udara di dalam silinder agar mudah

terbakar.

b) Periode 2: Perambatan api (B-C) Pada periode 2 ini campuran bahan bakar

dan udara tersebut akan terbakar di beberapa tempat. Nyala api akan

merambat dengan kecepatan tinggi sehingga seolah-olah campuran terbakar

sekaligus, sehingga menyebabkan tekanan dalam silinder naik. Periode ini

sering disebut periode ini sering disebut pembakaran letup.

c) Periode 3: Pembakaran langsung (C-D) Akibat nyala api dalam silinder, maka

bahan bakar yang diinjeksikan langsung terbakar. Pembakaran langsung ini


dapat dikontrol dari jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, sehingga periode

ini sering disebut periode pembakaran dikontrol.

d) Periode 4: Pembakaran lanjut (D-E) Injeksi berakhir di titik D, tetapi bahan

bakar belum terbakar semua. Jadi walaupun injeksi telah berakhir,

pembakaran masih tetap berlangsung. Bila pembakaran lanjut terlalu lama,

temperatur gas buang akan tinggi menyebabkan efisiensi panas turun.

Gambar 3. Proses pembakaran motor diesel

Bentuk ruang bakar mesin diesel

Ruang bakar pada motor diesel lebih rumit disbanding ruang bakar motor bensin.

Bentuk ruang bakar pada motor diesel sangat menentukan kemampuan mesin, sebab

ruang bakar tersebut direncanakan dengan tujuan agar campuran bahan udara dan

bahan bakar menjadi homogen dan mudah terbakar sekaligus.

Ruang bakar motor diesel digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu:

a. Tipe ruang bakar langsung (direct combustion chamber)

b. Tipe ruang bakar tambahan (auxiliary combustion chamber)


Tipe ruang bakar tambahan terdapat dalm 3 macam, yaitu:

1. Ruang bakar kamar muka (precombustion chamber)

2. Ruang bakar pusar (swirl chamber)

3. Ruang bakar air cell (Air cell combustion chamber)

Ruang bakar langsung dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Ruang bakar langsung

a. Ruang Bakar Langsung

Keuntungan ruang bakar langsung adalah: (1) efisiensi panas lebih tingi,

pemakaian bahan bakar lebih hemat karena bentuk ruang bakar yang sederhana,

(2) start dapat mudah dilakukan pada waktu mesin dingin tanpa menggunakan alat

bantu start busi pijar (glow plug), dan (3) cocok untuk mesinmesin besar karena

konstruksi kepala silinder sederhana.


Kerugian ruang bakar langsung adalah: (1) memerlukan kualitas bahan bakar

yang baik, (2) memerlukan tekanan injeksi yang lebih tinggi, (3) sering terjadi

gangguan nozzle, umur nozzle lebih pendek karena menggunakan nozzle lubang

banyak (multiple hole nozzle), dan (4) dibandingkan dengan jenis ruang bakar

tambahan, turbulensi lebih lemah, jadi sukar untuk kecepatan tinggi.

Spesifikasi Mitsubishi Colt Diesel

PECIFICATION
110PS 125PS 136PS
DIMENSION
FE71 FE73 FE73HD FE74 FE74HD FE75 FE84
Overall
(mm) 4735 5960 5960 5960 5960 5960 6050
Length
Overall
(mm) 1750 1870 1870 1970 1970 1970 2035
Width
Overall
(mm) 2055 2130 2130 2145 2145 2120 2210
Height
Wheelbase (mm) 2500 3350 3350 3350 3350 3350 3350
Front Tread (mm) 1390 1390 1390 1400 1400 1400 1665
Rear Tread (mm) 1380 1435 1435 1495 1495 1495 156
Ground
(mm) 200 200 200 210 210 210 210
Clearance
WEIGHT
Kerb Weight (kg) 1835 2145 2175 2310 2330 2330 2465
G.V.W. (kg) 5150 7000 7000 7500 7500 8000 8000
PERFORMANCE
Max Speed (km/h) 116 100 94 120 113 107 107
Max
Climbing (tan Ø) 42.0 39.0 42.5 41.0 47.0 50.0 50.0
Ability
Min. Turning
(m) 5.1 7.0 7.0 7.0 7.0 7.0 7.0
Radius
ENGINE
Model 4D34-2AT5 4D34-2AT8 4D34-2AT7
Type Direct Injection 4 stroke, water cooling with turbo intercooler
Configuration 4 cylinder in line
Bore x (mm x
104 x 115 104 x 115 108 x 115
Stroke mm)
Displacement (cc) 3908 3908 3908
Max Output (PS/rpm) 110/2900 125/2900 136/2900
Max Torque (kg/rpm) 28/1600 33/1600 38/1600
TRANSMISSION FE71 FE73 FE73HD FE74 FE74HD FE75 FE84
Model M025S5 M025S5 M025S5 M035S5 M035S5 M035S5 M035S5
Type 5 Speed, 1-5 synchromesh, reverse constantmesh
1st 5.181 5.181 5.181 5.380 5.380 5.380 5.380
nd
2 2.865 2.865 2.865 3.028 3.028 3.028 3.028
3rd 1.593 1.593 1.593 1.700 1.700 1.700 1.700
Gear th
4 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
ratio
5th 0.739 0.739 0.739 0.722 0.722 0.722 0.722
Reverse 5.181 5.181 5.181 5.380 5.380 5.380 5.380
Final 4.875 5.714 6.166 6.571 6.166 6.166 6.166
Single Dry Clutch :
Clutch Single Dry Clutch : C4W30D
C3W28D
AXLE
Front Reserve Elliot, type "I" beam
Rear Full floating type
SUSPENSION
Front & Rear Semi elliptic, laminated leaf spring with shock absorber
TYRE & WHEEL
7.50-15- 7.00-16- 7.00-16- 7.50-16- 7.50-16- 7.50-16- 7.50-16-
Tyre Size
12PR 14PR 14PR 14PR 14PR 14PR 14PR
Wheel Disc 5.50Fx15 5.50Fx16 5.50Fx16 6.00GSx16 6.00GSx16 6.00GSx16 6.00GSx16
BRAKE
Service Brake Hydraulic double circuit with Vaccum Servo Assistance
Parking Brake Internal Expanding type for rear transmission
Auxiliary Brake Exhaust brake system
OTHER
Steering Ball&Nut type, tilt steering (+ Power Steering - HD, FE75 & FE84)
Battery 24V-60AH (N50Z) average at 20 hours
FUEL SYSTEM FE71 FE73 FE73HD FE74 FE74HD FE75 FE84
Fuel Tank
(liter) 70 100 100 100 100 100 100
Capacity
Gambar Colt Diesel Engine 4D34-2AT5
BAB III

LANGKAH KERJA SAAT OVER HOUL

LANGKAH KERJA SAAT OVER HOUL

Cylinder Head

Cylinder head terbuat dari besi tuang (konstruksi mesin lama) saat ini banyak

diaplikasikan cylinder head yang terbuat dari campuran aluminium. Cylinder head

berfungsi sebagai dudukan mekanisme katup, karburator, busi dan sebagai ruang

bakar seperti dijelaskan gambar 4 di bawah.

a. Pelepasan Cylider Head.

1) Lepaskan semua saluran air pendingin dari radiator.

2) Lepaskan semua komponen seperrti seperti panjang valve intake &

exhaust,panjang valve spring intake & exhaust,rocker arm

PENGUKURAN VALVE SPRING SEBELUM DAPAT TEKANAN DAN

SESUDAH DAPAT TEKANAN 100 Kg :

Sebelum Mendapat Tekanan Sesudah Mendapat Tekanan

• Valve spring 1 : 47 mm • Valve spring 2 : 48mm


• Valve spring 3 : 47mm • Valve spring 2 : 33mm

• Valve spring 4 : 47mm • Valve spring 3 : 33mm

• Valve spring 1 : 33 mm • Valve spring 4 : 33mm

Gambar 4.13 Alat press valve


PENGUKURAN POROS PADA CAM SHAFT :

Gambar 4.14 Alat micrometer


Silinder 1 Silinder 2 Silinder 3 Silinder 4
A b A B A B a b
X = X = X = X = X = X = X X =
36,55 36,55 36,55 36,55 36,55 36,55 =36,55 36,55
Y = Y = Y = Y = Y Y = Y = Y =
36,59 36,59 36,59 36,59 =36,59 36,59 36,59 36,59

b. Pembersihan komponen Cylider Head.

Lakukan pembersihan kerak pada ruang bakar dan semua komponen mekanisme

katup sebelum melakukan pemeriksaan agar hasil pemeriksaan lebih presisi.

c. Pemeriksaan komponen Cylider Head.

1) Kerataan intake manifold.

2) Periksa kerataan permukaan cylinder head.

3) Periksa kebengkokan katup.

4) Periksa kerataan permukaan katup.


d. Pemasangan Cylider Head.

1) Bila permukaan tidak rata lakukan perataan permukaan dengan menyesuaikan

batas yang tersedia pada bagian sisi cylinder head.

2) Lakukan pemasangan sesuai dengan arah kebalikan pembongkaran.

Cylinder block

Cylinder block berfungsi untuk dudukan komponen mesin dan terdapat water jacket

untuk tempat aliran air pendingin. Silinder liner adalah silinder yang dapat dilepas.

Silinder liner dibagi menjadi 2 tipe : dry type dan wet type seperti ditunjukkan

gambar dibawah. Dry type mempunyai keuntungan effisiensi panas lebih baik, tetapi

pendinginan pada liner kurang baik. Wet type mempunyai keuntungan pendinginan

pada liner baik tetapi effisiensi panas berkurang.

Gambar 4.15 Clyinder Block


a. Pelepasan Cylinder Block.
1) Lepaskan semua saluran air pendingin dari radiator.
2) Lepaskan cylinder head unit.
3) Lepaskan semua engine mounting.
4) Setelah engine dipisahkan dari badan kendaraan lepaskan komponen yang terdapat
pada ruang poros engkol seperti pompa oli.
5) Lepaskan batang piston dapat melepaskan poros engkol.
6) Lepaskan crank shaft dan oil pan serta oil strainer pada cylinder block.
7) Setelah semua bagian dilepas bersihkan komponen dengan solven atau glass bead.

b. Pemeriksaan Cylinder Block.


Dalam pemeriksaan blok silinder yang pertama diperiksa setelah dibersihkan adalah
keutuhannya secara fisik ( secara visual) dari kemungkinana pecah , retak atau
perubahan bentuk dasarnya.

Kelurusan dudukan poros engkol :


Untuk mendukung puritan poros engkol menjadi stabil (getarannya kecil) maka
dudukan poros engkol harus lurus antara satu dengan
lainnya, oleh karena itu saat membongkar mesin kelurusan dudukan harus diukur .
Adapaun peralatan yang dibutuhhkan untuk pengukuran kelurusan

Gambar 4.16 Poros Crank shaft


PENGUKURAN POROS CRANK SHAFT (POROS ENGKOL) :

1 2 3 4
X Y X Y X Y X Y
X: Y: X: Y: X: Y: X: Y:
52,484 52,484 52,484 52,484 52,484 52,484 52,484 52,484
mm mm mm mm mm mm mm mm
X1 : Y1 : X1 : Y1 : X1 : Y1 : X1 : Y1 :
52,484 52,484 52,484 52,484 52,484 52,484 52,484 52,484
mm mm mm mm mm mm mm mm

PISTON
Piston bergerak turun naik di dalam silinder untuk melakukan langkah hisap,
kompresi, usaha, dan buang. Fungsi utama piston adalah untuk menerima tekanan
pembakaran dan meneruskannya ke poros engkol. Piston terbuat dari paduan
alumunium karena ringan dan radiasi panas yang baik.
Fungsi Dari torak adalah mengisap, mengkompresi dan memikuk tekanan hasil
pembakaran serta menyalurkannya ke poros engkol melalui batang torak dan sebagi
pendorong gas sisa pembakaran keluar dari silinder serta sebagai penyekat antara
ruang engkol dengan silinder. Torak pada motor 2 tak juga berfungsi sebagai
katup/pengatur dalam proses pembilasan.
Gambar 4.17 Piston
PENGUKURAN DIAMETER LUAR PISTON :

• Piston 1 :103,87 mm • Piston 3 : 103,87 mm


• Piston 2 : 103,87 mm • Piston 4 : 103,97 mm

PENGUKURAN CELAH RING PISTON PADA PISTON :

Piston 1 dan 2 Piston 2 dan 4


No 1 : 0,06 No 2 : 0,05 Oil : 0,02 No 1 : 0,06 No 2 : 0,05 Oil : 0,02
mm mm mm mm mm mm
PENGUKURAN CELAH RING PISTON PADA BLOK CYLINDER

Piston 1 Piston 2
No 1 : 0,30 No 2 : 0,41 Oil : 0,25 No 1 : 0,30 No 2 : 0,41 Oil : 0,25
mm mm mm mm mm mm

Piston 3 Piston 4
No 1 : 0,30 No 2 : 0,41 Oil : 0,25 No 1 : 0,30 No 2 : 0,41 Oil : 0,25
mm mm mm mm mm mm

Gambar 4.18 Alat ukur Mikrometer


Pemeriksaan dan Pengukuran Tabung Silinder
Untuk memperoleh tenaga mesin yang maksimal maka kebocoran antara torak dan
ring torak dengan silinder harus dibuat sekecil mungkin, oleh karena itu tabung
silinder tidak boleh terdapat goresan, keovalan, ketirusan maupun keausan yang
terlalu besar.
Pemeriksaan tabung slilinder
Pemeriksaan ini dilihat secara visual dari kemungkinan tergores, cembung yang telalu
besar atau dengan diraba barang kali silinder sudah berubah bentuknya.

4) Pengukuran Tabung Silinder


Alat yang digunakan adalah :
• Jangka sorong
• Mokrometer luar (sesuai ukuran)
• Silinder boore gauge (sesuai ukuran)
• Ragum micrometer (bila diperlukan)

Cara Pengukuran :
a) Ukur diameter silinder bagian atas yang tidak terkena gesekan ring torak
b) Ambil micrometer yang sesuai dengan hasil pengukuran tersebut
c) Kalibarasi micrometer dan setting/posisikan micrometer sesuai dengan hasil
pengukuran dengan jangka sorong (untuk memudahkan penghitungan dapat
dibulatkan ketasa atau kebawah).
d) Rakit silinder Boore Gauge yang sesuai dengan ukuran (dapat dicoba masukkan
dalam silinder) kemudian kalibrasi silinder bore dengan micrometer tersebut (pada
saat silinder bore diukur dengan micrometer dibuat posisi jarum dial pada angka nol
dan jangan merubah posisi micrometer).
e) Ukur diameter silinder dengan silinder bore gauge pada enam posisi yaitu bagian
yang terkena gesekan ring torak bagian atas (melintang dan membujur (X dan
Y), bagian tengan (X dan Y), dan Bagian bawah (X dan Y) .

Kerataan Blok Cylinder : 0,05 mm


Gambar 4.19 Pengukuran Cylinder block
PENGUKURAN LINER PADA CYLINDER BLOCK :

Linier Cylinder 1
X1 : 91,10 mm X2 : 91,10 mm X3 : 91,10 mm
Y1 : 91,10 mm Y2 :91,10 mm Y3 : 91,10 mm

Linier Cylinder 2
X1 : 91,10 mm X2 : 91,10 mm X3 : 91,10 mm
Y1 : 91,10 mm Y2 : 91,10 mm Y3 : 91,10 mm

Linier Cylinder 3
X1 : 91,10 mm X2 : 91,10 mm X3 : 91,10 mm
Y1 : 91,10 mm Y2 : 91,10 mm Y3 : 91,10 mm

Linier Cylinder 4
X1 : 91,10 mm X2 : 91,10 mm X3 : 91,10 mm
Y1 :91,10 mm Y2 : 91,10 mm Y3 : 91,10 mm
Gambar 4.20 Alat ukur dial gauge dan micrometer
BAB IV

PEMBAHASAN

Spesifikasi Mitsubishi Colt Diesel

PECIFICATION
110PS 125PS 136PS
DIMENSION
FE71 FE73 FE73HD FE74 FE74HD FE75 FE84
Overall Length (mm) 4735 5960 5960 5960 5960 5960 6050
Overall Width (mm) 1750 1870 1870 1970 1970 1970 2035
Overall Height (mm) 2055 2130 2130 2145 2145 2120 2210
Wheelbase (mm) 2500 3350 3350 3350 3350 3350 3350
Front Tread (mm) 1390 1390 1390 1400 1400 1400 1665
Rear Tread (mm) 1380 1435 1435 1495 1495 1495 156
Ground 200 200 200 210 210 210 210
Clearance (mm)
WEIGHT
Kerb Weight (kg) 1835 2145 2175 2310 2330 2330 2465
G.V.W. (kg) 5150 7000 7000 7500 7500 8000 8000
PERFORMANCE
Max Speed (km/h) 116 100 94 120 113 107 107
Max Climbing 42.0 39.0 42.5 41.0 47.0 50.0 50.0
(tan Ø)
Ability
Min. Turning 5.1 7.0 7.0 7.0 7.0 7.0 7.0
(m)
Radius
ENGINE
Model 4D34-2AT5 4D34-2AT8 4D34-2AT7
Type Direct Injection 4 stroke, water cooling with turbo intercooler
Configuration 4 cylinder in line
(mm x
Bore x Stroke 104 x 115 104 x 115 108 x 115
mm)
Displacement (cc) 3908 3908 3908
Max Output (PS/rpm) 110/2900 125/2900 136/2900
Max Torque (kg/rpm) 28/1600 33/1600 38/1600
TRANSMISSION FE71 FE73 FE73HD FE74 FE74HD FE75 FE84
Model M025S5 M025S5 M025S5 M035S5 M035S5 M035S5 M035S5
Type 5 Speed, 1-5 synchromesh, reverse constantmesh
1st 5.181 5.181 5.181 5.380 5.380 5.380 5.380
nd
2 2.865 2.865 2.865 3.028 3.028 3.028 3.028
rd
3 1.593 1.593 1.593 1.700 1.700 1.700 1.700
Gear th
4 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
ratio
5th 0.739 0.739 0.739 0.722 0.722 0.722 0.722
Reverse 5.181 5.181 5.181 5.380 5.380 5.380 5.380
Final 4.875 5.714 6.166 6.571 6.166 6.166 6.166
Single Dry Clutch :
Clutch Single Dry Clutch : C4W30D
C3W28D
AXLE
Front Reserve Elliot, type "I" beam
Rear Full floating type
SUSPENSION
Front & Rear Semi elliptic, laminated leaf spring with shock absorber
TYRE & WHEEL
7.50-15- 7.00-16- 7.00-16- 7.50-16- 7.50-16- 7.50-16- 7.50-16-
Tyre Size
12PR 14PR 14PR 14PR 14PR 14PR 14PR
Wheel Disc 5.50Fx15 5.50Fx16 5.50Fx16 6.00GSx16 6.00GSx16 6.00GSx16 6.00GSx16
BRAKE
Service Brake Hydraulic double circuit with Vaccum Servo Assistance
Parking Brake Internal Expanding type for rear transmission
Auxiliary Brake Exhaust brake system
OTHER
Steering Ball&Nut type, tilt steering (+ Power Steering - HD, FE75 & FE84)
Battery 24V-60AH (N50Z) average at 20 hours
FUEL SYSTEM FE71 FE73 FE73HD FE74 FE74HD FE75 FE84
Fuel Tank
(liter) 70 100 100 100 100 100 100
Capacity

Langkah Hisap

Seperti telah dijelaskan di atas pada langkah isap terjadi penurunan tekanan

atmosfer yang sesungguhnya, hal ini disebabkan karena rugi-rugi gesekan fluida pasa

sistem pengisapan. Udara luar pada tekanan atmosfer mengalir masuk ke dalam ruang

bakar karena adanya perbedaan tekanan yang lebih rendah di dalam ruang bakar.

Sejumlah muatan udara segar dialirkan saat langkah hisap, hal ini terjadi

karena adanya perbedaan tekanan antara udara luar ( tekanan atmosfer ) dengan

tekanan dalam silinder karena adanya penambahan volume silinder yang disebabkan

gerak langkah piston dari tititk mati atas (TMA) menuju titik mati bawah (TMB).

Pengaliran muatan segar ini melalui saluran hisap dan akan melewati katup hisap

saat terbuka. Katup hisap terbuka beberapa derajat sebelum TMA saat langkah

buang. Saat torak menuju TMB, campuran segar mengalir ke dalam silinder.

Faktor yang mempengaruhi besarnya muatan yang masuk ke dalam silinder:

1. Tahanan hidraulis dari sistem saluran hisap, tekanan akan direduksi sebesar ΔP.

2. Adanya sisa hasil pembakaran di dalam silinder yang mendiami sebagian volume

silinder.

3. Pemanasan campuran udara – bahan bakar oleh permukaan dinding saluran hisap
dan ruang di luar silinder sebesar ΔT yang akan mengurangi kerapatan campuran.
1. Tekanan di Dalam Silinder Selama Proses Pengisapan

Adanya gesekan di dalam saluran isap akan mengurangi jumlah muatan segar

yang terhisap ke dalam silinder karena kerapatan muatan berkurang. Pengaruh

tahanan hidraulik muatan dapat dicari bila diketahui rugi–rugi tekanan ΔPa dalam

sistem hisap atau tekanan Pa pada saat proses penghisapan berakhir. Tekanan di

dalam silinder selama proses pengisian dapat dicari secara tepat bila prosesnya stabil.

Pada mesin 4 langkah saat mencapai kecepatan dan daya rata-rata Pa. Tekanan akhir

langkah hisap dihitung dengan persamaan 3.1 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 27)

yaitu sebagai berikut :

Pa = (0,85 − 0,92)Po (3.1)

dengan:

Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap

Po = Tekanan udara luar (diasumsikan ≈ 1atm = 0,1013 Mpa)

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Pa = (0,9195) Po
= 0,9195 x 0,1013
= 0,09315 Mpa

Drop pressure yang terjadi dihitung dengan menggunakan persamaan 3.2 (Petrovsky,

Tahun 1979, hal 207) yaitu sebagai berikut :


(3.2)
Pa = (0,03 − 0,05)Po

dengan :

∆Pa : penurunan tekanan karena rugi-rugi gesekan fluida

Pa = (0,04) Po
= 0,04 x 0,1013
= 0,00405 Mpa

2. Temperatur Akhir Pada Saat Langkah Hisap:

Temperatur akhir langkah hisap dapat dihitung dengan persamaan 3.3

(Petrovsky, Tahun 1979, hal 29) yaitu sebagai berikut :

To + ΔTw + γrTr (3.3)


Ta =
1 + γr

dengan:

Ta = Temperatur udara saat langkah hisap

To = Temperatur udara luar (atmosfer). Diasumsikan 28 oC = 301 K

ΔTw = Peningkatan panas akibat kontak dengan dinding silinder dan piston

yang panas.Besarnya 10-15°C (tanpa turbocharger) . (Petrovsky

Tahun 1979, hal 81). Dalam perancangan ini dipilih 15°C

γr = Koefisien gas buang. Besarnya 0,03-0,04 ..(Petrovsky, Tahun 1979,

hal 29). Dalam perancangan ini dipilih 0,038

Ti = Temperatur gas buang. Besarnya 700-800 K .(Petrovsky, Tahun 1979,

hal 32). Dalam perancangan ini dipilih 785 K


Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

301 + 15 + (0,038  785)


Ta =
1+ 0,038
= 333,1696 K

3. Efisiensi Pengisian Untuk Langkah Hisap

Efisiensi pengisian silinder adalah perbandingan antara jumlah muatan segar

aktual We yang dikompresi di dalam silinder dengan jumlah Wo yang akan diisikan di

dalam volume kerja silinder Vd pada tekanan dan suhu udara luar (p0 dan T0). Pada

mesin tanpa supercarjer, p0 dan T0 menyatakan tekanan dan suhu udara luar, tapi pada

mesin dengan supercarjer p0 = psup dan T0 = Tsup yang merupakan tekanan dan suhu

udara setelah melewati blower. Maka efisiensi pengisian dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.4 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai

berikut :

ε  Pa 1
ηch = Po (3.4)
Ta
ε −1 (1+ γr)
To

dengan:

Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap

Po = Tekanan udara luar

Ta = Temperatur udara saat akhir langkah hisap

To = Temperatur udara luar (atmosfer)

ε = Perbandingan kompresi.
γr = Koefisien gas buang. Besarnya 0,03-0,04 ..(Petrovsky, Tahun 1979, hal

29). Maka dipilih 0,038

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

1
18,2  0,09315 
ηch = 333,1696
0,1013 (1 + 0,038)
18,2 −1 301

= 0,8468766

4. Langkah Kompresi

Langkah kompresi merupakan lanjutan dari langkah hisap. Katup hisap akan

tertutup sebelum piston akan mencapai TMB. Akhirnya pada saat piston mencapai

posisi terdekat dengan silinder maka pada motor diesel pada umumnya tekanan dan

temperaturnya berturut-turut dapat mencapai kurang lebih 50 kg/cm2 dan 550oC dan

proses tersebut disebut dengan proses kompresi (Sumber: Wiranto Arismunandar, hal

4)

Temperatur dan tekanan pada akhir langkah kompresi akan dibatasi oleh suatu

kondisi yang disebut dengan detonasi. Detonasi adalah suatu kondisi dimana

campuran bahan bakar dan udara akan terbakar lebih awal atau dikarenakan oleh

pembakaran mula. Hal ini disebabkan karena temperatur dan tekanan ruang bakar

terlalu tinggi melebihi temperatur dan tekanan campuran bahan bakar dan udara yang

berada dalam ruang bakar yang diijinkan, sehingga terjadi pembakaran mula. Detonasi

ini sifatnya sangat merugikan, karena panas hasil pembakaran banyak yang terbuang.
Proses kompresi pada siklus actual berlangsung secara politropis sehingga

temperatur dan tekanan pada akhir langkah kompresi, dihitung dengan menggunakan

persamaan politropik. Dengan memperhitungkan perubahan koefisien politropik n1

yang besarnya 1,34 – 1,39 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 33).

Eksponen politropis dicari dengan metode trial error dari persaman 3.5 (sumber :

Petrovsky, Tahun 1979, hal 34) yaitu sebagai berikut :

1,985 (3.5)
A+ B +T  (
a
k −1
1 ) 1.98
+1 = 5
k1 − 1

dengan :

k1 ≈ n1 = 1,34 -1,39 koefisien politropik.

A dan B = koefisien yang ditemukan berdasarkan percobaan

yang dilakukan oleh N.M. Glagolev untuk setiap

macam gas. (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 47).

A untuk udara = 4,62

B untuk udara = 0,00053

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

4,62 + 0,00053 333,1696 (18,2 k −1 + 1) =


1,985

k−1

dengan metode komputasi maka didapat k1 ≈ n1 = 1.3732

1.4. Tekanan Akhir Langkah Kompresi:

Tekanan akhir langkah kompresi dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan 3.6 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai berikut :
Pc = Pa   n1 (3.6)

dengan:

Pc = Tekanan akhir langkah kompresi

Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap

ε = Perbandingan kompresi

n1 = Koefisien politropik. Besarnya ≈ 1,3732. (Petrovsky, Tahun 1979, hal

33).

Maka didapat tekanan dan suhu akhir kompresi adalah :

Pc = Pa  ε n1
= 0,09315 Mpa 18,21,3732
= 5,0036 MPa

5. Temperatur Akhir Langkah Kompresi:

Temperatur akhir langkah kompresi dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan 3.7 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai berikut :

Tc = Ta εn1-1 (3.7)

dengan:

Tc = Temperatur akhir langkah kompresi

Ta = Temperatur udara saat akhir langkah hisap

ε = Perbandingan kompresi

n1 = Koefisien politropik. Besarnya ≈ 1,4.(Petrovsky, Tahun 1979, hal 33).

Dengan menggunakan metode iterasi maka didapat n1=1,3732.


Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Tc = Ta   n1−1
= 333,1696 18,2(1,3732−1)
= 983,839 K

6. Proses Pembakaran
Proses pembakaran terjadi saat piston berada beberapa derajat sebelum TMA.

Campuran udara dan bahan bakar yang terkurung di dalam ruang bakar dimampatkan

pada saat proses kompresi, sehingga tekanan dan suhu di dalam ruang bakar naik

secara tiba-tiba.

Pada proses ini terjadi pembakaran campuran bahan bakar dan udara yang

unsur utamanya adalah karbon, hidrogen dan oksigen. Udara mengandung 23%

oksigen (O2 ) 76,7%; Nitrogen (N2) dalam basis massa, sedangkan mengandung 21%

Oksigen dan 79% Nitrogen dalam basis volume.

Kandungan unsur utama bahan bakar :

C = 86% = 0,86 mol/kg.bahan bakar

H = 13% = 0,13 mol/kg.bahan bakar

O2 = 1% = 0,01 mol/kg.bahan bakar

7. Reaksi Pembakaran

Misalkan pada 1 kg bahan bakar mengandung c kg Karbon, h kg Hidrogen,

dan o kg Oksigen.
1 kg = c kg + h kg + o kg

Reaksi pembakaran Karbon sempurna :

C + O2 = CO2

Jika dimasukkan berat atom maka :

12 kg C + 32 kg O2 = 44 kg CO2

Pembakaran 1 kg Karbon menghasilkan :

32
kg O = 44 CO
2
2
1 kg C + 12 12

Dan pembakaran c kg Karbon :

32 kg O2 = c  44
1 kg C + c  CO2
12 12

Dalam mol :

c
c CO2
1 kg C + kg O2 = 12
12

Reaksi pembakaran karbon tidak sempurna :

2 C + O2 = 2CO
24 kg C + 32 kg O2 = 56 kg CO
32 56
1 kg C + kg O2 = kg CO
24 24
c
32 kg O2 = c
c kg C + 56 kg CO
24
24
24 kg C + 1 mol O2 = 2 mol CO
c c
mol O2 = mol CO
c kg C + 24 12

Reaksi pembakaran hidrogen:


2 H2 + O2 = 2 H2 O
4 kg H2 + 32 kg O2 = 36 kg H2O
h h
h kg H2 + 32 kg O2 = 36 H2O
4 4
4 kg H2 + 1 mol O2 = 2 mol H2O
h h
h kg H2 + mol O2 = mol H2O
4 2

Sehingga dengan melihat reaksi diatas, jumlah oksigen (O2) secara teoritis yang

dibutuhkan untuk pembakaran 1 kg adalah :

c
O2 = + h − 0 mol
12 4 32
0 = mol O2 yang terlibat dalam pembakaran 1 kg bahan bakar
dimana
32

Komposisi bahan bakar :

C = 86 %

H = 13 %

O2 = 1 %

Sehingga kebutuhan udara secara teoritis dapat dihitung dengan persamaan 3.8

(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 38) :

1 c + h −o )
Lo' = ( ( 3.8)
4 32
0,21 12

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

1 0,86 0,13
Lo' = ( ) ( + + 0,01 )
12 4 32
0,21
1
= 0,494 mol/kg bahan bakar
8. Koefisien Kelebihan Udara
Jumlah udara yang digunakan mesin akan bertambah besar, mengecil atau

bahkan setimbang terhadap perhitungan teoritisnya, tergantung pada tipe tiap susunan

campuran bahan bakar dan udara. Perbandingan jumlah udara yang ikut terbakar

bersama bahan bakar terhadap perhitungan teoritisnya disebut koefisien kelebihan

udara (α)

α = 1 disebut campuran setimbang

α < 1 disebut campuran kaya

α > 1 disebut campuran miskin

Pada motor diesel kecil putaran tinggi harga α = 1,3 – 1,7(Sumber : Petrovsky, Tahun

1979, hal 38) dipilih1,7.

Proses pembakaran 1 kg bahan bakar menghasilkan:

0,86
=
M co2
12
= 0,071 mol
0,13
M =
H2O
2
= 0,065 mol
'

M O2 = 0,21(α − 1)Lo
= 0,21(1,7 −1)0,494
= 0,072 mol
M = 0.79  α  Lo'
N2
= 0,79 1,7  0,494
= 0,66 mol

Jumlah total mol gas hasil pembakaran 1 kg bahan bakar :

Mg = 0,071 + 0,065 + 0,072 + 0,66


= 0,868 mol
Volumetrik hasil pembakaran:

0,071
Vco2 =
0,868
= 0,081
0,065
VH2O =
0,868
= 0,074
0,072
VO2 =
0,868
= 0,082
0,66
VN2 =
0,868
= 0,760

Kebutuhan udara total secara aktual dapat dihitung dengan persamaan 3.9 (petrovsky,

Tahun 1979, hal 38) yaitu sebagai berikut :

L'= Lo' (3.9)


sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

L'= Lo'α
= 0,494 1,7
= 0,839kg

9. Koefisien Kimia Penambahan Molar μo

Koefisien kimia penambahan molar dapat dihitung dengan persamaan 3.10

(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 40) yaitu sebagai berikut :

ΔMg (3.10)
μ0 = 1+
αLo'

dengan :

∆Mg = total hasil pembakaran 1 kg bahan bakar

ΔMg = Mg − αLo'
= 0,868 -1,7  0,494
= 0,028

L = kebutuhan udara aktual

α = koefisien kelebihan udara

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

0,028
μ0 = 1 +

1,7 0,494
= 1,033
10. Koefisien Perubahan Molar karena Adanya Gas Hasil Pembakaran

Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran dapat dihitung dengan

persamaan 3.11 ( Sumber : Petrovsky , Tahun 1979 , Hal.40 ) yaitu sebagai berikut :

o +  r
U=
1+r

dengan :

μ = Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran, sehingga

didapat perhitungan perhitungan sebagai berikut :

 = 1,033 + 0,035
1 + 0,035

=1,031

11. Kapasitas Molar Rata-Rata Dari Gas Volume Konstan

Kapsitas molar rata-rata dari gas volume konstan dapat dihitung dengan

persamaan 3.11 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 46) yaitu sebagai berikut :

(mC v )g = Ag + BgTz (3.11)

dengan :

A dan B merupakan konstanta yang diperoleh berdasarkan percobaan N.M

Glagolev. ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 47)

Gas yang terkandung dalam udara A B

CO2 7,82 0,00125

H2O 5,79 0,000112

N2 4,62 0,00053

O2 4,62 0,00053
Sehingga dari persamaan dibawah ini ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48),

didapatkan :

Ag = VCO2ACO2 + VH2OAH2O + VN2AN2 + VO2AO2 ( 3.12)

sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :

Ag = VCO2ACO2 + VH2OAH2O + VN2AN2 + VO2AO2


= 0,081 7,82 + 0,074  5,79 + 0,760  4,62 + 0,082  4,62
= 4,95

Bg = VCO2BCO2 + VH2OBH2O + VN2BN2 + VO2BO2 ( 3.13)

sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :

Bg = VCO2BCO2 + VH2OBH2 O + VN2 BN2 + VO2BO2


= 0,081125 10−5 + 0,074 112 10−5 + 0,76  53 10−5 + 0,082  53 10−5
= 0,00063

sehingga didapatkan :

(mCv)g = Ag + BgTz

= 4,95 + 0,00063.Tz
12. Kapasitas Panas Molar Isokhorik Rata-Rata Udara

Nilai kapasitas panas molar. Isokhorik rata-rata dapat dihitung dengan

mnggunakan persamaaan 2.14 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 48)

(mCv )g = Ag + Bg Tz
= 4,95 + 63 10-5 Tz
(mC )g = (mC )g + 1,985 kcal/mol oC
p v
= 4,95 + 63 10-5 Tz + 1,985
= 6,935 + 63 10-5 Tz ( 3.14)

13. Kapasitas Molar Isokhorik Udara Pada Akhir Kompresi

Nilai kapasitas molar isokhorik pada akhir kompresi dapat dihitung dengan

persamaan 3.15, (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) seagai berikut :

(mC v )a = 4,62 + 0,00053Tc ( 3.15)

sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :

(mC v )a = 4,62 + 0,000531042,027

= 5,17 kcal/mol°C

14. PerhitunganTemperatur Akhir Langkah Pembakaran:

Perhitungan temperatur akhir langkah pembakaran dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.16 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu

sebagai berikut :

ξ.zQt + (mCv )mix + 1,985λ T c = μ(mC p )gTz (3.16)


αLo (1 + γr)
'

dengan:

ξz = Koefisien panas (untuk diesel = 0,65-0,85). (sumber : Petrovsky,

Tahun 1979, hal 44)


Qt = Nilai panas rendah bahan bakar (10.100 kcal/kg). (sumber :

Petrovsky, Tahun 1979, hal 48)

α = Koefisien kelebihan udara (1,3-1,7)

λ = Faktor kenaikan tekanan (1,5-1,8)

γr = Koefisien gas residu (0,03-0,04)

sehingga persamaan pembakaran diatas menjadi :

0,85 10100 + 5,141 + 1,985..983,839 = 1,031(6,935 + 63.10−5 T )T


1,7 0,494(1+ 0,038)

15. Tekanan Akhir Pembakaran

Nilai tekanan akhir pembakaran dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan 3.17, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu sebagai berikut :

Pz = Pc   ( 3.17)

Karena harga-harga kenaikan tekanan λ dan suhu akhir pembakaran Tz belum

diketahui, maka terlebih dahulu dinyatakan dalam variabel pz. dari persamaan diatas

diperoleh :

Pz
=
Pc
Pz
=
5,0036
= 0,1999Pz

Berdasarkan persamaan 3.18, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 50) yaitu sebagai
berikut :

Tz
Pz = Pcμ.
Tc ( 3.18)

dengan :

Pz = Tekanan akhir pada saat langkah pembakaran

Tz = Temperatur akhir pada saat langkah pembakaran

μ = Koefisien molar

Tc = Temperatur akhir langkah kompresi

Pc = Tekanan akhir langkah kompresi

Maka didapat :
Tz
P=P 
z c 
Tc
Pz  Tc
Tz =
  Pc
Pz  983,839
=
1,03  5,0036
= 190,899Pz

Dengan memilih ξ = 0,83 dan nilai kalor bahan bakar Ql = 10100 kkal/kg, maka

persamaan 3.16 dapat ditulis sebagai berikut :

0,85 10100 + 5,141 + 1,985..1042,027 = 1,031(6,935 + 63.10−5 T )T


z z

1,7 0,494(1+ 0,038)


+ 5,141 + (1,985  0,1999 pz ) 983,839 =
0,85 10100

1,7 0,494(1+ 0,038)

= 1,031(6,935 + (6,310 −4 190,899 pz})190,899 pz


Dengan menyelesaikan persamaan di atas dan mengubahnya menjadi persamaan

homogen maka didapatkan persamaan

23,67P + 954,74P -14906,35 = 0


2

z z

dengan rumus kuadrat diperoleh :

Pz = − b  b − 4ac
2

2a
− 954,74 (954,74)2 − 4.23,67.(−14906,35)
=
2  23,97
− 954,74  1524,09
=
47,94

Maka didapatkan akar-akar Pz1 = 11,876 dan Pz2 = -51,7069. Karena untuk tekanan

absolut tidak ada tekanan negatif maka digunakan pz = 11,876 MPa.

Maka suhu pada akhir langkah kompresi adalah :

Pz  Tc
Tz =
  Pc
11,876  983,839
= K
1,031 5,0036
= 2264,92K

Kenaikan tekanan λ dihitung dengan menggunakan persamaan 3.19 (Petrovsky, Tahun

1979, hal 45):


Pz
λ=
Pc ( 3.19)

maka didapat :

11,876
λ=
5,0036
= 2,37

16. Langkah Ekspansi

Setelah terjadi proses pembakaran bahan bakar dengan udara karena tekanan

yang sangat kuat, maka dihasilkan tenaga yang mampu mendorong piston dari TMA

ke TMB. Langkah ini adalah proses perubahan energi panas menjadi energi mekanik.

Karena gerakan piston dari TMA menuju TMB, maka volume silinder akan menjadi

besar dan tekanan udara dalam silinder akan menurun.

Proses ekspansi merupakan proses politropik dengan eksponen politropik (n2),

dengan mengetahui besarnya eksponen politropis, maka dapat dihitung tekanan dan

temperature pada akhir langkah ekspansi. Setelah langkah ekspansi dilanjutkan

dengan proses pembuangan, yang diawali saat katup buang mulai terbuka.

17. Perbandingan Ekspansi Awal

Perbandingan ekspansi awal ρ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

3.20 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 50) yaitu sebagai berikut :

μ  Tz
ρ=
(3.20)
λ Tc
maka didapat :

1,033  2264,92
ρ=
2,37  983,839
= 1,0034

18. Perbandingan Ekspansi Akhir

Perbandingan ekspansi akhir dapat dihitung dengan persamaan 3.21 (sumber :

Petrovsky, Tahun 1979, hal 41) yaitu sebagai berikut :


= (3.21)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

 =18,2
1
= 18,2

Untuk siklus volume konstan δ = ε. Maka didapatkan k2 yang diasumsikan

sama dengan n2 (n2 ≈ k2). Harga numeris eksponen ekspansi politropik n2 bervariasi

antara 1,15 – 1,30.

Dengan harga δ = ε = 18,2, maka dapat ditulis dalam bentuk persamaan homogen

(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 89) yaitu sebagai berikut :

Sehingga didapat :
Apabila persamaan di atas diselesaikan dengan metode trial error maka didapat
harga k2 = 1,2832. Harga ini diasumsikan sama dengan n2 (k2 = n2).

19. Tekanan Akhir Langkah Ekspansi:

Tekanan akhir langkah ekspansi dihitung dengan menggunakan persamaan

3.22 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 52) yaitu sebagai berikut :

pz
Peks =
δn2 (3.22)

dengan :

Pz = Tekanan akhir pembakaran (Mpa)

δ = Perbandingan akhir langkah ekspansi

n2 = Koefisien politropis

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

pz
Peks =
 n2
11,876
=

18,21,2823

= 0,2877 Mpa
20. Temperatur Akhir Langkah Ekspansi:

Temperatur akhir langkah ekspansi dihitung dengan menggunakan

persamaaan 3.22 ( Petrovsky, Tahun 1979, hal 52 ) yaiyu sebagai berikut :

dengan :

Teks = Temperatur askhir langkah ekspansi

Tz = Temperatur akhir proses pembakaran

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Tz
Teks =
δn2−1
2008,946
=

18,21,2823−1
= 885,625 K

21. Tekanan Indikasi Rata-rata

Tekanan indikasi rata-rata teoritis dengan nilai volume konstan ρ = 1.

Karena dari perhitungan sebelumnya ρ = 1, maka dipakai siklus volume konstan.

Harga pc terlebih dahulu diubah dari megapaskal (MPa) menjadi Kg/cm2. Tekanan

indikasi rata-rata teoritis dihitung dengan menggunakan persamaan 3.23 (Petrovsky,

Tahun 1979, hal 55):


dengan :

Pit = Tekanan indikasi rata-rata.

Pc = tekanan akhir langkah ekspansi

δ = Perbandingan ekspansi akhir

n2 = Koefisien politropis untuk langkah ekspansi

λ = Perbandingan volume saat pembakaran

ε = Perbandingan kompresi

n1 = Koefisien politropis saat langkah isap

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

(Untuk 1 kg/cm2 =98,07 kPa


22. Tekanan Indikasi Rata-Rata Aktual:

Tekanan indikasi rata-rata aktual dihitung dengan menggunakan persamaan

3.24 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 55) yaitu sebagai berikut :

(3.24)
Pi = Pit  ψ

dengan :

ψ = Bagian langkah piston yang hilang 0,96-0,97.

(sumber :Petrovsky, Tahun 1979, hal 55). Diambil 0,97.

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Pi = 8,662  0,97
= 8,402kg/cm 2
23. Kerja Indikasi dan Daya Indikasi Hp (horse power)

Kerja yang dilakukan gas di dalam silinder pada langkah kerja disebut kerja

indikasi. Kerja indikasi dan daya indikasi mesin dihitung dengan menggunakan

persamaan 3.25 dan 3.26 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 57-58) yaitu sebagai berikut :

Wi = Pi  Vd (3.25)

Dengan

Pi = Tekanan indikasi rata-rata (kg/m2).

Vd = Volume langkah piston

Dari perhitungan di atas diketahui Pi = 8,402 kg/cm2, maka didapat perhitungan

sebagai berikut :

Wi = 8,402 (   0,097 2
 0,103)

Wi = 6,392 10−3 kg / cm2

Untuk mesin 4 langkah z = 2, maka persamaan di atas menjadi :

104 piVd  n  i pi  Vd  n  i
Ni = = hp
60 75 z (3.26)
0,9

dengan

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :


= daya indikasi
 0,097
horsepower
2
Ni 8,402 0,

vd = volume langkah piston

n = putaran mesin

I = jumlah silinder

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :


24. Torsi Yang Dihasilkan

Torsi yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan 3.27 (sumber :

Sularso, Elemen Mesin, hal 7) yaitu sebagai berikut :

Nb
T = 9,74 105. (3.27)
n

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

88,64
T = 9,74 105.
3800
= 22719,83 kg.m
25. Efisiensi Mekanis

Untuk menghitung rugi-rugi mekanis relatif digunakanlah efisiensi mekanis.

Efisiensi mekanis menyatakan perbandingan daya kuda rem dan daya indikasi.

Efisiensi mekanis dihitung dengan menggunakan persamaan 3.28 (Petrovsky, Tahun

1979, hal 60) yaitu sebagai berikut :

Nb
m = (3.28)
Ni

Dari data kendaraan diketahui daya kuda rem sebesar 88,64Hp maka efisiensi

mekanisnya adalah :

88,4
ηm =
107,952
= 0,821
= 81,8%

26. Tekanan Efektif Rata-Rata:

Tekanan efektif rata-rata dihitung dengan menggunakan persamaan 3.29

(Petrovsky, Tahun 1979, hal 57) yaitu sebagai berikut :

Pe = ηm  Pi (3.29)

Dengan:

ηm = Efisiensi mekanis (0,78-0,83) (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 61)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Pe = ηm  Pi
= 0,818  8,402
= 6,8728 kg/cm2
27. Brake Horsepower

Brake Horsepower dihitung dengan menggunakan persamaan 3.30

(Petrovsky, Tahun 1979, hal 57) yaitu sebagai berikut :

pe .vd .ni
Nb= (3.30)
0,45.z

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

28. Kebutuhan Bahan Bakar

Kebutuhan udara teoritis dalam mol/kg bahan bakar untuk pembakaran 1 kg

bahan bakar, Lo’ = 0,494 mol/kg bahan bakar.

Dalam satuan berat (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 37), menjadi :

Lo"= 28,95  Lo '


= 28,95  0,494
= 14,30 kg/mol bahan bakar

dimana : 28,9 kg/mol adalah berat molekul udara

Dalam satuan volumetric, (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 37), menjadi :
To
L '''= Lo "
288Po 
o

dengan :

To = suhu udara luar

Po = tekanan udara luar (1 atm)

Lo” = kebutuhan udara untuk pembakaran 1 kg bahan bakar dalam satuan

berat.

Sehingga didapat pehitungan sebagai berikut :

301
L ''' = 14,3
o

288 1
= 14,945 m3/kg bahan bakar

29. Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam

Konsumsi bahan bakar tiap jam dihitung dengan menggunakan persamaan

3.30 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai berikut :

Vd  ηch  n  60i
Fh =
2 α. Lo''' …………………………………………………….. (3.30)

dengan :

Fh = kebutuhan bahan bakar tiap jam

ηch = efisiensi pengisian pada langkah isap


sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

0,00076076  0,8469  3000  60  4


Fh =
2 1,7 14,945
= 9,129 kg/jam

Massa jenis bahan bakar (minyak solar) 0,85 kg/L. Sehingga kebutuhan bahan bakar

9,129
= 10,74 Liter/jam
kebutuhan bahan bakar dalam liter per jam = 0,85

Kebutuhan bahan bakar tiap silinder :

Fh
F =
s
4
9,129
=
4
= 2,28kg / jam

Sehingga panas yang dihasilkan pembakaran bahan bakar pada tiap silinder adalah

q = Fs x Qi

= 2,28 x 10100

= 23050,725 Kkal/jam

30. Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam Untuk Indikasi Daya (Ni)

Konsumsi bahan bakar tiap jam untuk indikasi daya (hp) dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.31 (sumbeer : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu

sebagai berikut :

Fh
Fi = (3.31)
Ni
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

10,74
Fi =

107,952
= 0,0995 Liter/Hp. jam

Kebutuhan bahan bakar tiap silinder : 0,02487 Liter/Hp.jam

31. Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam Untuk Break Thermal

Konsumsi bahan bakar per jam untuk indikasi break thermal dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.32 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai

berikut :

Fh
Fb = (3.32)
Nb

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

10,74
Fb =
88,4
= 0,1214 Liter/Hp. jam

32. Efisiensi Indikasi Panas:

Efisiensi panas ini menunjukkan derajat pemakaian panas yang dihasilkan

selama pembakaran bahan bakar untuk memperoleh daya indikasi pada mesin (Ni).

Efisiensi indikasi panas untuk daya (Hp) dan daya breakthermal (Hp) dihitung dengan

menggunakan persamaan 3.33 dan 3.34 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 62)

yaitu sebagai berikut :


632
ηi =
(3.33)
Fi Qt

Dengan:

Ot = Panas rendah bahan bakar (solar = 10100 kcal/kg)

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

632
ηi =
0,0995 10100
= 0,6288
= 62,88%

33. Efisiensi Daya Break Thermal (Hp)

632
ηb =
( 3.34)
Fb Qt

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

632
ηb =
0,1212 10100
= 0,5163
= 51,63%

34. Kebutuhan Bahan Bakar Spesifikasinya

Kebutuhan bahan bakar specifikasi dihitung dengan menggunakan persamaan

3.35 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai berikut :

Fi
F=
(3.35)
m

dengan :

Fi = konsumsi bahan bakar indikasi spesifik


ηm = efisiensi mekanis

sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

0,0995
F=
0,821
= 0,1212 Liter/Hp. jam
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah melakukan pengamatan pada engine diesel, maka dapat diambil
kesimpulan, antara lain sebagai berikut :
a. Proses Pembakaran
Pada engine diesel, proses pembakaran yang terjadi adalah dengan
proses kompresi. Oleh karena itu motor bakar diesel sering juga disebut
motor penyalaan kompresi (Compression Ignition Engine).
b. Prinsip Kerja Engine Diesel
Untuk menghasilkan kerja dibutuhkan 4 langkah piston (langkah
isap, langkah kompresi, langkah kerja, langkah buang) atau 2 kali putaran
crankshaft.
c. Gangguan Suara
Sebab utama mengapa engine diesel mengeluarkan suara lebih
keras dari engine bensin karena engine diesel bekerja dengan tekanan
pembakaran lebih tinggi dan laju kenaikan pembakarannya lebih cepat.
d. Sistem Pelumasan
Pelumasan memegang peranan yang sangat penting untuk
memperpanjang umur pemakaian dan meningkatkan kinerja dari engine.
Selain itu, pelumasan juga dimaksudkan untuk mengurangi gesekan
langsung antara komponen-komponen yang bersinggungan langsung, serta
mengurangi panas dan mengeluarkan (mengambil) kotoran-kotoran yang
terdapat pada komponen-komponen mesin yang dilaluinya.
e. Berdasarkan data pemeriksaan dan pengukuran maka dapat disimpulkan
komponen mana yang dapat di perbaiki dan yang harus diganti. Komponen
yang harus diganti ialah gasket full set karena tidak bisa dipergunakan lagi.
Bantalan Dan komponen yang harus diganti yang lainnya adalah bantalan
main jurnal, bantalan crank pin, piston, sedangkan komponen yang harus
diperbaiki adalah lubang silinder, main jurnal poros engkol, crank pin
poros engkol dan setelah dilakukan perbaikan dan penggantian komponen
mesin colt diesel dapat berfungsi dengan baik. Gas buang yang keluar dari
knalpot tidak berwarna putih keabu-abuhan..
DAFTAR PUSTAKA

Mitsubishi Motor, 2003, Training Manual , Sole Distribution of Mitsubishi


Motors, Jakarta.

Mitsubishi Motor, 2007, Part Sales Training I , Sole Distribution of


Mitsubishi Motors, Jakarta.

Panjaitan M Subaja, 2004, Engine Colt Diesel FE 3 dan 4 Series,


Yogyakarta.

Toyota Astra Motor, 1998, Service Division, PT. Toyota Astra Motor,
Jakarta.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai