BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Proses kerja motor bensin empat langkah dapat dilihat pada diagram katup dan gambar
di bawah ini :
Tabel 1.2
Jenis Bahan Bakar dan Penggunaannya [19]
Keterangan:
CI = Compression Ignition
SI = Spark Ignition
FC = Fuel Cell
Mono = kendaraan berjalan dengan hanya satu jenis bahan bakar
Dual = kendaraan dengan dua system bahan bakar, dapat beroperasi secara bergantian
FFV = Flexible fueled vehicle, dapat beroperasi dengan dua jenis bahan bakar atau dengan
mencmpournya
Tabel 1.3
Bahan Bakar, Sumber, dan Propertinya [19]
2.3.4 Viskositas
Viskositas kinematic BBM (cairan) menggambarkan kekentalan BBM dan hal ini
berkitan dengan tahanan yang dialaminya apabila mengalir melalui pipa atau lubang kecil.
Sebagai contoh pemakaian BBM marine fuel oil (MFO) memerlukan pemanasan terlebih
dahulu untuk mengurangi viskositas kinematiknya sebelum bisa digunakan sebagai bahan
bakar meisn Diesel agar tidak menyumbat pengabut mesin Diesel bersangkutan.
Viskositas dinamik BBM adalah viskositas kinematic kali massa jenis BBM. Viskositas
kinematic diukur dalam Stokes (St), sedangkan viskositas dinamik diukur dalam Poise (P).
Sering digunakan centistokes. (Djiteng Marsudi, p.47, 2005)
2.3.5 Densitas
Densitas (massa jenis) menunjukkan perbandingan berat per satuan volume.
Karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin per satuan
volume. Massa jenis terkait dengan viskositas. (Rama Prihandana, Roy Hendroko &
Makmuri Nuramin. p.65, 2006)
Bahan bakar dengan angka oktan terlalu rendah menyebabkan gejala knocking pada
beban tinggi. Rasio kompresi maksimum tergantung pada ketahanan bahan bakar terhadap
gejala knocking. Semakin tinggi angka oktan, ketahanan knocking-nya semakin baik dan
efisiensi yang dihasilkan mesin semakin baik. Angka oktan sebuah bahan bakar menyatakan
salah satu dari RON (Research Octane Number) atau MON (Motor Octane Number). (Muji
Suyito & Suyitno, p.38, 2019)
T = F x r ............................................................................................................(2-1)
dimana :
T: Torsi benda berputar (Nm)
F: Gaya sentrifugal dari benda yang berputar (N)
r : Jarak benda ke pusat rotasi (m)
B. Daya Indikatif
Dalam mesin pembakaran jenis reciprocating, bahan bakar diumpankan ke dalam ruang
bakar sehingga terbakar bercampur udara, mengonversikan energi kimianya menjadi panas.
Tidak semua energi ini dapat menggerakan piston karena terdapat berbagai kerugian, seperti
ke saluran buang, ke pendingin dalam radiasi. Energi yang tersisa, yang dikonversikan
menjadi tenaga, disebut daya indikatif ( indicated horse power, ihp).
𝑃𝑖 ×𝑉𝑑×𝑛×𝑖
𝑁𝑖 = .........................................................................................(2-2)
0,45×𝑧
dimana :
Ni : Daya Indikatif (PS)
Pi : tekanan indikasi rata-rata (kg/cm²)
𝜋.𝐷2.𝐿
Vd : volume langkah satu silinder = (m³)
4
D : diameter silinder (m)
L : panjang langkah torak (m)
n : putaran mesin (rpm)
i : jumlah piston
z : jumlah putaran poros engkol untuk setiap siklus untuk 4 langkah z = 2, dan
untuk 2 langkah z = 1
C. Daya Efektif
Daya yang tersedia pada poros engkol (crankshaft) lebih sedikit dibandingkan daya
indikatif, dikarenakan adanya gesekan dan pembebanan pada mesin. Daya ini disebut dengan
daya efektif atau biasa disebut brake power / brake work (Pulkrabek, 2004, p.46).
𝑇×𝑛
𝑁𝑒 = ..................................................................................................(2-3)
716,2
dimana :
Ne : Daya Efektif (PS)
T : Torsi (Nm)
n : putaran (rpm)
D. Daya Mekanis
Tenaga yang menggerakan piston ini dalam pentramisiannya mengalami kerugian
karena gesekan, pemompaan, dan lain-lain. Jumlah semua kerugian tersebut dikonversikan
ke tenaga, disebut daya mekanis (friction horse power).
Kehilangan daya (Nm) terjadi akibat adanya gesekan pada torak dan bantalan.
𝑁𝑚 = 𝑁𝑖 − 𝑁𝑒 .....................................................................................(2-4)
dimana :
Nm : Daya Indikatif (PS)
Ne : Daya efektif (PS)
Nf : Daya mekanis (PS)
E. Mean Efective Pressure
Mean effective pressure (MEP) adalah tekanan konstan teoretis yang jika bekerja pada
piston selama power stroke akan menghasilkan kerja yang sama seperti yang sebenarnya
terjadi dalam satu siklus lengkap. MEP adalah indeks yang menghubungkan hasil kerja
mesin dengan ukurannya (volume perpindahan).
𝑁𝑒𝑜×0,45×𝑧
𝑀𝐸𝑃 = 𝑃𝑒 = .....................................................................(2-5)
𝑉𝑑×𝑖×𝑛
dimana :
MEP : Tekanan efektif rata-rata
Vd : Volume langkah (m3)
i : Jumlah piston/silinder
n : Putaran mesin (rpm)
F. Specific Fuel Consumption
Specific Fuel Consumption secara umum memilikii satuan gm/kW-hr atau lbm/hP-hr.
Untuk kendaraan transportasi, biasanya digunakan penghematan bahan bakar dalam hal
jarak tempuh per unit bahan bakar seperti km per liter (Pulkrabek, 2004, p.57).
G. Efisiensi
Efisiensi merupakan perbandingan yang terbaik antara sebuah input (masukan) dan
output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya
juga hasil optimal yang telah dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Jadi bisa
dikatakan hubungan antara apa yang telah diselesaikan. (SP.Hasibuan (1984;233-4))
Dimana :
AF : Air-Fuel Ratio
mair : massa udara (kg)
mfuel : massa bahan bakar (kg)
2.5.2.2 Grafik Hubungan Putaran terhadap Daya Mekanis, Daya Indikatif, dan MEP
Pada grafik terlihat semain tinggi putaran maka daya mekanis cenderung meningkat.
Tingkat kenaikan daya mekanis dibawah daya indikasi dan daya efektif.
C. Grafik Hubungan Putaran terhadap MEP
Pada grafik terlihat bahwa grafik mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan
putaran. Tetapi setelah mencapai titik ultimate, harga tekanan efektif rata-rata
mengalami penurunan.
Gambar
Sumber :
B. Model RQV
Model ini biasanya di pasang pada pompa injeksi pada mesin-mesin yang
besar. Governor ini dilengkapi denganspeedupgear untuk mendapatkan
pengontrolan yang lebih akurat. Governor sentrifugal model RQV ditunjukkan
pada Gambar 2.5.
Gambar
Sumber :
Kerugian Mekanis
Merupakan kerugian gesekan yang diubah dalam bentuk kalor yang merupakan
beban pendingin.
2.9.1 Definisi
Variable Valve Timing and Lift Electronic Control (VTEC) adalah teknologi pengatur
katup yang ditemukan oleh Honda, dan sampai sekarang masih digunakan oleh jajaran mesin
Honda yang belum menganut i-VTEC.
2.9.2 Tujuan
Tujuan dari teknologi VTEC (Variable Valve Timing and Lift Electronic Control) yaitu
untuk meningkatkan daya pada kecepatan rendah, menengah dan tinggi sekaligus
meningkatkan efisiensi bahan bakar dan mengurangi emisi gas buang.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
b. Barometer
Digunakan untuk mengukur tekanan atmosfer (mmHg).
c. Aerometer
Digunakan untuk mengukur massa jenis bahan bakar (kg/m3).
d. Flash Point
Digunakan untuk mengetahui titik nyala api suatu bahan bakar (oC).
g. Hygrometer
Digunakan untuk mengukur kelembaban relatif udara (%).
h. Dynamometer
Digunakan untuk mengetahui gaya pembebanan pada poros (Kg).
i. Tachometer
Digunakan untuk menghitung putaran mesin (rpm)
l. Manometer
Digunakan untuk mengukur perbedaan tekanan dalam system (mmH2O).
m. Viscometer
Digunakan untuk mengukur viskositas fluida (η).
n. Bomb calorimeter
Digunakan untuk mengetahui kalor bahan bakar (Kcal/Kg).
8. Baca kenaikan permukaan air yang ada pada tabung ukur C. Kenaikan permukaan air
merupakan volume CO2 yang ada pada 50 ml gas buang yang kita ukur.
9. Untuk mengukur kandungan O2 dan CO ulangi langkah 6 dan langkah 7 untuk keran B
dan keran A pada tabung II dan tabung I.
10. Baca kenaikan permukaan air pada tabung ukur C dengan acuan dari tinggi permukaan
air sebelumnya.
Dimana :
n : putaran (rpm)
Ne : daya efektif (PS)
T : momen torsi (kg.m)
3. Daya Efektif dalam kondisi standard JIS
𝑁𝑒𝑜 = 𝑘. 𝑁𝑒 (PS) ..........................................................................................(3-3)
749 273+𝜃
𝑘 = 𝑃𝑎−𝑃𝑤 √ ;
293
𝑃𝑤 = 𝜙. 𝑃𝑠
Dimana :
Neo : daya efektif yang dikonfersi dalam JIS (PS)
k : faktor konversi
Ne : daya efektif (PS)
Pa : tekanan atmosfir pengukuran (mmHg)
Dimana :
Pe : tekanan efektif
Neo : daya efektif (PS)
z : jumlah putaran poros engkol
n : putaran poros engkol (rpm)
i : langkah mesin
Vd : volume langkah (m3)
5. Fuel Consumption
𝑉 3600
𝐹𝐶 = 𝑡 × 𝜌 × 1000 (kg/jam) ..........................................................................(3-5)
Dimana :
Qb : panas hasil pembakaran (kcal/jam)
FC : konsumsi bahan bakar (kg/jam)
LHV Bahan Bakar : Low Heating Value (kcal/kg)
7. Berat Jenis udara
(𝑃𝑎−𝜙.𝑃𝑠) 273
𝛾𝑎 = 𝛾𝑜 .× × 273+𝜃 + 𝜙. 𝛾𝑤 .............................................................(3-7)
760
Dimana :
Dimana :
𝑃1 − 𝑃 : beda tekanan pada nozzle (mmH2O)
𝑃1 : tekanan atmosfer saat pengujian (mmHg)
𝜀 : koefisien udara
9. Massa alir udara melalui nozzle
𝛼.𝜀.𝜋.𝑑2
𝐺𝑠 = 4
√2. 𝑔. 𝛾𝑎 (𝑃1 − 𝑃2 ) (kg/s) ..........................................................(3-9)
Dimana :
Gs : Massa alir udara melalui nozzle (kg/s)
α : Koefisien kemiringan nozzle = 0,822
ɛ : Koefisien udara
d : Diameter nozzle = 0,048 m
g : Gaya gravitasi = 9,81m/s2
𝛾𝑎 : Berat jenis udara (kg/m3)
𝑃1 – 𝑃2 : Perbedaan tekanan pada nozzle
10. Massa Alir gas buang
𝐹𝐶
𝐺𝑔 = 𝐺𝑠 + 3600 (kg/s) ................................................................................(3-10)
Dimana :
Gg : massa alir gas buang (kg/s)
Gs : massa alir udara melalui nozzle (kg/s)
FC : konsumsi bahan bakar (kg/jam)
Dimana :
𝜂𝑔 : efisiensi kerugian (%)
Qeg : panas yang terbawa gas buang (kcal/jam)
Qb : panas hasil pembakaran (kcal/jam)
13. Kerugian Panas Pendinginan (Qw)
Qw =ρ.Ww.Cpw (Two-Twi) (kcal/jam) ...........................................................(3-13)
Dimana :
ρ : Massa jenis air = 1 kg/liter
Ww : debit air pendinginan (liter/jam)
Cpw : panas jenis air = 1 kcal/kg.oC
Two : temperatur air keluar (oC)
Twi : temperatur air masuk (oC)
14. Efisiensi Kerugian Panas dalam cooling water(𝜂𝑤 )
𝑄𝑤
𝜂𝑤 = 𝑥100% ..........................................................................................(3-14)
𝑄𝑏
Dimana :
𝜂𝑤 : efisiensi kerugian panas (%)
Qw : kerugian panas pendinginan (kcal/jam)
Qb : panas hasil pembakaran (kcal/jam)
15. Efisiensi Thermal Efektif (𝜂𝑒 )
𝑁𝑒
𝜂𝑒 = 𝑄𝑏 × 632 × 100% ..............................................................................(3-15)
Dimana :
𝜂𝑒 : efisiensi efektif (%)
Ne : daya efektif (PS)
Qb : panas hasil pembakaran (kcal/jam)
16. Efisiensi Friction (𝜂𝑓 )
Dimana :
LHVBahanBakar : Low Heating Value (kcal/kg)
FC : konsumsi bahan bakar (kg/jam)
18. Daya Friction
𝜂𝑓 𝑥𝑄𝑓
𝑁𝑓 = ..................................................................................................(3-18)
100%
Dimana :
Nf : daya mekanis (PS)
𝜂𝑓 : efisiensi gesekan (%)
Qf : kerugian karena gesekan (PS)
19. Daya Indikasi
𝑁𝑖 = 𝑁𝑒 + 𝑁𝑚 (PS) ...................................................................................(3-19)
Dimana :
Ni : daya indikasi (PS)
Ne : daya efektif (PS)
Nm : daya mekanis (PS)
20. Spesific Fuel Consumption Effective
𝐹𝐶
𝑆𝐹𝐶𝑒 = ...................................................................................................(3-20)
𝑁𝑒
Dimana :
𝑆𝐹𝐶𝑒 : Spesific Fuel Consumption Effective
FC : konsumsi bahan bakar (kg/jam)
Ne : daya efektif (PS)
21. Spesific Fuel Consumption Indicated
𝐹𝐶
𝑆𝐹𝐶𝑖 = .................................................................................................(3-21)
𝑁𝑖
Dimana :
Dimana :
𝜂𝑖 : efisiensi indikasi (%)
Ni : daya indikasi (PS)
Qb : panas hasil pembakaran (kcal/jam)
25. Efisiensi Mekanis
𝑁𝑒
𝜂𝑚 = 𝑥100% ..........................................................................................(3-25)
𝑁𝑖
Dimana :
𝜂𝑚 : efisiensi mekanis (%)
Ni : daya indikasif (PS)
Ne : daya efektif (PS)
26. Efisiensi Volumetrik
𝐺𝑠.𝑧.60
𝜂𝑣 = 𝛾 𝑥100% ...................................................................................(3-26)
𝑎 .𝑛.𝑉𝑑.𝑖
Dimana :
𝜂𝑣 : efisiensi volumetric (%)
z : jumlah poros engkol
Vd : volume engkol (m3)
I : langkah mesin
Gs : massa alir udara melalui nozzle (kg/s)
n : putaran poros (rpm)
𝛾a : Berat jenis udara (kg/m3)
27. Perbandingan Udara dan Bahan Bakar
𝐺𝑠
𝑅 = 𝐹𝐶 𝑥3600 ..............................................................................................(3-27)
Dimana :
R : rasio udara bahan bakar
Gs : aliran udara melalui nozzle (kg/s)
FC : konsumsi bahan bakar (kg/jam)
28. Rasio Udara Bahan Bakar Teoritis
𝐶12,3 𝐻22 + 17,85(𝑂2 + 3,76𝑁2 ) → 12,3𝐶𝑂2 + 11,1𝐻2 𝑂 + 67,116𝑁2
𝛽 𝛽
(𝛼+ )𝑀𝑂2 +3,76(𝛼+ )𝑀𝑁2
4 4
𝑅𝑜 = (𝐴/𝐹)𝑠 .......................................................... (3-28)
𝛼𝑀𝐶+𝛽𝑀𝐻
Dimana :
𝑅𝑜 : Rasio udara bahan bakar teoritis
𝑀𝑂2 : Massa relatif oksigen
𝑀𝑁2 : Massa relatif nitrogen
𝑀𝐶 : Massa relatif karbon
𝑀𝐻 : Massa relatif hidrogen
29. Faktor Kelebihan Udara
𝑅
𝜆 = 𝑅𝑜 ..........................................................................................................(3-29)
Dimana :
𝜆 : faktor kelebihan udara
R : rasio udara bahan bakar
Ro : rasio udara dalam bahan bakar teoritis
30. Faktor Koreksi Standard
Dimana :
A : faktor koreksi
Pst : tekanan atmosfer = 760 mmHg
Tst : 25 ˚C
P : tekanan udara atsmosfer (mmHg)
T : temperatur ruangan (oC)
31. Daya Efektif Standard
(𝑁𝑒)𝑠𝑡 = 𝐴. 𝑁𝑒............................................................................................(3-31)
Dimana :
(𝑁𝑒)𝑠𝑡 : daya efektif standar (PS)
A : faktor koreksi
Ne : daya efektif (PS)
32. Torsi Efektif Standard
(𝑇)𝑠𝑡 = 𝐴. 𝑇 .................................................................................................(3-32)
Dimana :
(𝑇)𝑠𝑡 : torsi efektif standar (kg.m)
A : faktor koreksi
T : torsi (kg.m)
33. Pemakaian Bahan Bakar Efektif Standard
𝑆𝐹𝐶𝑒
(𝑆𝐹𝐶𝑒)𝑠𝑡 = ..........................................................................................(3-33)
𝐴
Dimana :
(SFCe)st : Pemakaian Bahan Bakar Efektif Standar
𝑆𝐹𝐶𝑒 : Spesific Fuel Consumption Effective
A : faktor koreksi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.2 Data Hasil Pengujian
Nama Bahan Yang Diuji : Dexlite Suhu Bola Kering : 28 °C
Massa Jenis : 0,842 gr/ml Suhu Bola Basah : 29 °C
Throttle : 24 % Kelembaban Relatif : 91 %
Tekanan : 715 mmHg
Putaran
F (kg) P1-P2 (mmH2 O) Tud (°C) Teg (°C) Twi (°C) Two (°C) Ww (liter/h) t (sekon) CO O2 CO 2
(rpm)
749 273+𝜃
𝑘 = 𝑃𝑎−𝑃𝑤 √ ;
293
𝑃𝑤 = 𝜙. 𝑃𝑠
749 273+28
𝑁𝑒𝑜 = 715−(0,91.28) √ 20,62 (PS)
293
𝑁𝑒𝑜 = 22,70[PS]
4. Mean Effectife Pressure (MEP)
𝑁𝑒𝑜×0,45×𝑧
Pe = ( kg/cm2 )
𝑉𝑑×𝑖×𝑛
20,70×0,45×2
Pe = 0,000541×4×1650
Pe = 5,72 [kg/cm2]
5. Fuel Consumption
𝑉 3600
𝐹𝐶 = × 𝜌 × (kg/jam)
𝑡 1000
30 3600
𝐹𝐶 = 17,8 × 0,834 × 1000 (kg/jam)
𝐹𝐶 = 5,11 [kg/jam]
ρ dexlite = 0,834 gr/mL
6. Panas Hasil Pembakaran
Qb = FC . LHVbb
𝑄𝑏 = 5,11 𝑥 10500
𝑘𝑐𝑎𝑙
𝑄𝑏 = 53642,022 [𝑗𝑎𝑚 ]
Gs = 0.028 [kg/s]
10. Massa Alir gas buang
𝐹𝐶
𝐺𝑔 = 𝐺𝑠 + 3600 (kg/s)
5,11
𝐺𝑔 = 0,028 + 3600
𝐺𝑔 = 0,029751[kg/s]
11. Panas yang terbawa gas buang
𝑄𝑒𝑔 = 𝐺𝑔 𝑥 𝐶𝑝𝑔 𝑥 (𝑇𝑒𝑔 − 𝑇𝑢𝑑)𝑥 3600 (kcal/jam)
Qeg = 0,0298 x 0,285 x (610,7– 31,1) x 3600
Qeg = 1769,015 [kcal/jam]
12. Efisiensi kerugian dalam exhaust manifold (𝜂𝑔 )
𝑄𝑒𝑔
ɳ𝑔 = 𝑥 100%
𝑄𝑏
17692,015
ɳ𝑔 = 𝑥 100%
53642,022
ɳ𝑔 = 32,98%
13. Kerugian Panas Pendinginan (Qw)
ɳ𝑤 = 35,04 [%]
15. Efisiensi Thermal Efektif (𝜂𝑒 )
𝑁𝑒
ɳ𝑒 = 𝑥 632 𝑥 100%
𝑄𝑏
20,62
𝜂𝑒 = 53642,022 × 632 × 100%
𝜂𝑒 = 24,29 [%]
16. Efisiensi Friction (𝜂𝑓 )
ɳ𝑓 = 100% − (ɳ𝑔 + ɳ𝑤 + ɳ𝑒 )
ɳ𝑓 = 100% − (32,98 + 35,04 + 24,29)
𝜂𝑓 = 7,69 [%]
17. Ekuivalen daya terhadap konsumsi bahan bakar (𝑄𝑓)
𝐿𝐻𝑉𝐵𝐵 𝑥 𝐹𝐶
𝑄𝑓 = (kcal/jam)
632
10500 𝑥 5,11
𝑄𝑓 = (kcal/jam)
632
𝑄𝑓 = 84,88 [kcal/jam]
18. Daya Friction
ɳ𝑓 𝑥 𝑁𝑏
𝑁𝑓 = 100%
7,69 𝑥 120,58
𝑁𝑓 = 100%
𝑁𝑓 = 6,52 [PS]
19. Daya Indikasi
𝑁𝑖 = 𝑁𝑒 + 𝑁𝑓 (PS)
𝑁𝑖 = 20,62 + 6,52
𝑁𝑖 = 27,14 [PS]
𝐹𝐶
𝑆𝐹𝐶𝑒 = 𝑁𝑒
5,12
𝑆𝐹𝐶𝑒 = 20,62
𝑆𝐹𝐶𝑒 = 0,25
21. Spesific Fuel Consumption Indicated
𝐹𝐶
𝑆𝐹𝐶𝑖 = (kg/ps.jam)
𝑁𝑖
5,12
𝑆𝐹𝐶𝑖 =
27,14
𝑆𝐹𝐶𝑖 = 0.188
22. Panas Hasil Pembakaran yang diubah menjadi Daya Efektif
𝑄𝑒 = 632. 𝑁𝑒
Qe = 632 x 20,62
Qe = 13031,36 [kcal/jam]
23. Panas yang hilang karena sebab lain
𝑄𝑝𝑝 = 𝑄𝑏 − 𝑄𝑒𝑔 − 𝑄𝑤 − 𝑄𝑒
𝑄𝑝𝑝 = 53642,02 − 17692,02 − 18795,56 − 13031,36
𝑄𝑝𝑝 = 4123,087 [kcal/jam]
24. Efisiensi Thermal Indikasi
𝑁𝑖
ɳ𝑖 = 𝑥 632 𝑥 100%
𝑄𝑏
27,14
ɳ𝑖 = 𝑥 632 𝑥 100%
53642,02
ɳ𝑖 = 31,98[%]
25. Efisiensi Mekanis
𝑁𝑒
𝜂𝑚 = 𝑥100%
𝑁𝑖
20,62
𝜂𝑚 = 𝑥100%
27,143
𝜂𝑚 = 75,96 [%]
26. Efisiensi Volumetrik
𝐺𝑠.𝑧.60
𝜂𝑣 = 𝛾 𝑥100%
𝑎 .𝑛.𝑉𝑑.𝑖
0,0270𝑥2𝑥60
𝜂𝑣 = 𝑥100%
1,10𝑥1650𝑥0,000541𝑥4
𝜂𝑣 = 86,31 [%]
0,02833
𝑅= 𝑥3600
5,12
𝑅 = 19,92
28. Rasio Udara Bahan Bakar Teoritis
𝐶12,3 𝐻22 + 17,85(𝑂2 + 3,76𝑁2 ) → 12,3𝐶𝑂2 + 11,1𝐻2 𝑂 + 67,116𝑁2
𝛽 𝛽
(𝛼 + 4 ) 𝑀𝑂2 + 3,76 (𝛼 + 4 ) 𝑀𝑁2
𝑅𝑜 = (𝐴/𝐹)𝑠 =
𝛼𝑀𝐶 + 𝛽𝑀𝐻
22 22
(12,3 + ) 𝑥2.16 + 3,76 (12,3 + ) 𝑥2.14
4 4
Ro=
12,3𝑥12 + 22𝑥1
Ro= 14,43
29. Faktor Kelebihan Udara
𝑅
𝜆 = 𝑅𝑜
19,92
𝜆=
14,43
𝜆 = 1,38
30. Faktor Koreksi Standard
𝑃𝑠𝑡 𝑇 0,5 760 27+273 0,5
𝐴= [𝑇 ] = 715 [25+273]
𝑃 𝑠𝑡
A = 1,0664
31. Daya Efektif Standard
(𝑁𝑒)𝑠𝑡 = 𝐴 𝑥 𝑁𝑒
(𝑁𝑒)𝑠𝑡 = 1,0664𝑥20,62
(𝑁𝑒)𝑠𝑡 = 21,99
32. Torsi Efektif Standard
(𝑇)𝑠𝑡 = 1,0664. 𝑇
(𝑇)𝑠𝑡 = 1,0680𝑥8.95
(𝑇)𝑠𝑡 = 9,545 [N.m]
4.3 Pembahasan
4.3.1 Hubungan antara Konsumsi Bahan Bakar terhadap Putaran
7.00
6.00
5.00
Fc (Kg/jam)
4.00
FC
2.00
1.00
0.00
1550 1650 1750 1850 1950 2050 2150
Putaran (Rpm)
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Konsumsi Bahan Bakar terhadap Putaran
Gambar 4.1 menunjukkan hubungan antara konsumsi bahan bakar terhadap putaran dari
putaran 1550 - 2150 rpm. Pada sumbu x grafik adalah putaran mesin pada range 1550 – 2150
rpm dan pada sumbu y grafik adalah konsumsi bahan bakar dengan range 4,88 - 6,45. Grafik
diatas dapat diperoleh dari waktu yang diperlukan dalam menggunakan sejumlah bahan
bakar. Untuk mengetahui konsumsi bahan bakar sesuai dengan rumus :
𝑣
FC = x ρ x 3600/1000 [kg/jam]
t
Pada grafik cenderung naik seiring bertambahnya putaran sampai 2050 rpm, kemudian
cenderung menurun pada putaran 2150 rpm. Konsumsi bahan bakar tertinggi pada putaran
2050 rpm yaitu 6,45 kg/jam. Konsumsi bahan bakar pada putaran 2150 rpm yaitu 5,53
kg/jam.
Grafik cenderung mengalami kenaniakan dikarenakan ketika putaran mesin rendah gaya
sentrifugal governor weight belum cukup kuat untuk mendorong governor spring sehingga
suplai bahan bakar yang disalurkan besar sehingga kecenderungan FC meningkat. Grafik
cenderung turun karena pada rpm tertentu dimana governor weight terbuka lebar untuk
mendorong governor spring sehingga bahan bakar yang disuplai menjadi lebih sedikit.
80000.00
70000.00
Neraca Panas (Kcal/Jam)
Qb
60000.00
Qeg
50000.00 Qw
Qe
40000.00
Qpp
30000.00 Poly. (Qb)
Poly. (Qeg)
20000.00
Poly. (Qw)
10000.00 Poly. (Qe)
Poly. (Qpp)
0.00
1550 1650 1750 1850 1950 2050 2150
Putaran (rpm)
Gambar 4.2 menunjukkan tentang hubungan antara panas yang dihasilkan terhadap
putaran mesin dari 1550 rpm sampai 2150 rpm. Sumbu x pada grafik adalah putaran mesin
pada range dari 1550 – 2150 rpm dan sumbu y pada grafik adalah neraca panas dengan range
-899,54 – 67718,30 kcal/jam. Neraca panas dipengaruhi oleh FC dan didapat dengan cara
perhitungan rumus. Panas yang dihasilkan oleh mesin dapat diketahui oleh beberapa faktor:
a. Hubungan antara Panas Hasil Pembakaran (Qb) terhadap Putaran
Dari grafik terlihat bahwa pada 1550 – 2150 rpm cenderung naik seiring dengan
bertambahnya putaran. Akan tetapi pada 2150 rpm grafik mengalami penurunan.
Grafik cenderung meningkat karena nilai FC semakin tinggi dikarenakan saat
putaran tinggi pembakaran dalam ruang bakar akan semakin sering, sehingga pada
putaran tinggi nilai Qb semakin tinggi. Akan tetapi pada 2150 rpm nilai Qb menurun
akibat nilai FC menurun pada rpm tersebut. Jadi nilai Qb naik maka nilai FC akan naik
pula. Hal ini sesuai dengan rumus :
Qb = FC . LHVBahan Bakar
. Diagram 4.3 di atas menjelaskan kesetimbangan panas masuk dan panas yang
dimanfaatkan saat pembakaran terjadi pada mesin pada putaran 1550 rpm. Panas hasil
pembakaran (Qb) sebesar 51252,17 kcal/jam, sebagian terbuang ke sistem pendingin cooling
water (Qw) sebesar 17476 kcal/jam, sebagian terbawa gas buang (Qeg) sebesar 16336,17
kcal/jam, sebagian diubah menjadi daya efektif (Qe) sebesar 11898,82 kcal/jam,sebagian
lagi hilang karena sebab lain diantaranya terbuang lewat dinding silinder blok lalu terbuang
ke atmosfer / udara (Qpp) sebesar 7423,45 kcal/jam.
Pada diagram sankey nilai Qw sebesar 17476 kcal/jam (34,09%) pada teori seharusnya
presentasenya sebesar 11% - 25%. Terlihat bahwa terjadi penyimpangan, hal ini dikarenakan
kecepatan alir air pendingin besar sehingga kalor yang terserap ke air pendingin besar.
Nilai Qeg sebesar 16336,17 kcal/jam (31,87%) sudah termasuk dalam persentase
teoritisnya yaitu 34% - 40%. Jadi tidak ada penyimpangan.
Pada diagram sankey nilai daya efektif Qe sebesar 11898,82 kcal/jam (23,21%)
seharusnya jika berdasarkan teorinya, besar presentasenya adalah 30% - 45%.
Penyimpangan tersebut disebabkan kerugian panas yang besar paa penyerapan kalor pada
air pendingin sehingga panas yang dikonversi menjadi daya efektif semakin kecil.
Pada diagram sankey, nilai Qpp yang sebesar 7423,45 kcal/jam (14,48%) ini berarti data
pengujian menyimpang dari teorinya yaitu sebesar 4% - 11%. Nilai Qpp dapat ditimbulkan
karena hilangnya panas karena sebab – sebab lain yang meliputi peralatan tambahan pada
mesin diesel
200
180
Kandungan Gas Buang (%)
160
140 CO
O2
120
CO2
100
N2
80
Poly. (CO)
60 Poly. (O2)
40 Poly. (CO2)
20 Poly. (N2)
0
1550 1650 1750 1850 1950 2050 2150
Putaran (rpm)
Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Kandungan Gas Buang terhadap Putaran
Gambar 4.4 menunjukkan hubungan antara kandungan gas buang terhadap putaran
mesin dari 1550 rpm sampai 2150 rpm. Sumbu x pada grafik adalah putaran mesin dengan
range 1550 – 2150 rpm dan sumbu y pada grafik adalah kandungan gas buang. Kandungan
gas buang yang dihasilkan mesin diesel, yaitu : N2, CO2, CO, O2. Kandungan gas tersebut
diperoleh dengan menggunakan Start Gas. Kandungan gas buang dapat diketahui oleh
beberapa faktor :
a. Hubungan antara N2 terhadap Putaran
Pada putaran 1550 rpm sampai 1750 rpm kandungan N2 relatif konstan dan
kemudian relative turun sedikit seiring bertambahnya putaran. Pada dasar teori
kandungan N2 cenderung konstan.
Grafik relative konstan dikarenakan pada rpm awal kandungan N2 masih tetap.
Grafik N2 cenderung menurun perlahan karena gas N2 sukar bereaksi pada pembakaran
sehingga nilai volume gas pembuangan relatif konstan.
b. Hubungan antara CO2 terhadap Putaran
Grafik diatas cenderung konstan pada putaran 1550 rpm sampai dengan 2155. Pada
dasar teori kandungan CO2 seharusnya meningkat karena CO2 merupakan hasil dari
pembakaran terjadi yang artinya semakin tinggi putaran maka semakin banyak CO2
yang terdapat pada gas buang.
Konstanya kandungan CO2 ini mengindikasikan semakin tidak sempurnanya
pembakaran yang terjadi seiring bertambahnya putaran, hal ini mungkin disebabkan
terlalu cepatnya proses pemasukan udara pada putaran tinggi sehingga komposisi udara
bahan bakar tidak sesuai sehingga pembakarannya tidak sempurna.
c. Hubungan antara CO terhadap Putaran
Grafik CO cenderung konstan seiring bertambahnya putaran pada putaran mesin
1550 – 2150 rpm. Pada dasar teori kandungan CO pada reaksi pembakaran tidak ada
atau sedikit.
Pada dasar teori seharusnya kandungan CO mengalami kenaikan dikarenakan
semakin besar putaran maka pembakaran menjadi tidak sempurna.
d. Hubungan antara O2 terhadap Putaran
Grafik O2 cenderung konstan pada putaran 1550 – 2150 rpm. Pada dasar teori
kandungan O2 pada gas buang tidak ada karena seharusnya O2 bereaksi dengan bahan
bakar.
Pada grafik cenderung konstan dikarenakan O2 tidak bereaksi pada pembakaran
dengan kata lain semakin tinggi putaran, semakin cepat pula proses pembakaran dan
juga aliran masuk dan keluar dari bahan bakar. Kemudian O2 yang tidak tergunakan ikut
terbuang melalui saluran buang.
35.00
30.00
25.00
Daya Efektif
Daya (PS)
20.00
Daya Indikatif
0.00
1550 1650 1750 1850 1950 2050 2150 2250
Putaran (rpm)
Gambar 4.5 menunjukkan hubungan antara daya terhadap putaran mesin dari 1550 rpm
sampai 2150 rpm. Sumbu x pada grafik adalah putaran mesin dengan range 1550 – 2150
rpm dan sumbu y pada grafik adalah daya dengan range -2 – 35 PS. Terdapat 3 macam daya
yang dihasilkan, yaitu : Ne, Ni, Nf. Daya – daya tersebut didapat dengan cara perhitungan
rumus. Daya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Hubungan antara Daya Efektif (Ne) terhadap Putaran
Pada grafik diatas cenderung meningkat. Pada putaran 1550 rpm sampai 2050 rpm
mengalami kenaikan tapi kemudian turun pada 2150 rpm. Pada grafik teoritis, daya
efektif mengalami kenaikan kemudian mengalami penurunan seiring bertambahnya
putaran.
Ne terletak diantara Ni dan Nf karena daya Ne adalah daya yang dihasilkan
pembakaran (Ni) yang kemudian dikonversikan menjadi kalor efektif untuk
menggerakkan poros. Karena adanya kerugian gesek dan sebagian daya digunakan
untuk menggerakkan peralatan tambahan maka nilai Ne lebih rendah daripada nilai Ni.
Oleh karena itu, naik atau turunnya Ne sangat dipengaruhi oleh naik atau turunnya Ni.
9.50
8.50
Torsi (Kgm)
7.50
Torsi
Poly. (Torsi)
6.50
5.50
4.50
1550 1650 1750 1850 1950 2050 2150
Putaran (Rpm)
Gambar 4.6 menunjukkan hubungan antara torsi terhadap putaran dari 1550 rpm sampai
2150 rpm. Sumbu x pada grafik adalah putaran mesin dengan range 1550 - 2150 rpm dan
sumbu y pada grafik adalah torsi dengan range 7,2 – 8,95 Kgm. Torsi dipengaruhi oleh
panjang lengan (poros) dan gaya pengereman (F) yang diukur dengan menggunakan
dynamometer.
Pada grafik dapat diambil kesimpulan bahwa torsi mengalami kenaikan sampai pada
putaran 1850 rpm, tapi kemudian mengalami penurunan seiring bertambahnya putaran. Torsi
tertinggi mesin pada grafik terjadi pada torsi 8,95 [kg.m] pada putaran 1850 rpm. Pada dasar
teori grafik mengalami kenaikan kemudian menurun setelah mencapai titik maksimum.
Torsi merupakan gaya pengereman pada dynamometer dikalikan dengan panjang lengan
dynamometer yang dihasilkan oleh daya efektif dimana daya efektif dihasilkan oleh oleh
daya indikatif yang juga dipengaruhi oleh FC. Jadi naik maupun turunnya torsi sebanding
dengan naik turunnya fuel consumption.
6.0000
5.5000
MEP (Kg/cm2)
5.0000
4.5000 MEP
Poly. (MEP)
4.0000
3.5000
3.0000
1550 1650 1750 1850 1950 2050 2150
Putaran (Rpm)
Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara Mean Effective Pressure terhadap Putaran
Gambar 4.7 menunjukkan Hubungan antara Mean Effective Pressure terhadap Putaran
mesin dari 1550 rpm sampai 2150 rpm. Sumbu x pada grafik adalah putaran dengan range
1550 – 2150 rpm dan sumbu y pada grafik adalah MEP.
Dapat dilihat pada grafik bahwa grafik cenderung naik pada 1550 – 1850 rpm dan
kemudian cenderung menurun pada 1950 – 2150 rpm.
Grafik cenderung naik turun karena nilai Mean Effective Pressure (MEP) dan torsi
berbanding lurus sehingga kenaikan torsi sampai putaran 1850 rpm dan penurunan ketika
melewati putaran 1850 rpm juga akan dialami oleh Mean Effective Pressure (MEP). Hal ini
sesuai dengan rumus :
NeO×0,45×z
Pe = Vd×i×n
NeO = k. Ne
T×n
Ne = 716,2
T×n×k×0,45×z
Pe = 716,2×Vd×i×n
Pe = T
0.35
0.30
SFC (Kg/PS.Jam)
0.25
SFCe
SFCi
0.20
Poly. (SFCe)
Poly. (SFCi)
0.15
0.10
1550 1650 1750 1850 1950 2050 2150
Putaran (rpm)
Gambar 4.8 Grafik Hubungan antara Specific Fuel Consumption terhadap Putaran
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Daya Poros, Momen Putar, dan SFC terhadap Putaran
Sumber: Arismunandar (1975, p.61)
100.0000
90.0000
80.0000
Efisiensi Volumetrik
60.0000
Efisiensi Thermal Indikatif
50.0000
Efisiensi Mekanis
40.0000
Poly. (Efisiensi Efektif)
30.0000
Poly. (Efisiensi Volumetrik)
20.0000 Poly. (Efisiensi Thermal Indikatif)
10.0000 Poly. (Efisiensi Mekanis)
0.0000
1550 1650 1750 1850 1950 2050 2150 2250
Putaran (rpm)
Gambar 4.10 menunjukkan hubungan antara efisiensi terhadap putaran dari 1550 rpm
sampai 2150 rpm. Grafik diatas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a) Hubungan antara Efisiensi Volumetris terhadap Putaran (ηv)
Pada gambar 4.11 cenderung turun pada putaran 1550 – 1750 rpm dan naik pada
putaran 1850 – 2150 rpm.
Grafik cenderung turun dan naik dikarenakan semakin besar putaran maka buka
tutup katup hisap untuk mengalirkan udara semakin cepat sehingga massa aliran udara
yang masuk semakin sedikit.
b) Hubungan antara Efisiensi Mekanis terhadap Putaran (ηm)
Grafik hubungan antara efisiensi mekanis ηm terhadap putaran cenderung naik pada
1550 – 2150 rpm.
Grafik cenderung naik dikarenakan nilai pembaginya yaitu Ni semakin menurun
dan membuat nilai ηm semakin naik. Hal ini sesuai dengan rumus:
Ne
ηm = Ni ×100%
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Karakter motor bakar yang didapatkan dari praktikum ini adalah :
a. Pertambahan besar putaran mempengaruhi pertambahan beban gaya yang diberikan
sehingga torsi mengalami kenaikan. Saat dititik optimum, torsi mengalami gaya
kelembaman (kecenderungan untuk mempertahankan posisi), yaitu pada putaran
tertentu momen inersia yang dimiliki mesin sudah cukup besar, sehingga untuk
penambahan putaran selanjutnya tidak memerlukan gaya pada piston.
b. Daya efektif adalah daya yang dihasilkan poros, Daya friction adalah kerugian daya
yang disebabkan gesekan piston dengan ruang bakar, flywheel, gear dan perangkat
lainnya, Daya indikatif adalah daya total yang dihasilkan proses pembakaran untuk
menggerakkan poros. Semakin tinggi putaran poros mesin maka daya yang dihasilkan
akan semakin naik.
c. Besarnya Mean Effective Pressure pada satu siklus di mesin mengalami kenaikan
seiring dengan pertambahan putaran karena naiknya nilai torsi, dan kemudian turun
karena turunnya nilai torsi.
d. Specific Fuel Consumption terhadap putaran adalah cenderung menurun lalu naik pada
putaran tertentu karena pengaruh dari besarnya daya yang dihasilkan pada putaran
tersebut berbanding terbalik dengan SFC dari mesin. Nilai SFCe lebih besar
dibandingkan dengan nilai SFCi
e. Efisiensi volumetrik cenderung turun seiring meningkatnya putaran, efisiensi mekanis
cenderung meningkat terhadap putaran, efisiensi indikatif mengalami penurunan
terhadap putaran, dan efisiensi efektif cenderung naik terhadap putaran.
f. Karakteristik kinerja kandungan gas buang terhadap putaran adalah seiring dengan
bertambahnya putaran, maka kandungan N2 cenderung naik, kandungan CO2
mengalami penurunan, kandungan O2 cenderung naik, dan kandungan CO cenderung
naik.
g. Nilai kerugian panas yang terjadi pada putaran 1850 rpm dan dapat disimpulkan bahwa,
nilai Qw (kerugian panas pendinginan) menyimpang lebih besar dari teoritis, pada Qeg
(kerugian panas gas buang) menyimpang lebih kecil dari teoritis, pada Qe (panas yang
menjadi daya efektif) menyimpang jauh lebih kecil dari teoritis, dan Qpp (kerugian
panas sebab lain) menyimpang jauh lebih besar dari teoritis.
5.2 Saran
1. Sebaiknya laboratorium memberi penjelasan alat yang lebih lengkap pda saat
pengenalan alat.
2. Sebaiknya asisten memberikan waktu luang yang lebih banyak.
3. Sebaiknya praktikan memahami modul sebelum tes mesin, praktikum dan asistensi.