Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

Penatalaksanaan Terkini
Krisis Hipertensi Preoperatif
MD Luthfy Lubis
Dokter Umum di Rumah Sakit Umum Daerah Sambas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat

ABSTRAK
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Salah satu masalah yang timbul adalah krisis hipertensi yang mungkin
terjadi pada periode perioperatif dan turut meningkatkan morbiditas kardiovaskuler intraoperatif dan pascaoperatif. Morbiditas kardiovaskuler
dapat mencakup iskemia dan infark miokard, stroke, serta perdarahan pascaoperasi. Maka, prinsip penatalaksanaan krisis hipertensi preoperatif
yang tepat penting diketahui. Secara umum melingkupi evaluasi perioperatif menyeluruh tentang riwayat hipertensi, riwayat pengobatan,
respons pasien terhadap terapi, serta penentuan obat antihipertensi bila tindakan operasi harus dilakukan. Keputusan pemilihan obat
dipengaruhi situasi klinis namun harus mempertimbangkan beberapa aspek terkait karakteristik obat seperti onset kerja yang cepat, kemudahan
titrasi, serta kenyamanan pasien.

Kata kunci: krisis hipertensi preoperatif, morbiditas kardiovaskuler perioperatif, obat antihipertensi parenteral

ABSTRACT
Hypertension is still a serious problem in public health. Hypertensive crises in perioperative setting will increase intraoperative and postoperative
cardiovascular morbidity. Such morbidities include myocardial ischemia, myocardial infarction, stroke, and postoperative bleeding. Hence,
appropriate measures to manage preoperative hypertensive crises should be performed. In general, they consist of a thorough perioperative
evaluation regarding history of hypertension, therapy, individual response towards therapy, and physician’s decision on antihypertensive agents
that will be used in preoperative period to reach the desired blood pressure. The decision should account for certain characteristics of drugs
and is influenced by, but not limited to, clinical settings in which hypertensive crises take place. MD Luthfy Lubis. Recent Management of
Perioperative Hypertensive Crisis.

Key words: preoperative hypertensive crises, perioperative cardiovascular morbidity, parenteral antihypertensive agents

PENDAHULUAN Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa1


Hipertensi merupakan masalah medis
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
yang menimbulkan dampak bermakna
pada kesehatan masyarakat umum. Normal < 120 dan < 80
Meskipun studi NHANES di Amerika Serikat Prehipertensi 120-139 atau 80-89
menunjukkan kecenderungan peningkatan
Hipertensi Stadium 1 140-159 atau 90-99
angka deteksi kasus hipertensi selama
satu dekade terakhir (68% vs 70%) namun Hipertensi Stadium 2 > 160 > 100
angka pengendalian penyakit hipertensi
pada periode yang sama tidak berbeda Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa semacam ini dapat mengakibatkan mortalitas
bermakna (27% vs 34%).1 Selain itu, berusia diatas 18 tahun terbagi atas tekanan dan morbiditas pada periode perioperatif
prevalensi dan angka perawatan pasien darah normal, prehipertensi, hipertensi sehingga hipertensi menjadi peringatan
gagal jantung serta penyakit ginjal stadium stadium 1, dan hipertensi stadium 2.1 bagi dokter, khususnya dokter bedah, untuk
akhir sebagai komplikasi terminal hipertensi melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis
tetap meningkat. Apabila kesenjangan Selain sebagai faktor risiko mayor terhadap menyeluruh.3
antara rendahnya angka deteksi kasus morbiditas kardiovaskuler, ginjal, dan
hipertensi dan tingginya angka komplikasi stroke,2 hipertensi juga merupakan kondisi Hipertensi yang tidak terkendali berhubungan
jangka panjang hipertensi semacam ini medis yang sering ditemukan pada pasien dengan fluktuasi tekanan darah selama
terus dibiarkan, maka hipertensi akan yang akan menjalani operasi. Hipertensi induksi anestesi dan tindakan intubasi jalan
selalu menjadi masalah medis dan masalah juga berhubungan dengan dislipidemia, napas serta dapat meningkatkan kejadian
kesehatan masyarakat yang serius. diabetes, dan obesitas. Adanya komorbiditas iskemia perioperatif.1 Di sisi lain, peningkatan

Alamat korespondensi email: luthfymd@hotmail

CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013 733


TINJAUAN PUSTAKA

tekanan darah intraoperatif tetap terjadi pada Tabel 2 Tanda dan gejala krisis hipertensi6
pasien dengan riwayat hipertensi sebelum
Tekanan darah: tekanan darah sistolik > 140 mmHg
tindakan operasi tanpa memandang apakah
Funduskopi: perdarahan retina, eksudat, edema papil
tekanan darah pasien terkendali atau tidak
Kelainan neurologis: nyeri kepala, delirium, somnolen, stupor, kebutaan, defisit fokal, kejang, koma
sebelum tindakan4. Selain itu, pasien yang
memiliki riwayat hipertensi sering mengalami Kelainan jantung: denyut apeks mengeras, kardiomegali, gagal jantung kongestif, temuan elektrokardiogram berupa
LV strain atau hipertrofi ventrikel kiri
hipertensi pascaoperasi yang pada akhirnya
Kelainan ginjal: oliguria, azotemia
turut meningkatkan risiko iskemia otot
jantung, infark miokard, stroke, dan perdarahan Gejala gastrointestinal: mual, muntah

pascaoperasi.5 Oleh sebab itu, amat penting


untuk mengidentifikasi dan menelusuri Tabel 3 Diagnosis banding krisis hipertensi6
penyebab hipertensi pada pasien yang akan
Gagal jantung kiri akut
menjalani tindakan operasi.
Uremia
Stroke, perdarahan subarakhnoid, tumor otak, cedera kepala
KRISIS HIPERTENSI PREOPERATIF
Definisi Epilepsi (fase postiktal), ensefalitis

Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan Penyakit kolagen, terutama lupus eritematosus dengan vaskulitis serebral
akut tekanan darah sistolik > 180/120 mmHg.1 Pengaruh obat simpatomimetik: overdosis vasopresor, kokain, amfetamin, herbal dan obat alternatif tertentu
JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan Hiperkalsemia
ada atau tidaknya bukti kerusakan organ
Gangguan cemas akut dengan sindrom hiperventilasi
sasaran yang progresif (hipertensi emergensi
dan hipertensi urgensi). Bukti kerusakan
organ sasaran yang dimaksud antara lain 150
ensefalopati hipertensif, infark miokard akut, Normotensive
CEREBRAL BLOOD FLOW (ml/100 gm per min)

gagal jantung kiri disertai edema paru, diseksi Hypertensive

aneurisma aorta, dan eklamsia. Klasifikasi


ini berdampak pada tata laksana pasien.
100
Upaya penurunan tekanan darah pada kasus
hipertensi emergensi harus dilakukan segera
(< 1 jam) sedangkan pada kasus hipertensi
urgensi dapat dilakukan dalam beberapa
kurun waktu beberapa jam hingga beberapa 50

hari.1,6

Epidemiologi
Secara global, angka kejadian hipertensi 0
primer yang mengalami progresi menjadi krisis 0 50 100 150 200
hipertensi hanya kurang dari 1%. Rendahnya
angka yang tampaknya disebabkan oleh MEAN ARTERIAL PRESSURE (mm Hg)
makin terjangkaunya terapi hipertensi
sebaiknya tidak membuat kita puas sebab Gambar 1 Kurva ideal aliran darah otak pada berbagai level tekanan darah sistemik pada individu normotensif dan hiper-
semua hipertensi memiliki potensi untuk tensif7
berkembang menjadi krisis hipertensi.7
Gambar 1 adalah kurva aliran darah otak Berdasarkan studi ini dapat disimpulkan bahwa
Patofisiologi sebagai fungsi dari tekanan arteri rerata pada pasien dengan tekanan darah normal,
Ketika peningkatan tekanan darah di atas pada saat terjadi mekanisme otoregulasi ensefalopati dapat terjadi pada peningkatan
batas kritis terjadi, muncul serangkaian yang ditunjukkan menetapnya aliran tekanan darah yang tidak mencapai level
dampak lokal dan sistemik, mengakibatkan darah pada individu dengan tekanan krisis. Hal ini terlihat pada anak-anak dengan
peningkatan tekanan darah yang makin darah normal (antara 60-120 mmHg) glomerulonefritis akut atau wanita dengan
tinggi. Terdapat hubungan perbedaan status sebelumnya akhirnya mengalami letupan eklamsia yang dapat mengalami kejang
tekanan darah (normal vs tinggi) terhadap aliran darah otak pada tekanan arteri sebagai dampak ensefalopati hipertensif pada
titik letup (breakthrough) aliran darah otak rerata 120 mmHg. Sementara itu, pada tekanan darah hanya 150/100 mmHg.7
yang dapat menyebabkan kebocoran plasma individu dengan tekanan darah tinggi,
ke jaringan perivaskular yang pada akhirnya letupan ini terjadi pada tekanan arteri Manifestasi dan perjalanan penyakit
berkontribusi terhadap kejadian edema otak rerata yang lebih tinggi, yakni 180 mmHg Tanda dan gejala krisis hipertensi merupakan
dan gejala ensefalopati hipertensif.8 (220/110 mHg). 7 gambaran kerusakan akut dinding endotel

734 CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

vaskuler dan aktivasi platelet. Temuan klinis Pemeriksaan fisis dan uji laboratorium dan pencegahan perburukan fungsi ginjal
krisis hipertensi dapat terlihat melalui sederhana dapat menyingkirkan penyebab pada pasien dengan nefropati.12,13 Enalaprilat
pemeriksaan fisis umum berupa pengukuran penting hipertensi maligna yang jarang diberikan dalam bentuk injeksi intravena 1,25
tekanan darah serta pemeriksaan khusus yang ditemukan, yaitu feokromositoma. mg bolus lambat dalam 5 menit setiap 6 jam,
mencakup berbagai fungsi organ seperti mata, Adanya bruit pada auskultasi abdomen kemudian dititrasi 1,25 mg tiap selang waktu
jantung, ginjal, saluran cerna, serta darah.6,7 menunjukkan stenosis arteri renalis. Jika 12-24 jam hingga dosis maksimum 5 mg
ditemukan perlambatan hantaran pulsasi tiap 6 jam. Obat ini juga efektif mengurangi
Sebelum era terapi hipertensi saat ini, dari arteri radialis ke arteri femoralis, perlu kejadian hipertensi yang dipicu oleh intubasi
persentase harapan hidup pasien hipertensi dipertimbangkan kemungkinan koarktasio endotrakel selama induksi anestesi.12,14,15
maligna pada tahun pertama tidak sampai 25% aorta sebagai penyebab.9
dari total seluruh pasien hipertensi maligna Kelebihan enalaprilat adalah cara
dan hanya 1% pasien yang dapat bertahan Untuk pasien dengan hipertensi pemberiannya melalui bolus intravena,
hidup hingga 5 tahun. Namun, seiring >180/110 mmHg, keputusan operasi tidak menimbulkan refleks takikardia, serta
dengan perkembangan terapi mutakhir, 90% harus mempertimbangkan keuntungan tidak berdampak buruk terhadap tekanan
pasien dapat bertahan hidup melewati tahun dari optimalisasi efek obat antihipertensi intrakranial. Namun di sisi lain, onset kerjanya
pertama pasca episode hipertensi maligna terhadap kerugian yang akan dihadapi akibat lambat (15 menit). Selain itu, efek puncak
dan 80% dari pasien tersebut dapat bertahan penundaan. Obat antihipertensi intravena enalaprilat belum tercapai dalam 1 jam
hidup hingga 5 tahun.7 dapat mengendalikan tekanan darah dalam sehingga diragukan dapat mengatasi
kurun waktu beberapa jam.9,11,12 hipertensi emergensi.13,14
Diagnosis banding
Ensefalopati hipertensif dan hipertensi Weksler et al menemukan bahwa penundaan Jika penggunaan obat ini dilanjutkan hingga
maligna merupakan indikasi terapi penurunan operasi pada pasien hipertensi kronik 12-24 jam preoperatif, risiko hipotensi berat
tekanan darah yang agresif pada krisis (tekanan darah sistolik 110-130 mmHg) pada saat induksi anestesi turut meningkat.
hipertensi meskipun penyebabnya sering tanpa komorbiditas kardiovaskuler lainnya Enalaprilat juga dilarang digunakan pada
tidak diketahui. Ada beberapa penyakit medis tidak menghasilkan perbedaan komplikasi wanita hamil dan pasien stenosis arteri
dan psikiatrik lain yang dapat menyerupai pascaoperasi yang bermakna. Artinya, renalis bilateral. Penggunaan pada pasien
krisis hipertensi (Tabel 3).6 kelompok populasi ini dapat menjalani dengan hiperkalemia, gagal ginjal akut, atau
operasi walaupun mengalami peningkatan hipervolemia perlu pemantauan ketat.13
PENATALAKSANAAN tekanan darah pada hari pembedahan.9
Pada prinsipnya, evaluasi perioperatif harus Esmolol
senantiasa dilakukan untuk mengidentifikasi Pada krisis hipertensi, perlu dibedakan Esmolol adalah obat penghambat reseptor
pasien dengan hipertensi dan memberikan antara hipertensi urgensi dan hipertensi β-adrenergik kardioselektif yang memiliki
terapi yang sesuai. Hipertensi merupakan emergensi. Pada hipertensi emergensi onset kerja cepat. Obat ini sering digunakan
suatu markas klinis yang berkaitan erat perlu dipertimbangkan penggunaan obat pada hipertensi pascaoperasi yang berat dan
dengan penyakit jantung koroner. Selain itu, parenteral untuk mengatasi dampak hipertensi merupakan pilihan ideal untuk pasien yang
beberapa studi menunjukkan bahwa fluktuasi terhadap kerusakan organ sasaran. Dalam memiliki curah jantung, denyut jantung, dan
tekanan darah intraoperatif yang hebat kondisi akut, target terapi adalah penurunan tekanan darah yang meningkat.13
berhubungan dengan iskemia miokard pada tekanan darah < 25% dari kondisi awal dalam
pasien yang mengalami hipertensi preoperatif. satu jam pertama. Kemudian, apabila kondisi Esmolol bekerja menurunkan tekanan atrium
Mengingat iskemia intraoperatif berkorelasi hemodinamik stabil, penurunan ini dapat melalui mekanisme penurunan denyut jantung
dengan morbiditas jantung pascaoperasi, dilanjutkan hingga 160/100-110 mmHg dan kontraktilitas miokardium sehingga
maka penurunan tekanan darah preoperatif dalam 2-6 jam berikutnya.1 menurunkan curah jantung. Obat ini diberikan
dapat mengurangi kecenderungan terhadap secara intravena dengan dosis awal 500-1000
iskemia perioperatif.9 Pemilihan obat bergantung pada situasi klinis. μg/kgBB dalam 1 menit dilanjutkan dengan
Pada prinsipnya, obat yang dipakai dalam infus pada kecepatan 50 μg/kgBB/menit dan
Evaluasi perioperatif dilakukan dengan penanganan hipertensi emergensi harus bisa ditingkatkan hingga 300 μg/kgBB/menit.
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan memiliki onset kerja cepat, mudah dititrasi, Obat ini memiliki awitan kerja cepat (60 detik)
pemeriksaan penunjang bila perlu. Jika pasien aman, tidak mahal, dan nyaman bagi pasien.13 dan durasi kerja singkat (10-20 menit).12,13
telah mendapat terapi hipertensi sebelumnya,
kajian mendalam tentang pengobatan Enalaprilat Penggunaan obat ini pada pasien penyakit
hipertensi yang kini digunakan (jenis obat Studi pemberian enalaprilat intravena, suatu paru obstruktif kronis dapat memicu
dan dosisnya) serta riwayat intoleransi penghambat enzim pengubah angiotensin bronkospasme. Selain itu, panduan ACC/AHA
terhadap jenis obat lain penting dilakukan. (ACE inhibitor), sebagai obat antihipertensi menyebutkan bahwa obat ini tidak boleh
Pada pemeriksaan fisis, harus ditelusuri adanya perioperatif menunjukkan efikasi yang baik digunakan pada pasien yang telah mendapat
kerusakan organ sasaran dan gangguan fungsi dalam mengatasi hipertensi yang berkaitan terapi penghambat reseptor β, bradikardia,
jantung yang berkaitan.9,10 dengan gagal jantung, hipertensi esensial, dan gagal jantung.13,14

CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013 735


TINJAUAN PUSTAKA

Labetalol sampai target tekanan darah yang diinginkan memiliki risiko yang lebih besar terhadap
Labetalol adalah kombinasi senyawa tercapai.13 kerusakan organ sasaran. Hal ini didukung
penghambat reseptor α1-adrenergik secara oleh studi Stamler et al dan Liao et al yang
selektif dan reseptor β-adrenergik secara Keuntungan terapeutik pemakaian nikardipin menemukan peningkatan angka kejadian
nonselektif yang diberikan secara bolus adalah peningkatan volume sekuncup abnormalitas gambaran elektrokardiogram
intravena atau melalui infus terus-menerus. dan aliran darah koroner yang penting pada populasi hipertensif tersebut. Selain itu,
Obat ini biasa digunakan pada pasien krisis bagi keseimbangan antara kebutuhan dan mereka juga berisiko hipertensi sistolik terisolasi
hipertensi imbas kehamilan sebab ekskresi ketersediaan oksigen miokard. Karakteristik yang makin meningkatkan risiko kerusakan
obat ini melalui plasenta amat minimal.12,13 ini penting bagi pasien penyakit jantung organ sasaran. Hipertensi preoperatif juga
koroner dan gagal jantung sistolik.2,14 Namun, berhubungan dengan kejadian hipertensi
Efek obat ini terhadap tekanan darah mulai kekurangan nikardipin adalah pemanjangan intraoperatif dan hipertensi pascaoperatif
muncul dalam 2-5 menit setelah pemberian masa paruh obat ini setelah penggunaan yang meningkatkan risiko iskemia miokard.4,5
intravena, memuncak dalam 5-15 menit, lebih dari 24 jam yang berdampak pada Berdasarkan hal tersebut maka krisis
kemudian menetap hingga 2-4 jam. Masa pemanjangan durasi kerjanya.14 hipertensi preoperatif perlu ditangani dengan
paruh labelatol diperkirakan 5,5 jam. Adanya tepat tanpa memandang apakah tindakan
variabilitas ini membuat labetalol amat sulit Fenoldopam pembedahan bersifat elektif atau darurat.11
dititrasi saat diberikan melalui infus.13 Fenoldopam merupakan agonis reseptor
dopamin-1 (DA) yang diberikan secara Studi Weksler et al tidak mendapatkan
Labetalol dapat diberikan dengan dosis awal intravena untuk pengobatan hipertensi perbedaan komplikasi pascaoperasi yang
20 mg, diikuti peningkatan dosis 20-80 mg tiap berat. Keunikan fenoldopam dibanding obat bermakna pada pasien hipertensi kronik yang
selang waktu 10 menit hingga target tekanan antihipertensi parenteral lainnya terletak menunda dan tidak menunda operasi guna
darah tercapai. Cara lain adalah dengan pada kemampuannya sebagai modulator mencapai kondisi tekanan darah normal, studi
memberikan dosis awal 20 mg dilanjutkan vasodilatasi perifer melalui mekanisme kerja ini memiliki kelemahan berupa durasi studi
infus kontinu 1-2 mg/menit yang dititrasi yang melibatkan reseptor dopamin-1 perifer. yang terlalu panjang sehingga hasil yang
hingga target tekanan darah tercapai.2,14 Obat ini berkaitan dengan peningkatan didapat mungkin disebabkan perubahan
produksi urin dan bersihan kreatinin sehingga manajemen pasien dari tahun ke tahun. Studi
Labetalol menurunkan tekanan darah dengan merupakan terapi pilihan bagi pasien ini juga tidak dapat memastikan apakah pasien
menurunkan tahanan vaskuler sistemik tanpa perioperatif yang berisiko disfungsi ginjal.13,14 yang tetap menjalani pembedahan disertai
mengurangi aliran darah perifer total. Selain upaya penurunan tekanan darah secara
itu, perfusi otak, ginjal, dan koroner tetap Awitan kerja fenoldopam dalam 5 menit cepat (dengan nifedipine 10 mg intranasal)
terjaga. Adanya efek penghambat reseptor sesudah injeksi intravena dengan respons tidak memiliki risiko kardiovaskuler jangka
β membuat denyut jantung relatif tetap maksimal dalam 15 menit. Masa paruh panjang dibandingkan pasien yang menunda
atau sedikit turun. Penggunaan obat ini eliminasi fenoldopam adalah 5 menit pembedahan.
memerlukan pengawasan ketat pada pasien sedangkan durasi kerjanya berkisar antara 30
dengan gagal jantung dan harus dihindari sampai 60 menit.12,14 Menunda atau tidak menunda pembedahan,
pada pasien dengan sinus bradikardia berat, penanganan krisis hipertensi preoperatif jatuh
hambatan atrioventrikuler > derajat 1, dan Fenoldopam diberikan dengan dosis awal 0,1 pada penentuan pilihan obat. Pada prinsipnya,
asma.13 μg/kg/menit yang dititrasi bertahap 0,05-0,1 obat untuk mengatasi krisis hipertensi harus
μg/kg/menit hingga dosis maksimal 1,6 μg/ memiliki awitan kerja cepat, mudah dititrasi,
Nikardipin kg/menit.13 aman, tidak mahal, dan nyaman untuk pasien.
Nikardipin termasuk jenis penghambat Selain itu, pemilihan terapi farmakologis untuk
kanal kalsium dihidropiridin yang memiliki Kekurangan obat ini terletak pada dampaknya krisis hipertensi juga perlu memperhatikan
awitan kerja cepat dan tersedia untuk terhadap jantung berupa refleks takikardia. adanya komorbiditas lain yang mungkin
penggunaan intravena serta oral. Obat ini Oleh sebab itu, penggunaan obat ini pada dipengaruhi oleh cara kerja obat maupun
diduga meningkatkan aliran darah koroner pasien iskemia miokard harus dipantau ketat. bentuk sediaan obat.
dan memiliki kemampuan vasodilator Selain itu, fenoldopam juga menyebabkan
yang lebih selektif pada arteri koroner peningkatan tekanan intraokuler seiring Pada akhirnya, tantangan bagi dokter yang
dibandingkan arteri perifer sehingga peningkatan dosis obat. Fenoldopam juga berperan dalam penanganan krisis hipertensi
penggunaannya secara intravena terbukti disimpan dalam larutan sodium metabisulfat dan hipertensi perioperatif lainnya terletak
menurunkan angka kejadian iskemia sehingga harus dihindari penggunaannya pada keputusan diagnosis dan terapi yang
jantung dan serebral.13,14 pada pasien dengan reaksi sensitivitas didasarkan pada ukuran-ukuran klinis akurat
terhadap senyawa sulfit.13,14 yang tidak hanya memperhatikan dampak
Dosis nikardipin tidak tergantung berat hipertensi terhadap risiko kardiovaskuler
badan, dapat dimulai dengan kecepatan infus SIMPULAN perioperatif namun juga terhadap risiko
5 mg/jam, boleh dititrasi 2,5 mg/jam tiap 5 Berbagai studi menunjukkan bahwa pasien kardiovaskuler jangka panjang serta kualitas
menit hingga dosis maksimum 15 mg/jam dengan tekanan darah > 180/110 mmHg hidup pasien di masa akan datang.

736 CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
1. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. The seventh report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high
blood pressure: The JNC 7 report. JAMA. 2003;289(19):2560-72.
2. Marik PE, Varon J. Perioperative Hypertension: A review of current and emerging therapeutic agents. J Clin Anesth. 2009;21:10.
3. Rutter TW, Tremper KK. Anesthesiology and pain management. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Maier RV, Upchurch GR, editors. Greenfield’s surgery: Scientific principles
and practice. 4th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 277.
4. Wallace MC, Haddadin AS. Systemic and pulmonary arterial hypertension: Management of anesthesia in patients with essential hypertension. In: Hines RL, Marschall KE, editors. Stoelting’s
anesthesia and co-existing disease. 5th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2008.
5. Samson R. Periprocedural hypertension: Current concepts in management for the vascular surgeon. Vasc Endovascular Surg. 2004;38:6.
6. Atlee J. Hypertensive Urgencies and Emergencies. In: Atlee JL, Sinagra G, Gullo A, Vincent J-L, editors. Perioperative critical care cardiology. 2nd ed. Milan: Springer; 2007. p. 70-84.
7. Kaplan N. Systemic hypertension: mechanisms and diagnosis. In: Zipes D, Libby P, Bonow R, Braunwald E, editors. Braunwald’s heart disease. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.
p. 959–87.
8. Strandgaard S, Olesen J, Skinhtoi E, Lassen N. Autoregulation of brain circulation in severe arterial hypertension. Br Med J. 1973;1.
9. Fleisher LA, Beckman JA, Brown KA. ACC/AHA 2007 guidelines on perioperative cardiovascular evaluation and care for noncardiac surgery: A report of the American College of Cardiology/
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to revise the 2002 guidelines on perioperative cardiovascular evaluation for noncardiac surgery).
Circulation. 2007;116:83.
10. Ivanovic B, Tadic M, Markovic D, Bradic Z, Jankovic R, Kalezic N. Preoperative preparation of patients with arterial or pulmonary hypertension in noncardiac surgery. ACI;58:6.
11. Howell S, Sear J, Foex P. Hypertension, hypertensive heart disease, and perioperative cardiac risk. British Journal of Anaesthesia. 2004;92(4):14.
12. Ahuja K, Charap MH. Management of perioperative hypertensive urgencies with parenteral medications. Journal of Hospital Medicine. 2010;5:6.
13. Varon J, Marik PE. Perioperative hypertension management. Vasc Health Risk Manag. 2008;4(3):13.
14. Soto-Ruiz K, Peacock W, Varon J. Perioperative hypertension: Diagnosis and treatment. Netherlands Journal of Critical Care. 2011;15(3):6.
15. Lorentz MN, Santos AX. Systemic hypertension and anesthesia. Revista Brasileira de Anestesiologia. 2005;55(5):9.

CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013 737

Anda mungkin juga menyukai