Disusun Oleh :
NPM : 170609488
Kelas : B
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
Model EOQ (Economic Order Quality) ....................................................................................
Analytical Hierarchy Process (AHP) .........................................................................................
Distribusi dan Transportasi .....................................................................................................
Bullwhip Effect ........................................................................................................................
Production Economics .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................................................
Model EOQ (Economic Order Quality)
STUDI KASUS
UD. Batu Zaman merupakan salah satu usaha atau perusahaan yang berbentuk
industri rumah tangga dengan berbahan baku kayu. Perusahaan ini didirikan oleh
Bapak Max Mumu pada tahun 1968 dan keluar surat ijin perdagangan pada tahun
1974. Perusahaan ini mempunyai 4 orang pekerja ditambah Bapak Max sebagai
pemilik, dengan jam kerja setiap hari mulai jam 07.00-17.00, dengan upah tenaga
kerja Rp. 2.000.000/orang setiap bulan. Perusahaan ini memproduksi berbagai
macam alat rumah tangga, perkantoran, dan lain-lain, seperti meja, kursi, lemari dan
tempat tidur. Untuk produksi meja ada berbagai macam jenis seperti meja tulis, meja
makan, dan meja kerja/kantor, dan untuk produk lemari juga ada berbagai macam
jenis seperti lemari arsip (kantor), lemari katalog, dan lemari pakaian. Perusahaan
melakukan pembelian bahan baku 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan, dengan alasan
sebagai persediaan dalam proses produksi dan untuk mengantisipasi adanya
kelangkaan bahan baku serta kenaikan harga bahan baku.
Berikut ini tabel jumlah Pembelian dan penggunaan bahan baku tahun 2013 pada UD.
Batu Zaman :
Pembelian Penggunaan
No Bulan Kekurangan/kelebihan
(m3) (m3)
Oktober -
4 2.5 -0.05
Desember 2.45
Biaya pemesanan setiap kali dilakukan pemesanan terdiri dari biaya telepon, biaya
transportasi dan pembongkaran, dan biaya administrasi. Rincian biaya dapat dilihat
pada tabel dibawah ini
Biaya Transportasi
2 800000
dan Pembongkaran
Jumlah 860000
Untuk biaya yang dikeluarkan perusahaan pada setiap kali pemesanan adalah
sebesar Rp. 215.000. Biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh UD. Batu Zaman
yaitu biaya pemeliharaan dan biaya kerusakan. Rincian biaya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3. Biaya penyimpanan per unit bahan baku kayu cempaka tahun 2013
Biaya
No Jenis Biaya
(Rp)
Jumlah 1900000
Rp/m3 203208.5
Uraian 2013
2𝐷𝑆
𝐸𝑂𝑄 = √
𝐻
2𝐷𝑆
𝐸𝑂𝑄 = √
𝐻
Dimana :
EOQ = jumlah satuan per pesanan
D = kebutuhan tahunan
Sehingga diketahui :
D = 9.35
S = Rp 215.000
H = Rp 203.208,5
Penyelesaian :
2𝐷𝑆
𝐸𝑂𝑄 = √
𝐻
2 𝑥 9,35 𝑥 215.000
𝐸𝑂𝑄 = √
203.208,5
EOQ = 4,448 m3
Dengan demikian jumlah pembelian bahan baku kayu cempaka yang optimal setiap
kali pesan pada tahun 2013 sebesar 4,448 m3.
𝐷
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 =
𝑄
9,35
=
4,448
= 2 kali
(x − x̅ )²
𝑆𝑡𝑑 = √
𝑁−1
= 0,1430690392782
SS = 1,65 x 0,1430690392782 x 1
SS = 0.24 m3
Diketahui besarnya safety stock 0,24 m³, jumlah penggunaan bahan baku adalah
sebesar 9,35 m³, dan penggunaan bahan baku rata-rata perhari adalah sebesar
0,363 m³.
ROP = 0,603 m3
Sehingga tahun 2013 UD Batu Zaman melakukan pemesanan kembali pada saat
persediaan bahan baku digudang sisa 0,603 m³.
MI = Q + SS
MI = 4,448 + 0.24
MI = 4.688 m3
Jumlah persediaan maksimum perusahaan ini pada tahun 2013 adalah sebesar 4.688
m3. Maka dari itu perusahaan inii akan dapat menekan biaya untuk penyimpanan
bahan baku yang dibeli.
𝐷 𝑄∗
𝑇𝐼𝐶 = ( 𝑥 𝑆) + ( 𝑥 𝐻)
𝑄∗ 2
9,35 4,448
𝑇𝐼𝐶 =( 𝑥 215.000) + ( 𝑥 203.208,5)
4,448 2
TIC = 903.880,40
Total biaya persediaan yang dikeluarkan UD Batu Zaman menurut metode EOQ pada
tahun 2013 adalah sebesar Rp 903.880,40.
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan maka dapat dilihat perbandingan
persediaan bahan baku antara kebijakan perusahaan dengan kebijaksanaan
pembelian dengan menggunakan metode EOQ, dapat dilihat dari jumlah pembelian
optimal, frekuensi pembelian, total biaya persediaan, persediaan pengaman dan
kapan seharusnya perusahaan memesan kembali bahan baku. Sehingga dapat
mengetahui metode mana yang lebih efisien dalam penyediaan bahan baku. Jadi
dapat diketahui perbandingan antara kebijaksanaan yang digunakan perusahaan
dengan menggunakan metode EOQ yaitu pada tahun 2013 menunjukkan bahwa UD
Batu Zaman seharusnya melakukan pembelian bahan baku Kayu Cempaka pada saat
persediaan sebesar 0,603 m³. Dengan demikian pada saat bahan baku diterima
dengan lead time 14 hari, persediaan yang tersisa masih 0,24 m³, sedangkan untuk
menghindari terjadinya kelebihan bahan baku, jumlah pembelian yang harus
dilakukan sebesar 4,448 m³, agar tidak melebihi maximum inventory sebesar 4,688
m³. Total biaya persediaan bahan baku kayu menurut metode EOQ adalah sebesar
Rp. 903.880,40, sedangkan total biaya persediaan bahan baku menurut UD Batu
Zaman sebesar Rp. 1.335.000. Jadi terdapat penghematan sebesar Rp 431.119,6.
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pemilihan supplier dalam sebuah perusahaan harus menjadi hal yang terpenting, hal
ini disebabkan karena pasar sudah mengalami perkembangan yang semakin pesat
sehingga perusahaan harus mampu bersaing dengan perusahaan lain secara global
untuk dapat mempertahankan performance dari perusahaan tersebut. Namun dalam
pemilihan supplier perusahaan kadang mengalami kesulitan memilih supplier yang
memiliki kriteria yang sesuai dan diinginkan oleh perusahaan tersebut. Dengan
adanya penerapan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam perusahaan ini
tentunya dapat membantu perusahaan dalam memilih supplier yang sesuai dengan
keinginan perusahaan dan mampu mempertahankan performance perusahaan
tersebut.
Dalam jurnal Teknik dan Ilmu Komputer Vol 03. No. 09 (2014) dengan judul “Pemilihan
Supplier Buah dengan Pendekatan Metode Analytical Hierarchy Process dan Topsis”
yang ditulis oleh Lidya Merry, Meriastuti Ginting dan Budi Marpaung juga
menggunakan metode AHP dalam pemilihan supplier pada salah satu perusahaan
retail yaitu PT Hero Supermarket.
PT. Hero Supermarket merupakan salah satu perusahaan retail, dimana buah
merupakan salah satu barang konsumsi yang disediakan perusahaan ini karena
banyak konsumen yang memilih buah ketika berkunjung ke swalayan. Sering terjadi
kasus dimana perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan dari konsumen
disebabkan karena keterlambatan pengiriman buah dari supplier atau bisa juga
karena harga buah yang terlalu tinggi. Dengan adanya kasus seperti ini maka
perusahaan berusaha untuk menentukan kriteria yang pasti bagi supplier, dimana
supplier tersebut harus mampu menyediakan kualitas dengan harga yang tepat,
jumlah yang sesuai dan waktu yang tepat demi mempertahankan performance dari
perusahaan. Sehingga dalam pemilihan supplier perusahaan menggunakan metode
AHP yang dipercaya mampu memecahkan masalah dengan banyak kriteria serta
merupakan metode yang sederhana.
C. Konsep Dasar
Skala Arti
𝐶𝐼
𝐶𝑅 =
𝑅𝐼
ukuran
matriks 1, 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
(n)
nilai RI 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.46 1.57 1.58
D. Metode
E. Pembahasan
PT. ABC Batam adalah salah satu perusahaan agribisnis yang memproduksi
kecambah kelapa sawit. Dalam kegiatan operasional, perusahaan ini banyak
mendapat pemasokan pupuk dari para supplier. Namun cara yang selama ini
diterapkan oleh perusahaan dalam pemilihan supplier dianggap kurang efisien karena
belum mampu memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan. Biasanya supplier
dipilih berdasarkan harga terendah namun hal tersebut tidak menjamin pupuk tersebut
berkualitas. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perusahaan menggunakan
metode yang dapat membantu perusahaan dalam pemilihan supplier yaitu metode
Analytical Hierarchy Process (AHP). Penggunaan metode ini bertujuan untuk
mendapat supplier yang sesuai dengan kriteria perusahaan serta mengetahui kriteriia-
kriteria yang menjadi kekurangan dan kelebihan dari setiap supplier pupuk. Terdapat
empat kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu cost, quality, service, dan
delivery. Berdasarkan hasil analisis dengan metode AHP maka diperoleh supplier
yang menempati prioritas pertama adalah supplier X, yang kedua supplier Y dan yang
ketiga supplier Z. sehingga perusahaan dapat menetapkan bahwa akan bekerja sama
dengan supplier X karena memiliki nilai bobot paling tinggi dibanding dengan supplier
yang lainnya.
Distribusi dan Transportasi
Pergudangan merupakan hal yang penting dalam mengurangi variasi penawaran dan
permintaan serta memberikan nilai tambah layanan dalam rantai pasokan. Namun
berdasarkan pengamatan dapat dilihat bahwa pergudangan merupakan sebuah
keputusan dan tidak termasuk dalam pengembangan rencana distribusi untuk rantai
pasokan. Dalam dunia industri, gudang menghabiskan biaya jutaan dolar, sehingga
untuk menghadapi tantangan tersebut maka diperkenalkan gudang persediaan
transportasi masalah (WITP) dengan tujuan untuk menentukan rencana distribusi
yang optimal dari vendor kepada pelanggan melalui satu atau lebih gudang untuk
meminimalkan total biaya produksi. WITP tersebut disajikan dalam model
pemograman integer nonlinear dengan mempertimbangkan rantai pasokan dengan
banyak vendor, toko, produk, dan periode waktu, serta mempertimbangkan
kemacetan di gudang yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja. rencana
produksi dengan WITP dapat mengurangi substansi dalam varian beban kerja di
gudang, dan sangat mengurangi total biaya distribusi.
Dalam jurnal operational research No. 237, 2014 (690-700) dengan judul “The
Warehouse Inventory Transportation Problem for Supply Chains” yang ditulis oleh
Bhanuteja Sainathuni, Praktik J. Parikh, xinhui Zhang, dan Nan Kong juga membahas
tentang transportasi dan distribusi.
A. Pendahuluan
Rantai pasokan modern bergantung pada gudang, dimana dengan adanya gudang
maka perusahaan dapat dengan cepat memenuhi permintaan pelanggan melalui
retail, berbasis web, dan saluran katalog. Saat ini, gudang disebut sebagai pusat
distribusi yang dapat memitigasi variasi permintaan-permintaan menjadi lebih aktif
dalam menyediakan layanan dengan nilai tambah. Fungsi utama dari pergudangan
adalah menerima, kontrol kualitas, penyimpanan/penyimpangan serta pengambilan,
serta pengambilan, penyortiran, pengepakan dan pengiriman. Untuk mencapai fungsi-
fungsi tersebut maka penting untuk desain dan operasi gudang. termasuk didalamnya
keputusan tata letak lorong, pemilihan material handling, perencanaan dan
penjadwalan tenaga kerja dan teknologi informasi infrastruktur. Keputusan rantai
pasokan memiliki dampak seperti persediaan dan transportasi. Walaupun pada
dasarnya gudang berfungsi sebagai hubungan dalam rantai pasokan, gudang juga
beroperasi dalam mode reaktif yaitu rencana inventaris dan transportasi ditentukan
lebih dulu daripada rencana pergudangan. Inefisiensi operasional di gudang serta
pengeluaran biaya pergudangan yang besar dapat terjadi ketika terdapat
ketidakseimbangan beban kerja. Dari perspektif operasi gudang, beban kerja yang
relatif seimbang sepanjang masa periode lebih disukai karena mengarah pada
menajemen pekerja yang lebih mudah dan penjadwalan, pengurangan kebutuhan
akan jam lembur dan/atau pekerja sementara, serta pemanfaatan teknologi secara
efektif. Pada kenyataannya sering terjadi keputusan pergudangan yang berada di fase
perencanaan taktis selalu bereaksi secara pasif sehingga WITP diperkenalkan untuk
mengatasi masalah mengenai gudang, inventaris, dan transportasi serta
mengidentifikasi distribusi yang optimal strategi untuk rantai pasokan multi produk dan
multi periode sehingga total biaya rantai produksi diminimalkan.
B. Latar Belakang
Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti telah melakukan penelitian di bidang
perencanaan distribusi dan telah mempelajari lebih jauh tentang integrasi transportasi
dan keputusan inventaris, hal tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan persediaan
dan biaya transportasi. Dapat dilihat bahwa perencanaan rantai pasokan telah
difokuskan pada bagaimana mengintegrasikan inventaris dan keputusan transportasi.
Dalam konteks perencanaan rantai pasokan, gudang hampir secara ekslusif
diperlakukan sebagai simpul dengan kapasitas yang diketahui. Namun belum ada
penelitian yang mengevaluasi dampak dari pelaksanaan rencana distribusi pada
operasi gudang. Serta pemahaman tentang implikasi desain gudang dan operasi pada
inventaris dan keputusan transportasi masih kurang sehingga jurnal ini dibuat untuk
mengungkapkan keprihatinan akan masalah tersebut serta memperkenalkan WITP.
C. Warehouse Inventory Transportation Problem (WITP)
Warehouse inventory transportation problem (WITP) digunakan untuk menentukan
distribusi optimal produk dari vendor ke toko melalui gudang dengan tujuan untuk
meminimalkan total biaya distribusi. Model WITP berfokus pada pengintegrasian tiga
keputusan yaitu pergudangan, inventaris, dan transportasi baik tingkat taktis dan
operasional. Dengan adanya WITP ini diketahui terdapat aspek-aspek tertentu dari
keputusan ini secara tidak langsung melalui analisis sensitivitas. Terdapat dua
kegiatan utama dalam memodelkan campuran tenaga kerja gudang yaitu put away
dan picking. Put away mengacu pada aktivitas memindahkan produk dari titik bongkar
ke area penyimpanan / pengambilan gudang. Picking mengacu pada aktivitas
memenuhi pesanan pelanggan dengan memilih dan mengepak produk dari area
picking.
a. Dampak Pemblokiran Picker pada Produktivitas Gudang
Dalam memilih sistem, pemblokiran bisa sangat penting terutama di sistem lorong
sempit, dan tergantung pada kepadatan pilih, penyimpanan kebijakan, metode
perutean, dan jumlah pekerja yang memetik secara bersamaan dalam sistem. Hal ini
menyebabkan berkurangnya produktivitas pekerja.
b. Model Pemograman Integer Nonlinear untuk WITP
Pembuatan asumsi sebagai berikut :
i. Vendor memiliki persediaan yang cukup untuk memenuhi permintaan di gudang.
ii. Pesanan awal tidak diperbolehkan.
D. Perbandingan WITP dengan Pendekatan Sekuensial
Pendekatan sekuensial digunakan untuk merancang distribusi berencana sebagai
yang pertama menyelesaikan masalah persediaan bersama transportasi (ITP) dan
kemudian memecahkan masalah pergudangan yang sesuai (WP). Pendekatan ini
dinyatakan sebagai ITP + WP. Artinya bahwa keputusan pergudangan bereaksi
terhadap inventaris dan keputusan transportasi. Dalam hal ini tingkat tenaga kerja
optimal digudang disebabkan karena pertama-tama sekuensial menyelesaikan secara
optimal sambungan masalah persediaan transportasi (ITP) dan kemudian
menggunakan solusi sebagai input untuk masalah pergudangan (WP). Pada
kenyataan fokus peneliti adalah memecahkan masalah industri dan pengembangan
wawasan manajerial sehingga peneliti gunakan secara numerik mengukur manfaat
WITP selama pendekatan sekuensial ITP + WP. Manfaat pendekatan WITP untuk
rantai pasokan yang memiliki gudang dengan lorong lebar, dimana blocking memiliki
efek menimal pada produktivitas pekerja.
E. Heuristik untuk WITP
Algoritma heuristik yang diusulkan mempertimbangkan dampak dari memajukan dan
/ atau menunda pengiriman masuk dan keluar, dan menukar jumlah produk dalam
pengiriman ini dengan total biaya distribusi dan variasi beban kerja di gudang.
heuristik mengimplementasikan tiga gerakan seperti mengurangi biaya transportasi,
pergudangan, dan inventaris. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Solusi awal. Solusi yang layak dapat memberikan nilai. Sehingga diperoleh solusi
yang layak dengan memastikan bahwa total permintaan terpenuhi baik di gudang
dan toko disemua periode waktu.
2. Fase Inbound. Untuk jumlah iterasi yang ditentukan sebelumnya. Solusi baru yang
diterima hanya jika itu lebih baik daripada solusi terbaik sebelumnya, jika tidak tetap
menjadi solusi terbak dan heuristik berkembang ke fase outbound.
3. Fase Outbound. Meningkatkan solusi outbound secara iteratif. Solusi baru diterima
berdasarkan kriteria penerimaan yang disebutkan di atas. Jika aturan penghentian
dipenuhi, maka solusi terbaik yang ditemukan sejauh ini terganggu.
4. Menghentikan aturan. Algoritma berhenti jika jumlah maksimum iterasi tercapai
atau jika sejumlah iterasi dalam beberapa kasus, solusi yang baru diterima berada
d % dari pemegang jabatan larutan. Nilai d kurang lebih 0.25 %.
F. Kesimpulan
a. Dengan adanya WITP maka keputusan pergudangan, inventaris, dan transportasi
tersebut dapat diminimumkan total biaya distribusinya.
b. Memodelkan WITP sebagai model pemrograman integer non linear dan dianggap
beberapa keputusan pergudangan.
c. Model WITP mengalami kemacetan pekerja di jakarta karena gudang dengan gang
baris sangat besar.
d. Perkenalan gudang persediaan transportasi masalah (WITP) didasarkan dengan
adanya kesenjangan dalam literatur akademik pada beberapa rantai pasokan.
Bullwhip Effect
Dalam jurnal Int. J. Production Economics No 118, 2009 (311 – 122) dengan judul
“The Bullwhip effect in supply chains – an overestimated problem?” yang ditulis oleh
Eric Sucky juga membahas tentang bullwhip effect.
A. Pendahuluan
Efek bullwhip merupakan suatu istilah dalam industri standar yang memiliki empat
penyebab utama antara lain pembaruan prakiraan permintaan, pesanan batching,
fluktuasi harga, serta penjataan dan kekurangan permainan. Jurnal ini menganalisis
kekuatan lain yang dapat mengurangi efek bullwhip. Dimana yang lebih difokusnya
adalah pada analisis dan mengukur efek bullwhip. Hal ini disebabkan karena rantai
pasokan itu sendiri dalam praktiknya dapat dinyatakan sebagai jaringan fasilitas yang
tersebar secara geografis, dimana bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi
diproduksi, diuji, dimodivikasi, dan disimpan. Istilah rantai pasokan menggambarkan
bahwa hanya satu pemain yang terlibat di masing-masing tahap rantai pasokan.
Namun pada kenyataannya pabrik memasok beberapa grosir dan bisa menerima
bahan dari beberapa pemasok. Dengan adanya pendekatan tersebut maka dapat
diasumsikan bahwa terdapat tiga tahapan rantai pasokan yang terdiri dari satu
pelanggan, satu pengecer, dan satu pabrik tunggal dengan mengabaikan rantai
pasokan yang beberapa efek pengumpulan risiko relevan terkait dengan struktur
jaringan.
B. Latar Belakang
Efek bullwhip memiliki sejumlah efek negatif di rantai pasokan yang dapat
menyebabkan inefisensi yang signifikan. Pada dasarnya efek bullwhip mengarah ke
kelebihan persediaan investasi di seluruh rantai pasokan sebagai pihak-pihak yang
terlibat perlu melindungi diri mereka dengan variasi permintaan sendiri. Sehingga
jurnal ini dibuat untuk membahas tentang metode pengurangan bullwhip yang
diusulkan.
Manufacturer
Manufacturer Wholesaler
Wholesaler Retailer
material flow
b. Teknik Peramalan
Pedagang grosir menggunakan simple N period moving average. Rata-rata dari N
pengamantan terbaru digunakan sebagai perkiraan untuk periode selanjutnya,
dimana penggunaan notasi MA (N) untuk moving average periode N.
c. Mengukur efek bullwhip dalam rantai pasokan
Untuk mengukur secara analitik kenaikan dalam variabilitas dari grosir ke produsen
atau dengan kata lain mengukur efek bullwhip, yang pertama dilakukan adalah
menentukan varians dari pesanan ditempatkan oleh grosir ke pabrik. Penetuan
varians kuantitas pesanan grosir dan permintaan pengecer untuk periode
perencanaan yang lengkap dibutuhkan ketika akan mengukur efek bullwhip.
Peningkatan variabilitas merupakan penurunan fungsi N yang digunakan untuk
memperkirakan mean dan varians dari peermintaan pengecer.
D. Efek bullwhip di jaringan pasokan
Pada kenyataannya, rantai pasokan sering menunjukan jaringan struktur dengan
koneksi transportasi yang menghubungkan lokasi seperti fasilitas produksi yang
tersebar secara geografis dan gudang. rantai pasokan dapat dibagi menjadi tahap
yang berbeda sesuai kegiatannya. Pada dasarnya operasi dilakukan pada setiap
tahap rantai pasokan dan didistribusikan di antara beberapa wilayah geografis dimana
fasilitas yang dimiliki perusahaan tersebar. Jumlah fasilitas di setiap tahap dan jumlah
tautan antara lokasi menentukan struktur jaringn rantai pasokan dan mengakibatkan
aliran material dari bahan baku sampai ke pelanggan akhir dengan melewati tahapan-
tahapan.
Retailer1
Manufacturer
Manufacturer Wholesaler
Wholesaler
Retailer2
Dalam jurnal Int. J. Production Economics 2010 dengan judul “A Framework for
Analysing supply Chain Performance Evaluation Models” yang ditulis oleh Dominique
Estampe, Samir Lamouri, jean Luc paris, dan Sakina Brahim Djelloul membahas
tentang Supply Chain.
1. Pendahuluan
Tingkat kepuasan pelanggan menjadi penilaian dapat digunakan untuk menentukan
seberapa besar nilai yang diciptakan di logistik tingkat dan biaya yang dikeluarkan.
Hal ini tentunya dapat membantu untuk mengukur kinerja rantai pasokan.
Mengevaluasi kinerja rantai pasokan termasuk tugas yang rumit, hal ini disebabkan
karena harus melibatkan transversal proses yang melibatkan beberapa pemeran yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan logistik dan strategis. Faktor kunci keberhasilan
perusahaan dapat dipertimbangkan dengan adanya evaluasi tersebut. Adapun tujuan
dari karakteristik ganda ini adalah untuk meningkatkan pemahaman para peneliti
tentang perbedaan peran model evaluasi serta kesesuaian dalam konteks
perusahaan tersebut.
2. Logistic dan Supply Chain
Managemen logistik merupakan proses perencanaan, implementasi, pengendalian
aliran dan penyimpanan bahan baku yang efesien dan hemat, serta inventori proses
barang jadi dan arus informasi dari titik asal ke konsumen dengan menyesuaikan
kebutuhan pelanggan. Kinerja suatu perusahaan tidak bisa dikatakan benar-benar
baik hanya dengan adanya kolaborasi yang lancar antar logistik dan fungsi
perusahaan lainnya. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang juga ikut berperan
seperti mitra bisnis yang dimulai dari pemasok sampai ke pelanggan.
3. Supply Chain Maturity
Terdapat lima tingkat Supply Chain Maturity, yaitu :
i. Awal. Kinerja tidak dievaluasi secara teratur
ii. Dikelola. Proses yang terjadi adalah direncanakan, dilaksanakan, diawasi,
dikendalikan, ditinjau dan dinilai.
iii. Didefinisikan. Menstandarisasi dan meningkatkan proses tersebut serta
menentukan tujuan oleh seluruh organisasi.
iv. Dikelola secara kuantitatif. Organisasi menetapkan tujuan kinerja untuk proses
tersebut. Sasarannya terkait dengan organisasi dan permintaan pelanggan. Hasil
tersebut diukur secara kuantitatif.
v. Mengoptimalkan. Peningkatan proses melalui analisis variasi dalam kinerja.
Sebelum memilih model evaluasi kinerja, perlu untuk menentukan jenis nilai
penciptaan yang diinginkan untuk pemeran yang berbeda dalam rantai dan
menerapkan model evaluasi yang relevan berdasarkan uraian dan definisi yang sudah
disampaikan. Grid dapat diartikan sebagai tabel sumatif yang dimulai dengan
mengidentifikasi dua model kategori utama serta posisinya di supply chain maturity
grid, yaitu :
Dua kategori utama tersebut dapat memungkinkan kita untuk menghubungkan model
ke tingkat kematangan perusahaan dan pilihan untuk yang sedang dilakukan
dikembangkan di masa depan. Dengan cara seperti ini maka grid akan membantu
manager untuk berkembang menuju model yang lebih sesuai untuk kebutuhannya.
6. Kesimpulan
a. Model pertama diarahkan untuk megukur kinerja internal masing-masing pemeran
dalam rantai dan menargetkan perusahaan dengan tingkat kematangan organisasi.
b. Model kedua diarahkan untuk mengukur semua pemeran dan rantai dan
menargetkan perusahaan yang tingkat kematangannya telah diperpanjang.
c. Model merupakan yang paling cocok namun bukan untuk mengungkapkan secara
langsung kriteria spesifik yang akan diterapkan sehingga memberikan kepuasan
dalam tingkat kinerja yang diberikan perusahaan dalam mencari konteksnya
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Simbar Mutiara, Katiandago Theodora, Lolowang Rommy, dan Baroleh jenny. (2014).
Analisis pengendalian bahan Baku Kayu Cempaka pada Industri Mebel dengan
Menggunakan Metode EOQ. Jurnal ilmiah, 5 (3). 1-15.
Merry Lidya, Ginting Meriastuti, dan Marpaung Budi. (2014). Pemilihan supplier Buah
dengan Pendekatan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Topsis
Studi Kasus pada Perusahaan Retail. Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer, 3 (9).
48-58.
Sainathuni Bhanuteja, J. P. Pratik, Xinhui Zhang, dan Nan Kong. (2014). The
Warehouse Inventory Transportation Problem for Supply Chain. Journal of
Operational Research, (237). 690-700.
Wahyu Hati shinta dan Sabrina Fitri Nelmi. (2017). Analisis Pemilihan Supplier Pupuk
NPK dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Jurnal Inhovbiz, 5(2).
125-132.
Sucky, Eric. (2009). The Bullwhip Effect in Supply Chains An Overestimated Problem.
Journal Int. J production Economics (118). 311-322.