Anda di halaman 1dari 27

TUGAS AKHIR

PENGANTAR LOGISTIK DAN SUPPLY CHAIN


MANAGEMENT
Dosen Pengampu : Agustinus Gatot Bintoro, S.T.,M.T.

Disusun Oleh :

Nama : Lidya Djela

NPM : 170609488

Kelas : B

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
SEMESTER GENAP
2018/2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................
Model EOQ (Economic Order Quality) ....................................................................................
Analytical Hierarchy Process (AHP) .........................................................................................
Distribusi dan Transportasi .....................................................................................................
Bullwhip Effect ........................................................................................................................
Production Economics .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................................................
Model EOQ (Economic Order Quality)

STUDI KASUS

UD. Batu Zaman merupakan salah satu usaha atau perusahaan yang berbentuk
industri rumah tangga dengan berbahan baku kayu. Perusahaan ini didirikan oleh
Bapak Max Mumu pada tahun 1968 dan keluar surat ijin perdagangan pada tahun
1974. Perusahaan ini mempunyai 4 orang pekerja ditambah Bapak Max sebagai
pemilik, dengan jam kerja setiap hari mulai jam 07.00-17.00, dengan upah tenaga
kerja Rp. 2.000.000/orang setiap bulan. Perusahaan ini memproduksi berbagai
macam alat rumah tangga, perkantoran, dan lain-lain, seperti meja, kursi, lemari dan
tempat tidur. Untuk produksi meja ada berbagai macam jenis seperti meja tulis, meja
makan, dan meja kerja/kantor, dan untuk produk lemari juga ada berbagai macam
jenis seperti lemari arsip (kantor), lemari katalog, dan lemari pakaian. Perusahaan
melakukan pembelian bahan baku 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan, dengan alasan
sebagai persediaan dalam proses produksi dan untuk mengantisipasi adanya
kelangkaan bahan baku serta kenaikan harga bahan baku.

Berikut ini tabel jumlah Pembelian dan penggunaan bahan baku tahun 2013 pada UD.
Batu Zaman :

Tabel 1. Jumlah pembelian dan penggunaan bahan baku tahun 2013

Pembelian Penggunaan
No Bulan Kekurangan/kelebihan
(m3) (m3)

1 Januari - Maret 2.4 2.45 -0.05

2 April - Juni 2.25 2.15 0.1

3 Juli - September 2.15 2.25 -0.1

Oktober -
4 2.5 -0.05
Desember 2.45

Jumlah 9.25 9.35 -0.1

Rata-rata 2.3125 2.3375 -0.025


Penggunaan bahan baku Kayu Cempaka bulan Desember meningkat dikarenakan
permintaan meningkat pada waktu itu karena perayaan natal. Penggunaan bahan
baku tahun 2013 sebanyak 9,35 m³. Frekuensi pembelian selama tahun 2013
sebanyak 4 kali, karena setiap tiga bulan sekali perusahaan membeli bahan baku.
Untuk pembelian rata-rata Kayu Cempaka selama tahun 2013 adalah sebesar 2,3375
m³.

Biaya pemesanan setiap kali dilakukan pemesanan terdiri dari biaya telepon, biaya
transportasi dan pembongkaran, dan biaya administrasi. Rincian biaya dapat dilihat
pada tabel dibawah ini

Tabel 2. Biaya Pemesanan bahan baku kayu


Biaya
No Jenis Biaya
(Rp)

1 Biaya Telpon 50000

Biaya Transportasi
2 800000
dan Pembongkaran

3 Biaya Administrasi 10000

Jumlah 860000

Untuk biaya yang dikeluarkan perusahaan pada setiap kali pemesanan adalah
sebesar Rp. 215.000. Biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh UD. Batu Zaman
yaitu biaya pemeliharaan dan biaya kerusakan. Rincian biaya dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 3. Biaya penyimpanan per unit bahan baku kayu cempaka tahun 2013

Biaya
No Jenis Biaya
(Rp)

1 Biaya Pemeliharaan 400000

2 Biaya Kerusakan 1500000

Jumlah 1900000
Rp/m3 203208.5

Berdasarkan informasi diatas maka penulis ingin mengetahui bagaimana penanganan


masalah pengendalian persediaan bahan baku dari persediaan tersebut jika
menggunakan salah satu metode yaitu EOQ karena selama ini UD Batu Zaman dalam
kebijaksanaan pengadaan bahan baku hanya berdasarkan pada pengalaman atau
data-data dari masa lalu, jadi belum menerapkan manajemen atau analisis seperti
model EOQ dalam penanganan masalah pengendalian persediaan yang terjadi pada
perusahaan UD Batu Zaman.

Tahapan perhitungan model EOQ sebagai berikut :

1. Penentuan Kuantitas Pembelian Optimal

Uraian 2013

Kuantitas (m3) 9.35

Harga (Rp/m3) 4000000

Biaya Total (Rp) 37400000

Biaya Pemesanan (setiap kali


215000
pesan) (Rp)

Biaya Penyimpanan (Rp/m3) 203208,5

Rumus yang digunakan untuk menghitung EOQ adalah

2𝐷𝑆
𝐸𝑂𝑄 = √
𝐻

Rumus yang digunakan untuk menghitung EOQ adalah

2𝐷𝑆
𝐸𝑂𝑄 = √
𝐻

Dimana :
EOQ = jumlah satuan per pesanan

D = kebutuhan tahunan

S = biaya pemesanan per order

H = biaya penyimpanan per unit

Sehingga diketahui :

D = 9.35

S = Rp 215.000

H = Rp 203.208,5

Penyelesaian :

2𝐷𝑆
𝐸𝑂𝑄 = √
𝐻

2 𝑥 9,35 𝑥 215.000
𝐸𝑂𝑄 = √
203.208,5

EOQ = 4,448 m3

Dengan demikian jumlah pembelian bahan baku kayu cempaka yang optimal setiap
kali pesan pada tahun 2013 sebesar 4,448 m3.

Untuk mencari frekuansi pengiriman :

𝐷
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 =
𝑄
9,35
=
4,448

= 2 kali

Frekuensi pembelian bahan baku yang diperlukan perusahaan adalah sebanyak 2


kali.

2. Penentuan Safety Stock


Dalam analisis penyimpangan ini management perusahaan menentukan seberapa
jauh bahan baku yang masih dapat diterima. Pada umumnya batas toleransi yang
digunakan adalah 5 % diatas perkiraan dan 5 % dibawah perkiraan dengan nilai 1,65.

Rumus yang digunakan adalah

(x − x̅ )²
𝑆𝑡𝑑 = √
𝑁−1

= 0,1430690392782

Setelah itu hitung SS dengan rumus

SS = service level x std x L

SS = 1,65 x 0,1430690392782 x 1

SS = 0.24 m3

3. Penentuan Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Diketahui besarnya safety stock 0,24 m³, jumlah penggunaan bahan baku adalah
sebesar 9,35 m³, dan penggunaan bahan baku rata-rata perhari adalah sebesar
0,363 m³.

Dengan menggunakan rumus berikut

ROP = (demand harian x LT) + SS

ROP = (0.363 x 1) + 0.24

ROP = 0,603 m3

Sehingga tahun 2013 UD Batu Zaman melakukan pemesanan kembali pada saat
persediaan bahan baku digudang sisa 0,603 m³.

4. Penentuan Persediaan Maksimum (Maksimum Inventory)

Persediaan maksimum dapat dihitung dengan rumus

MI = Q + SS

MI = 4,448 + 0.24

MI = 4.688 m3
Jumlah persediaan maksimum perusahaan ini pada tahun 2013 adalah sebesar 4.688
m3. Maka dari itu perusahaan inii akan dapat menekan biaya untuk penyimpanan
bahan baku yang dibeli.

5. Perhitungan Total Biaya Persediaan Bahan Baku (total inventory cost)

Dengan menggunakan rumus :

𝐷 𝑄∗
𝑇𝐼𝐶 = ( 𝑥 𝑆) + ( 𝑥 𝐻)
𝑄∗ 2

9,35 4,448
𝑇𝐼𝐶 =( 𝑥 215.000) + ( 𝑥 203.208,5)
4,448 2

TIC = 903.880,40

Total biaya persediaan yang dikeluarkan UD Batu Zaman menurut metode EOQ pada
tahun 2013 adalah sebesar Rp 903.880,40.

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan maka dapat dilihat perbandingan
persediaan bahan baku antara kebijakan perusahaan dengan kebijaksanaan
pembelian dengan menggunakan metode EOQ, dapat dilihat dari jumlah pembelian
optimal, frekuensi pembelian, total biaya persediaan, persediaan pengaman dan
kapan seharusnya perusahaan memesan kembali bahan baku. Sehingga dapat
mengetahui metode mana yang lebih efisien dalam penyediaan bahan baku. Jadi
dapat diketahui perbandingan antara kebijaksanaan yang digunakan perusahaan
dengan menggunakan metode EOQ yaitu pada tahun 2013 menunjukkan bahwa UD
Batu Zaman seharusnya melakukan pembelian bahan baku Kayu Cempaka pada saat
persediaan sebesar 0,603 m³. Dengan demikian pada saat bahan baku diterima
dengan lead time 14 hari, persediaan yang tersisa masih 0,24 m³, sedangkan untuk
menghindari terjadinya kelebihan bahan baku, jumlah pembelian yang harus
dilakukan sebesar 4,448 m³, agar tidak melebihi maximum inventory sebesar 4,688
m³. Total biaya persediaan bahan baku kayu menurut metode EOQ adalah sebesar
Rp. 903.880,40, sedangkan total biaya persediaan bahan baku menurut UD Batu
Zaman sebesar Rp. 1.335.000. Jadi terdapat penghematan sebesar Rp 431.119,6.
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Pemilihan supplier dalam sebuah perusahaan harus menjadi hal yang terpenting, hal
ini disebabkan karena pasar sudah mengalami perkembangan yang semakin pesat
sehingga perusahaan harus mampu bersaing dengan perusahaan lain secara global
untuk dapat mempertahankan performance dari perusahaan tersebut. Namun dalam
pemilihan supplier perusahaan kadang mengalami kesulitan memilih supplier yang
memiliki kriteria yang sesuai dan diinginkan oleh perusahaan tersebut. Dengan
adanya penerapan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam perusahaan ini
tentunya dapat membantu perusahaan dalam memilih supplier yang sesuai dengan
keinginan perusahaan dan mampu mempertahankan performance perusahaan
tersebut.

Dalam jurnal Teknik dan Ilmu Komputer Vol 03. No. 09 (2014) dengan judul “Pemilihan
Supplier Buah dengan Pendekatan Metode Analytical Hierarchy Process dan Topsis”
yang ditulis oleh Lidya Merry, Meriastuti Ginting dan Budi Marpaung juga
menggunakan metode AHP dalam pemilihan supplier pada salah satu perusahaan
retail yaitu PT Hero Supermarket.

A. PT. Hero Supermarket

PT. Hero Supermarket merupakan salah satu perusahaan retail, dimana buah
merupakan salah satu barang konsumsi yang disediakan perusahaan ini karena
banyak konsumen yang memilih buah ketika berkunjung ke swalayan. Sering terjadi
kasus dimana perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan dari konsumen
disebabkan karena keterlambatan pengiriman buah dari supplier atau bisa juga
karena harga buah yang terlalu tinggi. Dengan adanya kasus seperti ini maka
perusahaan berusaha untuk menentukan kriteria yang pasti bagi supplier, dimana
supplier tersebut harus mampu menyediakan kualitas dengan harga yang tepat,
jumlah yang sesuai dan waktu yang tepat demi mempertahankan performance dari
perusahaan. Sehingga dalam pemilihan supplier perusahaan menggunakan metode
AHP yang dipercaya mampu memecahkan masalah dengan banyak kriteria serta
merupakan metode yang sederhana.

B. Latar Belakang Masalah


Perusahaan merasa kesulitan dalam memilih supplier yang tepat karena perusahaan
belum mempunyai kriteria dan subkriteria serta metode dalam pemilihan supllier.
Sehingga perusahaan ini perlu mengidentifikasi kriteria yang dapat membantu
perusahaan dalam mengevaluasi supplier demi mendapatkan supplier yang terbaik.

C. Konsep Dasar

Pemilihan supplier merupakan suatu proses pengambilan keputusan dengan


melibatkan berbagai macam kriteria yang nantinya dievaluasi untuk mendapatkan
hasil yang tepat. Terdapat begitu banyak metode yang biasanya digunakan untuk
pemilihan supplier namun perusahaan ini memilih metode analytical Hierarchy
Process (AHP) karena metode ini dapat digunakan untuk pengambilan keputusan
walaupun memiliki banyak kriteria, sehingga AHP menjadi pilihan yang tepat bagi
perusahaan ini. Analytical Hierarchy Process merupakan metode yang digunakan
untuk pengambilan keputusan yang dilakukan dengan pendekatan perbandingan
pasangan, menggabungkan nilai-nilai rasional dan irasional, serta dapat menilai
konsistensi dalam pengambilan keputusan dengan rasio konsistensi.

Langkah-langkah utama metode AHP sebagai berikut :

1. Identifikasi permasalahan, menentukan spesifikasi tujuan dan solusi yang


diinginkan.
2. Penyusunan masalah dalam suatu hierarki
3. Penyusunan matriks perbandingan berpasangan untuk setiap level
4. Pengisian matriks perbandingan berpasangan oleh para pegambil keputusan

Tabel 1. Skala Bobot Rasio

Skala Arti

1 Kedua elemen sama pentingnya

Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding elemen


3
lainnya

5 Elemen yang satu sangat penting dibanding elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dibanding elemen lainnya


9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya

2,4,6,8 Niali-nilai diantara kedua pertimbangan berdekatan

5. Menghitung rataan geometris. Dilakukan apabila pengambilan keputusan lebih dari


satu orang. Rataan geometris menggunakan rumus :
𝑗
𝑟𝑎𝑡𝑎𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑠 = √𝑅 𝑗 𝑥 … 𝑅𝑗

6. Melakukan pengujian / perhitungan konsistensi logis (CI)


7. Menguji konsistensi dengan rumus

𝐶𝐼
𝐶𝑅 =
𝑅𝐼

Dimana RI = indeks random konsistensi

Hasil perhitungan dapat dibenarkan jika rasio konsistensi ≤ 0.1.

Tabel 2. Nilai Indeks Random

ukuran
matriks 1, 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
(n)

nilai RI 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.46 1.57 1.58

D. Metode

PT. Hero Supermarket merupakan objek pengambilan data dengan menganalisis


supplier buah. Awal dari penelitian yaitu melakukan tinjauan pustaka terhadap literatur
untuk dijadikan referensi, kemudian melakukan wawancara langsung dengan pihak
yang berhubungan dengan permasalahan ini. Untuk teknik pengambilan responden
menggunakan metode purposive sampling. Serta untuk proses pengolahan data
digunakan metode Analytical Hierarcy Process (AHP).

E. Pembahasan

Beberapa kriteria yang didapatkan cocok untuk diterapkan di PT hero Supermarket


sebagai berikut :
1. Kualitas. Perusahaan membutuhkan supplier yang mampu memberikan kualitas
terbaik dengan menjaga kesegaran buah.
2. Harga. Perusahaan akan mengalami kesulitan dalam mengambil keuntungan
apabila supplier m enawarkan harga yang mahal sehingga harga merupakan faktor
yang penting.
3. Pengiriman. Perusahaan akan kehilangan kesempatan menjual buah dan dapat
menyebabkan kerugian bagi perusahaan apabila supplier terlambat dalam
melakukan pengiriman.
4. Pelayanan. Pemberian pelayanan yang terbaik dari supplier merupakan suatu
faktor yang penting bagi perusahaan.
5. Profil supplier. Profil supplier digunakan untuk menunjang pemilihan supplier
namun belum dijadikan sebagai kriteria pemiihan.
6. Rasio yang mungkin mempengaruhi. Menanggung kemungkinan resiko yang akan
terjadi merupakan sesuatu yang wajib bagi sebuah perusahaan dalam berbisnis,
sehingga diharapkan supplier mampu memberikan resiko terkecil bagi perusahaan
tersebut.
7. Kelengkapan dokumen. Kelengkapan dokumen menjadi penting karena
perusahaan memiliki supplier yang berasal dari luar negeri. Hal ini untuk mencega
dampak dari proses pembayaran dan ketidakpuasan perusahaan dengan buah
yang diterima.
Gambar 1. Struktur Hierarki Kritetia, Subkriteria, dan Alternatif

F. Kesimpulan dan Saran


1. PT. Hero Supermarket menggunakan tujuh kriteria dalam melakukan pemilihan
supplier, yang terdiri dari pengiriman, pelayanan, harga, kelengkapan dokumen,
kualitas, profil supplier, dan risiko.
2. Penggunaan metode AHP di PT. Hero Supermarket dapat membantu perusahaan
dalam memilih serta mengevaluasi supplier buah sehingga diperoleh supplier yang
tepat demi mempertahankan performance perusahaan.
3. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu untuk dapat melakukan evaluasi secara
objektif maka harus memberikan kesempatan bagi kedua pihak dalam
pengambilan keputusan serta mengembangkan kriteria pemilihan supplier.
STUDI KASUS

PT. ABC Batam adalah salah satu perusahaan agribisnis yang memproduksi
kecambah kelapa sawit. Dalam kegiatan operasional, perusahaan ini banyak
mendapat pemasokan pupuk dari para supplier. Namun cara yang selama ini
diterapkan oleh perusahaan dalam pemilihan supplier dianggap kurang efisien karena
belum mampu memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan. Biasanya supplier
dipilih berdasarkan harga terendah namun hal tersebut tidak menjamin pupuk tersebut
berkualitas. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perusahaan menggunakan
metode yang dapat membantu perusahaan dalam pemilihan supplier yaitu metode
Analytical Hierarchy Process (AHP). Penggunaan metode ini bertujuan untuk
mendapat supplier yang sesuai dengan kriteria perusahaan serta mengetahui kriteriia-
kriteria yang menjadi kekurangan dan kelebihan dari setiap supplier pupuk. Terdapat
empat kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu cost, quality, service, dan
delivery. Berdasarkan hasil analisis dengan metode AHP maka diperoleh supplier
yang menempati prioritas pertama adalah supplier X, yang kedua supplier Y dan yang
ketiga supplier Z. sehingga perusahaan dapat menetapkan bahwa akan bekerja sama
dengan supplier X karena memiliki nilai bobot paling tinggi dibanding dengan supplier
yang lainnya.
Distribusi dan Transportasi

Pergudangan merupakan hal yang penting dalam mengurangi variasi penawaran dan
permintaan serta memberikan nilai tambah layanan dalam rantai pasokan. Namun
berdasarkan pengamatan dapat dilihat bahwa pergudangan merupakan sebuah
keputusan dan tidak termasuk dalam pengembangan rencana distribusi untuk rantai
pasokan. Dalam dunia industri, gudang menghabiskan biaya jutaan dolar, sehingga
untuk menghadapi tantangan tersebut maka diperkenalkan gudang persediaan
transportasi masalah (WITP) dengan tujuan untuk menentukan rencana distribusi
yang optimal dari vendor kepada pelanggan melalui satu atau lebih gudang untuk
meminimalkan total biaya produksi. WITP tersebut disajikan dalam model
pemograman integer nonlinear dengan mempertimbangkan rantai pasokan dengan
banyak vendor, toko, produk, dan periode waktu, serta mempertimbangkan
kemacetan di gudang yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja. rencana
produksi dengan WITP dapat mengurangi substansi dalam varian beban kerja di
gudang, dan sangat mengurangi total biaya distribusi.

Dalam jurnal operational research No. 237, 2014 (690-700) dengan judul “The
Warehouse Inventory Transportation Problem for Supply Chains” yang ditulis oleh
Bhanuteja Sainathuni, Praktik J. Parikh, xinhui Zhang, dan Nan Kong juga membahas
tentang transportasi dan distribusi.

A. Pendahuluan
Rantai pasokan modern bergantung pada gudang, dimana dengan adanya gudang
maka perusahaan dapat dengan cepat memenuhi permintaan pelanggan melalui
retail, berbasis web, dan saluran katalog. Saat ini, gudang disebut sebagai pusat
distribusi yang dapat memitigasi variasi permintaan-permintaan menjadi lebih aktif
dalam menyediakan layanan dengan nilai tambah. Fungsi utama dari pergudangan
adalah menerima, kontrol kualitas, penyimpanan/penyimpangan serta pengambilan,
serta pengambilan, penyortiran, pengepakan dan pengiriman. Untuk mencapai fungsi-
fungsi tersebut maka penting untuk desain dan operasi gudang. termasuk didalamnya
keputusan tata letak lorong, pemilihan material handling, perencanaan dan
penjadwalan tenaga kerja dan teknologi informasi infrastruktur. Keputusan rantai
pasokan memiliki dampak seperti persediaan dan transportasi. Walaupun pada
dasarnya gudang berfungsi sebagai hubungan dalam rantai pasokan, gudang juga
beroperasi dalam mode reaktif yaitu rencana inventaris dan transportasi ditentukan
lebih dulu daripada rencana pergudangan. Inefisiensi operasional di gudang serta
pengeluaran biaya pergudangan yang besar dapat terjadi ketika terdapat
ketidakseimbangan beban kerja. Dari perspektif operasi gudang, beban kerja yang
relatif seimbang sepanjang masa periode lebih disukai karena mengarah pada
menajemen pekerja yang lebih mudah dan penjadwalan, pengurangan kebutuhan
akan jam lembur dan/atau pekerja sementara, serta pemanfaatan teknologi secara
efektif. Pada kenyataannya sering terjadi keputusan pergudangan yang berada di fase
perencanaan taktis selalu bereaksi secara pasif sehingga WITP diperkenalkan untuk
mengatasi masalah mengenai gudang, inventaris, dan transportasi serta
mengidentifikasi distribusi yang optimal strategi untuk rantai pasokan multi produk dan
multi periode sehingga total biaya rantai produksi diminimalkan.
B. Latar Belakang
Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti telah melakukan penelitian di bidang
perencanaan distribusi dan telah mempelajari lebih jauh tentang integrasi transportasi
dan keputusan inventaris, hal tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan persediaan
dan biaya transportasi. Dapat dilihat bahwa perencanaan rantai pasokan telah
difokuskan pada bagaimana mengintegrasikan inventaris dan keputusan transportasi.
Dalam konteks perencanaan rantai pasokan, gudang hampir secara ekslusif
diperlakukan sebagai simpul dengan kapasitas yang diketahui. Namun belum ada
penelitian yang mengevaluasi dampak dari pelaksanaan rencana distribusi pada
operasi gudang. Serta pemahaman tentang implikasi desain gudang dan operasi pada
inventaris dan keputusan transportasi masih kurang sehingga jurnal ini dibuat untuk
mengungkapkan keprihatinan akan masalah tersebut serta memperkenalkan WITP.
C. Warehouse Inventory Transportation Problem (WITP)
Warehouse inventory transportation problem (WITP) digunakan untuk menentukan
distribusi optimal produk dari vendor ke toko melalui gudang dengan tujuan untuk
meminimalkan total biaya distribusi. Model WITP berfokus pada pengintegrasian tiga
keputusan yaitu pergudangan, inventaris, dan transportasi baik tingkat taktis dan
operasional. Dengan adanya WITP ini diketahui terdapat aspek-aspek tertentu dari
keputusan ini secara tidak langsung melalui analisis sensitivitas. Terdapat dua
kegiatan utama dalam memodelkan campuran tenaga kerja gudang yaitu put away
dan picking. Put away mengacu pada aktivitas memindahkan produk dari titik bongkar
ke area penyimpanan / pengambilan gudang. Picking mengacu pada aktivitas
memenuhi pesanan pelanggan dengan memilih dan mengepak produk dari area
picking.
a. Dampak Pemblokiran Picker pada Produktivitas Gudang
Dalam memilih sistem, pemblokiran bisa sangat penting terutama di sistem lorong
sempit, dan tergantung pada kepadatan pilih, penyimpanan kebijakan, metode
perutean, dan jumlah pekerja yang memetik secara bersamaan dalam sistem. Hal ini
menyebabkan berkurangnya produktivitas pekerja.
b. Model Pemograman Integer Nonlinear untuk WITP
Pembuatan asumsi sebagai berikut :
i. Vendor memiliki persediaan yang cukup untuk memenuhi permintaan di gudang.
ii. Pesanan awal tidak diperbolehkan.
D. Perbandingan WITP dengan Pendekatan Sekuensial
Pendekatan sekuensial digunakan untuk merancang distribusi berencana sebagai
yang pertama menyelesaikan masalah persediaan bersama transportasi (ITP) dan
kemudian memecahkan masalah pergudangan yang sesuai (WP). Pendekatan ini
dinyatakan sebagai ITP + WP. Artinya bahwa keputusan pergudangan bereaksi
terhadap inventaris dan keputusan transportasi. Dalam hal ini tingkat tenaga kerja
optimal digudang disebabkan karena pertama-tama sekuensial menyelesaikan secara
optimal sambungan masalah persediaan transportasi (ITP) dan kemudian
menggunakan solusi sebagai input untuk masalah pergudangan (WP). Pada
kenyataan fokus peneliti adalah memecahkan masalah industri dan pengembangan
wawasan manajerial sehingga peneliti gunakan secara numerik mengukur manfaat
WITP selama pendekatan sekuensial ITP + WP. Manfaat pendekatan WITP untuk
rantai pasokan yang memiliki gudang dengan lorong lebar, dimana blocking memiliki
efek menimal pada produktivitas pekerja.
E. Heuristik untuk WITP
Algoritma heuristik yang diusulkan mempertimbangkan dampak dari memajukan dan
/ atau menunda pengiriman masuk dan keluar, dan menukar jumlah produk dalam
pengiriman ini dengan total biaya distribusi dan variasi beban kerja di gudang.
heuristik mengimplementasikan tiga gerakan seperti mengurangi biaya transportasi,
pergudangan, dan inventaris. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Solusi awal. Solusi yang layak dapat memberikan nilai. Sehingga diperoleh solusi
yang layak dengan memastikan bahwa total permintaan terpenuhi baik di gudang
dan toko disemua periode waktu.
2. Fase Inbound. Untuk jumlah iterasi yang ditentukan sebelumnya. Solusi baru yang
diterima hanya jika itu lebih baik daripada solusi terbaik sebelumnya, jika tidak tetap
menjadi solusi terbak dan heuristik berkembang ke fase outbound.
3. Fase Outbound. Meningkatkan solusi outbound secara iteratif. Solusi baru diterima
berdasarkan kriteria penerimaan yang disebutkan di atas. Jika aturan penghentian
dipenuhi, maka solusi terbaik yang ditemukan sejauh ini terganggu.
4. Menghentikan aturan. Algoritma berhenti jika jumlah maksimum iterasi tercapai
atau jika sejumlah iterasi dalam beberapa kasus, solusi yang baru diterima berada
d % dari pemegang jabatan larutan. Nilai d kurang lebih 0.25 %.
F. Kesimpulan
a. Dengan adanya WITP maka keputusan pergudangan, inventaris, dan transportasi
tersebut dapat diminimumkan total biaya distribusinya.
b. Memodelkan WITP sebagai model pemrograman integer non linear dan dianggap
beberapa keputusan pergudangan.
c. Model WITP mengalami kemacetan pekerja di jakarta karena gudang dengan gang
baris sangat besar.
d. Perkenalan gudang persediaan transportasi masalah (WITP) didasarkan dengan
adanya kesenjangan dalam literatur akademik pada beberapa rantai pasokan.
Bullwhip Effect

Efek bullwhip menunjukan variabilitas pesanan meningkat ketika pasokan dari


pengecer ke grosir ke produsen untuk pemasok. Pengukuran efek bullwhip dilakukan
dengan mengabaikan struktur jaringan rantai pasokan, yaitu dilakukan dengan hanya
mengasumsikan dua tahapan rantai pasokan yang terdiri dari pengecer dan produsen,
dimana beberapa risiko dari efek pengelompokan yang relevan terkait dengan
mengabaikan struktur jaringan rantai pasokan. Efek pengumpulan risiko muncul ketika
pesanan yang diterima pengecer dari perusahaan pelanggan secara statistik
berkorelasi dengan koefisien korelasi kurang dari satu. Pengaruh risiko pooling harus
dipertimbangkan ketika akan menganalisis efek bullwhip dalam rantai pasokan.

Dalam jurnal Int. J. Production Economics No 118, 2009 (311 – 122) dengan judul
“The Bullwhip effect in supply chains – an overestimated problem?” yang ditulis oleh
Eric Sucky juga membahas tentang bullwhip effect.

A. Pendahuluan

Efek bullwhip merupakan suatu istilah dalam industri standar yang memiliki empat
penyebab utama antara lain pembaruan prakiraan permintaan, pesanan batching,
fluktuasi harga, serta penjataan dan kekurangan permainan. Jurnal ini menganalisis
kekuatan lain yang dapat mengurangi efek bullwhip. Dimana yang lebih difokusnya
adalah pada analisis dan mengukur efek bullwhip. Hal ini disebabkan karena rantai
pasokan itu sendiri dalam praktiknya dapat dinyatakan sebagai jaringan fasilitas yang
tersebar secara geografis, dimana bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi
diproduksi, diuji, dimodivikasi, dan disimpan. Istilah rantai pasokan menggambarkan
bahwa hanya satu pemain yang terlibat di masing-masing tahap rantai pasokan.
Namun pada kenyataannya pabrik memasok beberapa grosir dan bisa menerima
bahan dari beberapa pemasok. Dengan adanya pendekatan tersebut maka dapat
diasumsikan bahwa terdapat tiga tahapan rantai pasokan yang terdiri dari satu
pelanggan, satu pengecer, dan satu pabrik tunggal dengan mengabaikan rantai
pasokan yang beberapa efek pengumpulan risiko relevan terkait dengan struktur
jaringan.
B. Latar Belakang

Efek bullwhip memiliki sejumlah efek negatif di rantai pasokan yang dapat
menyebabkan inefisensi yang signifikan. Pada dasarnya efek bullwhip mengarah ke
kelebihan persediaan investasi di seluruh rantai pasokan sebagai pihak-pihak yang
terlibat perlu melindungi diri mereka dengan variasi permintaan sendiri. Sehingga
jurnal ini dibuat untuk membahas tentang metode pengurangan bullwhip yang
diusulkan.

C. Efek bullwhip dalam rantai pasokan


a. Kebijakan persediaan.
Dalam konteks inventori, diasumsikan bahwa sistem persediaan yang dikelola oleh
pedagang grosir dengan tinjauan berkala, menyatakan bahwa Dt adalah stokastik dan
permintaan stasioner dari pengecer dalam periode (t) apapun. Permintaan pengecer
masuk periode waktu yang berbeda dan secara acak berfluktasi disekitar rata-rata
konstan. Dimana pengecer dianggap sevabagai tuntutan independen dari waktu ke
waktu dan identik dengan variabel yang terdistribusi acak.
information flow

Manufacturer
Manufacturer Wholesaler
Wholesaler Retailer

material flow

Gambar 1. Tiga tahap rantai pasokan

b. Teknik Peramalan
Pedagang grosir menggunakan simple N period moving average. Rata-rata dari N
pengamantan terbaru digunakan sebagai perkiraan untuk periode selanjutnya,
dimana penggunaan notasi MA (N) untuk moving average periode N.
c. Mengukur efek bullwhip dalam rantai pasokan
Untuk mengukur secara analitik kenaikan dalam variabilitas dari grosir ke produsen
atau dengan kata lain mengukur efek bullwhip, yang pertama dilakukan adalah
menentukan varians dari pesanan ditempatkan oleh grosir ke pabrik. Penetuan
varians kuantitas pesanan grosir dan permintaan pengecer untuk periode
perencanaan yang lengkap dibutuhkan ketika akan mengukur efek bullwhip.
Peningkatan variabilitas merupakan penurunan fungsi N yang digunakan untuk
memperkirakan mean dan varians dari peermintaan pengecer.
D. Efek bullwhip di jaringan pasokan
Pada kenyataannya, rantai pasokan sering menunjukan jaringan struktur dengan
koneksi transportasi yang menghubungkan lokasi seperti fasilitas produksi yang
tersebar secara geografis dan gudang. rantai pasokan dapat dibagi menjadi tahap
yang berbeda sesuai kegiatannya. Pada dasarnya operasi dilakukan pada setiap
tahap rantai pasokan dan didistribusikan di antara beberapa wilayah geografis dimana
fasilitas yang dimiliki perusahaan tersebar. Jumlah fasilitas di setiap tahap dan jumlah
tautan antara lokasi menentukan struktur jaringn rantai pasokan dan mengakibatkan
aliran material dari bahan baku sampai ke pelanggan akhir dengan melewati tahapan-
tahapan.

Retailer1

Manufacturer
Manufacturer Wholesaler
Wholesaler

Retailer2

Gambar 2. Tiga tahap jaringan pasokan

E. Efek bullwhip dalam jaringan pasokan dengan banyak pengecer


Kasus yang sering terjadi dikehidupan nyata yaitu pedagang grosir sering memasok
lebih dari dua pengecer. Efek pengumpulan risiko yang dihasilkan dari korelasi
koefisien kurang dari satu dapat mengurangi efek bullwhip.
F. Kesimpulan
a. Efek pengumpulan risiko yang relevan terkait dengan struktur jaringan akan
diabaikan dengan mengasumsikan rantai pasokan tiga tahap yang terdiri dari
pengecer tunggal, pedagang grosir, dan satu produsen.
b. efek bullwhip dapat ditaksir jika hanya rantai pasokan yang diasumsikan dan efek
pengumpulan risiko di jaringan pasokan dapat dimanfaatkan.
c. Sistem pemesanan biasanya menghasilkan efek bullwhip pada korelasi statistik
dari tuntutan yang dianggap.
Production Economics

Manajemen rantai pasokan menciptakan nilai bagi perusahaan, pelanggan, dan


pemangku kepentingan yang berinteraksi di seluruh rantai pasokan. Pada
kenyataannya perusahaan sering merujuk pada beberapa model yang berbeda dalam
hal-hal seperti organisasi perusahaan, distribusi tanggung jawab dan jatuh tempo
rantai pasokan. Dalam jurnal ini akan dibahas tentang model yang digunakan untuk
menilai rantai pasokan dengan menyoroti karakteristik khusus dan penerapan dalam
kontes yang berbeda.

Dalam jurnal Int. J. Production Economics 2010 dengan judul “A Framework for
Analysing supply Chain Performance Evaluation Models” yang ditulis oleh Dominique
Estampe, Samir Lamouri, jean Luc paris, dan Sakina Brahim Djelloul membahas
tentang Supply Chain.

1. Pendahuluan
Tingkat kepuasan pelanggan menjadi penilaian dapat digunakan untuk menentukan
seberapa besar nilai yang diciptakan di logistik tingkat dan biaya yang dikeluarkan.
Hal ini tentunya dapat membantu untuk mengukur kinerja rantai pasokan.
Mengevaluasi kinerja rantai pasokan termasuk tugas yang rumit, hal ini disebabkan
karena harus melibatkan transversal proses yang melibatkan beberapa pemeran yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan logistik dan strategis. Faktor kunci keberhasilan
perusahaan dapat dipertimbangkan dengan adanya evaluasi tersebut. Adapun tujuan
dari karakteristik ganda ini adalah untuk meningkatkan pemahaman para peneliti
tentang perbedaan peran model evaluasi serta kesesuaian dalam konteks
perusahaan tersebut.
2. Logistic dan Supply Chain
Managemen logistik merupakan proses perencanaan, implementasi, pengendalian
aliran dan penyimpanan bahan baku yang efesien dan hemat, serta inventori proses
barang jadi dan arus informasi dari titik asal ke konsumen dengan menyesuaikan
kebutuhan pelanggan. Kinerja suatu perusahaan tidak bisa dikatakan benar-benar
baik hanya dengan adanya kolaborasi yang lancar antar logistik dan fungsi
perusahaan lainnya. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang juga ikut berperan
seperti mitra bisnis yang dimulai dari pemasok sampai ke pelanggan.
3. Supply Chain Maturity
Terdapat lima tingkat Supply Chain Maturity, yaitu :
i. Awal. Kinerja tidak dievaluasi secara teratur
ii. Dikelola. Proses yang terjadi adalah direncanakan, dilaksanakan, diawasi,
dikendalikan, ditinjau dan dinilai.
iii. Didefinisikan. Menstandarisasi dan meningkatkan proses tersebut serta
menentukan tujuan oleh seluruh organisasi.
iv. Dikelola secara kuantitatif. Organisasi menetapkan tujuan kinerja untuk proses
tersebut. Sasarannya terkait dengan organisasi dan permintaan pelanggan. Hasil
tersebut diukur secara kuantitatif.
v. Mengoptimalkan. Peningkatan proses melalui analisis variasi dalam kinerja.

Model maturity dengan berbasis managemen kualitas diarahkan menujuh


implementasi proses serta praktik pengenalan yang baik memungkinkan peningkatan
kinerja organisasi. Penting untuk menempatkan perusahaan dalam hal tngkat
kematangan saat ingin mengukur kinerja rantai pasokan, mengingat variasi pada
tingkat kematangan berbeda-beda antar strategi, dimana implementasi organisasi dan
pendekatan digunakan untuk mengukur kinerja.
4. Characerisation of Different Supply Chain Performance Evaluation Models

Gambar 1. Supply Chain Maturity Grid

5. Grids Enabling the Choice of an Appropriate Model


a. Analysis of Different Models

Telah ditetapkan kriteria dengan cara yang memungkinkan perusahaan untuk


memulai dengan posisi mereka sendiri sebelum melanjutkan untuk memastikan model
yang akan diterapkan jika rantai pasokan akan diganti.

i. Tingkat keputusan dipengaruhi oleh tolak ukur evaluasi


ii. Jenis aliran yang dianalisis
iii. Tingkat kematangan rantai pasokan
iv. Jenis perbandingan
v. Kontekstualisasi
vi. Faktor kualitas
vii. Sumber daya manusia
viii. Keberlanjutan
b. Using the Grid

Sebelum memilih model evaluasi kinerja, perlu untuk menentukan jenis nilai
penciptaan yang diinginkan untuk pemeran yang berbeda dalam rantai dan
menerapkan model evaluasi yang relevan berdasarkan uraian dan definisi yang sudah
disampaikan. Grid dapat diartikan sebagai tabel sumatif yang dimulai dengan
mengidentifikasi dua model kategori utama serta posisinya di supply chain maturity
grid, yaitu :

i. Model berorientasi pada analisis internal perusahaan dan yang terutama


menggabungkan pengukuran kinerja organisasi
ii. Model yang memiliki gambaran umum dari rantai pasokan, dilihat mulai dari
pemasok sampai ke pelanggan dan menggabungkan keuangan serta aspek kinerja
sosial.

Dua kategori utama tersebut dapat memungkinkan kita untuk menghubungkan model
ke tingkat kematangan perusahaan dan pilihan untuk yang sedang dilakukan
dikembangkan di masa depan. Dengan cara seperti ini maka grid akan membantu
manager untuk berkembang menuju model yang lebih sesuai untuk kebutuhannya.

6. Kesimpulan
a. Model pertama diarahkan untuk megukur kinerja internal masing-masing pemeran
dalam rantai dan menargetkan perusahaan dengan tingkat kematangan organisasi.
b. Model kedua diarahkan untuk mengukur semua pemeran dan rantai dan
menargetkan perusahaan yang tingkat kematangannya telah diperpanjang.
c. Model merupakan yang paling cocok namun bukan untuk mengungkapkan secara
langsung kriteria spesifik yang akan diterapkan sehingga memberikan kepuasan
dalam tingkat kinerja yang diberikan perusahaan dalam mencari konteksnya
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Simbar Mutiara, Katiandago Theodora, Lolowang Rommy, dan Baroleh jenny. (2014).
Analisis pengendalian bahan Baku Kayu Cempaka pada Industri Mebel dengan
Menggunakan Metode EOQ. Jurnal ilmiah, 5 (3). 1-15.

Merry Lidya, Ginting Meriastuti, dan Marpaung Budi. (2014). Pemilihan supplier Buah
dengan Pendekatan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Topsis
Studi Kasus pada Perusahaan Retail. Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer, 3 (9).
48-58.

Sainathuni Bhanuteja, J. P. Pratik, Xinhui Zhang, dan Nan Kong. (2014). The
Warehouse Inventory Transportation Problem for Supply Chain. Journal of
Operational Research, (237). 690-700.

Wahyu Hati shinta dan Sabrina Fitri Nelmi. (2017). Analisis Pemilihan Supplier Pupuk
NPK dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Jurnal Inhovbiz, 5(2).
125-132.

Sucky, Eric. (2009). The Bullwhip Effect in Supply Chains An Overestimated Problem.
Journal Int. J production Economics (118). 311-322.

Estampe Dominique, Lamouri Samir, paris Jean-Luc, dan brahim-Djelloul Sakina.


(2010). A Framework for Analysing Supply Chain Performance Evaluation
Models. Journal Int. J. Production Economics.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai