Anda di halaman 1dari 20

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd
fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
MODUL
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
PRAKTEK LABORATORIUM
PERAWATAN LUKA
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

IMROATUL FARIDA M.Kep. CWCS

hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas
1
Managemen Perawatan Luka
Imroatul Farida

Sussman and Jensen (2012); Suriadi (2007), menyatakan bahwa prinsip perawatan luka meliputi 3

tahap yaitu pengkajian luka, persiapan wound bed dan dressing celection.

1) Pengkajian Luka

Pengkajian pada luka secara akurat dan lengkap adalah esensiel untuk perawatan luka, hal

ini terkait dengan rencana perawatan, intervensi pengobatan dan penatalaksanaan yang kontinyu

yang didasarkan pada awal pengkajian dan lanjutan pengkajian luka. Hal yang paling penting

saat pengkajian adalah mengetahui patologi atau penyebab luka yang harus ditentukan terlebih

dahulu sebelum melakukan intervensi (Bowler, 2002; Bryant, 2007). Patologi penyebab akan

memberikan dasar untuk pemeriksaan dan evaluasi dalam proses pengkajian luka (Baranoski and

Ayello (2003) cit Suriadi (2007).

Melakukan pengkajian perkembangan luka merupakan salah satu aspek penting dalam

pengkajian luka karena dapat mengevaluasi progress penyembuhan luka. Banyak format untuk

mengukur sejauh mana perkembangan penyembuhan luka (Sussman and Jensen, 2012).

Instrument penyembuhan luka yang sering digunakan adalah modifikasi Bates Jansen Wound

Assesment Tools. Item yang dinilai antara lain: ukuran luka, kedalaman, tepi luka, undirmining,

tipe eksudat, jumlah eksudat, warna kulit sekitar luka, jaringan yang edema, jaringan yang

granulasi serta epitelisasi (Jensen, 2001). Instrument Bates Jansen Wound Assesment Tools

terlampir

2) Persiapan Wound Bed

a. Pencucian Luka (Wound Cleansing)

(1) Pengertian

Pencucian luka adalah mencuci dengan menggunakan cairan nontoksik terhadap

jaringan kulit atau tubuh (Maryunani, 2013).

2
(2) Macam – macam cairan pencuci luka

Macam – macam cairan pencuci luka antara lain:

(a) Cairan normal saline

Saline 0,9% atau normal saline disebutkan sebagai satu satunya cairan

pembersih yang paling aman dan merupakan terapi pilihan untuk digunakan pada

sebagian besar luka (Dealey,2005). Perusahan-perusahan merekomendasikan

cairan ini digunakan dalam kaitannya dengan berbagai produk manajemen luka

modern. Normal saline dianggap sesuai untuk membersihkan permukaan pada

luka dan juga tidak mempunyai efek samping terhadap jaringan yang

sehat.Normal saline yang ditempatkan pada suhu ruangan adalah cairan pencuci

luka yang paling umum digunakan dan yang cost efectif (Maryunani, 2013;

Arisanty, 2013). Pengganti cairan normal saline yang dipasaran, larutan saline

(garam) ini dapat dibuat dengan menambahkan dua sendok garam pada air

masak atau air matang (Maryunani, 2013).

(b) Air keran (Tap water)

Air keran merupakan alternatif cairan pencuci luka dilingkungan rumah (

dinegara yang air kerannya telah teruji kelayakannya dan bebas kuman atau

bakteri).

Lingkungan rumah di Indonesia, sebaiknya air untuk cuci luka yang

digunakan adalah air yang telah dimasak (matang). Hal ini untuk menjamin

bahwa air terhindar dari bakteri-bakteri yang hidup diair. Pemilihan penggunaan

air didasarkan pada segi kepraktisan dan keadaan individual (Maryunani, 2013).

(c) Cairan pencuci luka komersial

Cairan pencuci luka komersial dapat digunkan pada luka -luka yang

memerlukan pencucian yang lebih agresif. Pencuci luka komersial mengandung

suface active agent (surfactant) atau zat aktif pembersih permukaan yang

memudahkan pengangkatan atau pelepasan kontaminan luka. Manfaat

menggunakan surfactant untuk pencucian luka harus dipertimbangkan terhadap

3
sitotoksisitas pada jaringan yang sehat karena banyak surfactant yang telah

diketahui toksik (Maryunani, 2013).

(3) Tehnik mencuci luka

Prinsip pembersihan luka menurut Maryunani ( 2013) adalah dari pusat luka

kearah luar secara hati - hati atau dari bagian luar dahulu kemudian bagian dalam

dengan kasa yang berbeda. Menurut Suriadi (2014) untuk luka yang berbentuk linier,

secara hati−ℎ𝑎𝑡𝑖 apuskan kasa steril dari atas kebawah dengan sekali gerakan

kemudian mulailah gerakan tersebut langsung pada lukanya sendiri dan kemudian

kearah luar. Tehnik pencucian luka yang sering diperkenalkan adalah:

(1). Irigasi

Irigasi merupakan metode atau tehnik yang paling umum digunakan untuk

cairan atau larutan pada permukaan luka. Petugas harus memilih atau

menentukan seberapa banyak kekuatan mekanis yang harus digunakan, maupun

tipe dan jumlah cairan yang digunakan berdasarkan pada tipe jaringan dasar luka

(apakah luka bersih, bergranulasi atau tertutup jaringan nekrotik), serta ada atau

tidak infeksinya (Maryunani, 2013; Arisanty , 2013; Calianno, 2014).

Luka nekrotik dan terinfeksi dibersihkan dengan tekanan tinggi

sementara itu luka yang bergranulasi dibersihkan dengan irigasi bertekanan

rendah, dengan kata lain mencuci luka dengan metode irigasi baik dilakukan.

Harus diingat bahwa tekanan irigasi yang berlebihan juga dapat merusak

jaringan granulasi, yang harus diperhatikan dalam melakukan tehnik ini adalah

jenis cairan yang digunakan, jarum yang dipakai (sebaiknya no 18), kekuatan

tekanan perawat yang melakukan irigasi (Maryunani, 2013).

(2). Perendaman

Cuci luka, boleh dilakukan dengan perendaman air hangat atau air

yang mengandung antiseptik. Hati - hati dalam mencuci luka jangan sampai

menyebabkan trauma, terahir jika luka tidak terdapat infeksi dapat dibilas

dengan normal saline 0,9% saja atau jika ada infeksi dapat menggunakan

4
larutan antiseptik lain, kemudian bilas dengan normal saline 0,9%

(Maryunani, 2013).

(4) Tehnik mencuci luka yang tidak diperkenankan

Tehnik mencuci luka yang tidak diperkenankan Maryunani (2013); Thomlinson

(1987) cit Arisanty, (2013) yaitu swabbing atau menggosok dengan alasan mencuci

luka dengan menggosok pada jaringan granulasi merupakan hal terburuk yang

dilakukan. Cara ini dapat menyebabkan rusaknya formasi granulasi yang baru tumbuh

dan jaringan epitelisasi yang terbentuk. Tehnik mencuci dengan menggosok akan

memudahkan luka terinfeksi karena terlukanya jaringan granulasi.

b. Debridement

Debridement merupakan tindakan mengangkat jaringan nekrotik, eksudat dan sisa-sisa

metabolik luka untuk perbaikan atau menfasilitasi penyembuhan luka. Terdapat berbagai

jenis tehnik debridement, diantaranya

1. Chemical debridemen : menggunakan enzim (pepaya), magot (belatung)

2. Mechanical debridemen : menggunakan kasa (digosok/diusap), pinset, irigasi tekanan

tinggi

3. Autolisis debridemen :pengangkatan jaringan mati sendiri. Balutannya : gel, koloid,

cream, salf

4. Surgical debridemen : tindakan pembedahan dg menggunakan benda tajam & tdk

hanya pd jaringan mati jg jaringan sehat yg memerlukan anastesi untk mengurangi

nyeri sehingga tindkn hanya boleh dilakukan dokter

5. Conservative sharp wound debridement (CSWD) : pengangkatan jaringan mati dg

menggunakan gunting, pinset bisturi hanya pd jaringan mati. CSWD hanya boleh

dilakukan tenaga kesehatan yg berlisensi seperti CWCS, CWCC, ETN, WOCN dll

(Sussman and Jensen, 2012; Suriadi, 2007; Arisanty, 2013). Debridement dengan

kombinasi sangat membantu mempercepat pengangkatan jaringan mati misalnya

Autolysis dengan CSCD (Arisanty, 2013)

5
3) Dressing celectin

Dressing merupakan tindakan penutupan luka yang bertujuan untuk membantu proses

penyembuhan luka dengan sempurna, mengurangi bau, mengurangi nyeri, mencegah

kontaminasi bakteri, menampung eksudat dan menjaga kelembapan luka yang akan memicu

perbaikan jaringan (Sussman and Jensen, 2012; Suriadi, 2007).

Manfaat perawatan luka modern menurut Maryunani (2013) adalah mengurangi biaya

perawatan pada pasien, mengefektifkan jam perawatan perawat di rumah sakit, bisa

mempertahankan kelembapan luka lebih lama (5 sampai 7 hari), mendukung penyembuhan luka,

menyerap eksudat dengan baik, tidak menimbulkan nyeri pada saat ganti balutan, tidak bau.

Pemilihan Balutan Luka (Wound Dressing Selection) menurut (Gitarja, 2008; Maryunanai,

2013; Arisanty 2013; Calianno, 2014;), antara lain :

(a) Transparan film

Fungsinya, melindungi luka dari air, bakteri dan jamur dengan tetap menjaga

sirkulasi udara disekitar luka karena lapisan film pada transparan film bersifat semi

permeable, disamping itu transparan film sangat elastis dengan daya yang rekat yang kuat

(Maryunani, 2013).

Indikasinya sebagai primery atau secundery dressing, dapat digunakan pada luka

yang memerlukan dressing fiksasi yang tahan air. bisa digunakan sebagai fiksasi tahan air

untuk kateter atau peralatan medis. Transparan film juga bisa digunakan luka karena

ekstravasai, phlebitis atau reaksi inflamasi (Maryunani, 2013).

Membantu penyembuhan luka dipermukaan kulit sebagai bantalan terhadap

terjadinya ulkus dikubitus, pelindung sekitar luka terhadap maserasi, sebagai balutan luka

pada organ yang sulit dibalut, sebagai balutan penutup pada luka yang sedang

mendapatkan terapi kream atau salf. Digunakan pada ulkus, dikubitus, luka superfisial

(luka post operasi atau luka tidak terinfeksi dijaringan epitel). Kontraindikasi pada luka

dengan eksudat banyak dan sinus (Arisanti, 2013).

Keuntungan tranparan film adalah waterproof dan gas permeable (tahan air dan

dapat dilalui gas) namun tidak tembus bakteri dan air sehingga dapat membuat

6
perlindungan efektif terhadap infeksi, confortable (mengurangi nyeri) dan anti robek (anti

gores), support autolysis debridement, transparan (perkembangan penyembuhan luka

dapat dimonitor tanpa membuka balutan), ekonomis (tidak memerlukan pergantian

balutan dalam waktu yang pendek) (Maryunani, 2013). Contoh transparan film adalah

fixomol transparent, tegaderm, opsite (Windasari, 2008; Maryunani, 2013 ; Arisanty

2013; Calianno, 2014).

(b) Hydrogels

Hydrogel diindikasikan untuk penggunaan luka kronis dan akut yang meliputi

luka kering dengan atau tanpa kedalamannya (menciptakan lingkungan yang lembab),

nekrotik dan luka basah, luka berlubang (mengisi luka dan mengurangi area jaringan

mati). Jenisnya hidrogel ada 2 yaitu hidrogels dressing untuk luka nekrotik permukaan

dan luka bakar derajat 2 sedangkan amouphous gel untuk luka nekrotik dalam dan luka

dalam dengan cairan sedikit (Gitarja, 2008; Maryunani, 2013 ; Arisanty 2013; Calianno,

2014).

Keuntungannya, memberikan lingkungan lembab untuk migrasi sel, lembut

dan fleksibel untuk segala jenis luka, transparan, mengabsorbsi debris dan eksudat yang

berlebihan, melunakkan jaringan nekrotik dan jaringan yang berslaf, merehidrasi eskhar

dan bertindak sebagai debridement autolitic, tidak membahayakan sel yang bergranulasi

atau epitelisasi, membuat kondisi lembab pada luka kering atau nekrotik, luka warna

kuning dengan eksudat minimal, mengisi jaringan mati, dapat menfasilitasi kontraksi

untuk luka tekan (dekubitus) dan untuk luka kaki (leg ulcer), amphorus gel dapat bertahan

pada luka yang bergranulasi sampai tiga hari tergantung pada jumlah eksudat (Maryunani,

2013).

Kerugian hidrogel adalah amphorus gel seharusnya tidak digunakan pada

sinus yang belum diketahui dengan pasti dimana dalamnya terowongan tidak dapat

diidentifikasikan, gel memerlukan balutan sekunder, maserasi pada kulit sekitar bisa

terjadi apabila kebanyakan hidrogel (Maryunani, 2013). Contoh hidrogels adalah

7
intrasite gel, duoderm gel, comfeel purilon gel, curagel, cutimed gel. (Windasari, 2008;

Gitarja, 2013 ; Arisanty 2013; Calianno, 2014).

Cara pemakaian hidrogels, bersihkan permukaan luka dan seluruh kulit

dengan larutan garam atau larutan pembersih lainnya dan keringkan seluruh kulit, lakukan

pengukuran luka, tergantung pada ukuran luka upayakan posisi luka pasien harus mudah

dicapai sehingga gel dapat diolesi langsung kedalam luka, tutup dengan balutan sekunder,

penggantian balutan dapat dilakukan: bila penutup balutan bocor atau dianggkat untuk

penggantian rutin, pada luka bersih sampai 3 hari, pada nekrotik antara 1 sampai 3 hari,

pada luka infeksi 24 jam, ada juga jenis hidrogels waktu pemakaian bisa sampai 7 hari

(Maryunani, 2013).

(c) Calcium alginate (ca alginate)

Calcium alginate ditujukan pada luka dengan warna dasar luka merah atau

granulasi sel, luka dengan eksudat sedang maupun banyak, luka mudah berdarah atau

luka dengan perdarahan, luka yang dalam hingga berlubang, luka dengan ada slaft dan

nekrosis, luka akut maupun kronik, luka bakar derajat satu dan dua, luka pasca operasi

dan luka operasi terbuka, luka donor, luka potong (Maryunani, 2013; Arisanti, 2013).

Indikasi calcium alginate dapat digunakan pada pembersihan luka dalam ataupun

permukaan, dengan cairan yang banyak ataupun luka terinfeksi (Maryunani, 2013;

Arisanti, 2013). Kontrak indikasinya adalah luka dengan jaringan nekrotik dan kering

(Maryunani, 2013). Contoh calcium alginate adalah cutimed alginate, kaltostat, seasorb,

cumfell plus dll (Gitarja, 2008; Maryunani, 2013 ; Arisanty 2013; Calianno, 2014).

Cara pemakaian atau penggunaan calcium alginate, bersihkan luka secara

perlahan dengan irigasi dan tekanan rendah, saat mengeringkan cukup dengan

menggunakan kasa tapi tidak menggunakan swab, tutup luka dengan alginate dan lakukan

penekanan selama 10 sampai 15 menit, tutup luka dengan alginate sesuai dengan

kebutuhan dan luasnya luka, secondary dressing dapat menggunakan kasa, kemudian

plester, bila perlu lakukan pembebatan (Maryunani, 2013).

8
(d) Hydrocolloids

Indikasinya adalah luka dengan sedikit eksudat sampai sedang, luka akut dan kronik,

luka dangkal, jaringan granulasi, abses, luka dengan epitelisasi, luka yang terinfeksi derajat

satu dan dua, luka tekan, sebagai penutup gel atau algianate (Maryunani, 2013; Arisanty,

2013). Kontra indikasi pada luka yang terinfeksi grade tiga dan empat (Maryunani, 2013).

Contohnya adalah cutimed Hydro L, cutimed hidro B, comfeel, deoderm hidrokoloid dll

(Gitarja, 2008; Maryunani, 2013 ; Arisanty 2013; Calianno, 2014)

(e) Foam

Indikasi foam, dapat digunakan pada luka full thickness atau partial thickness, paling

sering digunakan pada luka yang berair atau basah juga dapat berguna untuk luka lembab,

luka eksudat sedang sampai berat (Gitarja 2008; Maryunani, 2013; Arisanty, 2013).

Kontraindikasi, luka dengan eksudat minimal, luka dengan jaringan nekrotik hitam, luka

bakar derajat tiga, luka yang tidak ada cairan karena balutan bisa lengket pada dasar luka

seharusnya tidak digunakan untuk mengisi saluran sinus (Maryunani, 2013). Contoh foam

adalah cutimed cavity, cutimed siltec, allevyn, biatain dan biatain Ag (Gitarja, 2008;

Maryunani, 2013 ; Arisanty 2013; Calianno, 2014).

9
PENGKAJIAN LUKA
Bates Jansen Assessment Tool

Identitas Responden :…………………………………..


No Rekam Medik :………………………………….

TGL:
No KOMPONEN SKOR PENGKAJIAN
SKOR
1 UKURAN LUKA 1 Panjang x Lebar ≤ 4cm 2
2 Panjang x Lebar 4 -16 cm 2
3 Panjang x Lebar 16,1 - ≤ 36cm 2 3
4 Panjang x Lebar 36,1 - ≤ 80 cm 2
5 Panjang x Lebar > 80 cm 2
2 KEDALAMAN LUKA 1 Non blanchable erytema pada kulit yang utuh
2 Kehilangan ketebalan kulit sebagian (partial
thicknes) meliputi epidermis dan atau dermis
3 Kehilangan ketebalan lapisan kulit keseluruan (full 3
thickness) meliputi kerusakan atau nekrosis pada
jaringan subkutan
4 Tidak tampak jelas akibat nekrosis
5 Kehilangan ketebalan lapisan kulit keseluruhan (full
thickness) dengan kerusakan yang luas , jaringan
pada otot dan tulang
3 TEPI LUKA 1 Tidak terlihat jelas, menyebar
2 Jelas, garis luar terlihat jelas, menyatu dengan dasar
luka
3 Jelas, tidak menyatu dengan dasar luka
4 Jelas, tidak menyatu dengan dasar luka, tebal
5 Jelas, fibrotic, jaringan skar, atau hiperkirototik 5
4 UNDIRMINING 1 Tidak ada
2 Undermining 2 cm diarea manapun
3 Undermining 2- 4cm, <50% dari tepi luka 3
4 Undermining 2 cm, >50% dari tepi luka
5 Undermining > 4cm atau tunneling diarea manapun
5 TIPE JARINGAN 1 Tidak tampak
NECROTIK 2 Putih/jaringan abu –abu non aktif dan atau slough
kuning yang tidak merekat
3 Slough kuning yang merekat 3
4 Jaringan eschar, lembut, melekat
5 Jaringan nekrotik, keras, merekat kuat
6 JUMLAH JARINGAN 1 Tidak tampak
NECROTIK 2 Menutupi luka <25%
3 Menututupi 25%-50% 3
4 Menutupi luka 50%-<75%
5 Menutupi luka >75-100%
7 TIPE EKSUDAT 1 Tidak ada eksudat
2 darah
3 Serosanguineus; tipis, merah pucat/pink
4 Serous; tipis, jernih 4
5 Purulent; tipis atau tebal, keruh, kecoklatan/kuning
dengan atau tanpa bau
8 JUMLAH EKSUDAT 1 Tidak ada eksudat/kering
2 Cukup lembab
3 Sedikit
4 Sedang
5 Banyak
9 WARNA KULIT 1 Merah muda normal
SEKITAR LUKA 2 Merah terang atau pucat saat ditekan
3 Putih pucat atau abu-abu atau hipopikmentasi
4 Merah gelap atau keunguan, tidak pucat saat ditekan
5 Hitam atau hiperpigmentasi
10 JARINGAN EDEMA 1 Tidak ada bengkak atau oedem

10
PERIFER 2 Non pitting oedema <4cm disekitar luka
3 Non pitting oedema >4cm disekitar luka
4 pitting oedema<4cm disekitar luka
5 Krepitasi atau pitting oedem >4 cm disekitar luka
11 INDURASI JARINGAN 1 Tidak ada indurasi
PERIFER 2 Indurasi <2 cm disekitar luka
3 Indurasi 2-4cm, <50% dari luas disekitar luka
4 Indurasi 2-4cm, >50% dari luas disekitar luka
5 Indurasi >4 cm disekitar luka
12 JARINGAN 1 Kulit utuh
GRANULASI 2 Daging merah terang; 75%-100%
3 Daging merah terang; <75%->25%
4 Merah pucat< merah gelap <20%
5 Tidak tampak jaringan granulasi
13 JARINGAN 1 100% epitelisasi, permukaan utuh
EPITELISASI 2 75%-<100% epitelisasi, atau bertambah >0,5 cm dari
tepi luka
3 50%-<75% epitelisasi, atau bertambah <0,5 cm dari
tepi luka
4 25%-<50% epitelisasi
5 <25 epitelisasi
TOTAL SKOR

1 5 10 13 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Tissue Wound Wound


Health Regeneration Degeneration

(Beri tanda X dan tanggal pada status kondisi luka)

ttd perawat luka

……………………………….

11
PENILAIAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN LUKA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH SURABAYA
Dilakukan
NO Tahapan Komunikasi Prosedur
Ya Tidak
1 Tahap Prainteraksi 1. Persiapan Perawat
a. Managemen emosi
b. Managemen penampilan
2. Persiapan Pasien
Cek identitas & tindakan yang akan diberikan ke
pasien
3. Persiapan alat
Pengkajian:
a. Bates Jansen Assessment Tool
b. Penggaris untuk mengukur luka
c. Kamera : foto luka
d. Alat kultur
e. Speknomanometer & stetskop: Mengukur ABI
Cleansing & debridement
a. Sarung tangan bersih 1
b. Perlak 1
c. Bengkok 1
d. Normal salin secukupnya
e. instrument bak steril 1 : tepat alat steril
f. gunting jaringan steril 1
g. pinset anatomi steril 1
h. pinset sirusi steril 1
Dressing
a. Sarung tangan steril 1
b. Dressing :Hidrogel, hidrokoloid, calcium
alginate dll
c. kasa steril secukupnya
d. hipafik atau transparan film secukupnya
e. gunting verban 1
f. tempat sampah 1
2 Tahap orentasi 1. Mengucapkan salam terapiutik. Ex.
asalamualaikum Wr.Wb./selamat
pagi/siang/malam
2. Memperkenalkan diri bila bertemu pasien
pertama kali. Ex: Ibu perkenalkan nama saya
farida saya yang merawat ibu pada ship pagi
hari ini, mohon maaf nama ibu sri hariani,
biasa dipanggil siapa bu.
3. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang
prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilaksanakan.(Penjelasan yang disampaikan
dimengerti klien/keluarganya & Selama
komunikasi digunakan bahasa yang jelas,
sistematis serta tidak mengancam) ex: ibu saat
ini saya akan melakukan perawatan luka supaya
luka ibu cepet sembuh dan tidak infeksi.
4. Menanyakan persetujuan / inform consent. ex:
apakah ibu berkenan kami lakukan rawat luka?
5. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya
untuk klarifikasi (Privacy pasien selama
komunikasi dihargai & memperlihatkan
kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian
serta respek selama berkomunikasi dan
melakukan tindakan). Ex: sebelum saya mulai

12
rawat luka, barangkali ada yang mau
ditanyakan ibu.
6. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan
yang akan dilakukan). Ex: saat kami merawat
luka, kurang lebih waktunya 30 menit.
3 Tahap kerja 1. Cuci tangan
2. Mendekatkan alat-alat kedekat pasien
3. Pasang sarung tangan bersih.
Pengkajian Luka
4. Pengkajian luka menggunakan bates jansen
assessment tool
a. Ukuran luka
b. Kedalaman luka
c. Tepi luka
d. Undermining
e. Tipe jaringan nekrotik
f. Jumlah jaringan nekrotik
g. Tipe eksudat
h. Jumlah eksudat
i. Warna kulit sekitar luka
j. Jaringan edema perifer
k. Jaringan granulasi
l. Jaringan epitelisasi
5. Cleansing (Membersihkan Luka)
a. Masih menggunakan sarung tangan bersih
b. Bersihkan dengan tehnik salah satu atau
kombinasi :
1) Irigasi : memberikan tekanan atau
menyemprotkan pada cairan yang
digunakan untuk membersihkan luka
2) Perendaman : merendam luka
3) Swabbing : mengusap atau menggosok
Dengan menggunakan cairan normal
salin/cairan yang dikomersilkan pabrik
c. Luka dikeringkan dengan kasa steril
6. Debridement (luka kronis)
a. Chemical debridemen : menggunakan
enzim (pepaya), magot (belatung)
b. Mechanical debridemen : menggunakan
kasa (digosok/diusap), pinset, irigasi
tekanan tinggi
c. Autolisis debridemen :pengangkatan
jaringan mati sendiri. Balutannya : gel,
koloid, cream, salf
d. Conservative sharp wound debridement
(CSWD) : pengangkatan jaringan mati dg
menggunakan gunting, pinset bisturi
hanya pd jaringan mati.
7. Pemilihan Dressing
Primeri dressing
a. Ganti sarung tangan steril
b. Gunakan balutan sesuai hasil pengkajian :
1) hidrogel atau hidrokoloid untuk
mencegah infeksi & membuat moist
luka serta membantu kenyamanan
pasien,
2) calcium alginate, bila terdapat
perdarahan dll
Kemudian tutup kasa steril
Sekundari dressing :

13
c. tutup luka dengan hipafik dengan cara
occlusive dressing. (luka jangan sampai
tampak keliatan dari luar. Ukur ketebalan
kasa atau bahan topikal yang ditempelkan
ke luka harus mampu membuat suasana
optimal (moisture balance) dan mensuport
luka kearah perbaikan atau segera sembuh).
d. Rapikan seluruh alat-alat dan perhatikan
pembuangan sampah medis.
4 Tahap terminasi 1. Akhiri kegiatan dengan memberikan reward.
Ex: terimakasih ibu atas kerjasamanya
2. Mengingatkan kepada pasien kalau
membutuhkan perawat, perawat ada di ruang
keperawatan. Ex: jika ibu membutuhkan kami
silahkan pencet bel atau datang di ruang
keperawatan
3. Mengucapkan salam terapiutik. Ex:
wassalamualaikum/selamat pagi/siang/malam
4. Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta
respon klien pada lembar catatan
perkembangan klien
5. Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan
nama perawat yang melakukan dan tanda
tangan/paraf pada lembar catatan klien

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrochman A., Wulandari R.D & Fatimah N. (2007). The Comparison of Clasical Music,
Relaxation Music and the Quranic Recital : an AEP Study. Proseeding of The 2007.
Regional Symposium on Biophysics & Medical physic, Bogor Agricultural University
(IPB).

Ad-Dihami (2005). Menjaga Hati Ed 1. Jakarta. Erna Insani

Andora A. (2014). Pengaruh Murottal Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi di


Posyandu Lansia Kabupaten Lampung Tengah.Tesis. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

Al Faris, E. A. Norah A., Ashry G.M., Mohammed O., Ahmed A., Mohammed A., dkk
(2008). Prevalence & Pattern of Alternative Medicine. Use: The Results of a
Hausehold Survey. Ann Saudy Med., 1(1):4-10

Anonim (2007). Skill Module Role Of Clinical Nurse oe Medical Assistant in Preventing
Food Ulcer and Amputation in Person With Diabetes. diakses 30 April 2014 dari
Http:// www.Acponline.org/clinicalskill

Anwar, S., R. (2010). Sembuh dengan AL Quran. Sabil. Jakarta.

Arisanty Irma P. (2013). Konsep Dasar Managemen Perawatan Luka.EGC. Jakarta.

Ar Rifai M. (2000). Kemudahan daei Alloh Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Jakarta:
Gema Insani Press

Al Kaheel, A. (2010). Al Quran The Healing Book. Jogjakarta: Tarbawi Press

Bowler et all. (2002). Wound Microbiology and Associated Approaches to Wound


Management. Clin Microbiol Rev 14(2): 244. Dalam Bryant RA, Nix DR
editor.(2007). Acut and Chronic Wounds: Current Management Concept (3th ed). St
Louis: Mosby Elsivier.

California Podiatric Medical Association (2008). Diabetic Wound Care. Diakses 30


April 2014 dari http : // www.Podiatrist.org.

Campbell, D. (2005). Efek Mozart bagi Anak-Anak : Meningkatkan Daya Pikir, Kesehatan
dan Kreatifitas Anak Melalui Musik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Carville (2007). Wound Care Manual.Silver Chain Fundation. Osborne park Western
Australia.

Chen, Y., He. L, Chen, F. (2005). Tissue factor as a link between wounding and tissue repair.
Journal Diabetes, 52 : 2143- 2154.

15
Damayanti, R. (2010). Pengaruh Mendengarkan Ayat Suci Al Quran (Murottal) Terhadap
Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Sectio Secaria di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogjakarta. Skripsi Strata Satu, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Dealey, C (2005). The Care of Wounds : A Guide for Nurses. Victoria : Blackwell Ltd.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (20013). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes


Melitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses tanggal 8 Mei
2012.http://m.depkes.go.id/index.php.

Dewiyanti A., Ratnawati H., Puradisastra S. ( 2009) “Perbandingan Pengaruh Ozon, Getah
Jarak Cina, dan Povidone Iodine 10% Terhadap Waktu Penyembuhan luka Pada
Mencit Betina Galur Swiss Webster. JKM, 8(2), 132 – 137.

Fryberg R.G., Zgonis T., Armstrong D.G., Driver V.R., Giurini J.M., Kravitz S.R., et al.,
(2006). Diabetic Foot Disorders A Clinical Pratice Guidline. Journal Foot and Unkle
Surgery, 45, 20- 28.
Hastuti, R.T. (2008). Faktor- Faktor Resiko Ulkus Diabetika pada Penderita Diabetus
Mellitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta).Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Hawari, D. (2009). Psikometri: Alat Ukur (Skala) Kesehatan Jiwa. Jakarta. FK UI

Heru. (2008). Ruqyah Syar I Berlandaskan Kearifan Lokal. Diakses tanggal 6 Juni 2014

Hidayat S.A.(2013). Tikus Putih untuk Penelitian. Diakses tanggal 6 Juni 2014 dari
http://jogja-tikusputih.blogspot.com/2013/10/alasan-tikus-putih-banyak-
digunakan.html

Ismail L., Irawaty D., Haryati T.S., (2009). Penggunaan Balutan Modern Memperbaiki
Proses Penyembuhan Luka Diabetik. Jurnal Kedokteran Brawijaya 27 (1) , 32-35

Isrofah (2014). Efektifitas Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia steenis)
Terhadap Proses Penyembuhan Luka Bakar Derajat 2 Termal pada Tikus Putih. Tesis.
Program Studi Megister Keperawatan Program Pasca Sarjana Universitas
Muhamadiyah Yogyakarta.

Jackerott, M., Moldrup, A., Thams, P., Galsgaard, E.D., Knudsen, J., Lee, Y.C., Nielsen,
J.H., (2006) STAT5 activity in pancreatic beta-cellsinfluences the severity of
diabetes in animal models of type 1 and 2 diabetes, Journal Diabetes. 55(10):2705-
2712.

Januarsih Iwan A.R., Nur Atik (2010). Perbandingan Pemberian Topical Aqueous Leaf
Extract of Carica Papaya (ALEC) dan Madu Khaula Terhadap Percepatan
Penyembuhan Luka Sayat pada Kulit Mecit (Mus Muskulus). MKB, 42 (2), 76-81.
Jensen, B.B. (2001). Bates Jansen Wound Assesment Tools ; Instruction for use

Juranek, Judyta K. et al. (2013). RAGE Deficiency improves Postinjury Sciatic Nerve
Regeneration in Type 1 Diabetic Mice. American Diabetic Association. 62: 931-934.

16
Juranek, Judyta K. et al. (2013). RAGE Deficiency Improves Posttinjury Sciatic Nerve
Regeneration in Type 1 Diabetic Mice.American Diabetes Association. 62 : 931-934.
Kappelle (1993). Amelioration by the Ca2+ Antagonist, Nimodipine, of an Existing Neuropati
in the Streptozotocin Induced, Diabetic Rats. J Pharmacol 108 : 780-785

Kozier (2010). Buku ajar Fundametal Keperawatan konsep, Proses dan Praktek.EGC. Jakarta.
Kristiyaningrum, Idanah, Suwarto (2013). The Effectivenes Usage of NaCl With D4%
toward The Process Healing of Ulkus Diabeticum At Cammon Hospital. JIKK, 18 (2),
53- 60.
Kusumawati, D., 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba, Yogjakarta.Gadjah Mada
Lee G. (2001). Wound care: what's really cost-effective. Diakses tanggal 10 juni 2014 dari h
t t p : / / w w w. Ensiclopedia.com.

Leong M. Phillips LG.(2004). Wound Healing In:Sabiston Textbook of Surgery. 17th


edition. Elsevier Saunders, Philadelphia.
Li, Kun, (2011). Tannin Extract From Immature Fruit of Terminalia Chebula Fructuz Rets.
Promote Cutaneous Wound Healing In Rats. BMC Complementary & Alternative
Medi. 10 (1): 66-75.

M. Sopiyudin Dahlan. (2013). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriptif, Bivariat
dan Multivariat dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPPS. Jakarta. Salemba
Medika

Mardiati J., Yunitasari, Astikasari D., Saraswasta, Negeo F., Kritianto H.,(2010). Ekstrak
Cacing sebagai inovasi Penyembuhan Ulkus Diabetik berbasis Induksi Densitas
Akson.PSIK FK UB.

Maryam L.N., & Haddad K.K.,(2008). Emotional Health According to The Quran & The
Sunnah. Islamic Affair & Charitable Activities Department Government of Dubai
Research dept: Dubai Uni Arab Emirates
Maryunani A., (2013). Perawatan Luka Modern ( Modern Woundcare) Terkini dan
Terlengkap sebagai Bentuk Tindakan Keperawatan Mandiri. In Media. Jakarta.

Megawati (2014). Efektifitas Modifikasi Modern Dressing dan Terapi Ozon Terhadap
Penyembuhan Luka pada Pasien Pressure Ulce (Tesis) . Program Studi Megister
Keperawatan, Program Pasca Sarjana, UMY.

Mindlin (2009). Pengaruh Al Quran Terhadap Fisiologi dan Psikologi Manusia. Al Quran
dan Terjemahannya. Jakarta: Salemba.

Misnadiarly (2006). Diabetes Mellitus: Ulcer, Infeksi, Ganggren. Populer Obor. Jakarta.

Munim A., Azizahwati, Firmani A.,(2013). Pengaruh Pemberian Infus Daun Sirih Merah
(Piper cf. fragile, Benth) Secara Topical Terhadap Penyembuhan Luka Pada Tikus
Putih Diabet.Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Departemen Farmasi FMIPA UI.
Jakaarta.

Mustamir (2008). Lima Metode Penyembuhan dari Langit. Lingkaran.Yogyakarta: Diva


Press

17
Mustamir (2009). Potensi SQ, EQ, dan IQ dibalik ayat-ayat Al Fatihah Ed. 1. Yogyakarta.
Diva Press.

Mustamir (2009). Metode Super Nol Menaklukkan Stres. Jakarta: Hikmah

Novianti (2012). Efektifitas Mendengarkan Bacaan Al Quran (Murottal) Terhadap Skor


Kecemasan Pada Lansia di Shelter Dongkelsari Wukirsari Cangkringan Sleman
Yogyakarta. Skripsi Strata Satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Nugroho E. A. (2006). Review Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi dan


Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas 7:4
Nurachmah E.,Kristianto H., Gayatri D.(2011). Aspek Kenyamanan Pasien Luka Kronik
Ditinjau dari Transforming Growth Factor B1 dan Kadar Kortisol. Makara
Kesehatan, 15, 73- 80.

Perkeni (2009). Pedoman penatalaksanaan kaki deabetik. Jakarta:PB Perkeni.

Perkeni. (2011). Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di


Indonesia. Jakarta:PB Perkeni.

Pusat Studi Kedokteran Islam (PSKI) FK UMY. (2008). Kuliah Kedokteran Islam jilid 3.
Yogyakarta.

Rees, D, A and Alcolado, J.C.,(2005). Animal Model Of Diabetes Mellitus. Diabetic


Medicine.22: 359-370.
Remolda (2009). Manfaat Mendengarkan Al Quran. Jurnal Ilmiah Kesehatan: 6 (2).

Rini T. (2008). Faktor-faktor resiko ulkus diabetika pada penderita diabetes melitus. diakses
2 Maret 2014. http://eprints.undip.ac.id/18866/1/Rini_Tri_Hastuti.pdf.

Sadulloh. (2008). Sembilan Cara Cepat Menghafal Al Quran. Jakarta: Gema Insani.

Samahah, R., M. (2007). Cara Penyembuhan dengan Al Quran. Jakarta : Mitra Pustaka.

Sharp A & Mc Comick.(2002) Alginate dressings and the healing of diabetic foot ulcers -
Wound Care. Diakses tanggal 10 Juni 2014 dari http://www.findartikel.com

Soegondo S, Suwondo P dan Subekti I. (2007). Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus
terkini. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Soegondo S, Suwondo P dan Subekti I. (2007). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Suriadi (2007). Managemen Luka. Pontianak: STIKEP Muhammadiyah.

Suriadi (2014). Ilustrasi Berwarna Perawatan Luka untuk Perawat, Bidan dan Paramedis.
Binarupa Aksara Publisher. Tangerang Selatan.

18
Sussman C. and Bates Jensen B. (2012). Wound Care: Collaborative practice manual for
healt professionals essensials (4th ed). New York: Lippincott William and Wilkins.

Thomas, G.W., Andrew.JM.Boulton.(2009). Mechanism of Deleyet Wound Healing by


Combination Used Antisepticts. The journal of Trauma, Injury, Infection, and Critical
Care, 66:82-91.

Tormo, M.A., Gil-Exojo, I., Romero de Tejada A., Campillo, J.E., (2006). Whitebean
amylase inhibitor administered orally reduces glycaemia in type 2 diabetic rats.
British Journal of Nutrition, 96(3):539-544.

Wahdah (2012). Menaklukkan Hipertensi dan Diabetes (Medeteksi, Mencegah, dan


Mengobati Dengan Cara Medis dan Herbal)

Wahyuni, E. (2010). Pengaruh Mendengarkan Al Quran terhadap Skor Depresi pada Lansia
di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta. Skripsi Strata Satu,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Waspadji. (2009). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi ke-5. Internal Publishing. Jakarta.
WHO. (2006). Definition, and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate
hyperglycemia. Geneva: WHO Press
Wikimedia (2014). Surat Ar Rohman. Diakses tanggal 6 Juni 2014 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Ar-Rahman.

Wild, S., Roglic, G., Green, A., sicree, R., & King, H., (2010) Glabal Prevalence of Diabetes:
Estimes for the Year 2000 & Projections for 2030, Diabetes Care 27 (5), 1047-1053.

Winarsih, W., I. Wientarsih E. Handharyani, S. Estuningsih, SD. Widhyari. (2009). Kajian


aktifitas ekstrak rimpang kunyit (curcuma Tonga) dalam proses persembuhan luka
pada mencit sebagai model penderita diabetes. Prosiding seminar hasil penelitian
diakses 30 April 2014 dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/45133

Winarsih, W., I. Wientarsih, E. Hardharyani dan S. Estuningsih. (2008). Kajian aktifitas


Ekstrak Rimpang Kunyit (curcuma longa) dalam proses penyembuhan luka pada
mencit sebagai model penderita diabetes. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XV
Perguruan tinggi. FKH-IPB.

Windasari S. G. (2008). Perawatan Luka Diabetes. Bogor. Wocare Publishing

Wong, Dona L.(1995). Whaley and Wongs Nursing Care of Infant and Children.Mosby Year
Book, Inc.St. Louis.

Yunir E., Purnamasari D., Ilyas E., Widyahening I.S., Mardani R. A., dan Sukardi K. (2009).
Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetik. PERKENI, Jakarta.
Zahtamal., Chandra, F., & Restuasturi, T. (2007). Faktor- faktor risiko pasien diabetes
melitus. Riau: Universitas Riau.

19
Zangiabadi, Nasser et al.(2011). Effects of melatonin in Prevention of neuropathy in STZ
induced diabetic rats. American Journal of pharmacology & Toxicology 6(2): 59-67.

20

Anda mungkin juga menyukai