Anda di halaman 1dari 14

E.

Continuing Prefessional Development (CPD) Sebagai Pengembangan Staf


Continuing Prefessional Development atau sering disebut pendidikan
berkelanjutan merupakan upaya peningkatan kemampuan tenaga keperawatan
baik untuk pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku.Pendidikan
berkelanjutan ini menjadi dasar pengembangan staf.
CPD melalui pendidikan formal bertujuan meningkatkan kemampuan
baik pengetahuan keterampilan, sikap, dan perilaku perawat. Secara historis
pendidikan perawat di Indonesia awalnya setingkat dengan sekolah menengah
atas, yaitu Sekolah Perawat Kejuruan (SPK), kemudian meningkat menjadi
Diploma. Dengan jenjang pendidikan yang tidak setara dengan jenjang
pendidikan tenaga kesehatan lain seperti dokter, maka perawat sering
dianggap sebagai pepanjangan tangan dokter.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka keinginan untuk
melakukan pekerjaan dengan tingkat kesuIitan yang lebih tinggi semakin kuat.
CPD nonformal bisa dilaksanakan melalui pelatihan, seminar,
workshop maupun diskusi rutin yang diadakan dalam membahas kasus pasien.
CPD berupa pelatihan bisa dilaksanakan secara on job training dan off job
training. On job training sering juga disebut in job training atau in house
training. On job training ini harus direncanakan dalam satu tahun, di mana
manajer perawat melaksanakan identifIkasi kebutuhan belajar dari staf dan
bekerja sama dengan diklat rumah sakit dalam mengembangkan jenis
pelatihan, satuan ajaran pendidikan (SAP), dan jadwal pelatihan.
Pelatihan yang bersifat off job training dapat direncanakan jika
beberapa aspek yang memiliki tuntutan kompetensi perawat pelatihannya
belum dapat dilaksanakan di dalam RS. Manager keperawatan juga
melaksanakan mapping dan penjadwalan serta memilih mitra yang
menyelenggarakan pelatihan. Pelatihan pada perawat sangat banyak
manfaatnya. Jeffreries Johnson, Nicholis & Lad (2012) menyampaikan
manfaat pelatihan dapat meningkatkan pemgetahuan dalam dokumentasi
keperawatan. Hariyati (2004) juga menyampaikan bahwa kualitas
dokumentasi keperawatan dipengaruhi oleh pendidikan dan pelatihan dan hasil
penelitian Lusianah (2008) juga menyebutkan bahwa kualitas dokumentasi
asuhan keperawatan meningkat sebesar 1,60 pada perawat yang pernah
mengikuti pelatihan daripada perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan,
setelah di kontrol oleh variabel motivasi, afiliasi, berprestasi, supervisi,
pendidikan, masa kerja dan pengetahuan. Berdasarkan beberapa hasil riset
yang telah dipaparkan maka disimpulkan pelatihan atau pendidikan sangat
diperlukan untuk meningkatkan asuhan keperawatan.
Seminar workshop merupakan salah satu CPD yang juga menjadi
alternatif dalam meningkatkan kompetensi perawat. Perencanaan perawat
untuk mengikuti kegiatan seminar/worshop baik yang bertahap nasional
maupun internasional akan membantu peningkatan kompetensi perawat.
Bentuk lain CPD yang perlu dikembangkan adalah case conference yang
dilaksanakan di dalam tim keperawatan antar tim kesehatan. Case conference
selalu membahas terkait perkembangan ilmu dan teknologi keperawatan,
metode asuhan keperawatan, serta intervensi yang bersifat koloboratif.
Tahapan pengembangan pendidikan berkelanjutan yang harus
dilaksanakan adalah:
1. Menganalisis kebutuhan belajar perawat.
2. Menetapkan tujuan pembelajaran
3. Menyiapkan management learning system yang meliputi manajemen web
base. Pengelola, narasumber, support learner, pengevaluator,
pengembang, dan pemelihara.
4. Mengembangkan sumber pembelajaran: materi, metode pembelajaran,
media pembelajaran, dan instrumen evaluasi.
Manajer keperawaan dapat mengembangan pendidikan berkelanjutan
melalui pembelajaran e-learning, namun harus direncanakan materi, dan
indikator evaluasinya. Pengembangan metode CPD berbasis e-learning harus
memperhatikan learning style sehingga metode penyampaiannya juga harus
diperhatikan. Sebelum merencanakan pendidikan berkelanjutan, perawat harus
mendapatkan keterampilan dalam berteknologi serta mendapatkan kesiapan
dalam menggunakan media berbasis web.
Gambar 6.4 menyampaikan alur CPD yang dilaksanakan oleh kepala
ruangan. di rnana kepala ruangan setiap tahunnva melaksanakan pemetaaan
kompetensi perawat sesuai dengan jenjang karier perawat. gebutuhan CPD
juga dapat berasal dan masukan kebutuhan belajar diri penawat. Berdasarkan
mapping tersebut kepala ruangan membuat usutan CPD bekerja sama dengan
Dikiat. Pasca CPD dilaksanakan sosialisasi kepada teman sekerja dan kepala
ruangan mclaksanakan evaluasi kompetensi pasca CPD. apabila
kompetensinya telah meningkat dan sesuai maka kepala ruangan dapat
mengusulkan pada tim krendensialing untuk proses clinical pni village.

Kompetensi Perawat Assesment Ka-Ru

Sosialisasi Proses CPD


Pada Peer

Usulan Clnical
Privillage

Gambar 6.4 Alur CPD yang dilaksanakan oleh kepala ruangan.

F. Krendensialing Keperawatan Sebagai Upaya Pengembangan Staff


Kredensial keperawatan adalah proses evaluasi terhadap tenaga
keperawatan untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis
(PerMenKes RI No. 49/MENKES/PER/VII/2003). Kredensialing merupakan
akuntabilitas profesi keperawatan dimana krendensialing menunjukkan
kesiapan seseorang sebagai profesi untuk memberikan pelayanan profesional
kepada masyarakat.
Krendensialing dapat bersifat umum dan khusus. Bersifat umumnya
dilakukan untuk memberikan status teregistrasi secara kewilayaan kerja (state
atau nasional). Contoh : krendensialing (registrasi) di Indonesia memberikan
STR yang berlaku nasional dan berlaku khusus, misalnya memberikan clinical
privillage datau kewenangan khusus yang berlaku di suatu rumah sakit. RS
yang memberikan pelayanan umum akan mempunyai kriteria yang berbeda
untuk melaksanakan clinical privillage dengan rumah sakit jantung.
Krendensial akan dilaksanakan di rumah sakit dalam upaya
memberikan kewenangan klinis pada perawat sesuai kompetensinya sehingga
asuhan keperawatan dapat dilaksanakan dengan akuntabel dan dapat
melindungi keselamatan pasien. Kewenangan klinis (clinical privillage) adalah
hak khusus seorang perawat untuk melakukan sekelompok pelayanan
keperawatan tertentu dalam lingkungan rumah sakit, untuk suatu periode
tertentu, dilaksanakan berdasarkan penugasan klinis ( clinical appointment).
Proses krendensial ini merupakan bukti perawat sebagai seorang
profesional, sehingga pelaksanaannya harus diorganisasi dengan baik. Secara
fungsional proses krendensial ini menjadi fungsi dari asuhan keperawatan dan
asuhan kebidanan kepada pasien diberikan secara benar (ilmiah) sesui dengan
standar yang baik (etis) sesuai kode etik profesi serta hanya diberikan oleh
tenaga keperawatan yang kompeten dengan kewenangan yang jelas.
Dalam organisasi Komite Keperawaran mempunyai struktur sebagai
berikut.

Gambar 6.5 Struktur Komite Keperawatan

b. Tahap Kajian Mitra Bestari


Setelah dilakukam vertivikasi terhadap kelengkapan dokumen,
komite keperawatan menugaskan subkomite krendensial untuk
memproses permohonan tersebut. Subkomite krendensial menyiapkan
mitra bestari yang berjumlah sekitar 4 sampai 6 orang. Mitra Bestari
adalah orang yang kompeten dalam area keperawatan, mempunyai
kemampuan di bidang pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku.
c. Penerbitan Surat Penugasan Klinik
Direktur utama menerbitkan surat penugasan kepada tenaga
perawat pemohon berdasarkan rekomendasi Ketua Komite
Keperawatan dan surat penugasan tersebut memuat daftar sejumlah
kewenangn klinis untuk melakukan asuhan dan tindakan keperawatan.

Gambar 6.7 Alur Pengajuan Krendensialing


Ketentuan Penugasan Klinik adalah Sebagai berikut :
a. Surat penugasan klinik berlaku sampai 4 tahun
b. Pada akhir masa berlakunya penugasan tersebut rumah sakit harus
melakukan rekrendensial. Rekrendensial adalah proses re-evaluasi.
c. Surat penugasan dapat berakhir setiap saat bila dinyatakan tidak
kompeten.
d. Kewenangan klinis untuk melakukan tindakan tertentu dapat dicabut
berdasarkan pertimbangan Komite Keperawatan berdasarkan kinerja
profesi di lapangan.
e. Kewenangan klinis yang dicabut tersebut dapat diberikan kembali bila
dianggap telah pulih kompetensinya setelah dilakukan pembinanaan
oleh subkomite Pengembangan Mutu Profesi/sub komite Etik.
Dokumen-dokumen dalam Kredensial meliputi :
a. Daftar Kewenangan Klinis
b. White Paper
c. Lembar Aplikasi Pengajuan Krendensialing
d. Logbook kompetensi
e. Self assesment
f. Rekomendasi Kewenangan Klinis
g. Clinical appointment/ Surat penugasan kerja klinik

2. Daftar Kewenangan Klinik


Daftar kewenangan klinik adalah list/daftar dari
kewenangan/uraian tugas yang harus dikuasai seorang perawat
berdasarkan level/jenjang kompetensi yang telah dicapainya. Daftar
kewenangan klinik ini dilakukan oleh rumah sakit dan mempunyai
beberapa unsur yaitu kemampuan terkait asuhan keperawatan yang
didalamnya termasuk keterampilan klinik, kemampuan dalam managemen,
kemampuan mengedukasi, dan kemampuan melaksanakan riset terkait
3. White Paper
Buku putih adalah dokumen yang berisi syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh tenaga keperawatan yang digunakan untuk menentukan
kewenangan klinik. ( Permenkes. RI No. 49/2013 tentang Komite
Keperawatan). Buku putih disusun oleh komite keperawatan dengan
melibatkan Mitra Bestaru. (Perr Group), dan dapat memperoleh masukan
pada berbagai unsur organisasi profesi keperawatan, kolegium
keperawatan, dan unsur pendidikan tinggi keperawatan. Buku putih ini
disusun berdasarkan level/jenjang perawat yang berisi tentang kompetensi
utama dan kompetensi khusus yang harus dipenuhi oleh seorang perawat
di level/jenjangnya.
4 Lembar Aplikasi Krendensial
Merupakan dokumen kelengkapan yang harus diajukan ketika
mengajukan krendensial. Dokumen ini dikembangkan oleh Komite
Keperawatan dan diisi oleh perawat yang akan mengajukan
krendensialing. Dokumen umumnya berisi tentang identifikasi
krendensialing individu misalnya terkait apakah perawat yang mengajukan
pernah krendensailing sebelumnya, apakah pengajuan krenden sailing baru
ataukah rekendensailing. Selain itu aplikasi juga memuat pendidikan
berkelanjutan yang pernah diikuti oleh perawat salam kurun waktu 3 tahun
yang mendukung pengajuan krendensailing. Sehingga bentuk pendidikan
berkelanjutan dan dilaksanakan adalah harus sesuai dengan kompetensi
adan arah karier perawat.
5. Logbook Perawat
Adalah buku catatan kegiatan/aktivitas sehari-hari yang
dilaksanakan oleh petawat yang mendukung pengajuan krendensailing
perawat. Buku ini diisi sehari-hari dan merupakan proses pencapaian
aktivitas yang dilaksanakan oleh individu perawat dalam mencapai
kewenangan klinik.
Model karier keperawatan sesuai Kemenkes 2006 digambarkan
pada gambar 6.8
Gambar 6.8 Model Karier Keperawatan
Riset terkait jenjang karier menyampaikan banyak manfaatnya
untuk peningkaan kompetensi perwata. Sullistiyani dan Rosidah (2009)
menyampaikan manfaat dari jenjang karier adalah untuk mengembangkan
prestasi pegawau, mencegah yang meminta berhenti dengan cara loyalitas,
sebagai wahana untuk memonivasi pegawai agar dapat mengembangkan
bakat dan kemampuannya, mengurangi subjektivitas dalam promosi,
memberikan kepastian hari depan dan sebagai usaha untuk mendukung
organisasi memperoleh tenaga yang cakap dan terampil dalam
melaksanakan tugas.
Riset lain menyampaikan bahwa program jenjang karier perawat
dirancang untuk menginspirasi dan menghargai keunggulan klinis yang
dimiliki perawat dan partisipasi dalam implementasi jenjang karier
perawat mensyaratkan pencapaian yang ditentukan oleh diri perawat.

Gambar 6.9 Skema Dan Alur Jenjang Karir Perawat Baru


(Buku Pedoman Implementasi Jenjang Karir Prawat Klinik Di Rumah Sakit,
2013)
Gambar 6.9 Skema dan Alur Jenjang Karir Perawat Lama
(Buku Pedoman Implementasi Jenjang Karir Prawat Klinik di Rumah Sakit, 2013)

2. Studi Riset Karier


Jenjang karier keperawatan di Indonesia telah dikembangkan di
beberawap rumah sakit Indonesia. Implementasi jenjang karier diarahkan
untuk meningkatkan kinerja pelayanan keperawatan, memberikan status
kejelasan karier dan menurunkan angka turn over perawat. Beberapa riset
terkait jenjang karier telah dilaksanakan dan akan dodeskripsikan dalam
buku ini.
a. Hubungan Implementasi Jenjang Karier, Klinik dengan Kinerja
dan Kepuasan Kerja Perawat (Mashudi, Hariyati, Handiyani,
2013)
Riset terkait pengaruh implementasi jenjang karier klinik
terhadap kinerja dan kepuasan perawat dilaksanakan di rumah sakit A
di Jakarta (Mashudi, Hariyati, Handiyani, 2013). Di RS A merupakan
salah satu rumah sakit yang telah melaksanakan dan menata jenjang
keperawatan sejak tahun 2007.
Riset bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan jenjang
karier perawat klinik terhadap kinerja dan kepuasan kerja perawat
pelaksana di Instalasi Rawat Inap B RS A di Jakarta Selatan. Riset
dilaksanakan dengan pendekatan crossscecisional dan pengukuran
kinerja perawat. Jumlah sampel adalah 103 perawat dan instrumen
yang digunakan dalah kuesioner untuk mengukur kepuasan kerja
sedangkan pengukuran kinerja dengan studi dokumentasi penilaian
kepala ruangan terhadap kinerja dari staf perawat. Kuesioner, kepuasan
kerja menggunakan Job Descriptive Index (JDI) terdiri dari lima
subvariabel yaitu pembayaran pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja,
kepenyeliaan, dan promosi.
Tabel 6.1 karakteristik Perawat Pelaksana di Ruang B RS A Jakarta
2013
No Variabel Frekuensi Prosentase
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 17 16,5
Perempuan 86 83,5

2 Pendidikan
SPK 6 5,8
D3 62 60,2
SKep 11 10,7
Nurse 24 23,3

Tabel 6.2 karakteristik Perawat Pelaksana di Ruang B RS A Jakarta


2013
No Variabel Mean Median SD Min-Mak 95% CI
1 Rata-rata Usia 34,5 35 7,17 24-52 33,1-35,9
SPK 45,6 47 4,22 38-50 41,2-50,1
D3 34,6 35 6,85 24-49 32,8-36,3
SKep 36,1 36 3,14 29-40 33,9-38,2
Ners 6,8 28 6,8 25-52 27,8-33,5
Lama Kerja 11,36 12 7,94 2-30 9,8-12,9
SPK 22,16 22 4,02 18-27 17,9-26,3
D3 11,62 13 7,4 3-30 9,7-13,5
SKep 14,63 17 6,3 3-22 33,9-38,2
Nurse 6,5 3,5 7,2 2-28 3,4-9,5
Tabel 6,3 Gambaran Implementasi Jenjang Karier di Ruang B RS A
Jakarta, 2013
No Jenjang Karier Frekuensi Persentase
1 PK 1 47 45,6
SPK - -
D3 26 55,3
Skep 2 4,3
Ners 19 40,4
2 PK 1 25 24,5
SPK 6 24
D3 16 64
Skep 2 8
Ners 1 4
3 PK 1 33 30,4
SPK - -
D3 20 64,5
Skep 7 22,6
Ners 1 12,9

Tabel 6.4 Pengaruh Implementasi Jenjang Karier Terhadap Kepuasan


Perawat di Ruang B RS A Jakarta, 2013
No Jenjang Kepuasan
Mean SD 95% CI P
1 PK I 82,62 5,95 80,86-84,36 0,922
2 PK II 82,2 5,37 79,98-84,41
3 PK III 82,16 4,82 80,34-83,93

Tabel 6.5 Pengaruh Implementasi Jenjang Karier Terhadap


KinerjaPerawat di Ruang B RS A Jakarta, 2013
No Jenjang Kepuasan
Mean SD 95% CI P
1 PK I 81,6 2,05 81-82,2 0,00001
2 PK II 84,8 1,7 84,1-85,5
3 PK III 85,3 1,8 84,65-85,98
Simpulan dari hasil riset ini menyampaikan bahwa jenjang
karier mempunyai hubungan dengan kinerja perawat.. evaluasi dan
perbaikan terus-menerus dalam sistem jenjang karier dan disertai
perbaikan remunerasi diharapkan dapat dilakukan pihak manajemen
untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja perawat pelaksana
dalam memberikan asuhan keperawatan yang memuaskan bagi pasien.
b. Hubungan Karakteristik Perawat dengan Persepsi tentang
Jenjang Karier dan Penjapaian Target Kompetensi Perawat
melalui Log Book Kompetensi Perawat di Rumah Sakit (Efendi,
Hariyati, Handiyani, 2013)
Riset bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik
perawat dengan persepsi tentang jenjang karier dan pencapaian target
kompetensi perawat melalui log book kompetensi di salah satu RS X
swata di Depok. RS X Depok sedang menata jenjang karier
keperawatan dan manajemen telah memutuskan untuk menerapkan
jenjang karier di RS, sebagai langkah awal RS sudah melaksanakan
pemetaan level perawat. Responden riset dalah 37 perawat yang
levelnya PK II. Responden diberikan kuesioner dan dijelaskan tentang
implementasi log book sebagai persyaratan dan kelengkaan dari
kompetensi perawat. Log book diperlukan oleh perawat untuk
kenaikan level karier.
Tabel. 6.6 karakteristik perawat pelaksana PK II di RS X Depok, 2013
No Variabel Frekuensi Persentase
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 1 2,7
Perempuan 36 93,3
2 Pendidikan
D3 33 89,2
Nurse 4 10,8

Tabel 6.7 Karakter Perawat Pelaksana PK II di RS X Depok, 2013


Variabel Min-Maks Mean Median SD 95% CI
Umur 25-51 33,5 32 6,5 33,3-35,6
Lama Kerja 3-22 10,2 7 6 8-12
Tabel 6.8 Gambaran Persepsi Perawat PK II terhadap Implementasi
Jenjang Karier di RS X Depok, 2013
Variabel Mean % dari Min-Maks SD 95% CI
total
Pengembangan 32,02 72,8 28-36 1,97 33,37-32,68
Pengakuan 23 63,9 19-27 1,76 22,35-23,53
Penghargaan 16 57 11-22 2 15,38-16,77
Tantangan 9,3 58 8-12 1,13 8,89-9,7
Promosi 16,6 69 14-18 1,1 16,23-16,95

Tabel 6.9 Hubungan Karakteristik Umur dan Masa Kerja Perawat PK


II terhadap Persepsi Jenjang Karier
Variabel r P
Persepsi
Umur 0,121 0,475
Masa Kerja 0,248 0,139
Log Book
Umur 0,099 0,056
Masa Kerja 0,02 0,991

Tabel 6.10 Hubungan Karakteristik Pendidikan dan Jenis Kelamin


Perawat PK II tergadao Persepsi Jenjang Karier dan Implementasi Log
Book di RS X Depok, 2013
Variabel Persepsi
Mean SD SE P
Kelamin
Laki-laki 97 0,996
Perempuan 96,97 5,77 0,96
Pendidikan
D3 97,15 5,82 1,01 0,573
Nurse 95,5 5,00 2,5
Variabel Log Book
Mean SD SE P
Kelamin
Laki-laki 34
Perempuan 26,8 5,11 0,85 0,176
Pendidikan
D3 27,3 5,39 0,94 0,02
Nurse 24,5 1,29 0,65
SIMPULAN

Turn Out dan burn out akan merugikan organisasi, dengan pindahnya staf
maka organisasi akan kehilangan biaya rekruitmen, orientasi dan pembinaan serta
pengembangan staf yang telah dilaksanakan. Burn out juga akan mempengaruhi
kinerja perawat, karena burn out akan menurunkan motivasi dan kepuasan
perawat. Berbagai upaya dilaksanakan untuk menurunkan angka burn out dan turn
out serta untuk pengembangan staf keperawatan. Pembentukan kelompok staf
yang solid dan pengelolaan konflik yangtepat diharapkan akan meningkatkan
susasana kondusif yang akan meningkatkan kepuasan kerja, selain itu dengan
adanya pemberian kewenangan klinik sesuai kompetensi dan jaminan jenjang
karier yang jelas diharapkan pelayanan keperawatan meningkat kualitasnya dan
kepuasan pelanggan baik internal maupun eksternal juga akan tercapai.

Anda mungkin juga menyukai