Anda di halaman 1dari 6

(Contoh BERITA-01)

LBH Padang Ingatkan Raja Arab Saudi


Tak Lupa Janji pada Korban Crane
Syofiardi Bachyul Jb

Di tengah kesibukan pers di Indonesia memberitakan rencana kedatangan Raja Arab


Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud yang akan membawa rombongan 1.500 orang,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengingatkan agar Raja tidak melupakan
janjinya kepada korban crane 11 September 2015.

“Ada 33 orang Jemaah haji asal Indonesia korban kecelakaan crane, dua di antaranya
meninggal dunia, salah satu korban Zulfitri Zaini, perempuan 58 tahun, asal Kabupaten
Solok, Sumatra Barat kehilangan kaki kanannya, tapi sampai saat ini belum
mendapatkan asuransi dan santunan yang dijanjikan,” kata Era Purnama Sari, direktur
LBH Padang yang mengeluarkan siaran persnya, Sabtu (25/2).

LBH Padang mendapatkan kepercayaan dari Zulfitri Zaini untuk memperjuangkan


asuransi dan santunannya sesuai yang dijanjikan. Era menjelaskan, ketika guru
Matematika SMP Negeri 1 Talang, Kabupaten Solok tersebut dirawat di rumah sakit di
Arab Saudi ia didata staf Kedubes Indonesia.

“Orang Kedubes Indonesia menyampaikan korban akan mendapatkan asuransi dan


santunan dari Pemerintah Arab Saudi sebesar 1 juta Riyal atau sekitar Rp3,8 miliar,
namun setelah korban kembali ke tanah air 2 Oktober 2015 hingga kini ia belum
menerima bantuan, santunan, ataupun asuransi apapun dari Pemerintahan Arab
Saudi,” katanya.

LBH Padang atas nama korban Crane Zulfitri Zaini, lanjut Era, kembali mengingatkan
Raja Arab Saudi terhadap janjinya sendiri dan meminta Presiden Jokowi mendesak
Raja Arab untuk segera menepati janjinya terhadap korban-korban kecelakaan crane.

“Nasib korban crane sekarang bergantung pada kegigihan Pemerintah Indonesia


mendesak Pemerintahan Arab Saudi, ada 33 jemaah Haji asal Indonesia yang
menunggu pertanggungjawaban Pemerintahan Arab Saudi, Presiden tidak boleh lupa
akan itu, menagih janji Raja Arab Saudi selama kunjungannya ke Indonesia,” kata Era.

Zulfitri Zaini mengatakan, hanya selama berobat 15 hari di sebuah rumah sakit di Arab
Saudi pasca kecelakaan biayanya ditnggung dan diberikan sebuah kursi roda.

Namun setelah sampai di Indonesia, ia terpaksa berobat menggunakan BPJS


Kesehatan dan mengeluarkan biaya sendiri untuk pelayanan dan obat yang tidak
ditanggung asuransi. Ia juga telah membeli kaki palsu sebuah kaki palsu Rp 28,5 juta.
“Saya berharap Pemerintah Arab Saudi menepati janjinya, selama ini banyak orang
yang tidak percaya saya belum menerima seperti yang dijanjikan,” katanya. (Ditulis 25
Februari 2017)

(Contoh BERITA-02)

Padang Dilanda Banjir, Drainase Buruk


Dianggap Sebagai Penyebab
Syofiardi Bachyul Jb

Sebanyak 24 lokasi pemukiman mengalami banjir dan 21 pohon tumbang di berbagai


tempat di Kota Padang, ibukota Provinsi Sumatra Barat pada Rabu (23/5) dini hari.

Banjir dan pohon tumbang disebabkan hujan dengan intensitas tinggi lebih sepuluh jam
tanpa henti ditambah badai.

Di beberapa lokasi banjir hingga lebih satu meter sehingga Tim BPBD (Badan
Penanggulangan Bencana Daerah) Kota Padang terpaksa mengevakusi warga dari
rumahnya. Sementara sebagian warga mengungsi sendiri ke rumah tetangga yang
aman. BPBD Kota Padang mencatat sebanyak 285 jiwa atau 95 kepala keluarga
terpaksa dievakuasi dengan perahu karet.

Banjir tidak hanya melanda rumah penduduk, tetapi juga rumah sakit. Rumah sakit
utama di Kota Padang, RSUP Dr. M. Djamil Padang di Jalan Jati di tengah kota juga
mengalami banjir. Sebagian ruangannya terendam hingga selutut, menyebabkan
pasien diungsikan ke lantai dua dan ke bangunan yang tidak terendam.

Namun pejabat rumah sakit mengatakan, banjir tidak terlalu mengganggu operasional
rumah sakit.

Heriyanto, 41 tahun, warga Ganting, Kecamatan Padang Timur mengatakan, air mulai
naik ke dalam rumahnya pada pukul 03.00 WIB, Rabu (31/5) dan surut 08.00 WIB.

"Saya bersama istri dan ketiga anak masih bisa sahur, namun tetangga ada yang
terpaksa mengungsi ke rumah tetangga lainnya yang aman karena rumah mereka lebih
parah, banyak perabitan mereka yang terendam," katanya, Kamis (1/6).

Heriyanto mengatakan, di kawasannya yang dekat dengan Batang Arau banjir besar
terakhir terjadi pada 1980. Setelah sungai dikanal banjir tidak terjadi lagi, namun
setelah 36 tahun pada 2016 kembali terjadi banjir dan banjir sekarang yang kedua.
"Banjir Juni tahun lalu ketinggian air di rumah malah lebih parah sampai 60 cm, kalau
sekarang 40 cm, tahun lalu kami sekeluarga terpaksa mengungsi ke rumah tetangga,"
ujarnya.

Menurutnya, banjir tidak lagi disebabkan luapan sungai, melainkan mempetnya


drainase, karena kecil dan banyak sampah yang dibuang ke dalamnya.

Dewi, 40 tahun, warga Air Tawar mengatakan, rumahnya tidak terkena banjir. Namun ia
tidak bisa mengantarkan anaknya ke sekolah dasar yang terletak di tengah kota karena
Rabu pagi banyak ruas jalan yang masih tergenang banjir.

"Lega akhirnya tahu Pemko Padang meliburkan sekolah dan menunda ujian kenaikan
kelas pada 2 Juni, padahal tinggal satu hari lagi ujian," katanya.

Pemko Padang memutuskan meliburkan sekolah dan menunda ujian semester untuk
SD dan SMP karena tidak memungkinkan siswa dan guru di beberapa lokasi ke
sekolah.

Kepala BPBD Kota Padang Edi Hasymi pada Rabu (1/6) mengatakan, masih
menunggu laporan dari camat untuk dampak detil akibat banjir. Namun banjir sudah
surut dan rumah-rumah yang terendam sudah mulai dibersihkan pemiliknya.

Data sementara BPD Kota Padang menyebutkan, selain banjir dan pohon tumbang,
juga terjadi longsor di tiga lokasi. Satu lokasi memutus jalan negara menuju Kota Solok
di Indarung, namun material tidak begitu besar. Dua lokasi lainnya di Kecamatan Lubuk
Begalung, satu di antaranya menimpa rumah warga, namun tidak ada korban jiwa.

Direktur Eksekutif Walhi Sumatra Barat, Uslaini mengeritik buruknya kualitas lingkungan
di Kota Padang sebagai penyebab tidak mampunya menghadapi curah hujan yang
tinggi sehingga banjir terus terjadi berulang kali.

“Tata kota buruk karena mengubah wilayah resapan air menjadi areal pemukiman dan
perkantoran, selain itu persoalan drainase juga memperburuk kondisi ketika hujan
turun,” katanya kepada The Jakarta Post.

Menurutnya drainase dibangun kecil dan tidak semua jalan dilengkapi dengan drainase.
Selain itu di atas drainase juga banyak didirikan bangunan dan sampah dibuang ke
drainase.

“Kawasan hulu sungai-sungai di Kota Padang yang merupakan kawasan hutan yang
berfungsi sebagai hutan lindung dan konservasi juga tidak terjaga dengan baik,
pembukaan kawasan hutan dan perambahan membuat daya tampung hutan sebagai
wilayah resapan menurun, menyebabkan air sungai cepat mengalir ke muara,”
katanya.
Wali Kota Padang Emzalmi juga menilai tidak berfungsinya drainase sebagai penyebab
utama banjir.

"Penyebab utamanya saluran air dari drainase yang tidak berfungsi," katanya.

Setahun terakhir Pemko Padang telah memperbaiki drainase di beberapa lokasi yang
sering banjir, namun masih terlalu sedikit untuk menanggulangi kota dari ancaman
banjir. (Ditulis 1 Juni 2017)

(Contoh BERITA-03)

Kelompok Muslim Tolak Krematorium HBT


di Pecinaan Padang
Syofiardi Bachyul Jb

Sekelompok muslim di Kota Padang yang dipimpin Irfianda Abidin memprotes


kehadiran krematorum milik HBT (Himpunan Bersatu Teguh atau Heng Beng Tong) di
Rumah Duka HBT, kawasan Pondok (pecinaan), Jalan Klenteng No.240 C, Kelurahan
Batang Arau, Padang Selatan, Kota Padang.

Puluhan muslim yang mengklaim dari berbagai ormas dan warga sekitar mendatangi
krematorium tersebut pada Rabu (22/3) dan berorasi agar krematorium segera ditutup.
Aksi ranpa izin tersebut dihalangi sepeleton polisi anti huru-hara di depan pintu tinggi
Rumah Duka HBT yang tertutup rapat.

Koordinator aksi, Irfianda Abidin kepada The Jakarta Post mengatakan, aktivitas
pembakaran mayat tidak sesuai dengan akidah umat Islam sebagai pemilik daerah dan
aktivitas krematorum haram hukumnya di Ranah Minang yang berfalsafat “Adat
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (adat mengacu pada hukum Islam dan
hukum Islam mengacu pada Al-Quran).

“Bagi kami bukan masalah alat mereka canggih sehingga tidak berbau dan setetes pun
tidak ada air yang keluar dari pembakaran, tapi ini soal akidah, karena Masjid
Muhammadan juga terletak tak jauh dari sana, masih masuk dalam radius 40 rumah
dari masjid harus tidak ada aktivitas maksiat dan kegiatan bertentangan dengan ajaran
Islam,” ujarnya, Jumat (24/3).

Irianda mengatakan, tidak pernah menolak kehadiran krematorium di dua Tempat


Pemakaman Umum (TPU) Tionghoa di Bungus dan Bukit Gado-gado. Hanya menolak
di pemukiman warga.
Ia menyayangkan Pemerintah Kota Padang mengeluakan izin hanya berdasarkan izin
usaha dan rekomendasi dari pimpinan DPRD Kota Padang. Namun, ia menekankan,
tidak fokus pada wewenang izin Pemko Padang, tapi fokus menghadapi krematorium
HBT dan berjanji akan tetap menghalangi.

Tuako (ketua) HBT Padang, Andreas Sofiandi yang dikontak mengaku memilih untuk
tidak menghadapi polemik penolakan.

“Kami tak menanggapi apa-apa, tidak ingin berpolemik, menyerahkan saja kepada
peraturan, kami serahkankan saja kepada Pak Wali Kota Padang merespon, bagi kami
krematorium tidak ada masalah, hanya kebutuhan saja,” ujarnya, Jumat (24/3).

Andreas menyebutkan, dari Tionghoa anggota HBT yang meninggal dan minta
dikremasi hanya 10-15 orang dalam setahun. Dan peralatan krematorium yang
disediakan HBT hanya untuk menghormati jenazah.

Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah yang dikonfirmasi The Jakarta Post
menyebutkan masih menunggu para pihak yang bermasalah terhadap kehadiran
krematorium untuk menyelesaikan persoalan.

“Saya perlu mendengarkan dulu karena belum jelas dan mendapatkan alasan segala
macam, insya Allah dalam waktu dekat,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
tersebut.

Kehadiran krematorium HBT tersebut juga ditentang Albert Hendra Lukman, satu-
satunya anggota DPRD Sumatera Barat dari etnis Tionghoa yang juga pengurus HTT
(Himpunan Tjinta Teman), organisai Tionghoa besar lainnya yang sudah ada sejak
Kolonial Belanda di Padang.

Menurutnya, kehadiran krematorium berdasarkan Perturan Pemeritah No.9/1987


tentang Penyediaan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Tempat Pemakaman di
sebuah daerah harus dilanjutkan dengan peraturan daerah dan tidak boleh di kawasan
pemukiman di tengah kota.

“Saya sudah sampaikan hal ini kepada pengurus HBT dan menyarankan agar
krematorium canggih mereka ditaruh saja di TPU Bungus, sebab selain terkait aturan
juga dikhawatirkan juga akan menimbulkan gesekan sentiment etnis dan agama yang
sekarang sedang tinggi dan bisa melebar kepada semua etnis Tionghoa di Padang, itu
yang tidak kita inginkan,” kata Albert yang juga politisi PDI Perjuangan.

Menurut Albert, krematorium HBT tersebut pertama didirikan pada 2015, sudah jalan
kremasi kira-kira 5 jenazah dalam tiga bulan, kemudian dihentikan karena diprotes
kelompok muslim dan ditutup atas rekomendasi DPRD Padang.

Kemudian November 2016 beroperasi kembali berdasarkan izin gangguan dari Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Izin berdasarkan rekomendasi
dari pimpinan DPRD Kota Padang dengan menyebut setelah melakukan studi banding
ke krematorium Hevent Jakarta.

DPRD menyarankan saat kramtorium tidak melakukan keramaian ke jalan di bagian


belakang gedung yang satu ruas dengan jalan masjid dan krematorium tidak dilakukan
pada Jumat dan hari-hari besar Islam. Kremasi pertama berlangsung Senin (20/3) dan
kemudian menimbulkan protes dari kelompok muslim.

“Sejak 1990-an di Padang sudah ada krematorum milik HBT di TPU Bukit Gado-Gado
dan krematorium milik HTT di Bungus, izinnya hanya inklud dianggap sebagai aktivitas
kuburan, jadi ada pilihan bagi warga Tionghoa yang ingin dikubur atau dikremasi,
memang alatnya sudah tua yang butuh kremasi empat jam, sedangkan alat baru milik
HBT tersebut hanya 2 jam,” katanya.

Menurutnya, dalam setahun aktivitas kremasi di HTT 50 jenazah dari 80 yang


meninggal. Sedangkan di HBT sekitar 40 yang dikremasi dari 60 jenazah. Pilihan
dikremasi lebih tinggi atau sekitar 60 persen dibanding dikuburkan.

Hal itu, katanya, tidak lagi terkait karena mahalnya biaya kuburan yang ditetapkan
Pemko Padang melalui perda untuk kelebihan tanah kuburan yang sempat
memberatkan kalangan Tionghoa.

“Ini perdanya sudah direvisi Juni 2016, dari semula sekitar Rp5,6 juta per dua tahun
untuk satu kuburan menjadi Rp2,5 juta per dua tahun, ada kekurangan 60 persen, jadi
tak terlalu memberatkan lagi,” ujarnya. (Ditulis 24 Maret 2017)

Anda mungkin juga menyukai