Dasar Teori
1. pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau tingkat
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.pH adalah ukuran logaritmik dari konsentrasi ion
hidrogen dari larutan. Nilai pH merupakan negatif logaritma dari konsentrasi ion hidrogen.
pH = - log [H+]
SDI ( Silt density index) : kecendurangan untuk fouling pada membran RO/NF. Pengukuran SDI
adalah dengan menghitung kecepatan plugging pada 0,45 µm. Standart pengukuran SDI
terdapat pada ASTM D4189-82.
6. %Recovery
Recovery didefinisikan sebagai jumlah dari feedwater yang terkonversi menjadi produk atau
“permeate”. Dinyatakan dalam bentuk %percent feedwater yang menjadi produk. Semakin
Besar % recovery, semakin kecil limbah air laut yang dihasilkan. %recovery biasanya
dioperasikan pada nilai tertingginya untuk memaksimalkan flow air untuk mencegah
pengendapan pada system membran Menghitung % recovery adalah sebagai berikut :
7. %rejection
Rejection (salt rejection) merupakan jumlah TDS yang tertahan oleh membrane. Dinyatakan
dalam %konsentrasi feed. Semakin besar nilai rejection, semakin murni produk yang dihasilkan.
Rejection bergantung pada tipe air laut dan tipe membrane..
8. Salt Passage
Salt Passage adalah kebalikan dari %rejection. Sebagai contoh untuk system dengan 98%
rejection berarti memilki %salt passage sebesar 2%. Berikut merupakan cara penghitungan dari
%salt passage
Salt Passage % = (1 – Salt Rejection%)
9. Concentration Factor
Concentration factor adalah perbandingan dari feed flow rate dan reject flow rate, jika
konsentrasi dari rejction terlalu pekat dapat berakibat pada terjadina scaling pada permukaan
RO.
10. Flux
Flux didefinisikan Jumlah air yang melewati membrane per satuan waktu ( L/m2 jam). Semakin
kecil flux, semakin lama waktu zat tertahan dalam membrane mengakibakan Fouling dan scaling
pada membrane
Sebagai contoh, Jika RO system menghasilkan 75 galon per menit (gpm). Anda Memiliki 3 RO dan
tiap RO memiliki 6 membran. Maka total anda memiliki 3 x 6 = 18. Dimisalkan Membran tersebut memiliki
luas kontak 365 ft2. Untuk menghitung flux
Perpindahan secara alami akibat perbedaan konsentrasi melalui membrane semi-permeable. Terjadi
perpindahan dari air yang memiliki konsentrasi Total Dissolved Solid (TDS) rendah ke konsentrasi TDS
tinggi hingga konsentrasi keduanya sama (proses alami) . Reverse Osmosis adalah Proses kebalikan dari
Osmosis. Jika pada Larutan yang memiliki TDS tinggi (osmotic pressure tinggi) diberi tekanan yang
melebihi osmotic pressurenya, maka air akan berpindah ke konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah
(reverse osmosis)
Gambar Proses Osmosis VS proses Reverse Osmosis
Perbedaan konsentrasi mempengaruhi osmotic pressuer dari larutan, semakin tinggi konsentrasi TDS,
semakin tinggi konsentrasi nya. Untuk setiap 100 mg/L TDS memliki osmotic pressure sebesar 0,6 – 11psig
(4.1 sampai 7.6 KPag). Untuk air laut dengan konsentrasi 35000 mg/L TDS memiiki osmotic pressure 350
psig (2.4 MPag). Untuk Brackish water dengan konsentrasi 1500 mg/L TDS memiliki osmotic pressure 15
psig (103 KPag).
Membran RO
Membran yang digunakan pada RO biasanya adalah Metric cellulose acetate (CA) dan polyamide komposit
(PA). Kemudian membrane tersebut disusun dengan polysulfane dan polyester. Berikut merupakan skema
dari Membran Penyusunan material pada membrane RO
Gambar Susunan Membran RO
Berikut merupakan
1. Pre – Filter : Pre filter digunakan untuk menghilangkan Sediment yang berpotensi menyumbat
membran RO seperti pasir, debu dan lumpur.
2. RO membrane : Merupakan Komponen utama dari system RO. Berfungsi untuk menyaring
kontaminan dan menghasilkan air produk (permeate)
3. Pressure Vessel : Sebagai wadah untuk Membran RO (biasanya berbentuk tabung berlubang).
4. Pompa : sebagai alat pemberi tekanan pada air untuk melewati membrane RO. Merupakan
komponen yang menggunakan energy paling banyak pada system RO
5. Valve : Pengontrol laju alir dan tekanan pada RO system. Umumnya terdapat dua valve pada RO
unit yaitu pada feed water piping dan konsentrat piping.
6. Storage tank : Penampung effluent dari RO (permeate)
7. Drain Line : Membuang Konsentrat yang tertahan oleh membrane
Penyusunan Membran RO
Umumnya, Membran disusun dalam bentuk spiral. Bentuk konfigurasi spiral memiliki keunggulan
dibandingkan dengan jenis penyusunan lain seperti tabung, pelat berbingkai dan fiber berongga.
Konfigurasi spiral menawarkan biaya penggantian yang rendah, system saluran pemurnian yang simple,
mudah diperbaiki dan kebebasan dalam system konfigurasi. Dua lembar membrane direkatkan dan
diletakkan permeate spacer diantara kedua membrane tersebut. Fungsi spacer disini sebagai tempat
mengalirnya air dan membuar air menjadi turbulen sehingga air dapat mengalir meskipun dalam tekanan
tinggi.
Umumnya sebuah system RO didesain dengan operasi kontinyu. Variasi dari temperature feed water
dan efek fouling dapat diatasi dengan mengatur tekanan feed.
Pada kondisi tertentu dimana volume feed yang sedikit dan sering diskontinyu (pada proses limbah
umumnya), Proses batch lebih cocok untuk diaplikasikan. Umpan RO diletakkan pada sebuah tangki dan
diproses sesuai kondisi. Air permeate kemudian menuju produk dan konsentrat dikembalikan kedalam
tangki. Pada akhir proses batch, sebagian kecil konsentrat tetap pada tangka yang kemudian di drain.
Saat proses drain selesai, dilakukan proses pembersihan membrane. Berikut merupakan diagram RO
proses batch
Semi-batch mode adalah modifikasi dari batch mode dimana saat RO beroperasi, feed tank diisi oleh
feedwater. Setiiap batch diakhiri dengan feed tank yang memiliki konsentrat tinggi.
Proses Pre-treatment
Untuk meningkatkan efisiensi dan Masa Pakai dari sistem membrane Reverse osmosis, dibutuhkan
system pretreatment air yang baik sebelum memasuki RO. Melakukan pretreatment yang baik akan
meminimalkan fouling, scaling dan degradasi membrane.
Fouling adalah akumulasi dari berbagai macam material dari feed water kepada bagian permukaan aktid
membrane dan pada feed spacer yang menyebabkan masalah operasional. Fouling sendiri termasuk
pembentukan lapian akibat scaling. Koloidal fouling adalah tetutupnya membran akibat dari adanya
partikulat atau partikel kolloid seperti flok besi atau lumpur. Biological fouling akibat terbentuknya
biofilm dan organic film sepeti minyak. Scaling merujuk kepada pengendapan dan deposit akibat dari
kalsium carbonate.
Clarifier (Teori)
Sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk bertujuan untuk menghilangkan padatan
dengan cara mengendapan material tersebut. Clarifier umumnya dipakai untuk menghilangkan
partikel padat atau partikel tersuspensi (TSS) pada air dengan memadatkan partikel tersebut.
Partikel tersebut kemudian mengendapa dan membentuk “sludge” pada dasar clarifier dan akan
di drain keluar dari tangki dengan sludge discharge. Air hasil pemurnian akan keluar pada bagian
atas tangki.
Gambar Clarifier Tank
Pada Clarifier, perlu adanya suatu bahan kimia yang membuat proses dari pengendapan
suspended solid berjalan dengan cepat sehingga suspended solid tidak terikut dalam hasil
effluent produk. Bahan Kimia tersebut adalah koagulan dan flokulan. Koagulan diinjeksikan pada
aliran turbulen sedangkan flokkulan dinjeksikan pada aliran laminar.
Menurunkan NTU dari keluaran clarifier dari nilai 3 NTU menjadi <1 NTU (batas maximum masuk ke RO).
Antrasit merupakan media filter untuk mengurangi turbidity dan penghilangan suspended solid. Antrasit
memiliki kandungan karbon yang tinggi sehingga tahan terhadap berbagai jenis baha kimia dan memiliki
kekuatan fisik tinggi.-Memperlama rentang waktu cleaning dari filter dan menambah volume produk
yang dihasilkan. Mempermudah pembentukan microfloc dan mudah terbentuk biofilm pada antrasit
sehingga sebagai treatment biologis.
Filter Sand
Garnet
Gravel
Digunakan sebagai penyupport dari media filter seperti sand filter dan antrachite filter. Gravel tidak
hanya berfungsi mencegah media filter terikut keluar pada saat proses filtrasi, tetapi juga sebagai
pendistribusi flow saat backwash
Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi mampu menyaring partikel berukuran makro-molekul yang memiliki ukuran 2 – 1000
angstrom (sampai dengan 0,1 mikron). Partikel yang dapat disaring oleh membrane ini adalah koloid,
protein, pengotor mikrobiologi dan partikel organic. Mengurangi partiker organic terlarut dan koloid,
mengurangi kandungan TOC (total organic carbon) seperti protein, gula, lemak dan alcohol dapat juga
mengurangi kandungan bakteri.
Diameter pori dari UF adalah 0.01 – 0.05 mikron diman membrane UF memiliki masa pakai 7 tahun atau
lebih. Ultrafiltrasi beroperasi pada tekanan 50 psig dan memiliki laju flux sekitar 50 – 200 GFD. Material
yang tidak tersaring oleh UF adalah material organic yang memiliki berat molekul yang rendah dan ion.
Karena hanya zat yang memiliki berat molekul tinggi yang dihilangkan, perbedaan tekanan osmotic
dapat diabaikan.
Gambar. Ultrafiltration
Kartridge Filter
Sebuah Filter kartrid dengan diameter minimal kurang dari 10 µm disarankan untuk proses pretreatment
awal RO. Peralatan tersebut dipasang untuk melindungi membrane dan pompa bertekanan tinggi dari
partikel tersuspensi. Peralatan ini biasanya dipasang pada bagian trakhir proses pretreatment. Ukuran
Diameter pori yang disarankan adalah 5 µm. Semakin baik proses filtrasi, semakin jarang RO membran
dibersihkan. Jika ada resiko fouling dari Koloid silika atau metal silika, Disarankan untuk menggunakan 1-
3 µm. Kartridge harus dibuat dengan material yang tidak mudah terdegradasi (contoh nylon dan
polypropylene) dan dilengkapi dengan indikator tekanan yang berfungsi indikasi fouling pada cartridge.
Gambar Cartridge filter
Chemical Addition
1. Chlorine Injection
Injeksi chlorine dapat digunakan untuk mencegah terjadinya biofouling karena dapat menonaktifkan
mikroorganisme dengan baik. Efektivitas dari chlorine tergantung dari konsentrasi penginjeksian, lama
kontak, dan PH air. Injeksi chlorine terlalu banyak dapat meningkatakn nutrient level dari bakteri karena
zat organic dapat terpecah menjadi kecil dan menjadi makanan bakteri (antiscallant dan asam juga arus
dibatasi. Konsentrasi terbaik adalah 0,5 mg/L chlorine. Lama kontak Chlorine dengan bakteri yang
disarankan adalah 30 menit. Pada kondisi basa chlorine dapat menyerang membrane secara cepat
daripada kondisi netral dan asam adanya Fe juga dapat menjadi katalis degradasi membrane. Feed water
yang mengandung chlorine perlu dihilangkan sebelum air memasuki system RO ( diverifikasi dengan ORP).
Proses Klorinasi
Chlroine pada alam umumnya berfase gas dan dalam bentuk hipoklorit pada sodium dan kalsium. Pada
Air, klorin terhidrolisis menjadi asam hipoklorit
Asam Hipoklorit terdisosiasi dalam air menjadi ion hydrogen dan ion hipoklorit
Jumlah dari CL2, NaOCl, Ca(OCl)2, HOCL dam OCL- disebut sebagai Free Avaible Chlorine (FAC) atau Free
Residual Chlorine (FRC) dinyatakan dalam satuan mg/L Cl2. Chlorine dan ammonia membentuk senyawa
chloroamine dan disebut sebagai Combine available chlorine (CAC) atau combined Residual Chlorine
(CRC). Jumlah dari FRC dan CRC disebut sebagai Total Residual Chlorine (TRC).
Pada pH 7.5 ((25 C), 40 mg/L TDS), hanya 50% dari FRC yang terbentuk sebagai HOCl, akan tetapi untuk
pH 6.5, fraksi HOCl meningkat menjadi 90%. Fraksi HOCL juga meningkat dengan turunnya temperature.
Perbedaan dari klorinasi pada air laut dan air payau adaah adanya konsentrasi bromide pada air laut
umumnya 65 mg/L. Bromida bereaksi dengan asam hipoklorit dengan cepat membentuk asam
hipobromous
Menyebabkan air laut yang telah diinjeksi chlorine didominasi HOBr daripada HOCl.
Proses disosiasi HOBr lebih rendah daripada HOCl. Pada PH 8, saat 72% HOCl terdisosiasi, hanya sekitar
17% HOBR terdisosiasi. Dengan kata lain, pada air laut perlu digunakan pada PH lebih asam daripada air
payau dimana tidak terdapat ion bromide
2. Sodium MetaBisulfite
Penambahan sodium metabiulfite bertujuan sebagai proses deklorinasi. Pada Proses desalinasi yang
menggunakan membrane RO, Air harus di deklorinasi untuk mencegah proses oksidasi pada
membran tersebut. Proses degradasi dapat terjadi akibat membrane terpapar 1 mg/L free chlorine
selama 200 – 1000 Jam. Kecepatan dari oksidasi klorin bergantung pada karakteristik dari kualitas
air. PH basa dapat mempercepat proses oksidasi klorin. Selain itu, tinggi temperature dan tingginya
konsentrasi metal berat (cth : besi) dapat menjadi katalis degradasi membrane.
Klorine residual dapat dikurangi dengan proses karbon aktif dan Bahan kimia pereduksi. Sebuah bed
berisi karbon sangat efektif untuk proses deklorinasi RO
Sodium Metabilsufite (SMBS) umumnya digunakan karena biaya rendah. Ketika larut dalam air,
Sodium bisulfite (SBS) membentuk SMBS
SMBS harus berjenis food grade dan murni dari pengotor. SMBS padat memiliki masa pakai dalam
kondisi penyimpanan kering. Pada Saat diencerkan dengan air, SMBS dapat mudah teroksdasi jika
terkena udara. Berikut merupakan umur dari SMBS
Fungsi dari penambahan koagulan adalah menyerap atau bereaksi dengan partikel padat yang
memiliki muatan netralisasi dan menetralkan muatan (netralisasi muatan) tersebut sehingga partikel
padat tidak tolak menolak satu sama lain. Setelah Partikel bermuatan netral dan terbentuk micro-floc,
kemudian ditambahkan flokkulan untuk mengikat micro-floc menjadi macro-floc (bridging) sehingga
partikel akan mengendap. Untuk penginjeksian koagulan dibutuhkan penginjeksian dengan larutan
turbulen, sedangkan untuk flocculant adalah larutan laminar. Proses flokulasi sendiri merupakan
proses penggabungan dari floc kecil menjadi floc besar dan dibutuhkan proses secara perlahan.
Koagulan terbagi menjadi 2, yaitu organic koagulan dan non-organik koagulan. Organik koagulan antara
lain Polyamine dan melamine formaldehida. Organik koagulan digunakan ketika proses pada clarifier
ingin meghasilkan sludge. Non-Organik koagulan antara lain alumunium sulfate, Alumunium chloride,
PACL, Ferric sulfate, ferrous sulfate, dan Ferric chloride. Pencampuran koagulan lebih efektif dengan
menggunakan pencampuran organic dan anorganik daripada menggunakan masing – masing bahan
kimia itu sendiri. Untuk flokkulan terbagi menjadi dua berdasarkan jenis muatannya. Kationik Flocculan
dan Anonic Flokulan. Kationik Flokkulan antara lain ETAC (N,N-Dimethylaminoethyl Acrylate Methyl
Chloride Quaternary) dan METAC (N,N-Dimethylaminoethyl Methacrylate Methyl Chloride Quaternary)
and acrylamide.
1. Jumlah alkalinity yang muncul dalam air dapat mengeliminasi pilihan beberapa koagulan
2. Jumlah Turbidity menentukan dosis koagulan yang diinjeksikan
Akalinitas
Alkalinitas merupakan faktor penting ketika memilih koagulan bertipe meal seperti PACL
(polyhidroxyl Alumunium chloride), Alumunium Sulphate (alum) dan Ferric Sulphate. Koagulan
berjenis ini membutuhkan beberapa alkalinity untuk mendorong reaksi hidrolisis yang
memaksimalkan fungsi koagulan. Jika air memiliki alkalinitas yang rendah, dibawah 50 mg/L,
gunakan Garam metal asam untuk mengatasinya. Terdapat dua opsi, yaitu menambahkan zat
alkali seperti NaOH, Ca(OH)2 atau Na2CO3. Atau menggunakan “high basicity coagulant (>50%
basicity) seperti PACl dan ACH. Jika air yang akan ditreatment mengandung alkalinitas yang sangat
rendah, maka perlu digunakan alkalinitas buatan. Pada kasus tersebut perlu digunakan kombinasi
dari garam alumunium berjenis Asam dan basa, PACl, ACH digabung bersama sodium aluminate.
Jika Alkalinity lebih dari >50 mg/L maka reasi koagulasi akan berjalan dengan baik. Jika dibutuhkan
dosis koagulan yang tinggi (dua kali dari alkalinitas air) maka perlu ditambah beberapa alkalinity
untuk mendorong reaksi hidrolisis.
pH
pH merupakan salah satu faktor pertimbangan memilih jenis koagulan. Jika pH lebih dari 8.5,
maka perlu digunakan Koagulan berjenis asam yang akan menurunkan pH hingga 7.
Turbidity
Untuk Air yang memiliki turbidity rendah (<10 NTU) tidak disarankan menggunakan organic
polyelectrolyte. Disarankan untuk memilih inorganic koagulan. Untuk air yang memiliki turbidity
moderate, perlu digunakan garam inorganic. Pada kondisi turbidiy yang tinggi ketika kondisi
turbidity air meningkat pesat, pilihan yang tepat dengan menggunakan PACl digabungkan
dengan polyepiamine.
DOC/ COLOUR
Temperture
Temperatur dapat berdampak pada performa garam inorganic metal yang bergantung pada
reaksi. Suhu yang dianjurkan untuk proses koagulasi adalah 10 – 25 C
Hardness,
Kerak
Kerak pada membran terbentuk ketika garam terlarut konsentrasina naik melebihi batas kelarutannya.
Sebagai contoh, jika RO beroperasi pada 50 % recovery, konsentrasi dari rejection lebih besar 2x lipat
daripada konsentrasi air masuk Semakin tinggi %recovery, semakin tinggi resiko terjadi kerak. Berikut
merupakan cara untuk mencegah kerak
Antikerak dapat digunakan untuk mengontrol kerak karbonat, kerak sulfat dan kerak kalsium fluoride.
Terdapat tiga jenis anti kerak. Sodium hexametaphospate (SHMP), Organphospate dam polyacrylic.
Organophospate lebih stabil daripada SHMP. Molekul tersebut bertindak sebagai antifouling untuk
Alumunium dan besi yang tidak terlarut, untuk tetap terlarut. Polyacrylate terkenal untuk mengurangi
kerak silika dengan cara mekanisme dispersi. Untuk tipe berjenis cationic polimer dapat berikatan dengan
anti scale bermuatan negative sehingga membentuk endapan seperti karet yang sulit dihilangkan pada
membrane. Dosis penambahan anti scale harus sesuai dengan parameter.
Lime Softening
Pelunakaan dengan kapur hidrat dapat digunakan untuk mengurangi kadar karbonat. Dengan reaksi
Kesadahan kalsium yang tidak berasal dari kalsium karbonat dapat dikurangi dengan cara penambahan
sodium karbonat (soda abu)
Kapur-soda abu dapat digunakan untuk mengurangi konsentrasi silika. Ketika sodium aluminate dan
ferric klorida ditambahkan, akan terbentuk endapan kalsium karbonat dan komplek asam silikat,
alumunium oksida dan besi. Proses ini dilakukan denang suhu 60 – 70 C, kadar silika dapat dikurangi
dengan campuran kapur dan magnesium oksida berpori.
BAB 2
Flow Diagram RO plant secara Umum dar proses pretreatment sampai dengan RO plant adalah
sebagai berikut
Proses Pretreatment
Injeksi Chlorine
Sea Water intake pump memompakan air laut melewati Bar screen dan travelling screen. Pada .
Konsentrasi terbaik adalah 0,5 mg/L chlorine. Lama kontak Chlorine dengan bakteri yang
disarankan adalah 30 menit.
Clarifier
Setelah Diinjeksi Chlorine kemudian air masuk kedalam Clarifier. Didalam clarifier dilakukan
injeksi Koagulan dan flokkulan. Kadar Injeksi koagulan dan flokkulan ditentuka berdasarkan dari
bahan kimia yang digunakan. Air Umpan clarifier memiliki parameter turbdity sekitar 45 NTU dan
keluaran dari proses clarifier dibawah 3 NTU. Pada clarifier parikel tersebu TSS akan mengendap
membentu sludge yang kemudian di drain. Air hasil proses dari clarifer keluar pada bagan atas
clarifier disebut effluent.
Multi Media Filter
Air keluaran dari clarifier masih mengandung suspended solid kemudian masuk ke dalam multi
media filter. Air keluar dari multi media filter memiliki turbidity dibawah 1 NTU. Karena bertindak
sebagai filter, MMF akan jenuh dan ditunjukkan Pressure drop yang tinggi pada bed atau
meningkatnya turbidiy pada produk MMF. Indikasi tersebut menunjukkan MMF perlu dilakukan
backwash.
Backwash Perlu dilakukan jika delta tekanan mencapai 10 psi atau turbidity dari effluent MMF
meningkat 10%. Sebagai catatan, Normal Pressure drop pada MMF jika filter “bersih” adalah
sekitat 3-7 psi.
Backwash dilakukan dengan cara membalik aliran air yang masuk ke dalam MMF untuk
menghilangkan partikel padat yang terikat dalam bed. Seluruh bed akan terangkat oleh air pada
saat backwash sehingga partikel padat tersebut akan keluar melalui bagian atas tangki (inlet
MMF). Kerikil bagian bawah tidak ikut terangkat dan membantu mendistribusikan aliran
backwash secara merata.
Flow ideal backwash adalah 12-15 gpm/sq ft dimana pada kecepatan tersebut bed akan terangkat
tanpa ikut terbuang keluar tangka. Pada banyak peratlatan dilengkapi dengan penahan lajur alir
untuk menahan laju alir tidak terlalu deras akibat perubahan suhu pada air.
Setlah backwash, dilakukan settle dan dilakukan pembilasan.
Untuk Media filter berjenis antrasit dan pasir memiliki range penyaringan 0.45 mm - 1 mm
Ultrafiltration (UF)
Ultrafiltration bertujuan, mengurangi SDI < 1, mengurangi molekul yang berukuran <0,02 mikron.
Tekanan operasi UF adalah 15 -100 psi (1 – 7 bar). Proses UF dapat meringankan kerja dari RO
dengan menghasilkan effluent dengan TSS serendah mungkin sehingga membran RO tidak mudah
terjadi fouling.
Chemical Injection
Injeksi SMBS
Berdasarkan teori, 1,34 mg sodium metabisulfite akan menghilangkan 1 mg klorin bebas. Tetapi
pada penerapannya Sodium metabisulfite yang digunakan untuk menghilangkan 1 mg klorin
bebas adalah 3 mg. Meskipun proses deklorinasi dilakukan dengan reaksi yang cepat, tetap
dibutuhkan pencampuran yang baik untuk menjamin reaksi telah terjadi dengan baik. Perlunya
digunakan pengaduk statis. Titik injeksi yang direkomendasikan adalah pada titik awal sebelum
kartrid. Larutan SMBS harus disaring melewati kartrid terpisah sebelum diinjeksikan kedalam feed
RO. Air yang telah terdeklorinasi tidak boleh disimpan dalam tangki. Ketika terjadi fouling pada
membrane RO akibat metal berat seperti Co dan Cu, residual dari SBS (sampai dengan 30 ppm)
sebagian teroksidasi akibat adanya oksigen berlebih. Ketika ada potensi fouling dari metal
tersebut, dosis peinjeksian SBS harus dikontrol dengan ORP 35. Kadar klorine pada feedwaer RO
dikontrol dengan elektroda ORP pada bagian keluaran pencampuran dengan metabisulfite.
Parameter ORP nya adalah 175 – 200mV dan instrumentasi akan mematikan pompa feedwater
jika kadar klorin tinggi.
Injeksi Anti Scale
Pada RO plant yang beroperasi dengan kisaran TDS 35000 mg/L, kerak bukan permasalahan
utama seperti pada Brackish water RO karena % recovery SWRO dibatasi oleh tekanan osmotik
pada rejection 30 – 45%. Sebaiknya, scale inhibitor diinjeksikan ketika RO beropeasi diatas
recovery >35%. Kadar penginjeksian anti scale adalah ….. ,dan diinjeksikan pada (2.5 ppm)
Cartridge Filter (proses penyaringan pada cartrid)
Sebelum memasuki membrane Reverse osmosis terdapat sebuah cartridge untuk menyaring
padatan yang lolos dari UF dan berfungsi sebagai pengaman membran Reverse osmosis agar tidak
mudah terjadi fouling pada RO.
Troubleshooting
Profilling
Jika RO memiliki konsentrasi TDS pada permeate tinggi, maka perlu dicari sumber dari kebocoran
membran. Untuk mencari dimana letak terjadi kebocoran maka perlu dilakukan profiling pada
tiap – tiap vessel (pengecekan TDS atau konduktivity). Perlu dilakukan pengecekan pada Vessel
mana yang meimiliki nilai konduktiviti berbeda pada stage yang sama.
Pada grafik diatas, untuk kondisi vessel yang normal menunjukkan kenaikan secara bertahap. Jika vessel
terdapat ketidak normalan maka terjadi kenaikan konduk secara signifikkan pada tiitik tertentu.
Water EC (mikroS/cm) K
Permeate 10-100 0.5
3000 - 8000 0.55
Seawater 45000 - 60000 0.7
Concentrate 65000 - 85000 0.75
Integrity Monitoring
Troubleshooting
Jika Performa dari RO plant tidak memenuhi ekspetasi, Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan
kalibrasi pada alat pengukuran. Kemudian, Langkah berikutnya adalah mengevaluasi performa operasi
dari system RO. Evaluasi dilakukan dengan melakukan performance test pada RO plant (Menormalkan
flow rate permeate, Rejection dan pressure drop). Jika terdapat perbedaan antara performa RO saat ini
dengan Performa RO saat start up maka perlu dilakukan identifikasi masalah.
Pada saat terjadi penurunan performa RO, maka dapat dilakukan Test langsung pada Site RO
Ketika mengukur berat suatu element RO, element harus diletakkan secara vertical selama 30 menit,
(untuk menhilangkan air) sebelum mengukur beratnya. Umumnya, berat element baru pada kondisi basah
adalah 15 – 16 kg. Mengukur berat element RO dapat mengetahui kecenderungan element untuk scaling
dan fouling pada vessel.
Gambar Contoh pengukuran massa element pada vessel
1. Cleaning RO
Pada saat normal operasi, membrane pada RO dapat terkena fouling akibat kerak dari mineral,
partikel biologi, partikel koloid dan partikel inorganic. Deposit yang terbentuk pada permukaan
membrane pada saat proses operasi dapat meenyebabkan berkurangnya flow normal permeate,
berkurangnya salt rejection pada saat normal operasi, atau keduanya.
Jika tidak dilakukan proses cleaning dalam waktu yang lama, maka proses cleaning tersebut tidak akan
mengembalikan performa RO seperti semula. Waktu jeda antar cleaning akan semakin sempit karena
membrane akan semakin mudah terbentuk kerak dan fouling.
6 langkah kleaning
1. Isi larutan cleaning
2. “Low Flow Pump” – panaskan lakukan cleaning pada kondisi yang diinginkan. Gunakan
tekanan yang cukup kompensasi pressure drop dari feed ke konsentrat. Tekanan harus
serendah mungkin agar tidak terbentuk permeate atau sedikit permeate yang terbentuk.
Tekanan rendah meminimalkan terbentuk deposit kembali pada membrane. Jika diperlukan,
drain konsentrat untuk mencegah terjadinya pengenceran pada larutan cleaning.
3. Recycle. Setelah air proses dipindahkan, larutan cleaning akan menuju larutan line
konsentrat. Kemudian recycle konsentrat dan permeate hingga temperature di setiap titik
stabil. Kemudian atur pH dari larutan tersebut.
4. Perendaman, Matika pompadan biarkan membrane terendam dalam larutan cleaning.
Biasanya periode perendaman adalah 1 jam. Untuk fouling yang susah untuk dihilangkan
perlu diperlama waktu proses perendaman hingga semalam (10 – 15 Jam). Untuk menjaga
temperature tetap tinggi pada periode perendamana yang lama. Perlu diperkecil flow rate
dari larutan cleaning. Biasanya temperature akan turun pada saat proses perendaman, dan
proses tersebut menjadi tidak efektif. (temperature drop lebih dari 5 C).
5. High Flow Pumping. Masukkan larutan cleaning dengan kecepatan tertentu sekitar 30 – 60
minute. Flow rate yang tinggi membersihkan foulant dari permukaan membrane. Jika
element terfouling dengan jumlah tinggi, flowrate dapat ditingkatkan 50% lebih tinggi. Pada
Flow rate lebih tinggi, pressure drop untuk membrane 15 psi per element atau 50 psi per –
multi element vessel. Batas tersebut merupakan batas tertinggi dapat menyebabkan
membrane damage.
6. Flush out – Bilas dengan air permeate dan deionized water, dengan temperature minimum
20 C.
7. Jika system di shutdown lebih dari 24 jam, element membrane harus direndam dengan 1%
berat sodium metabisulfite
Kalsium karbonat paling efektif dibersihkan dengan menggunakan HCl pada pH 1-2.
2. Penghilangan Biofouling
Gambar grafik pengarug pH pada proses penghilangan BioFouling
Cairan cleaning bersifat Asam berfungsi untuk menghilangkan partikel anorganik seperti endapan
besi, dimana Cairan cleaning basa berfungsi untuk menghilangkan fouling akibat partikel biologi.
Asam sulfat disarankan tidak digunakan untuk cleaning karena beresiko membentuk endapan
kalsium sulfat, perlunya digunakan air permeate RO atau air deionisasi sebagai pelarut cairan
cleaning
Membran Autopsi
Setelah dilakukan berbagai macam test untuk mengetahui penyebab turunnya permukaan RO, Metode
paling efektif untuk mencari penyebab tersebut adalah dengan membrane autopsy. Membran dipotong
memanjang agar membrane bisa dibuka (unrolled). Membran harus dibuka dengan hati – hati agar tidak
rusak. Kemudian dilakukan pengamatan pada membrane tersebut
Vakum Test
Vakum test umum digunakan sebagai metode untuk mengetahui kualitas dari membrane dengan
mengetahui adanya kebocoran atau tidak. Prosedur tersebut diawali dengan merendam modul
membrane pada waktu tertentu dengan air permeate (biasanya waktu 1 jam) dan menutup salah satu
ujung tabung dengan tutup rapat.
Trouble pada RO
Low Flow
Low flow dapat dikombinasikan dengan kondisi Passage : normal , low , high
Gambar. Biofouling pada membrane RO (kiri) dan Biofouling pada feed spacer (kanan)
Bersihkan dan sterlkan seluruh system, termasuk system pretreatment. Proses Cleaning dan
disinfektan yang tidak baik akan menyebabkan re-kontaminasi dengan cepat
Bilas dengan larutan PH tinggi
Cegah dengan injeksi chlorine yang tepat
Instalasi larutan anti-fouling
Larutan Bisulfite yang telah terdegradasi dapat menjadi sumber bio-fouling. Larutan terlalu lama
disimpan, disimpan terlalu panas, atau dioksidasi dengan oksigen menjadi penyebab utama
terdegradasinya bisulfite.
Low flow yang diiringi dengan high solute passage adalah penyebab umum terjadinya kegagalan RO plant.
Kemungkinan penyebabnya adalah
a. Coloidal Fouling
Untuk mengidentifikasi terjadinya colloidal fouling, perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut
Melihat record dari nilai SDI. Permasalah biasa terjadi akibat proses pretreatment yang abnormal
Analisa hasil residu pada SDI filter pad
Analisa hasil akumulasi pada per filter cartridge
Analisa deposit pada ujung keluaran feed pada stage pertama
Solusi permasalahan
DIlakukan cleaning foulant
Atur, normalkan dan modifikasi pretreatment
b. Fouling pada metal oksida
Fouling pada metal oksida terjadi umumnya pada first stage. Problem dapat mudah terdeteksi
ketika permeate flow terpasang pada setiap susunan RO. Sumber Penyebab utama dari Fouling
ini adalah
Feedwater yang mengandung Fe dan Al
Hidrogen sulfide di udara yang berkontak dengan feedwater menghasilkan metal sulfita
atau sulfur
Hasil korosi dari pipa, tangka atau komponen pada RO
Identifikasi masalah
Cek kandungan Fe da Al pada feedwater
Cek system yang terkorosi
Fouling Fe sangat mudah dideteksi seperti pada gambar dibawah
c. Kerak
Kerak adalah problem yang bersumber dari pengendapan dan deposit dari garam terlarut.
Umumnya terjadi pada system brackish water yang beroperasi dengan %recovery tinggi tanpa
diberi treatment yang baik. Kerak biasanya bermula dari bagian akhir stage kemudian menyebar.
Air yang mengandung calcium, bicarbonate dan sulfat yang berkonsentrasi tinggi dapat
membentuk kerak pada membrane dalam hitungan jam. Kerak akibat barium atau fluoride
biasanya berjalan dengan lambat karena konsentrasi nya rendah.
Identifikasi scale
Cek kandungan feedwater, apakah terdapat potensi terjadi kerak atau tidak
Analisa kandungan kalsium, barium, stronsium, sulfate, fluoride silika, pH dan LSI (langellier
saturation Index) pada konsentrate.
Analisa bagian Konsenrat pada RO
Analisa bagian ujung RO dan Autopsi bagian ujung RO
Kerak Biasanya keras dan kasar ketika dipegang, ketika sand paper, dan tidak dapat dihilangkan
Tindakan Korektif :
Membran compaction dan instrusi umumnya diindakasikan dengan flow permeate turun dan naiknya
salt rejection. Compaction merupakan hasl dari diaplikasikan tekanan dan suhu yang menekan
membrane yang berakibat turunnya flux dan salt passage. Intrusi adalah Plastik yang terdeformasi
ketika membrane tertekan oleh “permeate channel spacer” dengan tekanan dan temperature yang
berlebih. Teksture pada permeate spacer akan tertekan dan menghasilkan bekas pada membrane.
Instrusi pada membrane RO biasanya diindakasikan dengan low flow. Praktisnya, Compaction dan
instrusion sulit dibedakan. Akibat dari hal ini adalah :
Water hammer terjadi jika ketika pompa bertekanan tinggi dimasuki oleh udara.
Element yang rusak harus diganti dengan yang baru untuk menaikkan flux RO yang telah turun. Ketika
element baru terpasang dengan element lama, Tempatkan element baru pada posisi ujung (tail) dari
system untuk melindungi membrane dari flux yang terlalu tinggi. Element baru harus distribusikan
sama rata pada posisi parallel (setiap stage). Tidak disarankan memasang satu stage pada RO baru
dengan tidak tersebar merata pada setiap vessel. Hal ini berakibat pada tidak samanya distribusi flow
dan recovery dari setiap vessel.
B. Organic Fuling
Adsporpsi dari partikel organic pada permukaan membrane menyebabkan loss dari flux,
khususnya pada stage 1. Pada Banyak kasus, Lapissan adsorpsis bertindak sebagai penghalang
garam terlarut, atau menyumbat pin hole membrane, menghasilkan salt passage yang rendah.
Bahan organic yang memiliki Massa molekul yang tinggi atau hidrofob dengan cationic grup dapat
menghasilkan efek yang demikian. Sebagai contoh, Bekas minyak atau kation polyelectrolyte
(yang biasanya digunakan dalam pretreatment). Oganic sangat susah dihilangkan pada
permukaan membrane
Tindakan corrective
Cleaning organic. Sebagian organic dapat dihilangkan secara sempurna, sebagian tidak (heating
oil)
Benarkan pretreatment. Gunakan seminimal mungkin injeksi koagulan, Selalu monitor kandungan
feedwaater untuk mencegah overdosis
Modifikasi pretreatment (tambahkan pemisah oli dan air
d. Permeate backpressure
Ketika tekanan permeate melebihi tekanan konsentrate lebih dari 5 psi (0,3) bar, membrane
berpotensi untuk robek. Kerusakan dapat diindentifikasi dengan probing dan leak test dan
dipastikan dengan visual inspeksi pada saat autopsy.
Ketika element yang terkena backpressure dibuka (unrolled), Bagian luar membrane
umumnya terdapat lipatan pada tabung permeate, biasanya terdapat pada bagian terluar
yang ter-rekat. Membrane terlepas dari feed spacer dan melepuh.
Gambar : Membran yang terkena backpressure
A. Oksidasi membrane
Membrane yang miliki salt passage tinggi ang dikombinasikan dengan flow permeate yang tinggi
biasanya akibat dari membrane yang terokisdasi. Ketika free klorine, bromin dan ozon atau
Oksidator terdeteksi pada feedwater, Bagian depan element umunya yang terkena dampak lebih
dahulu. pH netral dan Basa cenderung untuk menyerang membrane
Oksidasi membrane dapat terjadi ketika dilakukan desinfektan menggunakan oksidator, atau
ketika batas pH dan temperature tidak diamati, dan ketika proses oksidasi terkatalisasi akibat
adanya Fe dan metal lainnya. Pada kasus ini, dampak kerusakan akan merata pada setiap
membrane
b. Kebocoran
Kebocoran terjadi akibat “kerusakan mekanik” pada element atau pada saluran permeate yang
dapat menyebabkan feed atau konsentrat masuk ke dalam permeate, umumnya terjadi saat RO
dioperasikan pada tekanan tinggi.
Pressure drop yang tinggi dari Feed ke konsentrat, merupakan problem pada system operasi karena profil
dari flux pada sistem terganggu pada karena suatu hal sehingga RO dioperasikan dengan high flux
sedangkan pada bagian ujung (tail) memiliki flux yang sangat rendah. Tekanan pada feed meningkat
dimana meningkatkan konsumsi energy. Perbeddan tekanan yang tinggi menyebabkan gaya yang besar
pada feed masuk kedalam membrane. Gaya ini diterima oleh tube permeate. Stress pada bagian terakhir
menjadi yabg paling besar dan harus menahan gaya akibat dari pressue drop
Batas atas perbedaan tekanan untuk katup multi element adalah 50 psi (3.5 bar), untuk per satuan
fiberglas element adaah 15 psi (1bar). Ketika batas ini terlampaui, meskipun dalam waktu yang singkat,
membrane akan mengalam telescop dan terkena dampak mekanik.
Vessel dalam membran akan pecah pada setiap titik tertentu, atau pada endcap akan menjulur keluar dari
element, Atau endcap akan rusak, dan bagian feedspacer akan terdorong keluar dari bagian konsentrat.
Meskipun dampak dari pressure drop mudah untuk didetekesi, normalnya tidak mempengaruhi performa
dari RO . kerusakan pada endcap menyebabkan byapass dari feedwaer dan berpotensi terbentuk scaling
dan fouling.
Meningkatnya pressure drop pada flow yang constant biasanya terjadi akibat munculnya serbuk, fouling
atau kerak pada feed spacer. Umumnya terjadi bersamaan dengan turunnya flow permeate.
Pressure drop yang berlebihan terjadi ketika Flowrate pada feedwater melebihi maksimum flowrate yang
direkomendasikan. Dapat terjadi juga pada saat start up, ketika flow feed water naik signifikkan. Efek
tersbeut diperparah dengan adanya material penyebab fouling , khususnya biofouling.
Water hammer, “hydraulic shock’’ pada element membrane, dapat terjadi juga pada saat start up ketika
udara tidak di kelurarkan terlebih dahulu. Terjadi padaa saat start up pertama, atau start up pada saat
operasi system start – shut down, dimana saat system melakukan drain. Pastikan tekanan dalam vessel
tidak dalam kondisi vakum pada saaat kondisi mati (instalasi vacuum breaker); Atau air akan masuk
kedalam system. Pada saat start up pada RO yang memilki system drain terpisah, pompa akan terlihat
seperti terlihat sedikit atau tidak sama sekali mengalami backpressure. Pompa akan menarik air dengan
kecepatan tinggi, kemudian akan menghantam element. Kemudian pompa akan terkena kavitasi
Perbedaan tekanan antara Feed dam Konsentrat adalah ukuran tahanan terhadap flow hidrolik dari air
pada system. Hal tersebu sangat tergantung pada flowrate yang melewati element dan temperature dari
air. Disarankan flow dari RO se-konstan mungkin sehingga dapat diketahui jka terjadi fouling pada
membrane dengan meningkat nya pressure drop.
Permeate Flow Salt Passage Differential Pressure Penyebab Langsung Penyebab Tak langsung Penanggulangan
Membran Teroksidasi free Chlorine, ozone, KMnO4 Ganti element
Gant element,
Kebocoran Membran Permeate backpressure, abasi Meningkatkan performa pada
cartridge
Kebocoran O-ring Instalasi tidak tepat Ganti O-ring
Terjadi kerusakan ketika
Kebocoran pada product tube Ganti element
pemasangan element
cleaning,
Kerak Scale control yang tidak efisien
Kontrol kerak
Cleaning,
Foulingakibat Partikel koloid Pretreatment yang tidak efisien
improve pretreatment