1. REFERENSI STANDAR
GPA 2261-13 : Analysis for Natural Gas and Similar Gaseous Mixtures by Gas Chromatography
2. RUANG LINGKUP
2.1. Metode ini digunakan untuk menentukan komposisi kimia gas alam dan campuran gas
lainnya yang serupa dengan cakupan komponen dan rentang konsentrasi sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 1. Kolom round-robin menunjukkan rentang konsentrasi yang
digunakan pada round-robin project. Round-robin project merupakan basis penelitian
yang digunakan untuk menentukan tingkat ketelitian (precision) pada GPA 2261-13
sebagai referensi standar yang digunakan pada metode ini.
2.2. Komponen yang mungkin terdapat dalam gas alam seperti helium, hidrogen sulfida, air,
karbon monoksida, hidrogen dan senyawa lainnya berada di luar cakupan metode ini.
Tabel 1. Cakupan Komponen dan Rentang Konsentrasi Gas Alam yang Dapat Diuji
1
3. PERALATAN
3.1. Chromatograph
3.1.1. Detektor
3.1.2.1 Gas sampling valve dengan kapasitas volume sampel sampai dengan 0,5
ml dapat digunakan untuk memasukkan sampel ke dalam aliran carrier
gas pada bagian atas kolom. Pemasukan sampel harus dapat diulang-
ulang sehingga pengoperasian secara berturut-turut dapat memenuhi
kriteria ketelitian pada bagian 7.
3.1.2.2 Pembatasan volume sampel sebesar 0,5 ml atau lebih kecil ditentukan
dengan mempertimbangkan linearitas respon detektor dan efisiensi
separasi pada kolom. Volume sampel yang lebih besar dapat digunakan
untuk konsentrasi komponen sangat rendah dengan tujuan untuk
meningkatkan keakuratan pengukuran.
2
Kolom ini harus memiliki diameter yang sama dengan partition column
dengan panjang yang cukup untuk memisahkan fraksi heksana plus atau
heptana plus dari komponen-komponen yang lebih ringan. Gambar 1A
menunjukkan contoh chromatogram campuran gas alam menggunakan
precut column untuk mengelompokkan heksana dan komponen lebih
berat lainnya (heptana dan komponen lebih berat lainnya ditunjukkan
pada Gambar 1B).
Gambar 1A. Chromatogram Precut Column Heksana dan Komponen Lebih Berat Lainnya (C6+)
Gambar 1B. Chromatogram Precut Column Heptana dan Komponen Lebih Berat Lainnya (C7+)
3
Kolom ini terletak antara inlet detektor dan column switching/sampling
valve dan berfungsi untuk memperjelas output peak heksana dan
komponen lebih berat lainnya. Spesifikasi kolom biasanya berupa 1%
berat silikon 200/500 dengan panjang 12” – 40” (Gambar 2A dan 2B
menunjukkan tipikal susunan switching/sampling valve).
Gambar 2A. Susunan Peralatan dengan Sistem Dua Port Berisi Enam Valve
Gambar 2B. Susunan Peralatan dengan Sistem Satu Port Berisi Sepuluh Valve
3.1.4.1. Temperatur kolom dan detektor harus dikendalikan pada nilai tertentu
secara konsisten sehingga tingkat ketelitian sesuai batasan yang terdapat
pada bagian 7 dapat dipenuhi.
4
Kandungan pengotor pada carrier gas dibatasi pada nilai tertentu sehingga tidak
mempengaruhi hasil analisis atau menimbulkan permasalahan dalam pemeliharaan
peralatan GC.
Kedua peralatan ini harus dapat menghasilkan laju alir yang konsisten sehingga
tingkat ketelitian sesuai batasan yang terdapat pada bagian 7 dapat dipenuhi.
Regulator diafragma dua tingkat dengan material stainless steel memenuhi
kriteria untuk metode ini.
Panduan desain dan penggunaan sample conditioning system terdapat pada GPA 2166.
Sample conditioning system harus dapat menghasilkan ketelitian pengukuran sesuai
batasan yang terdapat pada bagian 7.
4. PROSEDUR
4.1.1. Prosedur ini dilakukan untuk menentukan laju alir, tekanan dan durasi waktu
pengujian pada saat kalibrasi dan analisis. Selain itu, prosedur ini berfungsi untuk
memastikan bahwa pengujian sampel dapat dilakukan secara berulang dan tidak
menyebabkan adanya kontaminasi sisa sampel dari injeksi sampel sebelumnya.
4.1.2. Peralatan harus bebas dari kebocoran tekanan dengan cara memeriksa kondisi
tekanan pada vacuum gage dan manometer.
4.1.3. Lakukan injeksi sampel standar (referensi) menggunakan carrier gas yang sesuai
pada beberapa variasi laju alir, tekanan dan durasi waktu pengujian.
4.1.4. Catat setiap laju alir, tekanan dan durasi waktu pengujian yang divariasikan serta
output konsentrasi komponen untuk setiap variasi pengujian tersebut.
5
4.1.5. Hitung nilai repeatability untuk setiap pengujian sesuai dengan metode
perhitungan repeatability yang terdapat pada bagian 7. Apabila hasil perhitungan
repeatability untuk setiap komponen telah memenuhi kriteria yang terdapat
pada bagian 7 dan tidak terdapat kontaminasi sisa sampel (peak individual) dari
injeksi sampel sebelumnya sebesar lebih dari 0,01 % mol (unnormalized atau
tidak dinormalisasi), maka laju alir, tekanan dan durasi waktu pengujian yang
digunakan telah memenuhi kriteria untuk digunakan pada tahap kalibrasi dan
analisis.
4.2.1. Prosedur ini dilakukan untuk menentukan response factor setiap komponen pada
sampel standar (referensi). Jika diperlukan, prosedur ini juga dapat digunakan
untuk pemeriksaan linearity. Nilai response factor setiap komponen yang
diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengetahui konsentrasi setiap
komponen pada sampel yang ingin diketahui komposisinya.
4.2.2. Response factor setiap komponen ditentukan sesuai dengan perhitungan yang
terdapat pada bagian 5. Penentuan response factor dilakukan dengan cara
kalibrasi single-level, yaitu menggunakan satu atau lebih sampel standar
(referensi) yang tersertifikasi. Jika diperlukan, penentuan response factor juga
dapat dilakukan dengan cara kalibrasi multi-level, yaitu menggunakan tiga atau
lebih sampel standar (referensi) yang tersertifikasi.
4.2.3. Kalibrasi dilakukan minimal sebanyak dua kali untuk memverifikasi repeatability.
Hasil kalibrasi harus memenuhi kriteria repeatability sebagaimana terdapat pada
bagian 7. Jika kriteria repeatability sebagaimana terdapat pada bagian 7 tidak
terpenuhi, atau unnormalized (tidak dinormalisasi) total deviasi mencapai 1% dari
100%, maka perlu dilakukan pemeriksaan instrumen dan kalibrasi ulang.
4.3.1. Prosedur ini menggunakan metode precut backflush untuk nitrogen, karbon
dioksida, metana dan hidrokarbon yang lebih berat Lainnya.
6
4.3.2. Prosedur ini digunakan untuk memperoleh chromatogram sampai dengan n-
pentana dengan heksana dan hidrokarbon yang lebih berat lainnya muncul
sebagai peak pertama dalam chromatogram.
4.3.3. Konfigurasi sistem GC yang perlu diaplikasikan pada prosedur ini adalah
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2A dan 2B.
4.3.4. Sampel diinjeksikan dengan mengoperasikan valve pada sistem injeksi sampel.
Komponen yang lebih ringan termasuk n-pentana akan mengalir dari pre-column
menuju analytical column. Pengalihan kolom (column switching) dilakukan
dengan mengatur waktu pengoperasian valve sehingga valve switch untuk
pengalihan kolom berlangsung sebelum n-heksana meninggalkan precut column
menuju analytical column.
4.3.5. Precut column pada awalnya berada pada posisi upstream dari analytical column
untuk mengisolasi heksana plus. Setelah dilakukan pengalihan kolom melalui
pengoperasian valve (valve switch), precut column menjadi berada pada posisi
downstream dari analytical column dengan arah aliran berbalik untuk mem-back-
flush heksana plus sehingga diperoleh output berupa peak tunggal heksana plus
pada chromatogram.
4.3.6. Prosedur ini memiliki dua kelebihan : (1) ketelitian yang lebih baik dalam
pengukuran luas peak, dan (2) pengurangan waktu yang diperlukan untuk analisis
dibandingkan penggunaan prosedur tanpa precut column.
4.3.8. Buffer column dapat digunakan untuk mengurangi tingkat perubahan tekanan
akibat valve switch. Spesifikasi buffer column yaitu 12” – 40” dengan 1%DC
200/500 pada chromosorb p memenuhi kriteria untuk metode ini.
5. PERHITUNGAN
7
5.1. Tentukan luas peak untuk masing-masing komponen baik untuk sampel standar
(referensi) dan sampel yang ingin diketahui komposisinya sesuai dengan nilai luas peak
yang diperoleh dari output GC.
5.2. Hitung response factor untuk setiap komponen menggunakan luas peak dan konsentrasi
dari sampel standar (referensi) sesuai dengan formula berikut :
𝐾 = 𝑀𝑠 ⁄𝑃𝑠
Dimana :
K = response factor
5.3. Hitung konsentrasi untuk setiap komponen pada sampel yang ingin diketahui
komposisinya sesuai dengan formula berikut :
𝑀𝑢 = 𝑃𝑢 × 𝐾
Dimana :
Tabel 2. Contoh Hasil Perhitungan Response Factor dari Sampel Standar (Referensi)
8
Tabel 3. Contoh Hasil Perhitungan Konsentrasi Sampel yang Ingin Diketahui Komposisinya
6.1. Normalisasi dilakukan terhadap jumlah nilai konsentrasi komponen yang besarnya tidak
sama dengan 100% agar menjadi sama dengan 100%. Hal ini dilakukan dengan
mengalikan nilai konsentrasi setiap komponen dengan faktor normalisasi. Faktor
normalisasi dihitung sesuai dengan formula berikut :
Dimana :
9
Fnorm = faktor normalisasi
6.2. Pelaporan nilai hasil analisis umumnya menggunakan format dua desimal sesuai dengan
output peralatan.
7. KETELITIAN
7.1. Gunakan formula yang terdapat pada Tabel 5 untuk menentukan tingkat ketelitian untuk
setiap komponen pada nilai konsentrasi tertentu dengan cara mengganti nilai x dengan
nilai konsentrasi komponen. Nilai repeatability dan reproducibility yang diperoleh
menunjukkan batasan rentang deviasi yang masih diijinkan agar kriteria ketelitian hasil
pengujian terpenuhi.
7.2. Repeatability menunjukkan tingkat ketelitian berupa nilai deviasi yang masih diijinkan
antara dua hasil pengujian yang berurutan pada suatu laboratorium, dengan
menggunakan peralatan yang sama dan dilakukan oleh analis yang sama. Reproducibility
meunjukkan tingkat ketelitian berupa nilai deviasi yang masih diijinkan antara dua hasil
pengujian pada laboratorium yang berbeda, dengan menggunakan metode yang sama,
peralatan yang berbeda dan dilakukan oleh analis yang berbeda.
7.3. Tabel 6 menunjukkan contoh hasil perhitungan repeatability dan reproducibility untuk
suatu sampel standar (referensi). Satuan nilai repeatability dan reproducibility tersebut
adalah % mol. Sebagai contoh, jika nilai konsentrasi suatu komponen adalah 1 dan tingkat
ketelitian adalah 0,02, maka nilai konsentrasi hasil pengujian pada rentang 0,98 - 1,02
memenuhi kriteria ketelitian, sedangkan nilai di atas dan di bawah rentang tersebut tidak
memenuhi kriteria ketelitian.
10
Tabel 5. Formula Perhitungan Repetability dan Reproducibility Untuk Penentuan Ketelitian
7.4. Tingkat keakuratan dan ketelitian suatu peralatan GC dapat diukur dari seberapa tepat
peralatan tersebut dapat menghasilkan nilai konsentrasi hasil pengujian suatu sampel
standar (referensi) sesuai dengan nilai konsentrasi yang tersertifikasi pada sampel standar
tersebut. Untuk keperluan ini digunakan parameter acceptance criteria sebagai
parameter penilaian yang dihitung sesuai dengan formula berikut :
𝑃𝐸 = 𝐶𝑉𝐵 ± √𝑈𝐵2 + 𝑅 2
Dimana :
11
PE = acceptance criteria suatu komponen
CVB = nilai konsentrasi komponen yang tersertifikasi pada sampel standar (referensi)
7.5. Tabel 7 menunjukkan contoh hasil perhitungan acceptance criteria (PE) untuk suatu
sampel standar (referensi). Sebagai contoh, jika hasil pengujian suatu peralatan GC
terhadap kandungan metana sampel standar tersebut berada pada rentang 85,52 – 87,28
% mol, maka hasil yang diperoleh dapat diterima (memenuhi parameter PE).
12