Journal Reading FORENSIK Fix

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

Journal Reading

Laporan Kasus

Keuntungan Autopsi Forensik Virtual

DISUSUN OLEH:

Muhammad Faiz Tanjung 140100151

Yandri Erwin Ginting 140100200

Felicia 140100171

PEMBIMBING:

dr. Agustinus Sitepu, M.Ked (For), Sp.F

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU


KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
2019
Laporan Kasus

Keuntungan Autopsi Forensik Virtual – Pendekatan Baru yang dapat


Menguntungkan Ahli Forensik

Pavel Timonovaa, Stoyan Novakovb, Stefan Sivkovb, Antoaneta Fasovab, Ivan Novakovc,
Svetlozar Spasova
a
Department of Forensic Medicine and Deontology, Faculty of Medicine, Medical University-Plovdiv, 15a
Vasil Aprilov blv, Plovdiv, Bulgaria
b
Department of Anatomy, Histology and Embryology, Faculty of Medicine, Medical University-Plovdiv, 15a
Vasil Aprilov blv, Plovdiv, Bulgaria
c
Department of Special Surgery, Faculty of Medicine, Medical University-Plovdiv, 15a

ABSTRAK

Jurnal ini bertujuan untuk menilai keakuratan dan keuntungan dari pemeriksaan CT
postmortem dan tayangan tiga dimensi (3D) mayat dengan Sectra Visualization Table (SVT)
dibandingkan dengan autopsi konvensional forensik kasus bunuh diri. Penelitian ini
menggunakan kasus penjeratan diri yang tidak biasa di mana mayat ditemukan pada tahap
mumifikasi dengan kabel nilon yang terikat di sekeliling leher dan lainnya di sekitar kaki.
Kasus ini awalnya ditentukan sebagai kasus pembunuhan, tetapi kemudian dipertimbangkan
kembali sebagai kasus bunuh diri berdasarkan hasil investigasi objektif di tempat kejadian
perkara, autopsi virtual, dan posisi dari simpul. Berbeda dengan autopsi fisik, pada
pemeriksaan mumifikasi tiga dimensi ini, tidak mengubah bukti dan dapat melihat kembali
mayat untuk investigasi tambahan.
Kata kunci: penjeratan diri sendiri, autopsi virtual, pemeriksaan CT scan postmortem.

PENDAHULUAN

Autopsi tradisional telah sedikit berubah dalam beberapa abad terakhir, yaitu terdiri
pemeriksaan luar dan eviserasi, diseksi organ utama dengan identifikasi patologi
makroskopik, dan pemeriksaan histopatologi jika diperlukan.1 Dalam beberapa kasus forensik
autopsi konvensional kurang akurat dibandingkan dengan pemeriksaan virtual post-mortem
dan dapat menghancurkan kunci bukti forensik. Pemeriksaan post-mortem banyak dibantu
oleh Multislice Computed Tomography (MSCT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).2–6
Dibandingkan dengan autopsi tradisional, MSCT dan MRI memiliki banyak keuntungan,
seperti tekniknya yang non-invasif, dan data yang dapat divisualisasikan in situ, dapat
disimpan dan dapat diinterpretasikan kembali kapan saja. Pemeriksaan tiga dimensi membuat
autopsi pada tubuh yang membusuk lebih mudah diperiksa.7 Pemeriksaan ini juga dapat
menemukan temuan-temuan utama yang sulit ditemukan dalam autopsi tradisional, seperti
sudut masuknya pisau atau peluru, atau kasus-kasus yang berkaitan dengan malpraktek
medis. Beberapa kelompok masyarakat masih memiliki keberatan terhadap autopsi yang
berakibat pada meningkatnya permintaan pemeriksaan alternatif yang memiliki tingkat invasi
yang minimal.1,8 Tuntutan ini diakui dalam Coroners and Justice Act 2009.9
Roberts et al. menemukan bahwa dibandingkan dengan autopsi tradisional, CT adalah teknik
pencitraan yang lebih akurat daripada MRI dalam mengetahui penyebab kematian pada orang
dewasa.1 Thayyil et al. menunjukkan bahwa autopsi invasif minimal memiliki tingkat akurasi
yang hampir sama dengan autopsi konvensional dalam mendeteksi penyebab kematian atau
abnormalitas patologi umum setelah kematian fetus dan bayi, namun tidak begitu akurat pada
anak-anak yang lebih besar. Kemajuan bidang radiologi dikombinasikan dengan kemajuan di
teknologi komputer telah membuat 3D (tiga dimensi) struktur anatomi dipresentasikan
dengan mudah menggunakan CT dan MRI. Kumpulan data yang dihasilkan dari pemeriksaan
CT dan MRI umumnya terdiri dari ratusan atau ribuan gambar irisan. Pencitraan tiga dimensi
memproses dan mengintegrasikan volume data gambar, gambar lainnya melalui rekonstruksi
multiplanar (MPR), dan rendering volume langsung.11,12
Penelitian ini mengambil kasus penjeratan diri yang tidak biasa di mana mayat ditemukan
dalam tahap mumifikasi dengan kabel nilon terikat di leher dan lainnya di sekitar kaki dan
aplikasi pemeriksaan post-mortem tiga dimensi sebagai alternatif diagnostik yang lebih baik
daripada autopsi konvensional. Pertama-tama, kematian karena pembunuhan harus
disingkirkan. Dalam keadaan ini, sangat perlu untuk untuk melakukan pemeriksaan
terperinci mengenai adegan kematian, bahan pengikat, konfigurasinya, jumlah pembungkus
di leher, posisi penguncian dan temuan autopsi wajib disebutkan secara khusus.13 Setiap
interpretasi yang salah dan penghancuran bukti forensik dapat mempengaruhi cara kematian.
Kabel nilon yang terikat di sekeliling leher dan kaki dan terjadinya mumifikasi pada mayat,
yang dijumpai pada kasus, merupakan sesuatu yang sangat unik.

METODE
Penelitian ini menggunakan Sectra Visualization Table (Meja Visualisasi Sectra) sebagai
peralatan dasar untuk menelusuri gambar tubuh manusia tiga dimensi. Data dari CT atau MR
scan digunakan untuk membuat representasi tiga dimensi pasien (atau mayat). Dengan
menyediakan ukuran alami dalam tiga dimensi dari anatomi mayat, meja visualisasi
membantu tim forensik untuk melokalisasi anatomi organ vital (contohnya, fragmen tulang,
variasi posisi struktur anatomi, posisi benda asing, pengumpulan udara di dalam jaringan -
pneumotoraks, emboli udara atau emfisema subkutan) sebelumnya memulai autopsi. Sctra
Visualization Table adalah tampilan medis besar, multitouch, dengan perangkat lunak yang
memfasilitasi interaksi dengan gambar tiga dimensi tubuh manusia yang dibuat oleh
komputer tomografi modern (CT) atau kamera resonansi magnetik (MR). Untuk mencapai
kualitas gambar yang bagus dalam tiga dimensi, syaratnya adalah membuat irisan tipis (<1
mm), dan syarat yang kedua adalah menggunakan protokol CT atau MR yang benar agar
dapat mempelajari jaringan, organ, dan patologi tertentu. Para pengguna dengan sendirinya
mampu memperbesar, memutar, atau memotong tubuh yang divisualisasikan tanpa
menggunakan pisau bedah atau menghancurkan subjek. Hal ini berarti bahwa gambar yang
sama dapat digunakan berulang kali, yang merupakan aspek berharga dalam mengajar teman
sejawat yang lebih muda. Gagasan berinteraksi dengan pasien virtual adalah untuk
memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai anatomi dan fungsi tubuh manusia, dan
juga akan berkontribusi pada anggota medis yang lebih terdidik, efisiensi dan keamanan yang
lebih tinggi dalam pelayanan kesehatan jangka panjang. Fitur unik meja visualisasi adalah
dapat terhubung ke PACS radiologi untuk mengambil data pasien, seperti tempat kerja
dokter, tetapi di sini juga menyediakan rendering tiga dimensi canggih untuk para
penggunanya.12 Singkatnya, pendekatan virtopsy memiliki keuntungan berupa pengarsipan
data objektif, aman (tidak merusak mayat), invasif minimal, dokumentasi ukuran asli dan
dalam bentuk tiga dimensi, tidak perlu menyentuh dan merusak barang bukti, menyediakan
geometri tiga dimensi dalam sumbu xyz, berdasarkan data nyata, dasar untuk rekonstruksi
ilmiah suara, menyediakan alat pemeriksaan tambahan dan alternatif untuk "Autopsi area
tubuh yang sulit" (contohnya, Wajah, leher, panggul), dapat digunakan pada budaya dan
situasi di mana autopsi tidak ditoleransi oleh agama atau ditolak oleh anggota keluarga
(contohnya, alasan psikologis), dapat memeriksa tubuh yang terkontaminasi oleh infeksi, zat
beracun, radionuklida, atau biohazard lainnya (contohnya, bioterorisme), menyediakan
gambaran dua dimensi dan tiga dimensi postprocessing untuk memvisualisasikan
pemeriksaan oleh orang-orang yang tidak hadir selama pemeriksaan, memberikan
pemahaman yang lebih besar di pengadilan atau dapat pula mendukung proses peningkatan
kualitas oleh arsip digital (database untuk pengajaran, pembelajaran, pendidikan).
LAPORAN KASUS

Jurnal ini melibatkan sisa-sisa kerangka pria yang telah membusuk dan telah mengalami
mumifikasi. Mayatnya ditemukan di rumah kayu yang terkunci di dekat lingkungan tempat
seorang lelaki usia 50 tahun yang menderita keterbelakangan mental yang telah menghilang 6
bulan sebelumnya. Dijumpai kabel nilon yang melingkari leher dan kedua kaki. Kedua
mekanisme penguncian berada dalam posisi frontal (Gambar 1 dan 2). Setelah menyingkirkan
kabel pengikat, dijumpai tanda horizontal yang melingkari sekitar sepertiga atas leher di atas
prominensia laring sesuai dengan ukuran dan pola pengikatan, berukuran panjang 27 cm
dengan lebar maksimum 1 cm. Kabel nilon panjangnya 50 cm dan penjeratan dibuat dengan
lingkaran 27 cm sampai sepenuhnya melingkari lehernya, sementara lingkar lehernya adalah
35 cm. Berdasarkan penyusutan semua jaringan karena dehidrasi, lingkar dari penjeratan
lebih kecil dari lingkar leher, berbeda dengan ukuran yang sama ketika dilakukan
pemeriksaan luar pada tubuh.

Gambar 1. Bahan ligasi in situ pada leher.

Berdasarkan teori bahwa kulit mumi dan jaringan di bawahnya berwarna gelap, kering dan
kasar, diseksi leher dalam kasus ini bisa mengubah hasil temuan (tanda pengikatan, fraktur
laringo-hyoid) dibandingkan dengan penggunaan pemeriksaan CT post-mortem dan tampilan
tiga dimensi mayat dengan Sectra Visualization Table (SVT) (Gambar.3). Pola cedera pada
kulit dapat memberikan petunjuk pada alat penjeratan yang digunakan. Dijumpai luka
dangkal yang berpola di leher. Cedera pada leher tubuh dan ikatan kabel nilon didigitalkan
dengan SVT. Analisis yang sesuai menyimpulkan bahwa lebar tali penjeratan sesuai dengan
pola cedera. Struktur laringo-hyoid masih utuh. Tidak dijumpai bukti adanya cedera
pertahanan atau tanda kekerasan lainnya. Investigasi lanjutan mengungkapkan bahwa korban
menderita gangguan mental dan melakukan percobaan bunuh diri.

Gambar 2. Bahan ligasi in situ pada kaki.

Berdasarkan investigasi tempat perkara kejadian (TKP) secara rinci, pemeriksaan autopsi,
informasi tentang riwayat penyakit kejiwaan (upaya bunuh diri sebelumnya), cara kematian
disimpulkan sebagai bunuh diri terlepas dari adanya ikatan tambahan yang ada di kedua kaki.

Gambar 3. Rekonstruksi struktur leher tiga dimensi


DISKUSI

Penjeratan diri adalah metode bunuh diri yang tidak biasa. Ikatan penjeratan sebagian besar
ditemukan pada kasus pembunuhan dan untuk kasus bunuh diri relatif jarang. Sulit untuk
membedakan kasus penjeratan diri sendiri dari pembunuhan, dan tidak ada karakteristik
khusus untuk membedakannya.15–17 Oleh karena itu, setiap kasus penjeratan diri dapat
disalahartikan sebagai pembunuhan karena kompresi mandiri pada leher dengan paksaan
konstriksi selain daripada berat badan biasanya dianggap tidak mungkin.11 Mayoritas ikatan
dalam kasus penjeratan bunuh diri pada literatur forensik melaporkan sebagian besar tanda
pengikat adalah horisontal, lengkap, dan simpulnya atau mekanisme penguncian lain berada
di area anterior leher.12,15,16 Fakta bahwa ketegangan dua kilogram saja sudah cukup untuk
menyumbat vena jugularis, sedangkan kekuatan yang dibutuhkan untuk mengoklusi trakea
adalah 15 kg, menangkal mitos bahwa penjeratan diri sendiri adalah mustahil.18 Bahkan,
tidak adanya patah tulang rawan tiroid dan tulang rawan hyoid tidak menangkal kecurigaan
adanya penyempitan leher. Lebreton-Chakour et al. melaporkan bahwa fraktur tulang hyoid
terjadi pada gaya rata-rata 30,55 N dan itu tergantung pada banyak variabel seperti usia, berat
dan tinggi subjek, panjang anteroposterior dan sudut tulang.19 Fraktur laringohyoid dan
cedera leher lainnya sangat jarang terjadi pada kasus pencekikan bunuh diri.20
Poin lain yang layak disebutkan adalah keunggulan teknologi medis modern, termasuk
pemindaian CT dan rekonstruksi tiga dimensi tubuh dengan Sectra Visualization Table (SVT)
dibandingkan dengan autopsi forensik konvensional pada tubuh yang membusuk. Teknologi
virtual mewakili kemajuan yang signifikan pada teknik tradisional patologi forensik yang
sebelumnya terbatas pada pembedahan invasif tubuh sebagai bagian dari otopsi.21,22 Dalam
kasus ini, terkait dengan pemeriksaan tubuh yang telah mengalami mumifikasi, penggunaan
metode autopsi tradisional dapat menghancurkan kunci bukti yang ditemukan.
Cara kematian awalnya disimpulkan sebagai pembunuhan. Namun, setelah pemeriksaan
tempat kejadian perkara, pemeriksaan autopsi, dan investigasi riwayat hidup pasien,
dikonfirmasi kasus ini merupakan kasus bunuh diri dengan penjeratan diri sendiri. kasus ini
dilaporkan sangat jarang dengan menggunakan teknik yang tidak biasanya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Roberts I, Benamore R, Benbow E, et al. Post-mortem imaging as an alternative to


autopsy in the diagnosis of adult deaths: a validation study. Lancet. 2012;379:136–
142.
2. Thali MJ, Yen K, Schweitzer W, et al. Virtopsy, a new imaging horizon in forensic
pathology: virtual autopsy by postmortem multislice computed tomography (MSCT)
and magnetic resonance imaging (MRI) - a feasibility study. J Forensic Sci.
2003;48:386–403.
3. Thali MJ, Schweitzer W, Yen K, et al. New horizons in forensic radiology: the 60-
second digital autopsy-full-body examination of a gunshot victim by multislice
computed tomography. Am J Forensic Med Pathol. 2003;24:22–27.
4. Plattner T, Thali MJ, Yen K, et al. Virtopsy-postmortem multislice computed
tomography (MSCT) and magnetic resonance imaging (MRI) in a fatal scuba diving
incident. J Forensic Sci. 2003;48:1347–1355.
5. Thali MJ, Yen K, Plattner T, et al. Charred body: virtual autopsy with multi-slice
computed tomography and magnetic resonance imaging. J Forensic Sci.
2002;47:1326–1331.
6. Thali MJ, Yen K, Schweitzer W, Vock P, Ozdoba C, Dirnhofer R. Into the
decomposed body-forensic digital autopsy using multislice-computed tomography.
Forensic Sci Int. 2003;134:109–114.
7. Tsranchev I, Gulinac M, Stoyanova D. Precocious mummification of a corpse - a rare
forensic case from the City of Plovdiv, Republic of Bulgaria. J Clin Case Rep.
2017;7(11):10001046.
8. Geller SA. Religious attitudes and the autopsy. Arch Pathol Lab Med. 1984;108:494–
496.
9. Parliament of the UK. Coroners and Justice Act 2009. 2010; 2010http://www.
legislation.gov.uk/ukpga/2009/25/pdfs/ukpga_20090025_en.pdf, Accessed date: 26
March 2010.
10. Thayyil S, Sebire N, Chitty L, et al. Post-mortem MRI versus conventional autopsy in
fetuses and children: a prospective validation study. Lancet. 2013;382:223–233.
11. Lundström C. Efficient Medical Volume Visualization – an Approach Based on
Domain Knowledge PhD Thesis Linköping University; 2007.
12. Redéen S, Elmhester P, Larsson R, Lindfors L. Highlights and potentials when using
the visualization table for pre-operative planning and diagnosis in seven surgical and
one oncological department – a pilot study at the University Hospital of Linköping.
Am J Med Stud. 2014;2(3):42–45.
13. Kumar G, Arun M, Manjunatha B, Balaraj B, Verghese A. Suicidal strangulation by
plastic lock tie. J Forensic Leg Med. 2013;20:60–62.
14. Thali MJ, Dirnhofer R, Vock P. The Virtopsy Approach: 3D Optical and Radiological
Scanning and Reconstruction in Forensic Medicine. first ed. Boca Raton: CRC Press,
Taylor & Francis Group, LLC; 2009.
15. Badiadka K, Kanchan T, D'Souza D, Subhash K, Vasu S. An unusual case of
selfstrangulation by ligature. J Forensic Leg Med. 2012;19:434–436.
16. Pramanik P. An unusual method of suicidal ligature strangulation. J Forensic Sci.
2016;61(1):274–276.
17. Maxiener H, Blockholdt B. Homicidal and suicidal ligature strangulation - a
comparison of the postmortem findings. Forensic Sci Int. 2003;137(1):60–66.
18. Saukko P, Knight B. Fatal pressure on the neck. Knight's Forensic Pathology. third
ed. London: Arnold; 2004:368–382.
19. Lebreton-Chakour C, Raboutet Y, Torrents R, et al. Manual strangulation:
experimental approach to the genesis of hyoid bone fractures. Forensic Sci Int.
2013;228(1-3):47–51.
20. Demirci S, Dogan KH, Erkol Z, Gunaydin G. Suicide by ligature strangulation. Am J
Forensic Med Pathol. 2009;30:369–372.
21. O'Donnell C, Iino M, Mansharan K, Leditscke J, Woodford N. Contribution of
postmortem multidetector CT scanning to identification of the deceased in a mass
disaster: experience gained from the 2009 Victorian bushfires. Forensic Sci Int.
2011;205(1–3):15–28.
22. Dirnhofer R, Jackowski C, Vock P, Potter K, Thali M. VIRTOPSY: minimally
invasive, imaging-guided virtual autopsy. Radiographics. 2006;26(5):1305–1333.

Anda mungkin juga menyukai