Anda di halaman 1dari 5

PR UJIAN dr. Prima Sp. B (K) Onk.

Nama : Amalia Nur Zahra


Nim : 142011101041

Pemeriksaan Biopsi Patologi Anatomi dan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) pada
Ameloblastoma.
Pemeriksaan biopsi patologi anatomi atau disebut juga dengan biopsi insisional.
Pemeriksaan ini bersifat invasif dengan mengambil sebagian jaringan untuk kemudian
diperiksa menggunakan mikroskop oleh ahli sitologi. Kelebihan teknik biopsi dibandingkan
dengan biopsi aspirasi jarum halus adalah biopsi insisi dapat memperoleh hasil lebih luas dan
memperoleh sampel berupa jaringan sehingga didapatkan hasil yang lebih sensitif dan
spesifik. Kelemahan dari teknik ini adalah karena memerlukan proses yang lebih rumit dan
biaya yang lebih besar1.

Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) adalah teknik di mana jarum halus dimasukkan
ke dalam suatu tumor atau massa, bahan seluler di-aspirasi, dan dilakukan diagnosis sitologis.
Metode ini dapat memisahkan proses reaktif dan inflamasi yang tanpa memerlukan intervensi
bedah. FNAB cocok untuk mendiagnosis massa yang teraba di kepala dan leher, khususnya
untuk massa yang tetap tidak membaik setelah pemberian antibiotik. Penggunaan teknik ini
dapat menghemat biaya dan meniadakan perlunya prosedur diagnostik yang lebih invasif.
FNAB merupakan teknik cepat dan hemat biaya untuk penilaian nodul dan massa di kepala
dan leher. FNAB menyediakan diagnosis akurat untuk sebagian besar lesi kelenjar saliva dan
berkontribusi pada manajemen konservatif pada banyak pasien dengan kondisi
nonneoplastik2.

Diagnosis pra operasi yang tepat penting dalam menentukan jenis operasi pada lesi
tulang rahang, untuk memberikan penanganan yang tepat bagi pasien. Insisi biopsi adalah
salah satu modalitas diagnostik yang dapat dipilih, tetapi biopsi lebih traumatis, memerlukan
anestesi, dan hasil patologi membutuhkan lebih banyak waktu untuk memproses jaringan
yang diambil. Saat ini, dapat dilakukan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) yang menjadi
salah satu alat diagnostik rutin pada tumor tertentu karena hasil yang minimal invasive dan
cepat. Menurut Gűnhan 1993, ArtesMartinez 2005 ameloblastoma dapat didiagnosis secara
sitologis dengan menggunakan FNAB3.
Diagnosis sitologi positif ameloblastoma dipengaruhi oleh isi bahan yang di-aspirasi.
Apusan yang cukup penting dalam menentukan diagnosis sitologis. Kriteria sitologi untuk
ameloblastoma adalah sel epitel dengan penampilan basaloid dan palisade perifer, gelendong
sel dan bahan myxoid. Jika apusan tidak mengandung semua kriteria, diagnosis sitologis
ameloblastoma tidak bisa didirikan. Dalam penelitian ini oleh Departemen Patologi Anatomi
FK Unair tahun 2010, apusan dari lima belas kasus terbukti secara histopatologis
ameloblastoma tidak menunjukkan semua kriteria diagnostik3.

Lokasi tusukan penting untuk mendapatkan sampel yang tepat untuk diagnosis.
Ameloblastoma terletak di dalam tulang rahang, sehingga tusukan harus menembus tulang
untuk mendapatkan bahan dari tumor target. Penentuan lokasi tusukan pada kortikal yang
menipis atau merusaktulang (disebut "jendela") juga penting untuk membuat ameloblastoma
pada FNAB. Aspirasi ke area padat tumor dapat menghasilkan lebih banyak sel, sehingga
kemungkinan untuk mendapat sampel yang cukup atau representatif lebih tinggi (Gűnhan
1993, Radhika 1993, Mathew1997, Okada 2002, Bokun 2003, Artes-Martinez 2005 dalam
Diagnostic Accuracy of Pre-Operative Fine Needle Aspiration Biopsy in Ameloblastoma
Departemen PA FK Unair 2010). Beberapa kasus ameloblastoma dalam penelitian oleh
Departemen PA FK Unair salah didiagnosis sebagai non-ameloblastoma pada
FNAB.Tusukan ke area kistik tumor mungkin penyebab kesalahan diagnosis ini. Aspirasi di
area kistik mungkin kurang spesifik daripada FNAB lesi padat karenakekurangan sel lesi
spesifik pada yang pertama.Fitur radiologis juga penting dalam FNAB ameloblastoma. Selain
nilai diagnostiknya, fitur radiologis dapat memberikan informasi tentang padatandan area
kistik tumor, dan juga dapat menunjukkan menipis atau rusaknya tulang kortikal ("jendela")
yang memungkinkan petunjuk untuk penetrasi jarum3.
Dalam penelitian Departemen PA FK Unair Tahun 2010, terdapat 15 kasus dari 32
kasus ameloblastoma tidak bisa didiagnosis dengan FNAB. Tiga dari kasus tersebut hanya
menunjukkan darah sel; 7 kasus hanya berisi bahan myxoid dan makrofag; 2 kasus hanya
menunjukkan makrofag. Dua kasus berisi bahan myxoid dengan sel spindle dan makrofag,
tetapi tidak ada kelompok epitel yang ditemukan. Satu kasus meskipun mengandung material
myxoid, spindlesel, makrofag, dan sel epitel basaloid, tetapi diagnosis ameloblastoma tidak
dapat dibuat karenaapusan hanya menunjukkan satu kelompok sel epitel. Tabel 2
menunjukkan bahwa 33 kasus non-ameloblastoma didiagnosis dengan benar sebagai non-
ameloblastoma melalui FNAB. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kasus non-
amelobastoma yang didiagnosis sebagai ameloblastoma. Sehingga, FNAB pra operasi
memiliki nilai spesifisitas tinggi (100%), dengan nilai prediksi positif 100% dan negatif nilai
prediktif adalah 68,8%. Secara keseluruhan, akurasi FNAB sebelum operasi adalah 76,9%3.

Pada ameloblastoma FNAB pra-operasi tidak dapat sepenuhnya menggantikan biopsi


insisi sebagai prosedur diagnostik ameloblastoma, karena nilai sensitivitasnya rendah. Nilai
sensitivitas yang rendah dalam FNAB pada ameloblastoma dapat terjadi karena teknik
aspirasi yang kurang tepat3.
REFERENSI :

1. Pramod K Sharma M. Thyroid Cancer. WebMD LLC; 2011 [updated Jun 1, 2011;
cited 2012 Jan 20]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/851968
dalam Uji Diagnostik FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) dibandingkan dengan
Biopsi Patologi Anatomi dalam Mendiagnosis Karsinoma Tiroid

2. Vidyadevi Chandavarkar, K Uma, Mithilesh Mishra, R Sangeetha, Radhika


Gupta, Ritika Sharma. 2014. Ameloblastoma: Cytopathologic profile of 12 cases and
literature review. Journal of Cytology.

3. Anny Setijo Rahaju, Dyah Fauziah, Etty Hary Kusumastuti. 2010. Diagnostic
Accuracy 0f Pre-Operative Fine Needle Aspiration Biopsy in Ameloblastoma.
Surabaya. Department of Anatomic Pathology, Faculty of Medicine, Airlangga
University, Dr Soetomo Hospital, Surabaya
RECURRENT (rekuren) :

returning after a remission; reappearing.


(Kembalinya (suatu penyakit) setelah terjadinya remisi; munculnya kembali)

Sumber : Miller-Keane Encyclopedia and Dictionary of Medicine, Nursing, and Allied


Health, Seventh Edition. © 2003 by Saunders, an imprint of Elsevier, Inc. All rights reserved.

RESIDIF :

a tendency to relapse into a previous condition, disease, or pattern of behavior.


(Kecenderungan untuk kambuh ke kondisi sebelumnya, penyakit, atau pola perilaku)

Sumber : Miller-Keane Encyclopedia and Dictionary of Medicine, Nursing, and Allied


Health, Seventh Edition. © 2003 by Saunders, an imprint of Elsevier, Inc. All rights reserved.

Anda mungkin juga menyukai