2007-03-Perencanaan Bangunan Atas Jembatan PDF
2007-03-Perencanaan Bangunan Atas Jembatan PDF
PELATIHAN
AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN
(BRIDGE DESIGN ENGINEER)
2007
KATA PENGANTAR
Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk
SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya
dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari
standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan dengan menyusun Standar Latih
Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi.
Modul / Materi Pelatihan BDE – 03 / Perencanaan Bangunan Atas Jembatan,
merepresentasikan unit kompetensi: “Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau
menerapkan standar-standar perencanaan teknis jembatan”, dengan elemen-elemen
kompetensi terdiri dari :
1. Menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu lintas dan kelas
jembatan.
2. Memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan, expansion joint dan perletakan
jembatan
3. Merencanakan konstruksi beton / komposit untuk bangunan atas jembatan.
i
Pelatihan Bridge Desain Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi
dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis
kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan
dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/
keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing
elemen kompetensinya.
Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai
upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas,
sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang
dipersyaratkan setiap jabatan kerja.
Di sisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan,
sehingga diperlukan adanya perbaikan disana-sini dan kepada semua pihak kiranya kami
mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan.
ii
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
PRAKATA
Modul ini berisi uraian tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang Ahli Perencanaan
Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dalam pekerjaan perencanaan bangunan atas
jembatan. Seorang bridge design engineer selain harus dapat mendesain bangunan atas
jembatan, ia juga harus memahami adanya kenyataan bahwa di lingkungan pekerjaan
perencanaan jembatan sudah tersedia sejumlah standar perencanaan jembatan yang
disiapkan dengan standar pembebanan yang berlaku (pada waktu perencanaan standar
bangunan atas dibuat) berdasarkan kelas-kelas jembatan sebagai berikut:
Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi,
sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini.
Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI PERENCANAAN TEKNIS
JEMBATAN (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja
yang berkaitan dengan perencanaan teknis jembatan; mudah-mudahan modul ini dapat
bermanfaat bagi yang memerlukannya.
iii
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
DAFTAR ISI
Halaman
iv
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
3.2 Pemilihan Tipe Dan Jenis Bangunan Atas Jembatan …... 3-1
3.2.1 Bangunan atas jembatan beton bertulang ………………… 3-9
3.2.2 Bangunan atas jembatan beton prategang ……………….. 3-15
3.2.3 Bangunan Atas Jembatan Komposit .................................. 3-16
3.3 Penentuan Jumlah Dan Panjang Bentang Jembatan … 3-18
3.3.1 Jembatan Melintasi Sungai …………………………………. 3-19
3.3.2 Jembatan Melintasi Jalan Raya ......................................... 3-20
3.3.3 Jembatan Melintasi Jalan Kereta Api ................................. 3-22
3.4 Penetapan Kombinasi Tipe Dan Jenis Bangunan Atas Jembatan ... 3-22
3.5 Pemilihan Tipe Dan Jenis Expansion Joint Dan Perletakan
Jembatan ............................................................... 3-24
3.5.1 Pemilihan Tipe dan Jenis Expansion Joint (Sambungan
Siar Muai)............................................................................ 3-24
3.5.2 Pemilihan Tipe dan Jenis Perletakan Jembatan ................ 3-30
RANGKUMAN .................................................................................. 3-34
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI .................................................... 3-35
v
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
vi
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
SPESIFIKASI PELATIHAN
A. Tujuan Pelatihan
Tujuan Umum Pelatihan
Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :
Melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jembatan berdasarkan standar
perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku.
Tujuan Pembelajaran
Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta :
Mampu merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis
bangunan atas jembatan.
Kriteria Penilaian
1. Kemampuan dalam menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan
lajur lalu lintas, dan kelas jembatan.
vii
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
viii
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
PANDUAN PEMBELAJARAN
ix
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
C. Proses Pembelajaran
Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung
1. Ceramah Pembukaan :
Menjelaskan Tujuan Pembelajaran. Mengikuti penjelasan
Merangsang motivasi peserta Mengajukan pertanyaan
dengan pertanyaan atau pengalaman apabila kurang jelas. OHT – 1
melakukan koordinasi pengumpulan
dan penggunaan data teknis.
Waktu : 5 menit.
2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan.
Modul ini merepresentasikan unit Mengikuti penjelasan
kompetensi. instruktur dengan tekun
Umum dan aktif.
Ringkasan Modul Mencatat hal-hal penting.
OHT – 2
Koordinasi Mengajukan pertanyaan
Batasan/Rentang Variabel bila perlu.
Panduan Penilaian
Panduan Pembelajaran
Waktu : 20 menit.
3. Penjelasan Bab 2 : Penetapan lebar Mengikuti penjelasan
lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur instruktur dengan tekun
lalu lintas dan kelas jembatan dan aktif.
Umum Mencatat hal-hal penting.
Penetapan lebar lantai kendaraan Mengajukan pertanyaan OHT – 3
Penetapan jumlah jalur dan lajur bila perlu.
lalun lintas dan penggunaannya
Penetapan kelas jembatan
Waktu : 45 menit.
4. Penjelasan Bab 3 : Pemilihan tipe dan Mengikuti penjelasan
jenis bangunan atas jembatan, instruktur dengan tekun
expansion joint dan perletakan dan aktif.
OHT – 4
jembatan. Mencatat hal-hal penting.
Umum Mengajukan pertanyaan
Pemilihan jenis dan tipe bangunan bila perlu.
x
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
atas jembatan
Penentuan jumlah dan panjang
bentang jembatan
Penetapan kombinasi tipe dan jenis
bangunan atas jembatan
Pemilihan tipe dan jenis expansion
joint dan perletakan jembatan
Waktu : 45 menit.
5. Penjelasan Bab 4 : Perencanaan Mengikuti penjelasan
bangunan atas jembatan mengacu instruktur dengan tekun
pada standar perencanaan dan aktif.
Umum Mencatat hal-hal penting.
Perencanaan bangunan atas Mengajukan pertanyaan
jembatan dengan konstruksi beton bila perlu.
bertulang
Perencanaan bangunan atas
OHT – 5
jembatan dengan konstruksi beton
prategang
Perencanaan bangunan atas
jembatan dengan konstruksi tipe
gelagar komposit
xi
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Modul BDE-03 : Perencanaan Bangunan Atas Jembatan merepresentasikan salah
satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli Perencanaan Teknis Jembatan
(Bridge Design Engineer).
Adapun Unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam
Perencanaan Teknis Jembatan adalah :
1-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
1. Menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu lintas dan
kelas jembatan direpresentasikan sebagai bab mocul berjudul: Bab 2
Penetapan Lebar Lantai Kendaraan, Jumlah Jalur dan Lajur Lalu Lintas,
dan Kelas Jembatan.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:
1.1 Lebar lantai kendaraan ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis
yang berlaku.
1.2 Jumlah jalur dan lajur lalu-lintas ditetapkan sesuai dengan ketentuan
teknis yang berlaku.
1.3 Kelas jembatan ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang
berlaku.
2. Memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan, expansion joint dan
perletakan jembatan direpresentasikan sebagai bab mocul berjudul : Bab 3
1-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan
elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah
dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK).
1-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup atau situasi dimana unjuk kerja
diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi
lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin
digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan
dan produk jasa yang dihasilkan
1-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
b. Konteks Penilaian
1-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang
menyangkut pengetahuan teori
2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan
sikap kerja/ perilaku.
3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai
pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji
Kompetensi (MUK).
b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang
akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan
lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk :
1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang
ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang
dinilai.
2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang
diperlukan dalam proses penilaian.
1-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
KOMPETENSI ASESOR
Kompeten ?
Memiliki
Kompetensi
Assessment
Memiliki
Kompetensi
bidang
Substansi
1-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk
mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan.
Bentuk pelatihan mandiri antara lain:
1-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
1-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
BAB 2
PENETAPAN LEBAR LANTAI KENDARAAN,
JUMLAH JALUR DAN LAJUR LALU LINTAS
DAN KELAS JEMBATAN
2.1. Umum
Bab ini menjelaskan batasan-batasan apa yang harus dijadikan acuan oleh bridge
design engineer dalam menetapkan lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur
lalu lintas dan kelas jembatan. Besaran-besaran yang menyangkut lebar lantai
kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu lintas dan kelas jembatan harus ditentukan
terlebih dahulu sebelum perencanaan jembatan dibuat, agar jembatan tersebut
dapat memenuhi persyaratan kapasitas maupun kemampuannya di dalam memikul
beban hidup dan beban mati. Penetapan lebar lantai kendaraan perlu dikaitkan
dengan lebar perkerasan jalan karena memang jembatan merupakan bagian dari
jalan. Dari standar yang berlaku selama ini, lebar lantai kendaraan bervariasi mulai
dari 4.50 m, 6.00 m sampai 7.00 m, tergantung dari Kelas Jembatan. Di luar standar
lebar lantai kendaraan tersebut, tentu terdapat jembatan-jembatan yang lebarnya
tidak mengikuti standar karena berbagai pertimbangan. Ini merupakan produk
desain khusus di luar standar yang sudah ada, dan dimungkinkan karena Pedoman
Perencanaan Pembebanan Jalan Raya - SKBI 1.3.28.1987 telah mengatur batasan-
batasan lebar lantai kendaraan dimaksud, dikaitkan dengan jumlah lajur lalu lintas.
2-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4m 5m
0.5 1.75 0.5
0.25 Ms Ms Ms 2.75 m
b1 b2 a2
a1
a2 b2 2.75 m
a. Sebagai contoh, jika suatu jembatan terletak pada ruas jalan Nasional dengan
lebar bahu jalan + perkerasan jalan + bahu jalan = 1.00 m + 7.00 m + 1.00 m,
maka lebar lantai kendaraan pada jembatan ditetapkan = 7.00 m sedangkan
lebar trotoir kiri-kanan masing-masing diambil = 1.00 m.
b. Akan tetapi jika suatu jembatan terletak pada ruas jalan Nasional dengan lebar
bahu jalan + perkerasan jalan + bahu jalan = 2.00 m + 7.00 m + 2.00 m, maka
lebar lantai kendaraan pada jembatan ditetapkan = 7.00 m sedangkan lebar
trotoir kiri-kanan masing-masing tidak diambil = 2.00 m, akan tetapi masing-
masing trotoar kiri dan kanan tetap = 1.00 m.
c. Contoh lain, jika suatu jembatan terletak pada ruas jalan Propinsi dengan lebar
bahu jalan + perkerasan jalan + bahu jalan = 2.00 m + 6.00 m + 2.00 m, maka
2-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
f. Lebar lantai kendaraan pada jembatan ditentukan mengikuti standar lebar jalan
yang diambil berdasarkan Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata ruas (VLHR)
jalan dimaksud pada akhir umur pelayanan jalan. Berikut ini diberikan tabel yang
memberikan gambaran hubungan antara VLHR dalam smp/hari dengan lebar
jalan arteri, kolektor dan lokal. Lebar trotoir jembatan tidak mengikuti standar
bahu jalan yang ada pada tabel tersebut, akan tetapi tergantung pada Kelas
Jembatan, kalau untuk jembatan Kelas A lebar trotoirnya = 1.00 m, sedangkan
jembatan Kelas B dan C lebar trotoirnya = 0.50 m.
2-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
2-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
2.3. Penetapan jumlah jalur dan lajur lalu lintas dan penggunaannya
Yang dimaksud dengan jumlah jalur lalu lintas adalah jumlah arah lalu lintas.
Jembatan dikatakan mempunyai 1 (satu) jalur lalu lintas apabila jembatan tersebut
hanya dilalui oleh lalu lintas satu arah saja. Jika suatu jembatan disiapkan untuk
dapat dilalui oleh lalu lintas dalam dua arah, maka jembatan tersebut dikatakan
mempunyai 2 (dua) jalur. Jembatan merupakan bagian dari jalan, oleh karena itu
jumlah jalur jembatan harus disesuaikan dengan jumlah jalur jalan dimana jembatan
tersebut terletak.
Sedangkan yang dimaksud dengan lajur lalu lintas adalah bagian dari lantai
kendaran yang digunakan oleh suatu rangkaian kendaraan. Penetapan lajur lalu
lintas dimaksudkan untuk menentukan ”beban hidup D” dalam perhitungan
perencanaan.
2-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Istilah jalur yang digunakan dalam SKBI 1.3.28.1987 masih berdasarkan pengertian
lama yaitu jalur = lane ; sekarang yang dimaksud dengan lane adalah bukan jalur
akan tetapi lajur.
Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan adalah sebagai
berikut :
a. Lajur lalu lintas mempunyai lebar minimum 2.75 meter dan lebar maksimum 3.75
meter. Lebar lajur minimum ini harus digunakan untuk menentukan beban „D“
per jalur.
b. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,5 m,
beban “D” sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh lebar jembatan.
c. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar dari 5,5 meter, beban
“D” sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5.50 m sedang selebihnya
dibebani hanya separuh beban “D” (50%) seperti terlihat pada gambar berikut ini:
Dalam menentukan beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) perlu
diperhatikan ketentuan bahwa :
a. Panjang bentang (L) untuk muatan terbagi rata adalah ketentuan dalam
perumusan koefisien kejut.
b. Beban hidup per meter lebar jembatan menjadi sebagai berikut :
Beban terbagi rata = (q ton/meter)/2,75 meter
Beban garis = (P ton)/2,75 meter
2-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung pada jalur
lalu lintas.
Berikut ini diberikan Tabel 2-3 Jumlah Lajur Lalu Lintas dalam kaitannya dengan
lebar lantai kendaraan :
2-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Jumlah Lajur
Lebar Lantai Kendaraan
Lalu Lintas
5.50 sampai dengan 8.25 m 2
Lebih dari 8.25 m sampai dengan 11.25 m 3
Lebih dari 11.25 m sampai dengan 15.00 m 4
Lebih dari 15.00 m sampai dengan 18.75 m 5
Lebih dari 18.75 m sampai dengan 32.75 m 6
2-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sejak tahun 1988
perencanaan jembatan ditetapkan ditetapkan dengan mengacu pada butir
2.3.3. Kelas A digunakan untuk jembatan yang terletak pada jalan Nasional
atau jalan Propinsi, Kelas B digunakan untuk jembatan yang terletak pada
jalan Kabupaten, sedangkan Kelas C digunakan untuk jembatan yang
terletak pada ruas jalan kabupaten atau pada ruas jalan yang lebih rendah
dari pada jalan Kabupaten. Selain lokasi jembatan, faktor lain yang perlu
dijadikan pertimbangan adalah Kelas Jalan (dimana lokasi jembatan
dimaksud berada).
Catatan:
Untuk keperluan perencanaan teknis jembatan, beban hidup D dan beban hidup T yang
dijelaskan di atas (SKBI – 1.3.28.1987) masih digunakan, namun sebagai pembanding,
pengertian beban hidup D dan beban hidup T yang dikembangkan sesuai dengan BMS7-
C2-Bridge Design Code 1992 juga diberikan di dalam modul ini.
2-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
RANGKUMAN
a. Besaran-besaran yang menyangkut lebar lantai kendaraan, jumlah jalur dan lajur lalu
lintas dan kelas jembatan harus ditentukan terlebih dahulu sebelum perencanaan
jembatan dibuat, agar perencanaan jembatan tersebut dapat memenuhi persyaratan
kapasitas maupun kemampuannya di dalam memikul beban hidup dan beban mati.
b. Lebar lantai kendaraan pada jembatan ditetapkan dengan mengikuti lebar perkerasan
jalan, akan tetapi lebar trotoir jembatan tidak harus selalu sama dengan lebar bahu
jalan. Berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia, lebar trotoar jembatan ditentukan
mengikuti Kelas Jembatan, untuk jembatan Kelas A lebar trotoir diambil = 1.00 m, untuk
jembatan Kelas B lebar trotoir = 0.50 m dan untuk jembatan Kelas C lebar trotoir = 0.50
m.
c. Yang dimaksud dengan jumlah jalur lalu lintas adalah jumlah arah lalu lintas sedangkan
yang dimaksud dengan lajur lalu lintas adalah bagian dari lantai kendaran yang
digunakan oleh suatu rangkaian kendaraan. Penetapan lajur lalu lintas dimaksudkan
untuk menentukan ”beban hidup D” dalam perhitungan perencanaan. Lajur lalu lintas
mempunyai lebar minimum 2.75 meter dan lebar maksimum 3.75 meter. Lebar lajur
minimum ini harus digunakan untuk menentukan beban „D“ per jalur.
2-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya
tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan
dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.
Soal :
Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Menetapkan lebar lantai
kendaraan, jumlah jalur
dan lajur lalu lintas, dan
kelas jembatan
1.2. Jumlah jalur dan lajur 1.2. Apakah anda mampu a. .........................
lalu-lintas ditetapkan menetapkan jumlah
b. .........................
sesuai dengan jalur dan lajur lalun
ketentuan teknis lintas dalam rangka c. .........................
yang berlaku perencanaan teknis dst.
jembatan?
2-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
BAB 3
PEMILIHAN TIPE DAN JENIS BANGUNAN ATAS JEMBATAN,
EXPANSION JOINT DAN PERLETAKAN JEMBATAN
3.1. Umum
Bab ini menjelaskan pemilihan tipe dan jenis bangunan atas jembatan, expansion
joint dan perletakan jembatan. Dalam tabel-tabel yang diberikan dalam bab ini dapat
dilihat cara pendekatan untuk memilih tipe dan jenis bangunan atas jembatan
dengan variable panjang bentang mulai dari bentang pendek, sedang sampai
dengan panjang. Untuk bentang-bentang 5 – 30 m dapat dipilih jenis beton bertulang
dengan tipe bervariasi mulai dari tipe pelat, pelat berongga, kanal pracetak, gelagar
T atau gelagar box, tergantung dari panjang bentang yang akan digunakan. Untuk
bentang 16 – 50 m dapat dipilih jenis beton prategang dengan tipe bervariasi mulai
dari gelagar I dengan lantai komposit, gelagar I pra peregangan dengan lantai
komposit, gelagar T pasca peregangan, gelagar box pasca para peregangan dengan
lantai komposit, atau gelagar box monolitik dalam bentang sederhana, tergantung
dari panjang bentang yang akan digunakan. Selain itu dalam Bab ini juga diberikan
gambaran sekilas jembatan-jembatan bentang panjang tipe jembatan rangka,
dengan panjang bentang bervariasi mulai dari 35 - 100 m. Rangka baja yang selama
ini digunakan di Indonesia, selain rangka baja peninggalan kolonial, adalah rangka
baja Belanda, rangka baja Australia, rangka baja Austria dan sebagainya. Di dalam
Bab ini juga dijelaskan bagaimana menetapkan jumlah dan panjang bentang jika
jembatan harus melintasi sungai, jalan raya atau jalan kereta api, apa fungsi
expansion joint dan bagaimana perletakan jembatan harus direncanakan.
Pemilihan tipe dan jenis bangunan atas jembatan merupakan faktor penting karena
akan berpengaruh pada biaya konstruksi serta biaya pemeliharaan jembatan di
kemudian hari. Pengertian tipe bangunan atas jembatan lebih cenderung pada
pembedaan aspek konstruksinya, sedangkan jenis bangunan atas lebih fokus pada
material yang digunakan untuk membuat bangunan atas jembatan dimaksud.
Tipe dan jenis bangunan atas jembatan dipilih berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan atau faktor-faktor sebagai berikut:
3-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Berikut ini adalah Standar Pendekatan Pemilihan Tipe dan Jenis Bangunan Atas
Jembatan yang menggunakan beton bertulang, beton prategang, dan beton
komposit. Jembatan rangka baja tidak dimasukkan disini karena modul ini disiapkan
untuk Ahli Muda, sedangkan jembatan rangka baja dipertimbangkan lebih tepat jika
didesain oleh Ahli Madya.
Pada Tabel berikut dapat diperhatikan bahwa bentang jembatan minimal = 5.00 m,
artinya untuk perlintasan jalan dengan sungai yang memerlukan bentang < 5.00 m
konstruksi perlintasan yang digunakan bukan jembatan, akan tetapi gorong-gorong.
Dalam praktek perencanaan teknis jembatan, penggunaan gorong-gorong biasanya
dibatasi bukan pada bentang 5.00 m akan tetapi sampai dengan bentang 6.00 m
digunakan gorong-gorong.
3-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Tabel 3-1 Standar Pendekatan Pemilihan Tipe dan Jenis Gelagar Bangunan Atas Jembatan
I. Struktur prategang
1 Slab berongga 1/22 (1/20 - 1/30)
2 Str. komposit sederhana : gelagar I 1/15 (1/13 - 1/20)
3 Str. komposit menerus : gelagar I 1/18 (1/16 - 1/22)
4 Str. sederhana : gelagar I 1/18 (1/16 - 1/22)
5 Str. menerus : gelagar I 1/20 (1/18 - 1/22)
6 Str. komposit sederhana : gelagar U 1/18 (1/16 - 1/20)
7 Gelagar kotak sederhana 1/20 (1/18 - 1/24)
8 Gelagar kotak menerus * 1/22 (1/20 - 1/27)
9 Gelagar kotak menerus ** 1/18 (1/16 - 1/22)
II. Struktur beton bertulang
1 Gelagar sederhana 1/15
2 Slab berongga 1/20
3 Konstruksi kaku 1/12
4 Slab di tiang 1/20
Catatan :
* = di-ereksi dengan penopang H = tinggi gelagar
** = di-ereksi dengan metoda kantilev er L = bentang
3-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Tabel 3-2 Tipe-tipe bangunan atas jembatan yang menggunakan beton bertulang
3-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Tabel 3-3 Tipe-tipe bangunan atas jembatan yang menggunakan beton prategang
3-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
3-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas
Jembatan
Selain tipe beton bertulang, beton prategang, dan beton komposit, terdapat tipe
rangka baja, yang meskipun tidak diberikan secara mendetail di dalam modul ini,
perlu diketahui oleh Ahli Muda Perencana Jembatan untuk dapat
merekomendasikan jumlah dan panjang bentang jembatan.
Tipe rangka baja yang digunakan selama ini di Indonesia antara lain adalah
sebagai berikut:
Berikut ini adalah Tabel-tabel yang menunjukkan bentang jembatan dan lebar jalur
lalu lintas berdasarkan Kelas Jembatan untuk beberapa tipe:
3-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas
Jembatan
3-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Pada Tabel 3.2 diberikan contoh tipe pelat beton berlubang, pelat berongga,
kanal pracetak, gelagar beton balok T dan gelagar beton boks. Mengambil
referensi dari standar bangunan atas yang telah ada yaitu gelagar beton
balok T bentang 6 – 25 meter dapat dicatat mutu bahan dan tegangan izin
yang digunakan untuk mendesain tipe tersebut:
Tiang Sandaran:
Beton K 225 75/0 6.5
3-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Catatan : Diambil dari Tabel 7.1.2-3 Spesifikasi Teknis versi 2007 – Divisi 7
Untuk bangunan atas jembatan beton bertulang, mutu bahan yang kurang
lebih sesuai adalah mutu sedang, artinya perencana dapat memilih untuk
gelagar utama, pelat lantai dan diafragma bahan dengan mutu K250, K300
atau K350.
3-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Semen
Air
3-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
tekan minimum 90% dari kuat tekan mortar dengan air suling untuk
periode umur yang sama.
Aggregat
Sifat-sifat Agregat:
3-12
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Agregat yang digunakan harus bersih, keras, kuat yang diperoleh dari
pemecahan batu atau koral, atau dari penyaringan dan pencucian
(jika perlu) kerikil dan pasir sungai
Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan
oleh pengujian SNI 03-2816-1992 tentang Metode Pengujian Kotoran
Organik Dalam Pasir untuk Campuran Mortar dan Beton, dan harus
memenuhi sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam Tabel 3-10 bila
contoh-contoh diambil dan diuji sesuai dengan prosedur yang
berhubungan.
Bahan Tambah
Bahan kimia
Bahan tambah yang berupa bahan kimia ditambahkan dalam
campuran beton dalam jumlah tidak lebih dari 5% berat semen
3-13
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Mineral
Baja Tulangan
Baja tulangan harus baja polos atau berulir dengan mutu yang sesuai
dengan Gambar dan memenuhi Tabel 3-11 berikut ini :
3-14
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
3-15
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Setelah peregangan dingin, maka sifat fisiknya akan menjadi sebagai berikut:
3-16
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Persyaratan Bahan
Baja yang digunakan sebagai bagian struktur baja harus sesuai dengan
ketentuan AASHTO M 270-04 dan mempunyai sifat mekanis baja struktural
seperti dalam Tabel 3-12.
3-17
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Mutu baja, dan data yang berkaitan lainnya harus ditandai dengan jelas pada
unit-unit yang menunjukkan identifikasi selama fabrikasi dan pemasangan.
Catatan
- Dengan memahami uraian tersebut pada butir-butir 3.1.1, 3.1.2 dan 3.1.3
diharapkan perencana jembatan mampu menentukan tipe dan jenis jembatan
yang paling tepat untuk digunakan, dengan merujuk pemilihan bahan konstruksi
berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang bahan untuk beton, besi beton, baja
struktur dan baja prategang yang ada pada Spesifikasi Teknis yang berlaku.
- Dengan demikian diharapkan perencana jembatan mampu mendesain jembatan
dengan memanfaatkan perkembangan teknologi beton, besi beton, baja struktur
dan baja prategang yang ada pada saat ini.
Pada data tersebut, penetapan panjang dan tinggi ruang bebas jembatan telah
dijelaskan pada Modul BDE 02 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data
Teknis - Bab 3 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Hidrologi dan
Karekteristik Sungai dan Perlintasan Lainnya. Penetapan panjang dan tinggi ruang
bebas jembatan tersebut belum dapat digunakan untuk menentukan jumlah dan
panjang bentang, terlebih dahulu harus dipertimbangkan dimana perencana
jembatan dapat menempatkan abutment, dimana dapat menempatkan pilar (jika
ada), dan bahan konstruksi apa yang harus digunakan, ditetapkan dengan berbagai
pertimbangan.
3-18
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
3-19
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Abutment Abutment
Tinggi clearence
5,00 m
Tiang Tiang
pancang Perkerasan Jalan pancang
RUMAJA
3-20
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
jalan. Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah adanya program
penanganan jalan (misalnya overlay) bisa berupa peningkatan atau
pemeliharaan berkala yang mempengaruhi ketinggian perkerasan jalan di
bawah jembatan, sehingga perlu dipertimbangkan untuk mengambil ruang
bebas jembatan lebih dari 5.00 m.
Dengan ditetapkannya level tepi bawah jembatan, dapat ditentukan batas-
batas ruang yang tidak boleh ditempati oleh pilar jembatan. Dari batas-batas
ini, dengan memperkirakan lebar tepi bawah pilar, dapat ditentukan as pilar
jembatan, titik potong antara as pilar dengan tepi bawah jembatan dapat
ditetapkan sebagai batas-batas bentang tengah. Dengan demikian, setelah
batas-batas bentang tengah ditentukan, panjang bentang tengah dapat
ditetapkan. Dari sini perencana dapat menentukan tipe dan jenis jembatan
untuk bentang tengah, tergantung pada berbagai pertimbangan antara lain
ketersediaan bahan, kemudahan pelaksanaan, fungsinya sebagai bagian
dari jaringan jalan, estetika, ekonomi dan lain sebagainya. Jika tipe dan jenis
bentang tengah sudah ditentukan, tinggal memilih tipe dan jenis bentang-
bentang tepi, pertimbangannya kurang lebih sama yaitu ketersediaan bahan,
kemudahan pelaksanaan, fungsinya sebagai bagian dari jaringan jalan,
estetika, ekonomi dan lain sebagainya.
Alternatif lain, tergantung potongan melintang jalan raya yang harus dilintasi,
pada contoh di atas mungkin belum tentu diperlukan 3 bentang jembatan,
akan tetapi cukup 1 bentang jembatan, artinya tidak ada pilar untuk jembatan
ini, yang ada adalah abutment dikiri-kanan jembatan. Di sebelah luar
abutment perlu dipasang timbunan tanah setinggi ± 5.00 m di bagian dekat
abutment, direncanakan sebagai oprit (jalan pendekat), dipadatkan sesuai
spesifikasi teknis. Apakah dipilih alternatif yang terakhir, ataukah dipilih
alternatif sebelumnya, semuanya tergantung pada pertimbangan teknis dan
ekonomi.
3-21
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Tinggi clearence
Perkerasan jalan
Perkerasan jalan 6,50 m
Timbunan pilihan Timbunan pilihan
Abutment Abutment
10,00 m 10,00 m
Tiang Tiang
pancang Jalur KA pancang
Pada contoh di atas, untuk melintasi jalan kereta api diperlukan jembatan
dengan panjang bentang yang tidak mengganggu ruang bebas mulai dari as
track jalan kereta api (single track) ke tepi pilar sebelah kiri minimal 10 m
dan ke tepi pilar sebelah kanan minimal 10 m, sedangkan tinggi ruang bebas
terhitung dari kepala rel ditentukan sesuai standar jalan kereta api yaitu 6.50
m. Untuk double track, jarak bebas 10 m tersebut dihitung dari as rel paling
luar. Potongan melintang pilar jembatan tidak selalu vertical akan tetapi bisa
juga miring seperti contoh di atas. Jika desain pilar ditentukan miring seperti
dalam contoh penampang memanjang jembatan di atas, maka disarankan
ruang bebas diambil dari tepi dalam kaki pilar, ditarik vertical ke atas.
Selanjutnya penjelasan tentang bentang di sebelah kiri dan sebelah kanan
bentang tengah pada prinsipnya sama dengan tersebut pada butir 3.3.2.
Pada butir 3.2 dan 3.3 telah dijelaskan bagaimana ahli perencana jembatan dapat
menentukan tipe dan jenis jembatan serta jumlah dan panjang bentang jembatan.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat digarisbawahi bahwa pertama-tama yang
harus dipertimbangkan adalah apakah panjang jembatan yang telah ditentukan perlu
dibag-bagi lagi ke dalam n bentang? Jika kebutuhan panjang jembatan tidak
mungkin dapat ditentukan dengan 1 bentang maka pilihannya adalah 2, 3, 4 …..
3-22
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
bentang dan seterusnya. Disini penetapan tipe dan jenis bangunan atas jembatan
menjadi penting, artinya seluruh aspek mulai dari ekonomi, data lapangan yang
tersedia, panjang bentang jembatan, perkiraan daya dukung tanah, perilaku
sungai/debit banjir/potongan melintang sungai atau jalan raya atau jalan kereta api
yang akan dilintasi, estetika, kemudahan pelaksanaan, ketersediaan material (mutu
& kuantitas), lingkungan, Kelas Jalan/Kelas Jembatan, lendutan izin jika digunakan
rangka baja, kemungkinan penggunaan pilar harus dijadikan bahan pertimbangan.
a. Tentukan dimana posisi bentang yang paling panjang, yang merupakan bagian
dari panjang jembatan, dan pertimbangkan apakah bangunan atas jembatan
harus diletakkan di atas abutment atau pilar, sesuai dengan bentuk penampang
melintang sungai yang harus dilintasinya.
b. Jika bangunan atas jembatan dimaksud harus diletakkan diatas 2 pilar, maka
berarti di sebelah kiri dan kanan bangunan atas tersebut terdapat bangunan-
bangunan atas jembatan dengan bentang lebih pendek.
c. Jika bangunan atas jembatan dimaksud harus diletakkan diatas abutment dan
pilar, maka berarti di salah satu sisi terdapat bangunan atas jembatan dengan
bentang yang lebih panjang dibandingkan dengan di sampingnya lagi yang
ditempatkan bangunan atas jembatan yang mungkin lebih pendek. Semuanya
tergantung dengan bentuk penampang melintang sungai yang harus dilintasinya.
d. Jika bentang panjang = 35 m.
Ada beberapa tipe dan jenis bangunan atas yang dapat dipilih, yaitu:
3-23
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
telah dipilih, untuk menentukan tipe dan jenis bangunan mana yang akan digunakan
untuk bentang-bentang jembatan di sebelah kiri dan atau sebelah kanan bentang
panjang ini. Ini tergantung pada berapa panjang bentang yang dibutuhkan. Misalnya
bentang jembatan yang diperlukan untuk sebelah kiri atau sebelah kanan bentang
panjang adalah 12.00 m. Maka tipe dan jenis bangunan atas yang dapat dipilih
adalah sebagai berikut:
a. Beton bertulang
Pelat beton berongga.
Kanal pracetak.
Gelagar beton T.
Gelagar beton box.
b. Beton prategang
Segmen pelat
Segmen pelat berongga.
Segmen komposit dengan lantai beton rongga tunggal;
Segmen komposit dengan lantai beton box berongga;
Girder I beam – lantai komposit, pre-tensioned prestressed concrete, statis
tertentu.
Tipe dan jenis yang mana yang akan dipilih tergantung pada berbagai
pertimbangan: ketersediaan bahan, kemudahan pelaksanaan, fungsinya sebagai
bagian dari jaringan jalan, estetika, ekonomi dan lain sebagainya.
3.5.1 Pemilihan Tipe dan Jenis Expansion Joint (Sambungan Siar Muai)
Expansion joint terbuat dari logam, karet, aspal karet (rubbertic asphalt),
bahan pengisi (filler) atau bahan penutup (sealant) yang digunakan untuk
sambungan antar struktur dan sesuai dengan gambar rencana.
3-24
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Persyaratan Bahan
Bahan jenis expansion joint tipe ini berbentuk pelat, baja siku dan baja
bergerigi, merupakan bahan yang dapat menahan perubahan temperatur
dan perilaku struktur jembatan sesuai dengan gambar rencana. Jenis
sambungan yang menggunakan baja dan baut angkur tersebut dibuat
dengan mengacu pada AASHTO M.120-81 dan dilindungi terhadap
korosi. Lihat sketsa di bawah:
Expansion joint yang menggunakan bahan seperti karet atau aspal karet
harus dapat menahan pergerakan struktur secara longitudinal,
transversal dan rotasi. Bahan tersebut juga harus fleksibel, menahan air,
tahan terhadap cuaca, dapat menahan beban dinamis kendaraan dan
dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan.
Bahan expansion joint tipe tertutup jenis asphaltic plug, terdiri atas
rubberised bitumen binder, single size agregat, pelat baja dan angkur.
Bitumen binder merupakan campuran dari bitumen, polymer, filler dan
3-25
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Pelat baja yang digunakan sebagai dasar expansion joint jenis ini harus
dapat menahan dampak pemuaian akibat panas yang ditimbulkan pada
saat pelaksanaan dan mempunyai tebal dan lebar yang sesuai dengan
ukuran celah sambungan.
Bahan pengisi sambungan harus terbuat dari jenis bahan yang kenyal
dan sesuai dengan SNI 03-4432-1997 atau SNI 03-4815-1998.
3-26
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
MODULAR
Expansion Joint
System
3-27
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
3-28
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Batas Penggunaan
Tipe Joint Catatan
Tipe Jembatan Batas Pemanjangan
Cut Off Joint Beton Bertulang Lebih dari 50 mm Termasuk fixed support
3-29
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Perletakan jembatan terbuat dari baja (bisa berbentuk landasan lapisan pelat
baja atau landasan logam) atau elastomer (bantalan karet) untuk menopang
gelagar, pelat atau rangka baja.
Umumnya salah satu ujung balok gelagar adalah perletakan tetap (sendi),
dan ujung lainnya adalah perletakan yang bebas bergerak dalam arah
memanjang (rol). Akan tetapi pada perletakan dari karet atau neoprene
kedua ujung tersebut dapat bergerak ke segala arah dalam batas tertentu.
Jika perletakan tidak berfungsi, maka kerusakan akan timbul pada perletakan
dan juga pada bagian lain konstruksi.
3-30
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Landasan Logam
Landasan logam merupakan landasan blok berongga (pot), geser
(sliding), rol (roller), sendi (knuckle), goyang (rocker), yang
pemasangannya disetel, terdiri dari bahan yang memenuhi spesifikasi
AASHTO yang berkaitan.
3-31
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
3-32
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
3-33
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
RANGKUMAN
a. Bab 3 ini menjelaskan pemilihan tipe dan jenis bangunan atas jembatan, expansion
joint dan perletakan jembatan
c. Untuk jembatan dengan bentang 16 – 50 m dapat dipilih jenis beton prategang dengan
tipe bervariasi mulai dari gelagar I dengan lantai komposit, gelagar I pra peregangan
dengan lantai komposit, gelagar T pasca peregangan, gelagar box pasca para
peregangan dengan lantai komposit, atau gelagar box monolitik dalam bentang
sederhana, tergantung dari panjang bentang yang akan digunakan.
e. Di dalam modul ini juga dijelaskan bagaimana cara menentukan jumlah dan panjang
bentang jembatan apabila jembatan dibuat melintasi sungai, melintasi jalan raya atau
melintasi jalan kereta api.
f. Kemudian juga dijelaskan bagaimana memilih tipe dan jenis expansion joint dan
perletakan jembatan dalam rangka melengkapi elemen-elemen perencanaan
bangunan atas jembatan.
3-34
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya
tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan
dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.
Soal :
Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Menetapkan lebar lantai Sudah dibuat soalnya di
kendaraan, jumlah jalur Bab 2
dan lajur lalu lintas, dan
kelas jembatan
3-35
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
3-36
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
BAB 4
PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN
MENGACU PADA STANDAR PERENCANAAN
4.1 Umum
Ada 2 kriteria pembebanan yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan
perencanaan pembebanan, yaitu berdasarkaan Pedoman Pembebanan Jalan Raya
SKBI – 1.3.28.1987 – UDC 624.042 : 62421 dan BMS7-C2-Bridge Design Code 1992
yang secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:
4-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Pergantian tingkat tegangan memberikan kapasitas beban hidup dari dua sumber:
Kapasitas beban hidup rencana semula yang ditingkatkan oleh tegangan ijin lebih
besar, dan
4-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Kapasitas beban mati yang ditingkatkan setaraf tetapi tidak diperlukan untuk
memikul beban mati tambahan.
Rasio beban mati terhadap beban hidup dalam struktur bervariasi, yaitu relatif tinggi
untuk beton dan relatif rendah untuk baja.
Kapasitas beban mati lebih berasal dari perhitungan kapasitas beban hidup dalam
KBL menyebabkan variasi dalam perijinan kapasitas beban pada suatu ruas jalan,
karena tipe jembatan berbeda satu dengan yang lain. Jembatan dengan kapasitas
terkecil menentukan perijinan lebih, sehingga kapasitas lebih dari jembatan lain dalam
ruas jalan tidak termanfaatkan. Penggunaan KBU mencegah terjadinya hal tersebut.
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur “D” dan
beban truk “T”. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan
dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu
iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang
bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan
pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua
bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda
kendaraan berat. Hanya satu truk “T” diterapkan per lajur lalu lintas rencana.
Secara umum beban “D” akan menentukan dalam perhitungan yang
mempunyai bentang mulai dari sedang sampai panjang, sedangkan beban
“T” digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.
Dalam keadaan tertentu beban “D” yang telah diturunkan harganya mungkin
bisa diizinkan.
Aksi tetap
4-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Aksi yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan
jembatan, cara struktur tersebut dibangun dan bangunan lain yang
mungkin menempel pada jembatan. Yang termasuk aksi ini adalah :
Berat sendiri
Beban mati
Tekanan tanah
Pengaruh rangkak dan susut
Aksi transient
Aksi ini bekerja untuk waktu yang pendek, walaupun mungkin terjadi
seringkali. Aksi ini terbagi beberapa kelompok menurut sumber, yaitu :
Beban Lalu-lintas
Beban Truk T
Gaya Rem
Beban Tumbukan
Aksi lingkungan
Aksi-aksi lainnya
Berat sendiri
4-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan
elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap
tetap. Berat nominal dan nilai terfaktor dari berbagai bahan dapat diambil
dengan mengacu pada faktor beban, Tabel 4-1.
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang terbentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin
besamya berubah selama umur jembatan, seperti :
Pelapisan kembali permukaan aspal.
Sarana umum seperti pipa air bersih dan pipa air kotor.
4-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan beban tanah setebal
0,6 m * (untuk menghitung tekanan tanah lateral).
Beban lalu-lintas
Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri dari pembebanan
lajur D dan pembebanan truk T. Pembebanan D akan menentukan untuk
bentang sedang sampai panjang, dan pembebanan T akan menentukan
untuk bentang pendek dan sistem lantai.
Beban lajur D
Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (UDL) yang digabung
dengan beban garis (KEL).
4-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Beban garis
Intensitas p kN/m
Arah lalu lintas
90
Intensitas q kPa
4-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
100 %
Intensitas q
100 %
50 %
5,5 m Intensitas q
4-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Beban truk T
5m 4 s/d 9 m
0.5 1.75 0.5
2.75 m
50 kN 200 kN 200 kN
100 kN
25 kN 100 kN
1.25 cm 50 cm 50 cm
20 cm
20 cm 20 cm 2.75 m
20 cm
1.25cm 50 cm 100kN 50cm 100 kN
25 kN
20 cm 20 cm
4-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Besarnya KEL dari pembebanan lajur “D” dan beban roda dari Pembebanan
Truk “T” harus dengan harga KEL yang cukup untuk memberikan terjadinya
interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai
tambah ini (DLA) dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. DLA ini
diterapkan pada keadaan batas layan dan batas ulitimate.
LE Lav Lmax
dimana :
Lav = panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang
disambungkan secara menerus.
Lmax = panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang
yang disambung secara menerus.
4-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Gaya rem
4-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Gaya Sentrifugal
4-12
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
V2
TTR 0,006 TT
r
dimana :
TTR = gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan
TT = pembebanan lalu-lintas total yang bekerja pada bagian
yang sama (TTR dan TT mempunyai satuan yang sama)
V = kecepatan lalu-lintas rencana (km/jam)
R = jari-jari tengkungan (m)
Pengaruh temperatur
4-13
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Temperatur Temperatur
Type bangunan atas jembatan rata-rata jembatan rata-
minimum (1) rata maksimum
Lantai beton diatas gelagar atau
15 oC 40 oC
box beton
Lantai beton diatas gelagar, box
15 oC 40 oC
atau rangka baja.
Lantai pelat baja diatas gelagar,
15 oC 40 oC
box atau rangka baja
Beban Angin
Gaya nominal ultimate dan batas layan jembatan akibat angin tergantung
kecepatan angin rencana seperti berikut :
TEW = 0.0006 Cw (Vw)2 Ab kN
4-14
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
dimana :
Vw = Kecepatan angin rencana (m/det) untuk keadaan batas
Yang ditinjau
Cw = Koefisien seret lihat Tabel 4-4.
Ab = Luas koefisien bagian samping jembatan (m2).
Tipe Jembatan Cw
Bangunan atas Masif (1), (2)
Lokasi
Keadaan Batas <= 5 km dari > 5 km dari
pantai pantai
Batas Layan 30 m/s 25 m/s
4-15
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Pengaruh getaran
Getaran pada jembatan harus diselidiki untuk keadaan batas layan terhadap
getaran. Satu lajur lalu-lintas rencana dengan pembebanan “beban lajur D”,
dengan faktor beban 1,0 harus ditempatkan sepanjang bentang agar
diperoleh lendutan statis maximum pada trotoar.
Walaupun pasal ini mengijinkan terjadinya lendutan statis yang relatif besar
akibat beban hidup, perencana harus menjamin bahwa syarat-syarat untuk
kelelahan bahan harus dipenuhi.
Faktor Beban
4-16
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Faktor Beban
Aksi
Lamanya Ultimate
No Batas
Waktu Norma Terkuran
Nama Simbol Layan
l gi
1. Berat Sendiri PMS Tetap
- Baja, aluminium 1,0 1,10 0,90
- Beton Pracetak 1,3 1,20 0,85
- Beton dicor ditempat 1,0 1,30 0,75
- Kayu 1,0 1,40 0,70
2. Beban Mati Tambahan PMA Tetap
- Kasus Umum 1,0 2,00 0,70
- Kasus khusus 1,0 1,40 0,80
3. Penyusutan dan Rangkak PSR Tetap 1,0 1,00 Tdd
4. Beban Pelaksanaan Tetap PPL Tetap 1,0 1,25 0,80
5. Beban Lajur “D” TTD Transient 1,0 2,00 Tdd
6. Beban Truk “T” TTT Transient 1,0 2,00 Tdd
7. Gaya Rem TTB Transient 1,0 2,00 Tdd
8. Beban Trotoar TTP Transient 1,0 2,00 Tdd
9. Beban Tumbukan pd TTC Transient 1,0 Tdd Tdd
penyangga
10. Penurunan PES Transient 1,0 1,20 0,80
11. Temperatur PET Transient 1,0
12. Beban Angin PEW Transient 1,0 1,20 Tdd
13. Pengaruh Gempa PEQ Transient Tdd 1,00 Tdd
14. Gesekan Perletakan TBF Transient 1,0 1,30 0,80
15. Getaran TVI Transient 1,0 Tdd Tdd
16. Pelaksanaan TCL Transient 1,0
Catatan:
i. Simbol yang terlihat hanya untuk beban nominal, simbol untuk beban rencana
menggunakan tanda bintang:
PMS : berat sendiri nominal
P*MS : Berat sendiri rencana
ii. Untuk penjelasan lihat pasal yang sesuai.
iii. Ttd: menandakan tidak dapat dipakai. Dalam hal ini dimana pengaruh beban transient
adalah meningkatkan keamanan, faktor beban yang cocok adalah nol.
Kombinasi Pembebanan
Untuk besaran beban dan kombinasi pembebanan, diambil mengacu
kepada BMS-1992 Bagian 2 “Beban Jembatan”.
4-17
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Kombinasi Beban
Primer Aksi Tetap + satu aksi transient
Primer + 0,7 (satu aksi transient
Sekunder
lainnya)
Primer + 0,5 (dua atau lebih aksi
Tersier
transient)
Kombinasi Beban
Aksi
Batas Layan (1) Ultimate (2)
Nama Simbol 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Aksi Tetap x x x x x x x x x x x x
- Berat sendiri PMS
- Beban mati tambahan PMA
- Penyusutan dan rangkak PSR
- Beban pelaksanaan tetap
Beban Lajur “D” atau Beban TTD x o o o o x o o o
Truk “T” TTT
Gaya Rem atau Gaya TTB x o o o o x o o o
Sentrifugal TTR
Beban Pejalan Kaki TTP x x
Gesekan Perletakan TBF o o x o o o o o o o O
Pengaruh Temperatur TET o o x o o o o o o o o
Beban Angin PEW o o x o o o x o
Pengaruh Gempa PEQ x
Tumbukan PBF
Pengaruh Getaran TVI x X
Pelaksanaan TCL x x
4-18
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Catatan:
Dalam keadaan batas layan pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda:
x adalah memasukkan faktor beban layan penuh
o adalah memasukkan faktor beban layan yang sudah diturunkan harganya
Dalam keadaan batas ultimate pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda:
x adalah memasukkan faktor beban ultimate penuh
o adalah memasukkan faktor beban ultimate yang sudah diturunkan besarnya
sama dengan batas layan
Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi
beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan melihat harga rencana maksimum
dan minimum untuk menentukan keadaan yang paling membahayakan
4-19
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
c. Beban Khusus
i). Gaya sentrifugal
ii). Gaya tumbuk pada jembatan layang
iii). Gaya dan beban selama pelaksanaan
iv). Gaya aliran air dan tunmbukan pada benda-benda hanyut
4-20
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Beban Primer
Beban Mati
Yang dimaksudkan sebagai beban mati adalah berat sendiri jembatan
yang terdiri dari berat bangunan atas jembatan, berat bangunan bawah
jembatan dan berat pondasi jembatan dengan berat isi tergantung dari
bahan-bahan bangunan yang digunakan. Sebagai referensi dapat
digunakan data berat isi yang terdapat dalam buku Pedoman
Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, SKBI – 1.3.28.1987 –
UDC 24.042 : 624.21 yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum pada Oktober 1987.
Beban Hidup
Beban hidup yang digunakan untuk perhitungan perencanaan teknik
jembatan terdiri dari 2 jenis yaitu ”beban T” yang merupakan beban
terpusat untuk lantai kendaraan dan ”beban D” yang merupakan beban
jalur untuk gelagar. Penjelasan lebih jauh tentang kedua jenis beban
tersebut telah diberikan pada Bab 2 modul ini dalam penetapan lebar
lantai kendaraan, jumlah jalur dan jumlah lajur.
Selain beban D dan beban T, termasuk ke dalam beban hidup adalah
beban pada trotoar, kerb dan sandaran sebagai berikut:
Konstruksi trotoar harus diperhitungkan terhadap beban hidup
sebesar 500 kg/m2. Dalam perhitungan kekuatan gelagar karena
pengaruh beban hidup pada trotoar, diperhitungkan beban sebesar
60% beban hidup trotoar.
Kerb yang terdapat pada tepi-tepi lantai kendaraan harus
diperhitungkan untuk dapat menahan satu beban horizontal ke arah
melintang jembatan sebesar 500 kg/m’ yang bekerja pada puncak
kerb yang bersangkutan atau pada tinggi dari 25 cm.
Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoar harus diperhitungkan
untuk dapat menahan beban horizontal sebesar 100 kg/m’, yang
bekerja pada tinggi 90 cm di atas lantai trotoar.
Beban Kejut
Untuk memperhitungkan pengaruh getaran-getaran dan pengaruh
dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat beban garis “P” harus
dikalikan dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum,
4-21
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
sedangkan beban merata “q” dan beban “T” tidak dikalikan dengan
koefisien kejut.
Beban Sekunder
Beban Angin
4-22
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4-23
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
€ per derajat
Jenis Bahan E (kg/cm2)
Celcius
Baja 2,1 x 106 12 x 10-6
Beton 2 sampai 4 x 105 *)
Kayu :
Sejajar
1,0 x 105 *) 5 x 10-6
serat
Tegak lurus
1,0 x 104 *) 50 x 10-6 *)
serat
*) Tergantung pada mutu bahan
4-24
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Fg = Kh x W
Notasi :
Fg = Gaya horizontal yang disebabkan oleh gempa
W = Beban mati bagian jembatan yang direncanakan (dianggap tidak
ada beban hidup)
Kh = Koefisien gempa horizontal, sesuai perumusan berikut :
= CxFxIxM
notasi :
C = Koefisien reaksi kombinasi (lihat peta daerah gempa yang resmi
digunakan)
F = Faktor konstruksi diambil sesuai tabel berikut :
4-25
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Jembatan harus pula ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat gesekan
ada tumpuan bergerak, karena adanya pemuaian dan penyusutan dari
jembatan akibat perbedaan suhu atau akibat-akibat lain.
Gaya gesek yang timbul hanya ditinjau akibat beban mati saja, sedang
besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan yang
bersangkutan dengan nilai sebagai berikut :
Tumpuan gesekan
i. Antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja 0,15
ii. Antara baja dengan baja atau besi 0,2
iii. Antara karet dengan baja/beton 0,15 – 0,18
Beban Khusus
Gaya Sentrifugal
4-26
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Ks = 0,79 V2 / R
Notasi :
Ks = Koefisien gaya sentrifugal (prosen)
V = Kecepatan rencana (kg/jam)
R = Jari-jari tikungan (meter)
4-27
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Gaya tekanan aliran air adalah hasil perkalian tekanan air dengan luas
bidang pengaruh pada suatu pilar, yang dihitung dengan rumus :
Ah = k . Va2
Notasi :
Va = 3 m/detik.
Gaya Angkat
4-28
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Kombinasi Beban
II. M + Ta + Ah + Gg + a + SR + Tm 125%
V. M + P1 130%
VI. M + (H + K) + Tu + S + Tb 150%
Notasi :
A = beban angin
Ah = gaya akibat aliran dan hanyutan
Ahg = gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa
Gg = gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh = gaya horizontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) = beban hidup dengan kejut
M = beban mati
P1 = gaya-gaya roda waktu pelaksanaan
Rm = gaya rem
S = gaya sentrifugal
SR = gaya akibat sust dan rangkah
Tm = gaya akibat perubahan suhu (selain susut dan rangkah)
Ta = gaya tekanan tanah
Tag = gaya tekanan tanah akibat gempa bumi
Tb = gaya tumbuk
Tu = gaya angkat (buoyancy)
4-29
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Uraian yang diberikan dalam Sub Bab 4.2 ini adalah berupa prinsip-prinsip
perencanaan beton bertulang, diharapkan dapat dijadikan acuan pada waktu peserta
pelatihan melakukan praktek menghitung dan merencanakan bangunan atas
jembatan dengan konstruksi beton bertulang.
4-30
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Tabel 4-11 Daftar bentang, pelat lantai kendaraan dan dimensi gelagar balok “T”
1 5 20 20 120 30 30 50 300 50 30 30
2 6 20 20 120 30 30 55 300 55 35 35
3 8 20 20 120 40 40 60 300 70 50 50
4 10 20 20 120 40 40 70 300 85 30 40
5 12 20 20 120 25 40 60 300 90 35 45
6 14 20 20 120 25 40 60 300 100 35 45
7 16 20 20 120 25 45 65 300 110 35 45
8 18 20 20 120 25 45 65 300 125 35 45
9 20 20 20 120 25 45 70 300 140 40 50
10 22 20 20 120 25 45 70 300 155 40 50
11 24 20 20 120 25 45 75 300 165 40 50
12 25 20 20 120 30 50 75 300 175 40 50
tasp
d1 t
Ast
ya
ht bw h
As h1 h2
ts
b1
4-31
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Panjang Panjang
Kelas [%] Lebar[m] Kelas [%] Lebar[m]
Bentang [m] Bentang [m]
BM 100 5 1+7+1 BM 70 5 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 6 1+7+1 BM 70 6 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 7 1+7+1 BM 70 7 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 8 1+7+1 BM 70 8 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 9 1+7+1 BM 70 9 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 10 1+7+1 BM 70 10 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 11 1+7+1 BM 70 11 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 12 1+7+1 BM 70 12 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 13 1+7+1 BM 70 13 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 14 1+7+1 BM 70 14 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 15 1+7+1 BM 70 15 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 16 1+7+1 BM 70 16 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 17 1+7+1 BM 70 17 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 18 1+7+1 BM 70 18 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 19 1+7+1 BM 70 19 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 20 1+7+1 BM 70 20 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 21 1+7+1 BM 70 21 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 22 1+7+1 BM 70 22 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 23 1+7+1 BM 70 23 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 24 1+7+1 BM 70 24 0.5 + 6 + 0.5
BM 100 25 1+7+1 BM 70 25 0.5 + 6 + 0.5
Tabel 4-11 dan 4-12 di atas memberikan gambaran standar gelagar balok T
beton bertulang yang telah ada, yang dihitung dengan menggunakan metoda
PBKT. Untuk pembanding, berikut ini diberikan contoh standar gelagar T
beton bertulang periode sebelumnya, diambil dari SKBI – 4.4.28.1987 UDC
624.21.02/07 (083.7) – Spesifikasi Konstruksi Jembatan Tipe Balok T
bentang s/d 25 m untuk beban BM 100, yang diterbitkan dengan Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum No. 378/KPTS/1987 tanggal 31 Agustus 1987.
Beban yang dipergunakan untuk perhitungan standar bangunan atas
jembatan versi lama ini adalah Kelas Beban BM 100, artinya 100% beban T
dan 100% beban D, dari buku revisi Pedoman Perencanaan Pembebanan
Jembatan Jalan Raya SKBI No. 1.3.28.1987. Mutu bahan untuk balok utama,
plat lantai, diafragma, beton untuk tiang sandaran adalah K-225, besi beton
Bj. Tp. 24, trotoir B (1) 100, pipa sandaran Bj.37 dan pipa air hujan BJ. 37.
Contoh yang diberikan di sini adalah Gambar 4-7 tampak dan potongan
memanjang, denah dan potongan melintang untuk bentang = 9.00 m.
4-32
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Denah
4-33
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4.2.2 Diafragma
Diafragma adalah balok yang berada diantara dua gelagar yang berfungsi
sebagai pengaku gelagar dan penahan torsi.
Jarak dan dimensi diafragma yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4-13
Analisis dan perencanaan dari balok yang dicetak menjadi satu kesatuan
monolit dengan pelat lantai, didasarkan pada anggapan bahwa antara pelat
dengan balok-balok terjadi interaksi saat menahan momen lentur positif,
gaya normal dan gaya lintang yang bekerja. Interaksi antara pelat dengan
balok-balok menjadi satu kesatuan pada penampangnya yang membentuk
sebagai huruf “T” tipikal, sehingga gelagar-gelagar dinamakan balok “T”.
Pelat akan berlaku sebagai sayap (flens) tekan dan gelagar-gelagar sebagai
badan (webs).
4-34
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
1,4
min , atau luas tulangan tarik (As) yang ada tidak boleh kurang dari
fy
fc' 1,4
As min bw .d , dan tidak lebih kecil dari As min bw .d . Pada balok
4 fy fy
“T” sederhana dengan bagian sayap tertarik, As min tidak boleh kurang dari
fc' fc'
nilai terkecil antara As min bw d dan As min bf .d .
2 fy 4 fy
4-35
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
j. Pembebanan
Beban Primer
Beban Mati
Beban Hidup
Beban Sekunder
Beban rem = 5% dari beban “D” tanpa koefisien kejut yang bebannya
setinggi 1,8 m dari lantai kendaraan.
4-36
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Uraian yang diberikan dalam Sub Bab 4.3 ini adalah berupa prinsip-prinsip
perencanaan beton prategang, diharapkan dapat dijadikan acuan pada waktu
peserta pelatihan melakukan praktek menghitung dan merencanakan bangunan atas
jembatan dengan konstruksi beton prategang.
4-37
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Berikut ini diberikan analisis beton prategang terhadap lentur pada struktur
statis tertentu, dengan memperhatikan perjanjian tanda untuk tegangan
tekan dan tarik sebagai berikut:
4-38
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4-39
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
A ps . s'
jadi c
Ag
(2) Trase kabel berbentuk lengkung (kurva)
Tarik
+ =
Tekan
Diagram tegangan balok pratekan
Kita tinjau balok prategang dimana trase kabelnya lengkung, kabel
ditarik dengan gaya Pi, setelah angkur dipasang dongkrak dilepas.
Saat itu terjadi transfer (pemindahan) gaya tarik kabel ke penampang
beton berupa gaya tekan.
Gaya tekan Pi bekerja eksentris pada jarak e dari c.g.c, sehingga
akan timbul momen Pi.e, momen ini akan mengakibatkan tegangan
tarik (+) pada serat atas dan tegangan tekan (-) pada serat bawah.
Pi Pi .e. y
A I
Pi Pi .e. y t
atas
A I
Pi Pi .e. y b
bawah
A I
dimana yt = jarak garis berat penampang ke serat atas;
yb = jarak garis berat penampang ke serat bawah;
Pi = gaya prategang awal.
4-40
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
M .y
I
Untuk balok pretensioned
4-41
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Kita tinjau profil kabel lurus pada gambar di bawah ini (gambar b):
Profil kabel pada balok prategang post tension yang menerus (seperti
gambar berikut), dalam prakteknya dipasang melengkung.
4-42
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Tendon lurus
e
P P
A B C
(a)
Profil melentur
A B C
(b)
R reaksi redundan
A B C
(c)
L L
RL/2
Momen sekunder
(d)
Gambar 4-11. Reaksi redundan dan momen sekunder pada balok beton
prategang menerus
4-43
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4-44
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4-45
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Uraian yang diberikan dalam Sub Bab 4.4 ini adalah berupa prinsip-prinsip
perencanaan dengan konstruksi tipe gelagar komposit, diharapkan dapat dijadikan
acuan pada waktu peserta pelatihan melakukan praktek menghitung dan
merencanakan bangunan atas jembatan dengan konstruksi tipe gelagar komposit.
Yang dimaksudkan dengan gelagar komposit disini adalah balok baja dengan lantai
beton yang dihubungkan dengan penghubung-penghubung geser. Lantai beton
pada gelagar komposit tidak hanya bertumpu pada balok-balok baja, akan tetpi
dihubungkan pada sayap atas balok baja dengan penghubung-penghubung geser
sedemikian teguhnya sehingga lantai beton dan balok baja bekerja bersama-sama
sebagai satu kesatuan dalam hal memikul beban.
Ada beberapa tipe gelagar komposit atau balok gabungan yang dapat
diketengahkan disini yaitu:
a. Balok gabungan untuk beban hidup, yang pada garis besarnya hanya bekerja
secara gabungan untuk memikul beban hidup.
b. Balok gabungan untuk beban mati dan beban hidup, yang pada garis besarnya
bekerja secara gabungan untuk memikul beban hidup dan seluruh atau sebagian
besar beban-beban mati.
Berikut ini diberikan contoh Tampak dan Potongan Memanjang, Denah dan
Potongan Melintang dari bangunan atas jembatan gelagar komposit dengan panjang
bentang = 12.00 m:
4-46
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Potongan Memanjang
Denah
4-47
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Penampang Melintang
Pembebanan
Pembebanan yang digunakan dalam perencanaan dan perhitungan
bangunan atas jembatan gelagar komposit ini didasarkan atas Standar
Pembebanan yang berlaku untuk pekerjaan jembatan yaitu:
4-48
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Muatan Primer
4-49
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Metoda Perhitungan
Perhitungan dilaksanakan:
Seekonomis mungkin, dimana tegangan yang terjadi baik pada beton
maupun pada baja mendekati tegangan yang diijinkan.
Perhitungan gelagar induk dilakukan dengan anggapan balok
bertumpu di atas dua perletakan (simple span).
4-50
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Umum
Uraian ini secara garis besarnya dibagi dalam 7 kelompok persyaratan teknis
sebagai berikut:
4-51
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Baja Tulangan
i. Baja tulangan yang digunakan adalah baja ulir dengan mutu baja
tulangan minimum Bj 24.
ii. Tegangan yang diijinkan minimum s = 1400 kg/cm2.
iii. Persyaratan mengenai kait dan bengkokan, syarat penyaluran
tegangan, tulangan momen positif dan negatif, panjang
penyaluran tulangan tarik, tekan, ekivalen dari kait, sambungan
tulangan, lewatan tarik dan tekan dan jarak antara tulangan harus
sesyai dengan NI-2 (PBI).
iv. Kawat pengikat harus kawat ikat baja lunak (AASHTO M32-78).
Diameter dan jarak / jumlah tulangan minimum yang digunakan
sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku.
Pelat Sandaran
i. Mutu baja Bj 42
ii. Tebal pelat baja sandaran 25 mm, harus digalvanis di pabrik.
4-52
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
kg/cm2.
4-53
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4-54
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4-55
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
ii. Bahan pelat baja yang telah dilaminasi diletakkan ke dalam mold
kemudian dicor dengan karet sehingga bersatu dalam kondisi
dipanaskan dan diberi tekanan.
iii. Perencanaan teknis harus memenuhi syarat AASHTO, Interim
Specification – Bridges 1990.
Bagian profil, pelat sambungan, baut, stud bolts dan sebagainya yang
galvanisnya telah terkelupas pada saat pengangkutan atau
pelaksanaan harus dicat ulang dengan Red Lead (untuk daerah
kering) dan untuk daerah lembab harus menggunakan Epoxy
Enamel. Sebelum dicat permukaan harus benar-benar bebas dafri
karat dan kotoran
4-56
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
RANGKUMAN
a. Bab 4 dengan judul ”Perencanaan Bangunan Atas Jembatan Mengacu Pada Standar
Perencanaan” menjelaskan standar perencanaan yang berlaku untuk membuat
perencanaan teknis bangunan atas, konsep dasar perencanaan bangunan atas dengan
konstruksi beton bertulang, konsep dasar perencanaan bangunan atas dengan
konstruksi beton prategang dan prinsip-prinsip perencanaan bangunan atas jembatan
dengan konstruksi tipe gelagar komposit.
4-57
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
Soal :
Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Menetapkan lebar lantai Sudah dibuat soalnya di
kendaraan, jumlah jalur Bab 2
dan lajur lalu lintas, dan
kelas jembatan
3. Merencanakan konstruksi
beton / komposit untuk
bangunan atas jembatan
4-58
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4-59
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
DAFTAR PUSTAKA
JIC & Puslitbang Jalan dan Jembatan, Balitbang Departemen Pekerjaan Umum.
Design Code 1992, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.
Bridge Design Code 1992, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan
Umum.
Bridge Design Code 1992, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan
Umum.
7. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan Jalan Raya, SIN 03 –
2833 – 1992.
Umum, 1997.
10. Spesifikasi Konstruksi Jembatan Tipe Balok T Bentang s/d 25 M Untuk Beban BM
11. Spesifikasi Konstruksi Jembatan Tipe Balok T Bentang s/d 25 M Untuk Beban BM 70,
12. Standar Bangunan Atas Jembatan Gelagar Beton Pratekan Tipe I – Kelas A,
14. Standar Spesifikasi Untuk Jembatan Jalan Raya Tipe Balok Gabungan, Direktorat
15. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat
16. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan Umum,
17. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina
Marga, 1992.