Anda di halaman 1dari 142

BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN

PENGGUNAAN DATA TEKNIS

Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi


Kode : INA.5212.113.01.02.07 Judul : Melakukan Koordinasi Untuk
Pengumpulan Dan Penggunaan Data Teknis

PELATIHAN
AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN
(BRIDGE DESIGN ENGINEER)

2007

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

KATA PENGANTAR

Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk


meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi
dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui
pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi
proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu
mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan di tempat kerja.

Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan


Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan
pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang
diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja
tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar
kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di
bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam
Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan
pelaksanaannya.

Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk
SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya
dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari
standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan menyusun Standar Latih
Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi.

Modul/ Materi Pelatihan : BDE – 02 / Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data


Teknis, merepresentasikan unit kompetensi: “Melakukan koordinasi untuk pengumpulan
dan penggunaan data teknis” dengan elemen-elemen kompetensi terdiri dari :
1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas
2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan
karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya
3. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi
4. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan
penyelidikan tanah
5. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi lingkungan
sekitar
.

i
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi
dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis
kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan
dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/
keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing
elemen kompetensinya.

Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai
upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas,
sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang
dipersyaratkan setiap jabatan kerja.

Disisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan,
sehingga diperlukan adanya perbaikan disana sini dan kepada semua pihak kiranya kami
mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan.

Jakarta, Oktober 2007

KEPALA PUSAT PEMBINAAN


KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE


NIP. : 110016435

ii
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

PRA KATA

Modul ini berisi bahasan mengenai koordinasi pengumpulan dan penggunaan data teknis
jembatan. Data dimaksud mencakup data-data lalu lintas, hidrologi, karakteristik sungai,
perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya, topografi, geologi teknik, penyelidikan
tanah, dan kondisi lingkungan sekitar. Yang melakukan pengumpulan data-data tersebut
adalah para tenaga ahli dan atau tenaga terampil terkait, sedangkan bridge design engineer
bertugas melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data-data dimaksud. Agar
bridge design engineer mempunyai arah yang lebih fokus di dalam melakukan koordinasi
pengumpulan dan penggunaan data-data untuk keperluan perencanaan jembatan
dimaksud, dalam modul ini dijelaskan prinsip-prinsip dasar aspek teknis data-data tersebut.
Selain aspek koordinasi yang disinggung di dalam Bab 1, aspek teknis diuraikan dalam Bab
2, 3, 4, 5, dan 6.

Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi,
sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini.
Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI PERENCANAAN TEKNIS
JEMBATAN (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan yang berkaitan; mudah-
mudahan modul ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Oktober 2007

Penyusun

iii
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


PRA KATA ........................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iv
SPESIFIKASI PELATIHAN ............................................................................................... vii
A. Tujuan Pelatihan .......................................................................................................... vii
B. Tujuan Pembelajaran ................................................................................................... vii
PANDUAN PEMBELAJARAN .......................................................................................... ix
A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur ..................................................................................... ix
B. Penjelasan Singkat Modul ............................................................................................ ix
C. Proses Pembelajaran ...................................................................................................x

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1-1


1.1. Umum ............................................................................................................ 1-1
1.2. Ringkasan Modul ........................................................................................... 1-2
1.3. Koordinasi ...................................................................................................... 1-4
1.3.1. Pengertian Koordinasi .......................................................................... 1-5
1.3.2. Ciri-ciri Koordinasi ................................................................................ 1-6
1.3.3. Hakikat Koordinasi................................................................................ 1-6
1.3.4. Fungsi Koordinasi ................................................................................. 1-7
1.3.5. Metode dan Teknik Koordinasi ............................................................. 1-8
1.3.6. Jenis-jenis Koordinasi ......................................................................... 1-10
1.3.7. Koordinasi di Lingkungan Bridge Design Engineer ............................. 1-11
1.4 Batasan / Rentang Variabel..............................................................................1-12
1.4.1. Batasan / Rentang Variabel Unit Kompetensi .................................... 1-12
1.4.2. Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan............................ 1-13
1.5. Panduan Penilaian ........................................................................................ 1-13
1.5.1. Acuan Penilaian.................................................................................. 1-13
1.5.2 Kualifikasi Penilai................................................................................ 1-14
1.5.3. Penilaian Mandiri ............................................................................... 1-16
1.6. Sumber Daya Pembelajaran ......................................................................... 1-16

BAB 2 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA


LALU LINTAS ....................................................................................................... 2-1
2.1. Umum ........................................................................................................... 2-1

iv
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2.2. Analisa Data Lalu Lintas Hasil Survai................................................................ 2-1


2.2.1. Survai Lalu Lintas ................................................................................. 2-1
2.2.2 Pos-pos Perhitungan Lalu Lintas .......................................................... 2-2
2.2.3 Periode Perhitungan ............................................................................. 2-3
2.2.4 Pengelompokkan Kendaraan (Routine Traffic Count – Manual) ........... 2-4
2.2.5 Pelaksanaan Survai versi IIRMS........................................................... 2-8
2.2.6 Evaluasi Hasil Survai Lalu Lintas ........................................................ 2-13
2.3. Prediksi Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (Lhrt) ................................... 2-13
2.4. Koordinasi Pencacahan Jumlah Kendaraan Berat ......................................... 2-20
RANGKUMAN ............................................................................................... 2-24
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI .................................................................. 2-25

BAB 3 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA HIDROLOGI


DAN KARAKTERISTIK SUNGAI DAN PERLINTASAN LAINNYA ....................... 3-1
3.1 Umum ............................................................................................................. 3-1
3.2 Analisa Karakteristik Sungai ............................................................................ 3-1
3.2.1 Tipe Sungai di Daerah Aliran (River Basin) .......................................... 3-1
3.2.2 Sungai Alluvial dan Non-alluvial ........................................................... 3-4
3.2.3 Gerusan Sungai ................................................................................... 3-5
3.3 Perhitungan Debit Banjir Sungai ..................................................................... 3-6
3.3.1 Analisis Hidrologi ................................................................................. 3-6
3.3.2 Perhitungan Debit Banjir Berdasarkan Metode Rasional, Melchior,
Haspers dan Weduwen ……………………………………………………3-9
3.4 Penetapan Panjang Dan Tinggi Ruang Bebas Jembatan .............................. 3-19
3.5 Perlintasan Dengan Prasarana Transportasi Lainnya .................................... 3-21
3.5.1 Perlintasan (tak sebidang) dengan Jalan Raya .................................. 3-21
3.5.2 Perlintasan (tak sebidang) dengan Jalan Kereta Api ......................... 3-23
RANGKUMAN ............................................................................................... 3-27
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ................................................................. 3-28

BAB 4 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA


TOPOGRAFI ........................................................................................................ 4-1
4.1 Umum ............................................................................................................. 4-1
4.2 Survai Pendahuluan ........................................................................................ 4-1
4.3 Survai Pengukuran Topografi Jembatan ......................................................... 4-4
4.4 Penetapan Lokasi Dan Geometrik Jembatan ................................................ 4-14

v
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

RANGKUMAN .................................................................................................... 4-18


LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ....................................................................... 4-19

BAB 5 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA GEOLOGI


TEKNIK DAN TATA PENYELIDIKAN TANAH ..................................................... 5-1
5.1. Umum ............................................................................................................ 5-1
5.2. Pemetaan Geologi Permukaan Detail ............................................................ 5-1
5.2.1 Pengertian tentang batuan ................................................................... 5-1
5.2.2. Klasifikasi batuan dasar ....................................................................... 5-2
5.2.3 Pemetaan Geologi ............................................................................... 5-3
5.3. Penggunaan Laporan Hasil Pemetaan Geologi Permukaan ............................ 5-5
5.3.1 Penentuan Lokasi dan Jumlah Titik Explorasi ....................................... 5-5
5.3.2 Survai sumber material (quarry) .......................................................... 5-11
5.4. Koordinasi Penyelidikan Tanah dan Pengujian Laboratorium ....................... 5-11
5.4.1 Pengukuran Lokasi Titik Bor dan Titik Sondir ..................................... 5-12
5.4.2 Penentuan Peralatan Yang Sesuai ..................................................... 5-13
5.4.3 Pengambilan Contoh Tanah Untuk Pengujian Laboratorium ............... 5-21
RANGKUMAN ............................................................................................... 5-27
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ................................................................. 5-28

BAB 6 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA KONDISI


LINGKUNGAN SEKITAR ..................................................................................... 6-1
6.1.Umum .............................................................................................................. 6-1

6.2.Kondisi Lingkungan Sekitar.............................................................................. 6-1


6.2.1 Pendekatan Teknologi ............................................................................. 6-2
6.2.2 Pendekatan Ekonomi .............................................................................. 6-2
6.2.3 Pendekatan Institusional /Kelembagaan.................................................. 6-2

6.3. Pengaruh Kondisi Lingkungan Sekitar Terhadap Jembatan


Yang akan dibangun.............................................................................. ........... 6-3
6.4 Koreksi Terhadap Pemilihan Rencana Lokasi Jembatan ................................ 6-3
6.4.1 Lokasi jembatan dipertahankan ............................................................... 6-4
6.4.2 Lokasi jembatan dipindahkan (direlokasi)................................................ 6-4
RANGKUMAN ............................................................................................... 6-5
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ................................................................... 6-6

LAMPIRAN : KUNCI JAWABAN PENILAIAN MANDIRI


DAFTAR PUSTAKA

vi
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

SPESIFIKASI PELATIHAN

A. Tujuan Pelatihan
 Tujuan Umum Pelatihan
Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :
Melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jembatan berdasarkan standar
perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku.

 Tujuan Khusus Pelatihan


Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu :
1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK).
2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis.
3. Merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis bangunan
atas jembatan.
4. Merencanakan bangunan bawah jembatan.
5. Merencanakan pondasi jembatan.
6. Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman
jembatan.
7. Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.

B. Tujuan Pembelajaran dan Kriteria Penilaian


Seri / Judul Modul : BDE – 02 / Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data
Teknis, merepresentasikan unit kompetensi: “Melakukan koordinasi untuk
pengumpulan dan penggunaan data teknis”.

 Tujuan Pembelajaran
Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta :
Mampu melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas,
hidrologi dan karakteristik sungai serta perlintasan lainnya, topografi, geologi teknik,
penyelidikan tanah dan kondisi lingkungan setempat.

 Kriteria Penilaian
1. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan
data lalu lintas.

vii
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan


data hidrologi dan karakteristik sungai serta perlintasan lainnya.
3. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan
data topografi.
4. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan
data geologi teknik dan penyelidikan tanah.
5. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan
data kondisi lingkungan sekitar.

viii
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur


 Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of
Trainer) atau sejenisnya.
 Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam.
 Konsisten mengacu SKKNI dan SLK
 Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang
relevan dengan metodologi yang tepat.

B. Penjelasan Singkat Modul

Modul-modul yang dibahas di dalam program pelatihan ini terdiri dari:

No. Kode Judul Modul


UUJK, Sistem Manajemen K3 dan Sistem
1. BDE – 01
Manajemen Lingkungan
Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data
2. BDE – 02
Teknis
3. BDE – 03 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4. BDE – 04 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan
5. BDE – 05 Perencanaan Pondasi Jembatan
Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
6. BDE – 06
Pelengkap dan Pengamat Jembatan
7. BDE – 07 Laporan Perencanaan Teknis Jembatan

Sedangkan modul yang akan diuraikan adalah:


 Seri / Judul : BDE – 02 / Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data
Teknis
 Deskripsi Modul : Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis
merupakan salah satu modul yang direncanakan untuk membekali Ahli
Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dengan
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melakukan koordinasi untuk
pengumpulan dan penggunaan data-data lalu lintas, hidrologi, karakteristik
sungai, perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya, topografi, geologi
teknik, penyelidikan tanah, dan kondisi lingkungan sekitar dalam rangka
menyiapkan perencanaan teknis jembatan.

ix
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

C. Proses Pembelajaran
Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung
1. Ceramah Pembukaan :
 Menjelaskan Tujuan Pembelajaran.  Mengikuti penjelasan
 Merangsang motivasi peserta  Mengajukan pertanyaan
dengan pertanyaan atau pengalaman apabila kurang jelas. OHT – 1
melakukan koordinasi pengumpulan
dan penggunaan data teknis.
Waktu : 5 menit.
2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan.
 Modul ini merepresentasikan unit  Mengikuti penjelasan
kompetensi. instruktur dengan tekun
 Umum dan aktif.
 Ringkasan Modul  Mencatat hal-hal penting.
OHT – 2
 Koordinasi  Mengajukan pertanyaan
 Batasan/Rentang Variabel bila perlu.
 Panduan Penilaian
 Panduan Pembelajaran
Waktu : 35 menit.
3. Penjelasan Bab 2 : Koordinasi untuk
pengumpulan dan penggunaan data lalu
lintas
 Umum  Mengikuti penjelasan
 Analisa data lalu lintas hasil survai instruktur dengan tekun
OHT – 3
 Prediksi lalu lintas harian rata-rata dan aktif.
tahunan (LHRT)  Mencatat hal-hal penting.
 Koordinasi pencacahan jumlah  Mengajukan pertanyaan
kendaraan berat bila perlu.
Waktu : 75 menit.
4. Penjelasan Bab 3 : Koordinasi untuk
pengumpulandan penggunaan data
hidrologi dan karakteristik sungai dan
OHT – 4
perlintasan lainnya.
 Umum  Mengikuti penjelasan
 Analisa karakteristik sungai instruktur dengan tekun

x
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Perhitungan debit banjir sungai dan aktif.


 Penetapan panjang dan tinggi ruang  Mencatat hal-hal penting.
bebas jembatan  Mengajukan pertanyaan
 Perlintasan dengan prasarana bila perlu.
transportasi lainnya
Waktu : 75 menit.
5. Penjelasan Bab 4 : Koordinasi untuk
pengumpulan dan penggunaan data
topografi.
 Umum  Mengikuti penjelasan
 Survai Pendahuluan instruktur dengan tekun
 Survai Pengukuran topografi dan aktif.
OHT – 5
jembatan  Mencatat hal-hal penting.
 Pemetaan kondisi eksisting  Mengajukan pertanyaan
 Penetapan lokasi dan geometrik bila perlu.
jembatan
Waktu : 55 menit.

6. Penjelasan Bab 5 : Koordinasi untuk


pengumpulan dan penggunaan data
geologi teknik dan data penyelidikan
tanah
 Umum  Mengikuti penjelasan
 Pemetaan geologi permukaan detail instruktur dengan tekun
 Penentuan lokasi dan jumlah titik dan aktif. OHT – 6
explorasi  Mencatat hal-hal penting.
 Survai sumber material (quarry)  Mengajukan pertanyaan
 Penyelidikan tanah bila perlu.
 Pengambilan contoh untuk pengujian
laboratorium
Waktu : 70 menit.
7. Penjelasan Bab 6 : Koordinasi untuk
pengumpulan dan penggunaan data
lingkungan sekitar OHT – 7
 Umum  Mengikuti penjelasan
 Kondisi lingkungan sekitar instruktur dengan tekun

xi
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Pengaruh kondisi lingkungan sekitar dan aktif.


terhadap jembatan yang akan  Mencatat hal-hal penting.
dibangun  Mengajukan pertanyaan
 Koreksi terhadap pemilihan rencana bila perlu.
lokasi jembatan
Waktu : 35 menit.
8. Rangkuman dan Penutup.
 Rangkuman  Mengikuti penjelasan
 Tanya jawab. instruktur dengan tekun OHT – 8
 Penutup. dan aktif.
Waktu : 10 menit.  Mencatat hal-hal penting.
 Mengajukan pertanyaan
bila perlu.

xii
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Umum
Modul BDE-02 : Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis
merepresentasikan salah satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli
Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer).

Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur-


unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi
tumpang tindih (overlaping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang
direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan.

Adapun Unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam
Perencanaan Teknis Jembatan adalah :

No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi


I. Kompetensi Umum
1. INA.5212.113.01.01.07 Menerapkan ketentuan Undang-undang Jasa
Konstruksi (UUJK)

II. Kompetensi Inti


1. INA.5212.113.01.02.07 Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan
penggunaan data teknis
2. INA.5212.113.01.03.07 Merencanakan bangunan atas jembatan dan / atau
menerapkan standar-standar perencanaan teknis
jembatan.
3. INA.5212.113.01.04.07 Merencanakan bangunan bawah jembatan
4. INA.5212.113.01.05.07 Merencanakan pondasi jembatan.
5. INA.5212.113.01.06.07 Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan
pelengkap dan pengaman jembatan.
6. INA.5212.113.01.07.07 Membuat laporan perencanaan teknis jembatan
III. Kompetensi Pilihan -

1-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1.2. Ringkasan Modul


Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi unit kompetensi ada
judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan
uraian sebagai berikut :

a. Adapun unit kompetensi yang akan disusun modulnya:

KODE UNIT : INA.5212.113.01.02.07


JUDUL UNIT : Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan
penggunaan data teknis.
DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk
pengumpulan dan penggunaan data lapangan yang
diperlukan sebagai bahan masukan untuk perencanaan
teknis jembatan.

Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-02 Koordinasi Pengumpulan dan


Penggunaan Data Teknis.

b. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari:

1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas,


direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 2 Koordinasi
Pengumpulan dan Penggunaan Data Lalu Lintas.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:

1.1 Data lalu lintas hasil survai dianalisis sesuai dengan prosedur teknis
yang berlaku.
1.2 LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan) diprediksi sesuai
dengan prosedur teknis yang berlaku.
1.3 Koordinasi pencacahan jumlah kendaraan berat dilakukan sesuai
dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi


dan karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi
lainnya, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul : Bab 3 Koordinasi

1-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Pengumpulan dan Penggunaan Data Hidrologi dan Karakteristik


Sungai, dan Perlintasan Lainnya.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:

2.1 Karakteristik sungai dan perlintasan dengan fasilitas transportasi


lainnya dianalisis sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.
2.2 Debit banjir sungai diprediksi sesuai dengan ketentuan teknis yang
berlaku.
2.3 Panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi
sungai diktetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.
2.4 Panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi
prasarana transportasi lainnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan
teknis yang berlaku.

3. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi,


direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 4 Koordinasi
Pengumpulan dan Penggunaan Data Topografi.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:

3.1 Koordinasi survai pendahuluan untuk menetapkan alternatif-


alternatif lokasi jembatan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis
yang ditentukan.
3.2 Koordinasi survai pengukuran topografi dilakukan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.
3.3 Lokasi dan geometrik jembatan ditetapkan sesuai dengan ketentuan
teknis yang berlaku.

4. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data geologi


teknik dan penyelidikan tanah, direpresentasikan sebagai bab modul
berjudul: Bab 5 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Geologi
Teknik dan Data Penyelidikan Tanah.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari

4.1 Koordinasi pemetaan geologi permukaan detail (termasuk quarry),


dan penentuan lokasi/jumlah titik explorasi/jenis penyelidikan tanah di

1-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

lokasi jembatan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang


ditentukan.

4.2 Laporan hasil pemetaan geologi permukaan detail diidentifikasi untuk


digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

4.3 Rekomendasi hasil penyelidikan tanah diidentifikasi untuk digunakan


sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

5. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi


lingkungan sekitar, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 6
Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Kondisi Lingkungan
Sekitar.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:
5.1 Kondisi lingkungan sekitar lokasi jembatan yang akan direncanakan
diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang
ditentukan.
5.2 Pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan
direncanakan diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.
5.3 Koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan dilakukan sesuai
dengan ketentuan teknis yang berlaku.

Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan
elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah
dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK).

Berdasarkan IUK (Indikator Unjuk Kerja/Keberhasilan) sebagai dasar alat penilaian,


diharapkan uraian detail setiap modul pelatihan berbasis kompetensi betul-betul
mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang mendukung
terwujudnya IUK, sehingga dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja yang
hasilnya jelas, lugas dan terukur.

1.3. Koordinasi
Substansi inti dari modul BDE-02 ini terdiri dari 5 Bab yang seluruhnya diberi judul
”Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data” sebagai berikut :

1-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 lalu lintas,
 hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi
lainnya,
 topografi
 geologi teknik dan penyelidikan tanah
 kondisi lingkungan sekitar
Seorang bridge design engineer tidak disiapkan untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi sendiri data-data tersebut di atas karena untuk dapat melakukan
pengumpulan dan evaluasi atas data-data dimaksud diperlukan bidang keahlian dan
keterampilan tersendiri. Akan tetapi seorang bridge design engineer harus mampu
melakukan koordinasi dengan pihak-pihak lain dalam kegiatan pengumpulan data
dan penggunaan data tersebut, sehingga dengan demikian apabila terjadi kesalahan
pengambilan data pada kurun waktu tersebut dapat segera dicarikan
pemecahannya.
Secara keseluruhan, sistematika penyusunan modul ini adalah sebagai berikut :
1. Pendahuluan
2. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas
3. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai
dan perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya
4. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data topografi
5. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan data
penyelidikan tanah
6. Koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi lingkungan sekitar

Agar pengertian tentang koordinasi ini tidak berulang di setiap Bab yang tentu akan
mengganggu tulisan tentang substansi inti, maka di dalam Bab 1 Pendahuluan ini
diberikan uraian pengertian tentang koordinasi dan penggunaannya dalam konteks
hubungan koordinasi antara bridge design engineer dengan tenaga ahli maupun
tenaga terampil di lingkungan kerjanya.

1.3.1 Pengertian Koordinasi


 Koordinasi adalah usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-
satuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai
kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi, untuk
mencapai tujuannya.

1-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Untuk membantu tercapainya koordinasi diperlukan adanya komunikasi


administrasi yang disebut sebagai hubungan kerja.
 Dengan demikian koordinasi dan hubungan kerja merupakan dua
pengertian yang saling kait mengait, karena koordinasi hanya dapat
dicapai dengan sebaik-baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang
efektif.

1.3.2 Ciri-ciri Koordinasi


 Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu
koordinasi menjadi wewenang dan tanggung jawab pimpinan. Dikatakan
bahwa pimpinan berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan
baik.
 Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena
kerjasama merupakan syarat mutlak untuk terselenggarakannya
koordinasi dengan sebaik-baiknya.
 Koordinasi adalah proses yang terus menerus. Artinya suatu proses yang
bersifat kesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.
 Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan
karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok,
bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang
bekerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
 Konsep kesatuan tindakan. Kesatuan tindakan adalah inti daripada
koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha-
usaha/tindakan-tindakan dari setiap tindakan individu sehingga diperoleh
adanya keserasian di dalam mencapai hasil bersama.
 Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama. Kesatuan usaha/tindakan
meminta kesadaran /pengertian kepada semua individu agar ikut serta
melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok di mana mereka
bekerja.

1.3.3 Hakikat Koordinasi


 Koordinasi adalah akibat logis daripada adanya prinsip pembagian habis
tugas, di mana setiap satuan kerja (unit), hanyalah melaksanakan
sebagian tugas pokok organisasi secara keseluruhan.

1-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Koordinasi timbul karena adanya prinsip fungsionalisasi, di mana setiap


satuan kerja (unit) hanyalah melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu
organisasi.
 Koordinasi juga akibat adanya span of control, di mana pimpinan wajib
membina, membimbing, mengarahkan dan mengendalikan berbagai
kegiatan/usaha yang dilakukan sejumlah bawahan, di bawah wewenang
dan tanggung jawabnya.
 Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan
kompeks di mana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh
berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan
simultan.
 Koordinasi juga sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk
berdasarkan atas prinsip jalur lini dan staf, karena kelemahan yang pokok
dalam bentuk organisasi ini adalah masalah koordinasi.
 Koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi
yang baik.Oleh karena itu komunikasi administrasi yang disebut
hubungan kerja memegang peranan yang sangat penting bagi
tercapainya koordinasi.
 Pada hakekatnya koordinasi adalah perwujudan dari kerjasama, saling
bantu-membantu dan menghargai atau menghayati tugas dan fungsi
serta tanggung jawab masing-masing. Hal ini disebabkan karena setiap
setiap satuan kerja dalam melaksanakan kegiatannya tergantung atas
bantuan satuan kerja yang lain. Jadi adanya saling ketergantungan atau
interdependensi inilah yang mendorong diperlukan adanya kerjasama.

1.3.4 Fungsi Koordinasi


 Koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan. Sebagai fungsi organik
dari pimpinan, koordinasi memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan
fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, penyusunan pegawai,
pembinaan kerja, motivasi, pengawasan dan sebagainya.
 Koordinasi merupakan usaha untuk menjamin kelancaran mekanisme
prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi. Kelancaran
mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin
perselisihan yang timbul antar sesama komponen organisasi dan

1-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

mengusahakan semaksimal mungkin kerjasama diantara komponen-


komponen tersebut.
 Koordinasi adalah merupakan usaha yang mengarahkan dan
menyatukan kegiatan dari satuan kerja organisasi, sehingga organisasi
bergerak sebagai kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuannya.
Jelasnya koordinasi mengandung makna adanya integrasi, dan dilakukan
secara serasi dan simultan dari seluruh tindakan yang dijalankan oleh
organisasi. Hal in i sesuai dengan prinsip : koordinasi, integrasi dan
koordinasi.

1.3.5 Metode dan Teknik Koordinasi


Metode dan teknik yang dapat dipakai dalam melakukan kegiatan koordinasi
dapat dibagi atas :
 Koordinasi melalui kewenangan
 Koordinasi melalui konsensus
 Koordinasi melalui pedoman kerja
 Koordinasi melalui suatu forum
 Koordinasi melalui konferensi

a. Koordinasi melalui kewenangan


Beberapa pendapat mengatakan bahwa penggunaan wewenang
merupakan salah satu cara untuk menjamin terlaksananya koordinasi
dengan baik. Hal ini mungkin benar apabila organisasi tersebut bersifat
seragam atau yang disebut integrated type. Dalam organisasi yang
demikian itu koordinasi melalui kewenangan dapat dijalankan secara
efektif. Akan tetapi dalam kenyataannya organisasi yang betul-betul
seragam jarang ditemukan. Adapun yang banyak ditemukan adalah
organisasi yang bersifat heterogen atau disebut holding company type,
yaitu suatu organisasi yang mempunyai keanekaragaman jenis dan
fungsi, yang dapat diidentifikasikan pada struktur organisasinya. Dalam
organisasi yang demikian itu perlu dilakukan adanya integrasi dari
seluruh jenis dan fungsi-fungsi yang ada, karena setiap jenis dan fungsi
hanyalah merupakan sub sistem dari seluruh sistem pelaksanaan tugas
pokok organisasi secara keseluruhan.

1-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

b. Koordinasi melalui konsensus


Ada 3 (tiga) pilihan yang ada pada koordinasi melalui konsensus, yaitu
konsensus melalui motivasi, konsensus melalui sistem timbal balik dan
konsensus melalui ide. Para ahli berpendapat bahwa motivasi
mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan usaha-
usaha koordinasi, terutama dalamm organisasi besar dan kompleks yang
mempunyai jenis dan fungsi yang beraneka ragam. Pada konsensus
melalui sistem timbal balik, terdapat ciri-ciri keseimbangan antara
tuntutan organisasi (tercapainya koordinasi) dan tuntutan individual baik
yang bersifat material maupun yang bersifat non material. Sedangkan
pada konsensus melalui ide, setiap orang yang bekerja dalam organisasi
berusaha mengidentifikasikan dirinya dalam keanekaragaman tujuan
yang hendak dicapai oleh organisasi.

c. Koordinasi melalui Pedoman Kerja


Pada metode ini pedoman kerja dijadikan landasan berpijak dan
bertindak bagi setiap kegiatan, sehingga dapat diharapkan
terselenggarakannya koordinasi dengan cara yang sebaik-baiknya.
Pedoman kerja dalam hal ini merupakan sarana pengikat dan pengarah
berbagai kegiatan yang saling berkaitan, sehingga koordinasi dapat
diharapkan berjalan dengan sebaik-baiknya.

d. Koordinasi melalui forum


Pada metode ini koordinasi dilakukan dengan menggunakan suatu
wadah tertentu (wahana) yang dapat dipergunakan sebagai cara
mengadakan tukar-menukar informasi, mengadakan konsultasi,
mengadakan kerjasama dalam pemecahan suatu masalah dan
pengambilan keputusan bersama dalam pelaksanaan tugas bersama.
Contoh wahana dimaksud adalah : Tim Kerja, panitia, Satuan Tugas,
dapat bersifat internal organisasi ataupun bersifat eksternal organisasi.

e. Koordinasi melalui konferensi


Pada meode ini koordinasi diartikan dengan rapat-rapat atau sidang-
sidang yang dilakukan baik pada tingkat pimpinan maupun tingkat
pelaksana. Rapat-rapat atau sidang-sidang tersebut dapat digunakan
sebagai sarana dalam pengintegrasian seluruh fungsi yang ada dalam

1-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

organisasi. Pertanyaannya sekarang ialah, siapa yang harus


memprakarsai konferensi yng demikian itu ? Tentunya pimpinan yang
bertanggungjawab dalam penyelesaian pelaksanaan tugas-tugas
organisasi.

1.3.6 Jenis-jenis Koordinasi


Berdasarkan hubungan kerja antara yang mengkoordinasikan dan yang
dikoordinasikan, ada 2 (dua) jenis koordinasi yaitu koordinasi intern dan
koordinasi ekstern.
a. Koordinasi intern
Koordinasi internal terdiri atas koordinasi vertikal, koordinasi horizontal
dan koordinasi diagonal
 Koordinasi vertikal atau koordinasi struktural
Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang
dikoordinasikan terdapat hubungan hirarkhis, karena satu dengan
yang lainnya berada pada satu garis komando.
 Koordinasi horizontal (merupakan koordinasi fungsional)
Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang
dikoordinasikan mempunyai kedudukan yang setingkat. Menurut
tugas dan fungsinya, keduanya mempunyai kaitan satu dengan yang
lainnya sehingga perlu dikoordinasi.
 Koordinasi diagonal (merupakan koordinasi fungsional)
Pada koordinasi jenis ini yang mengkoordinasikan mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
dikoordinasikan, tapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada
satu garis komando.

b. Koordinasi ekstern
Koordinasi ekstern termasuk koordinasi fungsional, bisa bersifat
horizontal dan diagonal
 Koordinasi ekstern yang bersifat horizontal
Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang
dikoordinasikan mempunyai kedudukan yang setingkat, akan tetapi
satu sama lain tidak berada pada satu unit organisasi yang sama.

1-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Koordinasi ekstern yang bersifat diagonal


Pada koordinasi jenis ini yang mengkoordinasikan mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
dikoordinasikan, tapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada
satu unit organisasi yang sama.

1.3.7 Koordinasi di Lingkungan Bridge Design Engineer


Untuk dapat menjelaskan bagaimana koordinasi antara bridge design
engineer dengan tenaga ahli di sekitarnya, perlu dikenali lebih dahulu struktur
organisasi yang menunjukkan posisi masing-masing di dalam melakukan
hubungan kerja, sebagaimana tersebut di bawah:

TEAM LEADER

Senior Bridge
Engineer

Bridge Design Surveying


Traffic Geotechnical Hydrology
Engineer (Small Engineer of
Engineer Engineer Engineer
Structures) Bridges

Teknisi Teknisi
Juru Gambar Juru Ukur
Laboratorium Hidrologi

Pada tipikal organisasi konsultan di atas, bridge design engineer berada


pada level ke-3, dimana level ke-1 adalah Team Leader sedangkan level ke-
2 adalah Engineering Manager. Ditinjau dari segi kualifikasi keahlian, level
ke-3 ini sama dengan Ahli Muda, level ke-2 sama dengan Ahli Madya
sedangkan level ke-1 sama dengan Ahli Utama.
Berikut ini diberikan tabel yang menunjukkan jenis hubungan koordinasi
yang dapat dilakukan oleh bridge design engineer dengan tenaga ahli
maupun tenaga terampil di lingkungan kerjanya:

1-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

YANG YANG
JENIS KOORDINASI
MENGKOORDINASIKAN DIKOORDINASIKAN
Team Leader Bridge Design Engineer Koordinasi intern - vertikal
Senior Bridge Engineer Bridge Design Engineer Koordinasi intern - diagonal
Bridge Design Engineer Geotechnical Engineer Koordinasi intern - horizontal
Surveying Engineer of
Bridge Design Engineer Koordinasi intern - horizontal
Bridge
Bridge Design Engineer Traffic Engineer Koordinasi intern - horizontal
Bridge Design Engineer Hydrology Engineer Koordinasi intern - horizontal
Bridge Design Engineer Teknisi Laboratorium Koordinasi intern - diagonal
Bridge Design Engineer Juru Gambar Koordinasi intern - diagonal
Bridge Design Engineer Juru Ukur Koordinasi intern - diagonal
Bridge Design Engineer Petugas Survai Lalu Lintas Koordinasi intern - diagonal
Bridge Design Engineer Teknisi Hidrologi Koordinasi intern - diagonal

1.4. Batasan / Rentang Variabel

Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup, situasi dimana unjuk kerja


diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi
lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin
digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan
dan produk jasa yang dihasilkan

1.4.1 Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi

Adapun batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah:

1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok;

2. Tersedia tenaga ahli dan tenaga terampil yang dapat dikoordinasikan


oleh ahli perencanaan teknis jembatan untuk pengumpulan data lalu
lintas, hidrologi dan karakteristik sungai, perlintasan dengan fasilitas
transportasi lainnya, topografi, geologi teknik, penyelidikan tanah dan
kondisi lingkungan sekitar;

3. Peralatan untuk pengumpulan data lapangan dan pengolahan data di


laboratorium mekanika tanah diaplikasikan.

1-12
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1.4.2 Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan

Adapun batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah:


1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang
tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi
kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu
pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap
mengacu tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran.
2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah
mantap.
3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan sampai tercapainya
kompetensi minimal yang dipersyaratkan.
4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan
batasan/rentang variable yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi.

1.5. Panduan Penilaian


Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan
mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan
kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk
kerja yang meliputi :
 Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang
dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu.
 Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode
apa pengujian seharusnya dilakukan.
 Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan
kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.

1.5.1. Acuan Penilaian

Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI


adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku untuk


mendemonstrasikan kompetensi ini terdiri dari:

1. Pemahaman terhadap: metoda analisis data lalu lintas, metoda


analisis data hidrologi dan karakteristik sungai, perlintasan dengan
fasilitas transportasi lainnya, batasan-batasan pengukuran topografi

1-13
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

untuk jembatan, pembacaan peta-peta geologi teknik, rekomendasi


hasil penyelidikan tanah, dan kondisi lingkungan sekitar;
2. Penerapan data dan informasi tersebut butir 1 untuk keperluan
perencanaan teknis jembatan;
3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan berfikir komprehensif dalam
menerima data lapangan sebelum digunakan untuk melakukan
perencanaan teknis jembatan.

b. Konteks Penilaian

1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang
menyangkut pengetahuan teori
2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan
sikap kerja/ perilaku.
3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai
pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji
Kompetensi (MUK).

c. Aspek Penting Penilaian


1. Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan menggunakan
ketentuan teknis, persyaratan teknis maupun data-data yang
diperlukan untuk melakukan koordinasi pengumpulann dan
penggunaan data teknis;
2. Kemampuan melakukan validasi terhadap data-data yang telah
dikumpulkan oleh para petugas lapangan untuk digunakan dalam
melaskukan koordinasi pengumpulann dan penggunaan data teknis.

1.5.2. Kualifikasi Penilai

a. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai


assesor (penilai) antara lain: mrencanakan penilaian, meaksanakan
penilaian dan mreview penilaian yang dibuktikan dengan sertifikat
assesor.

b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang
akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan
lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk :

1-14
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang


ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang
dinilai.
2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang
diperlukan dalam proses penilaian.

c. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai teknis


substansi, dapat mengambil langkah menggunakan penilai yang
memenuhi syarat dalam berbagai konteks tempat kerja dan lembaga,
industri/perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk :
1. Penilai di tempat kerja yang kompeten, teknis substansial yang
relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek/
kebiasaan industri/ perusahaan yang ada sekarang.
2. Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu
orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan.
3. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman
subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang
kompeten menurut standar penilai.
4. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya, khususnya
penyediaan dana lebih besar (mahal)

Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan


sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK)
perlu dipertimbangkan untuk memasukan sebuah flowchart pada proses
tersebut.
Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai
dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk
membuat keputusan penilaian yang betul-betul handal berdasar standar
kompetensi.

1-15
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

KOMPETENSI ASESOR

Kompete
n Memiliki
Kompetensi
Assessment

Memiliki
Kompetensi
bidang
Substansi

1.5.3. Penilaian Mandiri

Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas


kemampuan peserta pelatihan terhadap pengasaan substansi materi
pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun
praktek.
Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja/
Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteri Unjuk Kerja),
dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk
mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan.
Bentuk pelatihan mandiri antara lain:

a. Pertanyaan dan Kunci Jawaban, yaitu:


Menanyakan kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk
mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), kemudian dilengkapi dengan
”Kunci Jawaban” dimana kunci jawaban dimaksud adalah IUK (Indikator
Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK
(Kriteria Unjuk Kerja)

b. Tingkat Keberhasilan Pelatihan


Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta
pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran.
Apabila tingkat keberhasilan rendah, perlu evaluasi terhadap:

1-16
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1. Peserta pelatihan terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat


dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran.
2. Materi/modul pelatihannya apakah sudah mengikuti dan konsisten
mengacu tuntutan unit kompetensi, elemen kompetensi, KUK (Kriteria
Unjuk Kerja), maupun IUK IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator
Kinerja/Keberhasilan).
3. Instruktur/fasilitatornya, apakah konsisten dengan materi/modul yang
sudah valid mengacu tuntutan unit kompetensi beserta unsurnya
yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat.
4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain.

1.6. Sumber Daya Pembelajaran


Sumber daya pembelajaran dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Sumber daya pembelajaran teori :
- OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Laptop.
- Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya.
- Materi pembelajaran.
b. Sumber daya pembelajaran praktek :
- PC, lap top bagi yang yang sudah terbiasa dengan penggunaan komputer
atau kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer.
- Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta
pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan.
c. Tenaga kepelatihan, instruktur/assesor dan tenaga pendukung penyelenggaraan
betul-betul kompeten.

1-17
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

BAB 2
KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN
DAN PENGGUNAAN DATA LALU LINTAS

2.1. Umum
Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas
yang prinsip atau tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1
Pendahuluan, Sub Bab 1.3 Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi
pada substansi inti yang harus difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat
melakukan koordinasi dengan para pihak terkait berdasarkan batasan-batasan
teknis dalam rangka pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas.
Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas yang ditulis dalam modul
ini menjelaskan:
 Analisis data lalu lintas hasil survai
 Prediksi LHRT (Lalu Lintas harian Rata-rata Tahunan)
 Koordinasi pencacahan sumbu kendaraan berat

2.2. Analisis Data Lalu Lintas Hasil Survai


2.2.1 Survai Lalu lintas
Survai ini dilakukan oleh para petugas survai yang telah mendapatkan
pelatihan sebelumnya, di bawah pengendalian traffic engineer. Tugas bridge
design engineer dalam hal ini adalah melakukan koordinasi dengan traffic
engineer untuk mendapatkan data-data survai lalu lintas sebagai data
pendukung perencanaan teknis jembatan. Data lalu lintas digunakan sebagai
masukan penetapan geometri oprit jembatan, penetapan lebar lantai
kendaraan, jumlah lajur lalu lintas dan kelas jembatan.
Survai lalu lintas yang dimaksudkan disini dilakukan dengan cara menghitung
secara manual jumlah dan jenis kendaraan yang lewat pada suatu ruas jalan
pada lokasi dekat jembatan yang akan direncanakan.
Ruang lingkup dari survai ini mencakup kebutuhan data untuk perencanaan
teknis jembatan yang terletak pada Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan
Kabupaten/Kotamadya, Jalan lainnya serta Jalan Tol, dengan kemungkinan
beberapa modifikasi bila diperlukan, terutama pelaksanaan jadual dan
periode perhitungan. Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda

2-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

tentang survai lalu lintas ini, yang dimaksud dengan survai lalu lintas dalam
tulisan ini adalah Survai Perhitungan Lalu Lintas Rutin.
Survai Perhitungan Lalu Lintas Rutin disingkat SPL (Routine Traffic Count,
RTC) adalah survai untuk mendapatkan data tentang jumlah dan jenis
kendaraan yang lewat pada suatu ruas jalan dengan sistem dan cara
tertentu.
Perhitungan lalu lintas rutin dapat dilaksanakan secara manual (dengan
tenaga manusia) dan secara otomatis dengan menggunakan alat
perhitungan lalu lintas otomatis. Jumlah kendaraan per kilometer yang lewat
mencerminkan tingkat kepadatan lalu lintas pada ruas jalan tersebut, yang
merupakan faktor penting dalam penyusunan dan program penanganan
jaringan jalan.
Panduan ini memberikan penjelasan mengenai sistem survai perhitungan
lalu lintas rutin secara manual dan merupakan pengembangan terhadap
sistem yang telah ada, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemajuan
teknologi. Panduan survai ini tidak berlaku bagi perhitungan suatu
simpangan.

2.2.2 Pos-pos Perhitungan Lalu Lintas


1). Tipe pos :
 Pos kelas A, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada
ruas jalan dengan jumlah lalu lintas yang tinggi dan mempunyai
LHR  10.000 kendaraan.
 Pos kelas B, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada
ruas jalan dengan jumlah lalu lintas yang sedang dan mempunyai
5.000 < LHR < 10.000 kendaraan.
 Pos kelas C, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada
ruas jalan dengan jumlah lalu lintas yang rendah dan mempunyai
LHR  5.000 kendaraan.
2). Pemilihan lokasi pos :
 Lokasi pos harus mewakili jumlah lalu lintas harian rata-rata dari
ruas jalan tidak terpengaruh oleh angkutan ulang alik yang tidak
mewakili ruas (commuter traffic).
 Lokasi pos harus mempunyai jarak pandang yang cukup untuk
kedua arah, sehingga memungkinkan pencatatan kendaraan
dengan mudah dan jelas.

2-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Lokasi pos tidak dapat ditempatkan pada persilangan jalan.

3). Tanda pengenal pos :


Setiap pos perhitungan lalu lintas rutin mempunyai nomor pengenal,
terdiri dari satu huruf besar dan diikuti oleh tiga digit angka. Huruf
besar A, B dan C memberikan identitas mengenai tipe kelas pos
perhitungan. Tiga digit angka berikutnya identik dengan nomor ruas
jalan dimana pos-pos tersebut terletak.
Apabila pada suatu ruas jalan mempunyai pos perhitungan lebih dari
satu, maka kode untuk pos kedua, digit pertama diganti dengan angka
3, dan untuk pemberian nomor pos ketiga, digit pertama diganti dengan
4 dan seterusnya. Urutan pos hendaknya dimulai dari kilometer kecil
kearah kilometer besar pada ruas jalan tersebut.

Contoh:
a. Di ruas jalan 002 ada beberapa pos kelas A penulisan nomor
posnya : A.002; A.302; A.402 sampai dengan A.902;
b. Di ruas jalan 157 ada beberapa pos kelas B, penulisan nomor
posnya : B.157; B.357; B.457 sampai dengan B.957.
c. Di ruas jalan 057 ada beberapa pos kelas C, penulisan nomor
posnya : C.057; C.357; C.457 sampai dengan C.957.

2.2.3 Periode Perhitungan


1). Pos kelas A :
Untuk pos-pos kelas A perhitungan dilakukan dengan periode 40 jam
selama 2 hari, mulai pukul 06.00 pagi pada hari pertama dan berakhir
pukul 22.00 pada hari kedua. Perhitungan ini diulang empat kali selama
satu tahun sesuai jadual yang telah ditentukan (lihat Lampiran 1.c dan
1.d).

Hari Pertama Hari Kedua

40 jam

06.00 24.00 06.00 22.00 24.00

2-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2). Pos kelas B :


Untuk pos-pos kelas B pelaksanaan perhitungan seperti pada pos
kelas A. Pelaksanaan perhitungan pada pos-pos kelas B sesuai jadual
yang telah ditentukan.

3). Pos kelas C :


Perhitungan dilakukan dengan periode 16 jam mulai pukul 06.00 pagi
dan berakhir pada pukul 22.00 pada hari yang sama yang ditetapkan
untuk pelaksanaan perhitungan. Perhitungan ini diulang empat kali
selama satu tahun sesuai jadual yang telah ditentukan.

Pada Hari Yang Sama


16 jam

6.00 22.00

2.2.4 Pengelompokan Kendaraan (Routine Traffic Count - Manual)

Versi IIRMS (Indonesian Integrated Roads management Systems)

Mengambil referensi dari buku panduan yang digunakan untuk survai IRMS,
untuk perhitungan lalu lintas, kendaraan dibagi dalam 8 kelompok mencakup
kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.

Tabel 1.1 Pengelompokan Kendaraan Menurut IIRMS

Golongan/ Jenis Kendaraan yang masuk


Kelompok kelompok ini adalah
1. Sepeda motor, sekuter, sepeda kumbang dan kendaraan
bermotor roda 3.
2. Sedan, jeep dan station wagon.
3. Opelet, pick-up opelet, suburban, combi dan minibus.
4. Pick-up, micro truck dan mobil hantaran atau pick-up box.
5a. Bus kecil
5b. Bus besar
6.a Truk 2 sumbu 4 roda
6.b Truk 2 sumbu 6 roda
7a. Truk 3 sumbu
7b. Truk gandengan
7c. Truk semi trailer
8. Kendaraan tidak bermotor; sepeda, becak, andong/dokar,
gerobak sapi

2-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Pengenalan Ciri Kendaraan :


1. Sepeda kumbang : sepeda yang ditempeli mesin 75 cc (max).
2. Kendaraan bermotor roda 3 antara lain : bemo dan bajaj
3. Kecuali combi, umumnya sebagai kendaraan penumpang umum
maximal 12 tempat duduk seperti mikrolet, angkot, minibus, pick-up
yang diberi penaung kanvas/pelat dengan rute dalam kota dan
sekitarnya atau angkutan pedesaan.
4. Umumnya sebagai kendaraan barang maximal beban sumbu belakang
3,5 ton dengan bagian belakang sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
5. a. Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan
tempat duduk antara 16 s/d 26 buah, seperti kopaja, metromini, elf
dengan bagian belakang sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan
panjang kendaraan maximal 9 m dengan sebutan bus ¾.
b. Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan
tempat duduk antara 30 - 50 buah seperti bus malam, bus kota dan
bus antar kota yang berukuran 12 m () dan STRG.
6. a. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban
sumbu belakang antara 5 ton (MST 5, ton STRG) dengan masing-
masing sumbu terdapat 2 roda.
b. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban
sumbu belakang antara 8 - 10 ton (MST 8, 10 ton STRG) dengan as
depan terdapat 2 roda dan as belakang 4 roda.
7. a. Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan 3 sumbu
yang tata letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda).
b. Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 atau 7 yang diberi
gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang besi segitiga.
Disebut juga Full Trailer Truck.
c. Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan
yang terdiri dari kepala truk dengan 2-3 sumbu yang dihubungkan
secara sendi dengan pelat dan rangka bak yang beroda belakang
yang mempunyai 2 atau 3 sumbu pula.

2-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Versi Lainnya
Selain penggolongan lalu-lintas seperti tersebut di atas, terdapat paling tidak
3 versi lagi, yaitu berdasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997(Tabel
1.2.), berdasar Pedoman Teknis No. Pd.T-19-2004-B Survai pencacahan lalu
lintas dengan cara manual (Tabel 1.3.), dan berdasar PT. Jasa Marga
(Persero) lihat Tabel 1.4.

Tabel 1.2. : Penggolongan Kendaraan Berdasar MKJI.

No. Type kendaraan Golongan

1. Sedan, jeep, st. wagon 2


2. Pick-up, combi 3
3. Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran 4
4. Bus kecil 5a
5. Bus besar 5b
6. Truck 2 as (H) 6
7. Truck 3 as 7a
8. Trailer 4 as, truck gandengan 7b
9. Truck s. trailer 7c

Tabel 1.3 :
Penggolongan Kendaraan Berdasar Pedoman Teknis
No. Pd.T-19-2004-B

Jenis kendaraan yang masuk kelompok


No. Golongan
ini adalah

1. Sedan, jeep, dan Station Wagon 2


2. Opelet, Pick-up opelet, Sub-urban, Combi, 3
Minibus
3. Pick-up, Micro Truck dan Mobil hantaran atau 4
Pick-up Box
4. Bus Kecil 5a
5. Bus Besar 5b
6. Truk ringan 2 sumbu 6a
7. Truk sedang 2 sumbu 6b
8. Truk 3 sumbu 7a
9. Truk Gandengan 7b
10. Truk Semi Trailer 7c

2-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Tabel 1.4. : Penggolongan Kendaraan Menurut PT. Jasa Marga (Persero)

Golongan
No.
kendaraan

1 Golongan 1
2 Golongan 1 au
3 Golongan 2 a
4 Golongan 2 a au
5 Golongan 2 b

Dari ketiga versi penggolongan diatas terlihat bahwa jika kita akan
melakukan kajian vehicle damage factor (VDF) dimana ada perbedaan
standar sistem penggolongan tersebut, seringkali tidak begitu mudah untuk
analisis lalu-lintas, akan dapat dilihat dalam traffic design yang terkait erat
ada hubungan antara Golongan kendaraan - LHR - Pertumbuhan lalu-lintas -
VDF, jika survai lalu-lintas tidak sesuai yang kita inginkan, akan menyulitkan
kita yang seharusnya tidak perlu terjadi. Sering terjadi dalam survai lalu-lintas
untuk golongan kendaraan yang lain ada tetapi untuk golongan yang lain lagi
tidak di-survai, apalagi jika terjadi secara matriks kekeliruan pada survai
pencacahan lalu-lintas dan survai beban gandar maka akan memperbesar
kesulitan dalam analisis lalu-lintas, ujung-ujungnya hasil kajian lalu-lintas
semakin tidak akurat.
Seringkali, dalam survai pencacahan lalu-lintas dan survai beban gandar,
team survai berjalan sendiri tanpa mengikuti kebutuhan sesuai golongan
kendaraan yang ditentukan oleh Pengguna Jasa / Pemberi Tugas. Untuk itu
kondisi ini perlu mendapat perhatian dan dihindari.
Data yang dibutuhkan untuk perencanaan dari parameter lalu-lintas harian
rata-rata dan pertumbuhan lalu-lintas tahunan, untuk memudahkan dalam
analisis, disajikan dalam suatu tabel (lihat Tabel 1.5.), dalam tabel ini
digabungkan sekalian data / parameter vehicle damage factor (VDF).

2-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Tabel 1.5. : Data / Parameter Golongan Kendaraan, LHR, Pertumbuhan


Lalu-Lintas
( G ) & VDF.

Gol
No. Jenis kendaraan LHRT g (%) VDF

1. Sedan, jeep, dan Station Wagon 2


2. Opelet, Pick-up opelet, Sub-urban, Combi, 3
Minibus
3. Pick-up, Micro Truck dan Mobil hantaran 4
atau Pick-up Box
4. Bus Kecil 5a
5. Bus Besar 5b
6. Truk ringan 2 sumbu 6a
7. Truk sedang 2 sumbu 6b
8. Truk 3 sumbu 7a
9. Truk Gandengan 7b
10. Truk Semi Trailer 7c

Keterangan : Contoh di atas, penggolongan kendaraan mengacu pada Pedoman Teknis


No. Pd.T-19-2004 B.
LHRT : Jumlah lalu-lintas harian rata-rata (kendaraan) pada tahun survai / pada tahun
terakhir.
g : Pertumbuhan lalu-lintas per tahun (%)
VDF : Nilai damage factor

2.2.5 Pelaksanaan Survai versi IIRMS


Untuk selanjutnya, penggolongan kendaraan yang digunakan dalam modul
ini adalah penggolongan kendaraan versi IIRMS, karena seluruh jaringan
jalan baik yang berstatus sebagai jalan nasional maupun jalan propinsi di
Indonesia, program penanganannya diproses dengan menggunakan data
survai lalu lintas yang perolehaan datanya dilakukan dengan menggunakan
penggolongan kendaraan versi IIRMS. Dengan demikian pelaksanaan survai
yang dikoordinir oleh traffic engineer, dilakukan dengan menggunakan
formulir survai versi IIRMS dan hasilnya akan dikopikan untuk bridge design
engineer.

 Peralatan dan Perlengkapan


Untuk pelaksanaan survai perhitungan lalu lintas secara manual tidak
diperlukan peralatan khusus. Perlengkapan survai yang diperlukan
meliputi :
1) Formulir perhitungan lalu lintas (Formulir SPL 2-1)

2-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2) Formulir himpunan perhitungan lalu lintas selama 24 jam, Formulir


Himpunan untuk laporan (Formulir SPL 2-2).
3) Alat penghitung (addocheck) bila diperlukan pada lalu lintas tinggi.
4) Alat pencatat waktu (jam)
5) Alat-alat tulis

 Persiapan
Survai perhitungan lalu lintas rutin dilakukan pada pos-pos dan waktu
yang telah ditentukan, walaupun pada pos tersebut telah dipasang alat
perhitungan lalu lintas otomatis.
Pada dasarnya setiap ruas Jalan Nasional dan Jalan Propinsi harus
diwakili oleh adanya pos perhitungan lalu lintas yang dapat memberikan
gambaran mengenai karakteristik dan kepadatan lalu lintas pada ruas
jalan tersebut. Kelas dan lokasi pos perhitungan yang telah ditentukan
dapat ditinjau kembali berdasarkan perkembangan karakteristik dan
kepadatan lalu lintas.
Kelas dan lokasi pos-pos perhitungan lalu lintas ditentukan oleh
Penyelenggara Jalan Nasional. Perubahan dapat dilakukan dengan
memperhatikan persyaratan lokasi pos hasilnya dilaporkan ke
Penyelenggara Jalan Nasional.
Apabila terjadi perubahan kondisi pos sehingga tidak memenuhi
persyaratan, maka lokasi pos dapat dipindahkan dengan memperhatikan
syarat-syarat pemilihan lokasi.

 Prosedur Pelaksanaan
1) Perhitungan dan pencatatan lalu lintas dilakukan dengan
menggunakan formulir perhitungan lalu lintas (Lampiran F1) dan
formulir himpunan (Lampiran F2). Kendaraan dicatat menurut
kelompok yang telah ditentukan.
2) Semua kendaraan yang lewat harus dihitung, kecuali kendaraan-
kendaraan khusus misalnya : mesin gilas, grader, kendaraan konvoi
militer, tank-tank baja, pemadam kebakaran dan lain-lain.
3) Perhitungan lalu lintas dilakukan dengan menggunakan formulir
tersendiri untuk setiap arah lalu lintas yang berbeda. Jumlah lembar
formulir yang digunakan tergantung pada jumlah kendaraan yang
dihitung serta kelompoknya.

2-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4) Setiap kendaraan yang lewat dihitung dengan membubuhkan garis


tegak didalam kotak pada kolom yang disediakan sesuai kelompok
kendaraan dimaksud, dan jam penghitungan pada formulir
perhitungan lalu lintas.
5) Garis tegak disusun berurutan dari kiri kekanan, dari hitungan ke satu
sampai hitungan ke empat. Untuk penghitungan kendaraan yang ke
lima dilakukan dengan membubuhkan garis miring dari sudut kiri atas
ke sudut kanan bawah didalam kotak yang sesuai.
6) Pengisian kotak yang menyatakan satuan kendaraan yang lewat
dilakukan berurutan dari sisi kiri ke sisi kanan pada kolom dimaksud.
7) Untuk pos A dan pos B satu formulir himpunan tiap arah lintas
kendaraan diisi yang mewakili jumlah per jam menurut kelompok
kendaraan dari pukul 06.00 hari pertama ke pukul 06.00 hari kedua.
Periode kedua yaitu dari pukul 06.00 hari kedua sampai pukul 22.00
hari kedua dimasukkan kedalam formulir himpunan lembar berikutnya
sehingga kolom periode dari pukul 22.00 sampai pukul 06.00 pada
formulir tersebut kosong.
8) Untuk pos C formulir himpunan diisi seperti pengisian formulir pada
periode kedua untuk pos A dan pos B.

 Pelaporan
Laporan yang harus disampaikan oleh petugas penghitung lalu lintas
adalah :
1) Berkas formulir survai perhitungan lalu lintas yang telah dilakukan
(menggunakan formulir - Lampiran F1).
2) Berkas formulir himpunan perhitungan lalu lintas selama 24 jam
(menggunakan formulir Lampiran F2). Laporan dibundel dengan baik
sehingga tidak mudah lepas, dikelompokkan berdasarkan kelas pos.

Setelah diperiksa dan ditandatangani pengawas, laporan


disampaikan oleh petugas penghitung kepada penanggungjawab
yang ditunjuk, selambat-lambatnya 2 minggu setelah periode
perhitungan selesai.

2-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Departemen Pekerjaan Umum Lampiran F.1


Direktorat Jenderal Bina Marga Formulir SPL 1-2
Lembar ke …… dari …..
Nomor Propinsi :
Nama Propinsi :
Kelas dan Nomor Pos :
FORMULIR SURVEI PERHITUNGAN LALU LINTAS Lokasi Pos :
(FORMULIR LAPANGAN) Kelompok Hitung :
Periode :
Tanggal :
Arah Lalu Lintas, Dari : Ke : Tahun :
GOL. 1 2 3 4 5a 5b 6 7a 7b 7c 8

Pukul

Sepeda motor, sekuter Sedan, Opelet, pick-up-opelet, Pick-up, micro Bus Bus Truk Truk Truk Truk Kendaraan
sepeda kumbang dan jeep dan suburban, combi dan truk dan kecil besar 2 sumbu 3 sumbu Gandengan semi trailer tidak
roda 3 station w agon mini bus mobil hantaran bermotor

Budhi/Traffic-fo rm-ind.xls Pencatat :


Pengawas :

2-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Lampiran F.2
Departemen Pekerjaan Umum Formulir SPL 2-2
Direktorat Jenderal Bina Marga Le mbar ke …. dari ….

FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS


SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN)
Nomor Propinsi
Nama Propinsi
Kelas/Nomor Pos
Lokasi Pos
Tanggal
(Hari) (Bulan) (Tahun) Arah Lalu Lintas
Kelompok Hitungan Dari
Periode Ke
Golongan 1 2 3 4 5a 5b 6 7a 7b 7c 8
Opelet, Pick-up-opelet,
Sepeda Motor, Sekuter
dan Kendaraan Roda

Suburban, Combi

Tidak Bermotor
Truk dan Mobil
Pick-up, Micro
Station Wagon

dan Mini bus

Semi Trailer
Sedan, Jeep

Gandengan

Kendaraan
2 Sumbu

3 Sumbu
Hantaran

Besar
Kecil
Tiga

Truk

Truk

Truk

Truk
Bus

Bus
dan

Pukul

06 - 07
07 - 08
08 - 09
09 - 10
10 - 11
11 - 12
12 - 13
13 - 14
14 - 15
15 - 16
16 - 17
17 - 18
18 - 19
19 - 20
20 - 21
21 - 22
22 - 23
23 - 24
24 - 01
01 - 02
02 - 03
03 - 04
04 - 05
05 - 06
Jumlah
Catatan
Pengawas :

( _______________)
B udhi/S um m -fo rm -ind.xls

2-12
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2.2.6 Evaluasi Hasil Survai Lalu Lintas


Evaluasi terhadap hasil survai lalu lintas dilakukan oleh traffic engineer,
akan tetapi karena yang menggunakan datanya adalah bridge design
engineer, maka bridge design engineer juga mempunyai kewajiban untuk
menerima atau menolak rekomendasi yang dibuat oleh traffic engineer.
Artinya, meskipun dalam skala yang tidak terlalu rinci, bridge design
engineer harus mempunyai ”tools” yang dapat digunakan untuk menerima
atau menolak rekomendasi tersebut. Untuk dapat menerima atau menolak
rekomendasi dimaksud, bridge design engineer dapat mengambil berbagai
referensi sebagai bahan pengambilan keputusan, ya atau tidak. Salah satu
referensi yang dapat digunakan oleh bridge design engineer adalah
metode dari IIRMS dalam menghitung LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata
Tahunan) dengan menggunakan data survai lalu lintas 40 jam (Pos A atau
Pos B) atau survai 16 jam (Pos C).

2.3. Prediksi Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT)


Secara teoritis LHRT dihitung dari jumlah lalu lintas yang melewati suatu ruas jalan
selama satu tahun dibagi dengan jumlah hari dalam satu tahun, dinyatakan dalam
satuan kendaraan per hari (kendaraan/hari) atau dikonversi menjadi satuan mobil
penumpang per hari (smp/hari). Menyelenggarakan survai lalu lintas untuk suatu
ruas jalan selama satu tahun penuh untuk suatu ruas jalan adalah merupakan suatu
hal yang tidak mungkin (kecuali untuk kepentingan penelitian lalu lintas), selain
karena pemborosan biaya juga karena ada metoda yang lebih efisien untuk
mengevaluasi data hasil survai lalu lintas dalam koridor waktu yang lebih singkat
namun dengan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.

Berikut ini diberikan contoh bagaimana menganalisis data hasil survai lalu lintas
menjadi LHRT untuk keperluan perencanaan teknis sebuah jembatan, misalnya
jembatan tersebut terletak pada ruas jalan Yogyakarta - Bantul. Dari bank data yang
ada di IIRMS dapat diambil contoh hasil survai lalu lintas pada ruas jalan Yogyakarta
- Bantul sebagai berikut :

2-13
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Departemen Pekerjaan Umum


Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 1 dari 4

FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS


SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN)
Nomor Propinsi : 2 6
Nama Propinsi : D I . YOGYAKARTA
Nomor Pos : A - 0 0 9
Lokasi Pos : Y G Y 5 4 0 0
Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km 15+12
Tanggal : 1 0 0 7 9 8 Arah Lalu Lintas:
Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu)
Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A
Periode : 2 Ke B A N T U L
Golongan 1 2 3 4 5a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8
Opelet, Pick-up-opelet,
Sepeda Motor, Sekuter
dan Kendaraan Roda

Suburban, Combi

Tidak Bermotor
Truk dan Mobil
Pick-up, Micro
Station Wagon

Truk 2 Sumbu

Truk 2 Sumbu
dan Mini bus

Semi Trailer
Sedan, Jeep

Gandengan

Kendaraan
3 Sumbu
Hantaran

4 Roda

6 Roda
Besar
Kecil
Tiga

Truk

Truk

Truk
Bus

Bus
dan

Waktu

6 : 7 447 33 42 10 17 1 2 2 1 0 0 168
7 : 8 427 49 28 32 22 0 9 6 0 0 0 135
8 : 9 463 70 36 39 17 0 11 7 0 0 0 129
9 : 10 483 94 46 62 19 0 13 9 0 1 0 138
10 : 11 421 116 53 54 21 0 6 4 0 0 0 122
11 : 12 618 123 63 47 19 0 16 11 1 0 0 147
12 : 13 786 151 69 30 21 0 12 8 0 0 0 181
13 : 14 912 144 55 35 23 1 13 8 0 2 1 268
14 : 15 847 123 44 42 19 0 10 6 0 0 0 488
15 : 16 976 106 52 31 20 0 8 6 1 0 0 658
16 : 17 1112 146 55 26 25 0 10 6 0 0 0 549
17 : 18 1180 152 33 14 21 0 11 7 0 0 0 353
18 : 19 763 136 47 18 18 0 10 6 0 0 0 279
19 : 20 613 106 21 11 12 0 7 5 0 0 0 133
20 : 21 380 99 23 14 0 0 3 2 0 0 0 96
21 : 22 473 84 14 9 0 0 4 2 0 0 0 83
22 : 23 251 65 16 3 2 4 2 3 0 0 0 57
23 : 24 108 25 2 7 0 7 5 2 0 0 0 17
24 : 1 51 18 4 2 0 9 6 2 0 0 0 10
1 : 2 23 11 6 4 0 12 8 2 0 0 0 14
2 : 3 10 8 9 2 0 7 5 4 0 0 0 8
3 : 4 22 7 4 6 0 13 9 4 0 0 0 27
4 : 5 82 9 2 4 0 10 7 5 0 0 0 43
5 : 6 112 15 8 13 1 11 7 7 0 0 0 43
Sub Jumlah 1 11560 1890 732 515 277 75 194 124 3 3 1 4146
Catatan
Arah Kendaraan: Pengawas :
Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besar
Opposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil

( _______________)

2-14
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Departemen Pekerjaan Umum


Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 2 dari 4

FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS


SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN)
Nomor Propinsi : 2 6
Nama Propinsi : D I . YOGYAKARTA
Nomor Pos : A - 0 0 9
Lokasi Pos : Y G Y 5 4 0 0
Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km 15+12
Tanggal : 1 0 0 7 9 8 Arah Lalu Lintas:
Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu)
Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A
Periode : 2 Ke B A N T U L
Golongan 1 2 3 4 5a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8
Opelet, Pick-up-opelet,
Sepeda Motor, Sekuter
dan Kendaraan Roda

Suburban, Combi

Tidak Bermotor
Truk dan Mobil
Pick-up, Micro
Station Wagon

Truk 2 Sumbu

Truk 2 Sumbu
dan Mini bus

Semi Trailer
Sedan, Jeep

Gandengan

Kendaraan
3 Sumbu
Hantaran

4 Roda

6 Roda
Besar
Kecil
Tiga

Truk

Truk

Truk
Bus

Bus
dan

Waktu

6 : 7 454 45 40 17 23 2 4 2 2 0 0 160
7 : 8 437 42 37 26 20 0 7 5 0 0 0 147
8 : 9 458 63 30 32 19 0 9 6 0 0 0 136
9 : 10 453 87 41 56 17 0 12 8 0 1 0 132
10 : 11 427 110 57 64 24 0 7 5 0 0 0 130
11 : 12 610 127 54 54 21 0 13 9 1 0 0 153
12 : 13 779 145 72 37 18 0 10 7 0 0 0 173
13 : 14 922 147 64 30 19 1 11 7 0 2 2 274
14 : 15 856 132 55 33 16 0 10 7 0 0 0 482
15 : 16 967 101 48 24 17 0 10 6 3 0 0 664
16 : 17 1102 153 47 22 22 0 8 5 0 0 0 542
17 : 18 1172 144 43 17 18 0 8 6 0 0 0 350
18 : 19 774 142 27 20 14 0 7 5 0 0 0 287
19 : 20 820 112 26 14 13 0 6 4 0 0 0 141
20 : 21 392 89 20 17 0 0 4 3 0 0 0 87
21 : 22 467 94 17 7 0 0 3 2 0 0 0 77
23 : 24
24 : 1
1 : 2
2 : 3
3 : 4
4 : 5
5 : 6

Sub Jumlah 2 11090 1733 678 470 261 3 129 87 6 3 2 3935


Catatan
Arah Kendaraan: Pengawas :
Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besar
Opposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil

( _______________)

2-15
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Departemen Pekerjaan Umum


Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 3 dari 4

FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS


SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN)
Nomor Propinsi : 2 6
Nama Propinsi : D I . YOGYAKARTA
Nomor Pos : A - 0 0 9
Lokasi Pos : Y G Y 5 4 0 0
Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km 15+12
Tanggal : 1 0 0 7 9 8 Arah Lalu Lintas:
Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu)
Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A
Periode : 2 Ke B A N T U L
Golongan 1 2 3 4 5a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8
Opelet, Pick-up-opelet,
Sepeda Motor, Sekuter
dan Kendaraan Roda

Suburban, Combi

Tidak Bermotor
Truk dan Mobil
Pick-up, Micro
Station Wagon

Truk 2 Sumbu

Truk 2 Sumbu
dan Mini bus

Semi Trailer
Sedan, Jeep

Gandengan

Kendaraan
3 Sumbu
Hantaran

4 Roda

6 Roda
Besar
Kecil
Tiga

Truk

Truk

Truk
Bus

Bus
dan

Waktu

6 : 7 1447 120 87 14 30 0 11 8 2 0 0 1577


7 : 8 1533 112 73 17 26 0 14 10 0 0 0 1524
8 : 9 737 115 66 25 24 0 12 8 1 0 0 1554
9 : 10 557 119 57 35 27 0 13 9 0 0 0 274
10 : 11 497 116 51 42 20 0 15 10 0 2 0 153
11 : 12 479 120 63 38 23 0 17 12 3 0 0 172
12 : 13 538 121 72 29 22 0 20 13 2 0 0 193
13 : 14 609 122 67 24 20 0 16 11 1 0 0 167
14 : 15 597 141 60 27 24 0 19 12 0 1 0 133
15 : 16 583 137 57 22 25 0 9 6 3 0 0 127
16 : 17 607 134 47 26 27 1 0 0 0 0 0 124
17 : 18 622 112 28 24 21 0 7 5 0 0 0 115
18 : 19 478 96 13 20 1 0 14 9 0 0 0 108
19 : 20 378 82 18 9 0 0 10 6 1 1 0 47
20 : 21 386 74 23 10 0 0 4 2 0 0 0 32
21 : 22 110 49 15 7 0 0 2 2 2 0 0 23
22 : 23 88 35 4 1 0 1 3 2 0 0 0 19
23 : 24 40 28 3 3 0 0 2 1 3 0 0 17
24 : 1 28 18 1 2 0 0 4 2 0 0 0 29
1 : 2 16 13 4 2 0 0 2 2 0 0 0 27
2 : 3 12 6 2 1 0 0 1 1 0 0 0 17
3 : 4 8 7 5 2 0 0 1 0 0 0 0 10
4 : 5 97 10 17 1 2 0 1 1 0 0 0 57
5 : 6 377 34 30 4 17 0 4 3 0 0 0 288
Sub Jumlah 3 10824 1921 863 385 309 2 201 135 18 4 0 6787
Catatan
Arah Kendaraan: Pengawas :
Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besar
Opposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil

( _______________)

2-16
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Departemen Pekerjaan Umum


Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 4 dari 4

FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS


SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN)
Nomor Propinsi : 2 6
Nama Propinsi : D I . YOGYAKARTA
Nomor Pos : A - 0 0 9
Lokasi Pos : Y G Y 5 4 0 0
Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km 15+12
Tanggal : 1 0 0 7 9 8 Arah Lalu Lintas:
Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu)
Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A
Periode : 2 Ke B A N T U L
Golongan 1 2 3 4 5a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8
Opelet, Pick-up-opelet,
Sepeda Motor, Sekuter
dan Kendaraan Roda

Suburban, Combi

Tidak Bermotor
Truk dan Mobil
Pick-up, Micro
Station Wagon

Truk 2 Sumbu

Truk 2 Sumbu
dan Mini bus

Semi Trailer
Sedan, Jeep

Gandengan

Kendaraan
3 Sumbu
Hantaran

4 Roda

6 Roda
Besar
Kecil
Tiga

Truk

Truk

Truk
Bus

Bus
dan

Waktu

6 : 7 1457 132 68 23 29 0 10 7 3 0 0 1568


7 : 8 1523 120 78 15 23 0 12 8 0 0 0 1566
8 : 9 743 110 79 20 26 0 13 9 2 0 0 1564
9 : 10 544 116 63 27 24 0 13 8 0 0 0 269
10 : 11 489 122 62 36 23 0 14 9 0 3 0 164
11 : 12 473 127 61 42 27 0 16 11 2 0 0 167
12 : 13 545 125 76 44 25 0 18 12 1 0 0 188
13 : 14 614 126 70 36 22 0 14 10 2 0 0 176
14 : 15 588 147 65 22 28 0 17 11 0 1 0 140
15 : 16 574 146 64 25 29 0 10 7 2 0 0 122
16 : 17 600 142 37 30 24 2 0 0 0 0 0 129
17 : 18 634 117 35 21 19 0 8 6 0 0 0 124
18 : 19 488 107 24 15 3 0 12 8 0 0 0 102
19 : 20 366 98 20 7 0 0 11 7 1 2 0 58
20 : 21 275 65 17 9 0 0 4 3 0 0 0 45
21 : 22 118 57 16 6 0 0 3 2 1 0 0 20
22 : 23
23 : 24
24 : 1
1 : 2
2 : 3
3 : 4
4 : 5
5 : 6
Sub Jumlah 4 10031 1857 835 378 302 2 175 118 14 6 0 6402
Catatan
Arah Kendaraan: Pengawas :
Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besar
Opposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil

( _______________)

2-17
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Menghitung hasil survai lalu lintas 40 jam

Dari contoh hasil survai lalu lintas di atas dapat dicatat hal-hal sebagai berikut:

Untuk perhitungan kapasitas jalan jenis kendaraan yang dicakup dalam perhitungan
hasil survai adalah kendaraan golongan 1, 2, 3,4, 5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b dan 7c,
sedangkan untuk perhitungan perkerasan jalan adalah kendaraan golongan 2, 3,4,
5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b dan 7c.

Berdasarkan hasil survai lalu lintas Yogyakarta – Bantul tanggal 10 Juli 1998,
diperoleh angka-angka tersebut di bawah:

Untuk keperluan perhitungan kapasitas jalan dimana jembatan terletak pada ruas
jalan dimaksud, maka LHR-nya adalah sebagai berikut:

Jumlah kendaraan (termasuk speda motor) = 58.777 kendaraan selama 40 jam.

Sub Sub Sub Sub


Penggolongan Kendaraan Total
Jumlah 1 Jumlah 2 Jumlah 3 Jumlah 4
1 11860 11090 10824 10031 43805
2 1958 1733 1921 1857 7469
3 765 678 863 835 3141
4 546 470 385 378 3141
5a 278 261 309 302 1150
5b 137 3 2 2 144
6.a 236 129 201 175 741
6.b 148 87 135 118 488
7a 3 6 18 14 16
7b 3 3 4 6 41
7c 1 2 0 0 3
Total 15935 14462 14662 13718 58777

LHRT 1998 pada ruas jalan Yogakarta – Bantul = 0.55 x 58.777 kendaraan/hari =
30.327 kendaraan/hari (termasuk golongan kendaraan 1, tapi tidak termasuk
golongan kendaraan 8.

Jika kendaraan golongan 1 (sepeda motor, skooter, bajaj) dikeluarkan dari


perhitungan LHRT 1998, maka jumlah LHRT 1998 pada ruas jaolan Yogyakarta –
Bantul = 0.55 x (58.777 - 43.805) = 0.55 x 14.972 = 8.235 kendaraan/hari.

2-18
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Menghitung LHRT
Telah dijelaskan di depan bahwa survai lalu lintas untuk Pos A atau Pos B dilakukan
selama 40 jam dan untuk Pos C selama 16 jam. Untuk menghitung LHRT dengan
menggunakan data survai lalu lintas di Pos A, Pos B dan Pos C, dipakai faktor
pengali yang diambil dari IIRMS sebagai berikut:

Faktor Pengali Thd Hasil Survai Untuk Perhitungan LHRT (= f)


Pos
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
A, B 0.54 0.54 0.55 0.55 0.54 0.54 0.54
C 1.21 1.12 1.12 1.18 1.15 1.21 1.21

Untuk menghitung LHRT digunakan rumus di bawah:


 LHRTA = f x Volume Lalu Lintas hasil survai 40 jam di Pos A.
 LHRTB = f x Volume Lalu Lintas hasil survai 40 jam di Pos B.
 LHRTC = f x Volume Lalu Lintas hasil survai 16 jam di Pos C.

Pertanyaannya sekarang adalah LHRT yang mana yang akan digunakan sebagai
pertimbangan dalam menentukan lebar lantai kendaraan? Sebagaimana kita
ketahui, lebar lantai kendaraan pada jembatan ditentukan sesuai dengan lebar
perkerasan jalan di kiri kanan jembatan. Jika lebar jalan di kiri-kanan jembatan 7.00
meter misalnya, maka lebar lantai kendaraan juga diambil = 7.00 meter.
Penetapan lebar perkerasan jalan atau lebar lantai kendaraan pada jembatan
membawa konsekwensi harus mampu menampung lalu lintas selama umur
pelayanan. Jika ditetapkan umur rencana jalan = 10 tahun, maka lebar lantai
kendaraan pada jembatan setidak-tidaknya juga dapat menampung lalu lintas
sampai dengan umur rencana 10 tahun berakhir. Dengan demikian jika jembatan
dimaksud dianggap sebagai bagian dari jalan yang direncanakan dengan umur
rencana 10 tahun, maka untuk menetapkan lebar lantai kendaraan pada jembatan
diperlukan data LHRT tahun ke-10 terhitung sejak jalan dibuka untuk umum. Artinya,
lebar lantai kendaraan tidak ditentukan oleh LHRT pada tahun survai, akan tetapi
LHRT tahun survai tersebut digunakan sebagai bahan masukan awal untuk
menghitung LHRT tahun ke-10 terhitung sejak jalan dibuka untuk umum. Untuk
dapat menghitung LHRT tahun ke-10 perlu diketahui ”growth rate” dari lalu lintas
mulai dari tahun ke-1 sejak jembatan dibuka untuk lalu lintas sampai dengan tahun
ke-10. (Catatan : Penetapan traffic growth rate merupakan tugas traffic engineer)

2-19
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Penggunaan LHRT untuk menetapkan lebar lantai kendaraan dapat dijelaskan lebih
lanjut sebagai berikut:

 LHRT Rencana
LHRT Rencana, yaitu LHRT yang diperhitungkan dapat memberikan gambaran
angka LHR yang mungkin terjadi selama umur rencana, besarnya diperkirakan
dengan mempertimbangkan pertumbuhan lalu lintas.

 VJR (Volume Jam Rencana)


VJR adalah volume lalu lintas selama 1 jam pada jam sibuk, yang nilainya
direncanakan sebesar persentase tertentu terhadap LHRT Rencana. VJR
digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya,
sebagai acuan untuk menetapkan lebar lantai kendaraan pada jembatan,
dirumuskan sebagai berikut:
K
VJR  LHRTrencana 
F
 Untuk jembatan-jembatan standar di Indonesia, pada umumnya dikenal opsi-
opsi lebar jembatan sebagai berikut:
 Jembatan Kelas A, opsi lebar jembatan adalah 1.00m (trottoir) + 7.00m
(lantai kendaraan) + 1.00m (trottoir).
 Jembatan Kelas B, opsi lebar jembatan adalah 0.50m (trottoir) + 6.00m
(lantai kendaraan) + 0.50m (trottoir).
 Jembatan Kelas C, opsi lebar jembatan adalah 0.50m (trottoir) + 4.50m
(lantai kendaraan) + 0.50m (trottoir).

2.4. Koordinasi Pencacahan Jumlah Kendaraan Berat


Yang dimaksudkan dengan kendaraan berat adalah kendaraan bermotor yang
termasuk dalam penggolongan : 5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b, dan 7c.
5a. Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat duduk
antara 16 s/d 26 buah, seperti kopaja, metromin.i, elf dengan bagian belakang
sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan panjang kendaraan maximal 9 m
dengan sebutan bus ¾.
5b. Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat
duduk antara 30 - 50 buah seperti bus malam, bus kota dan bus antar kota

2-20
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

yang berukuran 12 m () dan STRG.


6a. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban sumbu
belakang antara 5 ton (MST 5, ton STRG) dengan masing-masing sumbu
terdapat 2 roda.
6b. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban sumbu
belakang antara 8 - 10 ton (MST 8, 10 ton STRG) dengan as depan terdapat 2
roda dan as belakang 4 roda.
7a. Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan 3 sumbu yang tata
letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda).
7b. Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 atau 7 yang diberi
gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang besi segitiga. Disebut
juga Full Trailer Truck.

7c. Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan yang terdiri
dari kepala truk dengan 2-3 sumbu yang dihubungkan secara sendi dengan
pelat dan rangka bak yang beroda belakang yang mempunyai 2 atau 3 sumbu
pula.

Pencacahan kendaraan berat tersebut merupakan bagian dari survai lalu lintas,
diharapkan hasilnya dapat memberikan informasi yang akurat sebagai bahan untuk
menghitung kendaraan berat yang akan melewati jembatan (yang akan dibangun) di
masa yang akan datang.
Dengan diketahuinya jenis dan jumlah kendaraan berat, langkah berikutnya yang
perlu dilakukan adalah menghitung jumlah ekivalen sumbu kendaraan terberat dari
masing-masing jenis kendaraan.
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan
perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu
tunggal / ganda kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu
lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)
ditentukan menurut rumus dibawah ini :
4
 Beban satu sumbu tunggal dalam Kg 
Sumbu tunggal =  
 8160 
4
 Beban satu sumbu ganda dalam Kg 
Sumbu ganda = 0,086  
 8160 

2-21
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Vehicle Damage Factor (VDF) jika dihitung berdasarkan formula di atas dengan
konfigurasi sumbu pada Tabel 2.2 serta untuk muatan sumbu terberat 10 ton
hasilnya diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. : Vehicle Damage Factor Berdasar Bina Marga MST-10.


No. Type kendaraan & golongan Nilai VDF

1 Sedan, jeep, st. wagon 2 Gol-1 1.1 0,0005


2 Pick-up, combi 3 Gol-2 1.2 0,2174
3 Truck 2 as (L), micro truck, mobil 4 Gol-2 1.2L 0,2174
hantaran
4 Bus kecil 5a Gol-2 1.2 0,2174
5 Bus besar 5b Gol-9 1.2 0,3006
6 Truck 2 as (H) 6 Gol-3 1.2H 2,4159
7. Truck 3 as 7a Gol-4 1.2.2 2,7416
8. Trailer 4 as, truck gandengan 7b Gol-6 1.2+2.2 3,9083
9. Truck s. trailer 7c Gol-8 1.2.2+2.2 4,1718

Ada 2 (dua) muatan sumbu yang dikenal yaitu MST 8 ton dan MST 10 ton. MST 10
ton, dimaksudkan sebagai damage factor yang didasarkan pada muatan sumbu
terberat sebesar 10 ton. MST 8 ton, dimaksudkan sebagai damage faktor yang
didasarkan pada muatan sumbu terberat sebesar 8 ton.
Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta angka ekivalen
kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan bermuatan (max),
dapat dilihat pada Tabel 2.2.

2-22
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Tabel 2.2. : Konfigurasi Beban Sumbu

KONFIGURASI SUMBU
RODA TUNGGAL
PADA UJUNG SUMBU

BERAT KOSONG

BEBAN MUATAN
MAKSIMUM (ton)

MAKSIMUM (ton)
BERAT TOTAL
RODA GANDA PADA

UE 18 KSAL

UE 18 KSAL
MAKSIMUM
UJUNG SUMBU

KOSONG
& TIPE

(ton)

1,1
1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0005
HP
50% 50%
34% 66%
1,2
3 6 9 0,0037 0,3006
BUS

1,2L 34% 66%


2,3 6 8,3 0,0013 0,2174
TRUK

1,2H 34% 66%


4,2 14 18,2 0,0143 5,0264
TRUK
25% 75%
1,22
5 20 25 0,0044 2,7416
TRUK

1,2+2,2 18% 28% 27% 27%


6,4 25 31,4 0,0085 3,9083
TRAILER

1,2-2 18% 41% 41%


6,2 20 26,2 0,0192 6,1179
TRAILER

1,2-2,2 18% 28% 54%


10 32 42 0,0327 10,1830 27% 27%
TRAILER

(Sumber : Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83).

Dengan rumus dan tabel-tabel di atas akan dapat dihitung jumlah ekivalen sumbu
terberat dari masing-masing jenis kendaraan. Dari angka-angka yang dihasilkan
akan dapat diketahui apakah kendaraan berat yang akan melewati jembatan selama
umur pelayanan, mempunyai beban roda ganda (dual wheel load) yang masih dapat
dicakup dalam MST 10 ton.

2-23
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

RANGKUMAN

a. Koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas mencakup 3 (tiga)
substansi inti yaitu analisis data lalu lintas hasil survai, prediksi lalu lintas harian rata-
rata tahunan (LHRT) dan koordinasi pencacahan jumlah kendaraan berat.

b. Analisis data lalu lintas hasil survai menjelaskan pengertian tentang survai lalu lintas
rutin secara manual dan merupakan pengembangan sistem yang telah ada, pemilihan
lokasi survai berdasarkan Pos-pos Perhitungan Lalu Lintas yang lazim digunakan
(Pos Kelas A, Pos Kelas B, Pos Kelas C), periode perhitungan survai (40 jam selama
2 hari untuk Pos Kelas A atau B, 16 jam untuk Pos Kelas C), pengelompokan jenis
kendaraan, pelaksanaan survai versi IIRMS, dan evaluasi hasil survai lalu lintas.

c. Prediksi lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) menggambarkan bagaimana


menganalisis hasil survai lalu lintas menjadi LHRT untuk keperluan bahan masukan
bagi perencanaan teknis sebuah jembatan yang terletak pada suatu ruas jalan.

d. Koordinasi pencacahan kendaraan berat dimaksudkan untuk mendapatkan informasi


yang akurat tentang jumlah ekivalen sumbu terberat dari masing-masing jenis
kendaraan berat yang melewati suatu jembatan, dimaksudkan ujntuk mengetahui
apakah kendaraan berat yang akan melewati jembatan dimaksud selama umur
pelayanan mempunyai beban roda ganda (dual wheel load) yang masih dapat dicakup
dalam MST 10 ton.

2-24
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI


Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas
tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka
pertanyaan dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :


INA.5212.113.01.02.07 : Melakukan koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data
Teknis
Soal :

Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Melakukan koordinasi
untuk pengumpulan dan
penggunaan data lalu
lintas
1.1. Data lalu lintas hasil 1.1. Apakah anda mampu a. .........................
survai dianalisis menganalisis data
b. .........................
sesuai dengan lalu lintas yang
prosedur teknis yang diperoleh dari hasil c. .........................
berlaku survai lalu lintas? dst.

1.2. LHRT (Lalu Lintas 1.2. Apakah anda mampu a. .........................


Harian Rata-rata memprediksi LHRT
b. .........................
Tahunan) diprediksi (Lalu Lintas Harian
sesuai dengan Rata-rata Tahunan) c. .........................
prosedur teknis yang sesuai dengan dst.
berlaku prosedur teknis yang
berlaku?

1.3. Koordinasi 1.3. Apakah anda mampu a. .........................


pencacahan jumlah melakukan koordinasi
b. .........................
kendaraan berat pencacahan jumlah
dilakukan sesuai kendaraan berat c. .........................
dengan persyaratan sesuai dengan dst.
teknis yang klasifikasi yang
ditentukan berlaku?

2-25
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

BAB 3
KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN
DAN PENGGUNAAN DATA HIDROLOGI, KARAKTERISTIK SUNGAI
DAN PERLINTASAN LAINNYA

3.1 Umum
Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi
dan karakteristik sungai dan perlintasan lainnya yang prinsip atau tata cara
koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan, Sub Bab 1.3 Koordinasi.
Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi inti yang harus difahami
oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan koordinasi dengan para pihak
terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam rangka pengumpulan dan
penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan lainnya.
Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan
perlintasan lainnya yang ditulis dalam modul ini menjelaskan :
 Analisis karakteristik sungai
 Prediksi debit banjir sungai
 Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi
sungai
 Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi
prasarana transportasi lainnya.

3.2 Analisis Karakteristik Sungai


3.2.1 Tipe Sungai di Daerah Aliran (River Basin)
Secara umum sistem sungai di daerah aliran dapat dibagi menjadi tiga bagian
(lihat Gambar 3.1): bagian gerusan di hulu dimana sedimen biasanya
diproduksi, bagian tengah dimana sedimen diangkut dan pada saat yang
bersamaan terjadi proses-proses gerusan dan pengendapan/deposisi dan
bagian pengendapan sedimen di daerah hilir. Dalam kenyataannya situasinya
lebih kompleks karena terdapatnya kontrol geologi atau faktor-faktor lain
sehingga dapat saja terjadi pengendapan lokal di bagian hulu dan gerusan
lokal di daerah hilir.

3-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Gambar 3-1 Sistem Sungai

 Sungai Torensial (Mountain Torrent)


Sungai-sungai torensial berada di ruas hulu yang umumnya berupa daerah
pegunungan. Sungai-sungai ini mempunyai kecepatan aliran tinggi karena
kemiringan dasar curam dan sering dijumpai terjunan-terjunan (drops) yang
dikontrol oleh bongkahan batu besar, pohon-pohon yang jatuh dan lain-lain.
Material dasar sungai umumnya besar berupa bongkahan-bongkahan
(boulder).

 Kipas Aluvial (Alluvial Fan)


Kipas alluvial umumnya terjadi pada daerah dimana aliran berubah dari
daerah pengunungan ke daerah datar. Pada daerah ini terjadi
pengendapan material aluvial dan terbentuk sungai-sungai ganda yang
sering berpindah. Kipas alluvial jarang terjadi pada sungai-sungai di
Indonesia.

3-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Sungai Berjalin (Braided River)


Sungai berjalin terdiri dari jaringan sungai yang berjalin (interlocking) dan
mempunyai gosong-gosong dan pulau-pulau di tengah alur. Sungai ini
umumnya dijumpai di daerah ruas hulu dan tengah suatu daerah aliran.
Material dasar umumnya terdiri dari kerikil (gravel) atau kerakal (cobble),
namun kadang-kadang dijumpai juga pasir. Angkutan material dasar tinggi,
paling tidak pada saat banjir.

 Sungai Alluvial Bermeander (Meandering Alluvial River)


Sungai ini biasanya terdapat di ruas tengah dan bawah daerah aliran.
Sungai bermeander mempunyai bentuk datar berliku dan mengalami
proses gerusan ke arah bantaran banjir pada sisi tikungan luar dan proses
pembentukan bantaran banjir baru pada sisi tikungan dalam sehingga
terjadi pergeseran meander. Dalam kondisi tak terganggu, pergeseran
sungai dimasa depan dapat diperkirakan dengan membandingkan peta-
peta maupun foto udara yang diambil secara berurutan. Material dasar
umumnya terdiri dari pasir atau kerikil.

 Delta
Delta dalam beberapa hal dapat dipandang sebagai kipas alluvial namun
terjadi didaerah rendah dimana suatu sungai melepaskan sejumlah besar
sedimen ke dalam badan air yang tenang seperti muara dan kemudian
mengendapkan semua atau sebagian besar muatan sedimennya. Dalam
kondisi alamiah sungai dapat membelah menjadi beberapa anak sungai.

3-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Tabel 3/1 Tipe-tipe sungai beserta karakteristik masalah kestabilannya


Tipe sungai Karakteristik Masalah stabilitas
Sungai torensial  kemiringan dasar curam  gerusan dasar dan
 material dasar berupa degradasi
bongkahan (boulder)
 sering dijumpai terjunan

Kipas alluvial  sungai berganda  pergeseran sungai tiba-tiba


(Alluvial fan)  endapan material  pengendapan
berdiameter kasar  degradasi

Sungai berjalin  sungai berjalin  sungai utama sering


(Braided river)  biasanya material dasar berpindah
berdiameter kasar berupa  penggerusan dan
kerikil dan kerakal pengendapan
 muatan sedimen dasar tinggi

Sungai  sungai berliku  gerusan tebing


bermeander  kemiringan dasar landai  perpindahan meander
(Meandering  bantaran banjir lebar  penggerusan (scour) dan
river)  material dasar pasir dan pengendapan
kerikil
Delta  sungai berganda  pergeseran sungai
 endapan material halus pengendapan dan
berupa lanau dan lempung pertumbuhan kehilir
(extension)

3.2.2 Sungai Alluvial dan Non-alluvial


 Sungai Alluvial
Sungai aluvial adalah sungai yang seluruh materialnya berupa aluvium
(endapan lempung, lanau, pasir, dan kerikil) sehingga mudah tergerus
dan mudah berubah dimensi, bentuk, pola dan kemiringan sebagai akibat
perubahan kemiringan, suplai sedimen ataupun debit. Sungai aluvial
Secara alamiah bersifat dinamik, artinya sungai selalu berubah baik posisi
maupun bentuknya karena selalu terjadi proses gerusan, pengangkutan

3-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

dan pengendapan (deposition) butiran sedimen sebagai akibat gaya-gaya


hidraulik yang bekerja pada dasar maupun tebing sungai. Sedimen yang
terangkut oleh aliran dapat berasal dari material hasil gerusan di daerah
aliran dan bantaran banjir yang masuk ke sungai maupun material hasil
gerusan dasar dan tebing sungai sendiri. Secara umum sungai aluvial tidak
stabil karena potensi kelongsoran tebing dapat terjadi akibat perubahan-
perubahan sungai dalam arah lateral maupun arah vertikal. Umumnya,
banyak jalan dibangun disisi atau melintang sungai aluvial. Oleh
karenanya, banyak jalan menghadapi potensi bahaya kerusakan akibat
kelongsoran tebing sungai. Jembatan yang dibangun melintang sungai
aluvial juga menghadapai masalah penggerusan di sekitar pilar dan
abutment dan hal ini dapat membahayakan keamanan jembatan.

 Sungai Non-Alluvial
Material dasar dan tebing sungai non-aluvial terdiri dari batuan atau butiran
sangat kasar seperti kerakal (cobbles) dan bongkahan batu besar
(boulders) yang tidak akan terbawa oleh aliran kecuali pada kondisi aliran
sangat besar. Secara umum, sungai non-aluvial relatif stabil dan oleh
karenanya jalan yang dibangun disisi ataupun jembatan yang melintang
sungai non-aluvial relatif aman, namun kajian kestabilan sungai perlu
dilakukan Secara hati-hati terutama pada kondisi aliran besar atau banjir.

3.2.3 Gerusan Sungai


 Proses Gerusan Sungai terjadi akibat adanya tekanan dari air sungai baik
besar maupun kecil yang berlangsung secara terus menerus ke daerah
struktur jalan maupun jembatan sehingga mengakibatkan kerusakan.
 Gerusan sungai yang terjadi disekitar konstruksi jalan dan jembatan juga
dapat terjadi akibat tindakan manusia, umumnya disebabkan oleh
rusaknya ekosistem lingkungan sehingga mempengaruhi dan merusak
konstruksi jalan dan jembatan. Sementara tindakan manusia yang dapat
mengakibatkan terjadinya gerusan diantaranya adalah :
1. Penambangan Material Galian Golongan C
2. Penebangan hutan yang tak terkendali sehingga mengakibatkan banjir
3. Benturan-benturan kapal pada dinding konstruksi (sungai besar)

3-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Perencanaan jembatan yang melintasi sungai, terutama untuk penempatan


bangunan bawah dan pondasi dengan demikian harus mempertimbangkan
karakteristik sungai untuk mengetahui stabil atau tidak stabilnya sungai.
Jika sungai yang akan dilintasi ternyata tidak stabil atau mempunyai
karakteristik rentan terhadap gerusan akibat tekanan air sungai, maka
perencanaan jembatan dimaksud perlu dilengkapi dengan perencanaan
bangunan pengaman terhadap gerusan air sungai.

3.3 Perhitungan Debit Banjir Sungai


Yang dimaksud dengan perhitungan debit banjir sungai disini adalah ”debit banjir
rencana”, yang perhitungannya tergantung pada data yang tersedia :
 Jika data debit yang tersedia cukup panjang, maka debit banjir rencana dapat
dihitung langsung dengan menggunakan cara-cara statistik.
 Jika data debit yang tersedia tidak cukup panjang akan tetapi tersedia data hujan
yang cukup panjang, maka debit rencana tidak dapat dihitung dengan cara
langsung. Langkah yang dilakukan adalah dengan dimulai menghitung ”hujan
rencana” dengan menggunakan cara-cara statistik. Kemudian debit rencana
dihitung dengan menggunakan metode-metode pokok yang lazim digunakan untuk
menghitung debit banjir sungai di Indonesia (cara Rational, cara Melchior, cara
Weduwen, cara Haspers).
 Jika data debit dan data hujan yang tersedia tidak cukup panjang, maka debit
rencana dipat diprediksi dengan cara perhitungan regional analyses.
Uraian lebih lanjut akan difokuskan pada kondisi ”data debit yang tersedia tidak cukup
panjang akan tetapi tersedia data hujan yang cukup panjang”, dimulai dengan Analisis
Hidrologi yang pada intinya adalah mengolah data hujan dengan metode statistik.

3.3.1 Analisis Hidrologi


 Tujuan
 Menentukan level banjir untuk periode ulang tertentu (pada umumnya
untuk perencanaan jembatan diambil 50 tahun).
 Menetapkan elevasi terendah tepi bawah bangunan atas jembatan
berdasarkan pertimbangan :
o Lalu lintas air
o Pola perilaku sungai dan kecepatannya
o Stabilitas sungai (sungai berpindah atau tidak)

3-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Penetapan bentanga jembatan.


 Jenis jembatan
 Pemilihan jenis bangunan bawah.

 Analisis Data Hujan


 Menggunakan data hujan harian maksimum.
 Minimal data 10 tahun terakhir.
 Station-station hujan yang terdekat lokasi jembatan.
 Data yang tidak lengkap harus dilengkapi dengan menggunakan data
pengamatan hujan yang menggunakan data station pengamatan yang
berdekatan (3 buah) dan mengelilingi station yang datang tidak
lengkap.
 Kalau selisih antara hujang-hujan tahunan normal lebih kecil 10 %
perkiraan data yang hilang, data tersebut dirata-ratakan.
 Kalau selisih > 10 %, gunakan metode rasio normal.

1 R R R 
r  rA  rB  rc 
3  RA RB RC 

Notasi
R = Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan yang
datanya harus dilengkapi.
rA, rB, rC = adalah curah-curah hujan di tempat-tempat pengamatan
RA,RB,RC.
RA, RB, RC = adalah curah hujan rata-rata setahun di A,B, dan C.

Notasi :
R = Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan yang
datanya harus dilengkapi.
rA,rB,rC = adalah curah-curah hujan di tempat-tempat pengamatan RA,RB,RC.
RA,RB,RC = adalah curah hujan rata-rata setahun di A,B, dan C.

3-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Prosedur Perhitungan Hidrologi

SURVEY PENDAHULUAN
 Data Primer
 Data sekunder

Mencari data hujan harian Maksimum, Analisa penampang sungai


Minimum 10 tahun terakhir

KELENGKAPAN
DATA

ya
tidak
Hitung kemingringan saluran (S)
berdasarkan peta topografi pada
Melengkapi data hujan catchment area tersebut
R=1/3XR(rA /RA/rB+RB+rC/RC)

Analisa data hujan menggunakan Coba kedalaman


metode Thiessen - Gumbel Y = tertentu
R (t th) = R-0,45XS-0,78XSXln(ln(t/(t-1)))
atau menggunakan metode lain

Menetapkan intensitas hujan untuk periode


ulang tertentu

Hitung luas penampang =A


Menetapkan luas catchment area Hitung keliling penampang = P
Untuk lokasi jembatan tersebut

Tetapkan nilai koefisien pengairan dan


koefisien lain sesuai metode yang digunakan
untuk catchment area tersebut

Hitung debit untuk periode ulang tersebut (umumnya 50


th) menggunkan perumusan yang sesuai untuk kondisi Hitung debit
areal tersebut (Q1) lihat sub. bab 4.3.4. Q2 = V*A
 Metoda Rasional Q=0.278xCxlxA V = 1/n * R^(2/3)* S ^ (1/2)
 Metoda Weduwen Q=Dari Chart untuk R-70 R = A/P
 Metoda Haspers Q=CxBxR
 Metoda Melchior Q=B1xR1xA

tidak
Q1 = Q2

ya

Level banjir
Y = didapat

3-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Penggambaran Catchment Area


Catchment Area (daerah tangkapan hujan) ditentukan berdasarkan peta
kontur, dimana daerah aliran sungai dibatasi oleh punggung-punggung
gunung/bukit sampai pada batas daerah aliran sungai lainnya. Sebagai
contoh dapat dilihat gambar di bawah :

Gambar 3-2 Catchment Area

Daerah di dalam garis putus-putus merupakan daerah tangkapan hujan


untuk lokasi-lokasi jembatan tersebut.

3.3.2 Perhitungan Debit Banjir Berdasarkan Metode Rasional, Melchior,


Haspers dan Weduwen
Untuk menentukan besarnya debit sungai berdasarkan hujan, perlu kita tinjau
hubungan antara hujan dan aliran sungai, dimana besarnya aliran di dalam
sungai ditentukan terutama oleh besarnya hujan, intensitas hujan, lama waktu
hujan, luas daerah aliran sungai dan ciri-ciri daerah aliran itu. Untuk keperluan
tersebut dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut :

3-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Metoda Rasional
Untuk menentukan banjir maksimum pada daerah aliran sungai kecil (<
25 km2)

1
Q C .I . A
3 .6

Q = Debit banjir sungai (m3/detik)


C = Koefisien Aliran
I = Intensitas hujan selama ”time of concentration” (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan (catchment area) – km2

Penentuan intensitas hujan sering dilakukan dengan menggunakan


rumus empiris yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan dan
lama waktu hujan.
Untuk hujan-hujan selama 5 menit sampai 2 jam, rumus yang
digunakan dari type umum adalah :

a
I
t  b
Banyak pengamatan biasanya diambil tak kurang dari 8 (delapan). Dari
hujan-hujan itu dihitung intensitasnya 11, 12, 13,…1n, dinyatakan
dengan mm/jam maka kita dapatkan n persamaan dengan dua
bilangan yang dicari, sdang lebih besar daripada banyaknya bilangan
yang dicari itu. Penyelesaiannya kita lakukan dengan menggunakan
metoda kuadrat terkecil, koefisien a dan b kita dapatkan.

a
tII 2  I 2tI 
nI 2   I I 

 I tI   nI 2t 
b 2
nI   I I 
Waktu konsentrasi secara empiris dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :

 1 
tc  0,0195 (0,77)menit
 s

3-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

dimana S tergantung pada L dan H, penjelasan lihat pada notasi


berikut:
L = panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sungai tempat
pengamatan banjirnya, diukur menurut jalannya sungai (M).
H = selisih ketinggian antara tempat terjauh tadi dan tempat
pengamatan (M).
S = perbandingan selisih tinggi antara tempat terjauh tadi dari
tempat pengamatan terhadap L, yaitu H : L atau sama dengan
ketinggian rata-rata dari daerah alirannya.
Dari grafik kurva intensitas vs. waktu dapat ditetapkan intensitas curah
hujan (mm) untuk waktu konsentrasi tertentu.

 Metoda Melchior (untuk luas daerah aliran sungai < 200 km2)
Prinsip dari metode ini adalah “rational” dengan bentuk persamaan
yang diambil dari persamaan Pascher:
Qmax = α.β.q.F
dimana:
Qmax = debit banjir sungai maksimum
α = run off coefficient
β = reduction coefficient = (hujan rata-rata) : (hujan maksimum)
pada daerah dan waktu yang sama
q = intensitas hujan (m3/km2/detik)
F = luas daerah aliran (km2)
Perhitungan debit banjir dengan menggunakan cara Melchior biasanya
dibantu dengan nomogram yang menunjukkan hubungan antara luas
daerah aliran (F – dalam km2), intensitas hujan (q – dalam
m3/km2/detik) dan kemiringan sungai i = beda tinggi h antara hulu
sungai sampai dengan lokasi jembatan (dalam meter) dibagi dengan
0.9 x panjang sungai L dari hulu sungai sampai dengan lokasi jembatan
(dalam meter). Yang dapat diperoleh dari penggunaan nomogram
adalah kecepatan aliran v (dalam m/detik). Nomogram Melchior
disusun berdasarkan α = 0,52, untuk harga α lain, maka harga v yang
0,2
  
didapatkan dari Nomogram harus dikalikan :   .
 0,52  

3-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Untuk lebih mudah memahami metode Melchior ini, berikut ini diberikan
contoh perhitungan banjir sungai.

Direncanakan membangun jembatan yang melintasi sungai dengan


data-data sebagai berikut :
o Luas daerah aliran F = 169 km2
o Setelah digambarkan ellips yang mengelilingi daerah aliran,
diketahui sumbu panjang ellips = 28.4 km dan sumbu pendek ellips
2
dianggap = x 28.4 km = 18.9 km.
3
1
Luas ellips nF= xx 28.4 x18.9km 2  422km 2
4
o Panjang sungai L = 39.2 km. Dengan mengabaikan 1/10 L, panjang
sungai yang diperhitungkan menjadi = 0.9 x 39.2 km = 35.3 km.
o Perbedaan tinggi h = 1700 m, sehingga kemiringan sungai adalah =
1700
i  0.0480
35300
o Curah hujan maksimum pada 4 stasion pengamat hujan di dalam
dan sedikit di luar daerah aliran berturut-turut adalah 146, 165, 244
dan 236 mm/24 jam, sehingga curah hujan maksimum rata-rata
menjadi = (146+165+244+236) : 4 = 198 mm/24 jam.
Diminta menghitung debit banjir sungai yang harus diperhitungkan
untuk menentukan panjang jembatan.
Untuk menghitung debit banjir sungai dengan cara Melchior, gunakan
nomogram di halaman 3-16 dan 3-17.

Menaksir nilai q (intensitas hujan dalam m3/km2/detik)


Dilakukan dengan trial and error, gunakan tabel tersebut di bawah :

nF q nF q nF q
0.144 29.60 144 4.75 720 2.30
0.72 22.45 216 4.00 1080 1.85
1.44 19.90 288 3.60 1440 1.53
7.2 14.15 360 3.30 2160 1.20
14.0 11.85 432 3.05 2880 1.00
29.0 9.00 504 2.85 4320 0.70
72.0 6.25 576 2.65 5760 0.54
108.0 5.24 548 2.45 7200 0.48
nF = luas ellips, dalam km2
q = intensitas hujan dalam m3/km2/detik

3-12
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Dari tabel dapat diketahui, dengan nF = 422 km2 maka diperoleh q =


3.0 m3/km2/detik.
Dari nomogram, dengan i = 0.048 dan Fxq = 169 x 3 = 507, diperoleh v
= 1.35 m/detik.
Dengan diketahuinya v = 1.35 m/detik, dapat dihitung time of
1000 L 39200
concentration T sbb: T    484 menit = 8 jam.
60v 60 x1.35

Dari nomogram yang memberikan korelasi antara T, nF dan q, dengan


T = 8 jam, nF = 422km2 diperoleh q = 3.75 m3/km2/detik.
Dari nomogram, dengan i = 0.048 dan Fxq = 169 x 3.75 = 634,
diperoleh v = 1.42 m/detik.
Dengan diketahuinya v = 1.42 m/detik, dapat dihitung time of
1000 L 39200
concentration T sbb: T    460 menit = 7.67 jam.
60v 60 x1.42
Dari nomogram yang memberikan korelasi antara T, nF dan q, dengan
T = 7.67 jam, nF = 422km2 diperoleh q = 3.95 m3/km2/detik.
Dari nomogram, dengan i = 0.048 dan Fxq = 169 x 3.95 = 668,
diperoleh v = 1.44 m/detik, hampir sama dengan perhitungan di atas.
Jika perhitungan dilanjutkan akan diperoleh q sekitar 3.95 m3/km2/detik.
Jadi sekarang kita mempunyai hasil perhitungan q = 3.95 m3/km2/detik
dan T = 460 menit. Selanjutnya lihat tabel tersebut di bawah:

Kenaikan Kenaikan Kenaikan


T T T
dalam % dalam % dalam %
40 2 895 – 980 13 1860 - 1950 24
40 – 115 3 980 - 1070 14 1950 – 2035 25
115 - 190 4 1070 - 1155 15 2035 – 2120 26
190 – 270 5 1155 – 1240 16 2120 - 2210 27
270 – 360 6 1240 - 1330 17 2210 – 2295 28
360 – 450 7 1330 – 1420 18 2295 – 2380 29
450 - 540 8 1420 – 1510 19 2380 – 2465 30
540 - 630 9 1510 – 1595 20 2465 – 2550 31
630 – 720 10 1595 – 1680 21 2550 – 2640 32
720 – 810 11 1680 – 1770 22 2640 - 2725 33
810 - 895 12 1770 - 1860 23

3-13
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Untuk T = 460 menit, ada faktor kenaikan = 8%, q = 1.08 x 3.95


m3/km2/detik = 4.27 m3/km2/detik.
Curah hujan maksimum rata-rata = 198 mm/24 jam, karena nomogram
dibuat untuk hujan 200 mm/24 jam, maka nilai q harus dikalikan dengan
198/200. Dengan demikian q = 198/200 x 4.27 m3/km2/detik = 4.23
m3/km2/detik.
Debit banjir maksimum Q = α.F.q = 0.52 x 169 x 4.23 m3 = 371.73 m3.
Jika α tidak sama dengan 0.52, misalnya 0.62, maka Q = 0.62 x 169 x
4.23 m3 = 443.22 m3.

 Metoda Haspers (untuk daerah aliran sungai > 200 Km2)

Prinsip dari metode ini adalah “rational” dengan bentuk persamaan


sebagai berikut:

Qmax = α.β.q.F

dimana:
Qmax = debit banjir sungai maksimum
α = run off coefficient
β = reduction coefficient = (hujan rata-rata) : (hujan maksimum)
pada daerah dan waktu yang sama
q = intensitas hujan (m3/km2/detik)
F = luas daerah aliran (km2)

Prosedur perhitungan

1  0.012.F 0.7
α =
1  0.075.F 0.7

(t  3.7 x10 0.4t ) F 0.75


1/ β = 1 + x
(t 2  15) 12

t  0.1L0.8 i 0.3

p
q ……jika t dalam jam
3.6t

p
q ....... jika t dalam hari
86.4t

3-14
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

tR
p ..... untuk t < 2 jam
t  1  0.008(260  R )(2  t ) 2

tR
p ……. untuk 2 jam < t < 19 jam
t 1

p  0.707 R t  1 …… untuk 19 jam < t < 30 hari.

 Metode Weduwen (untuk luas daerah aliran < 100 km2)


Perhitungan debit banjir sungai dengan metode ini dilakukan dengan
menggunakan nomogram berikut. Dengan bantuan Nomogram dan
data-data:
o A = luas daerah aliran dalam Km2
o S = kemiringan dasar sungai rata-rata
o T = periode ulang (th)
o R = hujan rencana untuk n tahunan (mm)
akan dapat dihitung debit banjir pada periode ulang yang dikehendaki.
Untuk memudahkan penggunaan nomogram, kita ambil contoh sebagai
berikut:
Luas daerah aliran sungai = 24 Km2 , kemiringan dasar sungai rata-
rata = 0.005, hujan rencana 40 tahunan sebesar 205 mm. Pertanyaan,
berapa besarnya debit maksimum dengan periode ulang 5 tahunan?
Dari nomogram kiri atas terdapat R70th = 225 mm. Dari grafik kita
dapatkan R = 7.71 m3/km2/detik.
Dari nomogram:
Q70th = 7.71 x 24 x (225 : 240) = 173.4 m3/detik.
Q5th = 0.602 x 173.4 = 104.4 m3/detik.

Selanjutnya lihat nomogram pada halaman 3-18.

3-15
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-16
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-17
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-18
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3.4 Penetapan Panjang dan Tinggi Ruang Bebas Jembatan

Analisis Penampang Sungai

Detail penampang sungai dapat digambarkan berdasarkan hasil pengukuran/


pemetaan topografi, sehingga dapat dihitung luas penampang basah yang ada pada
banjir rencana tertentu (untuk periode ulang 50 tahun, 100 tahun atau sesuai
kebutuhan).

Berdasarkan analisis penampang sungai, dapat ditetapkan letak dari abutment


sehingga tidak mengganggu alur jalan air dan luas penampang sungai untuk aliran
air.

Adapun perhitungan hidrolika untuk Analisis Penampang ini dapat diuraikan sebagai
berikut :

1 2 3 12
V R S
n
A
R
P

Dimana :
V = Kecepatan aliran m/det
n = Koefisien kekasaran saluran (manning)
R = Jari-jari Hidrolis penampang (m)
S = slope/kemiringan rata-rata dari saluran
A = Luas penampang basah sungai (m)
P = Keliling basah penampang sungai

Untuk mendapatkan elevasi banjir yang terjadi untuk periode ulang tertentu pada
penampang tersebut digunakan rumus berikut:

Q V x A
banjir  rencana

Selanjutnya “Y = kedalaman /elevasi sungai” akan didapat dengan cara trial and
error.
Sedangkan luas penampang basah yang tidak beraturan dapat didekati dengan cara
perjumlahan untuk masing-masing irisan elemen luas sebagai berikut :

3-19
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

No. Koordinat Koordinat Koordinat Y' Luas Irisan


Titik X (m) Y (m) (m) (m2)
1
2
3
4

Berdasarkan analisis penampangan sungai ini dapat ditetapkan tinggi muka air
banjir rencana untuk periode ulang tertentu (50 tahun, 100 tahun atau sesuai
kebutuhan), sehingga dapat detetapkan elevasi terendah dari bangunan atas
jembatan dengan tambahan ruang bebas (free board) tertentu (1 meter, 1,2 meter
atau sesui kebutuhan) dengan pertimbangan benda-benda hanyutan, lalu lintas air
dan pertimbangan lainnya.
Sesuai gambaran dapat dijelaskan dengan gambar berikut ini :

Clearance Jembatan

Gambar 3-3 Clearance Jembatan

3-20
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3.5 Perlintasan dengan Prasarana Transportasi Lainnya


Selain melintasi sungai, sering diperlukan perencanaan teknis jembatan yang
melintasi jalan raya lainnya atau jalan kereta api. Baik untuk jembatan yang
melintasi jalan raya, jalan kereta api, maupun sungai, prinsip dasar perencanaannya
sama, yaitu penentuan panjang jembatan, penentuan bentang jembatan,
penggunaan peraturan perencanaan dan pembebanan jembatan jalan raya sebagai
acuan, penetapan lokasi abutment dan pilar, penetapan bangunan atas jembatan,
dan penetapan pondasi jembatan, clearance jembatan dan oprit 9jalan pendekat)
jembatan. Selain data lalu lintas, data topografi, data geologi dan geoteknik, berikut
ini adalah jenis data pendukung yang membedakan keperluan jenis data untuk
masing-masing lokasi jembatan, yaitu :
o Untuk jembatan yang lokasinya melintasi sungai, diperlukan data hidrologi dan
karakteristik sungai.
o Untuk jembatan yang lokasinya melintasi jalan raya, diperlukan data potongan
melintang jalan raya yang akan dilintasinya, lebar jalan, bahu jalan dan median
(jika ada) diprediksi sampai akhir umur rencana jalan raya dimaksud.
o Untuk jembatan yang lokasinya melintasi jalan kereta api, diperlukan data
potongan melintang jalan kereta api.

3.5.1 Perlintasan (tak sebidang) dengan Jalan Raya


Untuk jembatan yang direncanakan melintasi jalan raya di bawahnya, perlu
diperhatikan bahwa penempatan abutment maupun pilar tidak boleh mengganggu
kelancaran arus lalu lintas di bawah jembatan.
Setelah panjang jembatan ditentukan, yang perlu dipertimbangkan adalah apakah
akan digunakan single span atau multi span. Jika digunakan multi span, ruang yang
mungkin perlu dimanfaatkan untuk penempatan pilar adalah ruang di luar ambang
pengaman (bisa di median dan atau sebelah luar batas RUMAJA) agar tidak
mengganggu lalu lintas di bawah jembatan.

Untuk dapat menentukan lokasi jembatan di atas jalan raya (over pass) perlu
diketahui terlebih dahulu batas-batas ruang manfaat jalan. Ruang Manfaat Jalan
(RUMAJA) adalah ruang yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan
ambang pengaman. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur
pemisah dan bahu jalan. Ruang manfaat jalan dibatasi oleh :
o Lebar antara batas ambang pengaman jalan di kedua sisi jalan
o Tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan.

3-21
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

o Kedalaman ruang bebas 1,5 meter dibawah permukaan perkerasan jalan.


(gambar 3-4, 3-5).

Gambar 3-4 Ruang bebas jalan antar kota

RUMAJA

Ambang Pengamaman Ambang Pengaman

Gambar 3-5 Ruang bebas jalan dalam kota

(Ruang bebas untuk jalur lalu lintas dengan bahu jalan)

(Ruang bebas jalur lalu lintas pada jembatan


dengan bentang 50m atau lebih atau pada terowongan)

3-22
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Keterangan:
H= 5,10m untuk jalan
tipe I klas 1 dan 2
tipe II klas 2 dan 3
H= 4,60m untuk jalan
tipe II klas 4
a = 1,0 m atau lebih kecil dari lebar bahu
b = 4,60 m untuk H = 5,10 m
b = 4,10 m untuk H = 4,10
d = 0,75 m untuk jalan tipe I
d = 0,50 untuk jalam tipe II

(Ruang bebas untuk jalur lalu lintas pada jalan tidak ada bahunya)

3.5.2. Perlintasan Tidak Sebidang dengan Jalur Kereta Api


Beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam membangun perlintasan tidak
sebidang dengan jalur kereta api adalah:
o Ruang Bebas = 6,50 meter terhitung dari kepala Rel (Gambar 3-6.)
o Sedangkan Ruang bebas minimum merupakan ruangan yang dibutuhkan kereta
untuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam melintas. (Gambar 3-7 s/d
3-10)
o Kontruksi Jembatan harus mengikuti ketentuan teknis jembatan jalan raya.
o Jarak Pondasi Pilar dari as rel jalur tunggal (single track) minimal 10 meter dan
untuk Jalur ganda (double track) 10 meter dihitung dari as rel paling luar.
o Penggunaan Utilitas minimal dengan ketinggian sebesar 2 meter dari permukaan
rel yang ada.
o Pemasangan pilar jembatan harus mengantisipasi rencana jalur ganda (Double
Track) pada jalur Kereta api dan rencana elektrifikasi.

3-23
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

+6.500 mm

AS TRACK

> 10.000 mm

K.R. 0.000

1:2

> 2.000 mm

1:1,5

Gambar 3-6 Ruang Bebas Kendaraan pada Perlintasan Tidak Sebidang


dengan jalur kereta api

3-24
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Gambar 3-7 Ruang Bebas Rel Tunggal di Tikungan

Gambar 3-8 Ruang Bebas Rel Tunggal Lurus

3-25
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Gambar 3-9 Ruang Bebas Rel Ganda Lurus

Gambar 3-10 Ruang Bebas Rel Ganda di Tikungan

3-26
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

RANGKUMAN

a. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan
perlintasan lainnya yang ditulis dalam modul ini menjelaskan analisis karakteristik
sungai, prediksi debit banjir sungai, penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang
bebas) jembatan yang melintasi sungai serta penetapan panjang dan tinggi clearance
(ruang bebas) jembatan yang melintasi prasarana transportasi lainnya.

b. Analisis karakteristik sungai menjelaskan tipe sungai di daerah aliran (river basin),
sungai aluvial dan non aluvial, dan gerusan sungai.

c. Prediksi debit banjir sungai menjelaskan perhitungan debit banjir rencana berdasarkan
data yang tersedia, dilakukan dengan menggunakan prosedur perhitungan hidrologi.
Tergantung pada ketersediaan data, perhitungan debit banjir rencana dapat dilakukan
secara langsung dengan menggunakan cara-cara statistik, atau secara tidak langsung
dengan cara Rational, cara Melchior, cara Weduwen, cara Haspers, atau diprediksi
dengan cara perhitungan regional analyses.

d. Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi sungai
menjelaskan cara menghitung penampang basah sungai berdasarkan periode ulang
tertentu misalnya 50 tahun dan kegunaannya untuk menetapkan tinggi muka air banjir
serta penetapan ruang bebas jembatan sesuai ketentuan. Dengan diketahuinya posisi
tinggi muka air banjir dan clearance, maka tepi bawah bangunan atas jembatan dapat
ditentukan, selanjutnya panjang jembatan dapat dihitung dengan diketahuinya titik-titik
potong antara garis tepi bawah bangunan atas jembatan dengan profil sungai.

e. Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi
prasarana transportasi lainnya menjelaskan bagaimana menetapkan panjang jembatan
berdasarkan profil ruang bebas jembatan yang melintasi jalan raya atau melintasi jalan
kereta api.

3-27
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI


Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya
tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/instruktur, maka pertanyaan
dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :


INA.5212.113.01.02.07 : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan dan Penggunaan
Data Teknis
Soal :

Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Melakukan koordinasi Sudah dibuat soalnya di
untuk pengumpulan dan Bab 2
penggunaan data lalu
lintas

2. Melakukan koordinasi
untuk pengumpulan dan
penggunaan data
hidrologi, karakteristik
sungai dan perlintasan
dengan prasarana
transportasi lainnya

2.1. Karakteristik sungai 2.1. Apakah anda mampu a. .........................


dianalisis sesuai menganalisis
b. .........................
dengan ketentuan karakteristik sungai
teknis yang berlaku sesuai dengan c. .........................
ketentuan yang dst.
berlaku?

2.2. Debit banjir sungai 2.2. Apakah anda mampu a. .........................


diprediksi sesuai memprediksi debit
b. .........................
dengan ketentuan banjir sungai?
teknis yang berlaku c. .........................
dst.
2.3. Panjang dan tinggi 2.3. Apakah anda mampu a. .........................
clearance (ruang menetapkan panjang
b. .........................
bebas) jembatan dan tinggi clearance
yang melintasi (ruang bebas) c. .........................
sungai ditetapkan jembatan yang

3-28
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

sesuai dengan melintasi sungai? dst.


ketentuan teknis
yang berlaku

2.4. Panjang dan tinggi 2.4. Apakah anda mampu a. .........................


clearance (ruang menetapkan panjang
b. .........................
bebas) jembatan dan tinggi clearance
yang melintasi (ruang bebas) c. .........................
prasarana jembatan yang dst.
transportasi lainnya melintasi prasarana
ditetapkan sesuai transportasi lainnya?
dengan ketentuan
teknis yang berlaku

3-29
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

BAB 4
KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN
DAN PENGGUNAAN DATA TOPOGRAFI

4.1 Umum
Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi
yang prinsip atau tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan,
Sub Bab 1.3 Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi
inti yang harus difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan
koordinasi dengan para pihak terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam
rangka pengumpulan dan penggunaan data topografi.
Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data topografi yang ditulis dalam modul ini
menjelaskan survai pendahuluan, survai pengukuran topografi jembatan, pemetaan
kondisi eksisting dan penetapan lokasi dan geometrik jembatan.

4.2 Survai Pendahuluan


Survai Pendahuluan dilakukan terutama untuk menetapkan alternatif-alternatif
pemilihan lokasi jembatan. Secara umum dapat dikatakan bahwa ada 2 (dua) kegiatan
yang harus dilakukan sebelum menetapkan lokasi jembatan yaitu kegiatan pra Survai
dan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan Survai Pendahuluan. Lihat uraian
selanjutnya yang diberikan dalam bentuk tabel agar secara cepat dapat dengan
mudah diterapkan penggunaannya di lapangan.

Kegiatan Pra Survai


Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan
Persiapan Pra Survai
- mempelajari Gambar Proyek Kerangka Acuan Kerja Pelajari ---
- Penyiapan Peta-peta Direktorat Geologi, Pelajari dan Buat
Topografi, Geologi dan Foto Studi-studi terdahulu Alinyemen Perkiraan ---
Udara (kalau ada) untuk Survai
- Persiapan Kriteria Desain Kerangka Acuan Kerja Pelajari dan
---
Tetapkan
- Persiapan Fungsi Jembatan Kerangka Acuan Kerja Pelajari dan
---
Tetapkan

4-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Kegiatan Survai Pendahuluan


Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan
 Data Primer
- Inventarisasi Lapangan dan Dinas Pengisian Form
Jembatan (Existing) Terkait Survai disesuaikan
dengan formulir
Reconnaisance
Survai

- Bahan dan Material Lapangan dan Dinas Pencarian lokasi Diberi penjelasan
Yang Ada (Quarry) Teknik propinsi atau quarry yang dekat jenis material,
kabupaten / kota dengan lokasi kualitas, kuantitas
jembatan yang dan kondisi jalan
direncanakan yang masuk ke quarry
memenuhi syarat
kualitas dan
kuantitas.

- Penampang Lapangan Pengukuran lebar Untuk perkiraan


Melintang Sungai atas dan bawah bentang rencana
penampang sungai
serta tinggi
penampang dan
tinggi air normal dan
digambarkan pada
form Survai

- Banjir Tertinggi yang Lapangan Berdasarkan Untuk menentukan


Pernah Terjadi keterangan penduduk ambang bawah
di sekitar lokasi bangunan atas
jembatan serta jembatan.
pengamatan visual
dari bekas batas air
atau hanyutan, dll.

- Situasi Jembatan Lapangan Penggambaran sket Untuk menentukan


situasi jembatan bentang rencana
serta arah aliran dan menentukan
sungai dengan bangunan
mencantumkan arah pengaman
angin dan
didokumentasikan
dengan foto dari 4
posisi yang berbeda.

- Jenis Tanah Lapangan dan studi Perkiraan secara


terdahulu dinas teknik visual kondisi tanah
propinsi atau dasar untuk
kabupaten / kota penempatan
abutment dan jenis
pondasi yang akan
digunakan
berdasarkan data
jembatan tersebut
atau yang
berdekatan.

4-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan


- Perkiraan Lapangan, dinas teknik Dicari beberapa Untuk diajukan
Realinyemen propinsi , kabupaten alternatif lokasi sebagai konsep
Jembatan Baru atau kota jembatan pendahuluan
(Kalau perlu) berdasarkan
pertimbangan-
pertimbangan teknis,
disesuaikan dengan
rencana program
penanganan jalan
dan rencana
noemalisasi sungai

- Kondisi Lingkungan Lapangan Pengamatan kondisi Untuk diajukan


Sepanjang Aliran lingkungan sebagai sebagai konsep
Sungai bahan pertimbangan pendahuluan
perencanaan seperti
penetapan koefisien
pengaliran dll.

- Pengukuran Lapangan dan Dinas Memperkirakan


Kecepatan Aliran dan Pengairan kecepatan aliran
Arah serta Pola dengan pengamatan
Aliran sederhana

- Pengamatan Benda- Lapangan dan Dinas Pengamatan benda- Untuk menetapkan


Benda Hanyutan Pengairan benda hanyutan dan ruang bebas (Free
beban yang akan Board) di bawah
mempengaruhi level terendah
perencanaan bangunan atas
bangunan bawah

- Lalu-Lintas Air Yang Lapangan dan Pengamatan lalu Untuk menetapkan


Melalui Sungai (kapal Direktorat Angkutan lintas air yang melalui ruang bebas (Free
terbesar) Sungai, Danau dan sungai tersebut` Board) di bawah
Feri level terendah
bangunan atas

 Data Sekunder
- Harga Satuan Upah Dinas teknik propinsi, Mendapatkan data Untuk menghitung
dan Bahan untuk kabupaten atau kota harga satuan upah analisa harga
Loasi tersebut dan bahan untuk satuan
lokasi setempat

- Data Curah Hujan Dinas/Sub Dinas Mendapatkan data Untuk perencanaan


Harian Maksimum Pengairan, curah hujan harian hidrologi
Untuk Minimal 10 maksimum untuk
Tahun Terakhir minimal 10 tahun
terakhir

- Peta Topografi Skala BAPPEDA TK II, Dinas Mendapatkan peta Untuk konsep
1:25.000, 1: 50.000 PU Direktorat Geologi topografi sebagai pendahuluan.
tergantung acuan perencanaan
keperluan. awal

4-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan


- Studi Kelayakan / Dinas teknik atau Mendapatkan studi Sebagai informasi
Studi-studi Terdahulu Bappeda yang telah dilakukan tambahan untuk
yang berkaitan perencanaan
dengan jembatan
tersebut.

- Pengaruh lainnya.

4.3. Survai Pengukuran Topografi Jembatan


Pengukuran topografi jembatan dilakukan untuk mengetahui posisi rencana jembatan,
kedalaman serta lebar sungainya.
Tahapan kegiatan pengukuran jembatan pada dasarnya sama seperti dengan tahapan
pengukuran jalan, yaitu terdiri dari kegiatan persiapan, survai pendahuluan,
pemasangan patok BM dan CP dan patok kayu, pengukuran kerangka kontrol vertikal,
pengukuran kerangka kontrol horizontal, pengukuran situasi, pengukuran penampang
memanjang jalan, pengukuran melintang jalan, pengukuran penampang melintang
sungai dan pengukuran detail situasi (lihat Gambar 4.1)
Pekerjaan persiapan dan Survai Pendahuluan pengukuran perencanaan jembatan.
sama dengan pekerjaan pengukuran perencanaan jalan.

Gambar 4.1: Gambar pengukuran jembatan

4-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Pemasangan monumen
 Monumen yang dipasang pada pengukuran jembatan terdiri dari patok BM
(Bench Mark) / CP (Control Point) dan patok kayu. BM / CP dipasang disekitar
rencana jembatan, pada masing-masing tepi sungai yang berseberangan.
Spesifikasi BM maupun CP dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 :Patok BM (Bench Mark) / CP (Control Point) dan Patok Kayu

 Patok kayu dipasang dengan interval jarak 25 meter sepanjang 100 meter dari
masing-masing tepi sungai ke arah as rencana jalan. Patok kayu juga

4-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

dipasang di tepi sungai dengan interval jarak setiap 25 meter sepanjang 125
meter ke arah hulu dan ke arah hilir sungai (lihat Gambar 4.1).
 Patok kayu dibuat sepanjang 40 cm dari kayu ukuran 3 cm x 4 cm, pada
bagian atasnya dipasang paku, diberi nomor sesuai urutannya dan dicat warna
kuning.
 Setiap pemasangan patok CP dan patok kayu dicatat dalam formulir dan
dibuatkan sketsanya dan perkiraan pola konturnya.

 Pengukuran kerangka kontrol vertikal


 Pengukuran kerangka kontrol vertikal jembatan dilakukan dengan metode sipat
datar terhadap semua patok CP dan patok kayu
 Pengukuran sipat datar dilakukan pergi-pulang pada setiap seksi dan
dilakukan pengukuran kring tertutup, dengan ketelitian 10 mm D. Dimana D =
jumlah jarak dalam Km.
 Pengukuran sipat datar harus menggunakan alat sipat datar otomatis atau
yang sederajat, pembacaan rambu harus dilakukan pada 3 benang silang yaitu
benang atas (ba), nenang tengah (bt) dan benang bawah (bb).
 Rambu ukur harus dilengkapi nivo kotak untuk pengecekan vertikalnya rambu.
 Syarat dan cara pengukuran kerangka kontrol vertikal jembatan sama dengan
pengukuran kerangka kontrol vertikal pekerjaan jalan.

 Pengukuran kerangka kontrol horizontal


 Pengukuran kerangka kontrol horizontal dilakukan dengan metode poligon
tertutup (kring), yaitu dimulai dan diakhiri dari BM/CP yang sama.
 Azimut awal / akhir poligon didapatkan dari pengamatan matahari.
Pengamatan matahari dilakukan dengan sisitem tinggi matahari, dilakukan
pengamatan pagi dan sore.
 Peralatan, dan tatacara pengukuran kerangka kontrol horizontal jembatan
sama dengan pengukuran kerangka kontrol horizontal pekerjaan jalan, yaitu
pengukuran kerangka kontrol horizontal melewati semua BM / CP dan patok
kayu, sehingga BM, CP dan patok kayu terletak dalam satu rangkaian titik-titik
poligon. Pengukuran sudut tiap titik poligon dilakukan dengan teodolit dengan
ketelitian 1 “ dilakukan pengukuran dengan sistem satu seri rangkap (4 kali
sudut).

4-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Pengukuran penampang memanjang jalan


 Pengukuran penampang memanjang jalan dilakukan dengan alat ukur sipat
datar atau dengan menggunakan teodolit dengan ketelitian bacaan 20 “.
 Pengambilan data dilakukan pada setiap perubahan permukaan tanah pada as
jalan exsiting /rencana sepanjang 100 m.
 Setiap pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang
horizontalnya yaitu benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah
(bb) untuk kontrol bacaan.
 Pengambilan data dilakukan sepanjang ruas jalan pada setiap perubahan
muka tanah. Setiap pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang
silang horizontalnya yaitu benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang
bawah (bb).
 Tatacara pengukurannya sama dengan cara pengukuran penampang
memanjang jalan

 Pengukuran penampang melintang jalan di kiri-kanan jembatan


 Pengukuran penampang melintang jalan dilakukan dengan menggunakan alat
ukur sipat datar atau dengan menggunakan teodolit dengan ketelitian bacaan
20“ (detik). Pengambilan data dilakukan setiap interval jarak 25 m sepanjang
100 m dari tepi masing-masing sungai ke arah rencana jalan/jalan eksisting,
dengan koridor 50 m as rencana jalan/exsisting. Lihat Gambar 4.3

Gambar 4.3: Gambar penampang melintang jalan

4-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Tatacara pengukurannya sama dengan cara pengukuran perencanaan jalan,


yaitu pengambilan data penampang melintang jalan harus tegak lurus dengan
as jalan. Sketsa penampang melintang tidak boleh terbalik antara sisi kiri
dengan sisi kanan.
 Pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang mendatar yaitu
benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb) sebagai kontrol
bacaan.
 Setiap rinci data yang diambil harus dibuat sketsanya.
 Tatacara pengukurannya sama dengan cara pengukuran penampang
melintang jalan

 Pengukuran penampang melintang sungai


 Koridor pengukuran kearah hulu dan hilir masing-masing 125 meter dari as
rencana jembatan, dengan interval pengukuran tiap 25 meter.
 Pengukuran penampang melintang sungai untuk mengetahui topografi dasar
sungai dilakukan dengan menggunakan rambu ukur atau bandul zonding jika
kedalaman air kurang dari 5 m dan arus tidak deras, jika arus deras dan
kedalaman air lebih dari 5 m pengukuran dilakukan dengan alat echo
sounding. Pengukuran penampang melintang sungai dimulai dari tepi atas, tepi
bawah, alur sungai, dan setiap interval 5m untuk sungai dengan lebar antara 5
– 20 m. Bila lebar sungai lebih dari 20m, maka kerapatan pengambilan data
dasar sungai dilakukan setiap interval 10 m.
 Bila pengukuran melintang sungai dilakukan dengan pengukuran dengan
echo-sounding, maka tahapan yang dilakukan (lihat Gambar 3.4) adalah :
1. siapkan echo-sounder dengan perahu di sungai.
2. bentangkan tali dari patok tepi sungai, atau arahkan dengan menggunakan
alat ukur teodolit sejajar kedua patok yang terdapat pada dua tepi sungai
(misal patok B dan patok C)
3. siapkan perahu pada jalur BC, dan alat echo-sounder siap digunakan untuk
pengukuran.
4. pasang teodolit pada pada titik A yang terletak tegak lurus dari garis BC,
dan terletak pada tepi sungai yang sama, kemudian arahkan teropong
pada titik B, baca piringan horizontal serta ukur jarak AB, catat jarak ukur
dan hasil bacaan.
5. lakukan pengukuran sounding mulai bagian tepi sungai, misal dari titik 1.

4-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

6. arahkan teropong ke titik 1 (echo-sounder), baca dan catat bacaan sudut


horizontal. Sudut 1AB adalah ø, maka jarak dari B ke perahu adalah AB
tan ø.
7. pindahkan kapal 10 meter ke arah 2 (posisi 2), lakukan sounding, arahkan
teodolit ke titik 2, hitung sudut 2AB (ø2), maka jarak A2 = AB tan ø2.
8. ulangi pekerjaan sounding untuk titik yang lain sepanjang garis BC sampai
ketepi bagian C.
9. kemudian pasang rambu ukur secara vertikal pada permukaan air sungai
untuk mengukur beda tinggi antara muka air terhadap tinggi patok tepi
sungai (B), baca dan catat benang atas (ba), benang tengah (bt),benang
bawah (bb) dan sudut vertikal, pindahkan rambu ke titik B, baca dan catat
bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt), benang bawah (bb) dan
sudut vertikal.
10. Ulangi lagi pekerjaan sounding untuk jalur yang lain dengan interval antar
jalur sebesar 25 m

θ
1 2 3 4
B ► C
Jalur
pengukuran

Gambar 4.4: Pengukuran kedalaman sungai dengan sounding

 Pengukuran situasi
 Pengukuran situasi sisi darat dilakukan dengan menggunakan teodolit dengan
metode tachimetri, mencakup semua obyek bentukan alam dan buatan
manusia yang ada disekitar jembatan seperti posisi pier dan abutmen exsisting
bila ada, tambatan perahu/dermaga, bentuk tepi sungai, posisi talud, rumah
atau bangunan lain yang ada di sekitar sungai. Dalam pengambilan data harus

4-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

diperhatikan kerapatan detail yang diambil sehingga cukup mewakili kondisi


sebenarnya (lihat Gambar 4.5).

Gambar 4.5: Pengukuran detail situasi

 Pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang mendatar yaitu
benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb).
 Semua pengukuran titik detail harus dibuat sketsa (arah utara dan sketsa
situasi).
 Tahapan pengukuran situasi sekitar sungai adalah sebagai berikut:
1. pasang alat ukur teodolit tepat diatas patok (yang diketahui koordinatnya)
pengukuran jalan.
2. atur sumbu satu vertikal.
3. ukur tinggi alat.
4. arahkan teropong ke titik pengukuran lain yang diketahui koordinatnya
(patok nomor sebelumnya atau nomor sesudahnya), tepatkan pada target,
baca dan catat bacaan sudut horizontalnya.
5. tempatkan rambu ukur secara vertikal pada titik detai yang akan diukur.
6. arahkan teropong pada rambu tersebut kuatkan klem vertikal dan
horizontal, tepatkan dengan penggerak halus verikal dan horizontal. Baca
dan catat bacaan rambu meliputi benang atas benang tengah dan benang
bawah. Baca dan catat juga bacaan sudut vertikal dan horizontalnya.
7. pindahkan rambu ke titik detail lain yang akan diukur.
8. lepas klem vertikal dan horizontal, arahkan teodolit ke rambu.
9. arahkan teropong pada rambu tersebut kuatkan klem vertikal dan
horizontal, tepatkan dengan penggerak halus verikal dan horizontal. Baca

4-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

dan catat bacaan rambu meliputi benang atas benang tengah dan benang
bawah. Baca dan catat juga bacaan sudut vertikal dan horizontalnya.
10. ulangi untuk titik detail yang lain, setiap mengukur titik detail harus dibuat
sketsanya.

 Pemetaan Kondisi Eksisting

 Penggambaran
 Penggambaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggambaran
secara manual dan penggambaran secara digital. Penggambaran secara
manual dilakukan berdasarkan hasil pengukuran lapangan yang dilakukan
dengan cara manual diatas kertas milimeter dengan masukan data dari
hitungan manual. Penggambaran secara digital dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak komputer dan plotter dengan data masukan
dari hasil hitungan menggunakan spreadsheet ataupun download data dari
pengukuran digital yang kemudian diproses dengan perangkat lunak
topografi.
 Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses penggambaran antara
lain :
 pemilihan skala peta yaitu 1 : 1000 untuk peta situasi dan 1 : 500 untuk
situasi khusus
 grid koordinat pada umumnya dilakukan setiap 10 cm
 garis kontur normal yaitu 1/2000 X skala peta dan kontur indeks setiap
kelipatan 5 dari kontur normal,
 gambar dan cara penulisan kontur index, penggambaran legenda,
penulisan huruf tegak dan huruf miring dan ukuran huruf.

 Penggambaran secara manual


 Penggambaran secara manual dilakukan dengan tangan menggunakan
alat bantu penggaris/mistar, busur derajat, pensil, rapido dan scriber
dengan cara plotting hasil pengukuran berupa koordinat, sudut dan jarak,
serta data tinggi masing-masing obeyek/detail di atas kertas milimeter.
 Hasil akhir dari proses penggambaran hanya sampai draft milimeter
(obrah). Editing data situasi dan garis kontur dapat dilakukan secara
langsung di atas kertas, dengan demikian proses penggambaran secara
manual cukup sederhana dan cepat. Ketelitian hasil penggambaran sangat

4-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

tergantung pada ketelitian interpolasi busur derajat, penggaris/mistar,


besar kecilnya mata pensil yang digunakan. Hasil gambar secara manual
tidak dapat diperbanyak dan disimpan dalam bentuk file.

 Pemilihan skala peta


 Pemilihan skala peta erat kaitannya dengan kebutuhan dari pengukuran.
Skala peta adalah perbandingan antara jarak sesungguhnya dengan jarak
di peta.
 Skala peta pada pengukuran jalan dan jembatan yang ditujukan untuk
perencanaan biasanya menggunakan skala besar seperti 1 : 1000 sampai
skala 1 : 500. Gambar penampang memanjang, skala horizontal 1: 1.000
dan skala vertikal 1: 100. Gambar penampang melintang skala horizontal
1: 200 skala vertikal 1 : 100

 Ploting grid dan koordinat poligon


 Untuk peta situasi skala 1 : 1000, grid pada peta dibuat pada setiap interval
10 cm pada arah absis (X) maupun ordinat (Y) dengan nilai 100 m untuk
masing-masing absis dan ordinat. Angka grid koordinat dituliskan pada tepi
peta bagian bawah untuk absis dan tepi kiri peta untuk angka ordinat.
 Kemudian ploting koordinat dan elevasi titik-titik BM, patok CP, titik poligon
dari hasil hitungan koordinat kerangka kontrol horizontal dan hitungan
kerangka kontrol vertikal.

 Ploting data situasi


 Ploting data situasi didasarkan pada jarak dan sudut dari titik-titik kontrol
horizontal dan vertikal ke titik detail.
 Data jarak, sudut horizontal yang diperoleh dari pengukuran situasi,
kemudian di ploting dengan bantuan mistar/penggaris dan busur derajat.
 Data ketinggian untuk semua detail hasil pengukuran detail situasi dan
tinggi titik kontrol, angka ketinggiannya diplotkan di peta manuskrip.
 Ketelitian gambar situasi sangat tergantung saat melakukan interpolasi
sudut horizontal dengan busur derajat dan interpolasi jarak dengan
menggunakan mistar/penggaris.
 Data-data situasi yang telah dilengkapi dengan elevasi dan
atribut/diskripsinya diplotkan ke peta manuskrip (obrah). Semua detail
situasi seperti sungai, bangunan existing, jalan existing yang terukur harus
di gambarkan di atas peta.

4-12
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Penggambaran garis kontur


 Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian yang sama.
 Penggambaran garis kontur dilakukan berdasarkan ploting tinggi titik detail.
Dari nilai tinggi titik-titik tersebut dilakukan penarikan garis kontur dengan
cara interpolasi.
 Interval kontur normal adalah 1 / 2.000 kali skala peta, sedangkan kontur
indeks adalah setiap kelipatan 5 dari kontur normal.
 Penarikan/penggambaran garis kontur sebaiknya dilakukan terhadap
kontur indeks terlebih dahulu. Hal ini untuk mengetahui secara umum pola
kontur yang terdapat dalam peta situasi.
 Kontur indeks digambarkan dengan garis yang lebih tebal dari garis kontur
biasa, dan diberi warna yang berbeda dengan kontur normal.

 Penggambaran arah utara peta dan legenda


Penggambaran arah utara dibuat searah dengan sumbu Y, dan sebaiknya di
gambar pada setiap lembar peta untuk memudahkan orientasi pada saat
membaca peta. Legenda dibuat berdasarkan aturan dan standar yang berlaku
(lihat Gambar 4.6).

Gambar 4.6: Contoh-contoh legenda

4-13
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4.4 Penetapan LokasiI Dan Geometrik Jembatan


Jembatan merupakan bagian dari jalan, oleh karena itu penetapan lokasi jembatan
tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan geometrik jalan yang melewati lokasi
jembatan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan dalam menetapkan
lokasi jembatan:
 Dari sisi alinyemen horizontal sepanjang memungkinkan agar diupayakan trase
jembatan terletak pada bagian lurus. Hal ini dimaksudkan agar ditinjau dari
potongan melintang jembatan, kita akan mendapati normal crown dari lantai
kendaraan. Kendaraan yang melewati jembatan tidak akan terkena gaya
centrifugal karena alinyemen horizontal jembatan berada pada posisi “tangen”.
Dengan demikian pada kondisi normal, kendaraan yang melaju di atas jembatan
kecil kemungkinan terpelanting karena gaya centrifugal.
 Masih dari sisi alinyemen horizontal, sepanjang memungkinkan agar diupayakan
trase jembatan tidak terletak pada tikungan, artinya upayakan trase jembatan tidak
menjadi bagian dari kurva tikungan yang terdiri dari Spiral-Circle-Spiral, atau Full
Circle, atau Spiral-Spiral.
 Jika digambarkan secara skematis, LOKASI YANG SEBAIKNYA DIHINDARKAN
untuk menempatkan jembatan adalah lokasi-lokasi tikungan sebagaimana tersebut
pada sketsa di bawah:

Es

Lc
Ls Ls

K Rc
c
Rc ½ ½ Rc

4-14
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

PI

T E T
L
TC CT

R ½ ½ R

4-15
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

R3
Lengkung
R2 Bundar
R1

Lengkung Bundar

R2
R1

R3

4-16
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Dari sisi alinyemen vertikal, sepanjang memungkinkan agar diupayakan vertikal


grade pada as jembatan = 0, sehingga tidak diperlukan lengkung parabola untuk
vertikal grade seperti pada desain jalan. Hal ini bukan hanya untuk memudahkan
perencanaan akan tetapi terutama agar tidak menyulitkan pelaksanaan.
 Hal lain yang perlu diperhatikan, jembatan tidak boleh diletakkan di dasar statu
lengkung vertikal (sag curve) atau di puncaak lengkung cembung (crest curve)
 Dari sisi alinyemen vertikal, elevasi lantai kendaraan tergantung pada tinggi
gelegar induk dan elevasi tepi bawah jembatan terhadap muka air banjir. Ada
kemungkinan elevasi lantai kendaraan cukup tinggi sehingga untuk mencapai
perpindahan dari elevasi jalan ke elevasi jembatan diperlukan oprit yang cukup
panjang. Dalam hal ini perencanaan alinyemen vertikal untuk oprit jembatan
memerlukan perpindahan yang mulus dari elevasi jalan ke elevasi jembatan
sehingga tetap memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi
kendaraan bermotor pada waktu memasuki jembatan. Akhir lengkung vertikal
(parabola sederhana) sebaiknya tidak tepat di atas abutment akan tetapi berada di
luar abutment ke arah ke jalan raya.
 Terhadap arus sungai, paling ekonomis jika trase jembatan berada tegak lurus
aliran sungai, artinya bentang yang harus disediakan menjadi relatif pendek.
 Kesimpulan
 Penetapan lokasi jembatan harus memperhitungkan aspek geometri, aspek
kemudahan perencanaan dan aspek kemudahan pelaksanaan.
 Selain itu, perlu diupayakan agar pemilihan lokasi jembatan dilakukan dengan
mempertimbangkan nilai-nilai ekonomis, misalnya trase jembatan jika
memungkinkan tegak lurus terhadap arah arah aliran sungai.

4-17
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

RANGKUMAN

a. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data topografi yang ditulis dalam modul ini
menjelaskan survai pendahuluan, survai pengukuran topografi jembatan, pemetaan
kondisi eksisting dan penetapan lokasi dan geometrik jembatan.

b. Survai pendahuluan menjelaskan penetapan alternatif-alternatif pemilihan lokasi


jembatan dengan urutan kegiatan pra Survai dan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
Survai Pendahuluan. Cakupan kegiatan pra Survai adalah mempelajari gambar proyek,
penyiapan peta-peta topografi, geologi dan foto udara (kalau ada), persiapan kriteria
desain, dan persiapan fungsi jembatan. Sedangkan cakupan Survai Pendahuluan
adalah pengumpulan data primer dan data sekunder jembatan.

c. Survai pengukuran topografi jembatan menjelaskan pemasangan patok BM (Bench


Mark) / CP (Control Point) dan patok kayu yang dipasang disekitar rencana jembatan,
pengukuran kerangka kontrol vertikal, pengukuran kerangka kontrol horizontal,
pengukuran penampang memanjang jalan, pengukuran penampang memanjang jalan di
kiri kanan jembatan, pengukuran penampang melintang sungai, dan pengukuran situasi

d. Pemetaan kondisi eksisting menjelaskan penggambaran peta situasi, pemilihan skala


peta, ploting grid dan koordinat poligon, ploting data situasi, penggambaran garis
kontour dan penggambaran arah utara peta dan legenda.

e. Penetapan lokasi dan geometrik jembatan menjelaskan batasan-batasan aspek


geometrik yang harus dijadikan pertimbangan dalam perencanaan jembatan baik
ditinjau dari segi alinyemen horizontal maupun alinyemen vertikal agar trase jembatan
dapat menjamin keamanan dan kenyaman bagi pengemudi.

4-18
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI


Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya
tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan
dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.
Kode/ Judul Unit Kompetensi :

INA.5212.113.01.02.07 : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan dan Penggunaan


Data Teknis
Soal :

Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Melakukan koordinasi Sudah dibuat soalnya di
untuk pengumpulan dan Bab 2
penggunaan data lalu
lintas

2. Melakukan koordinasi Sudah dibuat soalnya di


untuk pengumpulan dan Bab 3
penggunaan data
hidrologi, karakteristik
sungai dan perlintasan
dengan prasarana
transportasi lainnya

3. Melakukan koordinasi
untuk pengumpulan dan
penggunaan data
topografi

3.1. Koordinasi survai 3.1. Apakah anda mampu a. .........................


pendahuluan untuk menetapkan
b. .........................
menetapkan alternatif-alternatif
alternatif-alternatif pemilihan lokasi c. .........................
lokasi jembatan jembatan dengan dst.
dilakukan sesuai mempertimbangkan
dengan persyaratan hasil survai
teknis yang pendahuluan?
ditentukan
3.2. Koordinasi survai 3.2. Apakah anda mampu a. ..........................
pengukuran topografi melakukan
b. ..........................
dilakukan sesuai koordinasi dalam

4-19
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

dengan persyaratan rangka pelaksanaan


c. ..........................
teknis yang survai topografi?
ditentukan dst.
3.3. Lokasi dan 3.3. Apakah anda mampu a. ..........................
geometrik jembatan menetapkan lokasi
b. ..........................
ditetapkan sesuai dan geometrik
dengan ketentuan jembatan c. ..........................
teknis yang berlaku berdasarkan data dst.
hasil pengukuran
topografi?

4-20
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

BAB 5
KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN
DAN PENGGUNAAN DATA GEOLOGI TEKNIK
DAN DATA PENYELIDIKAN TANAH

5.1. Umum
Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan maupun penggunaan data geologi
teknik dan data penyelidikan tanah dalam rangka perencanaan jembatan yang prinsip
atau tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan, Sub Bab 1.3
Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi inti yang harus
difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan koordinasi dengan para
pihak terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam rangka pengumpulan
maupun penggunaan data geologi teknik dan data penyelidikan tanah.
Koordinasi pengumpulan maupun penggunaan data geologi teknik dan data
penyelidikan tanah yang ditulis dalam modul ini menjelaskan pemetaan permukaan
detail, penentuan lokasi dan jumlah titik explorasi, survai sumber material (quarry),
penyelidikan tanah dan pengambilan contoh tanah untuk pengujian laboratorium.

5.2. Pemetaan Geologi Permukaan Detail

5.2.1 Pengertian tentang batuan


Menurut pengertian geologi, yang dimaksud dengan batuan adalah semua
bahan pembentuk kerak bumi, baik yang membatu maupun yang tidak
membatu (lepas). Batuan yang membentuk kerak bumi dibedakan atas batuan
penutup dan batuan dasar. Batuan dasar (bedrock) adalah batuan dalam arti
bahan yang membentuk kerak bumi yang telah membatu. Akibat proses fisik,
kimiawi dan biologis batuan dapat berubah menjadi tanah. Teknik Sipil dengan
ilmu mekanika tanah memberi arti tanah sebagai material penutup batuan yang
bersifat lepas, tidak membatu sebagian.
Berdasarkan dua macam pandangan di atas maka pengertian tanah dalam arti
teknik adalah identik dengan pengertian batuan penutup menurut pengertian
ahli geologi. Jadi tanah dapat didefinisikan sebagai material bumi lepas atau
membatu sebagian yang menutupi batuan dasar.

5-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5.2.2. Klasifikasi batuan dasar


Semua batuan diduga berasal dari magma, karena perubahan kondisi, magma
mengalir menuju ke permukaan atau ke dekat permukaan bumi, kemudian
mendingin dan membeku, maka terjadilah batuan beku. Kecepatan
pendinginan dan macam magma menentukan sifat dari batuan tersebut.
Perubahan yang terjadi kemudian pada batuan beku karena panas, tekanan,
pelapukan kimiawi dan mekanis (karena mencair, membeku, abrasi, angin dan
air) menyebabkan terbentuknya dua jenis batuan lain yaitu batuan
metamorfosa dan batuan sedimen. Dengan demikian batuan dikelompokkan
ke dalam tiga kelompok utama yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan
metamorfosa.
Tiap kelompok batuan tersebut dibagi lagi menjadi bermacam-macam batuan
berdasarkan struktur, tekstur, warna, kandungan mineral, dan sifat-sifat khas
yang dimilikinya.
Permukan bumi kurang lebih 75% tertutup oleh batuan sedimen, sedangkan
sisanya sebesar 25% tertutup oleh jenis batuan lainnya, oleh karena itu
mempelajari batuan sedimen lebih penting dari jenis batuan yang lain.
Walaupun demikian harus dicatat bahwa batuan sedimen membentuk lapisan
yang relatif tipis di atas batuan kristalin yang tebal sekali. Diduga tebal dari
kerak bumi adalah 16 km, 95% terdiri dari batuan kristalin dan 5% terdiri dari
batuan sedimen.
Batuan beku, batuan metamorfosa ataupun batuan sedimen sebelumnya dapat
mengalami proses pelapukan, erosi pengangkutan, dan pengendapan kembali
oleh aliran air, angin dan gletser sehingga terbentuk sedimen. Apabila sedimen
tersebut mengalami proses pembatuan maka akan terbentuk batuan sedimen.
Batuan sedimen tersebut disebut sedimen klastik apabila dari kumpulan
partikel / pecahan batuan terdahulu dan sedimen non klastik apabila terbentuk
dari pengendapan secara kimia atau biologi.
Batuan sedimen klastik terbentuk sebagai hasil akibat proses mekanis seperti
erosi, pengangkutan dan pengendapan oleh angin, air atau gletser. Sedimen
ini pada saat pengendapannya bersifat lepas dan tidak teratur, kemudian
secara perlahan-lahan mengeras akibat pemadatan, sementasi atau
rekristalisasi.
Penamaan batuan sedimen klastik didasarkan atas ukuran butir dari partikel
yang tersemen sebagai berikut:

5-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Ukuran butir dari partikel yang


Nama batuan
tersemen
Kerikil atau lebih besat Breksi (partikel menyudut)
Konglomerat (partikel membulat)
Pasir Batu pasir
Lanau Batu lanau
Lempung Batu lempung
Serpih (berstruktur laminasi)

Istilah kerikil, pasir, lanau dan lempung seperti di atas merupakan istilah untuk
ukuran butir, dalam praktek sehari-hari istilah tersebut digunakan untuk
menyebut nama jenis tanah.
Istilah serpih dimaksudkan sebagai batu lempung yang mempunyai struktur
laminasi yaitu terdiri dari lembaran-lembaran tipis yang cenderung mudah
pecah jika diganggu atau jika kena udara. Kekuatan batuann serpih di tempat
satu dan tempat lain berbeda-beda, hal ini sangat tergantung dari komposisi
mineral dan kadar airnya. Dengan demikian istilah serpih tidak dapat
digunakan sebagai petunjuk kekuatan.
Serpih merupakan endapan laut dalam, sebagai hasil konsolidasi dari endapan
yang sangat halus. Penambahan tekanan karena endapan-endapan di atasnya
atau gerakan-gerakan kerak bumi, menyebabkan berkurangnya kadar air dan
menambah kepadatan. Sedangkan sedimen berbutir kasar seperti kerakal,
kerikil dan pasir merupakan endapan sungai (terrestrial) atau endapan pantai.
Endapan berbutir kasar menunjukkan endapan tersebut dekat dengan sumber
bauan aslinya.
Bahan penyemen sedimen berbutir kasar dapat merupakan silika, oksida besi,
kalsium karbonat.
Batuan sedimen non klastik diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimia dan
mineralnya. Pada umumnyasedimen kimia ditemukan dalam keadaan
membatu (kekecualian humus/peat yang merupakan material organis).

5.2.3 Pemetaan Geologi


Peta geologi adalah peta yang memberikan gambaran tentang macam,
struktur, susunan perlapisan dan umur batuan yang dijumpai pada suatu
daerah tertentu. Peta ini dikelompokkan berdasarkan litologi, lingkungan
pengendapan, struktur maupun umurnya. Pengelompokan tersebut dapat
merupakan formasi, anggota atau lapisan. Formasi adalah satuan paling kecil
yang umumnya dipetakan pada peta geologi regional. Untuk kepentingan
pemetaan yang lebih detail diperlukan pemetaan sampai anggota atau lapisan.

5-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Di dalam peta geologi biasanya diberikan kolom-kolom stratigrafi yang


menunjukkan susunan, ketebalan, jenis dan umur lapisan batuan yang
dijumpai di daerah tersebut secara umum.
Disamping itu di dalam peta geologi juga diberikan beberapa penampang yang
memberikan gambaran grafis dari bermacam-macam lapisan batuan
sepanjang garis potongan tersebut. Perlu diperhatikan disini bahwa gambaran
perlapisan batuan pada penampang tersebut bersifat pendugaan dari data
permukaan, sehingga harus hati-hati dalam pendugaannya.
Peta geologi ditambah dengan data geoteknik akan menghasilkan peta geologi
teknik. Keterangan-keterangan teknik yang dapat diperoleh dari peta geologi
regional dan peta geologi teknik sebaiknya digunakan untuk perencanaan
pendahuluan. Untuk perencanaan akhir dan pelaksanaan diperlukan peta
geologi teknik untuk perencanaan yang sifatnya lokal dan terinci.
Pembuatan peta geologi teknik untuk perencanaan didasarkan atas prinsip-
prinsip pemetaan geologi konvensional ditambah dengan data geoteknik yang
diperlukan untuk perencanaan pondasi jembatan. Sebagai peta dasar
umumnya digunakan peta situasi yang dilengkapi dengan garis ketinggian
dengan skala 1 : 2000 atau lebih besar.
Peta geologi teknik untuk perencanaan lengkap harus memuat :
 Aspek geologi yang meliputi:
 Satuan-satuan yang dapat dipetakan.
 Batas-batas geologi (menyangkut satuan peta, struktur tertentu, dan
lain-lain).
 Macam batuan dan tanah, tingkat pelapukan dan perubahannya.
 Adanya singkapan.
 Adanya gejala ketidakstabilan, misalnya longsor dan sebagainya.
 Aspek hidrogeologi, yang meliputi ketinggian muka air piezometer, angka
rembesan dan lain-lain.
 Aspek geomorfologi, misalnya kemiringan lereng, bentuk lereng,
kecuraman lereng, daerah erosi dan pengendapan, dan lain-lain.
 Letak titik penyelidikan dan pemeriksaan lapangan.
 Penampang tanah/penampang geologi yang dapat menunjukkan sifat-sifat
teknik tiap lapisan tanah/batuan.

5-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5.3. Penggunaan Laporan Hasil Pemetaan Geologi Permukaan

Laporan hasil pemetaan geologi permukaan akan digunakan oleh Bridge Design
Engineer untuk penentuan lokasi dan jumlah titik explorasi dan mengkaji tentang
informasi sumber material (quarry) yang akan digunakan sebagai bahan baku
pembangunan jembatan.

5.3.1 Penentuan Lokasi dan Jumlah Titik Explorasi

A. Survai Pendahuluan

Yang dimaksud dengan titik explorasi adalah titik sondir dan titik bor.
Untuk dapat menentukan lokasi titik sondir dan bor perlu dilakukan survai
pendahuluan. Survai pendahuluan ini berupa tinjauan ke lokasi/lapangan
tempat jembatan akan direncanakan. Pelaksanaan survai pendahuluan
dilakukan setelah tinjauan data yang ada selesai diolah, pengolahan
dilakukan oleh ahli teknik tanah dan pondasi dan dimulai dengan
mengumpulkan semua informasi tentang ”tanah” yang diperoleh dari data
geologi teknik. Dalam hal penyelidikan memerlukan pemboran mesin, ahli
teknik tersebut sebaiknya disertai kepala tim pemboran.
Survai pendahuluan tersebut dilakukan oleh Tim penyelidikan lapangan
dengan cakupan tugas sebagai berikut :
 pemilihan peralatan dan perlengkapannya
 penentuan jumlah dan letak titik sondir,
 penentuan jumlah dan letak titik bor
 pembuatan rencana kerja terutama persiapan waktu dan persiapan
alat.

B. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Survai Pendahuluan

 Rencana Letak Kepala Jembatan dan Pilar


Letak kepala jembatan dan pilar, baik vertical maupun horisontal
harus diperhatikan. Apabila diperkirakan akan timbul kesulitan yang
mungkin terjadi kemudian dan sulit dihindari maka penggeseran letak
bangunan bawah dapat disarankan sedini mungkin. Sebagai contoh
antara lain:

5-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

a. rencana letak kepala jembatan pada tepi sungai yang


stabilitasnya diragukan (kemungkinan longsor, penggerusan dsb),
dapat disarankan penggeseran kearah lokasi yang lebih mantap.
b. rencana oprit jembatan pada daerah rawa-rawa,di atas tanah
lembek, dan tanah kompresibel yang akan menimbulkan
persoalan stabilitas dan penurunan, maka dapat disarankan
penambahan panjang bentang jembatan, perbaikan tanah atau
kemungkinan cara penanggulangan lainnya.

Keterangan-keterangan tersebut perlu diketahui oleh tim penyelidikan


lapangan sebelum diberangkatkan ke lokasi / lapangan.

 Tanah Permukaan

Tanah permukaan mudah dilihat dengan mengupas penutupnya


(dengan cangkul, belincong dan lain-lain); biasanya dengan
mengenal tanah permukaan dapat ditunjukkan sifat-sifat daripada
formasi lapisan bawahnya. Bila ada singkapan batuan (outcrop) yang
ada disekitar daerah rencana perlu diketahui dan dipelajari apakah
singkapan tersebut merupakan lapisan yang menerus, maka perlu
dilakukan pengukuran jurus dan kemiringannya, sehingga dapat
diketahui apakah alinyemen jalan pada oprit jembatan akan terletak
diatas batuan tadi atau tidak. Penjelasan mengenai pengertian jurus
dan kemiringan lapisan bisa didapat dari pelajaran geologi.

 Alur-alur, Galian, Parit, Lereng-lereng, Tebing Sungai

Jenis-jenis tanah dan batuan sampai kedalaman tertentu kadang-


kadang dapat dipelajari lebih baik pada lereng-lereng terjal, tebing
sungai, parit, galian atau sumur. Keterangan ini sangat membantu
untuk menambah keterangan mengenai kondisi tanah/batuan
ditempat tersebut, yang perlu dituangkan didalam bentuk sketsa dan
penampang geologi permukaan.

 Air-permukaan dan Air-tanah

Air-permukaan dan fluktuasi air-tanah merupakan faktor yang penting


diketahui baik dalam rencana penyelidikan lapangan
(pemboran,sumur uji, dsb), untuk perencanaan jalan karena tinggi
muka air tanah dapat mempengaruhi kekuatan daya dukung tanah

5-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

dasar. Semua aliran air-permukaan, fluktuasi tinggi muka air-tanah


selama periode tertentu dalam sumur serta lubang galian lainnya
harus diperhatikan dan dicatat.

 Keadaan Topografi dan Tumbuh-tumbuhan


a. Topografi yang menunjukkan keadaan permukaan mempunyai
arti penting karena hal ini erat hubungannya dengan batuan yang
dijumpai di daerah tersebut dan persiapan peralatan lapangan
yang akan digunakan. Sebagai contoh antara lain;
 sungai yang sempit dan curam menunjukkan tanah - penutup
tipis dan letak lapisan batuannya dekat permukaan
 daerah yang relatif datar dan lebar biasanya me nunjukkan
aluvial yang tebal dan letak lapisan batuannya dijumpai cukup
dalam.
 catatan topografi ini juga penting dalam mempersiapkan
peralatan pemboran, misalnya untuk lereng yang curam akan
diperlukan peralatan yang ringan dan mudah dibawa,serta
mudah dipindahkan.
b. Tumbuh-tumbuhan sering menunjukkan gambaran keadaan air-
tanah dan keadaan tanah/batuan setempat,sebagai contoh antara
lain;
 tumbuh-tumbuhan yang lebat menunjukkan adanya air tanah
yang merembes didekat permukaan tanah
 selain itu tumbuhan atau semak-semak tertentu dapat
menunjukkan tanah penutup yang tipis dan batuan dekat
permukaan.
Penafsiran hubungan air tanah dan keadaan bawah permukaan
(tanah penutup, batuan) dengan tumbuh tumbuhan memerlukan
bantuan tenaga biologi yang berpengalaman.

 Bangunan yang ada

Bangunan atau jembatan lama yang ada disekitar daerah


penyelidikan dapat merupakan sumber keterangan yang baik.
Dengan melakukan pengamatan pondasi/penurunan yang mungkin
terlihat retak-retak pada bangunan bawah pembebanan yang ada,

5-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

lokasi, umur dan lain-lain akan diperoleh data yang dapat digunakan
untuk perencanaan penyelidikan dan perencanaan pondasi.

C. Jenis Peralatan Dan Perlengkapan Penyelidikan Lapangan

Dalam rangka mempersiapkan peralatan penyelidikan lapangan dengan


sebaik-baiknya, maka diperlukan keterangan keadaan setempat sebagai
berikut:
 keadaan tanah dan batuan setempat, sehingga dapat dipersiapkan
peralatan penyelidikan lapangan yang sesuai (sondir, bor tangan,
geofisika, sumur uji/test pit, pemboran mesin dan lain-lain).
 untuk pemboran putar dan pemboran semprot,lokasi sumber air yang
terdekat sangat membantu untuk mempersiapkan perlengkapan
seperti mesin pompa, selang/pipa, dan sebagainya.
 sifat tanah/batuan penting dalam mempersiapkan peralatan dan
perlengkapan seperti pipa lindung, mata bor,alat pengambil
contoh,alat pemeriksaan setempat dan lain-lain.

D. Titik Ikat Pengukuran

 Pengikatan titik rencana penyelidikan sangat penting artinya, karena


itu sebaiknya ditentukan terlebih dahulu titik ikat pengukuran untuk
titik-titik penyelidikan lapangan.
 Sebagai titik ikat pengukuran biasanya digunakan titik tetap (bench
mark) atau bidang atas kepala jembatan lama yang masih utuh dan
mantap. Selanjutnya letak rencana titik-titik penyelidikan harus di beri
patok yang diukur secara tepat kedudukannya terhadap titik-titik ikat
tersebut (dilakukan dengan Teodolit atau alat lainnya).

E. Bangunan Utilitas Yang Ada Dibawah Tanah

 Disekitar lokasi penyelidikan lapangan kadang kadang dijumpai


bangunan utilitas seperti pipa air, pipa gas, kabel listrik, kabel telepon
dan sebagainya.
 Tanpa adanya keterangan yang pasti, akan dapat menyebabkan
kerusakan pada bangunan utilitas tersebut dan kecelakaan yang tidak
diinginkan.

5-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Keterangan-keterangan yang didapat dari peta sebaiknya dibuktikan


dengan kenyataan di lapangan karena seringkali letaknya tidak tepat
seperti yang ditunjukkan dalam peta.

F. Penyelidikan Geofisika

 Survai pendahuluan bila perlu dapat dibantu dengan menggunakan


alat geofisika misalnya geolistrik dan geoseismik, untuk mendapatkan
keterangan-keterangan bawah permukaan. Cara geofisika ini dapat
memberikan keterangan mengenai pendugaan kedalaman
homogenitas dan jenis tanah/batuan yang, ada, yang dapat
digunakan untuk melengkapi rencana pemboran (jumlah titik dan
kedalaman).
 Pelaksanaan penyelidikan geofisika ini harus disertai dengan
pemetaan topografi dan peta geologi teknik.

G. Laporan Survai Pendahuluan

 Hasil survai pendahuluan dicantumkan kedalam Formulir lapangan


Survai Pendahuluan. Keterangan-keterangan survai pendahuluan
sangat berarti dalam menentukan langkah penyelidikan selanjutnya.
Dengan demikian pelaksanaan survai pendahuluan harus mencatat
keterangan-keterangan tentang apa yang diamati dalam survai
pendahuluan ini, dan mampu memberi saran-saran selanjutnya.
Sebaiknya pelaksana ini harus mempunyai dasar pengetahuan
geologi, teknik tanah, teknik pondasi ataupun teknik jembatan
 Apabila dari hasil survai pendahuluan lokasi jembatan tidak dapat
dipertahankan maka dapat disarankan peninjauan kembali rencana
lokasi jembatan semula.
 Apabila hasil survai pendahuluan menunjukkan bahwa hasil
penyelidikan tanah yang tersedia (ex laporan perencanaan teknis
jembatan) dinilai kurang memadai, maka disarankan untuk melakukan
penyelidikan tanah ulang di titik-titik sondir dan titik-titik bor yang
dipertimbangkan dapat merepresentasikan kondisi tanah yang harus
digunakan dalam perhitungan pondasi jembatan.

5-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

H. Rencana Letak Titik Sondir Dan Titik Bor


Dalam memilih rancangan pondasi jembatan, diperlukan data-data
lapangan yang diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log
akhir. Test sondir dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang
perlawanan tanah terhadap ujung konus dan lekatan tanah terhadap
selimut bikonus. Data-data tersebut diperoleh dengan cara menekan
konus dan bikonus ke dalam lapisan tanah yang diselidiki, digambarkan
ke dalam suatu grafik yang menunjukkan hubungan antara kedalaman
ujung konus (m) dengan tekanan konus (kg/cm2) dan antara kedalaman
ujung konus (m) dengan hambatan pelekat (kg/cm). Sedangkan bor log
merupakan hasil uji pemboran berupa penampang yang menggambarkan
lapisan-lapisan tanah disertai dengan keterangan-keterangan yang
diperlukan untuk menganalisa kondisi tanah/batuan yang harus
dipertimbangkan untuk perencanaan pondasi jembatan. Bor-log lapangan
merupakan catatan-catatan berdasarkan fakta-fakta lapangan sedangkan
bor-log akhir dibuat berdasarkan bor-log lapangan dan hasil-hasil
pengujian laboratorium.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa data-data yang
diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log akhir harus
memberikan informasi yang tepat dan akurat guna kepentingan
perhitungan pondasi jembatan. Ini berarti bahwa letak titik sondir dan bor
harus sedemikian sehingga hasil pengolahan dan evaluasi data tanah
yang dibuat dapat merepresentasikan informasi tentang properties tanah
yang diperlukan dalam perhitungan pondasi jembatan.
Letak titik sondir dan titik bor kadang-kadang tidak dapat tepat pada
rencana letak bangunan mengingat situasi-lapangan yang sulit. Oleh
karena itu penting diketahui sampai beberapa jauh dapat diadakan
penggeseran, relokasi, pengurangan atau penambahan titik penyelidikan.
Untuk pemboran mesin perlu juga ditinjau jalan masuk kelokasi.

Jumlah dan letak titik sondir dan titik bor (contoh)

 Jika jembatan dengan bangunan-bangunan atas diletakkan di 1 (satu)


abutment kiri, dan 2 (dua) pilar dan 1 (satu) abutment kanan, serta
direncanakan berdasarkan data sondir dan bor yang lengkap, maka

5-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

pekerjaan sondir dan bor yang harus dilakukan adalah sebagai


berikut:
a. Penyelidikan tanah untuk 2 titik sondir di abutmen kiri, 8 titik
sondir di dasar sungai/lembah, 2 titik sondir di abutmen kanan.
Dalam hal ini sebanyak 6 titik sondir berada di sebelah kiri as
jembatan dan 6 titik sondir berada di sebelah kanan as jembatan.
b. Penyelidikan tanah untuk 1 titik bor di abutmen kiri, 4 titik bor di
dasar sungai/lembah, 1 titik bor di abutmen kanan. Lokasi titik-
titik bor tersebut berada kurang lebih tepat di bawah as jembatan.

 Yang harus dipastikan adalah apakah rencana pelaksanaan


pekerjaan sondir dan bor yang akan digunakan dalam perencanaan
pondasi jembatan jumlah dan letaknya memenuhi persyaratan
perencanaan dan dapat dipastikan tingkat akurasinya;

5.3.2 Survai Sumber Material (Quarry)

Lingkup kegiatan dan tujuan survai sumber material (quarry) ini adalah:
 Menyelidiki lokasi, jalur pengangkutan dan volume potensial material
konstruksi yang tersedia
 Menyelidiki mutu material konstruksi melalui pengujian laboratorium.

Kegiatan yang dilakukan adalah untuk memberikan informasi tentang lokasi


sumber material yang ada disekitar lokasi rencana pembangunan jembatan,
menyangkut jenis, komposisi, kondisi beserta perkiraan jumlah dan lain-
lainnya, yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi yang proporsional
untuk pekerjaan struktur dan oprit jembatan dan akan dibuat petanya untuk
dimasukkan ke dalam gambar rencana.

Material untuk konstruksi yang diperiksa adalah : tanah untuk timbunan, batu
pecah, pasir, aspal, termasuk material untuk pekerjaan struktur.

5.4. Koordinasi Penyelidikan Tanah dan Pengujian Laboratorium


Setelah lokasi titik-titik explorasi ditentukan, langkah selanjutnya yang perlu
dilakukan adalah koordinasi pelaksanaan penyelidikan tanah dan pengujian
laboratorium. Dalam hal ini diperlukan jaminan kepastian tentang ketepatan lokasi
titik-titik explorasi yang akan diambil data tanahnya, peralatan yang digunakan

5-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

maupun pengujian laboratorium yang akan dilakukan terhadap sampling tanah yang
diambil dari lapangan.

5.4.1 Pengukuran Lokasi Titik Sondir Dan Titik Bor


Apabila letak titik sondir dan titik bor belum ditetapkan pada waktu survai
pendahuluan maka letak titik titik penyelidikan tersebut harus diukur dengan
tepat dan dicantumkan pada peta/sketsa situasi.
Apabila peta situasi dan penampang melintang sungai pada as rencana
jembatan belum tersedia, maka perlu dilakukan pengukuran dengan cara
sederhana atau khusus tergantung keadaan medan.
Pengukuran cara sederhana (untuk medan sederhana dan sempit) misalnya
menggunakan kompas dan peta ukur, sipat datar (water pass) dengan slang
plastik diisi air dan sebagainya. Pengukuran cara khusus (untuk medan berat
dan luas) dilakukan dengan alat ukur presisi.
Bentuk penampang sungai sedikit banyak mempengaruhi rencana
penyelidikan dan rencana peletakan pondasi terhadap tebing baik horizontal
maupun vertikal, sehingga penampang sungai perlu diukur dan digambar
yang mencakup;
a. tinggi lereng
b. sudut/kemiringan lereng - muka air banjir
c. muka air terendah
d. dasar sungai terdalam dan lain-lain.
Sebagai titik nol diambil lantai atau bidang atas kepala jembatan yang ada.
Untuk daerah yang belum ada jembatan, titik nol ini harus dibuat lebih dahulu
berupa patok beton permanen yang menunjukkan ketinggian dari
orientasinya dan letaknya tidak terganggu pada waktu pembangunan
jembatan tersebut. Letak titik-titik penyelidikan harus diberi patok sesuai
dengan rencana penyelidikan dan diberi nomer urut.
Apabila diperlukan titik-titik penyelidikan tambahan sesuai dengan
kebutuhan. maka harus dilakukan pula pematokan tambahan dan diberi
nomor urut juga.

 Kontrol Vertikal
Untuk mencatat hasil-hasil penyelidikan bawah permukaan diperlukan
adanya titik tetap sebagai dasar pengukuran ketinggian titik penyelidikan

5-12
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

dan kedalaman yang dicapai. Ketinggian titik penyelidikan dapat diukur


terhadap titik nol yang telah ditentukan untuk suatu daerah penyelidikan.
Untuk penyelidikan yang dilakukan:
o Di darat, ketinggian titik penyelidikan diukur dari muka tanah
setempat terhadap titik nol.
o Di air dengan menggunakan lantai kerja,ketinggian titik penyelidikan
diukur dari permukaan lantai kerja terhadap titik nol.
o Di air dengan menggunakan ponton/rakit, ketinggian titik penyelidikan
diukur dari permukaan lantai ponton/rakit terhadap titik nol.
Apabila permukaan air mempunyai fluktuasi yang cukup besar, maka
pengukuran ketinggian titik penyelidikan harus dilakukan secara periodik.
Pengukuran ketinggian penyelidikan terhadap titik nol dapat dilakukan
secara langsung atau dengan perantaraan tanda-tanda tetap yang
sengaja dipasang. Batas toleransi pengukuran ketinggian titik
penyelidikan maksimum adalah 0,05 meter.

 Toleransi Perubahan Letak Titik Penyelidikan


Letak dan jumlah titik penyelidikan (sondir dan bor) harus diusahakan
tepat sesuai dengan yang telah direncanakan, dengan toleransi radius
0,50 meter dari titik rencana semula. Dalam keadaan tertentu letak dan
jumlah titik penyelidikan dapat digeser atau ditambah dengan
berpedoman pada peta situasi.
Penambahan jumlah dan penggeseran titik penyelidikan diluar ketentuan
yang ada harus ditentukan oleh ahli teknik tanah atau ahli geologi yang
bertanggung jawab dalam pekerjaan tersebut, dengan memperhatikan
kondisi tanah/batuan setempat.
Lokasi penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus
dicantumkan dalam peta situasi. Alasan penggeseran atau penambahan
titik penyelidikan harus dicatat dalam laporan pekerjaan lapangan.

5.4.2 Penentuan Peralatan Yang Sesuai

A. Peralatan Untuk Pekerjaan Sondir


Sondir merupakan salah satu uji lapangan yang populer di tanah air
karena beberapa keunggulan antara lain, (a) penggunaan yang
sederhana, (b) dapat memberi gambaran tanah dengan cepat dan (c)

5-13
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

memberi profil kekuatan Tanah secara menerus. Kelemahan Sondir


adalah tidak dapat melihat contoh tanah. Ada 2 (dua) jenis peralatan
sondir yang dikenal yaitu Sondir Mekanis dan Sondir Elektrik
sebagaimana dijelaskan di bawah :

Sondir Mekanis

Sondir mekanis dilakukan dengan mendorong ke dalam tanah sebuah


konus dengan luas proyeksi sebesar 10 cm2 bersudut kemiringan 60
derajat. Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong konus disebut
tekanan konus (cone resistance, qc). Pada sondir jenis bikonus terdapat
selubung gesek dibelakang konus dengan luas selimut sebesar 150 cm2.
Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong selubung gesek disebut
tekanan friksi (local friction,fs). Penetrasi sondir dilakukan dengan
kecepatan standar yaitu 20 mm per detik. Pengukuran tekanan konus
dan tekanan friksi pada jenis sondir mekanik dilakukan setiap 20 cm.
Standar prosedur pengujian sondir dan ukuran standard konus yang
dianjurkan dapat dipelajari pada ASTM D3441.
Untuk tanah liat yang lunak dan uji sondir dengan kedalaman besar,
berat tiang tekan dalam (inner rods) akan lebih besar dari pada daya
dukung tanah. Oleh karena itu, tekanan konus dan friksi harus dikoreksi
dengan berat tiang. Pembersihan berkala untuk tiang tekan dan bikonus
harus dilakukan untuk mengurangi gesekan yang dapat memberi hasil uji
yang cenderung membesar.

Sondir Elektrik

Belakangan ini telah terdapat sondir elektrik untuk mengukur tekanan


konus dan tekanan friksi secara menerus dengan akurasi jauh lebih baik
dari pada sondir mekanik. Koreksi berat tiang tekan seperti yang
dilakukan untuk sondir mekanik tidak perlu dilakukan untuk sondir listrik
karena sensor tepat berada diujung konus. Dengan demikian, sondir
elektrik cukup sensitif untuk tanah liat sangat lunak sehingga baik
digunakan untuk proyek-proyek reklamasi.

Untuk sondir elektrik, telah diciptakan pula sensor untuk mengukur


tekanan air pori yang sangat berguna untuk penentuan jenis tanah, yaitu
(a) tekanan air pori yang cenderung sama dengan tekanan air hidrostatis

5-14
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

menunjukkan tanah jenis pasiran, (b) tekanan air pori yang lebih besar
dari tekanan hidrostatis menunjukan tanah liat lunak hingga sedang, dan
(c) untuk tanah liat atau pasir sangat padat; tekanan air pori cenderung
lebih kecil dari pada tekanan hidrostatis. Uji dissipation yang
menghentikan penetrasi sondir dan membiarkan air pori kembali ke
kondisi hidrostatis sangat berguna untuk rnempelajari kecepatan
konsolidasi (rate of consolidation). Apabila tekanan air pori dibiarkan
terus sampai stabil, tekanan air tersebut menunjukkan tekanan
hidrostatisnya.

Korelasi Umum Hasil Sondir

Hasil sondir biasanya ditampilkan dalam grafik tekanan konus (qc),


tekanan friksi (fs) serta perbandingan friksi dan konus (FR = fs/qc x
100%) dengan kedalaman. Untuk sondir elektrik, grafik tegangan air pori
juga ditampilkan dengan kedalaman. Dari grafik sondir, dapat diperoleh
korelasi dengan jenis tanah serta sifat mekanis lainnya. Penggunaan
tabel korelasi tersebut perlu diverifikasi dengan data pengeboran untuk
memastikan akurasi.

Penggunaan dan Batasan Sondir

Sondir digunakan untuk mengetahui profil tanah dan mencari kuat geser
tanah melalui korelasi empiris. Sondir elektrik dengan uji disipasi berguna
untuk mencari koefisien konsolidasi tanah lateral yang sering dipakai
pada perencanaan reklamasi dengan vertical drains.

Penyelidikan tanah dengan sondir tanpa dibarengi pengeboran sangat


tidak dianjurkan terutama pada daerah baru tanpa pengalaman yang
memadai karena Sondir tidak dapat memperoleh contoh tanah. Sondir
yang tidak dapat menembus tanah keras bukan jaminan bahwa lapisan
keras tersebut cukup tebal. Oleh karena itu, Sondir hanya dilakukan
sebagai pelengkap penyelidikan yang dikombinasikan dengan
pengeboran dan pengambilan contoh tanah.

Sondir mekanis kurang sensitif pada tanah liat sangat lunak dan
dianjurkan untuk menggunakan sondir elektrik. Sondir juga tidak dapat
dipakai pada tanah berbatuan atau berkerikil.

5-15
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Kelemahan Sondir elektrik adalah mahalnya investasi serta mudah


rusaknya komponen elektronik. Tidak terdapatnya pusat reparasi lokal
dengan dukungan komponen elektronik yang memadai sering
menghambat progress penyelidikan tanah bila Sondir elektriknya rusak.

Pada penggunaan Sondir elektrik, posisi filter untuk pengukuran tekanan


air pori perlu diperhatikan karena berbeda untuk Sondir elektrik yang satu
dengan yang lain tergantung dari produsen. Respon tekanan air pori
akan berbeda-beda tergantung pada posisi filter. Oleh karena itu,
penggunaan korelasi yang didapat dari tulisan ilmiah harus diperhatikan
apakah konus yang dipakai adalah sejenis. Seperti halnya pada semua
korelasi empiris, pengalaman setempat dibutuhkan sehingga korelasi
tersebut tidak dapat dipakai secara universal.

B. Peralatan Untuk Pekerjaan Pemboran

Pemilihan peralatan untuk pemboran, akan tergantung pada metoda


pemboran, kemudahan mencapai lokasi, kondisi tanah/batuan,
kedalaman yang dikehendaki serta kondisi air tanah. Pada bagian ini
akan diutarakan secara umum mengenai metoda pemboran beserta
peralatan dan penggunaannya untuk memberikan gambaran dalam
memilih peralatan pemboran.

Pemboran Putar (Rotary Drilling)

Pemboran dengan sistim Putar sampai saat ini dianggap yang paling
cocok untuk penyelidikan tanah bawah permukaan. Dengan metoda ini
praktis semua jenis tanah/batuan dapat diselidiki dengan baik termasuk
pengambilan contoh dan klasifikasinya. Semua alat pengambil sample uji
cocok dengan metoda ini.

Kerugiannya yang utama adalah: metoda ini memerlukan air/lumpur


pembilas dan perlengkapan yang relatif berat.

Dengan menggunakan peralatan yang sesuai pemboran dengan sistim


putar dapat digunakan untuk pengambilan contoh tanah asli, contoh inti,
contoh cutting dan pemeriksaan setempat yang berhubungan dengan
penentuan sifat teknis tanah/batuan. Keberhasilan dan ketelitian data
yang diperoleh dengan pemboran putar ini sebagian besar tergantung
kepada ketepatan penggunaan alat pengambilan contoh, alat

5-16
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

pemeriksaan lapangan (SPT, Vane dan sebagainya), prosentase contoh


atau inti yang terambil, pengalaman pelaksana pemboran, ketelitian
pencatatan penampang dan keterangan pemboran (logging), ketepatan
memilih prosedur yang diikuti serta disesuaikan dengan keadaan
tanah/batuan yang dijumpai.

Dalam pengambilan contoh inti, yang dimaksudkan dengan prosentase


inti terambil (core recovery) adalah prosentase panjang contoh yang
terambil dibandingkan dengan panjang tabung penginti yang masuk
kedalam tanah/batuan yang ditembus. Prosentase inti terambil dapat
digunakan sebagai petunjuk didalam mengevaluasi sifat fisis
tanah/batuan yang dijumpai. Pada umumnya contoh inti yang hancur dan
tidak dapat diangkat keatas permukaan tanah akan menunjukan batuan
lunak, rapuh, lepas atau remuk. Sedangkan bagian inti utuh menunjukan
lapisan tanah keras atau padat.

Contoh-contoh inti dapat menunjukan susunan dan sifat berbagai lapisan,


struktur dan tekstur dari batuan yang dijumpai. Cengan alat ini dapat
digunakan metoda pengambil contoh inti menerus (continous coring).

Cara umum untuk menilai mutu batuan adalah dengan RQD (Rock
Quality Designation). RQD bertujuan menggambarkan mutu batuan yaitu
banyak retakan dan alterasi dari contoh inti tersebut.

Prosedurnya adalah dengan menjumlahkan panjang potongan-potongan


inti yang berukuran lebih besar atau sama dengan 10c, selanjutnya
panjang jumlah potongan-potongan ini dibandingkan terhadap panjang
inti yang seharusnya didapat dan dinyatakan dalam persen (%).
Hubungan antara RQD dengan mutu batuan adalah sebagai berikut :
R.Q.D. (%) Mutu Batuan
0 - 25 sangat jelek
25 - 50 jelek
50 - 75 cukup
75 - 90 baik
90 - 100 sangat baik

Pemboran Auger (Auger Drilling).

Cara pemboran ini baik dipergunakan bila yang dibutuhkan adalah


pengambilan contoh tanah tidak asli dan akan lebih tepat untuk jenis

5-17
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

tanah yang mempunyai sifat kohesi. Contoh tanah dapat diambil dari
material yang melekat pada mata bor (auger) yang digunakan.

Keuntungan cara ini antara lain; pekerjaan pemboran cepat dan tidak
menggunakan air pembilas. Dengan cara ini dapat pula dilakukan
pengambilan contoh asli dan pemeriksaan setempat lainnya dengan
dibantu alet-alat khusus (tabung contoh, tabung belah/split barrel dan
sebagainya). Cara ini lebih banyak digunakan untuk mengetahui
penyebaran lapis an tanah kearah lateral.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keterbatasan penggunaan bor


auger antara lain:
 kekerasan lapisan tanah yang ditembus. Kedalaman yang dicapai
dengan bor auger sangat tergantungkepada letak kedalaman lapisan
tanah keras.
 lapisan tanah yang berbutir besar (mengandung ke rikil dan atau
kerakal! sangat sulit ditembus dengan bor auger.
 untuk lokasi pemboran yang mempunyai permukaan air tanah tinggi
dapat menyebabkan tanah yang melekat pada mata mata bor mudah
lepas dan contoh tanah sulit diambil.
 cara ini tidak cocok untuk pemboran yang dilakukan di atas
ponton/rakit.

Bila menggunakan "hollow stem auger" pada lapisan pasir dibawah


permukaan air tanah, perlu dipertahankan keseimbangan permukaan air
tanah didalam lubang bor terhadap sekitarnya, agar pasir tidak masuk
kedalam 'hollow stem". Bila ini terjadi maka untuk keperluan pemeriksaan
penetrasi standar dasar lubang bor harus dibersihkan terlebih dahulu.

Pemboran Semprot (Wash Boring)

Istilah pemboran semprot (wash boring) menunjukkan dua prosedur


pemboran yang berbeda. Pengertian pertama menunjukkan pemboran
dimana sebuah pipa dimasukkan kedalam tanah dengan atau tanpa pipa
lindung (casing), bersamaan dengan penyemprotan air pada ujung
bawahnya.

Pelaksanaannya dilakukan dengan tangan. Contoh yang didapat


hanyalah contoh cucian. Bila pemboran sudah cukup dalam, maka harus

5-18
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

hati-hati dalam menentukan permukaan lapisan tanah yang ditembus,


karena harus dipertimbangkan adanya waktu angkut contoh cucian
(contoh cucian dari dasar lubang bor sampai kepermukaan memerlukan
waktu yang lamanya bergantung pada kecepatan air pembilas). Cara ini
merupakan cara yang tidak teliti, oleh karena itu harus hati-hati dalam
menginterpretasikan hasilnya dan hanya boleh digunakan bila telah
benar-benar dipertimbangkan maksud dan tujuan pemboran yang akan
dilakukan.

Pengertian kedua adalah cara pemboran dimana kemajuan pemboran


pada interval pengambilan contoh dilakukan dengan tenaga semprotan
dan pemotongan oleh mata bor.

Pemboran dengan mengambil contoh menerus (Continuous Sampling)

Pada metoda ini sama sekali tidak digunakan air pembilas, semua alat
pengambil contoh hanya di tekan/ditumbuk/diputar secara kering untuk
pengambilan contoh tanah yang menerus.

Alat pengambil contoh, tabung penginti, tabung contoh asli, split barrel
dan sebagainya ditekan, di putar atau ditumbuk sampai kedalaman
tertentu (biasanya tidak lebih dari 0,75 meter), kemudian diangkat dan
isinya dikeluarkan. Alat tersebut dipasang pada mesin bor, sondir atau
langsung ditumbuk.

Contoh-contoh yang diperoleh dapat digunakan untuk pemeriksaan


lapangan ataupun laboratorium. Bila dikehendaki contoh tidak terganggu
untuk pemeriksaan laboratorium, maka tabung contoh harus ditutup
segera misalnya dengan parafin agar diperoleh contoh dalam keadaan
yang seasli mungkin dengan kadar air yang relative tetap.

Cara ini merupakan cara yang sangat tepat dan teliti untuk mendapatkan
keterangan mengenai tanah bawah permukaan digunakan pada
penyelidikan oprit dan stabilitas lereng karena seluruh kedalaman lubang
bor dapat diperiksa, tetnpi cara ini mahaldan lingkup penggunannya
terbatas. Umumnya cara penekanan ini hanya berhasil untuk lapisan
lempung dan lanau yang lembek sampai sedang.

5-19
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Pemboran Tangan.

Metoda ini menggunakan macam-macam mata bor tanah seperti mata


bor iwan jurret dan spiral. Lubang bor dibuat dengan jalan memutar
rangkaian tangkai pemutar batang bor dan mata bor tanah dengan
tangan dan dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan panjang mata
bor yang digunakan. Tanah yang di-bor akan melekat didalam atau diluar
mata bor yang digunakan.

Penggunaan ini sangat terbatas untuk lapisan tanah yang lembek sampai
sangat kenyal dengan kedalaman yang dapat dicapai kurang lebih 10
meter atau 15 meter bila dibantu dengan penggunaan "tripod" (menara
kaki tiga).

Untuk menembus tanah keras/batuan lunak dapat dibantu dengan


penumbukan, yang menggunakan mata bor tumbuk seberat 25 sampai
40 kg. Untuk menembus lapisan tanah lepas dapat digunakan pipa
lindung yang diameternya sesuai dengan mata bor tanah yang
digunakan, sedangkan untuk mengangkat tanah yang berada didalam
pipa lindung dapat digunakan bor peluru (sand bailer), bor katup atau
pompa pasir (sand pump). Dengan pemboran ini dapat juga dilakukan
pengambilan contoh tanah tidak terganggu dan pemeriksaan tanah
setempat lainnya.

Pemboran Tumbuk

Pemboran tumbuk ada 2 macam yaitu:


 Pemboran tumbuk dengan tangan
 Pemboran tumbuk dengan mesin

Pemboran tumbuk dengan tangan dapat membantu pemboran tangan


dalam menembus lapisan tanah keras/ batuan lunak dan membantu
penyondiran dalam menembus lensa tanah keras/batuan lunak ataupun
mengetahui ketebalan lapisan tanah keras dengan tekanan 150 kg/cm2.

Pemboran tumbuk dengan mesin jarang digunakan dalam penyelidikan


tanah untuk pondasi jembatan, umumnya digunakan untuk pembuatan
sumur bor air. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor antara lain
kesulitan dalam mendapatkan contoh tidak terganggu sangat

5-20
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

terganggunya lapisan tanah/batuan yang akan diperiksa setempat, tidak


dapatnya diperoleh contoh inti dan sebagainya.

5.4.3 Pengambilan Contoh Tanah Untuk Pengujian Laboratorium

Dalam penyelidikan geoteknik untuk perencanaan jembatan diperlukan


contoh-contoh tanah/batuan guna identifikasi, klasifikasi, pemeriksaan
lapangan atau laboratorium.

Contoh-contoh yang diambil harus benar-benar mewakili lapisan


tanah/batuan yang dijumpai, karena contoh yang tidak mewakili dapat
menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang salah.

Contoh tanah terdiri dari:

 Contoh terganggu, adalah contoh yang diambil dengan tidak menjaga


keutuhan struktur aslinya dari tanah/batuan tersebut. Contoh-contoh ini
dipergunakan untuk pengamatan umum pemeriksaan visual, klasifikasi
dan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium yang tidak mementingkan
struktur asli dari tanah/batuan.

 Contoh tidak terganggu, adalah contoh yang relatif tidak terganggu, baik
struktur maupun kadar airnya. Contoh-contoh ini selain digunakan untuk
pemeriksaan klasifikasi dapat juga dipergunakan untuk pemeriksaan-
pemeriksaan antara lain kepadatan, kadar air, konsolidasi, triaxial, kuat
tekan bebas dan kuat geser langsung. Faktor penting yang harus
diperhatikan dalam pengambilan contoh asli ialah tinggi muka air didalam
pipa lindung harus sama atau lebih tinggi dari pada muka air tanah
ditempat pemboran dilaksanakan. Ini dimaksudkan agar kadar air contoh
yang didapat tidak dipengaruhi oleh air disekitar tempat pengambilan
contoh, karena jika ketinggian muka air dalam pipa lindung turun dibawah
muka air tanah, disekitarnya akan terjadi keadaan "quick" atau "running".
Terjadinya kondisi "running" ini terutama disebabkan oleh prosedur
pemboran dan dalam hal ini terjadi data yang diperoleh kurang dapat
dipercaya.

 Tingkat ketergantungan contoh tergantung kepada beberapa faktor


antara lain jenis tanah yang diambil, alat pengambilan contoh serta
perlengkapan yang digunakan dan keterampilan pelaksana lapangan.
Pengaruh udara luar yang cukup lama sebagai akibat terbukanya contoh

5-21
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

akan merubah contoh tidak terganggu menjadi contoh yang tidak


mewakili, karena itu cara pengambilan dan pemeliharaan contoh yang
mewakili tidak boleh dikesampingkan. Pengambilan contoh harus
dikaitkan dengan pemeriksaan penetrasi standar, karena kedua-duanya
dapat saling melengkapi, antara lain dapat dikorelasikannya hasil
laboratorium dengan harga N dari penetrasi standar, terutama bila
dipertimbangkan akan digunakan pondasi langsung atau pondasi tiang
lekat.

 Perlu diketahui bahwa pemeriksaan penetrasi standar lebih dapat


dipercaya untuk lapisan pasir daripada untuk lapisan lempung, karena itu
data yang digunakan untuk desain pondasi pada lapisan lempung dan
lanau plastis lebih akurat dengan uji lapangan sondir atau vane shear
dan dari hasil pemeriksaan laboratorium dari hasil pengambilan sample
terhadap contoh-contoh tidak terganggu. Macam-macam pengambilan
contoh akan digunakan dibawah ini.

A. Pengambilan Contoh dengan Tabung Contoh berdinding Tipis

 Tabung contoh berdinding tipis (shelby tube) atau tabung tekan (push
barrel) digunakan untuk me ngambil contoh tanah tidak terganggu
guna pameriksaan laboratorium. Pengambilan contoh dilakukan
dengan menekan tabung tersebut kedalam lapisan tanah pada
kedalaman yang dikehendaki. Diameter contoh tidak terganggu yang
dapat diambil dengan tabung ini berkisar an tara 50,80 mm - 127,00
mm. Pengambilan contoh dengan tabung ini lebih tepat untuk jenis
tanah kohesif (lempung atau lanau) yang bersifat teguh (firm) sampai
kenyal (stiff).

 Untuk memperoleh prosentase contoh terambil yang lebih tinggi pada


tanah lembek yang bersifat agak lepas (kepasiran, kelanauan) di
kepala tabung dipasang bola (ball check valve), yang harus dapat
bekerja dengan baik.

B. Pengambilan Contoh dengan Tabung Bertorak (Piston Sampler)

 Pengambilan contoh ini dilakukan dengan tabung berdinding tipis


yang dilengkapi dengan torak didalamnya yang bersifat stationer
dalam kerjanya.

5-22
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

 Bila alat ini dipergunakan untuk mengambil contoh pasir lepas maka
yang perlu diperhatikan ialah terjadinya kompresi terhadap contoh.

 Bila tabung contoh ditekan kedalarm lapisan pasir tadi sedalam lebih
dari 5 kali tabung yang di pergunakan, maka akan terjadi pemadatan
karena adanya geseran (friction) yang berlebihan antara contoh
dengan permukaan dalam tabung contoh.

 Untuk mendapatkan contoh pasir yang sangat lepas (N<5) alat ini
telah dikembangkan oleh Matsubara (1977), berupa tabung bertorak
yang dilengkapi.dengan tabung baja disebelah luarnya dan
mempunyai tabung karet (rubber tube) pada ujung - bawahnya
mencegah terjadinya kehilangan contoh. Dengan cara ini contoh
terambil umumnya dapat menca pai 95%, walaupun ada
kemungkinan dapat mencapai 100%. Hal ini tidak menjamin tidak
terjadinya perubahan struktur atau kepadatan (density).

C. Pengambilan Contoh dengan Tabung Belah (Split Barrel)

 Tabung belah (split barrel atau split spoon) dengan diameter luar 5
cm dan diameter dalam 3,5 cm disamping digunakan untuk
pemeriksaan penetrasi standar dapat pula digunakan untuk
pengambilan contoh.

 Contoh-contoh yang didapat dari tabung belah ini bukan merupakan


conntoh tidak terganggu, walaupun demikian sebagian struktur asli
dari tanah yang diambil masih dapat dipertahankan, sehingga dapat
digunakan untuk pemeriksaan visual dan klasifikasi.

 Sebagian contoh-contoh tersebut biasanya disimpan dalam tabung


gelas/plastik untuk arsip dan sebagian lagi untuk pemeriksaan
laboratorium (seperti kadar air, berat jenis, atterberg limit, analisa
butir dan sebagainya).

 Khusus untuk pemeriksaan kadar air harus ditutup serapat mungkin,


sehinaga tidak ada kehilangan air. Pengambil contoh tabung belah
(split barrel sample) dapat diperoleh dalam beberapa ukuran. Ukuran
yang paling umum digunakan adalah ukuran seperti tersebut diatas.

5-23
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

D. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Tunggal (Single Core


Barrel)

 Metoda ini dimaksudkan untuk memperoleh contoh klasifikasi visual


dan membuat bor-log. Contoh inti yang didapat pada umumnya
terganggu, akibat tekanan bor pada waktu pemotongan dan
pemasukan inti kedalam tabung tersebut. Pengambilan contoh
dengan menggunakan tabung Penginti tunggal akan menghasilkan
inti yang baik hanya untuk batuan yang keras dan padat, disamping
diperlukan kecermatan pembor.

 Bila Pengambilan contoh dengan cara ini digunakan untuk semua


jenis tanah (kecuali lempung yang sangat lembek dan pasir) maka
akan dihasilkan contoh-contoh yang mempunyai komponen-
komponen yang sama dengan aslinya.

E. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Ganda (Double Core


Barrel)

 Pada umumnya Pengambilan contoh dengan tabung penginti ganda


(double core barrel) lebih luas penggunaannya dan akan memberikan
hasil yang lebih baik dari pada menggunakan tabung penginti tunggal,
karena dapat digunakan untuk mengambil contoh semua jenis
tanah/batuan yang diperlukan untuk pemeriksaan laboratorium.
Pengambil contoh ini terdiri atas tabung luar dan tabung dalam,
dimana air/lumpur pembilas bersirkulasi (masuk lewat diantara kedua
tabung).

 Ada beberapa versi tabung penginti ganda ini yang desainnya


bergantung kepada sifat material yang akan diambil contohnya. Untuk
batuan tidak keras digunakan jenis pengambil contoh yang
mempunyai lembaran logam tipis sebagai pelapis bagian dalam
tabung dalam. Pelapis ini berguna untuk memudahkan pengambilan
inti dan merupakan pelindung contoh inti asli sewaktu diangkut ke
laboratorium. Untuk batuan keras pelapis logam tidak diperlukan
karena batuan tersebut sudah cukup kuat tanpa dilindungi pelapis.
Beberapa macam batuan misalnya batu gamping lunak dan serpih
lunak harus dibungkus dalam kemasan yang kedap air, karena ke
kuatannya akan berubah bila menjadi kering.

5-24
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

F. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Rangkap Tiga


(Tripple Core Barrel)

 Metoda pengambilan contoh jenis ini lebih teliti dan luas


penggunaannya dari pada metoda pengambilan contoh dengan
tabung penginti tunggal dan ganda, dimana "core recovery" yang
didapat lebih tinggi dan dapat digunakan untuk semua jenis
tanah/batuan. Jenis pengambil contoh ini terdiri dari tabung luar,
tabung dalam dan tabung paling dalam.

 Prinsip kerja air/lumpur pembilas dalam tipe ini sama dengan tabung
penginti ganda, yaitu cairan pembilas masuk/lewat diantara tabung
luar dan dalam. Contoh inti terletak pada tabung yang paling dalam
dan tidak ikut berputar pada waktu pemboran. Keutuhan contoh pada
tabung penginti rangkap tiga lebih terjamin dari pada tabung penginti
ganda, karena contoh tidak terganggu oleh semprotan cairan
pembilas pada ujung mata bor. Jenis tabung penginti rangkap tiga ini
ada yang dikombinasikan dengan tabung retraktor yang menarik inti
kedalam (tripple tube retraktor core barrel). Tabung retraktor ini
digunakan untuk mengambil contoh material yang bersifat lunak dan
lepas.

G. Pengambilan Contoh Bilasan (Wash Sampling)

 Pengambilan contoh tanah dengan pembilasan adalah untuk


mendapatkan contoh tanah tidak asli dari suatu lapisan tanah/batuan
yang ikut terbawa air pembilas yang digunakan dalam pemboran.

 Pengambilan contoh dengan cara ini tidak dianjurkan, kecuali bila


sangat terpaksa, karena contoh yang terambil sangat terganggu
walaupun demikian semua contoh bilasan harus dikumpulkan untuk
seluruh kedalaman.

 Penggambaran yang hanya berdasarkan pada contoh yang terbawa


air pembilas sering menghasilkan kesimpulan yang keliru.
Pengamatan contoh yang didapat dengan pembilasan hanya berguna
untuk melihat perubahan macam lapisan tanah/batuan.

5-25
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

H. Pengambilan Contoh Kubus

 Metoda ini dilakukan untuk memperoleh contoh kubus dari tanah


keras/batuan yang relatif dangkal dengan membuat sumur uji
(trench). Umumnya ukuran kubus 20x20x20 cm3.

 Metoda ini dapat dilakukan dengan mudah, bila lokasi pengambilan


contoh kubus terletak diatas muka air tanah. Untuk lokasi dibawah
muka air tanah, maka peralatan penggalian harus dilengkapi dengan
pompa isap untuk mengeringkan dasar lubang galian. Contoh kubus
digunakan untuk pemeriksaan lengkap dilaboratorium. Contoh diambil
dengan cara ini relatif tidak terganggu.

I. Perlindungan dan Pengangkutan Contoh

 Contoh tanah atau batuan sebagai hasil penyelidikan dilapangan


dikumpulkan kemudian diangkut ke laboratorium untuk pemeriksaan
selanjutnya.

 Harus diingat bahwa contoh-contoh tersebut mudah rusak, sehingga


harus benar-benar diperhatikan cara/melindungi dan pengepakan
didalam pengangkutan ke laboratorium. Perlu disadari bahwa
pemakaian data dan hasil pemeriksaan contoh yang telah rusak
seringkali lebih jelek dibandingkan dengan tidak ada contoh sama
sekali.

5-26
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

RANGKUMAN

a. Koordinasi pengumpulan maupun penggunaan data geologi teknik dan data


penyelidikan tanah yang ditulis dalam modul ini menjelaskan pemetaan permukaan
detail, penentuan lokasi dan jumlah titik explorasi, survai sumber material (quarry),
koordinasi pelaksanaan penyelidikan tanah dan pengambilan contoh tanah untuk
pengujian laboratorium.

b. Pemetaan permukaan detail menjelaskan pengertian tentang batuan, klasifikasi batuan


dasar dan pemetaan geologi

c. Penentuan lokasi dan jumlah titik explorasi menjelaskan dasar-dasar penentuan titik
explorasi yang mencakup survai pendahuluan, jenis peralatan dan perlengkapan
penyelidikan lapangan, titik ikat pengukuran, pengumpulan data dan informasi tentang
bangunan utilitas yang ada di bawah tanah di sekitar lokasi rencana jembatan,
penyelidikan geofisika, penyiapan laporan survai pendahuluan dan penentuan rencana
letak titik sondir dan titik bor.

d. Survai sumber material (quarry) menjelaskan kegiatan untuk memberikan informasi


tentang lokasi sumber material yang ada disekitar lokasi rencana pembangunan
jembatan, menyangkut jenis, komposisi, kondisi beserta perkiraan jumlah dan lain-
lainnya, yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi yang proporsional untuk
pekerjaan struktur dan oprit jembatan dan akan dibuat petanya untuk dimasukkan ke
dalam gambar rencana

e. Koordinasi pelaksanaan penyelidikan tanah menjelaskan kepastian tentang ketepatan


lokasi titik-titik explorasi yang akan diambil data tanahnya, peralatan yang digunakan
maupun pengujian laboratorium yang akan dilakukan terhadap sampling tanah yang
diambil dari lapangan.

f. Pengambilan contoh tanah untuk pengujian laboratorium menjelaskan bahwa dalam


penyelidikan geoteknik untuk perencanaan jembatan diperlukan contoh-contoh
tanah/batuan guna identifikasi, klasifikasi, pemeriksaan lapangan atau laboratorium.
Contoh-contoh yang diambil harus benar-benar mewakili lapisan tanah/batuan yang
dijumpai, karena contoh yang tidak mewakili dapat menghasilkan kesimpulan-
kesimpulan yang salah.

5-27
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI


Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya
tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan
dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :


INA.5212.113.01.02.07 : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan dan Penggunaan
Data Teknis

Soal :

Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Melakukan koordinasi Sudah dibuat soalnya di
untuk pengumpulan dan Bab 2
penggunaan data lalu
lintas

2. Melakukan koordinasi Sudah dibuat soalnya di


untuk pengumpulan dan Bab 3
penggunaan data
hidrologi, karakteristik
sungai dan perlintasan
dengan prasarana
transportasi lainnya

3. Melakukan koordinasi Sudah dibuat soalnya di


untuk pengumpulan dan Bab 4
penggunaan data
topografi

4. Melakukan koordinasi
untuk pengumpulan dan
penggunaan data geologi
teknik dan penyelidikan
tanah

4.1. Koordinasi pemetaan 4.3. Apakah anda mampu a. ..........................


geologi permukaan menentukan
b. ..........................
detail (termasuk penggunaan peta
quarry), dan geologi permukaan c. ..........................

5-28
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

penentuan dan memastikan dst.


lokasi/jumlah titik lokasi/jumlah titik
explorasi/jenis explorasi di lokasi
penyelidikan tanah di rencana penempatan
lokasi jembatan jembatan?
dilakukan sesuai
dengan persyaratan
teknis yang
ditentukan.

4.2. Laporan hasil 4.2. Apakah anda mampu a. ..........................


pemetaan geologi mengidentifikasi hasil
b. ..........................
permukaan detail pemetaan geologi
diidentifikasi untuk permukaan detail c. ..........................
digunakan sesuai untuk keperluan dst.
dengan persyaratan perencanaan
teknis yang jembatan?
ditentukan.

4.3. Rekomendasi hasil 4.3. Apakah anda mampu a. ..........................


penyelidikan tanah mengidentifikasi
b. ..........................
diidentifikasi untuk rekomendasi hasil
digunakan sesuai penyilidikan tanah c. ..........................
dengan persyaratan untuk keperluan dst.
teknis yang perencanaan
ditentukan. jembatan?

5-29
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

BAB 6
KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN
PENGGUNAAN DATA KONDISI LINGKUNGAN SEKITAR

6.1. Umum

Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan maupun penggunaan data


kondisi lingkungan sekitar dalam rangka perencanaan jembatan yang prinsip atau
tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan, Sub Bab 1.3
Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi inti yang
harus difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan koordinasi
dengan para pihak terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam rangka
pengumpulan maupun penggunaan data kondisi lingkungan sekitar.
Koordinasi pengumpulan maupun penggunaan data kondisi lingkungan sekitar yang
ditulis dalam modul ini menjelaskan rencana pemantauan kondisi lingkungan sekitar,
pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan dibangun dan
koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan jika dianggap perlu.

6.2. Kondisi Lingkungan Sekitar

Dalam proses perencanaan jembatan, bridge design engineer perlu melakukan


rencana pemantauan kondisi lingkungan sekitar, dengan mempertimbangkan
kemungkinan melakukan pendekatan teknologi, yang kemudian harus dapat
dipadukan dengan pendekatan ekonomi, serta pendekatan institusional.
Peran bridge design engineer dalam hal ini adalah memberikan masukan-masukan
tentang kondisi lingkungan sekitar kepada Ahli Teknik Lingkungan (Environment
Engineer), kemudian minta pendapat Ahli Teknik Lingkungan tentang hal-hal apa
yang perlu mendapatkan perhatian untuk dapat memastikan ada atau tidak adanya
pengaruh lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan direncanakan. Atas
data-data awal yang diinformasikan oleh bridge design engineer tersebut, Ahli
Teknik Lingkungan diharapkan dapat memberikan pemecahan permasalahannya
yang dikemas melalui pendekatan teknologi, pendekatan ekonomi serta pendekatan
institusional sebagai berikut :

6.2.1. Pendekatan Teknologi

6-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Berupa tata cara teknologi yang dapat dipergunakan untuk melakukan


pemantauan lingkungan, seperti :
a. Menanggulangi kerusakan lingkungan, antara lain dengan :
1) Melakukan reklamasi lahan yang rusak.
2) Memperkecil erosi dengan sistem terasering dan penghijauan.
3) Penanaman kembali pohon-pohon pada lokasi bekas quarry dan
tanah kosong.
4) Tata cara pelaksanaan konstruksi yang tepat.
b. Menanggulangi limbah dan pencemaran lingkungan, antara lain dengan :
1) Mendaur ulang limbah, hingga dapat memperkecil volume limbah.
2) Mengencerkan kadar limbah, baik secara alamiah maupun secara
engineering.
3) Menyempurnakan design peralatan/mesin dan prosesnya, sehingga
kadar pencemar yang dihasilkan berkurang.

6.2.2. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ekonomi yang dapat dipakai dalam pengelolaan lingkungan


antara lain:
a. Kemudahan dan keringanan dalam proses pengadaan peralatan untuk
pengelolaan lingkungan.
b. Pemberian ganti rugi atau kompensasi yang wajar terhadap masyarakat
yang terkena dampak.
c. Pemberdayaan masyarakat dalam proses pelaksanaan kegiatan dan
penggunaan tenaga kerja.
d. Penerapan teknologi yang layak ditinjau dari segi ekonomi.

6.2.3. Pendekatan Institusional /Kelembagaan

Pendekatan institusional yang dipakai dalam pemantauan lingkungan, antara


lain :
a. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait, dan
masyarakat setempat dalam pemantauan lingkungan.
b. Melengkapi peraturan, dan ketentuan serta persyaratan yang nantinya
diperlukan untuk pengelolaan lingkungan termasuk sanksi-sanksinya.
c. Penerapan teknologi yang dapat didukung oleh institusi yang ada.

6-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

Rekomendasi yang diajukan oleh Ahli Teknik Lingkungan tersebut diharapkan dapat
menjadi pertimbangan bagi bridge design engineer untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian dalam proses perencanaan teknis jembatan. Penyesuaian-
penyesuaian dimaksud dapat mengakibatkan harus dimunculkannya kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar, sebagai upaya untuk
membentengi jembatan dari pengaruh negatif lingkungan sekitar. Muara dari
persoalan lingkungan ini adalah biaya yang harus disediakan, apakah dianggap
pantas atau terlalu mahal ditinjau dari aspek kepentingan pembangunan jembatan.
Jika ternyata pembiayaan untuk pengelolaan kondisi lingkungan tersebut relatif
tinggi dibandingkan dengan biaya pembangunan jembatan, bisa saja perencana
mengambil usulan memindahkan rencana lokasi jembatan.

6.3. Pengaruh Kondisi Lingkungan Sekitar Terhadap Jembatan Yang Akan


Dibangun

 Kondisi lingkungan sekitar jembatan yang akan dibangun bisa saja mempunyai
dampak negatif terhadap jembatan yang akan dibangun. Misalnya kita
merencanakan jembatan yang akan dibangun melintasi sungai, ternyata pada
aliran sungai tersebut terjadi gerusan di sekitar lokasi jembatan akibat rusaknya
ekosistem di sebelah hulu sungai. Ekosistem rusak akibat tindakan manusia
melakukan penggundulan hutan, banjir di sebelah hilir terjadi dengan arus air
yang membawa log-log kayu yang bisa menghantam pilar atau abutment
jembatan.
 Jika kemungkinan terjadinya banjir dengan membawa batang-batang kayu yang
akan menghantam bangunan bawah jembatan dapat diprediksi, maka
perencanaan bangunan bawah jembatan perlu ditambah pengaman dengan
pembuatan fender
 Secara umum tindakan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya gerusan
tebing sungai diantaranya adalah :
1. Penambangan Material Galian Golongan C
2. Penebangan hutan yang tak terkendali sehingga mengakibatkan banjir
3. Benturan-benturan kapal pada dinding konstruksi (sungai besar)
 Jika dikaitkan dengan jenis material yang akan disediakan untuk jembatan yang
akan dibangun, maka pemilihan jembatan baja untuk perencanaan jembatan
yang lokasinya dekat dengan laut akan dihadapkan pada kemungkinan
terjadinya korosi terhadap baja. Untuk itu perlu ada alternatif-alternatif pilihan

6-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

lainnya yang bebas dari korosi, atau jika terpaksa mungkin perlu jaminan
”treatment” anti karat untuk baja yang akan digunakan.

6.4. Koreksi Terhadap Pemilihan Rencana Lokasi Jembatan

Koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan perlu dilakukan jika ternyata
penempatan jembatan berada pada lokasi yang tidak stabil. Ada 2 (dua) pilihan
koreksi yang perlu dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya yaitu:
 apakah kita akan tetap mempertahankan lokasi jembatan dengan mencegah
penyebab ketidakstabilan tanah pada lokasi jembatan, atau
 apakah kita perlu merelokasi jembatan dengan mempertimbangkan bahwa biaya
yang harus dikeluarkan untuk mencegah penyebab ketidakstabilan tanah pada
lokasi jembatan dinilai cukup besar dibandingkan dengan biaya pembangunan
jembatan.

6.4.1. Lokasi jembatan dipertahankan


Jika jembatan ditempatkan pada lokasi dekat tebing yang tergerus
karena aliran air, maka pada tebing sungai tersebut perlu dibuat
bangunan pengaman tebing. Uraian tentang bangunan pengaman tebing
ini akan diberikan pada modul lain.

6.4.2. Lokasi jembatan dipindahkan (direlokasi)


Jika alternatif ini yang dipilih maka yang perlu dipertimbangkan adalah
pemilihan panjang jembatan yang sependek mungkin (misalnya as
jembatan ditetapkan tegak lurus aliran sungai). Hal ini dimaksudkan agar
biaya konstruksi jalan dan pembebasan tanah untuk melakukan relokasi
alinyemen jalan sehubungan dengan pemindahan lokasi jembatan
ditambah dengan biaya pembangunan jembatan masih lebih kecil
dibandingkan dengan biaya pembuatan bangunan-bangunan pengaman
tebing.
Tentang pemilihan panjang jembatan, lihat Bab 3, butir 3.4. Penetapan
Panjang Dan Tinggi Ruang Bebas Jembatan dan butir 3.5. Perlintasan
Dengan Prasarana Transportasi Lainnya.

6-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

RANGKUMAN

a. Koordinasi pengumpulan maupun penggunaan data kondisi lingkungan sekitar yang


ditulis dalam modul ini menjelaskan rencana pemantauan kondisi lingkungan sekitar,
pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan dibangun dan
koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan jika dianggap perlu.

b. Rencana pemantauan kondisi lingkungan sekitar menjelaskan tata cara teknologi yang
dapat dipergunakan untuk melakukan pemantauan lingkungan, pendekatan ekonomi
yang dapat dipakai untuk pengelolaan lingkungan dan pendekatan kelembagaan yang
dipakai dalam pemantauan lingkungan.

c. Pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan dibangun


menjelaskan kemungkinan-kemungkinan rusaknya jembatan yang dibangun jika
ternyata jembatan dibuat melintasi sungai yang di wilayah hulunya sudah rusak karena
penggundulan hutan. Dalam hal ini perlu dibuat bangunan pengaman untuk mencegah
runtuhnya pilar-pilar atau abutment jembatan karena dihantam oleh log-log kayu yang
hanyut mengikuti aliran air sungai.

d. Koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan menjelaskan dalam kondisi apa
kita dapat mempertahankan rencana lokasi jembatan dan dalam kondisi apa kita harus
merelokasi jembatan.

6-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya
tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan
dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :


INA.5212.113.01.02.07 : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan dan Penggunaan
Data Teknis

Soal :

Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Melakukan koordinasi Sudah dibuat soalnya di
untuk pengumpulan dan Bab 2
penggunaan data lalu
lintas

2. Melakukan koordinasi Sudah dibuat soalnya di


untuk pengumpulan dan Bab 3
penggunaan data
hidrologi, karakteristik
sungai dan perlintasan
dengan prasarana
transportasi lainnya

3. Melakukan koordinasi Sudah dibuat soalnya di


untuk pengumpulan dan Bab 4
penggunaan data
topografi

4. Melakukan koordinasi Sudah dibuat soalnya di


untuk pengumpulan dan Bab 5
penggunaan data geologi
teknik dan penyelidikan
tanah

5. Melakukan koordinasi
untuk pengumpulan dan
penggunaan data kondisi
lingkungan sekitar

6-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5.1. Kondisi lingkungan 5.1. Apakah anda mampu a. ..........................


sekitar lokasi mengidentifikasi
b. ..........................
jembatan yang akan kondisi lingkungan
direncanakan sekitar lokasi c. ..........................
diidentifikasi untuk jembatan yang akan dst.
digunakan sesuai direncanakan?
dengan persyaratan
teknis yang
ditentukan.

5.2. Pengaruh kondisi 5.2. Apakah anda mampu a. ..........................


lingkungan sekitar mengidentifikasi
b. ..........................
terhadap jembatan pengaruh kondisi
yang akan lingkungan sekitar c. ..........................
direncanakan terhadap jembatan dst.
diidentifikasi untuk yang akan
digunakan sesuai direncanakan?
dengan persyaratan
teknis yang
ditentukan.

5.3. Koreksi terhadap 5.3. Apakah anda mampu a. ..........................


pemilihan rencana melakukan koreksi
b. ..........................
lokasi jembatan terhadap pemilihan
dilakukan sesuai rencana lokasi c. ..........................
dengan ketentuan jembatan dengan dst.
teknis yang berlaku mempertimbangkan
kondisi lingkungan
sekitar?

6-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

DAFTAR PUSTAKA

1. Teknik Fondasi II, Hary Christady Hardiyatmo – 2003.

2. Teknik Fondasi I, Hary Christady Hardiyatmo – 2002

3. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya, Hendarsin, Shirley L., Politeknik

Negeri Bandung -Jurusan Teknik Sipil, Bandung, 2000

4. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat

Jenderal Bina Marga, Jakarta, Februari 1997.

5. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan

Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta, September 1997.

6. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina

Marga, 1992.

7. Cara Menghitung Design Flood, Departemen Pekerjaan Umum – 1992.

8. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Joseph E. Bowls/Johan K. Hainim – 1991.

9. Tata Cara Pemetaan Geologi Teknik lapangan, Depaartemen Pekerjaan Umum, SK

SNI T-17-1991-03

10. A Policy on Geometric Design of Highway and Streets, American Assosiation of

State Highway and Transportation Officials, Washington DC, 1990.

11. Mekanika Tanah, L.D. Wesley – 1988.

12. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, Departemen

Pekerjaan Umum, 1987.

13. Highway Capacity Manual, Special Report, Transporttion Research Board, National

Research Council, Washington DC, 1985.

14. Pondasi Tiang Pancang, Ir. Sardjono HS – 1984.

15. Manual Penyelidikan Geoteknik Untuk Perencanaan Pondasi Jembatan,

Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga – 1983.


Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

16. Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Ir. Suyono sosrodarsono – Kazuto Nakazawa –

Ir. Taulu dkk. 1981.

17. Foundation Design, Wayne C. Teng – 1979.

18. Traffic Engineering and Transport Planning, Kadiyali, L.R., Kanna Publisher, Delhi,

1978.

19. Grafik, Nomogram dan Tabel Perencanaan Saluran, Departemen Pekerjaan Umum

dan Tenaga Listrik, Direktorat Jenderal Pengairan, Direktorat Penyelidikan Masalah

Air, Badan Penerbit Pekerjaan Umum – 1972.

20. Route Surveying and Design, Meyer, Carl F., 4th ed. International Texbook

Company, Pennsylvania, 1971

21. Oglesby, Clarkson H., and Lawrence I. Heves, Highway Engineering, 2nd ed., John

Wiley & Sons, Inc., California, 1966.

22. Soil Mechanics, Foundation and Earth Structures, Tschebotarioff – 1951.

Anda mungkin juga menyukai