PPK Obgyn Gabungan Fix
PPK Obgyn Gabungan Fix
No. ICD -
Diagnosis -
Diagnosis Banding -
Pemeriksaan Penunjang Prenatal test dikerjakan pada waktu tertentu yang dimulai sejak umur
kehamilan 8-10 minggu sampai 20 minggu, dan meliputi:
Prenatal skriining test: Dapat mengidentifikasi bayi yang berada pada
peningkatan risiko mengalami masalah tertentu yang meliputi:
o USG
o Skrining awal kehamilan (trimester pertama): pemeriksaan
nuchal transluscency dengan atau tanpa pemeriksaan darah
ibu,
o Skrining trimester kedua: Pemeriksaan darah ibu.
Prenatal diagnostic tes yang digunakan untuk melihat apakah bayi
benar-benar memiliki masalah tertentu meliputi:
o USG.
o chorionic villus sampling (CVS).
o Amniosentesis.
o kordosentesis.
Diagnosis genetik Praimplantasi (PGD) digunakan untuk menguji
embrio yang dibuat melalui fertilisasi in vitro (IVF) terapi sebelum
dilakukan implantasi.
Trimester pertama:
1. Nuchal Translucency:
Adalah ruang anechoic yang terletak dibelakang leher janin pada
umur kehamilan 11-14 minggu.
Fetus harus dalam posisi sagital menggunakan pembesaran 75%
dari layar.
Amnion harus bisa dibedakan secara jelas dengan kulit janin.
Pengukuran dilakukan pada level ketebalan maksimum dari
subcutaneus translucency antara kulit dengan jaringan lunak yang
menutupi tulang servikal.(inner to inner).
Bila ketebalan NT > 3 mm dicurigai kemungkinan kelainan
kromosom atau down syndrom.
2. Marker Biokimia:
PAPP-A (Pregnancy Associated Plasma Protein-A)
o Serum analit.
o Pada down syndrome nilai PAPP-A rendah mendekati
0,4 MoM.
Free β hCG.
o Pada down syndrome nilainya meningkat mendekati 2.0
MoM.
3. Early Amnioscentesis
Merupakan diagnostik tes.
Dilakukan pada umur kehamilan 11-14 minggu.
Keuntungannya: dapat mendiagnosa lebih dini
Kekurangannya: tehnik lebih sulit, risiko abortus lebih
tinggi
4. Chorionic Villous Sampling (CVS)
Merupakan diagnostik tes.
Dilakukan pada umur kehamilan 10-13 minggu.
Keuntungan dan kerugian sama dengan early amnioscentesis.
Bisa transabdominal atau transcervical.
Trimester Kedua:
1. USG:
Mencari tanda-tanda defect Structural Mayor
Ventrikulomegali
Cystic hygroma
Nonimun hidrops
Holoprosenchepali
Cardiac defect
Dandy walker kompleks Atresia esofagus
Duodenal atresia
Hernia diafragmatika.
Cleft lift/palate
Omphalocele
Gastroschisis
2. Marker Biokimia:
Maternal Serum Alpha-Fetoprotein (MSAF)
Glikoprotein yang disintesa pada awal kehamilan oleh yolk sac,
selanjutnya oleh traktus gastrointestinal dan liver.
Konsentrasinya meningkat pada serum maternal dan air
ketuban sampai umur kehamilan 13 minggu.
Batas atas nilai normal adalah 2-2,5 MoM.
Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran: Umur
kehamilan, berat badan ibu, kehamilan multifetus, diabetes
dan ras Afrika-Amerika.
Pada neural tube defect (NTD) seperti: Spina bifida,
anencephali, dan meningoenchepalocele nilainya meningkat ≥
2,5 MoM.
Pada Down syndrome nilainya rendah yaitu ≤ 0,7 MoM.
Unconjugated Estriol:
Menurun pada down syndrome atau trisomy.
Free β hCG.
Meningkat pada down syndrome nilainya mendekati 2.0 MoM.
3. Invasive Test:
Second trimester Amnioscentesis:
Dilakukan pada umur kehamilan 15-19 minggu.
Tehnik lebih mudah dan risiko komplikasi lebih rendah dari
pada early amnioscentesis.
Cordocentesis.
Dilakukan pada umur kehamilan 15-20 minggu.
Terutama dilakukan pada kasus fetal anemia, konfirmasi red
cell dan platelet alloimunization.
Terapi / tindakan -
Tempat Pelayanan Ruang Poliklinik Fetomaternal Obstetri dan Ginekologi
Penyulit -
Masa Pemulihan -
Hasil -
Patologi -
Otopsi -
Prognosis -
Konsepsi
- Diagnostik tes
- Transabdominal
- Risiko abortus 1-2 %
Serum maternal (15-18 mg)
Nilai AFP 0,7 MoM Nilai AFP < 2,0 MoM Nilai AFP ≥ 2,0 MoM
Hasil abnormal
- Konseling
- Tawarkan specialized Hasil Abnormal Hasil skriining normal
sonography. (Susp. Neural Tube Defect)
- Amnioscentesis
Bagan alir Skriining Down Syndrome
SkriiningTrimester I
- NT
Integrated skriining
- PAPPA Trimester II (15-18 mg)
- Β hCG MSAF
Β hCG
Estriol
Squential
- Amnioscentesis
- Cordocentesis
Fetal Karyotyping
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
ASUHAN ANTENATAL
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
Pengertian Asuhan antenatal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu hamil dengan
tujuan menyelaraskan ibu dan janin agar terhindar dari komplikasi dan
menurunkan insiden morbiditas/ mortalitas maternal dan perinatal.
Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang
didapatkan
2. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan(sesak nafas,
gerakan anak, perdarahn, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala,
dll)
Pemeriksaan Fisik Tekanan darah, nadi, Respirasi, Temperatur,Berat Badan,Tinggi Badan,
Jantung/Paru, Tinggi fundus Uteri (fetal Growth), presentasi bayi, anemia,
edema, pemeriksaan kapasitas panggul, pemeriksaan fisik lain yg terkait
dengan hasil pemeriksaan sebelumnya
2. Ultrasound
a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Volume air ketuban, Fetal
Growth and Wellbeing, Plasenta, panjang serviks dan deteksi
abnormalitas tali pusat
b) Pemeriksaan USG Level II : Fetal anomalic Scanning- Doppler studies
(penapisan PE,IUGR)-Pemeriksaan lainya tergantung dari hasil
pemeriksaan pada kunjungan sebelumnya
c) Intervensi USG : tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan sebelumnya
2. Ultrasound
a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,-
Volume air ketuban,-Plasenta,serviks dan tali pusat
b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler studies
c) Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung dari hasil pemeriksaan
sebelumnya
Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan CD4 dan viral load (pada ibu dengan HIV)
2. Ultrasound
a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,-
Volume air ketuban,-Plasenta,serviks dan tali pusat
b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler studies
c) Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung dari hasil pemeriksaan
sebelumnya
Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Koreksi anemia
2. Terapi ARV
3. Terapi bakteriuria
4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada
doppler a.uterina.
5. Senam hamil
6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang
ditemukan pada kunjungan sebelumnya
Lama Perawatan -
Masa Pemulihan -
Patologi -
Otopsi -
Indikator Medis -
Kunjungan IV (36-38minggu)
1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut
2. Kesiapan persalian/ kegawatdaruratan
3. Cara Persalinan
4. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari.
5. Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan
menghadapi gawat darurat.
6. Penjadwalan kunjungan berikutnya
Hamil
ANC Rutin
(Focused ANC)
Tujuan*
Jenis pelayanan Riwayat*
Pemeriksaan Fisik dan Obstetrik*
Penapisan dan pemeriksaan penunjang*
Pengobatan/ intervensi*
Preventif*
Edukasi & konseling*
Tempat Pelayanan dan Rujukan*
Kriteria merujuk*
*sesuai dengan tabel focused ANC-The four Basic Needs
PELAYANAN ANTENATAL TERFOKUS “FOUR BASIC NEEDS”
1.Pencegahan/Promosi Kesehatan, 2. Deteksi dan penanganan penyakit dasar, 3. Deteksi didni dan penanganan komplikasi dan
4.Persiapan persalinan dan kesiapan menghadapi komplikasi
PAKET KUNJUNGAN PAKET KUNJUNGAN II (14-24 PAKET KUNJUNGAN III ( 24-28 PAKET KUNJUNGAN IV ( 28-34 PAKET KUNJUNGAN V ( 34-40
I (8-13 MINGGU) MINGGU) MINGGU ) MINGGU) MINGGU)
Tujuan 1. Penapisan, pencegahan 1. Deteksi dan penanganan 1. Deteksi dan penanganan 1. Deteksi dan penanganan 1. Deteksi dan penanganan
penyakit dan pengobatan dini komplikasi kehamilan dan komplikasi kehamilan dan komplikasi kehamilan dan komplikasi kehamilan dan
serta menilai kesehatan ibu persalinan persalinan persalinan persalinan
2. Deteksi dan tatalaksana kondisi 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, 2. Menilai kesehatan ibu dan janin,
penyakit sebelum hamil memprediksi dan mencegah deteksi adanya preeklamsia, deteksi adanya preeklamsia, deteksi adanya preeklamsia,
3. Melaksanakan edukasi dan terjadinya Preeklamsia dan anemia, komplikasi medis, anemia, komplikasi medis, anemia, komplikasi medis,
konseling prematuritas, mengkoreksi prematuritas prematuritas prematuritas
4. Memastikan umur kehamilan anemia, menangani kelainan 3. Perencanaan kesiagaan terhadap 3. Perencanaan persalinan dan Perencanaan persalinan dan
medis yang muncul kegawat daruratan kesiagaan terhadap kegawat kesiagaan terhadap kegawat
3. Melaksanakan edukasi dan daruratan (mode and timing of daruratan (mode and timing of
konseling delivery, edukasi dan konseling) delivery, edukasi dan kons
3. eling)
Anamnesis terarah 6. Memastikan dukungan 3. Tanyakan keluhan yang 3. Tanyakan keluhan yang 3. Tanyakan keluhan yang 1. Tanyakan keluhan yang
suami/keluarga pada kehamilan berhubungan dengan kelainan berhubungan dengan kelainan berhubungan dengan kelainan berhubungan dengan kelainan
7. Eksplorasi dan hitung umur medis yang didapatkan pada medis yang didapatkan pada medis yang didapatkan medis yang didapatkan
kehamilan dan taksiran kunjungan sebelumnya kunjungan sebelumnya 4. Tanyakan keluhan yang 2. Tanyakan keluhan yang
persalinan (dating pregnancy) 4. Keluhan yang berhubungan 4. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan berhubungan dengan
8. Eksplorasi riwayat dengan kehamilan (sesak nafas, berhubungan dengan kehamilan kehamilan(sesak nafas, gerakan kehamilan(sesak nafas, gerakan
pengobatan/penanganan demam, batuk lama, gerakan (sesak nafas, gerakan anak, anak, perdarahan, keluar air dari anak, perdarahan, keluar air dari
penyakit sebelum hamil (asma, anak, perdarahan, keluar air dari perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, vagina, nyeri perut, sakit kepala,
jantung/ hipertensi, DM, ginjal, vagina, nyeri perut, sakit kepala, vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll) dll)
hati, HIV, TB, Alergi obat/ dll) dll)
makanan, Thalasemia, Malaria,
Epilepsi, Psikiatri, Obat yang
rutin diminum, Status Imunisasi
TT, Riwayat Transfusi, dll)
9. Eksplorasi riwayat
kehamilan/persalinan
sebelumnya (abortus
,prematuritas, postdate,
kehamilan ganda, kehamilan
makrosomia, IUFD, kelainan
bawaan, partus lama, FE/VaE,
Kuretase, SC (Corpore/ LSCS),
Preeclampsia, perdarahan
antepartum/ intrapartum dan
postpartum.
10. Riwayat kehamilan yang
sekarang : HPHT, TP,
Perdarahan, Mual/muntah,
pemakaian obat
Pemeriksaan Fisik Umum Tekanan darah, nadi, respirasi, Tekanan darah, nadi, respirasi, Tekanan darah, nadi, Respirasi, Tekanan darah, nadi, Respirasi, Tekanan darah, nadi, Respirasi,
dan Obstetrik Temperatur, Berat Badan, Tinggi temperatur, Berat Badan, tanda Temperatur, Berat Badan, tanda Temperatur, Berat Badan, tanda temperatur, Berat Badan, tanda
Badan, Indeks Masa Tubuh (IMT), klinis anemia , Jantung, paru, tinggi klinis anemia, Jantung/Paru, edema, klinis anemia, Jantung/Paru, edema klinis anemia, Jantung/Paru, edema
payudara, Jantung, Paru, Abdomen fundus uteri (fetal growth), DJJ, Tinggi fundus Uteri (fetal growth), , Tinggi fundus Uteri (fetal growth), , Tinggi fundus uteri, DJJ, Uteri (fetal
(adneksa) ekstremitas (odema), pemeriksaan DJJ, ekstremitas (odema), DJJ , presentasi bayi, ekstremitas growth), presentasi bayi,
Pemeriksaan dalam (menilai fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan fisik lain yg terkait (odema), pemeriksaan fisik lain yg pemeriksaan kapasitas panggul,
masalah pada organ genitalia: pemeriksaan sebelumnya dengan hasil pemeriksaan terkait dengan hasil pemeriksaan ekstremitas (odema ), pemeriksaan
vagina, cerviks, bartholin, kelenjar sebelumnya sebelumnya fisik lain yg terkait dengan hasil
skene, dan uretra), ekstremitas pemeriksaan sebelumnya
Pengobatan/ intervensi 5. Koreksi anemi 7. Koreksi anemia 1. Koreksi anemia 1. Koreksi anemia 1. Koreksi anemia
6. Terapi ARV 8. Terapi ARV 2. Terapi ARV 2. Terapi ARV 2. Terapi ARV
7. Terapi bakteriuria 9. Terapi bakteriuria 3. Terapi bakateriuria 3. Terapi bakteriuria 3. Terapi bakteriuria
8. Pengobatan penyakit sebelum 10. Aspirin dan Kalsium pada yang 4. Aspirin dan Kalsium pada yang 4. Aspirin dan Kalsium pada yang 4. Aspirin dan Kalsium pada yang
hamil ditemukan persisten notching ditemukan persisten notching ditemukan persisten notching ditemukan persisten notching
pada doppler a.uterina. pada doppler a.uterina pada doppler a.uterina. pada doppler a.uterina.
11. Senam hamil 5. Senam hamil 5. Senam hamil 5. Senam hamil
12. Terapi dan intervensi 6. Terapi dan intervensi tergantung 6. Terapi dan intervensi tergantung 6. Terapi dan intervensi tergantung
tergantung dari masalah medis dari masalah medis ibu dan janin dari masalah medis ibu dan janin dari masalah medisibu dan janin
ibu dan janin yang ditemukan yang ditemukan pada kunjungan yang ditemukan pada kunjungan yang ditemukan pada kunjungan
pada kunjungan sebelumnya sebelumnya sebelumnya sebelumnya
Preventif 1. Pemberian asam folat 400 1. Tablet besi dan asam folat 1. Tablet besi dan asam folat 1. Tablet besi dan asam folat 1. Tablet besi dan asam folat
µgram/hari sampai umur 2. Imunisasi Tetanus Toksoid 2. Imunisasi Tetanus Toksoid 2. Pemberian tablet calcium 2. Pemberian tablet calcium
kehamilan 12 minggu (TT1,TT2) sesuai ketentuan. (TT1,TT2) sesuai ketentuan. 3. Pemberian tablet DHA 3. Pemberian tablet DHA
2. Imunisasi Tetanus Toksoid 3. Pemberian tablet calcium 3. Pemberian anti- D globulin. pada
(TT1,TT2) sesuai ketentuan. 4. Pemberian tablet DHA ibu rhesus (-) (UK 28 minggu)
4. Pemberian tablet calcium
5. Pemberian tablet DHA
Edukasi & konseling 5. Edukasi tanda-tanda bahaya 7. Edukasi tanda bahaya, 7. Edukasi tanda bahaya, 7. Edukasi tanda bahaya, 1. Edukasi tanda bahaya,
(perdarahan, mual yang perdarahan, nyeri perut perdarahan,nyeri perut perdarahan,nyeri perut perdarahan,nyeri perut
berlebihan, nyeri perut) 8. Kesiapan persalinan/ kegawat 8. Kesiapan persalinan/ 8. Kesiapan persalinan/ 2. Kesiapan persalinan/
6. Konseling Nutrisi, obat/ bahan daruratan kegawatdaruratan kegawatdaruratan kegawatdaruratan
berbahaya, aktifitas sehari hari . 9. Edukasi tanda-tanda bahaya 9. Cara persalinan 9. Cara Persalinan 3. Cara Persalinan
7. Kesiapan menghadapi (perdarahan, mual yang 10. Konseling Nutrisi, obat/bahan 10. Konseling Nutrisi, 4. Konseling Nutrisi, obat/bahan
persalinan (tempat, kapan, berlebihan, nyeri perut) berbahaya, aktifitas sehari hari . obat/bahan berbahaya, aktifitas berbahaya, aktifitas sehari hari.
biaya) dan kesiagaan 10. Konseling Nutrisi, obat/ bahan 11. Kesiapan menghadapi persalinan sehari hari. 5. Kesiapan menghadapi persalinan
menghadapi gawat darurat berbahaya, aktifitas sehari hari (tempat, kapan, biaya) dan 11. Kesiapan menghadapi (tempat, kapan, biaya) dan
8. Penjadwalan kunjungan 11. Kesiapan menghadapi persalinan kesiagaan menghadapi gawat persalinan (tempat, kapan, biaya) kesiagaan menghadapi gawat
berikutnya (tempat, kapan, biaya) dan darurat. dan kesiagaan menghadapi gawat darurat.
kesiagaan menghadapi gawat 12. Penjadwalan kunjungan darurat. 6. Penjadwalan kunjungan
darurat. berikutnya 12. Penjadwalan kunjungan berikutnya
12. Penjadwalan kunjungan berikutnya
berikutnya
Tempat Pelayanan dan Fasilitas kesehatan primer, Sekunder Fasilitas kesehatan primer, Sekunder Fasilitas Kesehatan Primer, sekunder Fasilitas kesehatan primer, sekunder Fasilitas kesehatan primer, sekunder
Rujukan dan Tersier (Forum Konsultasi dan Tersier (Forum Konsultasi dan tersier (Forum Konsultasi dan tersier (Forum Konsultasi dan tersier (Forum Konsultasi
ADACs) ADACs) ADACS) ADACS) ADACS)
Kriteria merujuk Semua kehamilan dengan komplikasi Semua kehamilan dengan kelainan Semua kehamilan dengan kelainan Semua Kehamilan dengan kelainan Semua Kehamilan dengan kelainan
dan kelainan medis, USG level I di medis, komplikasi kehamilan/ medis,komplikasi kehamilan/ medis,komplikasi kehamilan/ medis,komplikasi kehamilan/
Fasilitas kesehatan sekunder,USG persalinan/ nifas. Ditemukan persalian/ nifas, Ditemukan persalinan/ nifas, ditemukan persalinan/ nifas, ditemukan
Level II di Fasilitas kesehatan Tersier preeklamsia/ risiko preeklamsia yang preeklamsia/ risiko preeklamsia yang preeklamsia/ risiko preeklamsia preeklamsia/ risiko preeklamsia
atau tidak sesuai dengan kriteria bermakna, USG level I di Fasilitas bermakna, USG Level I di Fasilitas yang bremakna, USG Level I di yang bermakna, USG Level I di
ANC terfokus Kesehatan Sekunder,USG level II di Kesehatan Sekunder dan USG Level Fasilitas Kesehatan Sekunder dan Fasilitas Kesehatan Sekunder dan
Fasilitas kesehatan tersier atau tidak II di fasilitas kesehatan tersier atau USG Level II di Fasilitas kesehatan USG Level II di Fasilitas kesehatan
sesuai dengan kriteria ANC terfokus tidak sesuai dengan kriteria ANC tersier atau tidak sesuai dengan tersier atau tidak sesuai dengan
terfokus kriteria ANC terfokus kriteria ANC terfokus
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3 Pengertian Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan atau
menetap pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari
dan menimbulkan komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5%
dari berat sebelum hamil, adanya tanda-tanda dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit, dan ketonuria.
6 Kriteria Diagnosis 1. Klinis ditemukan keadaan mual muntah yang berlebihan, menetap,
dan mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari
2. Adanya komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% berat
sebelum hamil, adanya tanda dehidrasi, atau adanya ketonuria.
19
11 Terapi / tindakan 1. PUQE index score < 6 (HG ringan)
Hentikan vitamin yang mengandung zat besi
Lanjutkan asam folat
Modifikasi diet/lifestyle
Hindari faktor pencetus
Jahe dan Vit B6
H2RAS atau PPIS (Bila reflux, heart burn, H pylori)
2.2 Dehydrasi
Therapi cairan pengganti dengan vitamin dan
elektrolit
Vit B6 Bila perlu Methoclopramid
14 Informed Consent Informed consent tertulis (Diagnosis dan perencanaan terapi dan
perawatan)
15 Tenaga Standar 1. PPDS I tk Patol A
2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal
(PUQE index ≥ 13/HG berat)
20
19 Patologi Tidak diperlukan
21
Bagan penanganan hyperemesis gravidarum
PUQE index ≥ 13
PUQE index score < 6 (HG ringan)
(HG berat)
PUQE index score 7-
12 (HG moderat)
MRS
- Hentikan vitamin yang
mengandung zat besi - Jahe
- Lanjutkan asam folat -Vit B6 - Th/ Cairan Intra Vena,
- Modifikasi diet/lifestyle elektrolit dan Vit B1.
- Hindari faktor pencetus - Puasa 24 jam
- Pertimbangkan
nutrisi enteral bila
Vit B6 - Therapi cairan perlu.
Bila perlu pengganti
Methoclopramid dengan vitamin
dan elektrolit
- Bila UK > 10 minggu,
bisa dipertimbangkan
methyl prednisolon
- Vit B6
- Methoclopramid
dan/atau
- Ondansetron
Pertahankan berat
badan/tanda vital
Keterangan:
22
Tabel PUQE index assesment
1. Rata-rata dalam sehari berapa lama merasa mual dan rasa nyeri di lambung?
> 6 jam 4-6 jam 2-3 hari ≤ 1 jam Tidak ada
3. Rata rata dalam sehari berapa kali mengalami muntah kering (tanpa keluar sesuatu)
Interpretasi:
23
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
ABORTUS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
2 Diagnosis Abortus
Catatan :
Klasifikasi abortus :
1. Menurut mekanisme terjadinya :
a. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan
sendirinya tanpa provokasi dan intervensi.
b. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi karena
diprovokasi yang terdiri dari :
- Abortus provokatus terapeutikus adalah abortus
provokatus yang dilakukan atas indikasi medis dengan
alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu atau janin.
- Abortus provokatus kriminalis adalah abortus
provokatus yang dilakukan tanpa indikasi medis.
2. Menurut klinis :
a. Abortus iminens.
b. Abortus insipien.
c. Abortus inkomplit.
d. Abortus komplit.
e. Abortus infeksiosus.
f. Abortus habitualis.
g. Missed abortion.
24
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyari perut bagian bawah.
Perdarahan pervaginam.
Tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri tertutup.
Abortus Insipien :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyeri perut bagian bawah.
Tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kahamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri terbuka dan ketuban utuh.
Abortus Inkomplit :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyeri perut bagian bawah.
Tinggi fundus lebih kecil dari umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri terbuka dan teraba jaringan.
Abortus Komplit :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Tidak ada nyeri perut bagian bawah dan perdarahan
pervaginam.
Tinggi fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri tertutup.
Abortus Infeksiosus :
Adanya tanda - tanda kehamilan.
Nyeri perut bagian bawah.
Tinggi fundus lebih kecil atau sama dengan umur kehamilan.
Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri terbuka dan teraba jaringan.
Ada tanda – tanda infeksi (klinis dan laboratorium)
25
11 Terapi / tindakan Abortus Imminen
Tirah baring , tidak melakukan koitus
Isoksuprine 3x1
Abortus Insipien
lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40
tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
Abortus Inkomplit
Kuretase dengan atau tanpa GA
Abortus infeksiosus
Perbaiki keadaaan umum
Antipiretik (parasetamok 3 x500mg)
Kuretase setelah 6 jam bebas panas atau 12 jam setelah
antibiotika terakhir
13 Penyulit 1. Perdarahan
2. Perforasi
3. Infeksi
4. Syok
26
23 Tingkat Evidens & - Dilatasi dan evakuasi (D&E) pada kasus abortud Usia kehamilan
Rekomendasi diatas 15 minggu dapat dilakukan denganpersiapan cerviks yang baik
(Level evidence A).
- Terminasi kehamilan dengan menggunakan suction pada kehamilan
trismester pertama dianjurkan (Level evidence A).
25 Edukasi 1. Diagnosa
2. Rencana tindakan
3. Komplikasi tindakan
4. Prognosis
27
Bagan alur penanganan abortus
EVALUASI KLINIS
Anamnesa HPHT, terlambat haid, lama, jumlah perdarahan, lama/intensitas kram, kontrasepsi
yang digunakan, nyeri perut/punggung, alergi, gangguan perdarahan/pembekuan
Px Fisik Tanda vital, pemeriksaan jantung, paru abdomen dan ekstremitas
Tanda-tanda gangguan sistemik ( sepsis, perdarahan intra abdomen )
Px Vagina Trauma vagina/serviks, pus, nyeri tekan/goyang, besar/arah/konsistensi uterus,
dinding perut tegang, derajat abortus
Lain-lain Bersihkan massa kehamilan, konfirmasi Rh negatif dan pemberian TT
PENATALAKSANAAN
28
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN EKTOPIK
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
6. Kriteria Diagnosis
1. Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi,
perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan yang
positif.
2. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum baik.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
3. Pemeriksaan obstetri :
a. Palpasi terdapat nyeri tekan.
b. Colok vagina didapatkan :
- Uterus membesar.
- Massa di adneksa.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan hamil ektopik harus dirawat di rumah sakit.
29
Catatan: kehamilan servikal dibicarakan khusus.
30
Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
31
Bagan Alur Pada Kehamilan Ektopik
Kehamilan Ektopik
32
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
6. Kriteria Diagnosis
1. Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi,
perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan yang
positif.
2. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum : jelek.
b. Tanda – tanda vital sesuai syok hipovolemik.
3. Pemeriksaan obstetri :
a. Inspeksi terdapat distensi abdomen.
b. Palpasi terdapat akut abdomen.
c. Colok vagina didapatkan :
- Slinger pain.
- Uterus membesar.
- Massa di adneksa disertai nyeri.
- Cavum Douglas bulging.
33
10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan kehamilan ektopik terganggu harus dirawat di
rumah sakit.
34
25. Edukasi 1. Masa pemulihan ( perawatan luka, aktivitas ringan, pemahanan
tentang nyeri pasca operasi dan nutrisi ).
2. Mobilisasi dini
3. Fungsi reproduksi ( jarak kehamilan berikutnya, resiko berulang,
dan kontasepsi ).
35
Bagan Alur Pada Kehamilan Ektopik terganggu
Kehamilan Ektopik
36
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM (KJDR)
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3. Pengertian Kematian janin dalam uterus dengan berat janin 500 gram atau lebih,
usia kehamilan telah mencapai >24 minggu
4. Anamnesis Tanyakan gerakan janin, riwayat trauma, riwayat penyakit ibu, dan
keluhan lain seperti perdarahan atau keluar cairan pervaginam.
10. Perawatan Rumah Sakit Selama induksi harus dirawat di ruang bersalin/kamar bersalin
37
14. Informed Consent 1. Cara persalinan : Prosedur induksi persalinan
2. Risiko / komplikasi tindakan
3. Tindakan yang dilakukan bila induksi gagal.
20. Otopsi Dilakukan dengan pertimbangan khusus, dan atas persetujuan keluarga.
23. Tingkat Evidens & - Bila serviks belum matang penggunaan prostaglandin E2 lebih baik
Rekomendasi dari oksitosin (Ia/A)
- Bila serviks matang: Induksi oksitosin (IV/C), Induksi misoprostol
(Ib/A)
24. Indikator Medis Bisa melahirkan janin dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.
26. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Intra uterine fetal death.
In: Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
2. Reddy U. M. Fetal death, in Berghella V. Maternal –Fetal Evidence
Based Guideline, 2 nd Ed Informa Healthcare 2012. pp 390-393.
3. Anonim, Stillbirthcare, Queensland Maternity and Neonatal Clinical
Guideline, May 2011.
4. Weiner C.P Fetal Death, in James D, High Risk Pregnancy
management option, Elsevier Saunders 2011.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
38
Bagan Alur Penanganan KJDR :
KJDR
Faal hemostasis
Donor
PS ≥ 5 PS < 5
Partograf
WHO
Misoprostol
Induksi PS ≥ 5 PS < 5
Kala II
Foley Cateter
atau
Laminaria stif
SC Embriotomi Spontan
SC SC
Catatan:
Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun
Pasien yang menolak embriotomi bisa dilakukan SC
39
40
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KETUBAN PECAH DINI
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3. Pengertian Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan lebih dari 20 minggu, tanpa
disertai tanda-tanda persalinan.
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG: untuk mengetahui jumlah air ketuban dan konfirmasi berat
badan dan kesejahteraan janin.
2. DL, UL, CRP
10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan diagnosis KPD harus masuk rumah sakit.
11. Terapi / tindakan 1. KPD Pada Kehamilan Aterm dan mendekati aterm (≥ 35 Minggu)
a. Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg.
b. Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis
dilakukan SC.
b. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilahirkan.
41
c. Bila AT normal dan t rectal < 37,60C, dilakukan observasi tanda
tanda inpartu dalam waktu 12 jam, bila belum inpartu lakukan
drip oksitosin.
d. Bila terdapat komplikasi pada ibu seperti hipertensi dalam
kehamilan, leukosit > 12.000, CRP >10mg/L dan pelvik skor < 5,
dipertimbangkan melakukan menajemen aktif dengan cara:
- Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi
dengan oksitosin drip.
- Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik
dengan Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam
maksimal 2 kali pemberian, bila PS baik dilakukan induksi
dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis terakhir.
42
kocok) pada umur kehamilan 32-34 minggu setelah pemberian
kortikosteroid 2 hari, bila terbukti matang janin dilahirkan.
12. Tempat Pelayanan Ruang Bersalin resiko tinggi, Kamar Operasi, Ruang Pemulihan, Ruang
perawatan post partum (Bakung, Anggrek, Ratna, Mahotama, Wing
Internasional) Poli 108.
43
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L.,
Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950-
975. 2010.
3. Anonim, The Royal Australian and New Zealand College of
Obstetricians and Gynaecologists, Term Prelabour Rupture of
Membranes (Term PROM), july 2013.
4. Anonim, Royal College of Obstetrians and Gynaecologist,Neonatal
Corticosteroids to Reduce Neonatal Morbidity and Mortality, Green-
top Guideline no 7, October 2010.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
44
Bagan Alur KPD
KPD
Pengelolaan awal :
- Pastikan umur kehamilan
- Evaluasi kesejahteraan janin
- Antibiotik profilaksis
- Korioamnionitis
- Kesejahteraan janin
Lahirkan jelek
(Sesuai indikasi Obstetrik) Ya Tdk
- Kelainan kongenital
- Leuko + CRP
Konseling:
komplikasi KPD Konservatif sampai UK 35 mg
jangka panjang.
Inpartu Tidak Prognosis jelek
Inpartu
u
- Kortikosteroid
Pervaginam Ripening/ - UK 35 mg - Antibiotika
induksi - Terbukti paru matang - Tokolitik
- Tanda korioamnionitis - Evaluasi kesejahteraan
- Anhidramnion janin dan kondisi ibu.
- Fetal distress - Perawatan R.Obstetri
- amnioinfusion
Catatan:
- Pemberian tokolitik pada umur kehamilan > 32 minggu hanya untuk memberi kesempatan pematangan
paru janin selama 48 jam.
45
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
GAWAT JANIN
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3. Pengertian Gawat janin adalah kondisi janin intrauterin yang kritis oleh berbagai
sebab ditandai dengan bradikardia / takikardia persisten dan atau
adanya gambaran patologis pada kardiotokogram.
Catatan :
Kondisi tersebut ditandai oleh penurunan pH darah janin yang dapat
disebabkan oleh:
1. Hipotensi maternal.
2. Insufisiensi plasenta.
3. Kontraksi uterus berlebihan dan terus menerus (tetatnia uterus
intra uetrin).
4. Kondisi gawat darurat seperti rupture uterus, solusio plasenta,
prolaps tali pusat.
5. Maternal drugs yaitu oba-obat yang sedang dikomsumsi seperti
sedatif, narkotik, beta mimetik.
Takikardia dapat juga disebabkan oleh febris.
4. Anamnesis 1. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan; BB ibu tidak naik
selang 2 kali ANC atau turun dari ANC sebelumnya pada
trimester 2 dan 3. Kenaikan berat badan pada BMI normal
adalah 18-25 kg/cm seberat 11-16 kg.
2. Penyakit kronis seperti PE, diabetes mellitus, astma, jantung,
dan ginjal.
3. Gerakan janin berkurang dibanding sebelumnya.
4. Keluar air pervaginam yang tidak dapat dikendalikan, bau amis,
dan warna putih agak keruh. Dapat membasahi celana dalam.
5. Sakit perut hilang timbul.
46
c. Pemeriksaan colok vagina.
6. Kriteria Diagnosis 1. Frekuensi denyut jantung janin <100 x/menit atau >170x/menit.
Air ketuban bercampur mekonium warna kehijauan
pada janin letak kepala.
2. Kardiotokografi patologis :
2.1. Bila terdapat 2 atau lebih kriteria non reassuring.
Frekuensi denyut jantung janin 100 - 109 x/menit atau
161 - 180 x/menit.
Variabilitas <5 selama 40 - <90 menit.
Adanya deselerasi dini dan deselerasi yang
memanjang selama 3 menit.
2.2. Bila terdapat 1 atau lebih kriteria abnormal.
Frekuensi denyut jantung janin < 100 atau > 180.
Terdapat pola sinusoidal ≥ 10 menit.
Variabilitas <5 selama ≥ 90 menit.
Adanya pola deselerasi yang tidak normal, deselerasi
lambat, atau deselerasi yang memanjang selama 3
menit.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan gawat janin dirawat di rumah sakit.
11. Terapi / tindakan 1. Memperbaiki keadaan umum ibu sesuai dengan penyebab.
2. Kalau sedang induksi maka menghentikan kontraksi dengan
menghentikan infus oksitosin dan bila perlu berikan tokolitik.
3. Resusitasi intrauterine :
2.1 Posisi ibu supinasi.
2.2 Oksigenasi dengan sungkup 4 lt/ mt.
2.3 Infus NaCl dengan tetesan sesuai kondisi.
4. Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menilai pembukaan dan
kemungkinan prolaps tali pusat.
5. Dilakukan percepatan kala II bila gawat janin terjadi pada
pembukaan lengkap.
6. Persiapan kamar operasi untuk dilakukan seksio sesarea.
47
13. Penyulit 1. Intra uterine fetal death.
2. Infeksi neonatus.
3. Infeksi puerperalis.
48
6. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic
Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4th ed. Lippincot
Williams & Wilkins. pp.85-111.
7. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien.
2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
Gawat Janin
Kala I Kala II
SC FE
49
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PERSALINAN DENGAN LETAK SUNGSANG
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
4. Anamnesis Menanyakan keluhan ibu seperti sakit perut hilang timbul, keluar air
ketuban disertai warnanya, dan gerakan anak.
6. Kriteria Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal.
2. Palpasi :
a. Leopold I : teraba bagian bulat, keras, dan balotemen.
b. Leopold II : teraba punggung di satu sisi dan bagian kecil di
sisi lain
c. Leopold III - IV : bokong teraba di bagian bawah uterus.
b. Auskultasi : denyut jantung janin biasanya diatas umbilikus.
c. Pemeriksaan dalam :
a. Frank breech : teraba sakrum, tuberositas ischiadika, anus,
dan apabila penurunan sudah di bawah bisa teraba
genitalia.
b. Complete breech : kaki teraba sejajar dengan bokong.
c. Footling : satu atau kedua kaki lebih rendah dari bokong.
d. Kneeling : satu atau kedua lutut lebih rendah dari bokong.
50
9. Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anak.
2. Dokter Spesialis Anasthesi.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan letak sungsang dalukan perawatan di rumah
sakit sesuai indikasi medis dan obstetrik.
51
Tangan kanan memegang tengkuk bayi.
Minta seorang asisten menekan fundus uteri.
Bersamaan dengan adanya his, seorang asisten menekan
fundus uteri, penolong persalinan melakukan tarikan ke
bawah sesuai arah sumbu jalan lahir dibimbing jari yang
dimasukkan untuk menekan dagu / mulut.
3. Seksio Sesarea bila:
a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya
( disproporsi feto pelvic atau skor Zachtuchni Andros
<3)
b. Bekas operasi.
c. Tali pusat menumbung.
d. Didapatkan distosia.
e. Umur kehamilan :
Prematur ( EFW < 2000 gr ).
Posterm ( umur kehamilan > 42 minggu ).
f. Nilai anak :
BOH.
HSVB.
g. Komplikasi kehamilan dan persalinan :
Hipertensi dalam kehamilan.
Ketuban pecah dini.
16. Lama Perawatan Persalinan pervaginam 1 - 2 hari dan seksio sesarea 2 - 3 hari.
52
18. Hasil Vigorous baby.
23. Tingkat Evidens & - SC elektif pada kasus sungsang menurunkan komplikasi yang serius
Rekomendasi dibandingkan dengan mereka yang menjalani persalinan
pervaginam (Level evidence A)
- Kesehatan bayi jangka panjang tidak ditentukan dari cara persalinan
bayi tersebut. (Level evidence A)
53
Bagan alur penanganan letak sungsang
Letak Sungsang
Aterm Preterm
Manajemen
prolap tali
pusat sesuai
PPK prolap tali
Evaluasi Skor ZA EFW EFW pusat
2000 - 1000-
2500 2000
Cara Bracht
SC
Cara Lovset -
Mauriceau
Pervaginam
54
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT (PJT)
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD P05.9
2 Diagnosis Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
6 Kriteria Diagnosis Janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10
persentil Klasifikasi PJT adalah sebagai berikut:
Stage 0 : EFW <10persentil . Doppler a.umbilikalis dan MCA
normal
Stage I : EFW <10persentil, Doppler a.umbilikalis atau MCA
abnormal
Stage II : EFW <10persentil, absent atau reverse Doppler
a.umbilikalis.
Stage III : EFW <10persentil, absent atau reverse Doppler
duktus venosus.
8 Pemeriksaan Penunjang 1. Harus dilakukan USG pada kehamilan risiko tinggi untuk
menentukan:
- Perkiraan berat badan.
- Biometri janin meliputi: BPD, HC, AC, rasio HC/AC, dan
BPD/AC.
- Doppler arteri meliputi a. Umbilikalis, a. Uterina, a.
Cerebri media.
- Doppler vena meliputi v. Umbilikalis dan Ductus
Venosus.
55
- Survey anatomi untuk menentukan adanya kelainan
kongenital.
- Volume air ketuban dengan AFI atau single vertical
pocket.
- NST.
10 Perawatan Rumah Sakit Semua pasien PJT yang akan diterapi segera harus dirawat di
rumah sakit
11 Terapi / tindakan 1. Terapi Segera (melahirkan bayi):
Lakukan induksi bila:
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu.
- Terdapat kelainan kongenital.
- Infeksi intra uterin
- Kondisi maternal yang tidak memungkinkan kehamilan
diteruskan.
Lakukan SC bila dijumpai:
- NST Pathologis dengan late deselerasi berulang.
- Doppler abnormal vena umbilikalis dan duktus venosus.
2. Perawatan lanjut :
Pada saat diagnosis PJT dikonfirmasi, janin belum viabel.
Tujuannya untuk menentukan tingkat pertumbuhan janin,
kesejahteraan janin, volume air ketuban dan untuk
meminimalkan komplikasi.
Perbaiki nutrisi/oksigenasi.
Berikan kortikosteroids bila UK ≤ 34 minggu.
Monitoring yang dilakukan meliputi:
- USG Doppler untuk menentukan adanya Absent atau
Reverse end diastolic flow arteri umbilikalis dan doppler
vena tiap minggu.
- BPP serial, modified BPP, atau NST 1-2x/ minggu.
- USG serial untuk menentukan tingkat pertumbuhan (1-
2x/minggu).
Intervensi:
56
- Bila antenatal surveillance reasuring, lanjutkan
kehamilan.
- Bila didapatkan oligohidramnion, AEDF, REDF dan NST
non reasuring, segera lahirkan janin bila umur kehamilan
> 34 minggu. Sedangkan bila umur kehamilan ≤ 34
minggu, berikan kortikosteroids dan konservatif dengan
monitoring ketat.
- Bila didapatkan NST pathologis, Doppler DV dan v.
umbilikalis abnormal, dan 2 minggu tidak ada
pertumbuhan segera lahirkan.
- Evaluasi pematangan paru mungkin membantu
mempertimbangkan keputusan melahirkan janin.
- PJT dengan UK< 34 dirawat sampai UK 36 minggu selama
hasil monitoring membaik.
21 Prognosis Buruk:
Disebabkan oleh faktor intrinsik fetus: kelainan kongenital,
aneuploidi, infeksi pada fetus.
Baik:
Oleh karena faktor nutrisi yang tidak adekuat atau
oksigenasi yang jelek.
57
22 Tindak Lanjut Kontrol kehamilan 1-2 minggu untuk monitoring keadaan bayi
23 Tingkat Evidens & Rekomendasi - AC (Abdominal Circumference) atau EFE (estimated Fetal
Weight) <10persentil digunakan untuk mendiagnosa SGA
(Small Gestasional Age ) (Level evidence A)
- Pada kasus High risk Pregnancy, penggunaan Dopler artery
umbilikalis menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi Level
evidence A)
58
Bagan Alur Penanganan PJT
Suspek PJT Keterangan:
DV: Ductus Venosus
MCA: Midle Cerebral Arteri
AEDF: Absent End Diastolic Flow
Fetal Surveilance: REDF: Reverse End Diastolic Flow
- Pastikan umur kehamilan
- EFW < 10 percentile.
- Ratio BPD/AC, HC/AC, FL/AC serial
- Sebelum Uk 34 minggu Placenta grd III
- Oligohydramnion, AFI≤ 5
- Doppler a. Umbilikalis abnormal
- Doppler MCA, a. Uterina abnormal
DIAGNOSA PJT
BPP score
amnioinfusion
Terminasi
SC/pervaginam
(Sesuai Indikasi) SC Cito
59
PANDUAN PRAKTIK KLINIS GAWAT DARURAT
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PLASENTA PREVIA
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1 No. ICD O.44
2 Diagnosis Plasenta Previa
60
10 Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan plasenta previa harus dirawat di rumah
sakit untuk perawatan konservatif atau aktif berdasarkan alur
penatalaksanaan plasenta previa
11 Terapi / tindakan Penanganan Aktif
1) Tujuannya adalah segera melahirkan anak
(terminasi)
2) Indikasi :
a. Jika perdarahan merembes dan diagnose
sudah ditegakkan Plasenta Previa langsung
seksio sesaria tanpa DSU, dengan
memperhatikan keadaan umum ibu,
perbaikan keadaan umum dilakukan dalam
waktu relatif cepat. Lakukan konsultasi
dengan anastesi selama menunggu
persiapan operasi sampai memungkinkan
untuk dilakukan operasi,
b. Gawat janin, perdarahan aktif dan banyak
dengan evaluasi bertahap (perdarahan
profuse lebih dari 500 cc dalam 30 menit)
3) Double Set Up (DSU)
a. Batasan
Examination in theater
Merupakan cara pemeriksaan yang
akurat tentang hubungan antara
plasenta dengan OUI
b. Indikasi
Dilakukan hanya bila kehamilan akan
diakhiri
Kehamilan aterm
Kehamilan preterm dimana
perawatan konservatif diputuskan
gagal, yaitu :
perdarahan masih merembes
keluar dari vagina,
perdarahan bercak, akan tetapi
menyebabkan penurunan Hb
lebih dari 2 gr% dengan
pemeriksaan serial 3 kali tiap 6
jam.
Diagnosis plasenta previa dari USG
meragukan (inkonklusif)
Adanya perdarahan pervaginam yang
tidak aktif pada saat inpartu dengan
kecurigaan plasenta letak rendah /
plasenta marginalis
c. Persiapan
Persiapan darah
Tim kamar operasi sudah siap operasi
(operator, asisten dan instrumen
61
menggunakan gaun operasi)
d. Prosedur dan tata laksana
Pasien dikerjakan di meja operasi
dengan posisi litotoni
Kandung kencing dikosongkan
Masukkan 2 jari kedalam vagina, raba
setiap bagian dari fornik, apakah teraba
ada plasenta antara jari dengan bagian
terbawah janin (bantalan)
Bila tidak teraba bantalan, maka jari
dimasukkan ke cervical os dan raba
sekitarnya hingga teraba ujung plasenta
Bila tidak ada teraba plasenta, diagnosis
plasenta previa dapat disingkirkan
Bila ujung plasenta teraba, tetapi tidak
meluas sampai di servical os, dan tidak
ada perdarahan pecahkan ketuban, dan
tunggu partus pervaginam (sesuai
penatalaksanaan plasenta previa
parsialis)
Bila teraba plasenta, hentikan
pemeriksaan dan lakukan SC
f. Interpretasi hasil temuan saat DSU :
Bila plasenta previa totalis, dilakukan
seksio sesaria
Bila plasenta previa parsialis, dilakukan
amniotomi. Pada keadaan ini seksio
dilakukan bila:
Setelah 12jam tak terjadi persalinan
Terjadi perdarahan lagi
Terjadi gawat janin
Terjadi febris (infeksi intra uterin)
Bila tak teraba plasenta, dilakukan
inspikulo untuk melihat asal
perdarahan, bila perdarahan berasal
dari OUI tetap dilakukan amniotomi,
selanjutnya sama dengan
penatalaksanaan plasenta previa
parsialis
B. Perawatan Konservatif
1) Dilakukan pada bayi prematur (EFW kurang dari
2500 gr dan atau umur kehamilan kurang dari
37 minggu) dengan syarat bayi hidup dengan
perdarahn sedikit/berhenti
2) Cara perawatan konservatif
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama 24
jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan
62
transfusi sampai HB lebih dari 10 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru
janin (menjaga kemungkinan perawatan
konservatif gagal), dengan deksametasone 5
mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti penderita
dipindahkan ke ruangan setelah sebelumnya
dilakukan USG di IRD
e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi denyut
jantung janin, perdarahan setiap 6 jam.
f. Perawatan konservatif gagal bila terjadi
perdarahan berulang (penanganan aktif).
g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi
perdarahan ulang setelah dilakukan
mobilisasi.
h. Nasehat waktu pulang :
Istirahat.
Dilarang koitus/manipulasi vagina.
MRS bila terjadi perdarahan lagi.
Periksa ulang (ANC) 1 minggu kemudian.
63
konservatif
23 Tingkat Evidens & Rekomendasi - Mode persalinan pada kasus plasenta previa dengan
plasenta berada kurang dari 2 cm dari OUI , dilakukan
dengan SC (level evidence C)
- SC Elektif pada wanita hamil dengan placenta previa dtidak
direkomendasikan pada UK ˂ 38 minggu (level evidence D)
64
2. Bayi yang dilahirkan baik.
65
Bagan Alur Plasenta Previa
Plaenta Previa
Preterm Aterm
˂37 minggu ≥ 37 minggu
Konservatif
Total Letak
Partial Rendah
Marginalis (0-20mm)
Perdarahan
aktif Kepala Kepala
masuk tidak
PAP Masuk
PAP
Pervaginam
Secio cesaria
66
`
3. Pengertian Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari implantasi normal pada
endometrium cavum uterus sebelum janin lahir umur kehamilan >20
minggu.
67
Catatan :
Grade solusio plasenta :
1. Grade 0: Asimptomatis, ditemukan secara kebetulan, adanya
retroplacental clot yang kecil.
2. Grade 1: Terdapat perdarahan pervaginam ringan, ketegangan
uterus (uterine tenderness ) ringan, tidak ada gawat janin, ibu dalam
keadaan baik dan tidak ada koagulopati.
3. Grade 2: Terdapat perdarahan sedang, tidak terdapat perdarahan
pervaginam, ketegangan uterus ( uterine tenderness ) sedang sampai
berat dan mungkin kontraksi tetani, ada tanda - tanda gawat janin,
maternal takikardia dan hipofibrinogenemia.
4. Grade 3: Terdapat perdarahan pervaginam atau tidak, tetania uteri
jelas, ibu syok, gawat janin sampai mati, hipofibrinogenemia dan
koagulopati.
8. Pemeriksaan 3. Laboratorium:
Penunjang c. Darah lengkap.
d. Faal hemostasis (BT,CT,PT,APTT)
4. USG :
a. Retroplacental clot.
b. Perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage).
c. Tanda perluasan perdarahan ke otot rahim.
d. Bila bekuan darah banyak akan tampak daerah hiperekoik
dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain.
10. Perawatan Rumah Semua ibu hamil dengan solusio plasenta harus dirawat di rumah sakit.
Sakit
11. Terapi / tindakan Penanganan solusio plasenta tergantung dari umur kehamilan dan grading :
1. Aktif :
1.1. Umur kehamilan > 35 minggu dan 20 - 35 minggu dengan
solusio plasenta grade 2 dan 3.
1.2. Grading:
a. Pada solusio plasenta grade 0 - 1 persalinan; diusahakan
68
pervaginam dengan monitoring KTG.
b. Pada grade 2 - 3 persalinan dilakukan dengan seksio
sesarea.
c. Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan drip
oksitosin, persalinan harus terjadi dalam 6 jam.
2. Konservatif :
2.1. Umur kehamilan 20 sampai 35 minggu.
2.2. Grading :
a. Pada solusio plasenta grade 1 ( ibu dan janin stabil ) bisa
dilakukan penanganan konservatif dengan pengawasan
ketat.
- Diberikan steroid untuk pematangan paru janin.
- Pasien bisa dipulangkan bila keadaannya stabil, janin
baik dan tidak ada perdarahan pervaginam.
- Induksi persalinan dilakukan bila ada indikasi lain atau
telah mencapai 37 minggu.
b. Pada grade 2 atau 3 dilakukan persalinan dengan seksio
sesarea.
69
20. Otopsi Tidak perlu.
23. Tingkat Evidens & - Tokolitik tidak digunakan untuk menunda pesalinan pada kasus APB
Rekomendasi dengan hemodinamik tidak stabil atau ada penurunan keadan janin
(level evidence GPP).
- Direkomendasikan pemberian ergometrin untuk manajemen kala III
pada kasus solusio placenta (jika tidak ada tanda hipertensi) (level
evidence B)
25. Edukasi Menerangkan penyulit yang bisa terjadi pada solusio plasenta pada ibu
dan bayi.
70
Bagan Alur Pada Solusio Plasenta
Solusio Plasenta
Induksi Konservatif
Lahir
71
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
72
atau sianosis, sindroma HELLP, dan tanda-tanda impending
eklampsia.
HELLP sindrom (platelet < 100 , SGOT/SGPT > 70 dan LDH >600)
Impending eklampsia (nyeri kepala frontal, pengelihatan kabur
dan nyeri perut kuadran kanan atas)
Oligouria (produksi urin < 500 cc/24 jam).
73
misoprostol.
Bila serviks matang maka dilakukan induksi
persalinan.
Catatan:
Pemeriksaan kesejahteraan janin:
- Pengamatan gerakan janin setiap hari oleh ibu sendiri.
- NST 2 x setiap minggu; bila NST non reaktif dilakukan penilaian
profil biofisik janin.
- Evaluasi biometri janin setiap 3-4 minggu.
Kalau perlu, USG Doppler arteri umbilikalis dan arteri uterina.
2. Preeklampsia Berat
Segera masuk rumah sakit, tirah baring miring ke sisi kiri secara
intermiten.
Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%.
Diberikan: MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
Pemberian MgSO4 dibagi :
Loading dose (initial dose) : dosis awal: 4g MgSO4 40%
dilarutkan dalam normal Saline I.V/ 10-15 menit.
Maintenance dose : Mg SO4 1g/jam/I.V. dalam 24 jam
Cara pemberian:
Ambil 4g MgSO4 40% (10 cc) dilarutkan dalam normal Saline I.V.
/10-15 menit. Sisanya, 6g MgSO4 40% (15 cc) dimasukan kedalam
satu botol larutan Ringer Dektrose 5% diberikan perinfus dengan
tetesan 28 tetes per menit atau habis dalam 6 jam.
Antidotum:
74
Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4, maka diberikan
injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10cc dalam 3 menit.
Anti Hipertensi:
Bila tekanan darah ≥180/110 atau MAP>125 mmHg
- Diberikan Nifedipin 3 x 10 mg atau Nicardipin drip.
- Methyl dopa 500-3000 mg per oral dibagi 2-4 dosis.
Diuretikum:
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
- Edema paru
- Payah jantung kongestif
- Edema anasarka
Catatan:
1. Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam.
2. Penderita belum inpartu
2.1 Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5. Bila
perlu dilakukan pematangan serviks dengan
misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai
kala II dalam waktu 24 jam.
Indikasi seksio sesarea adalah:
75
1. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
2. Induksi persalinan gagal.
3. Terjadi gawat janin.
3. Penderita sudah inpartu
a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf WHO
atau kurve Friedman.
b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit.
c. Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps
sesuai indikasi); tidak rutin dikerjakan kecuali:
1. Tekanan darah tidak terkontrol (MAP>
125)
2. Tanda-tanda impeding eklampsia.
3. Kemajuan kala II tidak adekuat.
d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan
ibu dan atau janin, atau indikasi obstetrik.
e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah
regional atau epidural dan tidak diajurkan anestesia
umum.
3. Gestational Hipertensi
3.1 Anti hipertensi; bila tensi ≥ 160/100 mmHg. Jenis, dosis dan cara
pemberian sesuai dengan PE berat.
3.2 Terminasi kehamilan; analog PE ringan.
4. Superimposed Preeklampsia
Penanganannya sama dengan penanganan PE berat.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik 108 dan Ruang Bersalin, Kamar Operasi dan Pemulihan, ruang
perawatan post partum (Bakung, Mahotama, Ratna, Anggrek, Wing Amerta,
Sanjiwani) RSUP Sanglah Denpasar.
76
5. Dokter Spesialis Anak
23. Tingkat Evidens & - Nifedipine diberikan secara oral bukan sublingual (level evidence A)
Rekomendasi - Magnesium sulphate adalah therapy pilihan untuk mengontrol seizures.
loading dose 4 g diberikan secara I.V selama 5–10 menit, diikuti dosis
maintenence 1 g/jam selama 24 jam setelah kejang terakhir. (level
evidence A)
24. Indikator Medis Tidak terjadi penyulit pada ibu seperti: eklampsia, perdarahan intra serebral,
kegagalan jantung dan ginjal, DIC, dan Syndrome HELLP.
Tidak terjadi asfiksia atau stillbirth.
26. Kepustakaan 1. Sibai B.M, Diagnosis and Management of Gestational Hypertension and
Preeclampsia, The American College of Obstetricians and Gynecologist,
2003.
2. National Collaborating Centre for Woman’s and Children’s Health, NICE
Guideline, Hypertention in Pregnancy: The Management of Hypertensive
Disorders during Pregnancy, January 2011.
3. Dean S, Management of Hypertensive Disorders in Pregnancy inc Severe
Pre-Eclampsia and Eclampsia, NHS Trust, 2011.
4. WHO Recomendations for Prevention and Treatment of Preeclampsia and
Eclampsia, 2011.
5. Magee L.A, et al, Diagnosis Evaluation and Management of the
Hypertensive Disorders in Pregnancy, SOGC Clinical Practice Guideline, no
77
26 March 2008.
6. Sibai B.M, Diagnosis, Prevention and Management of Eclampsia, Clinical
Expert, Department of Obstetrics and Gynecology, University of Cincinati,
vol: 105 no: 2 2005.
7. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
8. RCOG. 2006. The management of severe pre-eclampsia/eclampsia. Top
green guideline no. 10(a)
Preeklampsia Ringan
Evaluasi Maternal
dan Fetal
≥ 40 minggu
≥ 35 dengan:
PPROM
IUGR
NST non reassuring
PS >5
< 37 mg 37-39 mg
PS<5
78
79
Bagan Alur Penanganan PE Berat
Preeklampsia Berat
- MRS
- Evaluasi Maternal dan Fetal 24 jam
- MgSO4 24 jam
- Antihipertensi bila sistolik ≥ 160 mmHg
dan atau Diastolik ≥ 110 atau MAP > 125
mmHg
- Maternal distress Ya
- Nonreassuring fetal status
- Umur kehamilan > 35 mg
Tidak
Ya
PJT Berat Steroids
Tidak
Konservatif: - MgSO4
- Steroids - Lahirkan
Pertimbangkan - Antihypertensi
Terminasi Konservatif - Evaluasi kondisi Maternal
Kehamilan gagal dan fetal tiap hari
Keterangan:
- Maternal Distress: Trombositopenia, impending eklampsia, Edema paru dan Syndrom HELLP.
- PJT berat: Reverse atau absent end diastolic flow, Doppller ductus venosus abnormal dan 2 mg tdk ada
pertumbuhan.
80
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
EKLAMPSIA
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
81
Preeklampsia.
Catatan:
Tanda-tanda preeclampsia (lihat PPK Hipertensi Dalam
Kehamilan)
2. Komplikasi hipertensi.
2.1 Hypertensive encephalopathy
2.2 Phaeochromocytoma
4. Gangguan metabolik
4.1 Hipoglikemia
4.2 Uremia
4.3 Kekurangan sekresi anti diuretic hormone (ADH) yang
menyebabkan intoksikasi air
5. Penyakit infeksi
5.1 Meningitis
5.2 Ensefalitis
5.3 Tetanus
82
aneurisma, metastase penyakit trophoblast gestasional,
serebral vaskulitis
h. Kecurigaan CVA
10 Perawatan Rumah Sakit Semua pasien eklampsia harus dirawat di rumah sakit
83
ml/kgBB/jam.
b. Pasang CVP untuk pemantauan keseimbangan cairan
(bila perlu).
c. Koreksi keseimbangan asam basa sesuai pemeriksaan
analisa gas darah.
84
- Klinis uremia
- Peningkatan volume intravaskuler yang sulit diatasi
- Hiperkalemia atau asidosis yang resisten dengan
perawatan konservatif
- Profilaksis dialisis bila : BUN > 50-70 mg/dl atau
kreatinin > 6-7 mg / dl
f. Pasien eklampsia dengan gagal ginjal harus
dikonsultasikan kepada bagian Penyakit Dalam Divisi
Nefrologi.
5.7 Koma
Konsultasi ke Bagian Anestesi dan Rawat Intensif.
6. Penanganan Obstetri:
85
b. Sikap dasar adalah semua kehamilan dengan eklampsia
harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin, setelah kondisi ibu stabil.
Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dicapai
dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di
bawah ini:
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
b. Setelah kejang terakhir
c. Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
d. Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).
12 Tempat Pelayanan IRD Obstetri, ICU, dan ruang nifas RSUP Sanglah Denpasar.
86
stabilisasi pasca persalinan di ruang intensif, perawatan lanjutan
di ruangan minimal tiga hari setelah tercapai keadaan seperti
preeklampsia ringan.
20 Otopsi Pada kasus kematian ibu dengan penyebab yang tidak jelas:
gangguan kejang, kemungkinan aneurisma serebral, dikonseling
untuk dilakukan otopsi dalam.
22 Tindak Lanjut Pasien pulang dari rumah sakit dianjurkan untuk periksa kembali
ke Poliklinik obstetri dan Ginekologi 108.
23 Tingkat Evidens - 1. Terapi anti hipertensi awal adalah labetalol, nifedipine atau
Rekomendasi hydralazine (I-A)
2. Untuk pasien HDK pertimbangkan untuk persalinan
pervaginam, SC dilakukan atas indikasi obstetri (II-2B)
3. MgSO4 direkomendasikan sebagai pengobatan garis
pertama pada eklampsia (I-A).
87
vol;200:481.e1-481.e7.
3. Magee L, Helewa M, Moutquin J, Dadelszen P..2008.
Diagnosis and Management of Hypertentiaon in pregnancy.
SOGC.Vol 30 No.3.Sup 1.
4. Anonim. Protap Obstetri dan Ginekologi FK UNUD / RSUP
Sanglah.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus
Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM),
2012.
88
Bagan alur penanganan Eklampsia
Eklampsia
Sodium tiopenthal
- Stabilisasi 4-6 jam
- Fetal assessment.
- Evaluasi Pelvik skor
Rawat di ICU - Rawat di kamar bersalin RT
Penanganan -
komplikasi
PS<5 PS>5
Konsul ke bagian
Neurologi, Kardiologi,
Anestesi
Induksi persalinan
Neonatologi, Bedah Harus Kala II dalam 24
saraf dan bagian lain jam
yg terkait
Gagal Berhasil
SC
Percepat
Kala II
89
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PERSALINAN PRETERM
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3. Pengertian Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan
< 37 minggu dan atau dengan perkiraan berat badan janin < 2500 gram.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua persalinan preterm harus dirawat di rumah sakit.
90
a. Nifedipin.
Dosis inisial 20 mg, bila kontraksi tetap dalam 30 menit
berikan lagi 20 mg. Dosis maksimal dalam 1 jam pertama 40
mg. Jangan memberikan lagi sampai 3 jam setelah
pemberian yang kedua. Bila kontraksi tetap, berikan lagi 20
mg sampai kontraksi hilang atau pasien memasuki fase aktif
persalinan. Nifedipin slow release diberikan setelah 24 jam, 2
- 3 kali sehari sesuai dengan dosis yang dibutukan untuk
menghentikan kontraksi uterus dalam 24 jam.
b. COX - 2 inhibitors.
Diberikan pada umur kehamilan < 32 minggu. Dosis awal 100
mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam untuk 8 kali
pemberian.
5. Pemberian kortikosteroid ( Dexamethason ) pada umur
kehamilan 24 - 34 minggu.
Diberikan dengan dosis 6 mg/12 jam intramuskuler selama 2
hari.
6. Pemberian antibiotika sesuai dengan pola kuman RSUP Sanglah.
7. Pada kasus yang kematangna parunya diragukan (32-35minggu)
Lakukan tes kocok untuk menentukan pematangan paru.
Catatan :
Tokolitik tidak diberikan pada keadaan :
1. infeksi intrauterine.
2. solusio plasenta.
3. lethal fetal malformation.
4. kematian janin dalam rahim ( KJDR ).
5. tanda - tanda insufisiensi plasenta.
6. Preeclampsia
91
16. Lama Perawatan 1. Partus pervaginam 1-2 hari.
2. Seksio sesarea 2 - 3 hari.
3. Perawatan konservatif 7 hari.
23. Tingkat Evidens & - Nivedipin dan atosiban memiliki kemampuan tokolitik untuk
Rekomendasi mencegah persalinan preterm selama 7 hari. (level evidence A)
- Dibandingkan dengan beta-agonis, nifedipin berhubungan
dengan peningkatan outcome bayi (level evidence A)
24. Indikator Medis Tidak terjadi persalinan preterm, gawat janin dan KJDR.
92
93
Bagan Alur Persalinan Preterm
Persalinan Preterm
Pemberian Pemberian
pematangan paru tokolitik
Berhasil Gagal
Lahir
94
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN POSTERM
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
Catatan:
Jika umur kehamilan tidak diketahui dimana tidak ada data HPHT dan
USG trimester I dan II, tetapi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
USG on site menunjukan kehamilan aterm maka dikelola sesuai
kehamilan posterm.
95
9. Konsultasi 1. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi Fetomaternal
2. Bagian Anak Divisi Perinatologi
10. Perawatan Rumah Sakit Pasien dilakukan rawat inap di ruang bersalin.
12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan post
partum
13. Penyulit Sindrom aspirasi mekonium, fetal distress, makrosomia dan CPD
14. Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur induksi, persalinan, seksio sesarea
dan risiko tindakan lainnya).
23. Tingkat Evidens & - Tentukan umur kehamilan (lebih awal) sebaiknya saat UK 10-14
Rekomendasi minggu.(Ia/A)
- Induksi persalinan saat umur kehamilan 41 minggu menurunkan
mortalitas perinatal tanpa meningkatkan luaran yang buruk. (Ia/A)
- Monitoring dengan melakukan pengukuran volume air ketuban,
perkiraan berat janin, dan pemeriksaan KTG 2 kali seminggu. (Ia/A)
26. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In :
Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
96
2. Marino T, Norwitz E.R, Prolonged Pregnancy, in Queenan’s
Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach,
sixth ed 2012.
3. Albert Reece, John C. Hobbins. Prolonged Pregnancy. In : Clinical
Obstetrics The Fetus & Mother, 3rd edition, 2007
4. Norwitz ER, Robinson JN. Management of Postterm Pregnancy. In :
ACOG Practice Bulletin. Number 55, September 2004:639-45.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan Lewat Waktu,
Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran
Fetomaternal (HKFM), 2012.
6. Balchin I, Steer P.J, Prolonged Pregnancy, in James D, High Risk
Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011.
97
Bagan Alur Penanganan Posterm
UK 41 Minggu.
Evaluasi Leopold, kesra (NST & USG),
dan penilaian PS
Kelainan
Kelainan
LetakLetak NST& USG Normal
Let kep
PS baik
POSTTERM
Penanganan sesuai
(42 Minggu / Lebih) Konseling induksi
protap letsu/letli
PS < 5 PS ≥ 5
PS ≥ 5 PS < 5
NST ulang
Induksi
BPP score BPP score
(Baik) (Buruk)
Berhasil Gagal
SC
Pervaginam
98
99
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN KEMBAR / GEMELI
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
1. No. ICD O30.0
2. Diagnosis Kehamilan Kembar / Gemeli
3. Pengertian Kehamilan dengan janin lebih dari satu
4. Anamnesis Menanyakan apakah gerak anak banyak, perut cepat besar, dan berat
badan cepat bertambah?
Riwayat kehamilan kembar dalam keluarga.
Riwayat pemakaian obat obat pemicu ovulasi.
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan LEOPOLD I-IV, teraba lebih dari
dua bagian besar janin, lebih dari satu punctum djj.
6. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan Leopold: uterus lebih besar, teraba 3 bagian besar
2. Dua denyut jantung janin ditempat berbeda
3. Konfirmasi dengan USG
10. Perawatan Rumah Sakit Selama persalinan dirawat di ruang bersalin, post partum dirawat di
ruang nifas.
11. Terapi / tindakan 1. Partus pervaginam, bila presentasi kepala-kepala, atau kepala-
sungsang.
2. Versi luar/versi ekstraksi, untuk bayi kedua yang posisinya melintang.
3. SC, bila bayi pertama selain presentasi kepala, atau ada penyulit
seperti KPD, fetal distress, LMR dan penyulit lainnya.
12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi dan ruang nifas
100
13. Penyulit 1. Abortus
2. Persalinan prematur
3. Twin-twin transfusion syndrome (TTTS)
4. Solutio plasenta.
5. Preeklampsia
6. Polihidramnion
7. IUGR
8. Kelainan kongenital
9. Inersia uteri
10. HPP
11. Infeksi puerperalis
14. Informed Consent Ya, tertulis (Prosedur persalinan, risiko komplikasi tindakan)
18. Hasil Ibu melahirkan dengan selamat dan Bayi lahir Vigorous.
23. Tingkat Evidens & - Penentuan zygositas dan khorionisitas pada umur kehamilan 10-14
Rekomendasi minggu. (III/B)
- Suplementasi zat besi dan asam folat sejak trimester kedua. (IIb/B)
- Anomali scan rutin pada umur kehamilan 18-22 minggu. (III/B)
- Menunggu persalinan spontan bila tidak terjadi komplikasi. (Ia/A)
- Melakukan persalinan pervaginam kecuali janin pertama tidak dalam
posisi membujur. (III/B)
- Bila bayi kedua letak lintang, lakukan amniotomi dan lahirkan. (III/B)
- Pertimbangkan infus oksitosin bila terjadi inersia uteri, khususnya
setelah bayi pertama lahir.(GPP)
101
3. Apgar score anak kedua lebih dari 7.
26. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Twins Pregnanacy. In:
Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
2. Hayes E.J, Broetzman M. Multiple Gestation, in Berghella V. Maternal
–Fetal Evidence Based Guideline, 2 nd Ed Informa Healthcare 2012.
3. Anonim, Twin Pregnancy, South Australian Perinatal Practice
Guideline, January 2012.
4. Fuchs K.E, D’Alton M.E, Multiple Gestations, in Queenan’s
Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach,
sixth ed 2012.
5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan Multifetus,
Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran
Fetomaternal, 2012.
102
Bagan Alir Persalinan Kembar/gemeli
Monitor denyut
Gawat janin jantung janin
Pervaginam
Amniotomi
His Adekuat His Inadekuat
Gagal Berhasil
Oksitosin
103
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PROLAPSUS FUNIKULUS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3. Pengertian Prolapsus funikuli adalah tali pusat berada didepan bagian terendah
janin pada saat ketuban pecah yang dapat terjadi pada inpartu dan
ketuban pecah dini.
4. Anamnesis Menanyakan keluhan ibu seperti keluar air ketuban, sakit perut hilang
timbul, dan gerakan anak.
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan abdomen meliputi penilaian his, Leopold I-IV, untuk
menentukan apakah kepala masih melayang
Pemeriksaan denyut jantung janin untuk menentukan apakah ada
gawat janin.
Pemeriksaan dalam teraba adanya tali pusat didepan bagian
terendah janin.
Apakah tali pusat masih berdenyut.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua pasien dengan prolap funikuli dilakukan rawat inap
11. Terapi / tindakan Tergantung apakah janin viable atau tidak, masih hidup atau tidak.
1. Bila janin viable:
a. Segera lakukan reposisi manual tali pusat, dan tangan tetap
menahan tali pusat sampai bayi lahir.
b. Letakkan pasien dengan posisi trendelenberg atau nungging
(knee-chest position)
104
c. Pasang O2 dengan sungkup.
d. Monitoring denyut jantung janin
e. Cek DL, BT, CT
f. Siapkan Whole blood 2 kantong
g. Konsultasi Anesthesi dan neonatologi.
h. Lakukan Inform Consent untuk dilakukan SC green code
i. Segera lakukan SC green code.
j. Bila janin sudah meninggal lahirkan pervaginam.
2. Bila janin belum viable (<28 minggu):
a. Expectant Management
b. Konsultasi ke divisi Fetomaternal
c. Ampicillin 4x500 mg
d. Reposisi manual
e. KIE prognosis dan risiko infeksi
f. Pertimbangkan terminasi kehamilan
g. Bila DJJ negatif lahirkan pervaginam
12. Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi, kamar operasi, ruang nifas, ruang NICU
14. Informed Consent Ya, Tertulis (rencana tindakan, risiko tindakan operasi, prognosis)
16. Lama Perawatan 3 hari perawatan di ruang pulih dan ruang nifas.
23. Tingkat Evidens & SC merupakan mode persalinan yang dipilih dalam kasus prolap tali
Rekomendasi pusat jika pervaginam tidak mengancam untuk mencegah hipoksia
janin (level evidence B)
Hindari memecahkan ketuban pada saat memeriksa dalam, jika
talipusat prolap maka tindakan SC harus segera dikerjakan (level
evidence A)
105
24. Indikator Medis - Fetal distress bisa diatasi atau dicegah.
- Bayi lahir hidup.
26. Kepustakaan 1. Norwitz E.R, Belfort M.A, Saade G.R, Miller H, Obstetric Clinical
Algorithms, management and avidence. Wiley-Blackwell, 2012
2. Anonim, Cord Prolapse in Emergency procedures, Clinical Guidelines,
Woman and Newborn Health service, King Edward Memorial Hospital,
2012.
3. Royal College Obstetrician & Gynecologist. 2014. Umbilical Cord
Prolapse . Green-top guidlines No 50.
106
Bagan alur Prolapsus Funikuli :
Prolapsus Funikulus
Expectant Management
- Ampicillin 4x500 mg
- Reposisi manual
107
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN / PERSALINAN DENGAN
RSUP SANGLAH JARINGAN PARUT UTERUS
DENPASAR 2015
108
11 Terapi / tindakan 1. Ekspektatif pervaginam bila syarat syarat terpenuhi:
- Tidak ada CPD
- Presentasi kepala
- Riwayat SC tidak lebih dari 1 kali
- Tidak ada penyulit seperti KPD, bayi besar, Plasenta previa, hamil
lewat waktu.
2. Tidak dibenarkan melakukan induksi atau akselerasi dengan oksitosin
atau prostaglandin.
3. Persalinan pervaginam dipercepat dengan vakum atau forcep bila
dipimpin mengedan 30 menit belum lahir. (apabila syarat VaE dan FE
terpenuhi dipilih VaE)
4. Seksio Sesarea bila:
- Bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
- Indikasi Obstetri: Fetal distress, distosia.
12 Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi, Ruang operasi dan ruang nifas
21 Prognosis Baik
23 Tingkat Evidens & - Secara keseluruhan ibu hamil yang berusaha melakukan VBAC,
Rekomendasi mempunyai risiko morbiditas 50 % lebih besar, walaupun hal ini
tergantung latar belakang risiko kegagalannya (III/B)
- Risiko komplikasi yang serius namun jarang terjadi pada kehamilan
berikutnya, terutama wanita dengan ≥ 5 kali SC (Hysterektomi 3%-7%,
placenta akreta 2%-7%, cedera blass 2,4%, dan transfuse darah 14%)
(III/B).
- Keberhasilan VBAC lebih tergantung pada: Indikasi SC sebelumnya
109
letak sungsang atau fetal distress, Pernah melahirkan pervaginam
sebelumnya, Onset persalinan spontan, BMI normal atau rendah,
Persalinan sebelum 41 minggu, tidak ada DM, berat bayi lebih rendah,
kemajuan persalinan yang normal (III/B)
- Ruptura uteri kemungkinan besar terjadi karena: Operasi SC
sebelumnya bukan di SBR, tidak pernah melahirkan spontan
sebelumnya, Interval kehamilan yang pendek, bayi yang besar, Induksi
persalinan dengan prostaglandin (III/B)
110
Bagan Alur Penanganan Kehamilan / Persalinan Dengan Jaringan Parut Uterus:
Klasik/korpore
Bekas SC ≥ 2 kali
YA Riwayat ruptur uteri. TDK
Panggul sempit.
Penyulit: kel letak, plasenta previa,
Kehamilan 41-42
minggu.
Gagal
Distocia/Fetal Persalinan maju
distress
SC cito Pervaginam
Elektif SC (Bila Kala II lebih dari 30
UK 38- 39 mgg menit dilakukan VaE)
111
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
10. Perawatan Rumah Sakit Fungsional klas III-IV, dan pada saat inpartu.
112
- Kehamilan boleh diteruskan bila penyakit jantung WHO kelas I/II. Pada
WHO kelas III/IV dipertimbangkan abortus provokatus medisinalis.
- Batasi pemberian cairan.
- Percepat kala II dengan forceps atau vacum ekstraksi (bila syarat VaE
dan FE terpenuhi dipilih VaE)
- Kalau memungkinkan, kurangi nyeri dengan ILA.
- Pada penyakit jantung oleh karena RHD berikan propilaksis SBE;
ampicillin 1 gram dan gentamisin 80 mg diberikan 1 jam sebelum
tindakan dan 6 jam setelah tindakan.
12. Tempat Pelayanan Kamar bersalin Resiko Tinggi dan kamar operasi, UPIJ RSUP Sanglah
Denpasar
24. Indikator Medis Penurunan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
25. Edukasi - Disarankan untuk tidak hamil lagi, pakai kontrasepsi mantap.
- Batasi aktifitas.
- Pola hidup sehat.
113
26. Kepustakaan 1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM) “Penata
Laksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L.,
Wenstrom K.D. 2010. Ante partu Haemorrhage. In: William
Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975.
3. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
114
Tabel 1. Klasifikasi penyakit jantung berdasarkan resiko maternal
115
Tabel 3. Aplikasi klasifikasi WHO yang telah dimodifikasi risiko kardiovaskular maternal
116
Bagan Alur Kehamilan dengan penyakit jantung
- Pemeriksaan lab
- Lakukan ekhokardiografi
SC
Gagal
117
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
DIABETES MELITUS GESTASIONAL
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 024.9
6. Kriteria Diagnosis Hamil Gula darah puasa ≥ 126 mg/dl dan gula darah 2 jam PP > 140
mg/dl dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
118
10. Perawatan Rumah Sakit Ya Bila gula darah tak terkontrol atau pasien Inpartu.
119
Gula darah ibu terkontrol
26. Kepustakaan 1. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L.,
Wenstrom K.D. 2010. Ante partu Haemorrhage. In : William
Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975.
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
120
Bagan alur Penatalaksanaan Obstetrik Diabetes Mellitus Gestasional
DMG
UK ≥ 38 UK < 38
Minggu Minggu Tes (+) Tes (-)
Steroids 2 hari
LAHIRKAN
Catatan:
1. Bila amnioscentesis dan tes pematangan paru tidak bisa dikerjakan, langsung berikan steroids 2 hari baru
dilahirkan
2. Kehamilan deenagna risiko tinggi DMG dilakukan Skrining saat kunjungan pertama tanpa memandang umur
kehamilan dan diulang lagi saaat UK 24 minggu
3. Kehamilan dengan risiko rendah dilakukan skrining pada UK 24 minggu dan bila positif diulang kembali pada
saat UK 28 minggu.
121
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN DENGAN INFEKSI HUMAN IMUNODEFISIENSI VIRUS (HIV)
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3. Pengertian Kehamilan dengan infeksi human imunodefisiensi virus (HIV) baik yang
sudah diderita sebelum hamil ataupun yang baru terdiagnosis setelah
hamil, tanpa memandang stadium HIVnya.
4. Anamnesis Adanya faktor risiko: seperti prilaku seks tidak aman, multipartner,
penyalahguna obat (IDU) atau pernah mendapat transfusi darah.
Riwayat penyakit HIV pada suami, suami meninggal dengan
penyebab tidak jelas.
Adanya diare kronis, penurunan berat badan > 10% dan adanya
penyakit menular seksual.
Adanya tanda-tanda infeksi oportunistik seperti: lymfadenopathy
generalisata, pneumonia pneumonitis jiroveci, TB paru, sarkoma
Kaposi, herpes zoster dll.
Riwayat minum ARV sebelumnya dan jenis obat yang diminum,
kalau sudah terdiagnosa HIV.
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik umum untuk menentukan stadium HIVnya, dengan
mencari tanda-tanda infeksi oportunistik.
Pemeriksaan obstetri, dengan Leopold I-IV
6. Kriteria Diagnosis Antibodi HIV (+) 3 kali, yang meliputi 1 kali tes skrining dan 2 kali tes
konfirmasi (strategi tiga).
122
Divisi Neonatologi
Bagian lain tergantung lokasi, jenis infeksi oportunistik dan
komplikasi yang dialami.
11. Terapi / tindakan 1. ANC: pemberian obat ARV, dan konseling mengenai cara persalinan
dan pemberian PASI.
2. Berikan ARV sejak pertama diketahui hamil dengan HIV tanpa
memandang umur kehamilan, CD4 dan viral loadnya.
3. Tentukan stadium HIV
4. Pengobatan :
Obat pilihan utama ARV : TDF 300mg + 3TC atau FTC 300 mg +
Evafirenz 600 mg.
Obat alternatif :
o AZT (2x300mg) + 3TC (2x150mg) + EFV* (1x600mg)
o TDF(1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV
(1x600mg)
Bila ibu hamil dengan kecurigaan infeksi HIV datang saat inpartu,
segera lakukan tes HIV, bila reaktif langsung berikan ARV.
ODHA yang sebelumnya telah mendapatkan terapi ARV kemudian
hamil, lanjutkan dengan ARV yang sama selama dan setelah
persalinan.
ODHA hamil dengan hepatitis B yang memerlukan terapi:
o TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (2x150mg) + NVP
(2x200mg) atau
o TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV
(1x600mg)
ODHA hamil dengan tuberkulosis aktif, Bila OAT sudah diberikan,
maka dilanjutkan. Bila OAT belum, maka diberikan terlebih dahulu
sebelum ARV. Rejimen untuk ibu: Bila OAT sdh diberikan dan TB
telah stabil: AZT (d4T) + 3TC + EFV
5. Persalinan:
- Direncanakan untuk SC elektif pada umur kehamilan 38 mg.
- Persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi
6. Postpartum: Ibu tidak diperkenankan menyusui, kecuali bila
penderita tidak mampu membeli PASI atau syarat AFFAS tidak
terpenuhi, terpaksa ASI diberikan kepada bayinya.
12. Tempat Pelayanan Poli kebidanan dan kamar bersalin RSUP Sanglah Denpasar
15. Tenaga Standar 1. PPDS tk Patol B, jika dilakukan SC dilakukan oleh Chief
123
2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal
4. Dokter spesialis Anak
5. Dokter penyakit dalam
16. Lama Perawatan 2-3 hari atau lebih tergantung stadium HIV.
17. Masa Pemulihan Pasien HIV tidak bisa disembuhkan, pemulihan kondisi tergantung
stadium HIV-nya, makin berat makin lama pemulihannya.
Stadium I perawatan post operasi sama seperti pasien biasa.
18. Hasil Melahirkan bayi tanpa terjadi penularan vertikal dari ibu ke bayi
dengan kondisi vigorous.
Mengurangi komplikasi pada ibu
21. Prognosis Dubius ad malam, tergantung keteraturan minum ARV dan stadium
HIV.
22. Tindak Lanjut 1. Pengawasan ketat dan pengobatan teratur.
2. Disarankan kontrasepsi mantap, dan kondom, ANC Teratur.
3. Disarankan memberikan PASI
23. Tingkat Evidens & Melakukan pemeriksaan DL, fungsi ginjal dan liver tiap bulan pada
Rekomendasi trimesterIII (Ia/A)
Melakukan pemeriksaan USG pada umur kehamilan 18-20 mg untuk
menyingkirkan anomaly fetus (GPP)
Merekomendasikan SC pada pasien dengan viral load > 1000 copy/ml
setelah umur kehamilan 34 minggu, Merencanakan SC saat umur
kehamilan 38 minggu bila datingnya adekuat, melakukan persalinan
pervaginam bila viral load tidak terdeteksi (Ia/A)
Jika melakukan persalinan pervaginam, minimalkan lama waktu pecah
ketuban (II/B)
Bila pasangannya HIV negativ, sarankan menggunakan kondom untuk
proteksi (Ia/A).
24. Indikator Medis Transmisi HIV ke janin tidak ada (konfirmasi setelah usia anak 18
bulan)
124
26. Kepustakaan 1. Anonim, Modul Pelatihan Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke
anak (PPIA) bagi petugas kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia 2013.
2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri,
Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.
3. Watts D H, Human Immunodeficiency Virus, in James D, High Risk
Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011.
4. Minkoff H.L, HIV Infection, in Queenan’s Management of High Risk
Pregnancy, an Evidence-Based Approach, sixth ed 2012.
125
Bagan Alur Penaganan Pasien Hamil dengan HIV:
Berikan Regimen
ARV (TDF +3TC +
EFV) Periksa viral load saat UK 37-38
mg/6 bulan setelah ARV
SC Partus Pervaginam
126
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN DENGAN SLE
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
6 Kriteria Diagnosis SLE ditegakkan secara klinis dan laboratories menurut American
Rheumatism Association (ARA). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat
paling sedikit 4 dari 11 kriteria ARA tersebut (Empat dari 11 kriteria
positif untuk memenuhi 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas)
8 Pemeriksaan Penunjang DL, LED, LFT, RFT, UL, Anti ds DNA, antibodi anti DNA, antibodi anti
kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La
(Pemeriksaan laboratorium tersebut diulang tiap trimester)
127
9 Konsultasi 1. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal
2. Bagian ilmu penyakit dala divisi rhematology
10 Perawatan Rumah Sakit 1. Sesuai indikasi Obstetri
2. Jika ditemukan flare dilakukan perawatan bersama sejawat Interna
Persalinan
Sesuai indikasi obstetri (untuk mencegah eksaserbasi berikan
metilprednisolone i.v sampai 48jam post partum)
13 Penyulit Masalah utama yang terjadi pada kehamilan dengan SLE yaitu
meningkatnya komplikasi kehamilan terkait dengan penyakit SLE dan
terjadinya flare akibat kehamilan sehingga dapat mempengaruhi
128
terhadap kondisi ibu maupun janin
Kelahiran premature
KJDR
PJT
HDK
APB
Pulmonari hipertensif
14 Informed Consent Ya, tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga pasien
16 Lama Perawatan Dengan penyulit: disesuaikan klinis dan keadan pasien selama
perawatan.
21 Prognosis Penderita SLE yang telah mengalami remisi lebih dari 6 bulan
sebelum hamil mempunyai resiko 25% terjadinya eksaserbasi
pada saat hamil dan 90% kehamilannnya baik. Tetapi bila masa
remisi SLE sebelum hamil kurang dari 6 bulan maka resiko
eksaserbasi LES pada saat hamil menjadi 50 %, dengan luaran
kehamilan yang buruk.
Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka risiko
kematian janin 50-75% dengan angka kematian ibu menjadi
10%.
Risiko eksaserbasi meningkat tiap semester, yaitu 13% pada
trimeseter I, 14% pada trimester II, 53% pada trimester III serta
23% pada masa nifas.
23 Tingkat Evidens & 1. Kehamilan pada ibu dengan penyakit Sistemik Lupus Erithematosus
Rekomendasi (SLE) sangat berhubungan dengan tingkat kesakitan dan kematian
ibu serta janin. (level B)
2. Resikokematian ibu hamil yang menderita SLE memiliki dampak 20
kali lebih tinggi karena komplikasi yang disebabkan oleh preeklamsi,
trombosis, infeksi dan kelainan darah (level B)
3. Flare pada kehamilan dilaporkan antara 13 % - 68 % pada penderita
129
SLE yang hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil
Jumlahnya meningkat selama kehamilan dan pada masa post
partum antara 30% sampai 50% (level B)
26 Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003.
Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. L.W Kwok, L.S tam, Y.Y Leung and EK Li. 2011. Predictors of
Maternal and Fetal Outcomes in Pregnancies of Patients with
Systemic Lupus Erythematosus. jurnal permissions.
3. Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma. Lupus Eritematosus Sistemik pada
Kehamilan. 170 JPeny Dalam, Volume 8 Nomor 2 Mei 2007.
4. Varghese stephy, Crocker Ian, Bruce N Ian & Tower Clare. 2011.
Systemic LupusErythematosus, Regulatory T Cells and Pregnancy.
From www.expertreviews.com/toc/eci/7/5. Diunduh tanggal 10
Januari 2015.
ITEM DEFINISI
130
tidak nyeri
Non erosive Artritis non-erosif yang mengenai dua sendi
arthritis perifer ditandai oleh nyeri, bengkak atau efusi
Pleuritis/pericarditis Adanya pleuritis dan perikarditis
Renal disorder a. a.Proteinuria yang selalu > 0,5g/hari atau
>3+ atau
b. b.Ditemukan sel silider, mungkin eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular atau
campuran
Neurological disrder a. Menyebabkan atau kelainan metabolik
seperti uremia, ketoasidosis dan gangguan
keseimbangan elektrolit
b. Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya
obat-obat yang dapat menyebabkan atau
kelainan metabolik seperti uremia,
ketoasidosis dan gangguan keseimbangan
elektrolit.
Haematological Anemia hemolitik, Leukopenia, Limpositopenia,
Trombositopenia
Imunological a. Adanya sel LE atau
disorder b. Anti DNA : antibodi terhadap native DNA
dengan titer abnormal atau
c. Anti Sm : adanya antibodi terhadap antigen
inti atau otot polos atau
d. Uji serologis untuk sipilis yang positif semu
selama paling sedikit 6 bulan dan diperkuat
oleh uji imobilisasi Treponema pallidum
atau uji fluoresensi absorbsi antibodi
treponema
Positive ANA Titer abnormal antibodi antinuclear yang diukur
dengan cara imuno fluoresensi atau cara lain
yang setara pada waktu yang sama dan dengan
tidak adanya obat-obat yang berkaitan dengan
sindroma lupus karena obat
131
Bagan Alur SLE dalam kehamilan
HAMIL DENGAN SLE
Gagal
OAINS
Aspirin 1x 75mg (sampai
Anti SSA/R0 2 minggu
dan Anti SSB/La sblm partus)
(+) (-)
Pemasangan Dexameta
neonatal sone
Lanjutkan Terminasi
peacemaker 4mg/hari
kehamilan kehamilan
(Selama 6
minggu
sampai
gejala Inpartu
hilang)
Note: Stress dose diberikan jika pasien menerima dosis prednison minimal 20mg/hari selama lebih dari 3 minggu
132
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN DENGAN ASMA
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
10 Perawatan Rumah Sakit Pada serangn asma akut yang partial respon, tidak respon dan status
asmatikus dilakukan perawat inap
Mode persalinan:
Pada kehamilan dengan penyakit asma, diupayakan persalinan
secara spontan. Namun bila ternyata penderita berada dalam
serangan, tindakan vakum ekstraksi dan forseps dapat diambil
untuk mempercepat kala II.
Obat maintenance dilanjutkan selama persalinan, dosis steroid
diberikan 4 minggu sebelum persalinan (100mg hydrocortison/ 8
133
jam ) sampai 24 jam pasca salin
23 Tingkat Evidens & Wanita dengan asma berat akan cenderung mengalami eksaserbasi
Rekomendasi selama kehamilan (level evidence B)
134
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In:
Williams Obstetrics, 23rd edition 2010.
135
Tabel Klasifikasi asma menurut NIH
Severity
Intermittent Persistent
Component Mild Moderate Severe
Symptoms ≤ 2 hari/minggu >2 sehari Sepanjang
hari/minggu, hari
tidak
seharian
Nocturnal awakenings ≤ 2x/bulan 3–4x/bulan >1/minggu, Sering
tidak malam 7x/minggu
hari
Short-acting – β agonist for ≤ 2 hari/minggu ≥2 sehari Beberapa kali
symptoms hari/minggu, sehari
tapi bukan
>1x/hari
Interference with normal tidak Limitasi Beberapa Limitasi
activity minor limitasi Berat
Lung function Normal diantara
exacerbasi
>80% diprediksi ≥80% 60–80% <60%
FEV1 diprediksi diprediksi diprediksi
Normal Normal menurun 5% menurun >5
FEV1/FVC
a
Albuterol dipilih karena lebih aman untuk ibu hamil.
b
Budesonide dipilih karena lebih umum digunakan pada kehamilan .
c
Salmeterol dipilih karena avaibilitas obatnya yang panjang.
136
Bagan Alur penatalaksanaan serangan asma akut dalam kehamilan
Lanjutkan pemberian Lanjutkan terapi dengan Ulangi pemberian short Konsul anestesi untuk
short acting β2 – agonist menggunakan short acting β2 – agonist dilakukan intubasi
inhaler setiap 3 – 4 jam acting β2 – agonist inhaler secepatnya
selama 24 – 48 jam. pemberian kortikosteroid
inhaler
Pada pasien yang oral.
dtambah dengan
Jika sesak tambah berat
manggunakan Kortikosteroid oral dan tidak response
Kortikosteroid inhaler, hubungi tim emergency.
dosis dinaikkan 2 kali
lipat selama 7 – 10 hari.
137
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN DENGAN HIPERTIROID
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
Penatalaksanaan kehamilan
Tidak diperlukan pengelolaan spesifik kecuali ditemukan tiroid
storm dilakukan percepat kala II denga VaE atau FE untuk
mencegah decompensasi kordis.
138
12 Tempat Pelayanan Ruang bersalin resiko tinggi, poliklinik, ruang nifas
23 Tingkat Evidens & Propylthiouracil harus digunakan bila terapi obat antitiroid dimulai
Rekomendasi pada trimester pertama. Methimazole harus digunakan bila terapi
obat antitiroid dimulai setelah trimester pertama. (level evidence B)
139
140
Tabel Indeks Wayne
No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
2. Berdebar +2
3. Kelelahan +3
6. Keringat berlebihan +3
7. Gugup +2
141
Bagan alur Kehamilan dengan Hipertiroid
Curiga Kehamilan
dengan Hipertiroid
Penatalaksanaan kehamilan
142
Dirawat di Obstetri intensive care Unit
Konsul endokrinology
Fetomaternal
neonatology
143
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KEHAMILAN DENGAN INFEKSI TUBERKULOSA
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
Kriteria Diagnosis Tuberkulosis aktif: infeksi TBC dengan gejala klinis yang khas
Tuberkulosis laten: adalah pasien dengan uji tuberkulin positif dan secara
klinis tidak ada tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif
Perawatan Rumah Sakit Pasien dilakukan rawat inap sesuai indikasi obsetri dan kriteria rawat inap dari
penyakit dalam
Terapi / tindakan Terapi medis (Obat Anti Tuberkulosa) sesuai bagan alur
Terapi Lini I
Rifampisin 8-12mg/kgBB/hari)
Isoniazid 4-6 mg/kgBB/hari
Pirazinamid 20 – 30mg/kgBB/hari
Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari
144
Terapi Lini II (digunkan pada kasus MDR/Multipel Drug Resistance)
Kanamisin
Kapromisin
Amikasin
streptomisin
Terapi Obstetri:
Sesuai dengan indikasi obstetri
Tempat Pelayanan Ruang bersalin, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan postpartum
Kepustakaan 7. Tripahty SN. Tuberculosis and pregnancy. Int J Gynaecol Obstet 2003;
80: 247-53.
8. Kothari A, Girling J. Tuberculosis and pregnancy: result of a study in a
high prevalence area in London. Eur J Obstet Gynecol 2006; 126: 48-
55.
9. Small PM, Fujiwara PI. Management of tuberculosis in The United
States. N Engl J Med 2001; 345: 189-99.
10. Khilnani GC. Tuberculosis and pregnancy. Indian J Chest Dis Allied Sci
2004; 46: 105-11.
11. Frieden TR, Sterling TR, Munsiff SS, Watt CJ. Tuberculosis. Lancet
145
2003; 362: 887-96.
12. Arora Vk, Gupta R. Tuberculosis and pregnancy. Ind J Tub 2003; 50:
13-6.
13. Queesland Tuberculosis Control Centre. Guidelines for treatment of
tuberculosis in pregnancy. 2006.
146
Bagan alur Kehamilan dengan infeksi Tuberkulosa
147
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RUPTUR UTERUS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3. Pengertian Ruptur uterus adalah diskontinuitas uterus pada kehamilan dengan atau
tanpa ekspulsi janin.
Catatan :
Ruptur uterus dibedakan atas:
1. Ruptura uterus tanpa parut yaitu rupura uterus yang terjadi
secara spontan.
2. Ruptur uterus dengan parut adalah ruptur uterus yang terjadi
terkait dengan lokus minoris pada uterus sampai miometrium.
a. SC korporeal.
b. Post miomektomi.
3. Ruptura uterus traumatika adalah rupture uterus yang
disebabkan oleh trauma fisik seperti terbentur, tertusuk atau
tertembak.
4. Ruptur uterus violenta adalah ruptur uterus yang terjadi pada
uterus yang sudah berpotensi ruptur dan diinduksi oleh tindakan
obstetri seperti ekstraksi forsep, embriotomi dan versi ekstraksi.
5. Ruptur uterus tidak khas
4. Anamnesis 1. Adanya nyeri perut hebat yang terus menerus seperti teriris
(dapat menyebar ke bahu).
2. Hilangnya kontraksi uterus.
3. Badan lemas sampai pingsan.
4. Tidak adanya gerakan janin.
5. Perdarahan pervaginam.
6. Riwayat operasi kebidanan dan kandungan.
7. Riwayat trauma fisik.
148
2. Hilangnya kontraksi uterus.
3. Badan lemas sampai pingsan.
4. Tidak adanya gerakan janin.
5. Perdarahan pervaginam.
6. Riwayat operasi kebidanan dan kandungan.
7. Riwayat trauma fisik.
Pemeriksaan fisik :
1. Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum lemah.
b. Tanda – tanda vital sesuai syok hipovolemik.
2. Pemeriksaan fisik obstetri :
a. Akut abdomen.
b. Bagian – bagian janin mudah teraba.
c. Monitoring dengan KTG ditemukan bradikardia secara tiba –
tiba sampai kematian janin.
d. Perdarahan pervaginam yang kadang – kadang disertai
hematuria.
e. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan bagian terbawah
janin mudah didorong ke atas.
f. Perdarahan post partum teraba dikontinuitas dinding uterus.
10. Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan uterus ruptur harus dirawat di rumah sakit.
149
4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan
Wing Amerta.
5. Poliklinik 108.
23. Tingkat Evidens & -Resiko terjadinya ruptur uterus pada pasien dengan riwayat SC
Rekomendasi satu kali adalah 22-74/10.000 (level evidence B)
- Wanita yang melakukan persalinan pasca operasi mempunyai
1% kebutuhan akan transfusi dan endometritis. (level evidence
B)
24. Indikator Medis Tidak jatuh ke dalam syok ireversibel.
Sumber perdarahan berhasil dihentikan.
25. Edukasi 1. Bila uterus bisa dipertahankan, terangkan risiko untuk kehamilan
berikutnya.
2. Bila dilakukan histerektomi, terangkan fungsi reproduksi dan
menstruasi.
3. Mobilisasi dini.
4. Nutrisi.
150
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Obstetrical
Hemorrhage. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill.
3. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011. Kardiotokografi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
4. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for
Clinical Excellence. 2003.
5. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic
Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4th ed. Lippincot
Williams & Wilkins. pp.85-111.
6. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien.
2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
7. RCOG. 2007. Birth After Pervious SC.greentop guidlines No.45.
151
Bagan Alur Pada Ruptur Uterus
Ruptur Uterus
Perbaikan keadaan
umum ibu
Laparotomi
Evaluasi robekan
uterus
Baru Lama
< 6 jam > 6jam
Repair
Histerektomi
Berhasil Gagal
152
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PARTUS KASEP
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
153
b. Fetal tachycardia (lebih dari 160 kali permenit).
c. Uterine Tenderness
d. Foul Odour of Amniotic Fluid
e. Maternal leucocytosis (lebih dari 15.000 cel / mm3)
4. Tanda-tanda ruptura uteri :
a. Perdarahan melalui OUE.
b. His hilang.
c. Bagian anak mudah teraba dari luar.
d. VT : Bagian terendah janin mudah didorong ke stas.
e. Robekan dapat meluas ke servik dan vagina.
5. Tanda-tanda gawat Janin :
a. Air ketuban bercampur mekonium.
b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler.
c. Gerak anak berkurang.
10 Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan partus kasep harus dirawat di rumah sakit.
Terminasi kehamilan:
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi
saat itu.
154
13 Penyulit 1. Infeksi intra uterin (chorioamnitis)
2. Infeksi puerperalis
3. Gawat janin
4. Kematian janin dalam rahim
5. HPP
6. Retensio urine
14 Informed Consent Ya, tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga pasien
26 Kepustakaan 1. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Antepartum
Assessment. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill.
2. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for Clinical
Excellence. 2003.
3. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic
Pattern Recognition. In: Fetal Heart Monitoring. 4th ed. Lippincot
Williams & Wilkins. pp.85-111.
155
4. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003.
Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
156
Bagan Alur partus kasep
Pastus Kasep
Pasang infus & kateter urine. Pasang infus & kateter urine.
Beri cairan kalori dan elektrolit. Pemberian obat penurun panas
Grojog cairan RL 1000CC. Pemberian antibiotika
(Bila perlu transfusi) berspektrum luas : Ampicillin 3
Pemberian obat penurun panas kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali
Pemeriksaan laboratorium (DL,UL, SPT,SGOT, 500 mg po selama 3 hari,
BUN/SC.) Metronidazole 3 x 1 gr
Evaluasi Penyebab syok supositoria selama 5-7 hari.
Pemeriksaan laboratorium
(DL,UL, SPT,SGOT, BUN/SC.)
Sepsis Ruptur
Uteri
SC
157
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PERDARAHAN POST PARTUM
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3 Pengertian Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan yang terjadi setelah partus kala II
yaitu > 500 cc pada persalinan pervaginam dan > 1000 cc pada seksio sesarea.
Penyebab PPP :
1. Atonia uteri. (Tonus)
2. Robekan jalan lahir (Trauma)
3. Retensio / sisa plasenta (Tissue)
4. Gangguan pembekuan darah (Trombin)
Kriteria khusus :
1. Atonia uteri.
- Palpasi teraba tinggi fundus uteri setinggi pusat atau lebih dan kontraksi
yang lembek.
- Inspekulo perdarahan merah atau stolsel keluar dari OUE.
158
- Palpasi teraba fundus uteri setinggi 2 jari bawah pusat dan kontraksi baik.
- Inspeksi vulva dan inspekulo vagina disertai serviks tampak robekan
dengan perdarahan aktif.
- Pemeriksaan bimanual teraba robekan uterus.
3. Retensio plasenta / sisa plasenta.
3.1. PPP primer.
- Plasenta tidak lahir 30 menit pada kala III.
- Plasenta lahir inkomplit.
- Palpasi tinggi fundus uterus 2 jari bawah pusat dan kontraksi baik.
- Digitalisasi ditemukan sisa jaringan.
3.2. PPP Sekunder.
- Palpasi teraba fundus uterus tidak sesuai dengan involusi dan
kontraksi lembek.
- Inspekulo darah berasal dari OUE.
- Dapat disertai oleh tanda-tanda infeksi puerperalis.
4. Gangguan pembekuan darah.
- Palpasi fundus uterus sesuai dengan involusi.
- Inspeksi dan inspekulo perdarahan merembes dari OUE atau timbul
hematoma pada bekas jahitan atau tempat suntikan.
- Faal hemostasis memanjang.
Catatan :
Faktor risiko perdarahan pasca persalinan :
1. Anemia.
2. Perdarahan antepartum.
3. Korioamnionitis.
4. Grandemultipara.
5. Gangguan koagulasi.
6. Pemberian MgSO4.
7. Gemelli.
8. Persalinan dengan tindakan.
9. Partus presipitatus.
10. Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya.
11. Persalina lama.
12. Kelainan uterus.
13. Riwayat seksio sesarea.
14. Persalinan dengan induksi.
8 Pemeriksaan 1. Laboratorium:
Penunjang a. Darah lengkap.
b. Faal hemostasis.
2. USG.
3. KTG.
159
9 Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anasthesi.
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam.
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
10 Perawatan Semua pasien dengan perdarahan post partum harus dirawat di rumah sakit.
Rumah Sakit
Dosis dan cara IV : infus 20 unit dalam IM atau IV (secara Oral 600 mcg
pemberian 1 liter larutan perlahan) 0,2 mg atau rektal 800
awal garam fisiologik mcg
dengan 60
tetesan per menit
IM : 10 unit
Dosis lanjutan IV : infus 20 unit dalam Ulangi 0,2 mg setelah 400 mcg 2-4
1 liter larutan 15 menit jika masih jam setelah
garam fisiologik diperlukan beri dosis awal
dgn 40 IM / IV setiap 2 - 4 jam
tetes/menit
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 liter Total 1 mg atau 5 Total 1200 mcg
perhari larutan dengan dosis
oksitosin
160
atau hati-hati bolus kordis, hipertensi asma
e. Bila tetap terjadi perdarahan disertai hemodinamik masih stabil dan ingin
mempertahankan fertilitas dapat dilakukan jahitan kompresi :
- B - Lynch.
Menggunakan kromik catgut no. 1 atau no. 2, Vicryl 0 ( Ethicon ).
Tindakan B - Lynch ini harus didahului tes tamponade untuk menilai
efektifitas tindakan B - Lynch dengan cara kompresi bimanual uterus
secara langsung di meja operasi.
- Cho multiple square.
Dilakukan pada perdarahan oleh karena plasenta previa.
- Metode Hayman.
Dilakukan pada pasien yang sebelumnya tidak dilakukan seksio sesarea.
161
Sumber : B - Lynch Conservative Surgical Management
162
Sumber : B - Lynch Conservative Surgical Management
163
8. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing
Amerta.
9. Poliklinik 108.
13 Penyulit 1. Syok.
2. DIC.
3. Gagal ginjal.
23 Tingkat Evidens - Manajemen aktif kala III menurunkan kehilangan darah dan menurunkan resiko
& Rekomendasi HPP (level evidence A)
- Penggunaan Oxitosin untuk penanganan rutin aktif manajemen kala III
menurunkan resiko HPP hingga 60% (level evidenec A)
25 Edukasi 1. Bila uterus bisa dipertahankan, terangkan risiko untuk kehamilan berikutnya.
2. Bila dilakukan histerektomi, terangkan fungsi reproduksi dan menstruasi.
3. Mobilisasi dini.
4. Nutrisi.
26 Kepustakaan 1. WHO Guidelines for the Management of Post Partum Haemorrhage and
Retained Placenta, WHO Library Cataloguing in Publication Data, 2009.
2. RCOG, Green Top Guidelines, Prevention and Management of Postpartum
164
Haemorrhage, no 52 May 209.
3. Postpartum Haemorrhage: Guidelines, Southampton University Hospital
NHSTrust, January 2011.
4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines, Primary Postpartum
Haemorrhage, July 2009.
5. SOGC Clinical Practice Guidelines, Active Management of the Third Stage of
Labour: Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage, no 235,
October 2009.
6. Belfort M.A. Postpartum Hemorrhage, in Queenan’s Management of High Risk
Pregnancy. Sixth ed. 2012. p.289 - 291.
7. Francois K. Postpartum Hemorrhage, in Obstetric Intensive Care Manual, Third
Ed. Mc Graw Hill, 2011.p. 27 - 38.
8. Lynch, C.B. Conservative Surgical Management, in Postpartum Hemorrhage,
p.287 - 297.
9. Koh E, Daavendra K, Tan L K, B-Lynch Suture for The Treatment of Uterine
Atony, Singapore Med J 2009.
10. www. medscape.com, Use of a Condom for Control Massive Postpartum
Hemorrhage, 2010.
11. Rather S Y, et al. Use of Condom for Control Intractable PPH, J & K Health
Service, Kashmir, Vol 12, 2010.
12. Karkata M K, Kristanto H, Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Salin, Panduan
Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Pelawa
Sari, 2012. hal.166 - 174.
13. RCOG. 2011. Prevention And Management Of Postpartum Haemorrhage.
Green-top Guideline No.52.
165
Bagan Alur Pada Perdarahan Pasca Persalinan
Penanganan Segera:
- Ask for HELP.
- Baringkan pasien kepala lebih rendah.
- Penilaian Vital Sign.
- Lakukan Resusitasi ABC
- Pasang IV line double + ambil sampel
darah, periksa lab, siapkan transfusi
darah
- Pemeriksaan Obstetri.
Tissue
Tone
Trombin
Balon intra uterin (Kondom
kateter)
- Bila semua prosedur telah dilakukan tetapi tetap perdarahan pikirkan
gangguan pembekuan darah.
- Terdapat tanda-tanda DIC
Tetap Perdarahan - BT/CT memanjang, TC menurun, Fibrinogen menurun < 1g/L, PTT/APTT
memanjang.
Kontraksi Jelek
166
167
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
EMBOLI AIR KETUBAN
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3 Pengertian Masuknya air ketuban, sel - sel fetus atau material debris lainnya ke
dalam sirkulasi maternal yang dapat mengakibatkan reaksi anafilaktik
dan obstruksi mekanis pada pembuluh darah utama ibu.
6 Kriteria Diagnosis 1. Pasien dalam proses persalinan, tindakan operasi seksio sesarea,
tindakan kuretase dan pasca persalinan.
2. Mengeluh sesak nafas, sianosis, syok, penurunan kesadaran
sampai koma, kejang dan terkadang didapatkan gangguan
pembekuan darah (DIC).
3. Pemeriksaan saturasi oksigen didapatkan tanda hipoksemia
(SaO2< 60).
4. Pemeriksaan post mortem ditemukan sel squamous atau debris
di pembuluh darah pulmonal ibu.
168
9 Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anak.
2. Dokter Spesialis Anasthesi.
3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.
10 Perawatan Rumah Sakit Semua ibu hamil dengan emboli air ketuban dirawat di rumah sakit.
20 Otopsi Diperlukan
169
25 Edukasi 1. ASI eksklusif.
2. Mobilisasi dini.
3. KB post partum.
170
Bagan alur Emboli air ketuban
Resusitasi
Airway control
O2 100%
Iv line (Bolus cairan)
Hidrokortison 4x500 mg (iv)
Drip Dopamin
Terjadi henti jantung (cardiac arrest)
Perimortem SC
(Green code)
Bayi harus lahir kurang dari 5
menit
171
172
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
SEPSIS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
3 Pengertian Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksindilepaskan
ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi, Sepsis merupakan
SIRS ditambah dengan sumber infeksi yang jelas
4 Anamnesis Panas badan / hipotermia, sesak nafas, berdebar debar dan sampai penurunan
kesadaran
5 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik Umum:
KU: baik - sampai penurunan kesadaran
Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;
Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C;
Meningkatnya bunyi pernafasan >20/menit;
6 Kriteria Diagnosis Tanda dan gejala infeksi ini harus memenuhi paling sedikit 2 kriteria
dari Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) disertai dengan sumber
infeksi yang jelas.
1. Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;
2. Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C;
3. Meningkatnya bunyi pernafasan >20/menit;
4. Jumlah sel-sel darah putih yang tidak normal, yaitu >12000 sel/cu mm
atau <4000 sel/cu mm.
173
14 Informed Consent Lisan dan tertulis
16 Lama Perawatan Tergantung kondisi klinis dan laboratorium pasien selama perawatan
17 Masa Pemulihan
18 Hasil
19 Patologi -
20 Otopsi -
22 Tindak Lanjut
174
Bagan alur Penanganan Sepsis
Explorasi kausa
Penilaian infeksi
Penilaian tanda disfungsi organ
DL, AGD, elektrolit, PT, PTT, D-Dimer, Fibrinogen, Bilirubin, LFT,
ALP, LDH, albumin
kultur (darah, sputum, urine dan sumber lain)
antibiotika spektrum luas
(triple antibiotika)
IV line
Fuid challenge 30 mL/Kg Nacl 0,9% atau RL selama 30 – 60 menit
(maximum 2 liters), turunkan volume
Periksa MAP jika diperlukan lakukan bolus cairan
Pertahankan Saturasi O2 ˃ 92 (Pasang Monitor)
175
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
ENDOMETRIOSIS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
176
Perawatan Rumah Sakit Pasien dilakukan di ruang ginekologi.
Patologi Diperlukan
177
NYERI
curiga endometriosis
Tentukan apakah terdapat massa ( endometrioma) atau tidak dengan colok dubur / USG
abdomen
Massa - Massa +
Terapi empiris :
NSAID
PKK Massa – 4 cm Massa ≥ 4 cm
Selama 1-3 bulan
PKK Laparoskopi
Progestogen kistektomi,
ablasi - eksisi
Nyeri hilang Nyeri tidak hilang Selama 3 bulan
Nyeri
Lanjutkan terapi Laparoskopi
ablasi - eksisi Tidak hilang
PKK /
Progestogen Selanjutnya lihat
Usia penderita
Selama 3 bulan
178
PKK kontinu
3 bulan
Agonis GnRH +
add-back
NYERI 3-6 bulan
curiga endometriosis
Massa – Massa +
Terapi empiris :
NSAID
PKK
Selama 3 bulan
179
INFERTILITAS
curiga endometriosis
Bila tidak
hamil
Inseminasi intra uteri Normal Stimulasi ovarium
minimal
bila tetap
tidak hamil
Fertilitasi in virto
Alogoritma penggunaan agonis GnRH selama 3 bulan sebelum fertilisasi in virto meningkatkan angka
kehamilan
180
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
INFERTILITAS
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
29. Pengertian Infertilitas primer adalah kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan
kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual
secara teratur tanpa kontrasepsi.
Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan pasangan memiliki anak
walaupun telah melakukan hubungan harmonis selama 1 tahun tanpa
kontrasepsi, walau sebelumnya pernah hamil atau mempunyai anak .
30. Anamnesis 12. Menanyakan riwayat menstruasi dan membuat menogram dalam 3
bulan terakhir.
13. Menanyakan riwayat sosial terkait faktor risiko infertilitas
14. Menanyakan riwayat medis pasien sebelumnya
15. Menanyakan riwayat penggunaan kontrasepsi dan pengobatan
sebelumnya
32. Kriteria Diagnosis 1. Pasangan belum memiliki anak setelah satu tahun
2. Hubungan seksual teratur (minimal 2 kali seminggu)
3. Tidak menggunakan kontrasepsi
Perawatan Rumah Sakit Pasien rawat jalan. Rawat inap dilakukan bila akan dilakukan
181
pemeriksaan operatif seperti laparoskopi.
Terapi / tindakan Tatalaksana Terkait Kausa Infertilitas:
1. Faktor Uterus
- Endometriosis dan Adenomiosis : Laparoskopi, laparotomi, reseksi /
prosedur Osada, Fertilisasi in Vitro
2. Gangguan Ovulasi
- SOPK : perubahan gaya hidup, induksi ovulasi
- SOPK resisten : induksi ovulasi dengan rFSH dosis rendah kronis,
laparoscopic drilling
- SOPK gagal lini kedua : FIV
- Hiperprolaktinemia : Agonis dopamine
- Cadangan ovarium menurun : kemungkinan FIV
- Gangguan hipofisis : induksi ovulasi dengan rFSH dan rLH
3. Faktor Tuba
- Oklusi tuba unilateral : laparoskopi atau laparotomi, rekonstruksi tuba
- Oklusi tuba bilateral : kemungkinan FIV
- Hidrosalfing bilateral : laparoskopi salfingektomi, kemungkinan FIV
Tempat Pelayanan Ruang poliklinik fertilitas, ruang tindakan, ruang operasi, ruang pulih
Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur diagnosis, terapi dan risiko tindakan
lainnya).
Hasil Kehamilan
Patologi Biopsi endometrium, dan biopsi jaringan yang dieksisi pada tindakan
diagnostic atau kuratif
Prognosis Tergantung pada jenis kelainan dan berat ringan derajat penyakit
Tingkat Evidens & - 84% pasangan yang berhubungan rutin tanpa kontrasesi akan
Rekomendasi mengalami kehamilan dalam setahun pertama dan 92% dalam tahun
kedua (Level 3,4)
- Merokok dan alkohol dapat menurunkan tingkat kesuburan (Level
2,3)
- Wanita dengan IMT >29 kg/m2 mungkin memerlukan waktu yang
lebih lama untuk hamil dan menurunkan massa tubuh dapat
membantu meningkatkan kemungkinan kehamilan (Level 2)
- Pemeriksaan progesteron fase midluteal sebaiknya dilakukan pada
182
wanita infertil dengan menstruasi regular (Level 2)
- Pemeriksaan klamidia trakomatis sebaiknya ditawarkan sebelum
instrumentasi uteri (Level 2)
- Wanita tanpa komorbiditas yang diketahui (PRP, KET sebelumnya,
endometriosis) sebaiknya menjalani HSG untuk penapisan oklusi tuba
(Level 2)
- Pasien sebaiknya tidak dianjurkan menjalani histeroskopi saja untuk
koreksi kelainan uterus, karena manfaat terhadap tingkat kehamilan
belum diketahui, kecuali ada indikasi medis (Level 2)
- Pemeriksaan lender serviks passka koitus tidak rutin dilakukan
(Level1)
- Klomifen sitrat dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas II
sebagai lini pertama dalam 12 bulan (Level 1) dengan risiko
kehamilan ganda (Level 2), serta pada infertilitas idiopatik (Level 1)
- Metformin dapat diberikan pada penderita SPOK resisten klomifen
sitrat dengan IMT >25 kg/m2
- Gonadotropin dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas II
yang tidak mengalami ovulasi dengan klomifen sitrat, serta pada
prosedur FIV (Level 1)
- GnRH analog dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas I
secara pulsatil (Level 2) dan sebagai downregulator pada prosedur
FIV (Level 1)
- Agonis dopamine dapat diberikan pada penderita gangguan ovulasi
WHO kelas IV (Level 1)
- Ablasi atatu reseksi operatif dapat meningkatkan kemungkinan
kehamilan pada beberapa kondisi, seperti endometriosis minimal
ringan (Level 1), endometrioma ovarium (Level 1), dan endometriosis
sedang berat (Level 2)
- Inseminasi intrauterine dapat ditawarkan pada penderita fertilitas pria
ringan, infertilitas idiopatik, dan endometriosis minimal ringan
sebanyak hingga 6 siklus (Level 1)
Kepustakaan 20. RCOG. Fertility: assessment and treatment for people with fertility
problems. 2004
21. Schorge J, Schaffer J, Halvorson L, Hoffman B, Bradshaw K,
Cunningham. Williams Gynacology: McGraw-Hill
22. WHO. Infertility. 2013
23. ASRM Defiitions of infertility and recurrent pregnancy loss: a
committee opinion. Fertil Steril. 2013;Jan 99 (1):63
24. Speroff L, Fritz MA. Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility. 2010
25. Kamath M, Bhattcharya S. Best practice & research clinical obstetrics
183
and gynaecology. 2012
26. Belen A,Jacobs H. Infertility in practice. Leeds and UK: Elsevier
Science;2003
27. World Health Organization. WHO manual for standardized
investigation and diagnosis of the infertile couple. Cambridge:
Cambridge university press. 2000
184
185
186
187
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
MENOPAUSE
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
Anamnesis 16. Ditanyakan pola haidnya, haid tidak teratur atau amenore
17. Apakah ada keluhan klimatorik
Jangka pendek :
- vasomotorik : semburan panas (hot flushes)
- Jantung berebar-debar
- Sakit kepala
- Keringat banyak di malam hari
Jangka panjang :
- Osteoporosis
- Aterosklerosis
- Penyakit jantung koroner
- Stroke
- Demensia tipe Alzeimer
- Kanker usus berat
188
Urogenital :
Nyeri senggama, vagina kering, keputihan dan infeksi, perdarahan
pasca senggama, ISK, disuria, inkontinensia urin, gatal pada vagina
dan vulva, mudah iritasi, prolaps organ panggul.
Keluhan psikologik :
Perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, cepat marah,
konsentrasi menururn, perubahan perilaku, gangguan libido, dan
depresi
Kulit dan kuku :
Kering, menipis, keriput, gatal-gatal, kuku rapuh berwarna kuning
Tulang dan otot :Myalgia dan atralgia :
Mata :Keratokonjungtivitis sika
Rambut :Menipis, dapat tumbuh rambut di sekitar bibir dan telinga
Metabolisme :Hiperkolesterolimia (LDL meningkat, HDL menurun)
Diagnosis Banding -
Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan kadar FSH ,LH dan Estradiol
2. Pemeriksaan fungsi tyroid (TSH dan FT4)
Dilakukan jika didapatkan keluhan klimatorik (vasomotor) tetapi hasil
FSH, LH, dan Estradiol normal
3. Pemeriksaan Densitometer
Pemeriksaan densitometer hanya dilakukan pada wanita dengan
faktor risiko osteoporosis seperti menopause dini, pasca menopause,
telat menarche, kurus, kurang olah raga, kurang aktivitas, kebiasaan
merokok, minum kopi, soda dan alkohol, diet rendah kalsium, nyeri
tulang dengan penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan
hipertyroid.
Hasil densitometer berupa T-skor dan Z-skor
T-skor adalah skor yang memfasilitasi klasifikasi wanita ke dalam
risiko untuk berkembang menjadi osteoporosis, sedangkan Z-skor
adalah skor yang digunakan untuk memperkirakan risiko fraktur di
masa yang akan datang. Z-skor menentukan perbedaan nilai simpang
baku wanita dibandingkan dengan wanita dengan usia yang sama
tanpa osteoporosis.
Nilai T-skor >-1 SD : densitas tulang normal
Nilai T-skor di antara -1 dan -2,5 SD : osteopenia
Nilai T-skor <-2,5 SD : osteoporosis
Nilai T-skor <2,5 : osteoporosis berat dan telah terjadi patah tulang
189
Konsultasi Bagian Obstetri dan ginekologi divisi FER.
190
kontinu 1-2mg
- Nomogestrel asetat : Sekuensial 5 mg dan kontinu 2,5mg
Cara Pemberian :
- Oral : pemberian yang utama dan dianjurkan
- Sublingual
- Transdermal : plester koyok atau gel 50-100mcg
- Semprot hidung : 2kali semprot dengan dosis 300mcg
- Implant dan intramuskuler : jarang digunakan karena banyak
meninmbulkan efek perdarahan
- Vaginal krem :hanya untuk pengobatan lokal pada vagina.
Tenaga Standar 11. PPDS I Obgin tingkat senior B dan senior Advance
12. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
Lama Perawatan -
191
3. USG Ginekologi dan payudara
4. Mamografi
192
SkemaPenatalaksanaan Menopause
Menopause
Usia > 40 tahun dan < 40 tahun
Pencegahan
Ada sarana Tidak Ada Sarana Tidak Ada Sarana
Usia amenore >6 Usia Amenorhea >
bulan 6 bulan
-FSH, LH,E2
HRT
- Densitometer
tulang
Konsultasi
- USG Konsultasi bagian Bagian Lain
- Rontgen tulang lain
Observasi
-FSH > 40 IU/ml
-E2 < 30 pg/ml
Terapi
-Sitologi: Atrofi
-Osteoporosi (+) Pencegahan TTTTerapi Timbul Keluhan atau
Menopause > 1 tahun
-FSH dan E2 Normal tanpa keluhan
-Osteoporosi (+) Pencegahan
193
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
35. Pengertian Semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.
Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid
yang memanjang atau tidak beraturan
36. Anamnesis 18. Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan
uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB
yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan
keluarganya (Rekomendasi B). Perlu ditanyakan siklus haid
sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus
abnormal.
19. Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan
haid rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena
itu perlu dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von
Willebrand (Rekomendasi B).
20. Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu
koagulasi.
21. Penilaian jumlah darah haid dapat dinilai menggunakan piktograf
(PBAC) atau skor “perdarahan”. Data ini juga dapat digunakan untuk
diagnosis dan menilai kemajuan pengobatan PUA (Rekomendasi C).
22. Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan
hemostasis dengan sensitifitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut pada perempuan dengan hasil penapisan positif.
194
23. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi karena pemakaian
antikoagulan dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C1.
37. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas
keadaan hemodinamik.
2. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan.
3. Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen,
pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid,
galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang
(adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.
4. Pemeriksaan Ginekologis
A. Polip (PUA-P)
Definisi :
Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik
bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan
kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium.
Gejala :
Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan
PUA.
Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas.
Diagnostik :
Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau
histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.
Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma
endometrium yang memiliki vaskularisasi dan di lapisi oleh epitel
endometrium.
B. Adenomiosis (PUA-A)
Definisi :
Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada
lapisan miometrium
Gejala :
Nyeri haid, nyeri saat sanggama, nyeri menjelang atau sesudah haid,
nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik.
Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus
abnormal.
195
Diagnostik
Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan
endometrium pada hasil histopatologi.
Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan
pemeriksaan MRI dan USG.
Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk
mendiagnosis adenomiosis.
Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada
miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi
miometrium.
Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma
endometrium ektopik pada jaringan miometrium.
C. Leiomioma (PUA-L)
Definisi
Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium
Gejala
Perdarahan uterus abnormal
Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada dinding
abdomen
Diagnostik
Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan
penyebab tunggal PUA.
Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni
hubungan mioma uteri dengan endometrium dan serosa lokasi, ukuran,
serta jumlah mioma uteri.
Berikut adalah klasifikasi mioma uteri :
Primer : ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri;
Sekunder : membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium
(mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya;
Tersier : klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan
subserosum.
Definisi :
Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan
endometrium
Gejala :
Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik
Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan
merupakan penyebab penting PUA.
Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi
196
FIGO dan WHO.
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.
E. Coagulopathy (PUA-C)
Definisi :
Gangguan hemostasis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan
uterus
Gejala :
Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik
Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik
yang terkait dengan PUA.
Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak
memiliki kelainan hemostasis sistemik, dan yang paling sering ditemukan
adalah penyakit von Willebrand.
Definisi
Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarah uterus
Gejala :
Perdarahan uterus abnormal
Diagnostik
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan
manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang
bervariasi.
Dahulu termasuk dalam kriteria perdarahan uterus disfungsional
(PUD).
Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang,
hingga perdarahan haid banyak.
Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium polikistik
(SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat
badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan.
G. Endometrial (PUA-E)
Definisi :
Gangguan hemostastis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat
dengan terjadinya perdarahan uterus.
Gejala :
Perdarahan uterus abnorma
Diagnostik
197
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan
siklus haid teratur.
Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostasis
lokal endometrium.
Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti
endothelin-1 dan prostaglandin F2 serta peningkatan aktifitas
fibrinolisis.
Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau perdarahan
yang berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal endometrium.
Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada
siklus haid yang berovulasi.
H. Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progestin, atau AKDR.
Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan
estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau
breakthrough bleeding (BTB).
Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam
sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut :
Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi;
Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin;
Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti
koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin)
dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Test Kehamilan
2. DL, BT/CT
3. PT, APTT, Fibirinogen, D-dimer
4. vWF, agregasi trombosit
5. SGOT/SGPT
6. FT4, TSH, FSH, LH, E2,SHGB, DHEAS
7. Ureum, Creatinin
8. GDS,
9. Pap smear
10. USG Transabdominal
11. USG Transvaginal
12. Progesteron serum
13. D & K atau biopsy untuk pengambilan sampel endometrium
14. SIS
198
15. Histeroskopi
16. Kolposkopi
8. Konsultasi 9. Bagian Penyakit Dalam
9. Perawatan Rumah Sakit 1. Perawatan Poliklinis untuk pasien dengan hemodinamik yang
stabil
2. Perawatan Rawat inap bangsal Ginekologis untuk pasien dengan
hemodinamik tidak stabil.
10. Terapi / tindakan Tergantung dari penyebab perdarahan
11. Tempat Pelayanan Ruang IRD Kebidanan, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan
ginekologi.
14. Tenaga Standar 13. PPDS I Obgin tingkat Senior A dan Senior B
14. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
199
management of abnormal uterine bleeding before menopause.
European journal of obstetrics, gynecology, and reproductive
biology. 2008 Oct;152(2): 133-7.
4. Oehler MK, Rees MC. Menorrhagia: an update. Acta obstetricia et
gynecologica Scandinavica. 2003 May;82(5): 405-22.
200
Bagan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal akut dan banyak
201
Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Kronis
202
Panduan Investigasi Evaluasi Uterus
203
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
ABORTUS BERULANG
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
41. Anamnesis 24. Menanyakan keluhan saat ini, jumlah perdarahan dan adanya
jaringan yang keluar
25. Menanyakan adanya telat haid dan hari pertama haid terakhir
26. Menanyakan riwayat obstetrik sebelumnya
27. Menanyakan riwayat medis
42. Pemeriksaan Fisik 12. Pemeriksaan fisik umum
13. Pemeriksaan ginekologi
14. Pemeriksaan ultrasonografi
15. Pemeriksaan laboratorium: tes kehamilan, hematologi rutin,
bleeding time, cloting time, faal hemostasis
43. Kriteria Diagnosis 11. Wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu atau kurang
(terdapat riwayat terlambat haid dan dikonfirmasi dengan tes
kehamilan)
12. Terdapat perdarahan yang disertai dengan keluarnya hasil konsepsi
13. Riwayat keguguran sebelumnya sebanyak 2 kali atau lebih berturut-
turut dari anamnesis dengan pasien
44. Diagnosis Banding Abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus
komplit, missed abortion
45. Pemeriksaan Penunjang 7. Laboratorium: tes kehamilan, hematologi rutin,bleeding time, cloting
time, faal hemostasis
8. USG
9. Pemeriksaan penunjang lainnya untuk mencari etiologi
46. Konsultasi 10. Bagian Obstetri dan Ginekologi divisi Fertilitas Endokrinologi dan
Reproduksi
11. Bagian Anestesi
204
49. Tempat Pelayanan Ruang tindakan IRD Kebidanan
50. Penyulit Perdarahan, perforasi uterus, reaksi anafilaktik
51. Informed Consent Informed consent tertulis (prosedur tindakan, tujuan, risiko dan
komplikasi, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi).
56. Patologi Anatomi Dikerjakan untuk konfirmasi keguguran dan mencari etiologi keguguran
berulang
57. Otopsi Tidak diperlukan
59. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik 108 satu minggu setelah kuretase.
60. Tingkat Evidens & - Menunda kehamilan berikutnya sampai sekitar 3 bulan post
Rekomendasi kuretase.(IIa/B)
- Perencanaan kehamilan berikutnya dengan mencari dan mengobati
etiologinya (IIb/C)
63. Kepustakaan 28. Fritz MA, Speroff L. Recurrent Eary Pregnancy Loss. In Clinical
Gynecologic Endocrinology and Infertility, 8th edition, 2011.
29. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Abortion. In : Williams
Obstetrics, 23rd edition 2010.
30. Baziad, A. Panduan Tata Laksana Keguguran Berulang, HIFERI-POGI,
2010.
31. Handono B, Firman FW, Mose JC. Abortus Berulang, Refika Aditama,
2009.
205
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
67. Anamnesis 28. Gangguan menstruasi, paling sering oligomenorea dan amenorea
29. Tanda-tanda adrogenisme : hirsutisme, akne, alopesia androgenic,
dan tanda-tanda lainnya.
30.
68. Pemeriksaan Fisik 26. Pemeriksaan fisik umum
27. Pemeriksaan fisik tanda hirsutisme dan hiperandrogen (
pertumbuhan bulu pada area tertentu, jerawat dll)
28. Kriteria Diagnosis Berdasarkan kriterian Rotterdam tahun 2003
1. Oligo atau anovulasi
2. Hiperandrogenisme, baik klinis maupun biokimiawi
3. Gambaran ovarium polikisrik pada pemeriksaan ultrasonografi.
Untuk mendiagnosis SPOK dibutuhkan minimal 2 dari 3 kriteria dan
tidak diketemukan kelainan-kalainan endrokrinologis lainnya, seperti
congenital adrenal hyperplasia (CAH), hiperprolaktinemia, kelainan
tiroid, ataupun tumor yang menghasilkan hormone androgen.
29. Diagnosis Banding 1Hyperplasia androgen kongenital non klasik
2.Tumor yang mensekresikan androgen
3Sindroma resistensi insulin berat
4Sindroma chusing
5.Hirsutisme idiopatik
30. Pemeriksaan Penunjang 17. USG : adanya 12 folikel atau lebih yang memiliki dameter 2-9 mm
pada masing-masing ovarium, atau peningkatan volum ovarium >
10 ml
18. FSH dan E2 serum
19. Testosterone, DHEA,Androsteneidon, SHBG
20. Kadar progesterone serum pada fase luteal putatif
21. Kadar glukosa dan insulin pada TTGO 2 jam
32. Perawatan Rumah Sakit 3. Perawatan Poliklinis untuk pasien dengan hemodinamik yang
206
stabil
4. Perawatan Rawat inap bangsal Ginekologis untuk pasien dengan
hemodinamik tidak stabil.
33. Terapi / tindakan Tergantung dari penyebab perdarahan
34. Tempat Pelayanan Ruang IRD Kebidanan, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan
ginekologi.
37. Tenaga Standar 17. PPDS I Obgin tingkat Senior A dan Senior B
18. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
207
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
INFEKSI SALURAN KEMIH
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N 31.2
2. Diagnosis Infeksi Saluran Kemih (ISK)
3. Pengertian Jumlah kuman pada biakan urin > 100.000 cfu/ml
Etiologi:
60-90% Escherichia .coli
Bakteri gram negatif lain seperti Klebsiella pneumoniae dan
Proteus
Mirabilis, Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus
saprophyticus, Staphylococcus aureus
Bakteri gram positif : Enterocoocus faecalis, Streptpcoccus
agulactiae
Faktor Risiko
1. Trauma: sanggama, kateterisasi
2. Kehamilan
3. Bendungan (Prolaps)
4. Usia dan menopause
5. Penyakit sistemik: Diabetes Mellitus dan Lupus
Eritematosus
Faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan ISK pada
kehamilan, antara lain:
1. Perubahan morfologi pada kehamilan
2. Riwayat ISK
3. Kelompok sosial-ekonomi rendah
4. Aktivitas seksual
5. Penggunaan alat-alat medis
Jenis ISK:
1. Simptomatik
2. Asimptomatik
4. Anamnesis 1. Frekuensi, urgensi, nokturia, disuria
2. Rasa panas
3. Nyeri suprasimfisis
4. Prolaps uteri
5. Gejala pielonefritis akut:
a. Menggigil
b. Nausea
c. Malaise
d. Nyeri sudut kostovertebra
5. Pemeriksaan Fisik Nyeri suprasimfisis
6. Pemeriksaan Ginekologi Uretra: luka, tanda infeksi, pus, sistokel, prolaps lainnya
Bimanual: nyeri tekan di daerah suprasimfisis
7. Pemeriksaan Penunjang Dipstick urinalysis
208
Pemeriksaan urin yang cepat, nyaman, murah dan
terbaik dikerjakan pada urin pertama pagi
Dipengaruhi oleh pemberian obat phenazopyridine,
nitrofurantoin, metronidazole, vitamin B kompleks
Cara kerjanya adalah dengan mendeteksi nitrit,
dimana bakteri gram negatif akan mengubah nitrat
menjadi nitrit.
Dapat terjadi false negatif pada ISK yang disebabkan
oleh bakteri yg tidak menghasilkan nitrat
(enterobakter)
Urinalisis
Dikatakan positif apabila:
Sel epitel ≥10/lp : kesan infeksi
Lekosit ≥10WBC/lp dan eritrosit ≥ 2-3 RBC/lp + gejala
ISK
Apabila terdapat casts maka merupakan ISK atas
Simptomatik :
1. Sistitis
a. Tidak dirawat
b. Antibiotik Trimetropim atau Nitrofurantoin, Ampicilin
selama 5 - 7 hari
c. Fosfomycin trometamol (3g dosis tunggal) atau
sefalosporin oral generasi II dan III perlu
dipertimbangkan untuk terapi jangka pendek yang
efektif
d. Antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur
e. Analgetik dan antipiretik
f. Minum banyak
g. Setelah 2 minggu pasca terapi, kultur diulang
209
2. PNA (Pielonephritis Akut)
a. Rawat pasang infus
b. Pemeriksaan darah lengkap termasuk: PO2, PCO2 dan
elektrolit
c. Keseimbangan cairan, dan pasang kateter trans uretra
d. Berikan cairan 2,5-3 liter
e. Antibiotik
Gentamicin 5 mg / kgbb (maximum dosis awal 480
mg) IV sehari sekali untuk 3 hari, atau sampai hasil
sensitifitas ada dan
dikombinasi dengan ampisilin atau amoksisilin 2 g
IV dosis awal kemudian 1 g IV setiap 4 jam untuk 3
hari
Cefazolin 1-2 g IV setiap 6 sampai 8 jam selama 3
hari atau
Ceftriaxone 1 g IV sekali sehari selama 3 hari atau
Cefotaxime 1 g IV setiap 8 jam selama 3 hari
Setelah 3 hari:
Trimethoprim 300 mg oral setiap hari untuk 10 hari
Atau amoksisilin + asam klavulanat (500 + 125) 625
mg oral dua kali sehari untuk 10 hari (pada umur
kehamilan < 20 minggu)
f. Kultur urin dan darah
g. Antibiotik sesuai hasil kultur kalau sudah ada
h. Setelah 2 minggu pasca terapi, kultur diulang
210
23. Edukasi Minum cukup dan menghindari faktor risiko
24. Indikator Medis -
25. Kepustakaan 1. Arsyad MM.Infeksi kandung kemih nosokomial paska bedah
ginekologi berencana.Jakarta: Tesis bagian Obstetri dan
Ginekologi FKUI,1984.
2. Cardozo L.Urinary tract infection.New York,London,Tokyo:
Curchill Livingston 1997;351-9.
3. Freed SZ. In :Urology in pregnancy.Baltimore: Williams &
Wilkins,1982;107-112.
4. Harris RE,Thomas VL,Shelohor A.Asimptomatic bacteriuris
in pregnancy: Antibody-coated bacteriuria,renal
function,and intrauterine growth retardation. AM J Obstet
Gynecol 1976;126-20.
5. Kass EH. Pyelonephritis and bacteriuria. In: ARCH Intern
Med 1962; 50-56.
6. Lacy LS.Urinary tract infection. In:Buchetown BJ,Schmidt
JD.Gynecologic and Obstetric Urology.Philadelphia,London,
Toronto: WB Saunders Co, 1978; 301-24.
7. Marchant DJ. Effects of pregnancy and progestational
agent of urinary tract. AM J Obstet Gynecol 1972;112: 487.
8. Ocviyanti D, Santoso BI, Junizaf. Penggunaan tes nitrit dan
tes esterase leukosit untuk penapisan bakteriuria tanpa
gejala pada wanita hamil. Maj Obstet Ginekol Indones,1996;
20:83.
9. Scottish intercollegiate guideline network. Management of
suspected bacterial urinary tract infection in adults. A
national clinical guideline, July 2006.
211
Bagan Alur Penanganan ISK pada Kehamilan
A Kultur urin
ulang
A ANTIBIOTIK
212
Bagan Alur Penanganan ISK pada Wanita Tidak Hamil
B Trimetropim /
Tanda dan Gejala ISK: Nitrofurantoin
1. Disuria, urgensi, frekuensi selama 3 hari
jika gejala < 2, poliuria.
2. Nyeri suprapubik, demam, B Dipstick
nyeri sudut kostovertebra.
Antibiotik
Empiris
Kultur Urin
142
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RETENSIO URIN
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD N 31.2
2. Diagnosis Retensio Urin
3. Pengertian Tidak adanya proses berkemih secara spontan enam jam setelah
kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan
urin sisa > 200 ml untuk kasus obstetri dan urin sisa > 100 ml untuk
kasus ginekologi.
4. Anamnesis 1. Rasa tidak lampias setelah berkemih
2. Waktu berkemih menjadi lama
3. Frekuensi berkemih lebih lama
4. Tidak bisa berkemih
5. Distensi abdomen, sering disangka sebagai kista intra abdomen
6. Sensasi ingin berkemih (kandung kemih merasa penuh)
5. Pemeriksaan Fisik 1. Palpasi abdomen: teraba massa kistik di daerah suprasimpisis
2. Pemeriksaan bimanual: terasa massa kistik mendesak dinding
vagina anterior bagian proksimal
6. Pemeriksaan 1. USG
Penunjang 2. Kateterisasi
3. Res urin
4. Residu urin
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding Kista ovarium
9. Konsultasi Mikrobiologi
Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
SMF Urologi
SMF Neurologi
10. Perawatan Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Pasang kateter
2. Banyak minum 2 – 3 liter/hari
3. Antibiotika 5 – 7 hari
4. Urin segera dikultur dan antibiotika disesuaikan bila hasil kultur
sudah didapat
5. Siprofloksasin 2 x 500 mg dan Sulbactam 3 x 500 mg
6. Prostaglandin E2: misoprostol 2 x 200 mcg
12. Tempat Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan
Pelayanan Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Sesuai penyebab retensio urine
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Uroginekologi &
Rekonstruksi
143
2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi &
Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 1-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Minum cukup, tidak menahan BAK
25. Kepustakaan 1. Buku Ajar Uroginekologi Indonesia
2. Tanton SL. Ed. Clinical Gynaecologic Urology. Mosby, 1984.
3. Cardozo L. Voiding Difficulties and retention. In: Clinical
Urogynecology: The King’s Approach. 1st ed. Churrchill
Livingstone, London. 1977; 307-308.
4. Ramsey S, Palmer M. The management of female urinary
retention. International Urology and Nefrology. 2006: 38: 533-
535.
5. djusad S. Penatalaksanaan retensio ruin pada kasus obstetrik dan
ginekologi. Simposium Sehari Penatalaksaan Mutakhir Gangguan
Berkemih Pada Wanita. Jakarta 2002.
6. Kartono H, Santoso BI, Junizaf. Thesis perbandingan penggunaan
kateter menetap selama 6 jam dan 24 jam pasca seksio sesarea
dalam pencegahan retensio urin, 1998.
7. Rahardjo P, Santoso BI, Junizaf. Thesis penggunaan Prostaglandin
E2 Intravagina dalam usaha mencegah retensio urin pasca
histerektomi vaginal yang disertai kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi, 1999.
144
Bagan Alur Penanganan Retensio Urin
Retensio Urin
145
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RUPTUR PERINEUM DERAJAT I & II
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD O70.0; O70.1
2. Diagnosis Ruptur perineum derajat I &II
3. Pengertian Ruptur perineum adalah robekan atau terkoyaknya jaringan
perineum (bagian yang terletak antara vulva dan anus) secara
paksa.
146
18. Hasil Kembalinya fungsi fisiologis
19. Patologi Tidak diperlukan.
20. Otopsi Tidak diperlukan.
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Vulva hyegene
25. Kepustakaan 1. Buku Ajar Uroginekologi Universitas Indonesia
2. Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Thomas JM, Bartram CI. Anal-
sphincter disruption during vaginal delivery. N Engl J Med
1993;329:1905–11.
3. Faltin DL, Boulvain M, Irion O, Bretones S, Stan C, Weil A.
Diagnosis of anal sphincter tears by postpartum endosonography
to predict fecal incontinence. Obstet Gynecol 2000;95:643–7
4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR,
O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter damage.
Obstet Gynecol 1998;92:955–61.
5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and
third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3.
6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ, Verkerk
PH. Episiotomies and the occurrence of severe perineal
lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7
147
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RUPTUR PERINEUM DERAJAT III & IV
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD O 70.2; O 70.3
2. Diagnosis Ruptur perineum derajat III & IV
3. Pengertian Ruptur perineum adalah robekan atau terkoyaknya jaringan
perineum hingga mengenai sfingter ani dan mukosa rektum
1. Derajat III :
a. IIIa : Robekan otot sfingter ani eksterna < 50%
b. IIIb : Robekan otot sfingter ani eksterna > 50 %
c. IIIc : Robekan sudah termasuk otot sfingter ani
interna
2. Derajat IV : Derajat III + mukosa anus
4. Anamnesis Adanya robekan pada perineum pasca persalinan yang
mengenai sfingter ani atau mukosa rektum
Faktor risiko :
1. Persalinan dengan bayi besar
2. Persalinan dengan instrumentasi
3. Penatalaksanaan persalinan yang kurang tepat
5. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi : Tampak luka robek perineum hingga mengenai
sfingter ani
atau mukosa rektum
b. Palpasi : Teraba robekan pada perineum hingga mengenai
sfingter ani atau mukosa rectum
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis & Pemeriksaan fisik
7. Diagnosis Banding -
8. Pemeriksaan Penunjang -
9. Konsultasi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan
Uroginekologi dan Rekonstruksi
10. Perawatan Rumah Sakit Perawatan post partum (Bakung Timur) dan komplikasi ruptur
perineum
11. Terapi / tindakan 1. Hygiene vulva
2. Reparasi dilakukan dengan anestesi lokal yang adekuat
3. Konsultan yang berpengalaman harus ada pada saat reparasi
robekan derajat 3 dan 4
4. Antibiotika spektrum luas dosis tunggal untuk propilaksis
diberikan saat operasi. Sebagai contoh sefalosporin generasi
pertama 1 gr dan metronidazole 500 mg intravena
5. Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan
tahapan repair
6. Bila mukosa rektum robek, dilakukan repair menggunakan
benang poliglactin 3.0 dengan simpul berada pada mukosa
rektum (intra lumen)
148
7. Robekan sfingter ani interna dijahit dengan benang 3.0
polydioxanone (PDS) atau vycryl 2.0 dengan metode
interrupted. Dan robekan sphingter ani eksterna dijahit
dengan benang (PDS) 2.0 dengan metode overlapping atau
end to end.
8. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis
menggunakan benang poliglactin 2.0.
9. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau
interuptus dengan benang polyglactin (chromic no. 2.0)
10. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan bahwa
repair intak
149
endosonography to predict fecal incontinence. Obstet
Gynecol 2000;95:643–7
4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR,
O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter
damage. Obstet Gynecol 1998;92:955–61.
5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and
third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3.
6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ,
Verkerk PH. Episiotomies and the occurrence of severe
perineal lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7
150
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RUPTUR PERINEUM LAMA DERAJAT III & IV
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD O 70.2; O 70.3
2. Diagnosis Ruptur perineum lama derajat III & IV
3. Pengertian 1. Satu dari 4 primipara menderita inkontinensia fekal setelah
persalinan dan ditemukan bukti adanya cedera sphingter ani
setelah melahirkan pervaginam.
2. Hingga 50% dari wanita dengan robekan perineum derajat 3
dan 4 setelah persalinan menderita inkontinensia fekal.
3. Perubahan gejala anal meliputi urgensi fekal dan inkontinensia
dari flatus, buang air besar cair, atau buang air besar padat.
4. Dan hal ini disebabkan karena luka perienum yang tidak
terjahit sempurna.
Definisi:
1. Derajat III : mengenai spingter ani eksterna
2. Derajat IV : mengenai spingter ani dan mukosa rektum
4. Anamnesis Pasien mengeluhkan inkontinensia fekal baik berupa flatus, buang
air besar cair, atau buang air besar padat
Faktor risiko
1. Jahitan perineum terdahulu yang kurang baik, sehingga luka
perineum tidak terjahit sempurna
2. Higiene vulva yang buruk
5. Pemeriksaan Fisik Terdapat luka perineum lama yang tidak terjahit sempurna
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis & Pemeriksaan fisik
7. Diagnosis Banding -
8. Pemeriksaan USG perineum/endoanal
Penunjang
9. Konsultasi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi &
Rekonstruksi
10. Perawatan Rumah Ruangan perawatan ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Hygiene vulva
2. Dilakukan reparasi minimal 3 bulan pasca repair awal
3. Reparasi dilakukan dengan anestesi regional yang adekuat
4. Antibiotika spektrum luas dosis tunggal untuk propilaksis
diberikan saat operasi. Sebagai contoh sefalosporin generasi
pertama 1 gr dan metronidazole 500 mg intravena.(Level
evidence IV)
5. Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan
tahapan repair
6. Dibuat sayatan untuk membuat luka baru
7. Bila mukosa rektum robek, dilakukan repair dengan
menggunakan benang poliglactin 3.0
151
8. Robekan sfingter ani interna dijahit dengan benang 3.0
polydioxanone (PDS) atau vycryl 2.0 dengan metode
interupted. Dan robekan sphingter ani eksterna dijahit dengan
benang polydioxanone (PDS) 2.0 dengan metode overlapping
atau end to end.
9. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis
menggunakan benang poliglactin 2.0.
10. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau
interuptus dengan benang poliglactin (chromic no. 2.0)
11. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan bahwa repair
intak
152
endosonography to predict fecal incontinence. Obstet Gynecol
2000;95:643–7
4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR,
O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter damage.
Obstet Gynecol 1998;92:955–61.
5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and
third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3.
6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ, Verkerk
PH. Episiotomies and the occurrence of severe perineal
lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7
153
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
STRES INKONTINENSIA URIN
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD N39.3
2. Diagnosis Stres inkontinensia urin
3. Pengertian Stres inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak dapat
dikontrol, dapat dilihat secara obyektif, suatu masalah sosial
dan higienis.
Stres inkontinensia urin adalah suatu kelainan yang paling
banyak ditemukan dari seluruh inkontinensia urin yang ada.
Stres inkontinensia urin menurut (ICS) adalah keluarnya urin
yang tidak dapat dikontrol bila tekanan dalam kandung kemih
melebihi tekanan penutupan uretra; dalam keadaan ini
kandung kemih tidak aktif atau tidak berkontraksi.
Angka Kejadian:
20-53 %, angka kejadian ini sangat bervariasi karena
tergantung dari difinisi, cara penelitian dilakukan serta populasi
yang diteliti.
Etiologi
1. Hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra bagian
proksimal
2. Intrinsik sfingter uretra defisiensi.
Faktor risiko
1. Kehamilan
2. Persalinan
3. Paritas
4. Obesitas
5. Usia
6. Menopause
7. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan intra
abdominan meningkat, seperti: sakit paru yang kronik,
pemain olah raga angkat besi.
Patofisiologi
Kandung kemih dan uretra bagian proksimal disokong oleh
dinding vagina anterior, otot levator ani, fasia pubo servikalis,
fasia pubo uretralis dan arkustendenious, fasia pubo uretralis.
Pada keadaan persalinan pervaginam atau karena faktor-faktor
risiko lainnya, penyokong uretra proksimal dan leher kandung
kemih menjadi rusak atau melemah, sehingga bladder neck
dan uretra proksimal menjadi hipermobilitas. Bila tekanan intra
abdominal (tekanan transmisi) meningkat mendadak, tekanan
ini akan ditransmisikan pada seluruh organ-organ visera
termasuk pada kandung kemih, leher kandung kemih dan
uretra bagian proksimal. Tekanan transmisi pada kandung
154
kemih akan lebih tinggi dari pada tekanan transmisi yang
mengenai leher kandung kemih dan uretra. Hal ini akan
menyebabkan stres inkontinensia urin, seperti pada penderita
mendadak batuk, tertawa, bersin, melompat. Pada instrinsik
sfingter uretra defisiensi disebabkan oleh karena adanya tumor
pada onuh medula spinalis atau myelodisplasia, pasca radikal
vulvektomi, pasca radiasi, kekurangan estrogen dan trauma
pada uretra. Kelainan yang disebabkan disefisiensi uretra ini
disebut ISD (Intrinsik Sfingter Disefisiensi). Hipermobilitas
menyebabkan penyebab utama dari stres inkontinensia urin
yaitu sekitar 90-95%, sedangkan ISD sekitar 5-10%.
4. Anamnesis Keluar urin tanpa dapat dikontrol karena aktifitas tubuh, dan
urin dapat dilihat keluar dari uretra pada pemeriksaan bila
penderita disuruh batuk.
5. Pemeriksaan Fisik Diperhatikan adanya sistokel atau prolaps uteri pada stadium
lanjut. Penderita disuruh batuk, kemudian terlihat urin keluar
dari uretra. Perlu dilakukan pula penilaian urin sisa, bila urin
sisa lebih dari 100 cc kemungkinan penderita mengalami
retensio urin, bila urin sisa kurang dari 50 cc, maka penderita
mengalami kelainan stres inkontinensia urin.
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Q Test
Bila terdapat penyimpangan-penyimpangan lebih dari 30
maka penderita kemungkinan mengalami stres
inkontinensia urin
2. Bony Test
Penekanan uretra dengan dua jari, bila kandung kemih
terisi, penderita disuruh batuk maka urin tidak akan keluar
dari uretra sedangkan kalau tidak ditekan urin akan keluar.
3. Pemeriksaan Pad Test
Penderita disuruh minum sebanyak 500 cc kemudian dalam
waktu 30 menit penderita disuruh naik tangga, jalan dan
batuk-batuk. Lima belas menit kemudian penderita disuruh
duduk berdiri, duduk berdiri sebanyak 10 kali dan batuk
yang kuat serta mengambil barang yang jatuh di lantai.
Enam puluh menit setelah tes ini selesai (lama tes 60 menit).
Pad ditimbang dengan hasil kemungkinan:
a. Timbangan Pad bertambah 2 gram, ini berarti tidak ada
stres inkontinensia urin
b. Pad bertambah beratnya 2-10 gram disebut stres
inkontinensia urin derajat ringan
c. Pad bertambah 10-20 gram, ini berarti penderita
mengalami stres inkontinensia urin sedang
d. Pad bertambah beratnya 20-40 gram, ini berarti
penderita mengalami stres inkontinensia urin derajat
berat.
e. Pad bertambah beratnya 40-50 gram, ini berarti
penderita mengalami stres inkontinensia urin derajat
sangat berat.
4. Pemeriksaan Urodinamik
155
Pemeriksaan urodinamik dikerjakan hanya pada kasus-kasus
yang diragukan diagnostiknya atau terapi direncanakan
operatif.
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding Inkontinensia urin overflow
9. Konsultasi Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
SMF Rehabilitasi Medik
SMF Bedah Urologi
10. Perawatan Rumah Sakit Ruang perawatan ginekologi (Cempaka Timur)
11. Terapi / tindakan 1. Konservatif
a. Behavior therapy
b. Latihan Kegel
c. Latihan otot dasar panggul dengan Cone, Perineometri,
stimulator,
d. Pakai kateter atau pembalut
2. Operatif
a. Cara Marshal Marchetty Kraz (MMK)
b. Burch Colposuspensi
c. Sling dengan menggunakan fasialata, fasiagrasilis,
prolene dan rektus abdominis
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
13. Penyulit Sesuai tindakan operasi
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi konsultan
Uroginekologi dan Rekonstruksi
2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi
dan Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 2-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi
Uroginekologi dan Rekonstruksi
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Perawatan konservatif maupun operatif
25. Kepustakaan 1. Abrams P, Kitoury S, Wein L. Incontinence 1 st
international consultation on incontinence Monaco 1998;
581-652.
2. Cardozo L.Urogynecology. Churchill Livingtone, New York,
Edinburg, London, Tokyo 1997; 33-37, 231-278.
3. Heinemann London, Butther, Toronto, 1990; 16-30, 31-36,
89-109.
4. Ostergard DR, Bent AE; Urogynecology and Urodynamics
Theory and Practice. Williams & Wilkins, Baltimore,
London-Los Angeles, Sydney, 1991; 4-59, 493-502.
5. Scussler B, Laycock J, Nordan P, Stantuan S. Pelvic Floor
Preeducation. Springer-Verlag London Limited 1994; 9-14.
156
6. Suthorst J.R Frazer MI, Richmond DH, Haylen BH. Clinical
gynecological urology Butterworth Heinemann London,
Butther, Toronto 1990; 16-30, 31-36, 89-109.
7. Stanton LS. Clinical Gynecologic Urology. Mosby st Louis
Turonto 1984; 169-190.
8. Walter MD. Karane MM. Clinical Uroginecology. Mosby st
Louis Baltimore, London, Sydney, Turonto 1997; 6-13.
157
Bagan Alur Penanganan Stres Inkontinensia Urin
158
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
OVERACTIVE BLADDER atau OVERAKTIF KANDUNG KEMIH
(OKK)
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
Angka Kejadian:
16,5% pada wanita reproduksi, dan sekitar 20-40% dari seluruh
prevalensi inkontinensia urin. Prevalensi meningkat dengan
meningkatnya usia dan menopause.
Etiologi:
1. Kelainan neurogenik, disebut juga overactive kandung kemih
hiperefleksia. Kelainan yang menyebabkan OKK ini adalah
seperti penyakit Parkinson, multiple sklerosis, stroke, tumor
otak, trauma atau tumor medulla spinalis
2. Idiopatik, tidak jelas sebabnya mungkin karena saraf perifer
pada kandung kemih sendiri atau pada reseptor pada
kandung kemih, gangguan metabolisme, kelainan bawaan
dan lain-lain.
Gejala
1. Urgensi
2. Urge inkontinensia
3. Frekuensi
4. Nokturia
4. Anamnesis 1. Urgensi
2. Urge inkontinensia
3. Frekuensi
4. Nokturia
5. Pemeriksaan Fisik Dilakukan pemeriksaan yang teliti untuk menghindarkan dari
159
infeksi saluran kemih (alat genital bawah), adanya sistokel dan
rektokel atau kekurangan hormonal.
6. Pemeriksaan 1. Urinalisis, dapat dilihat jumlah leukosit kurang dari 10.
Penunjang 2. Daftar harian berkemih dalam 24 jam yang dilakukan selama
3 hari, dari daftar harian berkemih ini dapat dilihat urgensi,
frekuensi, nokturia ataupun urge inkontinensia sekaligus
dapat mengetahui kapasitas kandung kemih serta faktor-
faktor yang mungkin berpengaruh pada kandung kemih ini.
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding -
9. Konsultasi 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
2. SMF Rehabilitasi Medik
10. Perawatan Rumah Ruang rawat Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan A. Konservatif:
1. Behavior therapy
Merubah gaya hidup seperti, minum kopi, minuman
alkohol, minum terlalu banyak atau minuman yang dapat
merangsang kandung kemih dihindari atau dihentikan.
2. Bladder drill
3. Obat-obat antimuskarinik
4. Melakukan over distanded
5. Latihan otot dasar panggul seperti senam Kegel
B. Operatif:
1. Neuromodulasi
2. Sistoplasti
3. Suntikan Botox
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
13. Penyulit Sesuai tindakan operasi
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi &
Rekonstruksi
2. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan
Uroginekologi dan Rekontruksi
16. Lama Perawatan 3-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi Uroginekologi dan
Rekonstruksi
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Merubah gaya hidup seperti, minum kopi, minuman alkohol,
minum terlalu banyak atau minuman yang dapat merangsang
kandung kemih dihindari atau dihentikan
25. Kepustakaan 1. Abrams P, Khoury B, Wein A. Incontinence. 1st International
Consultation on Incontinence. June 28, 1998. Monaco p. 231-
160
245.
2. Abrams P, Wein A.J. The Overactive Bladder. A widespread
and treatable condition. Printed in Sweden by Nyströms
Tryckeri AB 1998.
3. Cardozo L. Urogynecology. Churchill. Livingstone, New York-
London-San Francisco-Tokyo 19997 p. 287-313.
4. Ostergard R.P, Bent E.A. Urogynecology and Urodynamic.
Williams & Wilkin’s. Baltimore-London-Los Angeles-Sydney
1996 p. 35-46, 465-490.
5. Staton L.S, Clinical Gynecologic Urology. The CV Mosby
Company. St. Louis-Toronto. 1998 p. 193-201.
6. Sutherst R.J., Frazer M.I. Richmond D.H. Haylen B.H. Clinical
Gynecological Urology. Butterworth-Heiman. London-
Boston-Singapore-Sydney-Toronto. 1990 p. 21-30, 111-130.
161
Bagan Alur Penanganan Overactive Bladder atau Overaktif Kandung Kemih (OKK)
Behavioral treatment
Perimbangkan Ikuti
menambahkan Tujuan tercapai A
antimuskarinik
Follow-up efektivitas
tujuan terapi tak tercapai, dan efek samping
pasien menginginkan terapi
lanjutan
162
Penilaian kembali assessment:
perimbangkan kultur urine, post-void
residual urine assessment
Kuisione simptom, prosedur diagnostic lain
yang diperlukan untuk differensial diagnosis
163
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
INKONTINENSIA ALVI
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 R 17
2. Diagnosis Inkontinensia Alvi
3. Pengertian Ketidakmampuan untuk mengontrol pengeluaran gas, cairan atau
faeses yang padat melalui anus
Insidensi
Prevalensi : 0,3–2,2 %.
Etiologi
1. Kelainan atau penyakit saraf atau neurologi
a. Lesi di daerah solkus yang menyebabkan kerusakan pada
otot dasar panggul dan sfingter ani
b. Perubahan degeneratif dan usia yang menungkin
menyebabkan kegagalan sensorik dan kelemahan otot
sfingter ani
c. Penyakit metabolik seperti DM yang menyebabkan
penyakit autonum neuropati
d. Penyakit sistemis yang lain, Parkinson, multiple
sclerosis, miotonik distrofi dan lain-lain
2. Kelainan bawaan kolorektal, seperti anus imperforata,
agenesis rektal, Hirschsprungs dan koreksi yang tak
sempurna dari kelainan diatas, radang seperti ulseratif colitis,
fistula anovaginal dan tumor rektum
3. Kerusakan sfingter ani dan dasar panggul karena trauma
sfingter ani dan saraf pudendus dan robekan perineum akibat
episiotomi dan forsep
4. Prolaps rekti
Patofisiologi
Dua komponen yang penting yang menimbulkan inkontinensia
fekal yaitu otot sfingter ani dan pubo rektalis. Kontraksi otot
sfingter ani interna dapat bertahan lama sehingga membantu
penutupan liang anus sampai 85% dan ini cukup membuat
terjadinya kontinensia selama 24 jam termasuk waktu tidur.
Sfingter ani eksterna membantu sfingter ani interna pada
keadaan mendadak seperti pada batuk, berbangkis dan
sebagainya. Otot puborektalis akan membentuk sudut anorektal
dengan mengadakan sling sekeliling posterior pada tempat
hubungan anus dan rektum dan penting untuk mengontrol feses
yang padat, sedangkan kontraksi yang terus menerus dari sfingter
ani interna berperan penting untuk mengontrol feses cair. Aliran
164
darah yang mengalir pada arterio venosus (cusen) mengontrol
flaktus.
4. Anamnesis Tidak dapat mengontrol pengeluaran gas, cairan atau faeses yang
padat melalui anus
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologi
2. Pemeriksaan ginekologi, diperhatikan dinding vagina
kemungkinan ada prolaps genital
3. Pemeriksaan colok anus, untuk menilai tonus otot sfingter
ani serta daerah ampula rekti
6. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan gula darah
Penunjang untuk Diabetes Melitus
2. Pemeriksaan penunjang, anal manometri, Proktometrografi,
elektro neografiEndo anal ultrasound, MM Ray
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding Inkontinensia urin overflow
9. Konsultasi Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
SMF Rehabilitasi Medik
SMF Neurologi
10. Perawatan Rumah Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Konservatif
a. Pengobatan, dengan tujuan agar feses mempunyai
bentuk semisolid sehingga dapat ditahan sampai waktu
yang tepat untuk dikeluarkan seperti hemodium
b. Bio feedback, melatih aktivitas anorektal dan dasar
panggul, untuk ini digunakan EMG atau Manometri
sebagai motivasi
2. Operatif, dilakukan sfingterorafi dan mungkin dengan
ekstended levator plati
165
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
166
Bagan Alur Penanganan Inkontinensia Alvi
Sigmoidoskopi/Kol Sesuai
onos-kopi/Barium
Enema+Profil
Metabolik Terkonfir Tidak terkonfir-
masi masi
Loperamide/ Gangguan
sensasi secara
Dephenoxylate/
Atrofin dll Operasiklinik Defekogr
afi
Repair sfingter
anterior
Injeksi
augmentasi
sfingter
Transposisi otot
PNTML: Pudendal Nerve Terminal Latency mengukur
Gracilis
integritas neuromuscular antara bagian terminal nervus pudenda
dan sfingter
Sfingter bowelanal
buatan
Kolostomi
167
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
FISTULA VAGINA ANOREKTAL
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N82.3, Q52.2
2. Diagnosis Fistula Vagina Anorektal
3. Pengertian Fistula rektovagina, biasanya terjadi akibat trauma obstetri dan
prevalensinya sangat jarang, sekitar 0,08 – 0,1%
Fistula vagina anorektal adalah terdapatnya lubang antara vagina
dengan rektum atau anal.
Etiologi
1. Trauma obstetri karena partus lama, tindakan penjahitan
ruptur
perinei total yang tidak baik
2. Radiasi
3. Tumor ganas
4. Kelainan bawaan
4. Anamnesis Terasa keluarnya flatus, cairan atau feses ke dalam vagina
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan ginekologi
Tampak lubang antara vagina dengan anus, terdapat faeses di
dalam vagina
2. Pemeriksaan colok anus, terdapat lubang antara rektum
dengan vagina
3. Pemeriksaan dengan sondase dari vagina tembus ke dalam
liang rektum atau anal
6. Pemeriksaan Tes biru metelin, sistoskopi, USG dan MRI
Penunjang
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika fistula sangat kecil maka
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding -
168
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi
dan Rekonstruksi
16. Lama Perawatan 3-5 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108.
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Makanan tinggi serat
25. Kepustakaan 1. Junizaf. Fistula vesiko vagina. Buku Ajar Uroginekologi.
Jakarta: Subbagian Uroginekologi Rekonstruksi Bagian
Obsetri & Ginekologi FKUI/RSCM; 2002. 16-9.
2. Devesa JM, Devesa M, Velasco GR, et al. Benign rectovaginal
fistulas: Management and Results of a personal series. Tech
Coloproctol. 2007; 11:134-128.
3. Tsang CBS, Rothenberg DA. Rectovaginal Fistulas.
Therapeutic options. Surg Clin N Am 1997; 77 (1): 9-114.
4. Benson JT. Atlas of Clinical Gynecology: Urogynecology and
Reconstructive Pelvic Surgery. Vol 5. Philadelphia: Current
Medicine;2000
5. World Health Organization;Department of Making Pregnancy
Safer. Obsetric Fistula. Guiding Principles For Clinical
Management and Programme Development.2006.
6. Dolea Carmen, AbouZhar Carla. Global Burden Of Obstructed
Labour in The Year 2000. World Health
Organization.Geneva;2003.
7. Suskhan, B. I Santoso, et al. Penatalaksanaan Fistula
Rektovaginal di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun
1985-1996. Indones J.Obstet Gunecol;1996. 20 (4):249-253.
8. Schwartz, Spencer S, Galloway DF. Principles of Surgery. 7th
ed. United States of America: Mc Graw Hill; 1999. 1309-1306.
9. Corman ML. Rectovaginal and Rectouretheral fistulas.
Colon& Rectal Surgery. 5th ed. Philadelphia: Lipincott Williams
& Wilkins; 2005. 333-345
10. Zinner MJ, Ashley SW. Enterovaginal Fistula. Mangiots’s
Abdominal Operations. 11th ed. USA; Mc Graw Hill; 2007.
2408-2391
11. Rothenberg DA, Goldberg SM. The Management of
Rectovaginal Fistulae. Surg Clin Am;1983;63(1):61-79
12. VenkateshKS, Ramanujum PS, Larson DM, et al. Anorectal
Complications of Vaginal Delivery. Dissease Colon Rectum.
1989;32:1039-41
13. Rakinic Jan, MD. Rectovaginal Fistula. eMedicine Clinical
Reference. 2006
14. Keighley MR, Williams NS. Rectovaginal Fistula. Surgery of
the Anus, Rectum &Colon. 2nd ed. London: WB
169
Saunders;2001. 1306-7
15. Bauer JJ, Gorfine SR, Kreel I, et al. Colorectal Surgery
Illustrated A Focussed Approach.USA; Mosby Year Book;
1993.
16. Ruiz D, Bashankaev B, Speranza J, Wexner SD. Graciloplasty
for Rectourethral, Rectovaginal and Rectovesical Fistulas:
Technique Overview, Pitfalls and Complications.Tech
Coloproctol. Springer;2008. 12:277-282.
17. Chitrathara K, Namratha D, Francis V, Ganggadharan VP.
Spontaneus Rectovaginal Fistula and Repair Using
Bulbocavernosus Muscle Flap. Tech Coloproctol;2001.5:47-
49.
18. Pemberton JH. Fistula in Ano. In: Keighley MR, Fazid VW,
Pemberton JH. Atlas of Colorectal Surgery.New York: Churcill
Livingstone; 1995. 111-8.
19. Thompson JD. Relaxed Vaginal Outlet, Rectocele, Faecal
Incontinence and Rectovaginal Fistula. In: Thompson J, Rock
JA, eds. Telinde’s Operative Gynecology.Philadelphia: JB
Lipincott Co;1992. Pp 967-9
170
Bagan Alur Penanganan Fistula Vagina Anorektal
ANAMNESIS PEMERIKSAAN
0. Terasa keluarnya PENUNJANG
flatus, cairan atau feses ke Tes methylen blue,
dalam vagina sigmoidoskopi atau
1. Vaginitis atau Sistitis kolonoskopi, USG, CT scan
2. Vaginal discharge dan MRI
yang berbau
3.
PEMERIKSAAN FISIK
-Pemeriksaan ginekologi
tampak lubang antara
vagina dengan anus,
terdapat faeses di dalama
vagina
DIAGNOSIS FISTULA
-Pemeriksaan colok anus,
RECTOVAGINA
terdapat lubang antara GENITALIA
rektum dengan vagina
-Pemeriksaan
NON OPERASIdengan OPERASI
sondase dari vagina tembus
ke1.dalam liangyang
Fistula rektum atau
baru 1. Fistula yang besar, dilakukan
anal pasca trauma operasi setelah 3 bulan
obstetri dilakukan kemudian
secara konservatif 2. Fistula pasca radiasi dilakukan
dengan cara operasi setelah 1 sampai 2
merawat luka tahun kemudian
fistula dengan baik 3. Fistula karena bawaan, dapat
2. Pemberian dilakukan sesuai dengan
antibiotik keluhan penderita
4. Tehnik operasi:
- Fistulektomy dan
sfingteroplasti dilanjutkan
rectal flap maupun vaginal
flap
- Prokto-kolektomi diikuti
vaginal flap
- Muscular graft
171
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
FISTULA UROGENITALIA
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N 82
2. Diagnosis Fistula Urogenitalia
3. Pengertian Terdapatnya saluran abnormal yang menghubungkan traktrus
urinarius dan traktus genitalia, sehingga urin masuk dan keluar
melalui saluran genitalia (vagina)
Etiologi:
Fistula obstetri:
1.Trauma obstetrik: persalinan lama, persalinan dengan tindakan,
seperti: forsep, vakum dan seksio sesarea
Fistula ginekologi:
1. Trauma ginekologi (pasca operasi ginekologi)
2. Pasca terapi radiasi
3. Malignansi / keganasan
4. Kelainan bawaan
Jenis fistula
1. Fistula uretrovaginal
2. Fistula uterovesikovaginal
3. Fistula vesikovaginal
4. Fistula vesikoservikovaginal
5. Fistula ureterovaginal
4. Anamnesis 1. Terasa daerah kemaluan basah terus, cairan keluar dari vagina
2. Tidak ada rasa ingin berkemih dan kalau ada jarang sekali
(uretra vesikovaginal)
3. Kejadian sesudah melahirkan, operasi, radiasi, tumor ganas,
genitalia dan kelainan bawaan
5. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi dan Inspekulo:
Terdapat cairan keluar dari lubang yang ada di vagina
Didapatkan lubang di dinding vagina identifikasi letak,
besarnya, tepinya, jumlahnya
b. Vaginal touche: perabaan jaringan sekitar fistula, dinding fistula
serta kekakuan dinding fistula dan pemeriksaan genitalia
interna
c. Pada fistula yang sangat kecil dan sulit dilihat dengan mata
dilakukan tes biru metilen
6. Pemeriksaan 1. Tes biru metilen
Penunjang 2. Sistoskopi
3. Tes endokarmin/adona
4. IVP (jika perlu)
172
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
8. Diagnosis Banding Inkontinensia urin overflow
9. Konsultasi 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi
2. SMF Urologi
3. SMF Radiologi
10. Perawatan Rumah Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Konservatif :
Batasan: fistula kecil yang timbul segera pasca persalinan atau
beberapaharipasca ginekologi
Terapi :
- Katerisasi 2-3 minggu
- Pemberian antibiotika
- Bila gagal dengan terapi konservatif dilakukan reparasi fistula
secara operatif 3 bulan kemudian, selalu menjaga kebersihan
genitalia eksterna dan sekitarnya.
2. Operatif :
Batasan : Fistula yang besar, fistula lama atau fistula yang gagal
dengan terapi konservatif.
Terapi :
Repair fistula dapat dilakukan melalui vagina atau transvesika atau
kedua-duanya atau trans abdominal tergantung dari besar dan
letak fistula serta kemampuan operator. Perawatan fistula pasca
repair harus diperhatikan dengan baik karena akan berpengaruh
terhadap kesembuhan pasien.
Tata laksana post operatif:
1. Pasien minum sebanyak 2000 - 2500 cc/hari selama perawatan.
2. Dipasang Folley Catetherthree way no 14-16 yang
dipertahankan selama 10 hari. Dilakukan spuling hanya bila
terdapat hematuria atau kristal endapan pada urine (warna
tidak jernih). Cara spuling adalah bilas dengan NaCl 0,9 %
sebanyak 14 tts/mnt sampai dengan urine jernih dan hentikan
setelah urine jernih. Yakinkan selama perawatan tidak ada
hambatan di FC, urine dapat mengalir dengan lancar dan tidak
ada rembesan dari vagina. Pasien dalam waktu 10 hari masih
dalam keadaan bedrest.
3. Pada hari ke-10 Folley Catether dapat dilepas dan tiap 2 jam
pasien diminta untuk BAK sampai pasien bisa merasakan
sensasi berkemih sendiri. Pasien dapat pulang bila sudah
merasakan sensasi berkemih dan dapat berkemih dalam waktu
2 – 3 jam.
4. Obat Antibiotika intravenus diberikan 1 hari post op dan
Antibiotika dapat diganti dengan AB oral pada hari ke-2 sampai
dengan 5. Analgetik diberikan kalau perlu.
5. Kontrol 1 minggu setelah pulang.
6. Pasien boleh coitus 8-12 minggu post operasi.
7. Selama perawatan dilarang keras melakukan pemeriksaan
dalam melalui vagina.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan
173
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Sesuai tindakan operasi
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi
dan Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 7-14hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi.
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Perawatan konservatif maupun operatif
25. Kepustakaan 1. Harris WJ: Early complications of abdominal and vaginal
hysterectomy. Obstet Gynecol Surv 50:795, 1995
2. Cunningham, et al. Genitourinary fistula. In: Williams
Gynecology, The McGraw-Hill Companies. 2008.
3. Walters MD, Karam MM. Lower Urinary Tract Fistulas. In:
Clinical urogynecology. 1sted. St Louis: Mosby, 1993; 330-41.
4. Nichols DH, Randall CL. Vesico Vaginal Fistulae. In: Vaginal
Surgery. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1989; 369-87.
5. Copenhaver EH, Malone PD, Steckel FE, Greene AS. Repair of
Urinary Fistula. In: Surgery of the vulva and vagina. A Practical
Guide. 1st ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1981; 69-
75.
6. Jacobs AJ, Gast MJ. Urogynecology. In: Practical Gynecology.
1st ed. Singapore: Simon & Schuster Asia Ptc Ltd, 1994; 224-
38.
7. Lapides C, Diokno AC. Clean intermittent self
catheterization in urinary tract disease. J Urol 1972; 107:
458-61.
8. Wall LL. Obstetric Fistulas: Hope for a new beginning.
International Urogyne Pelvic Floor Dysfunc 1995; 6 (5): 292-5.
9. Maresh M. Urological Gynecology. In: Audit in Obstetrics
and Gynaecology. 1st ed. London: Oxford Blackwell Scientific
Publications, 1994; 246-62.
10. Glenn HW. Management of Genitourinary Fistulas. In:
Urogynecologic Surgery. 1st ed. Baltimore: Aspen Publishers,
Inc, 1992; 131-8
11. Buchsbaum HJ, Schmidt JD. Vagina repair of vesicovaginal
and urethrovaginal fistulae. In: Gynecologic and Obstetric
Urology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1993;
355-69.
12. Friedman EA. Fistulas of the lower urinary tract. In: Atlas of
Gynecological Surgery. 4th ed. Stuttgart: Georg Thieme
Verlag, 1985; 20.1-21.
174
Bagan Alur Penanganan Fistula Urogenital
Pemasangan Stent
Tidak Berhasil
berhasil
Fistula Fistula
menetap membaik
175
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PROLAPS ORGAN PANGGUL
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N81.1; N81.2; N81.5; N81.6
2. Diagnosis Prolaps Organ Panggul
3. Pengertian Turunnya atau menonjol organ panggul ke dalam lubang vagina, bahkan
dapat keluar ke lubang vagina
Etiologi
Kelemahan atau kerusakan penyanggah otot atau ligamen yang
menggantung dinding/organ panggul.
Prevalensi:
Pasien yang pernah melahirkan kemungkinan menderita POP hampir 50%
dan 20% pasien yang dilakukan operasi ginekologi adalah kasus-kasus POP
Faktor risiko:
1. Persalinan pervaginam
2. Paritas
3. Usia
4. Menopause
5. Obesitas
6. Keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat
7. Ras
8. Genetik
9. Pasca operasi vaginal histerektomi
176
vagina.
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kekuatan
dinding pelvik sekaligus keadaan genitalia internal lainnya.
d. Pergunakan POP - Q untuk menentukan derajat prolaps
177
Total vaginal Jarak terjauh vagina ssat C dan D berada pada posisi
length (tvl) normal
____________________________________________________________
_____
Stadium
____________________________________________________________
_____
Stadium 0 Normal
Stadium 1 Seluruh titik berada pada < -1 cm
Stadium 2 Titik terendah berada pada jarak tidak lebih dari 1 cm
dari himen (-1 dan +1 cm)
Stadium 3 Titik terendah pada jarak > 1 cm dari himen, namun
tidak prolaps total
Stadium 4 Prolaps total dengan titik terendah sama dengan total
vaginal length
____________________________________________________________
_____
6. Pemeriksaan Sitologi atau biopsi bila ada erosi dan suspek keganasan, pemeriksaan ivp
Penunjang pada prolaps uteri yang besar sekali pada stadium IV dan dengan
gangguan berkemih. Pemeriksaan laboratorium lengkap serta
pemeriksaan lain bila direncanakan pengobatan dengan rencana operasi
7. Kriteria Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis
8. Diagnosis -
Banding
9. Konsultasi Divisi Uroginekologi Rekonstruksi
10. Perawatan Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)
Rumah Sakit
11. Terapi / 1. Konservatif
tindakan A. Pencegahan, dengan mengurangi faktor risiko, seperti:
mengurangi
berat badan, pekerjaan-pekerjaan berat dan lain-lain, Latihan otot
dasar panggul (untuk prolaps uteri stadium I).
B. Pemberian hormonal estrogen pada mereka yang sudah berusia
lanjut, seperti: krim
C. Pemasangan pesarium perlu diperhatikan besarnya dan jenisnya
pesarium, serta keluhan-keluhan yang dirasakan akibat
penggunaan
pesarium.
178
D. Perlu dilakukan pengontrolan secara rutin dalam waktu 2-3 bulan
untuk melihat adanya erosi, infeksi dari dinding vagina.
2. Operatif.
A. Bagi penderita yang masih dalam masa reproduksi dan uterus
tidak ingin diangkat dilakukan:
a. Ventrofiksasi, cara Operasi Purandare
b. Uterosakroligamenfiksasi
c. Sakrospinosis ligamenfiksasi
d. Fasia illiokoksigeus suspensi
B. Kompartemen vagina anterior
a. Kolporafi anterior
C. Kompartemen posterior:
a. Kolporafi posterior
b. Kolpoperineorafi
D. Kompartemen superior
a. Histerektomi
b. Kolpokleisis
c. Sakrospenosis fiksasi
d. Fasia iliokoksigeus fiksasi
e. Mc. Call
Pada operasi ini dapat pula dipergunakan grapt untuk membantu ligamen
atau fasia yang lemah.
Perawatan:
3-4 hari, kateter nomor 12 dipasang dalam waktu 24 jam pasca operasi,
pemberian antibiotika, dan penderita dapat dipulangkan bila sudah
berkemih secara spontan.
12. Tempat Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
Pelayanan
13. Penyulit Adanya angka rekurent terjadinya POP pasca tindakan
14. Informed Ya,perlu diberikan pada pasien dan keluarga karena kelainan mungkin
Consent tidak hanya satu dan banyaknya teknik operasi yang dapat dilakukan,
sehingga operasi ditentukan atas keinginan pasien dan keluarga dan
kompetensi operator.
15. Tenaga Standar Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi dan
Rekonstruksi
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Divisi Uroginekologi dan
Rekonstruksi
16. Lama Antara 1-3 hari
Perawatan
17. Masa Tergantung penyulit yang ada
Pemulihan
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
179
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Menghindari faktor risiko POP
25. Kepustakaan 1. Cardozo L. Prolapse. In: Urogynecology the king’s approach. Churchill
Livingstone, 1977: 321-46.
2. Wall LL. Incontinence, Prolapse, and Disorder of the pelvic Floor. In:
Berek JS, Adhasi EY, Hillard PA. Ed. Novak’s Gynecology. 2th ed.
Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 619-63.
3. Rock JA, Thompson JD. Surgical Correction of Defects in Pelvic
Support. In: Rock JA, Thompson JD. Ed Te linde’s Operative
Gynecology 8th ed. New York, Lippincot-Raven, 1977: 951-1077.
4. Junizaf. Kelainan letak alat-alat genital. Dalam: Wiknjosastro H. Ed.
Ilmu kandungan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono
Prawirohardjo: 1997; 420-46.
5. Symmonds RE, Williams TJ, Lee RA, Webb MJ. Poshysterectomy
enerele and vaginal vault prolapse. Am, J Obstet. Gynecol. 1981; 140:
852-59.
6. Bimbaum SJ. Rational therapy for the prolapsed vagina. Am. J Obstet.
Gynecol. 1973; 115:411-19.
7. Morley GW, John OL. Sacrospinous ligament fixation for eversion of
the vagina. Am J Obstet. Gynecol. 1988; 158:827-81.
8. Timmons MC, AddisonWA, Addison SB, Cavenar MG. Abdominal
Sacral Colpoxy in 163 Women with Posthysterectomy vaginal vault
prolapse and enterocele. The Journal Reproductive Medicine.
1992;37:323-37.
9. Barrington JW, Edwards G. Posthysterectomy Vault Prolapse.
International Urogynecology Journal. 2000;11:241-45.
10. Pohl JF, Frattarelli JL. Bilateral transvaginal sacrospineous colpopexy:
Preliminary experience. Am. J. Obstet. Gynecol. 1997;177:1352-62.
11. Bump RC, Mattiason A, Brubaker LP. The Standardization of
terminology of female pelvic organ prolapse and pelvic floor
dysfunction. Am.J. Obstet. Gynecol. 1996;175:10-7.
180
Bagan Alur Penanganan Prolaps Organ Panggul
Anamnesa
Pemeriksaan Fisik:
1.Bimanual+Speculum
2. Maneuver valsava
Terapi
3. POP-Q
2.Kolpope- 2.Kolpokleisis
rineorafi
3.Fiksasi
181
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
ELONGATIO COLLI
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
182
14. Informed Consent Informed consent tertulis
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Uroginekologi & Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Antara 2-3 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kebidanan dan Kandungan 108
23. Edukasi Vulva hygiene
24. Indikator Medis -
25. Kepustakaan 1. Junizaf. Ellongatio Colli. Dalam: Buku Ajar Uroginekologi
Indonesia edisi 1, Himpunan Uroginekologi Indonesia,
Jakarta, 2011. Hal 69 – 73.
183
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
AGENESIS SALURAN GENITALIA WANITA
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 Q 52.8
2. Diagnosis Agenesis Saluran Genitalia Wanita
3. Pengertian Tidak terbentuknya sebagian atau seluruh saluran reproduksi,
termasuk tuba falopii, uterus, serviks, dan vagina.
Prinsip Dasar
1. Agenesis terjadi akibat gangguan fusi saluranMüller. Sebagian
besar kasus adalah agenesis vagina.
2. 90% kasus agenesis vagina merupakan bagian dari sindroma
Rokitansky-Mayer-Küstner-Hauser(MRKH), yang diikuti
abnormalitas ginjal (saluran kemih) dalam berbagai derajat,
masalah skeletal dan gangguan pendengaran.
3. 7-8% kasus agenesis vagina ditemukan pada pasien dengan
sindroma insensitivitas androgen yang memiliki kariotipe 46,XY.
4. Anamnesis 1. Tidak pernah mendapat haid pada usia sekitar 15-16 tahun
dengan/tanpa tanda seks sekunder normal. Pada kasus yang
masih terdapat endometrium fungsional nyeri siklik dan perut
membesar dapat menjadi keluhan tambahan.
2. Kesulitan berkemih atau ISK berulang (pada MRKH yang disertai
kelainan saluran kemih)
3. Sulit/tidak dapat melakukan hubungan seksual (penetrasi)
5. Pemeriksaan Fisik 1. Pertumbuhan tanda seks sekunder baik.
2. Hanya terdapat lesung vagina atau vagina sangat pendek (< 5
cm) karena 1/3 vagina distal terbentuk dari sinus urogenital).
3. Tidak dijumpai massa pelvis. Kadang teraba uterus yang
hipoplastik
4. Lipatan peritoneal dapat diraba pada pemeriksaan bimanual
rektoabdominal.
6. Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang
Penunjang 1. USG genitalia interna dan ginjal
2. Pemeriksaan kromosom dan seks kromatin
3. IVP
4. MRI dan Laparoskopi jika diperlukan.
7. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
8. Diagnosis Banding -
184
kromosom, pilihan terapi, waktu pelaksanaan terapi.
2. Tatalaksana ditunda hingga usia dewasa (usia > 16 tahun)
sedapat mungkin mendekati waktu pasien akan menikah,
khusus untuk direncanakan tindakan operasi
3. Pada kasus yang tidak direncnankan untuk operasi dapat
dilakukan businasi dengan menggunakan dilator hegar atau
modifikasi Ingram (bicycle seat stool).
4. Laparotomi evakuasi dilakukan pada agenesis vagina dengan
hematometra, kadang-kadang hingga histerektomi.
5. Pada kasus pasien AIS, dilakukan pengangkatan gonad (testis)
intraabdomen terlebih dahulu, biasanya per laparoskopi atau
laparatomi untuk mencegah risiko keganasan.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi
13. Penyulit Sesuai penyebab agenesis saluran genetalia
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Divisi Uroginekologi &
Rekonstruksi
16. Lama Perawatan Tergantung tindakan yang dikerjakan
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi108.
23. Indikator Medis -
24. Edukasi Konseling mengenai fertilitas
25. Kepustakaan 1. Oliver GD. Clinical aspects of urinary, genital and lower bowel
anomalies and ambiguous genitalia. In: Drutz HP, Herschorn S,
Diamant NE. Eds. Female pelvic medicine and reconstructive
surgery. London: Springer, 2003.
2. Vaginal hypoplasia. Diunduh dari
http://www.medhelp.org/www/ais/31_hplasia.htm . Last
updated 21 Aug 2006.
3. Vaginal agenesis. Diunduh dari
http://www.urologyhealth.org/adult/index.cfm?cat=01&topic=
150. Last revised Oct 2009
4. Rokitansky-Mayer-Küster-Hauser Syndrome. Diunduh dari
MRKH foundation. http://mrkh.org/
185
Bagan Alur Penanganan Agenesis Saluran Genitalia Wanita
Vaginal agenesis
Uterus (-)
Ya tidak
Operasi Laparosko Berhasil?
abdominalTdk tidak
pi Davydov
sebelumn
ya?
ya ya ya
Intestinal Berhasil?
vaginoplasty
Tdk
ya ya Lanjutkan dilatasi
186
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
ABORTUS
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 O.20.0, O.03, O.02.1, O.06.9, O.08.0
2. Diagnosis Abortus
3. Pengertian Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel,
disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Dimana
sebagai batasan adalah umur kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 mg.
4. Anamnesis Abortus Iminens
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat ringan
Abortus Insipiens
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat sedang-berat
Abortus inkomplit
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Perdarahan pervaginam banyak.
d. Nyeri perut bagian bawah derajat berat
Missed Abortion
a. Tanda-tanda kehamilan.
b. Perdarahan atau tanpa perdarahan pervaginam.
c. Tinggi fundus uterus sesuai atau lebih kecil dari umur
kehamilan.
Abortus infeksiosus
a. Amenore.
b. Tanda-tanda hamil.
c. Sering diawali oleh abortus provokatus.
d. Febris.
e. Perdarahan pervaginam
187
5. Pemeriksaan Fisik Abortus Iminens
Vaginal toucher didapatkan osteum uteri tertutup dan
tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan.
Abortus Insipiens
Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka,
ketuban utuh, dan tinggi fundus uterus sesuai dengan
umur kehamilan.
Abortus inkomplit
Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka teraba
jaringan kehamilan dan tinggi fundus uterus lebih kecil
dari umur kehamilan.
Missed Abortion
Tinggi fundus uterus sesuai atau lebih kecil dari umur
kehamilan.
Abortus infeksiosus
Tinggi fundus uteri sesuai atau lebih kecil umur
kehamilan, nyeri tekan abdomen, osteum uteri terbuka
atau tertutup, tanda-tanda infeksi genitalia intern
(temperatur rektal lebih tinggi dari aksila, flour panas dan
berbau, nyeri goyang serviks, nyeri adneksa)
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang
7. Diagnosis Banding Molla hidatidosa, Kehamilan ektopik
8. Pemeriksaan USG
Penunjang
9. Konsultasi -
10. PerawatanRumahSakit Abortus Iminens : tidak perlu perawatan (MRS)
Abortus Insipiens : tidak perlu perawatan (MRS)
Abortus inkomplit : tidak perlu perawatan (MRS)
Missed Abortion : tidak perlu perawatan (MRS)
Abortus infeksiosus : perlu perawatan (MRS)
11. Terapi / tindakan Abortus Iminens
(ICD 9-CM) a. Rawat jalan.
b. Banyak istirahat, hindari hubungan seksual.
c. Medikamentosa:
- Penenang: Luminal, Diazepam.
(Diazepam 3 kali 2 mg, per oral selama 5 hari atau
Luminal 3 kali 30 mg).
- Tokolitik: Papaverin, Isoksuprine.
(Isoksuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari).
- Progesteron
Abortus Insipiens
a. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan
kuretasi, lebih dari12 minggu dilakukan oksitosin
titrasi dan kuretase.
b. Medikamentosa:
- Metil ergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5
hari.
- Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5
hari.
Abortus inkomplit
a. Perbaikan keadaan umum.
b. Kuretase dengan atau tanpa digital plasenta pre
kuretase.
188
c. Medikamentosa:
- Metilergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5
hari.
- Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari.
Missed Abortion
a. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan
kuretase langsung.
b. Umur kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan:.
- Rawat inap; dipasang stiff laminaria 12-24 jam,
dan
- Titrasi oksitosin atau Prostaglandin
Abortus infeksiosus
a. Antipiretik: Paracetamol 3x 500 mg
b. Ampicillin 3 kali l g, Gentamisin 2 kali 80 gr,
Metronidazol supp 3 kali 1 gr.
c. Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam bebas
panas atau dalam waktu 12-24 jam apabila
panas tidak turun.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung
Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Perdarahan, perforasi uterus, infeksi
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol A
ke atas
16. Lama Perawatan Perawatan (MRS) dilakukan pada abortus infeksiosus
dan abortus dengan gangguan kondisi umum, selama 5-
7 hari
17. Masa Pemulihan 2-3 minggu
18. Hasil Baik
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Prognosis Baik
21. Otopsi Tidak diperlukan
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108.
23. IndikatorMedis Tidak ada perdarahan pervaginam, nyeri perut, panas
badan
24. Edukasi Risiko abortus berulang
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir
Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri &
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C.,
Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23
rd.Ed. Mc Graw Hill.
3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I.,
Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In :
William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.
189
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
LEKORE
RSUP SANGLAH 2015
DENPASAR
190
19. Patologi Ya
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108
23. Indikator Medis Keluhan keputihan, gatal dan nyeri tidak ada
24. Edukasi Hindari faktor risiko, obati pasangan seksual
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir
Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri &
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I.,
Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In :
William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.
191
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
PENYAKIT RADANG PANGGUL
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N70, N71, N73, N74
2. Diagnosis Penyakit Radang Panggul
3. Pengertian Penyakit peradangan organ genitalia di atas niveu
orifisium uterus internum meliputi endometritis,
miometritis, pelvik selulitis, salpingitis, salpingo-oovoritis,
pelvioperitonitis, dan abses (abses tubo-ovarial dan
abses kavum Douglasi).
4. Anamnesis Nyeri perut bawah, keputihan, panas badan
5. Pemeriksaan Fisik a. Suhu meningkat disertai takikardia.
b. Nyeri suprasimfiser; biasanya bilateral.
c. Rebound tendernes dan dapat disertai menoragia,
metroragia, dan ileus paralitik
d. Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan abdomen:
Nyeri spontan-tekan abdomen bawah terutama
suprasifisis
Perut distensi minimal sampai sedang.
Inspekulo:
cairan sekresi vagina, osteum uterus eksternum-
kanalis servikalis berwarna kuning atau putih seperti
susu dan berbau tidak sedap.
Vaginal toucher:
besar dan konsistensi uterus sulit dievaluasi, nyeri
daerah parametrium dan adneksa, nyeri goyang
porsio dan fornices. Kadang, adanya penonjolan yang
lembut Kavum Douglasi kearah vagina.
6. Kriteria Diagnosis Kriteria mayor:
1. Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa
rebound.
2. Nyeri bila serviks uterus digerakkan, dan
3. Nyeri pada adneksa.
Kriteria minor:
Disertai oleh salah satu atau lebih hal di bawah ini:
1. Mikroorganisme patologi pada sekret endoserviks.
2. Suhu rektal diatas 38°C.
3. Leukosit lebih dari 10.000/mm3.
4. Pus dalam kavum peritoneum (dengan kuldosintesis
atau laparoskopi).
5. Abses padat pada pemeriksaan bimanual atau USG.
Derajat Deskripsi
Derajat I Radang panggul tanpa penyulit, terbatas
192
pada tuba dan ovarium, dengan atau
tanpa pelvio-peritonitis
Derajat II Radang panggul dengan penyulit,
didapatkan massa radang atau abses
pada kedua tuba atau ovarium
Derajat III Radang panggul dengan penyebaran
diluar organ-organ pelvik
7. Diagnosis Banding 1. Kehamilan Ektopik Terganggu.
2. Abortus septik.
3. Ruptur kista.
4. Apendisitis.
8 Pemeriksaan 1. DL dan kultur darah, cairan tubuh, sekresi vagina.
Penunjang 2. USG
3. Kuldosentesis
4. Laparoskopi
9 Konsultasi 1. Dokter spesialis Bedah atau Bedah Digestif
2. Dokter spesialis Terapi Intesif ketika terdapat tanda
septik dan dapat dirawat bersama Anetestsilogist &
Terapi Intensif
3. Dokter spesialis Gizi Klinik
10 Perawatan Rumah PRP grade I : Tidak perlu perawatan (MRS)
Sakit PRP grade II dan III: perawatan (MRS)
11 Terapi / tindakan Penyakit Radang Panggul Derajat I adalah:
(ICD 9-CM) 1. Rawat jalan
2. Lebih banyak istirahat; hindari pekerjaan berat.
3. Tidur yang cukup
4. Makanan tinggi kalori dan protein
5. Tidak melakukan hubungan seksual
6. Medikamentosa
6.1 Antibiotika:
a. Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari.
b. Thiamfenikol: 3,5 gr per oral pada hari
pertama.
c. Dilanjutkan dengan 4 x 500 mg/hari/per oral
selama 7-10 hari.
d. Eritromisin: 4x 500 mg/hari/per oral selama 7-
10 hari.
6.2 Analgetik.
6.3 Anti-inflamasi
193
Metronidazole 1 g rektal supp, 2 x/hari
selama 5-7 hari.
3.2 Analgetik.
3.3 Anti inflamasi
Catatan: khusus abses tubo-ovarial diutarakan tersendiri
12 Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruangan Cempaka
Timur
13 Penyulit Jangka pendek adalah pembentukan abses, peritonitis,
peri-hepatitis, dan selulitis.
Jangka panjang adalah infeksi berulang, infertilitas, hamil
ektopik, dismenore, disparunia, dan nyeri pelvik kronik.
14 Informed Consent Ya, tertulis
15 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol A ke
atas
16 Lama Perawatan PRP-I adalah 5 hari rawat jalan
PRP-II adalah 3-5 hari rawat inap
PRP-III adalah 6-10 hari rawat inap
17 Masa Pemulihan 10-14 hari
18 Hasil Baik
19 Patologi Pada PRP derajat II dan III yang dilakukan tindakan
operatif
20 Otopsi Tidak diperlukan
21 Prognosis PRP-I adalah dubia ad bonam
PRP-II adalah dubia ad bonam
PRP-III adalah dubia ad malam
22 Tindak Lanjut Rawat jalan selama 2 minggu
23 Indikator Medis 1. Keluhan nyeri perut bawah, keputihan, panas badan
tidak ada.
2. Suhu rektal di bawah 37,5°C.
3. Leukosit kurang dari dari 10.000/mm3.
4. Pus dalam kavum peritoneum sudah dievakuasi
24 Edukasi Risiko terjadinya PRP berulang, Pencegahan faktor risiko
PRP
25 Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir
Pelayanan Pasien. 2003. Lab/SMF Obstetri &
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I.,
Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In :
William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.
194
Alur Diagnosis dan Penanganan Penyakit Radang Panggul
dan Abses Tuba Ovarium
195
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
ABSES TUBO OVARIAL
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N.70
2. Diagnosis Abses Tubo Ovarial
3. Pengertian Radang bernanah yang terjadi pada ovarium dan atau tuba
fallopii unilateral atau bilateral
4. Anamnesis 1) Ringan tanpa keluhan.
2) Berat dengan keluhan, seperti:
a. Suhu badan naik, akut abdomen sampai syok septik.
b. Nyeri panggul dan nyeri perut bagian bawah.
c. Febris pada 60-80% kasus.
d. Takikardia.
e. Ileus, dan
f. Pembentukan massa.
5. Pemeriksaan Fisik Abdomen:
Nyeri spontan atau tekan abdomen bawah terutama
suprasifisis
Perut distensi minimal sampai sedang.
Inspekulo:
Cairan sekresi vagina,
Osteum uterus eksternum-kanalis servikalis berwarna
kuning atau putih seperti susu
Berbau tidak sedap.
Vaginal toucher:
Nyeri daerah parametrium dan adneksa
Nyeri goyang porsio dan fornices.
Teraba masssa di regio adneksa baik unilateral maupun
bilateral dengan ukuran bervariasi 5-15 cm, konsistensi
ireguler-multikistik, sulit digerakkan / perlekatan
dengan jaringan sekitar, nyeri sangat menonjol.
Penonjolan yang lembut Kavum Douglasi kearah vagina
kalau ATO pecah.
6. Kriteria Diagnosis Gejala klinis seperti di atas, ditambah dengan:
1) Leukositosis lebih dari 12.000 dan peningkatan LED.
2) Tanda-tanda ileus (Rontgen BOF).
3) Massa di adneksa (USG), dan
4) Pus positif pada punksi kavum Douglasi.
7. Diagnosis Banding 1) ATO utuh tanpa keluhan:
a. Tumor ovarium.
b. Kehamilan ektopik.
c. Abses periapendiks.
d. Hidrosalping.
196
e. Mioma uteri.
2) ATO dengan keluhan:
a. Perforasi appendisitis.
b. Perforasi divertikel.
c. Perforasi ulkus peptikum.
d. Kista ovarium terinfeksi/terpeluntir.
8. Pemeriksaan Penunjang DL, UL, LFT, BUN, SC,
Kultur darah, cairan tubuh-sekresi kanalis tuba internum
USG
9. Konsultasi Spesialis Bedah atau Bedah Digestif
Spesialis Terapi Intensif
Spesialis Gizi Klinik
10. Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS)
2) ATO Pecah.
a. Laparotomi (salpingoooforektomi), kultur pus, dan
pasang drainase.
b. Antibiotika:
Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l /hari selama 5-7
hari.
Metronidazole I gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7
hari.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit 1) ATO utuh:
a. Pecah sampai sepsis (jangka pendek).
b. Ileus, infertil, kehamilan ektopik dan nyeri (jangka
panjang).
2) ATO pecah:
a. Syok septik.
b. Abses (intra abdominal, subprenikus, paru, dan otak).
c. Penyulit terkait laparotomi
197
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. PPDS I tingkat Chief.
16. Lama Perawatan 5-10 hari
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Jaringan yang diangkat durante operasi
20. Otopsi Tidak dikerjakan
21. Prognosis Dubius ad bonam
22. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23. Indikator Medis Pasien tidak nyeri, tidak panas
24. Edukasi Keluhan dapat berulang selama faktor risiko masih ada.
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap
L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc
Graw Hill.
3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M.,
Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008.
Mc Graw Hill.
198
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
MIOMA UTERUS
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 D.25
2. Diagnosis Mioma Uterus
3. Pengertian Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan
konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo
kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel.
4. Anamnesis 1. Rasa penuh dan berat pada perut bagian bawah dan teraba
benjolan padat kenyal.
2. Gangguan haid: menoragia, metroragia,dan dismenorea.
3. Akibat penekanan: disuria, polakisuria, retensio urine,
konstipasi, edema tungkai, varises, nyeri dan rasa kemeng
didaerah pelvis.
4. Infertilitas dan kehamilan ektopik.
5. Tanda abdomen akut.
5. Pemeriksaan Fisik 1 Palpasi abdomen, terdapat masa padat, batas jelas, dapat
digerakkan, dan tanpa nyeri.
2 Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan
uterus.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis, sesuai dengan gejala di atas.
2. Palpasi abdomen, terdapat masa padat, batas jelas, dapat
digerakkan dan tanpa nyeri.
3. Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan
uterus.
4. USG didapatkan gambaran massa dengan batas tegas,
bentuk bulat, hiperekoik homogen, dan vaskularisasi diluar
massa.
5. Dilatasi dan kuretasi serta pemeriksaan histopatologik PA
pada gangguan perdarahan yang menunjukkan proliferasi
atau hiperplasia simpleks endometrium.
6. Pemeriksaan PA pasca operatif.
7. Diagnosis Banding 1. Tumor solid ovarium.
2. Adenomiosis.
3. Kelainan bentuk uterus.
4. Tumor solid non ginekologi.
5. Kehamilan.
6. Miosarkoma.
7. Pemeriksaan Penunjang USG: gambaran tumor bentuk bulat atau bulat lonjong baik
soliter maupun multipel dengan hiperekoik homogen, dinding
tegas, tanpa efek lateral dan pantulan posterior, pembuluh
darah diluar massa tumor.
8. Konsultasi Divisi Onkologi dan ginekologi
9. Perawatan Rumah Sakit tidak perlu perawatan (MRS), bila tidak disertai dengan
gangguan hemodinamik
199
10. Terapi / tindakan 5.1 Konservatif
(ICD 9-CM) Terapi konservatif kalau tanpa keluhan dan tanda-tanda
degenerasi ganas.
Keluhan positif yaitu:
1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan
infertilitas dilakukan histerosalfingografi untuk
mengetahui kavum uterus, patensi tuba, hidrosalfing,
dan tanda-tanda infeksi kronis.
2. AUB-L berupa menorhagi, metrohagia, dan
menometrohagia.
3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit
jantung anemia, mudah infeksi, penuruanan kinerja
dan konsentrasi.
4. Pendesakan ke organ pelviks yaitu gangguan berkemih
dan defekasi, nyeri pelvic kronik dan kemeng di region
suprasimfisis.
GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai
pada hari ke-3 sampai 5 mentruasi dengan dosis 375 mg
intramuskuler gluteal.
Operatif dapat berupa ligasi dan atau histeroskopi pada miom
sub mukosa atau geburt, miomektomi, histerektomi, dan
embolisasi.
5.2 Operatif
Terapi operatif tergantung pada:
1. Adanya keluhan gangguan haid serta komplikasinya
dan atau keluhan pendesakan organ sekitar.
2. Infertilitas post terapi GnRH agonist
3. Nyeri pelvik kronis akibat pendesakan, perlekatan,
dismenore, disparunea, hemorrhoid, disuria berulang,
nyeri defekasi, dan manipulasi.
4. Ketentuan:
a. Umur penderita lebih dari 50 tahun adalah
TAH-BSO atau SVH tergantung kondisi serviks.
b. Menginginkan anak dilakukan miomektomi
atau enukleasi mioma baik post GnRH agonist
maupun langsung..
c. Pada kasus dengan gangguan haid dimana
umur lebih dari 40 tahun dilakukan D & C
untuk pemeriksaan PA dan USG endometrium
untuk diagnosis kemungkinan keganasan.
d. Pemerikasaan inspeksi asam asetat (IVA),
sitologik Pap smear atau kolposkopi serviks
e. Pendekatan operatif adalah laparotomi dan
atau laparoskopi
11. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka
Timur)
200
2. Torsi pada mioma yang bertangkai.
3. Infeksi kandung kemih, penyakit radang panggul, dan
proktitis.
4. Degenerasi merah, kistik sampai nekrosis.
5. Degenerasi hialin.
6. Degenerasi ganas berupa miosarkoma.
7. Infertilitas.
8. Nyeri pelvik kronis dan semua ikutannya.
13. Informed Consent Ya, tertulis
14. Tenaga Standar Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
15. Lama Perawatan Antara 3-5 hari
16. Masa Pemulihan 1. Terapi konservatif dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12
bulan
2. Pada pemberian GnRH analog dilakukan evaluasi setiap 6
bulan.
3. Terapi operatif adalah 4 minggu.
17. Hasil Baik
18. Patologi Ya. Dilakukan untuk menentukan penanganan lanjutan
19. Otopsi Tidak dilakukan
20. Prognosis Dubia ad bonam
21. Tindak Lanjut Tergantung perkembangan penyakit
22. Indikator Medis Tidak ada gangguan haid dan penekanan organ
23. Edukasi Miomektomi : risiko mioma uteri berulang
Histerektomi : tidak haid lagi
24. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I.,
Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William
Gynecology 2008. Mc Graw Hill.
201
Alur diagnosis dan penanganan Mioma Uterus
Mioma Uterus
Konservatif GnRHAgonis
Catatan:
Keluhan positif yaitu:
1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan infertilitas dilakukan
histerosalfingografi untuk mengetahui kavum uterus, patensi tuba,
hidrosalfing, dan tanda-tanda infeksi kronis.
2. AUB-L berupa menorhagi, metrohagia, dan menometrohagia.
3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit jantung anemia,
mudah infeksi, penuruanan kinerja dan konsentrasi.
4. Pendesakan ke organ pelviks yaitu gangguan berkemih dan defekasi,
nyeri pelvic kronik dan kemeng di region suprasimfisis.
5. GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai pada
hari ke-3 sampai 5 mentruasi dengan dosis 375 mg intramuskuler
gluteal.
6. Operatif dapat berupa ligasi dan atau histeroskopi pada miom sub
mukosa atau geburt, miomektomi, histerektomi, dan embolisasi.
202
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
LESI PRAKANKER
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 N87.0, N87.1, D06
2. Diagnosis Lesi Prakanker Serviks
3. Pengertian Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS)/ Cervical Intraepitelial
Neoplasia (CIN) I atau Low grade Squamous Intraepithelial Lesion
(L-SIL) dan NIS/CIN II-III atau High grade Squamous Intraepithelial
Lesion (H-SIL).
4. Anamnesis 1. Tanpa gejala.
2. Dengan gejala seperti keputihan berbau, perdarahan pasca
senggama, tidak nyaman pada daerah suprasimfisis.
5. Pemeriksaan Fisik Inspekulo nampak erosi, ektropion, dan servisitis.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan ginekologis
4. Pemeriksaan penunjang
7. Diagnosis Banding Kanker serviks, servisitis, polip serviks
8. Pemeriksaan Penunjang 1. Sitologi dengan Pap Smear.
2. Kolposkopi untuk diagnostik dan biopsi terarah (Kolposkopi-
biopsi).
3. Kuretasi endoserviks (KES).
9. Konsultasi Divisi Onkologi dan Ginekologi
10. Perawatan Rumah Sakit Tidak perlu dirawat (MRS)
11. Terapi / tindakan CIN I : Observasi papsmear setiap 3 bulan
(ICD 9-CM) CIN II : Cryoterapi, kauterisasi
CIN III : Konisasi, Histerektomi (TAH)
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13. Penyulit Perdarahan, infeksi pada serviks
14. Informed Consent Ya, tertulis
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas
16. Lama Perawatan Tidak perlu dirawat (MRS)
17. Masa Pemulihan Tergantung penyulit yang ada
18. Hasil Baik
19. Patologi Ya
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108
23. Indikator Medis Keluhan keputihan, perdarahan, nyeri tidak ada
24. Edukasi Kontrol teratur setelah tindakan, hindari faktor risiko
25. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
203
2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M.,
Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008.
Mc Graw Hill.
204
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KARSINOMA VULVA
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 C.51.9
2. Diagnosis Kanker Vulva
3. Pengertian Keganasan yang tumor primernya tumbuh pada daerah vulva
dan bukan merupakan tumor metastasis dari organ genitalia
maupun ekstragenitalia.
4. Anamnesis a. Gatal-gatal pada daerah vulva.
b. Benjoan atau massa pada daerah vulva
c. Kadang-kadang disertai perdarahan.
d. Benjolan pada daerah lipatan paha
5. Pemeriksaan Fisik a. Tumor berdungkul seperti bloom kol atau bentuk ulkus di
daerah vulva.
b. Pembesaran kelenjar inguinal berupa masa padat atau
ulkus.
c. Tanda-tanda lain sesuai luasnya penyakit.
6. Kriteria Diagnosis 1) Anamnesis.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan ginekologis
4) Pemeriksaan penunjang
205
ulserasi
IVB Adanya metastasis di daerah mana saja
termasuk KGB pelvik
206
c. Satu tahun II : setiap 3 bulan.
d. Selanjutnya : setiap 6 bulan.
23. Indikator Medis 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin,
neutofil dan trombosit.
2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pengobatan.
3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal
toucher dan USG).
24. Edukasi Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan
25. Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan
Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche
Indonesia.
2. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and
Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer. FIGO
and IGCS, 2nd edition. November 2013
3. Beller U, Benedet JL, Cresseman WT, Ngan HYS, Quinn MA,
Marisovuemere P,et al. Carcinoma at the vulvvagina. Int J.
Gynecol Obstet 2006. 56 (Suppl 1) 529.
4. Clinical practice Guidelines in Gynecology VI. 2003.
National Comprehensive Cancer Network
5. All Ayhatt. Textbook of Gynecological Oncology. 2010.
Guthes publishing
6. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the
Vulva, Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105
(2); 103-4, 2009
207
Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Vulva
Lesi < 2cm, KGB klinis (-) Lesi > 2cm, KGB klinis (-)
Wedge biopsy
Biopsi eksisional
208
Penanganan kanker vulva stadium lanjut
209
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KANKER SERVIKS
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 C53.9
2. Diagnosis Kanker Serviks
3. Pengertian Penyakit keganasan yang berasal dari leher rahim atau serviks.
4. Anamnesis 1. Tidak memberikan gejala.
2. Keputihan.
3. Perdarahan pervaginam abnormal.
4. Perdarahan post koital.
5. Perdarahan pasca menopause.
6. Gangguan kencing dan defekasi.
7. Nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung, dan tungkai.
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum.
a. Pembesaran kelenjar limfe supra klavikula dan inguinal.
b. Pembesaran lever, ascites, dan atau lain-lain sesuai dengan
organ yang terkena.
Pemeriksaan Ginekologi.
a. Vaginal toucher.
1. Vagina: fluor, fluksus, dan tanda-tanda
penyebaran/infiltrasi pada vagina.
2. Porsio: berdungkul, padat, rapuh, dengan ukuran
bervariasi, eksofitik atau endofitik.
3. Korpus uteri: normal atau lebih besar, kalau perlu
dilakukan sondase untuk konfirmasi besar dan arah uterus
dan apakah terjadi piometra dan hematometra.
4. Adneksa/parametrium: tanda-tanda penyebaran, teraba
kaku/ padat, apakah terdapat tumor.
b. Rectal Toucher.
Menilai penyebaran penyakit kearah dinding pelvis yaitu
Cancer Free Space (CFS) merupakan daerah bebas antara tepi
lateral serviks dengan dinding pelvis.
Kriteria:
CFS 100% : belum ada tanda-tanda penyebaran.
CFS 25-100%: ada penyebaran, tetapi belum mencapai dinding
pelvis.
CFS 0% : berarti penyebaran mencapai dinding pelvis.
c. Pemeriksaan VT dan RT untuk menilai penyebaran ke organ
sekitar kolon, rektum dan vesika urinaria.
210
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan ginekologis
4. Pemeriksaan penunjang
211
+ Brachyterapi)
Stadium IA2:
a. fertilitas dipertahankan : Trakelektomi + diseksi Kelenjar
Getah Bening (KGB)
b. fertilitas tidak dipertahankan : Radikal Histerektomi +
Limfadenektomi KGB pelvik
c. Kontraindikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi
+ Brachyterapi)
Stadium IB1:
a. fertilitas dipertahankan : Trakelektomi + diseksi KGB
b. fertilitas tidak dipertahankan : Radikal Histerektomi +
Limfadenektomi KGB pelvik dan paraaorta
c. Kontra indikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi
+ Brachyterapi)
Stadium IB2 dan IIA:
Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB pelvik dan
paraaorta
Kontra indikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi +
Brachyterapi)
Stadium IIB:
Neoadjuvant kemoterapi 3 seri evaluasi operabilitas
operabel Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB
pelvik dan paraaorta
Stadium IIIA, IIIB:
Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) dan
Khemoterapi
Stadium IVA, IVB:
a. Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) dan
Khemoterapi
b. Paliatif terapi
12 Tempat Pelayanan Perlu perawatan (MRS) pada kondisi:
1. Perawatan perioperatif dan post operatif.
2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan umum,
baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi.
3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi.
13 Penyulit Tergantung beberapa faktor yaitu:
1. Keadaan umum
2. Pilihan terapi
3. Stadium penyakit
4. Infeksi,
5. Efek samping tindakan.
14 Informed Consent Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan.
15 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Konsultan Onkologi
Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas
16 Lama Perawatan Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan.
17 Masa Pemulihan Tergantung pada beberapa faktor:
1. Keadaan umum
212
2. Pilihan atau jenis pengobatan,
3. Stadium penyakit,
4. Penyulit infeksi,
5. Efek samping dari tindakan
18 Hasil 1. Tidak ditemukan lesi prakanker
2. Hidup tanpa massa kanker
3. Hidup dengan kanker
4. Meninggal
19 Patologi Ya. Setelah dilakukan tindakan operasi dan pemantauan terapi
20 Otopsi Tidak dikerjakan
21 Prognosis Hidup tanpa kanker
Hidup dengan kanker
Meninggal (dubia ad malam)
22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23 Indikator medis 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin,
neutofil dan trombosit.
2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pengobatan.
3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal
toucher dan USG).
24 Edukasi Hidup bersama kanker, Pemantauan atau kontrol secara teratur,
harapan hidup terkait stadium, komplikasi akibat tindakan yang
diberikan jangka pendek dan panjang
25 Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan
Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche
Indonesia.
2. European Society Gynecology Oncology (ESGO). Algorithms for
management of cervical cancer, 2011
3. Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013.National
Comprehensive Cancer Network
4. Bloss JD, Blessing JA, Behrens BC, Mannel RS, Rader JS, Sood
AK, Markman M, Benda J. Randomized Trial of Cisplatin and
Ifosfamide With or Without Bleomycin in Squamous
Carcinoma of the cervix. A Gynecologic Oncology Grup Study.
J.Clin Oncol 20.1832-1837.
5. Delgado G,Bundy B, Zaino R, Sevin BU, Cressman WT, Major F.
Perspective surgical pathological study of disease-free Interval
in patterns with stage IB Squamose cell carcinoma of cervix. A
Gynecologic Oncology Group Study. Gynecologic Oncology
1990;38-352-7. Landoni F, Maneo A, Colombo A, Placa F,
Milaini R, Perego P, Favini G, Ferri L, Mangioni C. Randomized
study of radical surgery versus radiotherapy for stage IB-IIA
cervical cancer, Lancet. 1987;350,535-40
6. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the Vulva,
Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105 (2); 103-
4, 2009
7. Sedis A, Bundy BN, Rotman M, Lentz S, Muderspath LL, Zaino
R. A randomized trial of pelvic radiation versus further therpy
in selected patients with stage IB Carcinoma of the cervix after
radical hysterectomy and pelvic lymphadenectomy : a
Gynecologic Oncology Group Study. Gynecol Oncol 1999, 73:
213
177-83.
Radiasi praoperasi
Histeroktomi radikal +
limfadenektomi kelenjar
getah bening pelvis dengan
kelenjar getah bening para
Kekambuhan
aorta
Kemoterapi
neoadjuvan
214
Radiasi praoperasi
Histeroktomi radikal +
limfadenektomi kelenjar
getah bening pelvis
dengan kelenjar getah Kekambuhan
bening para aorta
Kemoterapi
neoadjuvan
(-)
Pertimbangkan
Metastasis jauh (-) biopsi pada jaringan
yang dicurigai
Terapi sistemik
(+)
Radiasi individual
215
Penanganan Kanker Serviks dengan Kehamilan
@ 4 minggu
37-38 ≤20 20-30 >30
Konisasi Trimeter II
Pematangan Paru
SC Partus Spontan/ SC
216
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KARSINOMA ENDOMETRIUM
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 C54.1
2. Diagnosis Kanker Endometrium
3. Pengertian Kanker pada endometrium uterus
4. Anamnesis a. Umur rata-rata 60 tahun.
b. Perdarahan pervaginam.
c. Lekore.
d. Ada masa atau perasaan tidak enak pada perut bagian
bawah.
5. Pemeriksaan Fisik a. Kegemukan.
b. Hipertensi.
c. Bila terjadi metastasis.
1. Asites.
2. Tanda-tanda lain sesuai dengan organ yang terkena.
Pemeriksaan Ginekologis
a. Perdarahan pervaginam, lekore.
b. Piometra, dan
c. Evaluasi besar dan mobilitas uterus, tanda-tanda
penyebaran pada adneksa, parametrium, dan kavum
Douglasi.
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan ginekologis
4. Pemeriksaan penunjang
217
dan/atau paraaorta
Stadium III C1 KGB pelvik (+)
Stadium III C2 KGB paraaorta (+) dengan
atau tanpa KGB pelvik (+)
Stadium IV Invasi ke kandung kemih
dan/atau mukosa usus
dan/atau metastasis jauh
Stadium IV A Invasi ke kandung kemih dan
atau mukosa usus
Stadium IVB Metastasis jauh, termasuk
metastasis intraabdominal
dan/ atau KGB inguinal
7 Diagnosis Banding 1. Kanker serviks
2. Tumor Ovarium
3. Tumor korpus uterus
8 Pemeriksaan Penunjang 1. Ultrasonografi:
a. USG
b. USG Saline Infusion Sonography (SIS):
c. USG transvaginal
d. USG trans rektal
2. Mikrokuret Pipelle
3. Kuretasi bertingkat atau fractional curetage
4. Sitologi endometrium
5. Histeroskopi diagnostik dengan biopsi terarah
6. Ca-125
9 Konsultasi Divisi Onkologi dan Ginekologi
10 Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS) pada kondisi:
1. Perawatan perioperatif dan post operatif.
2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan umum,
baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi.
3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi.
11 Terapi / tindakan 1. Operatif
(ICD 9-CM) Operatif merupakan pertimbangan pertama adalah TAH dan
BSO. Limfedenektomi berdasarkan pertimbangan stadium
klinis, tipe histologik, dan diferensiasi sel yang terdiri atas
lifedenektomi pelvic (iliaka interna et eksterna) dan para
aorta (sampai vena renalis kiri). Insisi median untuk dapat
menilai adanya metastasis ke organ lever, sub diafragma,
lien, gaster, omentum, dan organ abdomen lainnya.
Kanker endomterium Stadium I dan diferensiasi sel baik
dilakukan TAH BSO. Uterus dibelah untuk menilai kedlaman
invasi pada miomterium. Apabila invasi > ½ miometrium
maka dilakukan limfadenektomi.
Indikasi limfedenektomi adalah:
a. Invasi miometrium > ½
b. Kelompok risiko tinggi.
c. Jendi histopatologik.
2. Kemoterapi
Indikasi: direncanakan kemoradiasi dan kanker
endomterium rekurensi pada pemberian kemoterapi
3. Radioterapi (Eksternal radiasi dan Brachyterapi)
218
Radiasi External Beam Radiotherapi (EBRT), radiasi
eksterenal, dan atau Brachytherapi (BT) dengan dosis sesuai
dengan stadium kanker endometrium.Semua kanker
endometrium diberikan BT vagina adjuvant pasca
pembedahan; kecuali stadium IA dengan resiko rendah.
12 Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
13 Penyulit Tergantung beberapa faktor yaitu:
1. Keadaan umum
2. Pilihan terapi
3. Stadium penyakit
4. Infeksi,
5. Efek samping tindakan
14 Informed Consent Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan.
15 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Onkologi
dan Ginekologi.
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas.
16 Lama Perawatan Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan.
17 Masa Pemulihan Tergantung pada beberapa faktor:
1. Keadaan umum
2. Pilihan atau jenis pengobatan,
3. Stadium penyakit,
4. Penyulit infeksi,
5. Efek samping dari tindakan.
18 Hasil Hidup tanpa massa kanker
Hidup dengan kanker
Meninggal
19 Patologi Ya. Histopatologik adalah diagnostik baku emas.
20 Otopsi Tidak dilakukan
21 Prognosis Hidup tanpa kanker
Hidup dengan kanker
Meninggal (dubia ad malam)
22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23 Indikator Medis 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin,
neutofil dan trombosit.
2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pengobatan.
3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal
toucher dan USG).
24 Edukasi Hidup bersama kanker, Pemantauan atau kontrol secara teratur,
harapan hidup terkait stadium, komplikasi akibat tindakan yang
diberikan jangka pendek dan panjang
25 Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan
Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche
Indonesia.
2. Crowder S, Lee Christine, Santoso T. Cancer servix. In JT
Santoso and RL Coleman. Handbook of Gyn Oncology. Mc
Graw Hill, New York, 2000.p 25-32
219
3. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and
Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer. FIGO and
IGCS, 2nd edition. November 2013
4. Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013.National
Comprehensive Cancer Network
5. Passiectt ED, Wewers ME, Ruffin MT. Educational strategies
for the prevention of cervical cancer. In : TE Rohan, KV Shah
ieds). Cervical cancer From etiology to prevention. Kluwer
Academic Publisher, 2004.pp 23W-51
6. All Ayhatt. Textbook of Gynecological Oncology. 2010.
Guthes publishing
7. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the Vulva,
Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105 (2);
103-4, 2009
220
Alur Diagnosa dan Penanganan Endometriosis
Stadium I (terbukti)
Stad II occult
Pengamatan lanjut Terapi hormon KGB Paraaorta (+) KGB Paraaorta (-)
Radiasi
(SP+IV) atau
Radiasi + kemoradiasi Radiasi
(SP+PA+IV)*
221
Stadium II
Biopsi KGB
Paraaorta
Sitologi
Radikal + limfadektomi Histerektomi extended
Peritoneum biopsi KGB paraaorta
sitologi peritoneum
222
Kanker endometrium stadium III
Lihat II
Debuking
G1 G2, G3
G1 hormonal G2, G3
*)
+ kemoterapi
223
Kanker Endometrium Stadium IV
Radiasi
Radiasi
(IV + SP)
Hormonal kemoterapi
Operasi Radiasi (IV+SP)
224
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
KANKER OVARIUM
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 C56.9
2. Diagnosis Kanker Ovarium
3. Pengertian Kanker ovarium adalah keganasan pada organ ovarium baik
primer maupun sekunder.
4. Anamnesis 1. Perut cepat membesar.
2. Berat badan menurun.
3. Nafsu makan menurun.
4. Sulit bernafas atau sesak.
5. Nyeri perut atau perut terasa penuh.
6. Gangguan buang air besar.
5. Pemeriksaan Fisik Teraba massa tumor padat atau kistik atau kombinasi,
permukaan tumor tidak rata, dapat nyeri atau tidak, mobilitas
terbatas atau terfiksir dan ascites.
6. Kriteria Diagnosis 1. Diagnosis kanker ovarium didasarkan atas gejala klinik dan
pemeriksaan penunjang (USG dan petanda tumor).
2. Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan Patologi
Anatomi atau histopatologik bahan organ ovarium yang
dicurigai degenerasi ganas.
3. Penentuan stadium berdasarkan surgical staging-durante
operatif.
Stadium Kanker Ovarium (FIGO 2009)
Stadium Deskripsi
I Tumor tumbuh terbatas pada ovarium
IA Tumor terbatas hanya 1 ovarium
IB Tumor pada kedua ovarium
IC Tumor dengan stadium IA atau IB dengan
pertumbuhan tumor di permukaan luar satu
atau kedua ovarium; atau dengan kapsul pecah;
atau dengan asites berisi sel ganas atau dengan
bilasan peritoneoum positif
II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium
dengan perluasan ke panggul
IIA Perluasan dan/atau metastasis ke uterus
dan/atau tuba
IIB Perluasan ke jaringan pelvis lainnya
III Tumor mengenai satu atau kedua tumor
dengan implan di peritoneum, di luar pelvis
dan/atau KGB retroperitoneal atau inguinal
positif. Metastasis permukaan hati masuk
stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil,
tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus
225
besar atau omentum
IIIA Tumor terbatas di pelvis kecil dengan KGB
negatif tetapi secara histologik dan
dikonfirmasi secara mikroskopik adanya
pertumbuhan (seeding) di permukaan
peritoneum abdominal
IIIB Tumor mengenai satu atau kedua ovarium
dengan implan di permukaan peritoneum dan
terbukti secara mikroskopik, diameter tidak
melebihi 2 cm, dan KGB negatif
IIIC Tumor mengenai satu atau kedua ovarium
dengan implan di permukaan peritoneum dan
terbukti secara mikroskopik, diameter tidak
melebihi 2 cm, dan KGB negatif
IV Pertumbuhan mengenai satu atau kedua
ovarium dengan metastasis jauh. Disertai efusi
pleura dengan hasil sitologi positif dimasukkan
ke dalam stadium IV. Begitu juga metastasis ke
parenkim hati
7. Diagnosis Banding 1. Tumor ovarium jinak.
2. Tumor uterus mioma uterus.
3. Tuberkulosis peritoneal dan PID.
4. Tumor abdomen non-ginekologik (endometriosis)
8. Pemeriksaan Penunjang 1. USG
Tampak massa tumor di regio pelvis dengan ukuran,
bentuk asimetrik, hiperekoik-campuran, dinding tebal
atau tidak jelas, papil-papil, efek lateral negatif, posterior
enchacement positif, dan ascites. Collor dopler tampak
neovaskularisasi dan peningkatan resistensi vaskular.
2. CT Scan
3. MRI
4. Petanda tumor
a. CA-125, CA-19.9, HE-4, dan CEA untuk kanker ovarium
epitelial dan usia ke arah tua (premenopause,
menopause, post menopause/senilis).
b. AFP, LDH, dan β-hCG kuantitaif pada usia muda.
9. Konsultasi 1. Divisi Onkologi dan ginekologi
2. Bedah Digestif
10 Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS) pada kondisi:
1. Perawatan perioperatif dan post operatif.
2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan
umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi.
3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi.
11 Terapi / tindakan 1. Operatif-Laparotomi
(ICD 9-CM) Frozen Section (FZ) atas indikasi curiga ganas pada massa
pelvik. Hasil FZ dibedakan atas:
a. Tumor ovarium jinak.
b. Tumor ovarium borderline.
c. Tumor ovarium ganas.
d. Keganasan ovarium belum dapat dipastikan.
Hasil tersebut dipakai untuk pertimbangan jenis tindakan atau
226
organ yang diangkat atau preservasi dimana operasi sedang
berlangsung.
a. Pada tumor ovarium jinak dilakukan pengangkatan
tumornya saja.
b. Pada tumor ovarium borderline dapat dilakukan:
- TAH-BSO pada kasus usia perimenopause dan lanjut.
- Pengangkatan massa tumor saja pada usia reproduktif.
c. Pada tumor ovarium ganas:
1. Complete surgical staging dengan bilasan cairan
peritoneum, histerektomi, salfingo-ovorektomi
bilateral, limfadenektomi pelvic dan para aorta,
omentektomi apedesektomi, biopsy peritoneum
(parakolika, subdiagfragma, prevesikal, kavum
Douglasi, dan perlekatan sertan lesi yang dicurigai).
2. Conservative surgical staging (fungsi reproduksi),
konservatif yaitu tindakan salpingo-ooforektomi
unilateral, omentektomi, limfadenektomi ipsilateral,
sitologi, biopsi, appendiktomi.
3. Debulking dengan mengambil massa tumor serta
assosianya sebanyak-banyaknya untuk mengecilkan
massa tumor pada stadium lanjut.
Pada keganasan ovarium belum dapat dipastikan maka
menunggu hasil PA definitif. Pertimbangkan preservasi
fertilitas pada usia muda dan atau menginginkan anak dari
rahim sendiri.
2.Kemoterapi
2.1 Kemoterapi Adjuvan
Pemberian intravena dan atau intraperitoneal setiap 3-4
minggu. Regimen: Platamin (Cysplatin dosis 50-100
mg/m2 atau Carboplatin AUC 5-6). Tumor ovarium
epithelial dengan regimen sebagai berikut: Kemoterapi
diberikan intravena/intraperitoneal setiap 3 minggu;
berbasis Platinum (Cysplatin dosis 50–100
mg/m2/Carboplatin AUC 5-6). Regimen sangat tergantung
jenis selnya yaitu:
Kanker ovarium epitelial:
1. Cyclophosphamide Adriamycin Platinum (CAP)
2. Cyclophosphamid dan Platosin (CP)
3. Cyclophosphamide dan Carboplatin (CC)
4. Adryamycin dan Platinum (AP)
5. Epirubicyn dan Platinum ( EP)
6. Paclitaxel dan Carboplatin (PC).
7. DocetaxeldanCarboplatin/Cisplatin/Oxaliplatin
8. GemcitabindanOxaloplatin/Carboplatin
ditambah dengan Bevacizumab
Kanker ovarium non-epitelial:
1. BEP Bleomycin Etoposide Platinum (BEP),
2. Platamin, Vinscritin, Belomycin (PVB)
3. Bleocyn, (BIP),
4. Taxane+Carboplatin,
227
5. VAC
Kanker Ovarium Residif
Dibedakan atas:
1. Residif > 6 bulan dapat diberikan platinum (Platamin
sensitive) lini pertama, atau dapat diberikan kemoterapi
lini kedua antara lain:
a. Gemcitabine 1000–1250 mg/m2 ( D1, D8 setiap 3
minggusekali).
b. Liposomal doxorubicin 50–80 mg/m2 (setiap 4
minggu sekali).
c. Topotekan / Irinotekan.
d. Etoposide
e. Dapat ditambah dengan penghambat angiogenesis
(Bevacizumab)
228
4. Penyulit infeksi,
5. Efek samping dari tindakan
18 Hasil Hidup tanpa massa kanker
Hidup dengan kanker
Meninggal
19 Patologi Ya. Histopatologik adalah diagnostik baku emas.
20 Otopsi Tidak diperlukan
21 Prognosis 1. Stadium IA dan IB, risiko rendah dan borderline adalah
dubius ad bonam.
2. Stadium IC ke atas, risiko tinggi adalah dubius ad malam.
22 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23 Indikator Medis 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar
hemoglobin, neutofil dan trombosit.
2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pengobatan.
3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal
toucher dan USG).
4. Penilaian tumor marker ovarium.
24 Edukasi Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan
25 Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan
Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche
Indonesia.
2. Berek JS. Epithelial ovarian cancer. In : Berek JS, Hacker
NF, editors. Practical gynecologic oncology, 2nd.
Baltiomore, Williams & Wilkins, 2000
3. Havtiesky LJ, Whitehead CM, Rubatt JM. Evaluation of
biomarkers patients for early stage ovarian cancer
detection and monitoring for disease recurrence.
Gynecology Oncology. Elseivere 2008; 10(3)
4. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification
and Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer.
FIGO and IGCS, 3th edition. November 2006
5. Crowder S, Lee C. Ovarian Cancer. In : Santoso JT and
Colesman RL. Handbook of Gyn Oncology New York : Mc
Graw Hill. 2000.p50-8
6. Berek JS, Hacker NF, editors. Practical gynecologic
oncology. 2nd ed. Baltimore, Williams & Wilkins, Publisher.
1994. P 377-402.
7. Rubin SC. Chemotherapy of gynecologic of pathologic
cancer 2nd Ed. Baltimore. Philadelphia Lippincott, Williams
& Wilkins, Publisher. 2004
229
Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Ovarium
Tumor Ovarium
- klinis
- USG
- Petanda tumor
Suspek ganas
Laparotomi
Reproduksi Reproduksi
(+) (-)
Reproduksi Reproduksi
(+) (-)
Surgical staging* Surgical staging**
Konservatif Radikal
Surgical staging* Surgical staging**
Konservatif Radikal
Non epitel
Sesuai Sesuai
Sesuai Sesuai
230
Penanganan kanker ovarium
231
Penanganan kanker ovarium
Epitelial borderline
Surgical staging/
Surgical staging* Surgical staging**
radikal debulking**
232
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
MOLA HIDATIDOSA
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 O.01.9
2. Diagnosis Mola Hidatidosa
3. Pengertian Kehamilan patologik neoplasma jinak sel trofoblas dimana
sebagian atau seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidrofik
berupa gelembung menyerupai buah anggur yang diakibatkan
kegagalan plasentasi dan atau fekundasi fisiologis.
4. Anamnesis 1. Perdarahan pervaginam
2. Telat haid
3. Mual, muntah, pusing
4. Riwayat hubungan seksual
5. Pemeriksaan Fisik 1. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan
2. Perdarahan pervaginam, biasanya berulang dari bentuk
spotting sampai dengan perdarahan banyak. Pada kasus
dengan perdarahan banyak sering disertai dengan
pengeluaran gelembung dan jaringan mola.
3. Tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin.
4. Tanda Hegar dan Piscacek positif
5. Sering disertai hiperemesis gravidarum, toksemia, dan
tirotoksikosis.
6 Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Adapun kriteria
risiko Mola Hidatidosa ditentukan berdasarkan:
1) Mola Hidatidosa Risiko Rendah dengan kriteria (salah satu):
a. Serum -hCG kurang dari 100.000 IU/ml, atau
b. Besar uterus < umur kehamilan, atau
c. Kista ovarium kurang dari 6 cm.
2) Mola Hidatidosa Risiko Tinggi dengan kriteria (salah satu):
a. -hCG > 100.000 IU/ml, atau
b. Besar uterus lebih dari umur kehamilan, atau
c. Kista ovarium > 6 cm, atau
d. Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti
umur lebih dari 40 tahun, toksemia, koagulopati, emboli
sel trofoblas, dan hipertiroidisme.
7 Diagnosis Banding 1. Abortus iminens.
2. Kehamilan kembar.
3. Kehamilan dengan mioma uteri.
8 Pemeriksaan Penunjang 1. USG.
a. Complete Mole, tampak gambaran ekogenik merata
seperti badai salju atau multiple vesikel intra uterin dan
tidak terlihat sakus gestasional.
b. Partial Mole, tampak gambaran multiple vesikel intra
uterine disertai dengan gestasional sac dengan atau
tanpa fetus.
2. Kadar -hCG darah atau serum yang tinggi.
233
3. Histopatologik.
a. Degenerasi hidropik vili korealis.
b. Berkurang atau hilangnya pembuluh darah vili.
c. Proliferasi sel-sel trofoblas.
9 Konsultasi Divisi Onkologi dan ginekologi
10 Perawatan Rumah Sakit Perlu perawatan (MRS)
11 Terapi / tindakan Panduan Praktek Klinis Tingkat I (PPK I)
(ICD 9-CM) 1) Mola Hidatidosa yang ditemukan segera dirujuk atau
direferal ke Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II).
2) Mola Hidatidosa yang mengalami abortus segera dilakuan
evakuasi:
3.1 Evakuasi dilatasi vakum
Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip
oksitosin 10-40 IU/500 cc dektrosa 5%= 28 tetes/menit.
Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan
kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam.
3.2 Pasca evakuasi dilatasi vakum segera rujuk atau referal
ke PPK II.
3.2 Histerektomi
a. Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup.
b. Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret
pertama atau ke satu.
B. Pengawasan lanjut.
234
1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui
apakah proses involusi berjalan normal atau terjadi
proses keganasan secara dini.
2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun.
3) Pengawasan 3 bulan atau 12 minggu pertama pasca
evakuasi setiap minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi
dan 2 minggu pada mola hidatidosa risiko rendah.
4) Sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi hal yang perlu
dievaluasi adalah klinis atau HBsE, meliputi:
a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas
b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
5) Apabila sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi ditemukan
adanya permasalahan klinis atau HBsE didiagnosis sebagai
Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) atau Gestasional
Trofoblastik Neoplasia (GTN). Kemudian mengikuti alur
PPK II TTG.
6) Pada minggu ke-12 pasca evakuasi tidak ditemukan
permasalahan pada klinis atau HBsE, dilakukan
pemeriksaan -hCG semikuantitatif urine dengan Pack
test.
7) Apabila pada minggu ke-12 pasca evakuasi Pack test
positif didiagnosis sebagai TTG atau GTN. Kemudian
mengikuti alur PPK II TTG.
8) Pengawasan lanjut setelah Pack test negative, meliputi:
a. Pemeriksaan meliputi:
1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak
nafas.
2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda
subinvolusi
3. Kadar β-hCG semikuantitatif urine dengan Pack
test.
4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya:
foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan
keluhan.
9) Kontrasepsi.
a. Sebelum tercapai Pack test negatif dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai Pack test negatif dapat
menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi
atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak
menginginkan anak.
10) Akhir pengawasan lanjut.
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara
klinik maupun laboratorik.
Panduan Praktek Klinis Tingkat III (PPK III)
A. Evakuasi Mola Hidatidosa.
235
1) MRS walaupun tanpa perdarahan.
2) Persiapan pre evakuasi:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Foto rontgen toraks.
c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal
hemostasis, elektrolit, TSH, T3, dan T4.
d. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan
banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk
evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre
evakuasi hanya yang dianggap perlu.
3) Evakuasi:
3.1 Evakuasi dilatasi vakum
a. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku
dilakukan pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip
oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% = 28 tetes/menit.
Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan
kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam.
c. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi yang
dibagi atas dua sampel yaitu:
1. PA 1 adalah jaringan dan gelembung mola.
2. PA 2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu
jaringan mola hidatidosa yang melekat pada dinding
uterus.
d. Penderita dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali
diperlukan perbaikan keadaan umum.
e. Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG 1 minggu pasca
evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka
dilanjutkan dengan evakuasi ke-2. Evakuasi kedua
dilakukan dengan kuret tajam dan dilakukan
pemeriksaan Patologi Anatomi.
3.3 Histerektomi
a. Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup.
b. Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret
pertama atau ke satu.
B. Pengawasan lanjut.
1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui
apakah proses involusi berjalan normal atau terjadi
proses keganasan secara dini.
2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun.
3) Pengawasan 3 bulan pertama pasca evakuasi setiap
minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi dan 2 minggu
pada mola hidatidosa risiko rendah.
4) Hal-hal yang perlu dievaluasi
a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas.
b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
c. Kadar -hCG serum kuantitatif.
d. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto
toraks.
5) Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif
236
Adapun batas akhir penilaian -hCG kuantitatif adalah:
a. Pada minggu ke-4, kadar -hCG ≤ 1000 m IU/ml).
b. Pada minggu ke-6, kadar -hCG ≤ 100 m IU/ml).
c. Pada minggu ke-8 kadar -hCG ≤ 20-30 mIU/ml.
d. Pada minggu ke-12 kadar -hCG ≤ 5 m lU/ml).
6) Apabila kadar -hCG kuantitatif lebih tinggi dari pada
ketentuan batas tersebut didiagnosis sebagai TTG atau
GTN. Kemudian mengikuti alur PPK III TTG.
7) Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal.
a. Pemeriksaan meliputi:
1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak
nafas.
2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda
subinvolusi
3. Kadar β-hCG serum.
4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya:
foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan
keluhan.
8) Kontrasepsi.
a. Sebelum tercapai -hCG serum normal dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai -hCG serum normal dapat
menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi
atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak
menginginkan anak.
9) Akhir pengawasan lanjut.
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara
klinik maupun laboratorik.
11 Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur),
Ruang Ginekologi (Cempaka Timur)
12 Penyulit 1. Perdarahan profius.
2. Perforasi uterus spontan atau iatrogenik.
3. Emboli sel trofoblas.
4. Generasi ganas berupa Penyakit Trofoblas Ganas (PTG).
5. Tirotoksikosis.
13 Informed Consent Ya, tertulis
14 Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas
3. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
15 Lama Perawatan 5-7 hari
16 Masa Pemulihan 12 minggu post evakuasi
Tergantung penyulit yang ada
17 Hasil Dubius ad bonam
18 Patologi Ya
19 Otopsi Tidak diperlukan
20 Prognosis Dubius ad bonam
237
21 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
22 Indikator Medis Perdarahan pervaginam, massa molla hidatidosa tidak ada, besar
uterus dan kadar -hCG serum normal. Setelah satu tahun tidak
ada keluhan baik klinik maupun laboratorik.
23 Edukasi Pemantauan teratur sesuai jadwal, pemakaian kontrasepsi, tidak
boleh hamil selama satu tahun.
24 Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap
L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw
Hill.
3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M.,
Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008.
Mc Graw Hill.
238
PANDUAN PRAKTEK KLINIS GAWAT DARURAT
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
TUMOR TROFOBLAST GESTASIONAL
2015
RSUP SANGLAH
DENPASAR
1. No. ICD 10 001.9
2. Diagnosis Tumor Trofoblast Gestasional
3. Pengertian Sekelompok penyakit yang mempunyai tendensi neoplastik
atau ganas dan berkaitan dengan vili korialis, terutama sel
trofoblasnya yang berasal dari suatu kehamilan baik mola
maupun non mola, meliputi: Mola invasif, Koriokarsinoma,
Plasental site trophoblastik tumor, dan Persisten trofoblastik
diseases.
4. Anamnesis a. Riwayat pasca evakuasi mola hidatidosa atau kehamilan
lain.
b. Perdarahan pervaginam tidak teratur.
c. Batuk darah, sesak nafas, dan nyeri ulu hati.
d. Keluhan sesuai dengan perluasan penyakit ke sistem
lainnya.
5. Pemeriksaan Fisik a. HBsE (Trias Acostasizon):
1. H (History) yaitu pasca mola hidatidosa, partus,
abortus, dan hamil ektopik.
2. B (Bleeding) yaitu perdarahan pervaginam tidak teratur.
3. sE (softnes and Enlargement) yaitu uterus membesar
dan lunak.
b. Bintik tumor kebiruan pada dinding/mukosa vagina.
c. Tanda-tanda kelainan fisik adalah sesuai dengan organ yang
terkena penyebaran penyakit misalnya paru-paru, hati, otak
dan lain-lain.
6. Kriteria Diagnosis 1) Anamnesis.
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan ginekologis
4) Pemeriksaan penunjang
Diagnosis penyakit trofoblas ganas juga dapat ditegakkan
hanya berdasarkan klinis (HBsEs) dan peningkatan kadar β-
HCG yang dikenal dengan Persisten trofoblastik diseases.
239
Faktor Skor
Prognosis prognosis
0 1 2 4
Umur <40 ≥40
(tahun)
Kehamilan molla abortus Hamil
sebelumnya aterm
Interval
kehamilan <4 4-7 7-12 >12
(bulan)
β-hCG <103 103-104 104- ≥105
(mIU/mL) 105
Diameter <3 3-5 ≥5
tumor (cm)
Lokasi paru ginjal, lien Trak. hati,
metastasis GI otak
Jumlah 1-4 5-8 >8
metastasis
Kegagalan 1 ≥2
kemoterapi obat obat
Keterangan:
Skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah
Skor prognosis total > 7: risiko tinggi
7. Diagnosis Banding 1) Kanker endometrium
2) Hiperplasia endometrium
8. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium:
a. Kadar -hCG serum tinggi, atau
b. Kadar -hCG serum tidak turun pada pemantauan pasca
evakuasi mola hidatidosa.
c. DL, LFT, RFT, Fungsi Tiroid (TSH, T3 dan T4), BT/CT,
Elektrolit, GDS.
Pemeriksaan penunjang:
a. Foto thorak.
b. USG abdomen-pelvis.
c. CT-Scan abdomen, kepala.
9. Konsultasi Divisi Onkologi dan Ginekologi
10. Perawatan Rumah Sakit i. Pemberian khemoterapi dan atau tindakan histerektomi.
ii. Perbaikan kondisi.
11. Terapi / tindakan Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II)
(ICD 9-CM) 1. Setelah terdiagnosis sebagai Tumor Trofoblastik Gestasional
(TTG) atau Gestasional Trofoblastik Neoplasia (GTN) pada
pemantauan pasca evakuasi molla hidatidosa.
2. Evaluasi risiko dari TTG berdasarkan sistem skoring
prognosis. Apabila skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah dan
skor prognosis total > 7: risiko tinggi.
3. Pada TTG risiko rendah diberikan khemoterapi tunggal:
Methotrexate (MTX).
4. Pada TTG risiko tinggi dirujuk atau referral ke PPK III.
5. Khemoterapi MTX:
240
a. Persyaratan laboratorium sebelum kemoterapi MTX:
1. Hemoglobin ≥ 10 gr%
2. Leukosit ≥ 3000.mm3
3. Trombosit ≥ 100.000/mm3
4. SGOT/SGPT ≤ 2 kali nilai normal
5. Ureum/kreatinin normal
b. Dosis MTX: 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im, atau 3
x 5 mg/hari oral selama 5 hari, setiap 2 minggu.
c. Diberikan sampai pack test negatif, dilanjutkan 2 seri
after course (terapi konsolidasi MTX dengan dosis yang
sama).
d. Pemberian MTX gagal apabila:
1. Terdapat tanda-tanda metastase.
2. Resisten apabila 5 seri pemberian pack test tetap
positif.
e. Kemoterapi MTX gagal, rujuk atau referral ke PPK III.
241
aquabides (iv) pelan. MTX 100 mg/m2 (im).
b. Hari 2: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9%
selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc
aquabides (iv) pelan.
c. Hari 8: Cyclophospamide 600 mg/m2 dalam 500 cc NaCl
0,9% selama 1 jam. Vincristine (Oncovin) 1 mg/m2
dalam 20 cc aquabides (iv) pelan.
d. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu
sekali setelah pemberian khemoterapi.
e. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after
course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama).
f. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila:
1. Terdapat tanda-tanda metastase.
2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah
pemberian 2 seri.
3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami
penurunan tetapi tidak mencapai normal.
6. Pada Khemoterapi EMA-CO yang gagal maka dilakukan
pemberian khemoterapi kombinasi jenis Etoposide, MTX,
Actinomycin, Etoposide dan Adriamycin (EMA-EP). Cara
pemberian:
a. Hari 1: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9%
selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc
aquabides (iv) pelan. MTX 100 mg/m2 (im).
b. Hari 2: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9%
selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc
aquabides (iv) pelan.
c. Hari 8: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9%
selama 1 jam. Cisplatin 60 mg dalam 500 cc Dextrosa 5%
(bungkus karbon) dalam waktu 2-3 jam.
d. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu
sekali setelah pemberian khemoterapi.
e. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after
course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama).
f. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila:
1. Terdapat tanda-tanda metastase.
2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah
pemberian 2 seri.
3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami
penurunan tetapi tidak mencapai normal.
7. Pada Khemoterapi EMA-EP yang gagal maka
dipertimbangkan melakukan operasi pada tumor yang
terlokalisir, misal: uterus, paru, otak dan radioterapi. Pada
metastasis otak, diberikan radioterapi 25-30 gy, metastasis
paru-paru, diberikan radioterapi 20 Gy.
8. Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal.
a. Pemeriksaan meliputi:
1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak
nafas.
2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
3. Kadar β-hCG serum.
242
4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya:
foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan
keluhan.
4. Lama pengawasan 2 tahun.
9. Kontrasepsi.
a. Tidak diijinkan hamil selama 2 tahun.
b. Sebelum tercapai -hCG serum normal dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
c. Setelah tercapai -hCG serum normal dapat
menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi atau
Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak
menginginkan anak.
10. Akhir pengawasan lanjut.
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik
maupun laboratorik.
12. Tempat Pelayanan Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka
Timur)
13. Penyulit 1. Perdarahan uterus
2. Metastasis tumor, misal paru, hati, otak
14. Informed Consent Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan.
15. Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultasn Onkologi
Ginekologi
2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas
16. Lama Perawatan Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan.
17. Masa Pemulihan Pemulihan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit
infeksi, efek samping yang ditimbulkan.
18. Hasil Hidup tanpa tumor
Hidup dengan tumor
Meninggal
Sembuh dengan kadar β-HCG normal
Progresif
19. Patologi Ya
20. Otopsi Tidak diperlukan
21. Prognosis Dubia ad bonam
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108.
23. Indikator Medis Perdarahan pervaginam, massa tidak ada, besar uterus dan
kadar -hCG serum normal. Setelah 2 tahun tidak ada keluhan
baik klinik maupun laboratorik.
24. Edukasi Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi,
hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan.
25. Kepustakaan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan
Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche
243
Indonesia.
2. Elston CW. The Histopathology of Throphoblastic tumors. J.
Clin Path 1976;29(10);113-31
3. Shahib N, Martasoebrata D, Kondo H, et al. Genetik Origin
of Malignant Trophoblastic Neoplasma Analyzed by
Sequance Tag Site Polymorphic Markers Gynecol Oncol
2001;81-247-53
4. Shih IM, Kurman RJ. Molecular Basic of Gestational
Trophoblastic Dissease. CurrMol Med 2002;2-1-12
5. Fisher RA and Hodges MD. Genomic Imprinting in
Gestational Trphoblastic Disease. A Review. Placenta
2003;24,111-8.
6. Li HW, Tsao SW and Cheong ANY. Current Understanding of
the Molecular Genetics of Gestational Trophoblastic
Disease. Placenta 2002;23-20-31.
244
Alur Diagnosa dan Penanganan Tumor Trafoblas Gestasional
PENYAKIT TROFOBLAS
GANAS
Stadium Risiko
Risiko Rendah
Stadium IV Stadium I, II,
II, IV
Risiko Rendah
Kemoterapi MTX
Komoterapi
Berhasil Gagal Kombinasi EMA-CO
Komoterapi
Kombinasi EMA-EP
245